33
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites RSUD ARIFIN ACHMAD Fakultas Kedokteran UR SMF/ BAGIAN SARAF Sekretariat : SMF Saraf – Irna Medikal Lantai 4 Jl. Diponegoro No. 2 Telp. (0761) 7026225 P E K A N B A R U STATUS PASIEN Nama Koass Yosua Butar Butar N I M / N U K 0508151221 Pembimbing dr. Amsar, Sp.S I. IDENTITAS PASIEN Nama Ny. M 1

200894661 case-yosua

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 200894661 case-yosua

Get Homework/Assignment Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/

Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/

Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sitesRSUD ARIFIN ACHMADFakultas Kedokteran URSMF/ BAGIAN SARAF

Sekretariat : SMF Saraf – Irna Medikal Lantai 4Jl. Diponegoro No. 2 Telp. (0761) 7026225

P E K A N B A R U

STATUS PASIEN

Nama Koass Yosua Butar Butar

N I M / N U K 0508151221

Pembimbing dr. Amsar, Sp.S

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Ny. M

Umur 53 tahun

Jenis kelamin Perempuan

Alamat Jl. Pemuda, Pekanbaru

Agama Islam

Status perkawinan Kawin

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga

1

Page 2: 200894661 case-yosua

Tanggal Masuk RS 12 Juni 2013

Medical Record 835629

II. ANAMNESIS (Autoanamnesa)

Keluhan Utama

Lemah kedua tungkai bawah

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 4 hari SMRS pasien mengeluhkan kedua kaki terasa lemah, lemah terjadi

secara pelahan-lahan, dan diawali dari kaki sebelah kanan. Awalnya pasien dapat

berjalan dengan dipapah , namun setelah beberapa hari pasien tidak mampu berdiri

tetapi masih dapat menggerakkan kaki , Pasien juga mengeluhkan kurangnya

sensasi rasa mulai dari perut sampai ke telapak kaki. Pasien juga susah untuk

mengontrol buang air kecil, BAB.lancar

2 Minggu SMRS pasien sering mengeluhkan nyeri pada pinggang sampai ke kedua

kaki, nyeri dirasa seperti ditusuk tusuk dan diperparah apabila sedang beraktifitas,

pasien juga sudah mengeluhkan rasa kebas pada kedua kaki, dan mulai merasa

lemah pada kaki kanan

Keluhan penurunan kesadaran (-), demam (-). Kemudian pasien dibawa ke RSUD

AA.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-), DM (-)

Riwayat Stroke (-)

Riwayat batuk lama tidak ada.

Riwayat konsumsi obat 6 bulan tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan atau penyakit yang sama.

RESUME ANAMNESIS

2

Page 3: 200894661 case-yosua

Ny. D, 48 tahun, datang dengan keluhan kedua tungkai bawah lemah sejak 4 hari

sebelum dilakukan pemeriksaan. Diawali oleh kaki sebelah kanan, dan ditambah mati

rasa dari perut sampai ke telapak kaki, BAK sulit dikontrol.

III. PEMERIKSAAN

A. KEADAAN UMUM

Tekanan darah : Kanan : 140/90 mmHg, Kiri : 140/90 mmHg

Denyut nadi : Kanan : 86 x/mnt, teratur Kiri : 86 x/mnt, teratur

Jantung : HR : 86 x/mnt, irama teratur

Paru : Respirasi : 20x/mnt, tipe thorakoabdominal

Keadaan Gizi : Baik

B. STATUS NEUROLOGIK

1) KESADARAN : Komposmentis GCS : E4 M6 V5

2) FUNGSI LUHUR : Normal

3) KAKU KUDUK : Tidak Ada

4) SARAF KRANIAL

1. N. I (Olfactorius)Kanan Kiri Keterangan

Daya pembau N N Tidak ada kelainan2. N.II (Opticus)

Kanan Kiri KeteranganDaya penglihatanLapang pandangPengenalan warna

NNN

NNN

Tidak ada kelainan

3. N.III (Oculomotorius)Kanan Kiri Keterangan

PtosisPupil Bentuk UkuranGerak bola mataRefleks pupil Langsung Tidak langsung

(-)

Bulat2 mm

N

(+)(+)

(-)

Bulat2 mm

N

(+)(+)

Tidak ada kelainan

3

Page 4: 200894661 case-yosua

4. N. IV (Trokhlearis)Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola mata N N Tidak ada kelainan5. N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri KeteranganMotorikSensibilitasRefleks kornea

NN

(+)

NN(+)

Tidak ada kelainan

6. N. VI (Abduscens)Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola mataStrabismusDeviasi

N(-)(-)

N(-)(-)

Tidak ada kelainan

7. N. VII (Facialis)Kanan Kiri Keterangan

TicMotorik Daya perasaTanda chvostek

(-)NN(-)

(-)NN(-)

Tidak ada kelainan

8. N. VIII (Akustikus)Kanan Kiri Keterangan

Pendengaran N N Tidak ada kelainan9. N. IX (Glossofaringeus)

Kanan Kiri KeteranganArkus faringsDaya perasaRefleks muntah

NN

(+)

NN(+)

Tidak ada kelainan

10. N. X (Vagus)Kanan Kiri Keterangan

Arkus faringsDysfonia

N(-)

N(-)

Tidak ada kelainan

11. N. XI (Assesorius)Kanan Kiri Keterangan

MotorikTrofi

NEutrofi

NEutrofi

Tidak ada kelainan

12. N. XII (Hipoglossus)4

Page 5: 200894661 case-yosua

Kanan Kiri KeteranganMotorikTrofiTremorDisartri

NEutrofi

--

NEutrofi

--

Tidak ada kelainan

IV. SISTEM MOTORIKKanan Kiri Keterangan

Ekstremitas atas Kekuatan

DistalProksimal

Tonus Trofi Ger.involunter

55

NormalEutrofi

(-)

55

NormalEutrofi

(-)

Tidak ada kelainan

Ekstremitas bawah Kekuatan

DistalProksimal

Tonus Trofi Ger.involunter

22

NormalEutrofi

(-)

22

NormalEutrofi

(-)

Paraparese UMN

Badan Trofi Ger. Involunter Ref. Dinding perut

Eutrofi(-)(+)

Eutrofi(-)(+)

Tidak ada kelainan

V. SISTEM SENSORIKKanan Kiri Keterangan

RabaNyeriSuhuPropioseptif

---

DBN

---

DBN

Hipestesi setinggi T 11

VI. REFLEKSKanan Kiri Keterangan

Fisiologis Biseps (+) (+) Refleks fisiologis (+)

5

Page 6: 200894661 case-yosua

Triseps KPR APR

(+)(+)

Meningkat(+)

(+)(+)

Meningkat(+)

Meningkat

Patologis Babinski Chaddock Hoffman TromerReflek primitifPalmomental Snout

(-)(-)(-)

(-)(-)

(-)(-)(-)

(-)(-)

Refleks patologis (-)

Refleks primitif (-)

VII.FUNGSI KOORDINASIKanan Kiri Keterangan

Tes telunjuk hidungTes tumit lututGaitTandemRomberg

NSDNSDNSDNSDN

NSDNSDNSDNSDN

Pemeriksaan tumit lutut, gait, tandem dan romberg

tidak dapat dilakukan

VIII. SISTEM OTONOM

Miksi : Terpasang kateter

Defekasi : SDN

IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN

a. Laseque : Tidak terbatas

b. Kernig : Tidak terbatas

c. Patrick : -/-

d. Kontrapatrick : -/-

e. Valsava test : SDN

f. Brudzinski : -/-

X. RESUME PEMERIKSAAN

Keadaan umum

Kesadaran : Komposmentis

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Pernafasan : 20 x/mnt, tipe thorakoabdominal

6

Page 7: 200894661 case-yosua

Fungsi luhur : Normal

Rangsang meningeal : (-)

Saraf kranial : Dalam batas normal

Motorik : Paraparese UMN

Sensorik : Hipestesi setinggi T 11

Koordinasi : Sulit dinilai

Otonom : Sulit dinilai

Refleks fisiologis : Meningkat pada ekstremitas bawah

Refleks patologis : (-)

Pemeriksaan lain : Laseque (-), Kernig (-), Patrick (-), Kontrapatrick (-)

C. DIAGNOSIS KERJA

DIAGNOSIS KLINIS : Mielopati Thorakal

DIAGNOSIS TOPIK : Medulla spinalis segmen T 11

DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Susp. Tumor medula spinalis

DIAGNOSA BANDING : Infeksi medula spinalis

D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium darah rutin: Hb, Ht, Leukosit, Trombosit

Pemeriksaan laboratorium kimia darah: AST, ALT, Ureum-kreatinin

Rontgen thorax PA

Rontgen vertebrae thorakolumbal AP-lateral

MRI thoracolumbal

E. USULAN TERAPI

a. Umum

- Immobilisasi

- Fisioterapi, bladder training

- Kontrol tanda vital

7

Page 8: 200894661 case-yosua

- Pemberian nutrisi peroral sesuai kebutuhan kalori

b. Khusus

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Metilprednisolon 3 x 125 mg. IV

- Inj. Ranitidin 1 gr 2x1

F. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan kimia darah (29 Juni 2013)

Glukosa : 92 mg/dl

BUN : 14,5 mg/dL

Ureum : 31,0 mg/dL

CR-S : 1,11 mg/dL

Uric : 31,0 mg/dL

AST : 27,8 IU/L

ALT : 27 IU/L

Leukosit : 10,8 x103 /Ul

HB : 11,3 gr/dl

HT : 34,9 L%

PLT : 370x103 /ul

Rontgen vertebrae thoraco-lumbal

Kesan : Segmen torakolumbal tak tampak kelainan

8

Page 9: 200894661 case-yosua

G. FOLLOW UP

Tanggal 12 Juli 2013

S : lemah pada kedua kaki, kesemutan (+)

O: Kesadaran komposmentis GCS : E4V5M6

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 84x/menit, teratur

Nafas : 18x/menit

Suhu : 36,7°C

Fungsi luhur : Normal

Saraf kranial : Dalam Batas Normal

Sensorik : N N

9

Page 10: 200894661 case-yosua

Motorik : 5 5

3 3

Otonom : BAK : terpasang kateter

BAB : Belum ada

Refleks Fisiologis : Meningkat

Patologis : -

A: Mielopatit

P: IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Metilprednisolon 3 x 125 mg. IV

Inj. Ranitidin 1gr 2x1 I.V

Folic Acid 2 x1

PEMBAHASAN

I. Paraparese 1,2

a. Definisi

Paraparese adalah kelemahan otot kedua ekstremitas bawah pada fungsi

motorik dan sensorik pada segmen torakal, lumbal, atau sacral medulla spinalis.

b. Klasifikasi

Paraparese spastik paraparese spastik terjadi karena kerusakan yang

mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan

tonus otot atau hipertonus.

10

Page 11: 200894661 case-yosua

Paraparese flaksid Paraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang

mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan

tonus otot atau hipotonus. 1,2

c. Patogenesis1,2

Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak daerah jaras

kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian

tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi transversal medulla spinalis pada

tingkat servikal, misalnya C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot-otot,

kedua lengan yang berasal dari miotoma C6 sampai miotoma C8, lalu otot-otot toraks

dan abdomen serta seluruh otot-otot kedua ekstremitas.

Akibat terputusnya lintasan somatosensoris dan lintasan autonom

neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingkat lesi kebawah, penderita

tidak dapat melakukan buang air besar dan kecil, serta tidak memperlihatkan reaksi

neurovegetatif.

Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat torakal atau

tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa dengan

lesi yang terjadi pada daerah servikal yaitu pada tingkat lesi terjadi gangguan motorik

berupa kelumpuhan LMN pada otot-otot yang merupakan sebagian kecil dari otot-otot

toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang terjadi tidak begitu jelas terlihat

dikarenakan peranan dari otot-otot tersebut kurang menonjol. Hal ini dikarenakan lesi

dapat mengenai kornu anterior medula spinalis. Dan dibawah tingkat lesi dapat terjadi

gangguan motorik berupa kelumpuhan UMN karena jaras kortikospinal lateral

segmen thorakal terputus.

Gangguan fungsi sensorik dapat terjadi karena lesi yang mengenai kornu

posterior medula spinalis maka akan terjadi penurunan fungsi sensibilitas dibawah

lesi. Sehingga penderita berkurang merasakan adanya rangsang taktil, rangsang nyeri,

rangsang thermal, rangsang discrim dan rangsang lokalis.

Gangguan fungsi otonom dapat terjadi karena terputusnya jaras ascenden

spinothalamicus sehingga inkotinensia urin dan inkotinensia alvi. Tingkat lesi

transversal di medula spinalis mudah terungkap oleh batas defisit sensorik. Dibawah

batas tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap.

11

Page 12: 200894661 case-yosua

Paraparese dapat disebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua segmen dari

medula spinalis dapat rusak secara sekaligus. Infeksi langsung dapat terjadi melalui

emboli septik, luka terbuka dari tulang belakang, penjalaran osteomielitis, atau

perluasan dari proses meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak saja digunakan untuk

proses peradangan pada medulla spinalis namun juga digunakan apabila lesinya

menyerupai proses peradangan dan disebabkan oleh proses patologi yang mempunyai

hubungan dengan infeksi, adanya tumor baik tumor ekstramedular maupun

intramedular serta trauma yang menyebabkan cedera medulla spinalis.

d. Manifestasi klinis1,2

Hipertonus

Hiperfleksi

Reflek patologis (+)

Klonus

Atrofi otot tidak ada

Refleks automatisme spinal

e. Diagnosis1,2

Ray-spine

Dilakukan X-Ray spine dengan permintaan lateral dan oblique. Tanda

degenerasi dari spine adalah :

Reduksi dari ruang intevertebralis

Penyempitan foramen intevertebralis

Formasi osteofit

Pelebaran jarak antar pedunkular ditemukan pada lesi intradural

Mielogram

CT Scan

Analisis CSF

12

Page 13: 200894661 case-yosua

Pemeriksaan penunjang lainnya :

X-Ray Toraks yang akan memperlihatkan suatu keganasan.

Tes serologi untuk mendeteksi adanya sifilis

IgA atau IgG albumin untuk mendiagnosa dari sklerosis multiple

Tes darah rutin

Pemeriksaan urin

f. Komplikasi1,2

Luka dekubitus

Kontraktur

Infeksi traktus urinarius

Emboli paru

Deep vein thrombosis

Paralisis otot-otot pernapasan

g. Penatalaksanaan 1,2

Terapi utama didasarkan dan disesuaikan dengan penyakit penyebab

paraparese spastik.

Penanganan spastisitas

Fisioterapi terdiri dari :

Prolonged passive stretching

Hydrotherapy

Refl ex inhibiting postures

Standing and walking

Ice therapy

Farmakologi

Antispasmodik

Inj intratechal baclofen / morphine

13

Page 14: 200894661 case-yosua

Blok saraf lokal sementara dgn toksin botulinum pada otot yang

spesifik.

II. Mielopati

Mielopati adalah gangguan fungsi pada medula spinalis yang biasanya sering

dihubungkan dengan trauma vertebra, tumor pada medula spinalis, gangguan vaskular

yang dapat menyebabkan infark dari medula spinalis, infeksi pada medula spinalis.

Gambaran atau ciri yang ditimbulkan oleh penyebab dari mielopati tergantung lokasi

dan anatomi dari medula spinalis.3

Klasifikasi Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.4

Karakteristik Lesi Komplet Lesi InkompletMotorik Hilang di bawah lesi Sering (+)

Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+)Propioseptik (joint position,

vibrasi)Hilang di bawah lesi Sering (+)

Sacral sparing negatif positifRo. vertebra Sering fraktur,

luksasi, atau listesisSering normal

MRI (Ramon, 1997, data 55pasien cedera medula spinalis;

28 komplet, 27 inkomplet)

Hemoragi (54%),Kompresi (25%),

Kontusi (11%)

Edema (62%),Kontusi (26%),normal (15%)

Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Association yaitu: (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Cord Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina Syndrome, dan (5) Conus Medullaris Syndrome

Karakteristik klinik

Central CordSyndrome

Anterior Cord

Syndrome

Brown Sequard

Syndrome

Posterior Cord

Syndrome

Kejadian Sering Jarang Jarang Sangatjarang

Biomekanika Hiperekstensi Hiperfleksi Penetrasi Hiperekstensi

Motorik Gangguan bervariasi ;

jarang paralisis

Sering paralisis

komplet (ggn

Kelemahan anggotagerak

Gangguan bervariasi,ggn tractus

14

Page 15: 200894661 case-yosua

komplet tractusdesenden); biasanyabilateral

ipsilateral lesi;ggn traktus desenden

(+)

descendenringan

Protopatik Gangguanbervariasitidak khas

Sering hilang total

(ggn tractus ascenden);bilateral

Sering hilang total

(ggn tractus ascenden)

kontralateral

Gangguan bervariasi,biasanya ringan

Propioseptik Jarangsekali

terganggu

Biasanya utuh Hilang total ipsilateral;ggn tractus ascenden

Terganggu

Perbaikan Sering nyata dan

cepat; khas kelemahan

tangan dan jarimenetap

Paling buruk di antaralainnya

Fungsi buruk, namun

independensi palingbaik

NA

Penyebab Lesi Medula Spinalis

De Young (1979) menggolongkan penyebab lesi medula spinalis dalam5,6:

1. Lesi traumatik

2. Neoplasma

3. Lesi vaskuler

4. Lesi inflamasi

5. Proses degeneratif dan penyakit sistemik

6. Lain-lain

1. Lesi Traumatik

Guttmann membagi trauma medula spinalis dalam 3 macam sindrom, yaitu5,6:

a. Komosio medula spinalis

15

Page 16: 200894661 case-yosua

Keadaan ini disebabkan oleh suatu trauma tidak langsung pada medulla spinalis

yang tidak menyebabkan fraktur atau dislokasi. Pada keadaan ini terdapat

gangguan fungsi medula spinalis yang terjadi langsung tetapi hanya bersifat

sementara. Gejala gangguan medula spinalis ini dapat membaik dalam 24 jam-14

hari5,6.

b. Kontusio medula spinalis

Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung pada

kolumna vertebralis. Gejala gangguan fungsi umumnya berat dan perbaikan hanya

dapat diharapkan terjadi dalam waktu yang lama dan umumnya tidak sempurna5,6.

c. Kompresi medula spinalis

Pada keadaan ini selalu disertai kelainan pada kolumna vertebralis yang

menyebabkan terjadi gangguan fungsi medula spinalis. Oleh karena lesi di

parenkim medula spinalis umumnya ireversibel, gangguan fungsi di sini bersifat

menetap dan jarang terdapat perbaikan yang memadai5,6.

Green (1982) menyebutkan bahwa secara patofisiologi terdapat 2 faktor yang

berpengaruh pada trauma medula spinalis, yaitu5,6:

1. Faktor Ekstrinsik, faktor yang menyebabkan kemungkinan terjadi kompresi pada

medula spinalis seperti fraktur dan dislokasi, fraktur saja atau dislokasi saja.

Suatu fraktur yang disertai dislokasi sering menyebabkan terjadinya keadaan tidak

stabil yang dapat menyebabkan keadaan neurologik progresif memburuk.

Umumnya terdapat robekan ligament anterior maupun posterior.

2. Faktor Intrinsik, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada medula spinalis

akibat trauma yang datang tiba-tiba, seperti perubahan morfologis, vaskuler dan

metabolism atau kimia.

Gejala klinis trauma medula spinalis adalah:

a. Shock spinal, yaitu defisit neurologi sementara yang timbul umumnya dalam 24-

48 jam pasca trauma medula spinalis. Selama periode ini ditemukan paralisis

flaksid dan kehilangan seluruh refleks dibawah lesi. Tanda pertama hilangnya

keadaan ini adalah timbulnya refleks di bawah lesi seperti refleks

bulbokavernosus dan “anal wink”. Keadaan ini timbul 6-12 minggu setelah

trauma8.

b. Kompresi medula spinalis

16

Page 17: 200894661 case-yosua

c. Transeksi komplit medula spinalis

d. Hemiseksi medula spinalis

e. Hematomielia

f. Lesi di atas servikal

g. Lesi di tengah dan bawah servikal

h. Lesi di torakal

i. Lesi pada konus medularis

j. Lesi pada kauda equine

Pemeriksaan neurologi

Pada kasus-kasus mielopati, pemeriksaan status neurologi lokal merupakan hal

yang sangat penting. Pemeriksaan status neurologis lokalis pada pasien cedera medula

spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord Injury Association/ ASIA.

Klasifikasi dibuat berdasarkan rekomendasi ASIA, A: untuk lesi komplet, sampai

dengan E: untuk keadaan normal.4

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan

laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3

posisi standar (anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi

AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus-kasus yang tidak

menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI

sangat dianjurkan. Magnetic Resonance Imaging merupakan alat diagnostik yang

paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis akibat cedera/trauma.7

Tatalaksana

Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan

dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula

spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medula

spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama,

17

Page 18: 200894661 case-yosua

cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis tidak komplet

cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi sensoris di bawah lesi

masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari 50% .

Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera

medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di

Amerika Serikat.8

Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien

cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien

ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk

mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan

memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central Cord Syndrome / CSS

biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik sehingga

dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak. Terapi okupasional terutama ditujukan

untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan

kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities of daily living (ADL). Pembentukan

kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan

dengan profesi dan harapan pasien. Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan

bahwa suatu program rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi,

penatalaksanaan gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara

signifikan nilai status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.4

Pemberian steroid berdasarkan National Acute Spinal Cord Injury Studies

(NASCIS)

National Acute Spinal Cord Injury Studies (NASCIS) dibagi 3, yaitu :

NASCIS I (USA, 1984)

o Tipe 1 = Pemberian 100mg matilprednisolon secara bolus, kemudian

25mg setiap 6 jam selama 10 hari

o Tipe 2 = Pemberian 1000mg metilprednisolon secara bolus, kemudian

25mg setiap 6 jam selama 10 hari

NASCIS II (USA, 1990)

o Pemberian steroid harus sesegera mungkin. Bila cedera terjadi sebelum

8 jam, diberikan metilprednisolon dosis tinggi 30 mg/kgBB intravena

18

Page 19: 200894661 case-yosua

perlahan selama 15 menit. Disusul 45 menit kemudian infus 5,4

mg/kgBB/jam selama 23 jam. Tetapi jika terapinya diberikan 3-8 jam

setelah cedera, infus dianjurkan berakhir sampai 48 jam. Trial klinik

menunjukkan hasil statistik yang bermakna terhadap perbaikan

neurologis jangka panjang. Metilprednisolon bekerja menghambat

peroksidase dan sekunder akan meningkatkan asam arakidonat.

NASCIS III (USA, 1997)

o Dosis metilprednisolon yang diberikan sama dengan protockol

NASCIS II namun diberikan selama 24 jam jika terapi diberikan < 3

jam setelah kejadian. Tetapi jika terapinya diberikan 3-8 jam setelah

cedera, infus dianjurkan berakhir sampai 48 jam.

Prognosis

Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata

harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal.

Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab

kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, emboli

paru, septikemia, dan gagal ginjal. medula spinalis; hasilnya menunjukkan bahwa

pemulihan fungsi kandung kemih terjadi pada 27% pasien pada 6 bulan pertama. Skor

awal ASIA berkorelasi dengan pemulihan fungsi kandung kemih.9

2. Neoplasma

Tumor medula spinalis merupakan 20% dari semua susunan saraf pusat.

Klasifikasi tumor medula spinalis yaitu5:

a) Tumor ekstradural, merupakan 50% dari semua tumor intraspinal dan hampir

semuanya merupakan tumor metastase.

b) Tumor intradural, terdiri dari ekstramedular yang merupakan 90% dari seluruh

tumor intradural. Biasanya berasal dari meningen, radiks neuralis, jaringan

penunjang dan pembuluh darah. Lainnya adalah tumor intramedular,

jumlahnya lebih sedikit dibandingkan tumor ekstrameduler, berasal dari sel

glia, sel ependim dan vaskuler.

19

Page 20: 200894661 case-yosua

Umumnya manifestasi dini dari kompresi medula spinalis adalah berupa

gangguan fungsi traktus motorik. Bila lesi progresif hal ini akan diikuti dengan

gangguan fungsi kolumna dorsalis dan kemudian gangguan fungsi traktus

anterolateral. Gejala dan tanda yang dapat muncul berupa5:

a) Nyeri, merupakan gejala tersering. Umumya muncul lebih dulu dari pada

tanda-tanda neurologis. Nyerinya konstan, tumpul, bertambah berat dan

bertambah jika bergerak atau jika ada kompresi dada.

b) Kelemahan, polanya upper motor neuron

c) Sensoris menurun, sampai atau tepat di bawah dermatom setinggi persarafan

yang mengalami kompresi

d) Ataksia

e) Retensio urin dan konstipasi merupakan gejala lanjut dari disfungsi otonom

3. Lesi Vaskuler

Suatu gangguan fungsi medula spinalis akibat lesi vaskuler juga disebut

penyakit spinovaskuler. Klasifikasi lesi vaskuler terdiri dari infark dan perdarahan5.

4. Lesi Inflamasi

Suatu penyakit dengan inflamasi pada medula spinalis disebut mielitis.

Klasifikasi mielitis menurut Adam yaitu6:

a) Mielitis yang disebabkan oleh virus

b) Mielitis yang disebabkan oleh bakteri, jamur, parasit dan penyakit granuloma

primer pada meningen dan medula spinalis

c) Mielitis yang disebabkan proses inflamasi non infeksius

5. Proses Degeneratif Dan Penyakit Sistemik

Menurut Adams (1981) penyakit degenerasi sistem saraf adalah penyakit yang

disebabkan karena kemunduran fungsi sel saraf yang terkena. Beberapa karakteristik

umum dari penyakit degeneratif adalah6:

20

Page 21: 200894661 case-yosua

a) Penyakit ini timbul berangsur-angsur pada bagian sistem saraf yang

sebelumnya berfungsi normal

b) Umumnya perjalanan penyakit adalah progresif lambat

c) Lesi yang terdapat pada penyakit ini adalah simetris bilateral sehingga

walaupun manifestasi klinisnya mungkin didahului oleh salah satu sisi, akan

tetapi cepat atau lambat akan mengenai sisi yang lain

d) Beberapa jenis penyakit yang tergolong disini menyebabkan secara selektif

sistem saraf tertentu yang secara anatomi dan fisiologi berhubungan, sehingga

penyakit ini sering juga disebut penyakit sistemik.

6. Lain-Lain

Kelainan di luar kanalis spinalis dapat menyebabkan gangguan fungsi medula

spinalis, seperti5:

a) Penyakit pada tulang vertebra seperti penyakit paget, penyakit pott,

osteoporosis yang hebat dan lain-lain

b) Kelainan pada diskus intervertebralis, dapat berupa rupture spondilosis dan

spondilitis

c) Iatrogenik, seperti akibat penyuntikan obat atau zat kontras intratekal atau

akibat terapi

d) Mielopati hepatik dan akibat keganasan pada jaringan ekstraneural

DASAR DIAGNOSIS

a. Dasar diagnosis klinis Mielopati thorakal

Mielopati thorakal ditegakkan karena dari anamnesis didapatkan keluhan

pasien berupa rasa lemah dan berat pada kedua tungkai yang secara progresif

cepat menyebabkan tungkai tidak dapat digerakkan. Dari pemeriksaan fisik

juga ditemukan adanya paraparese UMN. Juga didapakan adanya gangguan

sensorik setinggi T 5 medula spinalis, dan adanya gangguan otonom.

b. Dasar diagnosis topik Segmen T 5 medulla spinalis

21

Page 22: 200894661 case-yosua

Pada pasien ditemukan paraparese UMN yang dibuktikan dengan adanya

hipereflek pada patella dan Achilles, hipertonus dan tidak adanya atrofi otot.

Juga terdapat gangguan sensorik setinggi batas bawah lipatan mammae sampai

ketungkai T 5

c. Dasar diagnosa etiologik Trauma medulla spinalis

Pada anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma jatuh terduduk. Pasien

masih bisa berjalan dengan dibantu, namun sudah mulai terasa lemas pada

kaki. Kemudian kedua tungkai mengalami kurang sensasi rasa dan pasien

tidak bisa berjalan lagi. BAK dan BAB terganggu.

d. Dasar diagnosis banding

Manifestasi klinis paraparese, mati rasa, inkontinensia uri pada pasien juga

dapat disebabkan oleh adanya infeksi medula spinalis.

e. Diagnosa akhir

Mielopai torakal e.c suspek trauma medulla spinalis

DASAR ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan laboratorium darah rutin : Untuk mengetahui keadaan umum

pasien dan kemungkinan lain penyebab kelainan, seperti infeksi dengan

melihat kenaikan jumlah leukosit

b. Pemeriksaan laboratorium kimia darah : Untuk menilai fungsi organ-organ

lain.

c. Rontgen thoraks PA : untuk mendukung kecurigaan etiologik

d. Rontgen thoracolumbal AP-lateral : Untuk mendukung kecurigaan etiologi

penyakit pada pasien dan menilai struktur tulang segmen thoracolumbal.

e. MRI thoracolumbal (bila perlu dengan kontras) : Untuk mendukung

kecurigaan etiologi penyakit pada pasien.

22

Page 23: 200894661 case-yosua

23

Page 24: 200894661 case-yosua

DAFTAR PUSTAKA

1. Bromley, I. (2006). Tetraplegia and Paraplegia, A Guide for Physiotherapists.

China : Elsevier.

2. Chussid, J. G. (1990). Korelasi Neuroanatomi dan Neurologi Fungsional, Bagian

Kedua. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

3. Baehr M, Frostcher M. Duus’ Topical Diagnosis In Neurology. New York.

Thieme Stuttgart. 2005.

4. Young W. Spinal Cord Injury Levels and Classification, Care Cure Community,

Keek Centre for Collaborative Neurosciense, 2002.

5. Koesoemawati H, dkk editor. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:

EGC, 2000. 1419.

6. Ahmad A. Pola Penyakit Medula Spinalis di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf

Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Bandung Periode 1981-1984. Bandung, 1985. 31-

128.

7. Schreiber D. Spinal Cord Inuries, eMedicine Journal, April, 2002.

8. FSIP. Spinal Cord Injury Facts : Statistics. Foundation for Spinal Cord Injury

Prevention, Care and Cure. 2001.

9. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Disease of Spinal Cord in Principles of

Neurology, 7Th ed. McGraw-Hill, New York, 2001.

24