Upload
homeworkping4
View
209
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan hormat,
Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 23 juli –
04 oktober dengan judul “Demam Berdarah Dengue” yang disusun oleh :
Nama : Sisilia Alvina
NIM : 0961050155
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :
Pembimbing : dr.Rivai Usman, Sp.A
Menyetujui,
(dr. Rivai Usman, Sp.A)
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito
borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, demam dengue (DD) dan demam
berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue
shock syndrome/DSS).
2
Dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang (infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap infeksi oleh serotipe lain). Sabin adalah
orang pertama yang berhasil mengisolasi virus dengue.
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus yang dikenal
(DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan memicu imunitas protektif
terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe yang lain, sehingga infeksi kedua akan
memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody
dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi
serotipe kedua.
Sampai saat ini telah diketahui beberapa jenis nyamuk sebagai vektor dengue. Aedes
aegypti bersifat antropofilik (senang sekali menggigit manusia) dan hanya nyamuk betina yang
menggigit. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu
menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Keadaan ini sangat membantu
Aedes aegypti dalam memindahkan virus dengue ke beberapa orang sekaligus, sehingga
dilaporkan adanya beberapa penderita demam dengue atau DHF di satu rumah.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien dan Orangtua
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. N Tn. S Ny. E
Umur 4 tahun 35 tahun 33 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Kp. Rawa bebek, bekasi
Agama Kristen protestan Kristen protestan Kristen protestan
3
Suku bangsa - Batak Batak
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
kandung
Ayah kandung Ibu kandung
II. Anamnesis
Dilakukan secara Alloanamnesis dengan ibu pasien pada hari Sabtu, 15 Agustus 2014
pukul 08.00 WIB di bangsal melati RSUD Kota Bekasi.
Keluhan Utama :
Demam sejak 4 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Keluhan Tambahan :
Nyeri perut dan bintik-bintik merah di kulit kaki kanan dan kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa oleh orangtuanya ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam
sejak 4 hari SMRS. Demam terjadi mendadak dan naik turun . Demam sering tinggi pada malam
hari dan hanya turun ketika diberi obat penurun panas. Saat demam pasien tidak sampai
menggigil dan tidak ada kejang.
Pasien juga mengeluh dikulit kaki kanan dan kirinya terdapat bintik-bintik merah. Pasien
merasakan adanya rasa nyeri pada perut di bagian ulu hatinya. Nyeri perut dirasakan sejak 2 hari
SMRS. Nyeri perut hilang timbul.
Menurut pengakuan ibu pasien, pasien cepat merasa lelah dan lemas. Nafsu makan pasien
berkurang karena mual tapi pasien tidak mengalami muntah. Keluhan BAB dan BAK disangkal,
tidak ada rasa nyeri dan rasa panas saat berkemih dan warna urin kuning muda, tidak ada darah.
Ibu pasien mengatakan bahwa tetangga pasien banyak yang terjangkit demam berdarah,
bahkan sampai ada yang meninggal dan ibu pasien menyangkal pasien pernah bepergian ke
daerah endemik malaria.
Riwayat Penyakit Dahulu :
4
- Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti sekarang ini.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD 4 tahun Kejang - Darah -
Thypoid 3 tahun Maag - Radang paru -
Otitis - Varicela - Tuberkulosis -
Parotis 2 tahun Operasi - Morbili -
Kesan : Pasien memiliki riwayat penyakit parotitis pada usia 2 tahun, dan demam thypoid pada
usia 3 tahun, dan sekarang DBD pada usia 4 tahun.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami sakit seperti ini.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan
Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke bidan
KELAHIRAN Tempat kelahiran Bidan
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi ± 37 minggu
Keadaan bayi
Berat lahir 3200 g
Panjang badan 49 cm
Lingkar kepala tidak ingat
Langsung menangis
Nilai apgar tidak tahu
Tidak ada kelainan bawaan
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : 9 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
5
Mengangkat kepala : 2 bulan (normal: 1-3 bulan)
Tengkurap : 3 bulan (normal: 2-5 bulan)
Duduk : 6 bulan (normal: 6 bulan)
Berdiri : 9 bulan (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)
Bicara : 11 bulan (normal: 9-12 bulan)
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.
Riwayat Makanan :
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 ASI - Susu formula -
2-4 ASI - Susu formula -
4-6 ASI - Susu formula -
6-8 ASI + Susu
formula
Buah + biskuit Bubur susu -
8-10 ASI + Susu
formula
Buah + biskuit Bubur susu Nasi tim
Kesan : Kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik
Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 1 bln
DPT 2 bln 4 bln 6 bln
POLIO Lahir 2 bln 4 bln 6 bln
CAMPAK 9 bln
HEPATITIS B Lahir 1 bln 6 bln
Kesan : Imunisasi dasar pasien lengkap
Riwayat Keluarga :
Data Ayah Ibu
6
Nama Tn. S Ny. E
Perkawinan ke Pertama Pertama
Umur 35 33
Keadaan kesehatan Baik Baik
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik
Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Tinggal dirumah sendiri. Terdapat 1 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Ventilasi baik,
cahaya matahari cukup, air minum dan air mandi berasal dari air tanah yang ditampung
menggunakan ember besar. Rumah pasien terletak di rumah padat penduduk dan didaerah
rumahnya ada pasien yang terkena penyakit DBD. Di sekitar perumahan terdapat selokan yang
jarang dibersihkan. Di rumah pasien juga tidak terdapat hewan peliharaan.
Kesan : Kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik.
III. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Keasadarn : compos mentis
Tanda Vital
- Frekuensi nadi : 88 x/menit
- Frekuensi pernapasan : 28 x/menit
- Tekanan darah : 90/60 mmHg (rumple leed +)
- Suhu tubuh : 36,8˚C
Data antropometri
- Berat badan : 21 kg
- Tinggi badan : 105 cm
- Status gizi menurut WHO :
BB/U = >+2 = gizi lebih
TB/U = > -2 = kurang tinggi
BB/TB = > +2 = gizi lebih
7
Kesan = gizi lebih
Kepala dan Leher
- Bentuk : Normocephali
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi baik
- Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
RCL +/+, RCTL +/+, lakrimasi +/+, injeksi konjungtiva
-/-, sekret -/- warna putih kekuningan
- Telinga : Normotia, serumen -/-
- Hidung : Septum deviasi (-), sekret -/-, napas cuping
hidung -/-
- Mulut : Bibir tampak kering (+), bibir berdarah (-), gusi
berdarah (-), faring hiperemis (-), koplik’s spot (-), tonsil
T1/T1, kripta -/-, detritus -/-
- Leher : KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar,
trakea letak normal
Thoraks
Paru
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, tidak terdapat retraksi
- Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
- Perkusi : sonor pada kedua paru
- Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing
-/-
Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
- Palpasi : Teraba iktus cordis pada ICS V, 1 cm medial linea
midklavikula kiri
- Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
8
Abdomen
- Inspeksi : Perut datar
- Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit
- Palpasi : Supel, turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba
membesar, terdapat nyeri tekan epigastrium (+)
- Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
- Kulit : Ikterik (-), petechie (+)
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT < 2”,
IV. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15 agustus 2014
Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah lengkap
LED - Mm 0-10
Leukosit 10,7 ribu/uL 5-10
Hemoglobin 12 g/dL 11-14,5
Hematokrit 34,9 % 37-47
Trombosit 23 ribu/uL 150-400
b. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 18 agustus 2014
Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Leukosit 10 ribu/uL 5-10
Hemoglobin 12 g/dL 11-14,5
Hematokrit 33,1 % 37-47
Trombosit 20 ribu/uL 150-400
9
c. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 20 agustus 2014
V. Resume
Pasien dibawa oleh orangtuanya ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan
demam sejak 4 hari SMRS. Demam terjadi mendadak dan naik turun . Demam sering
tinggi pada malam hari dan hanya turun ketika diberi obat penurun panas. Saat
demam pasien tidak sampai menggigil dan tidak ada kejang.
Pasien juga mengeluh dikulit kaki kanan dan kirinya terdapat bintik-bintik merah.
Pasien merasakan adanya rasa nyeri pada perut di bagian ulu hatinya. Nyeri perut
dirasakan sejak 2 hari SMRS. Nyeri perut hilang timbul.
Menurut pengakuan ibu pasien, pasien cepat merasa lelah dan lemas. Nafsu
makan pasien berkurang karena mual tapi pasien tidak mengalami muntah. Keluhan
BAB dan BAK disangkal, tidak ada rasa nyeri dan rasa panas saat berkemih dan
warna urin kuning muda, tidak ada darah.
Ibu pasien mengatakan bahwa tetangga pasien banyak yang terjangkit demam berdarah,
bahkan sampai ada yang meninggal dan ibu pasien menyangkal pasien pernah bepergian ke
daerah endemik malaria.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaran umum pasien tampak sakit sedang, dan
kesadaran compos mentis, rumple leed +. Pemeriksaan kepala-leher, thoraks dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium, pemeriksaan kulit dan
ekstremitas tampak petechiae.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya hemoglobin turun, hematokrit turun
dan trombositopenia.
VI. Diagnosis Kerja
Dengue derajat II(WHO 2009)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI RUTIN
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
6,6 ribu/μL
11,5 g/dL
35 %
154 ribu/ μL
5,5-15,5
10,8-12,8
35-43
150-450
10
VII. Diagnosis Banding
Demam Thypoid
Demam chikungunya
VIII. Penatalaksanaan
Non medikamentosa :
1. Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien
2. Tirah baring
3. Observasi tanda-tanda vital
4. Diit lunak dan banyak cairan
Medikamentosa :
• RL loading 140cc dalam 1 jam à monitor Hb,Ht,trombosit tiap 6 jam à perbaikan à
maintenance tetesan sesuai keb.cairan 1520 : 96 = 17tpm makro
• Inj. Ranitidin 2x20mg (dosis 1mg/kgbb/x diberikan 2x/hari)
• Inj. Sanmol 6x200 mg (dosis 10-15 mg/kgbb/x pemberian diberikan 4-6x pemberian)
• Inj. Ceftriaxon 2x1 gr IV (dosis 20-50mg/kgbb/hr dibagi 2x pemberian)
IX. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
11
BAB III
ANALISA KASUS
Pada pasien ini di diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever Grade II yang ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis pasien anak
berusia 4 tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS, demam terjadi mendadak,
naik turun dan hanya turun ketika diberi obat penurun panas. Lalu di dapatkan adanya nyeri pada
ulu hati yang kemungkinan bisa berasal dari infeksi virus dengue. Pada pasien ini juga di
dapatkan adanya penurunan nafsu makan di karenakan adanya mual tetapi tidak ada muntah.
Adanya BAB mencret yang bisa menambah penurunan nutrisi pada pasien yang bisa
menyebabkan dehidrasi pada pasien ini yang bisa menambah parah penyakitnya. Dari riwayat
12
sakit di atas, diagnosis dapat diarahkan ke penyakit virus dengue. Pada pasien ini tidak
didapatkan adanya tanda perdarahan spontan seperti mimisan, maupun gusi berdarah yang
merupakan tanda dari diagnosis DHF. Maka dari itu di perlukan adanya pemeriksaan lebih lanjut
berupa pemeriksaan penunjang, yaitu dihitung trombosit pada pasien ini yang merupakan salah
satu kriteria dalam mendiagnosis DHF. Ibu pasien juga mengatakan bahwa tetangga rumah
pasien banyak yang mengalami demam berdarah bahkan sampai ada yang meninggal dan ibu
pasien menyangkal pasien pernah bepergian ke daerah endemik malaria.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaran umum pasien tampak sakit sedang, dan
kesadaran compos mentis, rumple leed +. Pemeriksaan kepala-leher, bagian mulut didapatkan
gusi berdarah (-), thoraks dalam batas normal, pemeriksaan abdomen ditemukan adanya nyeri
tekan epigastrium, pemeriksaan kulit dan ekstremitas ditemukan bintik-bintik merah di kaki
kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya penurunan hemoglobin, hematokrit
turun dan trombositopenia.
Pasien ini dapat di diagnosis sebagai dengue dengan tanda bahaya dikarenakan adanya
nyeri perdarahan spontan, kenaikan hematokrit dan penurunan jumlah trombosit yang cepat.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod
borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus dengue
yang berat dan sering kali fatal. 1
13
DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan
bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami perdarahan
berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 2
Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm
dan mengandung RNA rantai tunggal. 3 Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-
1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4.
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes aegypty
merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang
ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.
Patofisiologi
Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya perembesan
plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan
trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam dengue dan demam
berdarah dengue. 4
Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas. Beberapa teori dan hipotesis
yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah :
1. Teori virulensi virus
2. Teori imunopatologi
3. Teori antigen antibodi
4. Teori infection enchancing antibody
5. Teori mediator
6. Teori endotoksin
7. Teori limfosit
8. Teori trombosit endotel
9. Teori apoptosis.
Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori infeksi
sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen, dari sini
14
berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran endotoksemia
dan limfosit T. 5
Gambar 1. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh
Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD
Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing antibody
dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami.
Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda dapat
memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya berlaku pada
anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun
ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu.
Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting
dalam patofisiologi DBD.
Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory
Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar
imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama perjalanan
15
infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear yang terinfeksi virus
dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan studi in vitro, teorui ini saat ini dikenal sebagai
”antibody dependent enhancement” (ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis
DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder
dengan serotipe virus dengue heteroolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS.
Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan
masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :
- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan
masuk dalam monosit
- Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum
tulang (terjadi viremia).
- Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem
humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan
tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor
koagulasi. 6
Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:
- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)
- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing antibody).
Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks
imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa
infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro
menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit
akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan
berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga
penyakit cenderung lebih berat.
16
Gambar 2. Teori secondary heterologous infection
Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun
meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa
kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek sinergistik
dari IFN-γ, TNF-α dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.
Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus membentuk
kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit (makrofag).
Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC memicu limfosit T
(CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin (IFN-γ) yang mengaktivasi sel lain termasuk
makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi
ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet,
produksi sitokin (TNFα, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.
Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS).
17
Gambar 3. Siklus transmisi demam dengue/ demam berdarah dengue
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia. 11
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota
badan dan ruam. 7
- Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat bifasik
yang berlangsung sekitar 5-7 hari.
- Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan
makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau
ke 4. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan
berlangsung 3-4 hari.
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi, berkeringat,
batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus
atau dikenal sebagai Castelani’s sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain
dapat menyertai.8
18
Gambar 4. Spektrum Klinis DD dan DBD
Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut
- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni
hingga periode demam berakhir
- Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan
darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
- Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat.
Demam Berdarah Dengue
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Kasus DBD ditandai 4 manifestasi
klinis yaitu :
- Demam tinggi
- Perdarahan terutama perdarahan kulit
- Hepatomegali
- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).4,7,8,12
19
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering
kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai
sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi.
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah
tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit tetapi
hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya
tidak ikterik.
Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang hingga berat
disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat keparahan DBD
dan membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang
bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.
Gambar 5. DBD
Dengue Shock Syndrome
Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat,
tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien tampak
gelisah. 9
20
Gambar 6. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada DBD
Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi dengue
yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah kesehatan
masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang
dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat
membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga
catatan medis dapat dibuat lebih tepat.
21
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu
trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.
Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :
Kriteria klinis :
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena
- Pembesaran hati
- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :
- Trombositopenia (100.000/l atau kurang)
- Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%.
Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :
- Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
- Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.
Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
- Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab dan penderita
gelisah.
- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa.
Klasifikasi DBD menurut WHO 2009 :
1. Dengue tanpa tanda bahaya (demam disertai 2 hal berikut : mual, muntah, ruam , nyeri,
sakit, penurunan jumlah leukosit, uji torniket positif)
22
2. Dengue dengan tanda bahaya (tanda bahaya adalah : nyeri perut, perdarahan spontan,
muntah berkepanjangan, lemah, pembesaran hati > 2 cm, kenaikan hematokrit ,
penurunan jumlah trombosit yang cepat)
3. Dengue berat (kebocoran plasma yang dapat menyebabkan syok, perdarahan hebat,
penumpukan cairan di tubuh, gangguan pernafasan, gangguan organ berat seperti :
gangguan kesadaran, gangguan jantung , dan lain0lain)
Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan.
Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan
mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).
Penatalaksanaan Demam Dengue
Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :
23
- Tirah baring selama fase demam akut
- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tbuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya
diberikan parasetamol
- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami nyeri
yang parah
- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih
atau muntah.
Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue
Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat sehingga
prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma. Penatalaksanaan
fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit
yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD
ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga hingga
ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam turun hingga
48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam
sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi hanya
dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan transfusi darah.
Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat,
Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan
sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada
DBD.
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan
cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi.
24
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid
maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl
starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan
dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas
mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.
Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)
dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberIkan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.
25
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:
26
27
28
29
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).
Pencegahan
- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat
perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
- Foging Focus dan Foging Masal
d. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu
e. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
f. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog
- Penyelidikan Epidemiologi
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
- Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
- Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 10
30
BAB V
KESIMPULAN
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito
borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat
yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat, pemahaman
mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik. Pemantauan klinis dan
laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan diagnosis
dan memberikan pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien.
Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic
Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book
13th National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329-
2. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current
Management of Pediatrics Problems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2004.h. 63-
3. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia
: WB Saunders.2004.h.1092-4
4. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 1988
5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody dependent
enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana Med Trop 2002;
54(3):h.171-79
6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada Penderita
Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-13 September 1998.h.
7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003.
Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-9
8. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and Control
of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidelines. New Delhi :
WHO.1999
9. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro
SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus
DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h.32-43
10. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib Aap,
Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit
Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2001. h. 41-55
32