Upload
smpn1tgt
View
669
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
AHMAD MUZAWWIR 067024002/SP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO. 129 TAHUN 2000
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
2
Judul Tesis : ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO. 129 TAHUN 2000
Nama Mahasiswa : Ahmad Muzawwir Nomor Pokok : 067024002 Program Studi : Studi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(DR. Marlon Sihombing, MA) Ketua
(Drs. Bengkel Ginting, M.Si) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Tanggal Lulus : 14 April 2008
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
3
Telah diuji pada
Tanggal 14 April 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : DR. Marlon Sihombing, MA
Anggota : 1. Drs. Bengkel Ginting, M.Si 2. Drs. H. M. Husni Thamrin, M.Si 3. Drs. Agus Suriadi, M.Si 4. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
4
PERNYATAAN
ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO.129 TAHUN 2000
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 14 April 2008 Ahmad Muzawwir
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
5
TESIS
Oleh
AHMAD MUZAWWIR 067024002/SP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO. 129 TAHUN 2000
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
6
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara yang merupakan pemekaran dari kabupaten induknya, yaitu Kabupaten Asahan dengan luas wilayah 92.220 Ha dan jumlah penduduk 336.868 jiwa yang terdiri dari 168.951 jiwa penduduk laki-laki dan 167.953 jiwa penduduk perempuan. Kurangnya sarana dan prasarana menimbulkan kesulitan dalam menjangkau pelayanan pemerintahan, pemberdayaan masyarakat dan pemerataan pembangunan. Itulah sebabnya diyakini bahwa strategi kebijakan pemekaran wilayah adalah salah satu solusinya. Pemekaran wilayah yang dimaksud adalah memperkecil wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Asahan dengan cara memberikankan status kepada wilayah Batu Bara menjadi sebuah kabupaten otonom baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses berlangsungnya kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara, mengidentifikasi, mengekspolrasi dan menganalisis pemekaran wilayah tersebut yang dapat memberikan dampak langsung pada masyarakat dalam hal pelayanan publik, serta mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendorong dengan memberikan berbagai rekomendasi untuk kinerja pemerintah daerah (baik itu kabupaten induk maupun kabupaten baru). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisa data sekunder dan teknik wawancara mendalam terhadap obyek di lapangan. Data-data yang didapat dianalisa dengan menggunakan analisa deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan keadaan obyek penelitian sesuai data dan fakta yang ditemukan dalam proses berlangsungnya pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemekaran wilayah bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dengan harapan dapat memberikan kemudahan dalam hal pelaksanaan pelayanan publik. Dampak yang bersifat langsung bagi masyarakat; misalnya biaya ringan, waktu lebih singkat dan adanya kesempatan kerja bagi masyarakat, sementara bagi pemerintah semakin pendeknya rentang kendali dan turunnya biaya administrasi pemerintahan. Akhirnya bahwa kebijakan pemekaran wilayah adalah tepat dan bermanfaat bagi masyarakat luas apabila ada iktikad yang baik dari pihak yang berkepentingan untuk kesejahteraan bersama. Kata Kunci : Kebijakan Publik, Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemekaran Wilayah
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
7
ABSTRACT This research was made in District of Batu Bara, North of Sumatera as expansion of parent district, i.e., district of Asahan, total width 92.9220 Ha and total population 366,868 consisting of 168.951 male and 167.953 female. The lack of facility has led to some difficulty to access the government service, people empowrment and equality of development. Thus it is believed that Regional Expansion Policy Strategy is a best solution. The regional expansion is to define or narrow the scope of government administration of Asahan District by recognizing the status of Batu Bara district as a new autonom district. The objective of this reserch would be to know the process of Regional Expansion Policy in Batu Bara Disctrict, to identify, explorate and analyze the regional expansion that can effect the people directly in public service and also to know the resistive and supportive factors by suggece (either parent district or extended district). The method used in this research is by using qualitative descriptive analysis, i.e., to describe the object of research according to the data and facts found in the prosess of regional expansion in District of Batu Bara. Based on the result of research, it can be concluded that the objective of regional expansion will be to give the people with better access of service though expectation that it can increase and facilitate the implementation of public service. The direct impact for people includes : lower cost, shorter time and work chance for peoples; and for government includes : the narrower range of control and lower cost of government administration. Finally, the policy of regionel expansion is appropriative decision and useful for people widely in basis of good faith by interested or involved parties to improve the people welfare. Keyword : Public Policy, Decentralization, Regional Autonomy, Regional Expansion
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
8
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini. Kemudian selawat beriring salam semoga senantiasa tetap
dicurahkan kepada Baginda Muhammad SAW yang telah menyebarkan Islam di
permukaan bumi ini, guna menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.
Tujuan dari penulisan tesis ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara. Penulis mengajukan sebuah judul “Analisis Kebijakan
Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara dalam Perspektif Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000.”
Di dalam penulisan ini berbagai hambatan yang penulis temui. Namun, berkat
kesungguhan dan bantuan dari berbagai pihak serta dengan ridha Allah SWT,
sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan pengetahuan dan
kemampuan yang penulis miliki.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya pada :
1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
9
kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Studi
Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan sekaligus
sebagai penguji.
4. Bapak DR. Marlon Sihombing, MA, selaku Ketua Pembimbing yang telah
membimbing dengan arief dan penuh kesabaran di sela-sela kesibukan beliau.
5. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang juga
telah membimbing dengan arief dan penuh kesabaran di sela-sela kesibukan
beliau.
6. Bapak Drs. H. M. Husni Thamrin, M.Si, selaku Dosen Pembanding I yang
telah banyak memberikan saran dan kritikan demi kesempurnaan tesis ini.
7. Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si, selaku Dosen Pembanding II yang juga telah
banyak memberikan saran dan kritikan demi kesempurnaan tesis ini.
8. Segenap tim pengajar Program Magister Studi Pembangunan (MSP)
Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
namanya, yang telah berupaya mencurahkan ilmu pengetahuannya kepada
penulis.
9. Kakanda Ir. Hj. Syafrida Fitrie, MSP yang telah banyak memberikan
dukungan materil maupun moril kepada penulis.
10. Bapak OK. Arya Zulkarnain, SH, MM, selaku Ketua Umum BP3KB yang
telah banyak memberikan data dan informasi pada penulis.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
10
11. Bapak H. Usman Al Hudawy, selaku Tokoh Masyarakat sekaligus Penasehat
GEMKARA yang juga telah banyak memberikan data dan informasi pada
penulis.
12. Teman-teman Angkatan IX (Achmad Fadly, Analisman Zalukhu, Andy
Siregar, Dedy Rustam Alamsyah Nst, Denni Rovi S. Meliala, Eli Sudarman,
Fahri Azhari, Ghazali Rahman, Hendra Dermawan Siregar, Lantika Purba,
Latifah Hanum Daulay, Maya Soraya, Meilani Tarigan, Muhammad Abduh
Riza, Murniati, Ody Dody Prasetyo, Onggung P.G. Purba, Pardomuan
Nasution, Pinta Omastri Pandiangan, Rehia Karenina Isabella Barus, Sri
Rahmayani, Syahrul Halim, Teuku Al Fiady dan Valdesz Junianto
Nainggolan).
13. Seluruh Pegawai Administratif Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara Program Magister Studi Pembagunan (Kak Dina Rahma Nst, S.Sos,
Bang Iwan dan Dadek) yang telah memudahkan proses administrasi penulis,
dan
14. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tesis ini yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.
Kemudian, khususnya penulis menyampaikan rasa sayang dan hormat serta
terimakasih yang tidak terhingga kepada yang tercinta Ayahanda “Hubban Efendi”
dan Ibunda “Syamsuarni” yang telah memotivasi dan mendo’akan penulis serta adik-
adik di rumah (Ahmad Muhadhir, SE, Ahmad Syahir, Ahmad Syukron, Ria Silvana,
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
11
Ainul Wardah, Amirah Husna) yang selalu sayang pada penulis sehingga
memberikan spirit bagi penulis dalam menyelesaikan tesis dan studi di Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Disamping itu juga penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
sempurna, baik dari berbagai aspek metodologis maupun substansi teoritis lainnya.
Oleh sebab itu segala saran dan kritikan demi kesempurnaannya dengan senang hati
diterima. Mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi
Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara sebagai khasanah pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi Pemerintah
Kabupaten Batu Bara sebagai bahan rekomendasi kebijakan. Akhirnya dengan
berserah diri pada Allah SWT dan semoga segala amal baik kita semua mudah-
mudahan mendapat pahala disisi-Nya. Amin.
Medan, 14 April 2008
Penulis,
Ahmad Muzawwir
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
12
RIWAYAT HIDUP
Nama : Ahmad Muzawwir
Tempat Lahir : Kedai Sianam (Batu Bara)
Tanggal Lahir : 18 Maret 1983
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Tinggi/ Berat Badan : 164 Cm/ 56 Kg
Golongan Darah : O
Alamat : Jl. Lintas Sumatera, Bangun Sari Dsn.V Kec. Talawi
Kab. Batu Bara, 21254
Nomor HP : 081376340007
Nama/ Pekerjaan Orang Tua : Ayah = Hubban Efendi/ PNS
Ibu = Syamsuarni/ PNS
Status dalam keluarga : Anak Kandung (anak ke I)
Jumlah bersaudara : 5 (lima) orang (Adik-adik : Ahmad
Muhadhir,SE, Ahmad Syahir, Ahmad
Syukron, Ainul Wardah, Amirah Husna)
Pendidikan :
a. Sekolah Dasar Negeri 010161 Kec. Talawi Kab. Asahan (lulus pada
tahun 1995)
b. Madrasah Tsanawiyah Siajam Kec. Sei Balai Kab. Asahan (lulus
pada tahun 1998)
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
13
c. Madrasah Aliyah Negeri Lima Puluh Kab. Asahan (lulus pada tahun
2001)
d. Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Administrasi (lulus pada tahun 2006)
e. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Magister Studi
Pembangunan (lulus pada tahun 2008)
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
14
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRACT ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 7 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 9 2.1 Kebijakan Publik ................................................................. 9 2.2 Analisis Kebijakan .............................................................. 15 2.3 Desentralisasi dan Otonomi Daerah .................................... 18 2.4 Pemekaran Wilayah …………………………………........ 30 2.5 Kriteria Kelayakan Pembentukan Kabupaten ..................... 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 42 3.1 Jenis Penelitian .................................................................... 42 3.2 Lokasi Penelitian ................................................................. 43 3.3 Informan Penelitian ............................................................. 43 3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................. 44 3.5 Definisi Konsep ................................................................... 45 3.6 Definisi Operasional ............................................................ 46 3.7 Teknik Analisis Data ................................................... ....... 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................... 52 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Batu Bara ........... .. 52 4.1.1 Ibukota dan Sarana Pendukung .............................. ... 55 4.1.2 Asset dan Kepegawaian ............................................. 55 4.1.3 Iklim, Suhu Udara dan Curah Hujan ..................... … 55 4.1.4 Kondisi Ekonomi ....................................................... 56
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
15
4.1.5 Potensi Daerah............................................................ 61 4.1.6 Perkembangan Penduduk Kabupaten Batu Bara........ 71 4.2 Hasil Penelitian..................................................................... 72 4.2.1 Kabupaten Asahan dan Kedatukan Batu Bara ........... 72 4.2.2 Perjuangan Pembentukan Kabupaten Batu Bara........ 78 4.2.3 Kabupaten Batu Bara Terbentuk dengan Usul Inisiatif DPR Republik Indonesia ............................. 98 4.2.4 Tokoh Central Perjuangan Pembentukan Kabupaten Batu Bara ................................................. 99 4.2.5 Stakeholder Dalam Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara.................................................................... 102 4.3 Analisis Data ........................................................................ 106 4.3.1 Analisis Potensi Pemekaran Wilayah Batu Bara........ 108 4.3.1.1 Analisis Kriteria Potensi Ekonomi................ 112 4.3.1.2 Analisis Kriteria Potensi Daerah................... 116 4.3.1.3 Analisis Kriteria Sosial Budaya .................... 120 4.3.1.4 Analisis Kriteria Sosial Politik...................... 122 4.3.1.5 Analisis Kriteria Jumlah Penduduk dan Luas Daerah .................................................. 123 4.3.1.6 Analisis Kriteria Lain-lain ........................... 125 4.4 Analisis Kelayakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara serta Munculnya Kelemahan dari Implementasi Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 ......................... 126 BAB V PENUTUP ................................................................................. 139 5.1 Kesimpulan .......................................................................... 139 5.2 Saran-saran ........................................................................... 141 DAFTAR PUSTAKA .............................. ......................................................... 143
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
16
DAFTAR TABEL
Nomor Judul
1 Indikator Pemekaran Wilayah Menurut Perspektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 …………………………………
48
2 Perkiraan Penerimaan Daerah ......................................................... 57
3 Jumlah Produksi Tanaman Pangan Wilayah Batu Bara .................. 62
4 Hasil Perekebunan Wilayah Batu Bara ........................................... 63
5 Hasil Produksi Perikanan Laut Wilayah Batu Bara ........................ 64
6 Prasarana Hiburan ........................................................................... 65
7 Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis ........................................... 66
8 Fasilitas Pendidikan Umum dan Agama Wilayah Batu
Bara.................................................................................................. 67
9 Jenis Alat Angkutan ..................................................... 68
10 Fasilitas Peribadatan .................................................... 69
11 Anggota Tim Kerja II PAH I DPD RI yang melakuan
kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Utara pada
tanggal 20 s/d 22 Juni 2006 ..........................................
95
12 Skor Rata-rata Seluruh Indikator Bagi Pembentukan
Kabupaten Otonom Batu Bara .......................................
111
13 Potensi Ekonomi Wilayah Batu Bara.............................. 112
14 Potensi Daerah Wilayah Batu Bara ................................................. 118
15 Kondisi Sosial Budaya Wilayah Batu Bara ..................................... 120
16 Kondisi Sosial Politik Wilayah Batu Bara ...................................... 122
17 Profil Jumlah Penduduk Wilayah Batu Bara ……………………... 123
18 Luas Daerah Wilayah Batu Bara …………………………………. 123
19 Kriteria Lain-lain Wilayah Batu Bara ............................................. 125
Halaman
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
17
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul
1 Peta Kabupaten Batu Bara ............................................................... 54
2 Logo GEMKARA (Gerakan Masyarakat Menjuju Kesejahteraan
Batu Bara) ........................................................................................
78
3 Gambar bersama beberapa orang Kepala Daerah Se- Indonesia
sesaat setelah upacara Penganugerahan Tanda Jasa dan
Kehormatan Satya Lencana Wirakarya dari Presiden Republik
Indonesia di Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia,
Jakarta ............................................................................................... 102
Halaman
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
18
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
1 Daftar Panduan Wawancara Penelitian ............................................ 145
2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 129 Tahun 2000
Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah Presiden Republik
Indonesia ..........................................................................................
148
3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2007 Tentang
Pembentukan Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara …
161
Halaman
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era reformasi telah memberikan ruang yang lebih terbuka kepada
masyarakat untuk mengembangkan dan membangun dirinya sendiri. Salah satu
produk dari era reformasi itu adalah otonomi daerah yang secara konseptual
memperlihatkan adanya perubahan secara signifikan pada model dan paradigma
pemerintahan daerah. Model efisiensi struktural (structural efficiency model) yang
menekankan pada efisiensi dan keseragaman pemerintah lokal ditinggalkan. Kini
dikembangkan local democracy model yang menekankan nilai demokrasi dan
keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Seiring dengan
pergeseran model tersebut, terjadi pula pergeseran dari penekanan aspek sentralisasi
kepada penekanan aspek desentralisasi.
Dalam menciptakan kemandirian daerah inilah, pemekaran wilayah
kabupaten/ kota dan provinsi harus dipahami sebagai bagian dari implementasi
otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan strategi untuk merespon tuntutan
masyarakat daerah terhadap 3 (tiga) permasalahan utama yakni sharing of power,
distribution of income dan kemandirian sistem manajemen di daerah.
Pemekaran wilayah sebagai implikasi politik reformasi, perlu dikelola
dengan baik sehingga tidak menimbulkan benturan-benturan dan masalah yang justru
counter productive dengan semangat reformasi itu sendiri. Di satu sisi, pemekaran
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
20
wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial, ekonomi, budaya dan geografis
antara satu wilayah dan wilayah lainnya sangat berbeda. Dengan demikian
pemekaran wilayah diharapkan dapat memacu perkembangan sosial, ekonomi,
peningkatan kualitas demokrasi, mengurangi kesenjangan dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup pada suatu wilayah. Namun di sisi lain, perkembangan pemekaran
wilayah ini masih menimbulkan beberapa persoalan utama, yaitu penentuan batas-
batas wilayah geografis dan administratif wilayah baru dan hal ini selalu memberikan
dampak sosial, politik dan ekonomi serta redistribusi aset negara pada wilayah-
wilayah baru tersebut.
Reformasi yang tengah bergulir di Indonesia, yang ditandai dengan
munculnya berbagai fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk
membentuk suatu daerah otonom baru, baik daerah provinsi maupun kabupaten dan
kota. Keinginan tersebut didasari terjadinya berbagai dinamika di daerah itu sendiri
baik dinamika sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Dengan pembentukan daerah
otonom ini, daerah otonom tersebut diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang
lebih besar dalam mengurus rumah tangganya sendiri, terutama dalam kaitannya
dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam dan
pengelolaan bantuan pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih
baik.
Sistem pemerintahan yang ada di era otonomi daerah saat ini dengan asas
desentralisasi merupakan suatu refleksi proses reformasi sosial, ekonomi, politik
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
21
maupun budaya. Perubahan sosial, ekonomi, politik maupun budaya di Indonesia
memiliki kecenderungan dan pergeseran pelayanan publik dari wewenang pemerintah
pusat menjadi kewenangan pemerintahan daerah yang lebih dekat dengan
masyarakatnya. Dalam perspektif otonomi daerah ini, kekuasaan akan terbagi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang secara legal konstitusional tetap dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dinamika perkembangan wilayah menjadi otonom seperti itu disikapi pemerintah pusat dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah sejak tahun 1999 yang lalu. Dalam pembentukan daerah otonom, mulanya di ilhami oleh Pasal 18 UUD 1945 yang antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi lagi dalam daerah kabupaten dan kota.
Dalam mendukung implementasi kebijakan otonomi daerah itu, pemerintah
telah mengatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Berdasarkan ketentuan-
ketentuan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa keinginan masyarakat daerah untuk
membentuk daerah otonom baru memang dimungkinkan oleh peraturan perundangan
yang berlaku.
Sejalan dengan banyaknya keinginan untuk melakukan pembentukan daerah
otonom baru, baik berupa pemekaran maupun peningkatan status, khususnya di
daerah kabupaten dan kota sesuai dengan mekanisme pembentukan daerah otonom
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
22
maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000
tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah, yang isinya antara lain menyebutkan persyaratan, kriteria,
prosedur, pembiayaan pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah.
Seiring dengan perkembangan dinamika di berbagai daerah dan peraturan
pendukung yang ada, masyarakat Batu Bara juga mengajukan pembentukan daerah
otonom tersendiri yang wilayahnya terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan diantaranya, yaitu
Kecamatan Medang Deras, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Air Putih, Kecamatan
Lima Puluh, Kecamatan Talawi, Kecamatan Tanjung Tiram, dan Kecamatan Sei
Balai dengan luas 92.220 hektare (ha). Beberapa alasan yang mendasari sehingga
mengajukan pembentukan Pemerintahan Kabupaten Batu Bara sebagai daerah
otonom adalah; Pertama, peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan
daerah yang berlaku saat ini (Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000) memberikan kemungkinan untuk dilakukannya
pemekaran satu daerah otonom menjadi beberapa daerah otonom baru. Kedua,
pemekaran Kabupaten Batu Bara menjadi daerah otonom baru dari kabupaten
induknya, yaitu Kabupaten Asahan, dipandang akan membawa berbagai keuntungan
bagi masyarakat, seperti fasilitas sosial, ekonomi dan finansial untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat pada masa depan. Ketiga, tuntutan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan yang lebih baik, dengan semakin sedikitnya birokrasi yang
harus dilalui dalam memperoleh pelayanan publik. Keempat, keinginan masyarakat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
23
dan pemerintah daerah untuk mengelola sendiri sumber daya dan potensi daerah
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan besar yang menghadang pembentukan Kabupaten
Batu Bara sebagai daerah otonom adalah masalah kemandirian keuangan
daerah, pertumbuhan ekonomi dan terbatasnya infrastruktur daerah.
Namun, kuatnya aspirasi masyarakat Batu Bara untuk membentuk
Kabupaten Batu Bara menjadi suatu daerah yang otonom telah menjadi
alasan utama bagi pemerintah pusat mewujudkan daerah pemekaran
wilayah Kabupaten Batu Bara tersebut. Hal ini tercermin dari upaya
Gerakan Masyarakat Menuju Kesejahteraan Batu Bara (GEMKARA) dan
Badan Pekerja Persiapan Pembentukan Kabupaten Batu Bara (BP3KB),
yang terus memperjuangkan dalam agenda pembahasan Pemerintah dan
DPR Republik Indonesia agar Batu Bara dapat disahkan menjadi daerah
otonom.
Sejak terbentuknya Kabupaten Batu Bara yang diresmikan pada
tanggal 15 Juni 2007, dimana pertemuan tersebut dihadiri oleh Menteri
Koordinator Politik dan Keamanan dan selaku Menteri Dalam Negeri Ad
Interim, Widodo AS. Berbagai permasalah kelayakan Batu Bara menjadi
suatu daerah yang mempunyai otonomi penyelenggaraan pemerintahan
hingga kini masih menjadi pertanyaan besar mengingat potensi yang
dimiliki wilayah Batu Bara yang sangat banyak, namun belum terkelola
dengan baik untuk berdiri sendiri sebagai suatu daerah otonom. Melihat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
24
potensi alam yang ada di Batu Bara, pemerintah daerah harus mampu
mengembangkan potensi-potensi tersebut terutama dalam memanfaatkan
potensi sumber daya alam seperti kawasan pariwisata dan perusahaan
yang terkenal di dunia internasional sebagai pengekspor aluminium hasil
olahan PT. Inalum yang sudah lama menjadi produk unggulan di daerah
ini, kemudian didukung dengan keberadaan pasar yang telah memberikan
dampak bagi pertumbuhan perekonomian dan pendapatan daerah. Wilayah
Batu Bara ini juga memiliki industri pengolahan minyak kelapa sawit
(CPO) dan lain sebagainya yang berpotensi besar untuk mensejahterakan
masyarakat.
Saat ini menarik untuk dikaji tentang bagaimana proses pemekaran daerah
sehingga Batu Bara menjadi suatu daerah yang otonom. Dari segi persyaratan
kemampuan ekonomi dan finansial sebagai indikator yang sangat menentukan bagi
Batu Bara layak untuk menjadi suatu daerah otonom telah terpenuhi, sehingga Batu
Bara “lulus kualifikasi” dan kemudian diundangkan (ditetapkan) sebagai suatu daerah
yang memiliki status otonom. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari dukungan berbagai
pihak masyarakat di Batu Bara itu sendiri. Namun, disisi lain tidak diimbangi dengan
kemampuan sumber daya manusia dan infrastruktur daerah.
Kebijakan yang diambil pemerintah pusat bagi daerah otonom Batu Bara
akan membuka peluang bagi masyarakat (putra daerah) untuk duduk dalam jabatan-
jabatan di birokrasi atau politis tertentu dalam upaya pengelolaan potensi sumber
daya alam dan pengembangan sumber daya manusia di Batu Bara sebagai fokus
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
25
pembangunan. Tetapi, masalah besar juga akan muncul jikalau pemberian status
otonomi pada Batu Bara, ternyata tidak diikuti oleh semakin baiknya pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat. Dikhawatirkan justru pelayanan akan semakin mahal
karena Pemerintah Kabupaten Batu Bara dituntut untuk dapat menghimpun
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebanyak-banyaknya dengan mengenakan pajak yang
justru memberatkan masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah
Pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara dalam perspektif kebijakan
publik dapat dipandang sebagai proses interaksi berbagai kelompok kepentingan
dalam proses politik, melibatkan sejumlah aktor dan dipengaruhi oleh kepentingan
yang melekat pada kelompok ataupun aktor tersebut. Proses lahirnya kebijakan publik
dalam hal ini kebijakan pembentukan Kabupaten Batu Bara merupakan suatu
rangkaian kegiatan atau langkah tindakan para aktor.
Pembentukan suatu kabupaten harus mempertimbangkan berbagai kriteria
pembentukan. Mengenai kriteria kelayakan pembentukan kabupaten, terdapat
beberapa unsur yang harus diperhatikan antara lain kemampuan ekonomi daerah,
potensi daerah, mata pencaharian penduduk, sosial budaya, sosial politik, jumlah
penduduk, luas daerah serta kriteria lain-lain yang terdiri dari; faktor-faktor
kriminalitas, ketersediaan gedung bagi pemerintah daerah, jarak dan waktu tempuh
dari kecamatan-kecamatan ke pusat pemerintahan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
26
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka muncul pertanyaan penelitian,
yaitu : ”Bagaimana proses berlangsungnya kebijakan pembentukan wilayah
Kabupaten Batu Bara dalam perspektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000
dan apa motivasi para pihak berkepentingan (stakeholder) dalam pemekaran
wilayah Kabupaten Batu Bara tersebut.”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
A. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi,
mengeksplorasi dan menganalisis kebijakan dalam proses pemekaran wilayah
Kabupaten Batu Bara.
B. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Secara teoritis, yaitu sebagai wahana untuk menambah dan
mengembangkan pengetahuan dalam membuat suatu karya tulis ilmiah
dan sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dalam meneliti
permasalahan yang sama.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi
kebijakan bagi Pemerintah Kabupaten Batu Bara dalam upaya
pengembangan daerah saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Publik
Menurut Wojowasito (2003 : 35) mengartikan kebijakan sebagai : skill
(keterampilan), ability (kemampuan), capability (kecakapan), insight (kemampuan
memahami sesuatu).
Dari uraian di atas jelas bahwa sifat ”bijak” adalah sifat-sifat (character)
yang melekat pada manusianya dan ”bijaksana” adalah sifat-sifat yang melekat pada
sikap, tingkah laku dan perbuatannya. Dengan demikian, maka dalam membuat suatu
kebijakan yang baik haruslah bersifat rasional, institusional, kondisional, dan
situasional dengan suatu proses sebagai berikut :
1. Rasional, maksudnya pengambilan keputusan itu benar-benar
mempergunakan data-data dan informasi-informasi yang selengkap-
lengkapnya. Data diolah dengan seksama untuk menjadi informasi yang
penting, sedangkan informasi dikumpulkan selengkap mungkin dari ilmu-ilmu
pengetahuan dan pengalaman-pengalaman, baik pengalaman sendiri, maupun
dari pengalaman orang lain.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
28
2. Institusional, maksudnya pengambilan keputusan harus senantiasa dengan
mengingat tujuan organisasi serta memperhatikan pula hak-hak dan
kewenangannya.
3. Kondisional, maksudnya harus selalu ingat bahwa suatu kejadian, masalah,
peristiwa itu tidak akan lepas dari lingkungannya, baik lingkungan alam
(natural environment), lingkungan fisik (pysical environment), maupun
lingkungan sosial (social environment).
4. Situasional, maksudnya bahwa keputusan yang diambil itu haruslah sesuai
dan dapat terselenggara dalam situasi yang hidup pada waktu itu. Suatu
keputusan yang benar, namun tidak dapat dilaksanakan, maka tentulah tidak
ada manfaatnya, keputusan yang demikian merupakan keputusan yang tidak
baik.
Dari definisi tentang kebijakan publik di atas, maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa kebijakan publik merupakan suatu rangkaian keputusan dan
tindakan didalamnya terdapat serangkaian tahapan yang saling bergantung yang
diatur menurut waktu. Pada dasarnya kebijakan publik tidak terlepas dengan masalah
publik dan pemerintah yang salah satu fungsinya adalah merumuskan kebijakan
untuk memenuhi tuntutan seseorang atau kelompok karena kondisi yang dihadapi.
Hal ini terjadi karena adanya suatu kondisi yang tidak memuaskan sebagian
masyarakat sehingga mendorong mereka untuk memuaskan sebagian masyarakat
melalui sistem yang dimiliki. Di sinilah dituntut kejelian pejabat publik untuk
memahami kebutuhan masyarakat terhadap masalah publik yang dihadapi. Untuk
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
29
lebih jauh lagi tidak hanya memahami, tapi mengambil langkah- langkah kebijakan
yang tepat dan dapat sesuai dengan tuntutan masyarakat yang dipimpinnya.
Banyak sekali kebijakan publik yang diartikan oleh beberapa ahli dari sudut
pandang masing-masing, diantaranya Parker memberi batasan bahwa kebijakan
publik adalah : “Suatu tujuan tertentu, atau serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh pemerintah pada periode tertentu dalam hubungan dengan suatu subyek atau
suatu tanggapan atas suatu krisis” (Santosa, 1988).
Pendapat lain memberikan batasan “kebijakan publik sebagai sekumpulan
rencana kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan efek perbaikan terhadap
kondisi-kondisi sosial dan ekonomi” (Derby Shire, dalam Wibawa,
1994: 49).
Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa policy adalah hasil-hasil keputusan
yang diambil oleh pelaku-pelaku tertentu untuk tujuan-tujuan publik (Hofferbert dan
Ricard, Ibid). Untuk memudahkan dalam memahami pengertian kebijakan, maka
perlu diketahui beberapa karakteristik daripada kebijakan itu sendiri, antara lain :
a. Tindakan yang berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan prilaku secara
serampangan.
b. Merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat
pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan sendiri.
c. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur perdagangan
dan sebagainya bukan sekedar apa yang dilakukan oleh pemerintah.
d. Bentuknya dapat bersifat positif (Budi Winarno, 1989 : 4).
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
30
Dari gambaran di atas dapatlah dijelaskan bahwa karakteristik daripada
kebijakan publik tersebut mengandung maksud tujuan, arah dan pola tindakan
tertentu yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kemudian tindakan itu mempunyai nilai
yang positif. Jikalau memperhatikan batasan-batasan di atas maka tidak disebutkan
siapa pelaku kebijakan publik, namun di bagian lain dikatakan policy adalah produk
akhir antara eksekutif dan legislatif. Lebih lanjut Hofferbert (dalam Wibawa, 1994:
50) menyatakan : “Kebijakan publik adalah pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan
oleh legislatif, penentuan atau pengaturan yang dilakukan oleh eksekutif, penggunaan
anggaran negara, dan juga kegiatan apapun yang dilakukan oleh siapapun yang
menjadikan masyarakat sebagai sasarannya.”
Sementara itu (William N, Dunn, 1981: 70) sebagaimana dialih bahasa oleh
Muhajir Darwin (1987: 63-64), merumuskan : “Kebijakan publik sebagai serangkaian
pilihan yang kurang lebih berhubungan (termasuk keputusan untuk tidak berbuat)
yang dibuat oleh badan-badan atau kantor-kantor pemerintah, diformulasikan dalam
bidang-bidang isu yaitu arah tindakan aktual atau potensial dari diantara kelompok
masyarakat.”
Dengan batasan dan pengertian ini menggambarkan bahwa kebijakan publik
itu sebagai keputusan yang diambil untuk bertindak dalam rangka memberikan
pelayanan kepada publik sesuai norma-norma yang ada pada publik itu sendiri.
Norma-norma tersebut menyangkut akan hal interaksi penguasa, penyelenggara
negara dengan rakyat serta bagaimana seharusnya kebijakan-kebijakan publik itu
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
31
dilaksanakan. Ukuran normatifnya adalah keadilan sosial, partisipasi dan aspirasi
warga negara, masalah-masalah lingkungan, pelayanan, pertanggungjawaban
administrasi dan analisis yang etis (Kumorotomo, 1999:105).
Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
kebijakan publik sangat tergantung dari intensitas kualitas dan ruang lingkup masalah
publik yang dipikirkan dan diidentifikasi oleh pengambil kebijakan. Dengan
demikian maka keberadaan atau kegagalan implementasi dari suatu kebijakan publik
tidak sepenuhnya merupakan output aparat pelaksana akan tetapi lebih merupakan
keberhasilan atau kegagalan pada tahap pengenalan. Lebih lanjut Dunn
mengemukakan beberapa karakteristik masalah publik yang sangat membantu dalam
perumusan masalah, yaitu :
a. Interdepedensi masalah kebijakan, yaitu masalah pada bidang tertentu
berpengaruh terhadap pada bidang yang lain, artinya suatu masalah
merupakan bagian dari suatu sistem masalah yang bersumber dari kondisi
yang menimbulkan ketidakpuasan dari setiap kelompok.
b. Subyektivitas masalah kebijakan, yaitu masalah publik meskipun bersifat
sangat obyektif tetapi dalam proses artikulasinya tetap merupakan hasil
berpikir dan hasil interprestasi dari analisis atau pengambil kebijakan.
c. Artifisial masalah kebijakan, dimana masalah tidak dapat dipisahkan dengan
individu atau kelompok yang mengidentifikasikannya.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
32
d. Dinamika masalah kebijakan, dalam arti bahwa masalah selalu berada dalam
suasana atau kondisi yang terus menerus berubah. Setiap masalah dapat
didefinisikan dengan berbagai cara, demikian pula pemecahannya.
Proses konversi dari masalah kebijakan yang berhasil diartikulasikan
merupakan tahapan kedua yang bersifat kritis. Hal itu disebabkan karena para pihak
yang berkepentingan (stakeholders) yang terlibat dalam proses tersebut tidak
independen dalam arti sangat dipengaruhi oleh persepsi, sikap serta kepentingan-
kepentingan yang diwakilinya. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi penetapan
kebijakan (policy decision). Policy decision menurut Anderson dalam Wibawa adalah
pemeliharaan alternatif rancangan kebijakan mana oleh para aktor yang terlibat dalam
konversi dan ditetapkan untuk menjadi output kebijakan (Wibawa, 1994 : 25).
Penetapan kebijakan yang diuraikan diatas dituangkan dalam beberapa
bentuk yaitu: (1) Model Deskriptif, yaitu menjelaskan atau meramalkan sebab dan
akibat dari pilihan-pilihan kebijakan; (2) Model Normatif, yaitu identik dengan
deskriptif namun dilengkapi dengan aturan dan rekomendasi untuk mengoptimalkan
pencapaian keuntungan manfaat dan nilai; (3) Model Verbal, yaitu menyangkut
penyajian dalam bahasa sehari-hari sehingga mudah dipahami; (4) Model Simbolik,
yaitu penyajiannya dalam bentuk simbol-simbol matematis; dan (5) Model
Prosedural, yaitu menggunakan prosedur guna mewujudkan dinamika hubungan
antara variabel kebijakan (William N. Dunn, 1994: 155-156).
Dari konsep-konsep kebijakan publik yang diuraikan diatas, maka kerangka
pemikiran yang didapat adalah bahwa dalam kebijakan publik terdapat beberapa
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
33
komponen dan tahapan kebijakan, seperti dikatakan Eulau dan Prewit (dalam
Manullang; 1998; 14-15) (1) Niat (intentions), yaitu tujuan-tujuan yang sebenarnya
suatu tindakan, (2) Tujuan (goals), yaitu keadaan akhir yang hendak dicapai,
(3) Rencana atau usulan (plans of proposal), yaitu cara yang ditetapkan untuk
mencapai tujuan, (4) Program, yaitu cara yang disahkan untuk mencapai tujuan,
(5) Keputusan atau pilihan (decision or choise), yaitu tindakan yang diambil untuk
mencapai tujuan, dan (6) Pengaruh (effect), yaitu dampak program yang dapat diukur,
baik dampak yang diharapkan maupun dampak yang tidak diharapkan.
2.2 Analisis Kebijakan
Analisis berasal dari bahasa Yunani yang berarti memecah menjadi bagian-
bagian. Riant Nugroho (2006 : 46) mengemukakan bahwa kerangka konseptual
analisis kebijakan terdiri atas langkah-langkah mendiagnosis masalah,
mengidentifikasi alternatif kebijakan yang mungkin, menilai efisiensi dan kebijakan
dikaitkan dengan melakukan perhitungan cost benefit dari kebijakan. Kemudian Riant
Nugroho melanjutkan dengan melakukan pendekatan model rasionalis dalam analisis
kebijakan yang mempunyai bagian-bagian :
1. Mendefinisikan permasalahan (define the problem).
2. Menetapkan kriteria evaluasi (establish evaluation criteria).
3. Mengidentifikasi alternatif kebijakan (identifiy alternative policies).
4. Memaparkan alternatif-alternatif dan memilih salah satu (display alternatives
and select among them).
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
34
5. Memonitor dan mengevaluasi manfaat kebijakan (monitor and evaluate policy
outcome).
Suatu kebijakan yang baik, menurut Dunn (1995) harus melalui tahapan-
tahapan kegiatan, yaitu agenda setting, policy formulation, policy adaption, dan
policy implementation serta policy assesment. Dari tahapan diatas yang paling rumit
adalah menentukan policy formulation, di dalamnya tercakup cara memformulasikan
alternatif-alternatif kebijakan yang mampu memecahkan masalah-masalah, memilih
alternatif-alternatif yang memadai dan efektif bila dilaksanakan dan sebagainya.
Untuk itu cara yang paling menguntungkan dalam memilih alternatif mana yang
paling menguntungkan adalah melalui analisis kebijakan. Sofian (2001)
mengungkapkan bahwa proses analisis kebijakan bermaksud untuk memberikan
rekomendasi yang bermanfaat bagi pembuat kebijakan yang baik, atau merupakan
usaha yang bersifat multi disipliner untuk memperoleh data informasi guna
memberikan alternatif pemecahan suatu masalah. Dengan demikian bahwa
menganalisa suatu kebijakan merupakan usaha untuk dapat merekomendasikan
kebijakan. Usaha ini berawal dari penyajian secara cermat informasi yang
menunjukkan adanya masalah kebijakan, yang mana informasi ini nantinya akan
digunakan untuk membuat informasi tentang alternatif kebijakan.
Untuk menentukan alternatif-alternatif mana yang akan dipilih, sudah barang
tentu diperlukan kriteria-kriteria atau metode-metode tertentu. Lebih lanjut Dunn
(2000) mengatakan; untuk menentukan alternatif terpilih, setidaknya ada 3 (tiga) hal
yang harus diperhatikan, yaitu (1) Affecfiveness, yaitu apakah kebijakan tersebut
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
35
dapat mencapai sasaran yang telah dirumuskan, (2) Efficiency, yaitu apakah kebijakan
yang akan diambil itu seimbang dengan sumber daya yang tersedia, dan
(3) Adequasi, yaitu apakah kebijakan itu sudah cukup memadai untuk memecahkan
masalah yang ada.
Selanjutnya berkaitan dengan kriteria kebijakan ini Sofian (2001),
mengemukakan bahwa kebijakan yang baik itu harus memenuhi kriteria-kriteria
sebagai berikut :
1. Tehnical feasibility, yaitu kemampuan masing-masing alternatif untuk
memecahkan masalah.
2. Economic and financial possibility, yaitu alternatif mana yang mungkin
dibiayai dari dana yang dimiliki.
3. Political viability, yaitu bagaimana resiko politik dari masing-masing
alternatif.
4. Administrative capability, yaitu menyangkut kemampuan administrasi untuk
mendukung kebijaksanaan tersebut.
Kemudian lebih lanjut, Sofian (2001) mengungkapkan bahwa proses analisis
kebijakan bermaksud untuk memberikan rekomendasi yang bermanfaat bagi pembuat
kebijakan yang baik, atau merupakan usaha yang bersifat multi disipliner untuk
memperoleh data informasi guna memberikan alternatif pemecahan suatu masalah.
Dengan demikian bahwa menganalisa suatu kebijakan merupakan usaha untuk dapat
merekomendasikan kebijakan. Usaha ini berawal dari penyajian secara cermat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
36
informasi yang menunjukkan adanya masalah kebijakan, yang mana informasi ini
nantinya akan digunakan untuk membuat informasi tentang alternatif kebijakan.
Dari pendapat ahli di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pada dasarnya
alternatif kebijakan yang memadai dan efektif untuk dilaksanakan setidaknya harus
memenuhi kriteria-kriteria kelayakan ekonomi dan finansial, sosial, teknis, legal,
administrasi dan politik. Di samping itu tidak kalah pentingnya perlu
dipertimbangkan pula kriteria-kriteria efektifitas, efisiensi dan edequasi.
2.3 Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Desentralisasi tidak bisa dipisahkan dengan masalah sentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik, karena pada
dasarnya berkenaan dengan “delegation of authority and responsibility” yang dapat
diukur dari sejauhmana unit-unit bawahan yang memiliki wewenang dan tanggung
jawab di dalam proses pengambilan keputusan (Miewald dalam Pamudji, 1984: 2).
Pide (1997 : 34) mengemukakan bahwa desentralisasi pada dasarnya adalah
pelimpahan atau penyerahan kekuasaan atau wewenang dibidang tertentu secara
vertikal dari institusi/ lembaga/ pejabat yang lebih tinggi kepada institusi/ lembaga/
fungsionaris bawahannya sehingga yang diserahi atau dilimpahi kekuasaan
wewenang tertentu itu berhak bertindak atas nama sendiri dalam urusan tertentu
tersebut.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
37
Selain itu, Rondinelli (1983 : 69) mengemukakan, desentralisasi perlu dipilih
dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan, karena melalui desentralisasi
akan dapat meningkatkan efektivitas dalam membuat kebijaksanaan nasional, dengan
cara mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada para pejabat tingkat
lokal untuk merancang proyek-proyek pembangunan, agar sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi setempat. Desentralisasi akan dapat memungkinkan para pejabat
setempat untuk lebih dapat mengatasi masalah-masalah yang selama ini dianggap
kurang baik dan ciri-ciri prosedur yang sangat birokratis di dalam merencanakan dan
melaksanakan pembangunan yang seringkali dialami oleh negara berkembang yang
acapkali tercipta konsentrasi kekuasaan, otoritas dan sumber-sumber yang begitu
berlebihan di tingkat pusat. Jika dilihat dari fungsi-fungsi pembangunan yang
didesentralisasikan para pejabat, staf pada tingkat lokal atau unit-unit administratif
yang lebih rendah, akan dapat meningkatkan pemahaman dan sensivitas (daya
tanggap) mereka terhadap masalah dan kebutuhan setempat, karena mereka akan
bekerja pada tingkat dimana semua permasalahan tersebut terasa paling menekan dan
terlihat paling jelas.
Apabila dilihat dari sisi hubungan kerja, sistem penyelenggaraan model ini
akan dapat lebih mendekatkan, mengakrabkan dan mempererat antara masyarakat
dengan para pejabat, staf pelaksana dan hal ini akan memungkinkan mereka akan
mendapatkan informasi yang lebih baik, yang diperlukan dalam proses perumusan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
38
rencana pembangunan dari pada apa yang mereka peroleh bila hanya menunggu di
kantor pusat saja.
Desentralisasi juga dapat meningkatkan dukungan politis dan administratif
bagi kebijaksanaan pembangunan nasional pada tingkat lokal, karena selama ini
rencana-rencana pembangunan tingkat nasional acapkali tidak diketahui oleh
penduduk setempat, sehingga dengan diketahuinya rencana pembangunan nasional
pada tingkat lokal, maka disamping akan mendapatkan dukungan politis dan
administratif pada tingkat lokal, juga dapat mendorong kelompok-kelompok sosial
setempat untuk meningkatkan kemampuan partisipasinya dalam merencanakan dan
mengambil keputusan yang mereka buat. Lebih penting lagi, desentralisasi ini juga
dianggap dapat meningkatkan efisiensi pemerintah pusat, dengan cara mengurangi
beban kerja rutin dan fungsi-fungsi manual yang dapat secara efektif diselesaikan
oleh para staf pelaksana lapangan atau para pimpinan unit-unit administratif yang
lebih rendah.
Disamping pendapat Rondinelli, Barkley (1978 : 2) mengemukakan bahwa
desentralisasi dipandang dapat mendorong pengambilan keputusan yang lebih cepat
dan lebih luas atau dengan kata lain memberi dukungan yang lebih konstruktif di
dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan Mc. Gregor (1966: 3) menegaskan,
jika kita dapat menekan pengambilan keputusan dalam organisasi ke tingkat yang
lebih rendah, maka kita akan cenderung memperoleh keputusan-keputusan yang lebih
baik. Desentralisasi bukan saja akan dapat memperbaiki kualitas dari keputusan-
keputusan yang diambil, tetapi juga akan dapat memperbaiki kualitas daripada
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
39
pengambilan keputusan, karena orang cenderung untuk tumbuh dan berkembang
secara lebih cepat manakala mereka dimotivasi secara efektif dan ini bisa terjadi jika
kewenangan pengambilan keputusan didesentralisasikan. Hal demikian tadi harus
menerapkan azas desentralisasi yang berarti pengambilan keputusan pada tingkat
bawah organisasi dipandang sebagai cara terbaik untuk melahirkan keputusan-
keputusan yang lebih sesuai dengan kepentingan organisasi besar.
Sejalan dengan pendapat diatas, Koesoemahatmadja (1979) mengemukakan
bahwa desentralisasi dalam arti ketatanegaraan merupakan pelimpahan kekuasaan
pemerintahan dari pusat kepada daerah-daerah untuk mengurus rumah tangganya
sendiri. Desentralisasi adalah sistem untuk mewujudkan asas demokrasi, yang
memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta dalam proses
penyelenggaraan kekuasaan negara, yang dapat dibagi dalam 2 (dua) macam bentuk.
Pertama, dekonsentrasi yakni pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara
tingkat lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pelaksanaan tugas
pemerintahan. Kedua, Desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik yaitu
pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom
di lingkungannya. Dalam konteks ini, rakyat dengan mempergunakan saluran-saluran
tertentu (perwakilan) ikut serta dalam pemerintahan. Desentralisasi ketatanegaraan
dibagi lagi menjadi 2 (dua) macam, yakni desentralisasi fungsional serta
desentralisasi teritorial yang terdiri dari otonomi dan tugas pembantuan.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
40
Secara terminologis, cukup banyak pengertian otonomi yang dikemukakan
oleh para pakar. Logemann (Koswara, 2001: 59) memberikan konsep otonomi
sebagai berikut : “bahwa kebebasan bergerak yang diberikan kepada daerah otonom
berarti memberi kesempatan kepadanya untuk menggunakan prakarsanya sendiri dari
segala macam kekuasaannya dan untuk mengurus kepentingan publik. Kekuasaan
bertindak merdeka yang diberikan kepada satuan-satuan kenegaraan yang
memerintah sendiri daerahnya itu adalah kekuasaan yang berdasarkan inisiatif
sendiri dan pemerintahan berdasarkan inisiatif sendiri.”
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
dikemukakan tentang pengertian otonomi daerah, yaitu kewenangan daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Pemberian kewenangan otonomi kepada daerah didasarkan kepada asas
desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Desentralisasi dan otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan
pemerataan, pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan politik yang efektif. Dalam konteks ini, persoalan desentralisasi dan
otonomi daerah berkaitan erat dengan persoalan pemberdayaan, dalam arti
memberikan keleluasaan dan kewenangan kepada masyarakat daerah untuk
berprakarsa dan mengambil keputusan. Disamping itu, empowerment akan menjamin
hak dan kewajiban serta wewenang dan tanggung jawab dari organisasi pemerintahan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
41
di tingkat daerah untuk dapat menyusun program, memilih alternatif dan mengambil
keputusan dalam mengurus kepentingan masyarakat daerahnya sendiri.
Isu otonomi daerah adalah isu yang paling aktual setelah berlakunya
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 sampai pada Undang-undang No. 32 Tahun
2004. Isu tersebut tidak hanya karena desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi,
tetapi lebih dititik beratkan pada kebijakan pemerintah Orde Baru yang sangat
sentralistik. Konsep desentralisasi memiliki dua pengertian yaitu desentralisasi politik
dan desentralisasi administratif. Desentralisasi politik diartikan sebagai penyerahan
kewenangan yang melahirkan daerah-daerah otonom, sedangkan desentralisasi
administratif merupakan penyerahan kewenangan pelaksanaan implementasi program
yang melahirkan wilayah-wilayah administratif, atau dengan kata lain pendelegasian
sebagian dari wewenang untuk melaksanakan program terhadap tingkat yang lebih
bawah. (Ichlasul Amal; 1990: 8).
Kebutuhan terhadap desentralisasi menurut Cheemo and Rondinelli (1983:
10) didorong oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kegagalan atau kurang efektifnya perencanaan yang terpusat dan pengawasan
sentral dalam pembangunan.
2. Lahirnya teori-teori pembangunan yang lebih berorientasi kepada kebutuhan
manusia.
3. Semakin kompleksnya permasalahan masyarakat yang tidak mungkin lagi
dikelola secara terpusat.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
42
Lebih lanjut Ryass Rasyid mengatakan tentang desentralisasi bahwa “Negara
yang sentralistik cenderung tidak mampu menjawab secara cepat dan tepat semua
kebutuhan berbagai kelompok masyarakat dan daerah.” Paradigma pemerintahan
dewasa ini berubah dengan pesat dan ada 5 (lima) pokok perubahan itu, yaitu :
1. Sentralisasi ke desentralisasi perencanaan pembangunan.
2. Pemerintahan besar ke pemerintahan kecil (big government ke small
government)
3. Peningkatan Tax ke penuntunan Tax.
4. Privatisasi pelayanan, dan
5. Social capital ke individual capital (Rasyid, 1997: 8).
Pandangan tersebut adalah langkah antisipasi menyikapi perubahan
(globalisasi dan demokratisasi) yang melanda kawasan dunia. Maka terhadap
kekuatan tersebut bagi negara yang terbentuk kesatuan maupun federal jawabannya
adalah desentralisasi. Setiap makhluk hidup memerlukan otonomi, demikian juga
kelompok termasuk negara dan daerah memerlukan otonomi. Jadi otonomi adalah
suatu kesatuan sosial dinamakan otonomi manakala terdapat suatu kesatuan tertentu,
yang bebas bertindak atau memilih untuk bertindak, atau tidak melakukan jika
menyukai untuk melakukannya (Susilo; 2000: 8).
Selanjutnya Tri Ratnawati mengklasifikasikan 4 (empat) tujuan utama
desentralisasi, yaitu: (1) Bidang Ekonomi, dalam rangka mengurangi cost dan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
43
menjamin pelayanan publik lebih tepat sasaran; (2) Bidang Politik, dalam upaya
mengembangkan grassroots democracy dan mengurangi penyalahgunaan kekuasaan
oleh pusat serta diharapkan mencegah disintegrasi nasional; (3) Bidang Administrasi,
dalam rangka red tape birokrasi dan pengambilan keputusan menjadi lebih efektif;
(4) Bidang Sosial Budaya, mengembangkan kebhinekaan dan budaya lokal (Jurnal
Otonomi Daerah, 2002: 2).
Sementara itu menyangkut otonomi, secara filosofis ideologis dipandang
sebagai suatu mekanisme yang memungkinkan tumbangnya partisipasi yang luas bagi
masyarakat dan mendorong agar daerah mampu membuat keputusan secara mandiri
tanpa harus tergantung kepada pemerintah pusat (Siti Zuhro, 1990:18). Arti
pentingnya otonomi juga dikemukakan oleh Kenichi Ohmae ialah otonomi adalah
kata kunci untuk memajukan perekonomian negara untuk masa-masa depan dan batas
negara akan ditembus oleh 4 (empat) faktor yaitu investment, individual consumers,
industri and information (Jurnal Otonomi Daerah, 1999 : 18).
Mencermati secara empiris pandangan dan uraian diatas menunjukkan
bahwa desentralisasi dan otonomi dalam kaitannya perkembangan kedepan tidak
dapat ditunda lagi pelaksanannya. Artinya berlakunya Undang-undang No. 32 tahun
2004, dan banyaknya tuntutan daerah akan daerah otonom yang baru tentu dengan
maksud penjabaran dari desentralisasi dan otonomi itu sendiri. Mekanisme dan pola
yang sangat sentralistik selama ini dalam hubungan pemerintah Pusat-Daerah, sudah
tidak dapat dipertahankan lagi. Akan tetapi persoalannya dalam kasus kita di
Indonesia, desentralisasi dan otonomi ini apakah sudah merupakan komitmen yang
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
44
kuat oleh pemerintah dan masyarakat?. Dari hasil penelitian evaluasi percontohan
otonomi daerah terdapat dua kecenderungan, yaitu; Pertama; Pemerintah Pusat dan
Provinsi belum sungguh-sungguh mendukung pelaksanaan otonomi di Kabupaten/
Kota, dan Kedua; dianutnya sistem pemerintahan daerah yaitu desentralisasi dan
dekonsentrasi membawa implikasi yang besar terhadap kelembagaan di daerah, yaitu
dua kepentingan yang berbeda diterapkan bersama oleh pimpinan pemerintah di
daerah (Jurnal Otonomi Daerah, 1999: 22).
Desentralisasi merupakan suatu alat untuk mencapai salah satu
tujuan bernegara yaitu memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan
menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis. Hal
pokok tentang desentralisasi tersebut adalah berhasil atau gagal
pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan kadar responsivitas publik
terhadap kepentingan politis dan sosial masyarakatnya. Kegagalan
implementasi desentralisasi terutama ditunjukkan dari kemunduran
ekonomi, ketidakstabilan politik dan merosotnya pelayanan publik (Sidik:
2001).
Tekanan demokratisasi dunia sekarang ini menunjuk pada trend
baru yaitu isu pemerintahan daerah. Alasannya bahwa tidak ada satu
pemerintah dari suatu negara yang luas akan mampu secara efektif
membuat public policies di segala bidang ataupun mampu melaksanakan
kebijakan-kebijakan secara efektif dan efisien di seluruh wilayah negara
itu. Demikian halnya di dalam manajemen penyelenggaraan pemerintahan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
45
dan pembangunan. Pola-pola penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan yang sentralistik menjadi kurang aktual, sehingga perlu
pendekatan desentralistik.
Desentralisasi menurut Rondinelli (Sidik, 2001: 2) dapat dibagi
menjadi 4 (empat) jenis, yaitu :
1. Desentralisasi politik (political decentralization), yaitu pemberian hak
kepada warga negara melalui perwakilan yang dipilih suatu kekuasaan
yang kuat untuk mengambil keputusan publik.
2. Desentralisasi administratif (administrative decentralization), yaitu
pelimpahan wewenang yang dimaksudkan untuk mendistribusikan
kewenangan, tanggung jawab dan sumber-sumber keuangan untuk
menyediakan pelayanan publik. Desentralisasi administratif pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu :
a. Dekonsentrasi (deconcentration), yaitu pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pejabat yang berada dalam garis hirarki
dengan pemerintah pusat di daerah.
b. Pendelegasian (delegation), yaitu pelimpahan wewenang untuk
tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar struktur
birokrasi reguler yang dikontrol secara tidak langsung oleh
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
46
pemerintah pusat. Pendelegasian wewenang ini biasanya diatur
dengan ketentuan perundangan. Pihak yang menerima wewenang
mempunyai keleluasaan (dicreation) dalam penyelenggaraan
pendelegasian tersebut, walaupun wewenang terakhir tetap pada
pihak pemberi wewenang (sovereign-authority).
c. Devolusi (devolution), yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat
pemerintahan yang lebih rendah dalam bidang keuangan atau tugas
pemerintahan dan pihak pemerintah daerah mendapat discreation
yang tidak dikontrol oleh pemerintah pusat.
3. Desentralisasi fiskal (fiscale decentralization), merupakan komponen
utama dari desentralisasi. Apabila pemerintah daerah melaksanakan
fungsinya secara efektif, maka mereka harus didukung sumber-sumber
keuangan yang memadai baik yang berasal dari pendapatan asli
daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pinjaman maupun subsidi
atau bantuan dari pemerintah pusat.
4. Desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization), intinya
berkaitan dengan kebijakan pelimpahan fungsi-fungsi pelayanan
kepada masyarakat dari pemerintah kepada sektor swasta sejalan
dengan kebijakan liberalisasi dan ekonomi pasar.
Desentralisasi dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004
merupakan salah satu asas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
diartikan sebagai penyerahan wewenang dari pemerintah kepada daerah
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
47
otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
secara utuh dan bulat dilaksanakan pada daerah kabupaten dan kota.
United Nations memberikan pengertian tentang desentralisasi
sebagai : “The transfer of authority away from the national capital
wether by deconcentration to field offices or by devolution to local
authorities or local bodies. Batasan ini menggariskan tentang bagaimana
proses kewenangan itu diserahkan dari pusat kepada lembaga pemerintah
di daerah, baik melalui dekonsentrasi, maupun devolusi” (Koswara, 1998:
152).
Pemberian otonomi kepada daerah merupakan konsekuensi
kebijakan desentralisasi teritorial. Wujudnya berupa hak, wewenang dan
kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Manifestasinya berupa penyerahan sebagian urusan pemerintahan
dan sumber-sumber pembiayaan kepada pemerintah daerah yang pada
dasarnya menjadi wewenang dan tanggung jawab daerah sepenuhnya. Ini
berarti bahwa prakarsa dan penentuan prioritas serta pengambilan
keputusan sepenuhnya menjadi hak, wewenang dan tanggung jawab
pemerintah daerah.
James W. Fesler mendefinisikan desentralisasi sebagai distribusi
kekuasaan yang mangalihkan atau memberikan pembuatan keputusan atau
kebijakan khusus kepada level daerah sehingga daerah mempunyai
kemandirian untuk membuat kebijakan sendiri (Warsito Utomo,1997).
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
48
Menurut Bryant (1987: 213-214), desentralisasi dalam kenyataan
mengambil dua bentuk, yaitu yang bersifat administratif dan yang
bersifat politik. Desentralisasi administratif biasanya disebut
dekonsentrasi yang berarti delegasi wewenang pelaksanaan kepada
tingkat-tingkat lokal. Para pejabat tingkat lokal bekerja dalam batas
rencana dan sumber-sumber anggaran, namun mereka memiliki elemen
kebijakan dan kekuasaan serta tanggung jawab dalam hal sifat hakikat
jasa dan pelayanan pada tingkat lokal. Desentralisasi politik (devolusi)
berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu
terhadap sumber-sumber daya diberikan pada pejabat-pejabat regional
dan lokal.
Pikiran ini sejalan dengan Rondinelli (Koswara,1998:153) yang
menyatakan bahwa : “decentralization is the transfer of planning,
decision making, or administrative authority from central government to
its fields organization, local administrative units, semi-autonomous and
parastatal organizations, local government, or non government
organization.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makna utama
desentralisasi terletak pada kewenangan pemerintah daerah untuk
menentukan kebijakannya sendiri sesuai dengan kondisi dan aspirasi
masyarakat setempat. Dengan penerapan otonomi daerah banyak harapan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
49
diletakkan bagi penyelesaian beragam permasalahan yang menghambat
perkembangan dan kemajuan daerah.
2.4 Pemekaran Wilayah
Sistem pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik telah
menyebabkan melemahnya kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan
tugas dan fungsi secara otonom. Strategi pelaksanaan pembangunan yang tidak
terdesentralisasi telah menyebabkan kegiatan pelayanan masyarakat menjadi tidak
responsif dan ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi antar daerah.
Pada sisi yang lain, pengambilan keputusan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan selama ini yang lebih menekankan pada pendekatan
sektoral dan cenderung terpusat menyebabkan pemerintah daerah kurang mendapat
kesempatan untuk mengembangkan kapasitas dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat secara optimal. Kapasitas pemerintah
daerah yang tidak optimal disebabkan oleh kuatnya kendali pemerintah pusat dalam
proses pengambilan keputusan melalui berbagai pedoman dan petunjuk pelaksanaan
yang sangat rinci dan kaku. Hal tersebut diperparah oleh adanya keengganan
beberapa instansi pemerintah pusat untuk mendelegasikan kewenangan, penyerahan
tugas dan fungsi pelayanan, pengaturan perizinan dan pengelolaan sumber daya
keuangan kepada pemerintah daerah. Kuatnya kendali pemerintah pusat yang
semakin tinggi terhadap pemerintah daerah pada waktu yang lalu telah menyebabkan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
50
hilangnya motivasi, inovasi dan kreativitas aparat daerah dalam melaksanakan tugas
dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya. Kemudian Pemerintah menyadari
bahwa kebijakan pembangunan yang terlalu sentralistik mengandung banyak
kelemahan. Oleh karena itu maka salah satu amanat GBHN 1999-2004 menyebutkan
bahwa kebijakan pembangunan diarahkan untuk: “(1) Mengembangkan otonomi
daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan
masyarakat, lembaga otonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga
keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat serta seluruh potensi
masyarakat dalam wadah NKRI; (2) Melakukan pengkajian tentang berlakunya
otonomi daerah bagi provinsi, kabupaten/ kota dan desa; (3) Mewujudkan
perimbangan keuangan pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan
kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi; dan (4) Memberdayakan
DPRD dalam rangka melaksanakan fungsi dan peranannya guna penyelenggaraan
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.”
Untuk melaksanakan amanat GBHN 1999-2004, program pembangunan
yang perlu diupayakan dalam mengembangkan otonomi daerah adalah : (1) Program
peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah. Program ini bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme dan kemampuan manajemen aparat pemerintah
daerah; (2) Program peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah. Program
ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah yang
menyangkut mekanisme kerja, struktur organisasi dan peraturan perundang-undangan
yang memadai guna menjamin pelaksanaan otonomi daerah; (3) Program penataan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
51
pengelolaan keuangan daerah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah secara
profesional, efisien, transparan dan bertanggung jawab; (4) Program penguatan
Lembaga Non Pemerintah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
dan keterlibatan lembaga-lembaga non pemerintah dalam proses pembuatan
kebijakan, perencanaan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Lembaga-lembaga
non pemerintah dimaksud adalah DPRD, badan permusyawaratan desa, lembaga
swadaya masyarakat, lembaga adat, lembaga keagamaan dan lembaga masyarakat
lainnya.”
Kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu
perwujudan dari pengembangan otonomi daerah. Oleh karena itu maka dalam rangka
perencanaan pembangunan daerah di Indonesia, terdapat beberapa hal yang ingin
dicapai (Rasyid, 1998): “Pertama, menyebarratakan pembangunan sehingga dapat
dihindarkan adanya pemusatan kegiatan pembangunan yang berlebihan di daerah
tertentu. Kedua, menjamin keserasian dan koordinasi antara berbagai kegiatan
pembangunan yang ada di tiap-tiap daerah. Ketiga, memberikan pengarahan kegiatan
pembangunan, bukan saja pada aparatur pemerintah, tetapi juga kepada masyarakat.”
Kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara sebagai daerah
otonom akan mencakup suatu wilayah hukum tertentu. Wilayah dalam tata
pemerintahan Indonesia artinya lingkungan kerja pemerintahan umum (Rasyid,
1998). Secara administratif, lingkungan kerja pemerintahan berkaitan dengan batas-
batas wilayah hukum suatu daerah atau juga disebut sebagai rumah tangga daerah.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
52
Dalam rangka pembentukan daerah baru, pemberian status pada wilayah tertentu
mengandung makna sebagai adanya daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah
kota yang bisa merupakan pemekaran dari daerah induk.
Secara teoritis, untuk menjalankan fungsinya secara optimal, sedikitnya ada
7 (tujuh) elemen utama yang membentuk suatu pemerintah daerah otonom (Suwandi,
2002), yaitu:
1. Adanya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Urusan tersebut
merupakan isi otonomi yang menjadi dasar bagi kewenangan daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang
diserahkan kepada daerah.
3. Adanya personil yaitu pegawai yang mempunyai tugas untuk menjalankan
urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga daerah yang bersangkutan.
4. Adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi
daerah.
5. Adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil
rakyat yang telah mendapatkan legitimasi untuk memimpin penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
6. Adanya manajemen pelayanan publik agar dapat berjalan secara efisien,
efektif, ekonomi dan akuntabel.
7. Adanya pengawasan, supervisi, monitoring dan evaluasi yang efektif dan
efisien.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
53
Menurut Sumodiningrat (1999), berkaitan dengan pemberian otonomi
kepada daerah maka perlu memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut, yakni :
(1) Kemantapan lembaga; (2) Ketersediaan sumber daya manusia yang memadai,
khususnya aparat pemerintah daerah; (3) Potensi ekonomi daerah untuk menggali
sumber pendapatannya sendiri.
Gagasan pemekaran wilayah dan pembentukan daerah otonom baru memiliki
dasar hukum yang cukup kuat. Secara yuridis landasan yang memuat persoalan
pembentukan daerah terdapat dalam pasal 18 UUD 1945 yang intinya, bahwa
membagi daerah Indonesia atas daerah besar (provinsi) dan daerah provinsi akan
dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberi peluang pembentukan
daerah dalam suatu NKRI, yaitu daerah yang dibentuk berdasarkan pertimbangan
kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk,
luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi
daerah.
Sementara itu, tujuan pemekaran daerah pada pasal 2 Peraturan Pemerintah
No. 129 tahun 2000 tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran,
penghapusan dan penggabungan daerah dinyatakan bahwa : “tujuan dari
pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah adalah untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan
demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
54
pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban serta peningkatan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.”
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 bertujuan untuk mendorong
pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas masyarakat serta
mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Jadi intinya adalah memberikan
kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya
yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Berlakunya Undang-undang tersebut menyebabkan terjadinya perubahan
yang fundamental terhadap elemen-elemen pemerintahan daerah serta memerlukan
penataan-penataan yang sistematis. Elemen utama yang membentuk pemerintah
daerah itu adalah :
a. Adanya urusan otonomi yang merupakan dasar dari kewenangan daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
b. Adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang
diserahkan kepada daerah.
c. Adanya personil yaitu pegawai daerah untuk menjalankan urusan otonomi.
d. Adanya sumber-sumber keuangan untuk pembiayaan pelaksanaan otonomi.
e. Adanya unsur perwakilan rakyat yang merupakan perwujudan demokrasi di
daerah.
f. Adanya manajemen pelayanan umum (public service).
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
55
Dari uraian di atas pada dasarnya tersirat bahwa dimungkinkan adanya
daerah otonom-daerah otonom baru diantaranya ditempuh melalui cara pemekaran
daerah. Dimana pemekaran daerah dimaksud adalah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui: (1) Peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
(2) Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; (3) Percepatan pelaksanaan
pembangunan perekonomian daerah; (4) Percepatan pengelolaan potensi daerah;
(5) Peningkatan keamanan dan ketertiban; (6) Peningkatan hubungan yang serasi
antara Pusat dan Daerah (Peraturan Pemerintah No.129 Tahun 2000). Bila dikaji lebih
jauh pemekaran daerah adalah tuntutan masyarakat untuk pembentukan daerah yang
baru, dengan cara memisah diri dari kesatuan wilayah pemerintahan daerah tertentu
(H.A. Dj. Nihin, 2000). Sementara dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000,
yang dimaksud dengan pemekaran daerah adalah pemecahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan daerah kota menjadi lebih dari satu daerah.
Dari pengertian dan uraian diatas, cukup jelas bahwa pemekaran daerah
merupakan tuntutan sebagian dari masyarakat untuk memisahkan dirinya dari daerah
induknya membentuk suatu daerah baru baik itu provinsi, kabupaten atau kota dengan
alasan-alasan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alasan-
alasan tertentu mencakup yang bersifat lunak maupun keras terhadap Pemerintah
Pusat, sifat lunak karena kondisi hubungan pusat dan daerah, dimana Pemerintah
Pusat terlalu kuat, atau bisa juga sikap Pemerintah Pusat yang menganaktirikan
Pemerintah Daerah sehingga terjadi kurang mesranya hubungan Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Sedangkan yang bersifat keras lebih dikarenakan alasan-
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
56
alasan yang bersifat politik yaitu ingin memisahkan diri dari wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia membentuk negara baru.
Secara teoritis, untuk menjalankan fungsinya secara optimal, sedikitnya ada
7 (tujuh) elemen utama yang membentuk suatu pemerintah daerah otonom (Suwandi,
2002), yaitu:
1. Adanya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Urusan
tersebut merupakan isi otonomi yang menjadi dasar bagi kewenangan daerah
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang
diserahkan kepada daerah.
3. Adanya personil yaitu pegawai yang mempunyai tugas untuk menjalankan
urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga daerah yang bersangkutan.
4. Adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi
daerah.
5. Adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil
rakyat yang telah mendapatkan legitimasi untuk memimpin penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
6. Adanya manajemen pelayanan publik agar dapat berjalan secara efisien,
efektif, ekonomi dan akuntabel.
7. Adanya pengawasan, supervisi, monitoring dan evaluasi yang efektif dan
efisien.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
57
Selanjutnya Sumodiningrat (1999), menjelaskan berkaitan dengan pemberian
otonomi kepada daerah maka perlu untuk memperhatikan unsur-unsur sebagai
berikut, yakni : (1) Kemantapan lembaga; (2) Ketersediaan sumber daya manusia
yang memadai, khususnya aparat pemerintah daerah; (3) Potensi ekonomi daerah
untuk menggali sumber pendapatannya sendiri.
2.5 Kriteria Kelayakan Pembentukan Kabupaten
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun
2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria
Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, maka
suatu daerah otonom dapat dibentuk dengan memperhatikan
kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria kemampuan ekonomi, diukur dengan
menggunakan indikator, PDRB dan PADS. PDRB diukur
dengan menggunakan PDRB perkapita, laju
pertumbuhan ekonomi, kontribusi PDRB terhadap PDB
(Produk Domestik Bruto). Sedangkan PDS diukur
dengan menggunakan rasio PDS terhadap pengeluaran
rutin dan rasio PDS terhadap PDRB.
2. Kriteria potensi daerah, diukur dengan indikator rasio
bank per 10.000 penduduk, rasio bukan bank per
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
58
10.000 penduduk, rasio kelompok pertokoan per 10.000
penduduk, rasio pasar per 10.000 penduduk, rasio SD
per penduduk usia SD, rasio SLTP per penduduk usia
SLTP, rasio SLTA per penduduk usia SLTA, rasio
penduduk usia perguruan tinggi per penduduk 19
tahun ke atas, rasio fasilitas kesehatan per 10.000
penduduk, rasio tenaga medis per 10.000 penduduk,
rasio rumah tangga yang mempunyai kendaraan
bermotor roda 2, 3 dan 4 atau lebih, persentase
pelanggan telepon terhadap jumlah rumah tangga,
persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah
tangga, rasio kantor pos termasuk jasa-jasa per 10.000
penduduk, rasio panjang jalan terhadap jumlah
kendaraan bermotor, jumlah hotel/akomodasi lainnya,
jumlah restoran/ rumah makan, jumlah obyek wisata,
persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA
terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas, tingkat
partisipasi angkatan kerja, persentase penduduk yang
bekerja, rasio PNS terhadap penduduk.
3. Kriteria sosial budaya diukur dengan indikator rasio
sarana peribadatan per penduduk, rasio tempat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
59
pertunjukan seni per 10.000 penduduk, rasio panti
sosial per 10.000 penduduk, fasilitas lapangan olah
raga per 10.000 penduduk.
4. Kriteria sosial politik diukur dengan indikator rasio
penduduk yang ikut pemilu terhadap penduduk yang
mempunyai hak pilih, jumlah organisasi masyarakat.
5. Kriteria jumlah penduduk.
6. Kriteria luas daerah diukur dengan indikator luas
daerah keseluruhan dan luas daerah terbangun.
7. Kriteria lain-lain diukur dengan indikator angka
kriminalitas per 10.000 penduduk, rasio gedung
terhadap kebutuhan minimal gedung pemerintahan,
rasio lahan terhadap kebutuhan minimal untuk sarana
dan prasarana pemerintahan, rata-rata jarak dan lama
waktu perjalanan dari kecamatan ke pusat
pemerintahan. Kemudian pertimbangan lain yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah adalah
faktor keamanan dan ketertiban, sarana dan prasarana
pemerintahan, rentang kendali, provinsi yang akan
dibentuk minimal terdiri dari 3 (tiga) kabupaten atau
kota.”
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
60
Sementara itu, prosedur pembentukan daerah berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000 pasal 16 dapat dijelaskan bahwa: “ada kemauan
politik dari pemerintah daerah dan masyarakat yang bersangkutan, adanya studi awal
oleh pemda, adanya usul pembentukan daerah yang disahkan melalui keputusan
DPRD dan diteruskan kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah,
kemudian Menteri menugaskan Tim untuk melakukan observasi ke daerah yang
hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah,
selanjutnya diusulkan kepada Presiden dan jika disetujui maka Rancangan Undang-
undang dapat disampaikan kepada DPR Republik Indonesia untuk mendapat
persetujuan.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
61
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi,
mengeksplorasi, dan menganalisis proses kebijakan pembentukan daerah Kabupaten
Batu Bara, menganalisis kelayakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara.
Dengan demikian penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sifat
penelitian ini masih mencari-cari atau merupakan suatu langkah awal dari penjajakan
secara mendalam terhadap fenomena yang dihadapi (Pujipurnomo, 1994).
Selanjutnya menurut Riswandha Imawan (2000) bahwa setiap penelitian
pasti deskriptif (menjelaskan), maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif
kualitatif. Sedangkan Nawawi (1992) mengatakan bahwa penelitian deskriptif
merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan jalan
menggambarkan keadaan atau peristiwa pada saat sekarang berdasarkan pada fakta-
fakta yang nampak sekarang. Metode deskriptif ini pada umumnya mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut; (1) Memusatkan diri pada masalah-masalah yang ada pada masa
sekarang atau masalah-masalah yang aktual, (2) Data yang dikumpulkan mula-mula
disusun, dijelaskan kemudian dianalisis (Surrachmad, 1980).
Dari penjelasan di atas, maka penelitian studi kebijakan ini dilakukan dengan
mengikuti alur logika induktif. Hal ini konsisten dengan apa yang dikemukakan
Riswandha Imawan (ibid) bahwa konsekuensi metodologis dari jenis penelitian
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
62
eksploratif adalah berkaitan dengan logika induktif dan segala akibatnya. Sehubungan
dengan logika berpikir induktif tersebut maka dalam penelitian ini pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif (Singarimbun dan Effendi, 1995:3).
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah di Kabupaten
Batu Bara Provinsi Sumatera Utara untuk mendapatkan data dan informasi mengenai
proses berlangsungnya pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara.
3.3 Informan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif, maka dalam penelitian ini tidak dikenal adanya sampel
penelitian, melainkan informan penelitian. Informan adalah orang yang memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Lexy, 1998: 80).
Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah penelitian
yang sedang dibahas, maka penelitian menentukan informan kunci (key informan).
Atas dasar pertimbangan tersebut ditentukan informan penelitian sebagai berikut :
1. Pengurus Gerakan Masyarakat Menuju Kabupaten Batu Bara (GEMKARA).
2. Pengurus Badan Pekerja Persiapan Pembentukan Kabupaten Batu Bara
(BP3KB).
3. Tokoh Masyarakat Batu Bara.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
63
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Sehubungan dengan penelitian ini maka pengumpulan data akan dilakukan
melalui wawancara mendalam (indepth interview) atau yang disebut oleh
Singarimbun dan Effendi (1995:8) sebagai wawancara bebas. Teknik wawancara itu
sendiri merupakan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.
Peneliti mengeksplorasi data dari informan untuk memperoleh informasi atau data
yang diperlukan berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Selain teknik wawancara, studi dokumentasi akan dilakukan untuk
memperoleh data tertulis dari berbagai sumber terutama dokumen pemerintah yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti, seperti undang-undang, peraturan
pemerintah, kajian-kajian dari pemerintah sehubungan dengan pengusulan
pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara serta surat kabar dan laporan penelitian.
Berkaitan dengan dokumentasi, Riswandha Imawan (2000:1) mengatakan bahwa
dalam banyak kasus, penelitian harus lebih mengandalkan dokumentasi daripada
survei. Orientasi teoritis serta perspektif yang diambil oleh peneliti yang membentuk
satu permasalahan, sering mengharuskannya melakukan eksplorasi terhadap catatan-
catatan masa lalu sebagai upaya untuk menghubungkan dengan subjek yang diteliti
maupun objek penelitian itu sendiri. Data dokumentasi mengatasi kendala ruang dan
waktu suatu penelitian, umumnya berbentuk verbal, yakni data dalam bentuk tulisan,
catatan ataupun uraian tentang sesuatu hal.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
64
3.5 Definisi Konsep
Menurut Masri Singarimbun (1989 : 31), konsep adalah istilah atau definisi
yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok
atau individu yang menjadi pusat ilmu sosial.
Untuk memberikan batasan-batasan yang jelas dari masing-masing konsep
guna menghindari adanya salah pengertian, maka definisi beberapa konsep yang
dipakai dalam penelitian ini akan dikemukakan sebagai berikut :
1. Analisis Kebijakan; diartikan sebagai proses yang bermaksud untuk memberikan
rekomendasi yang bermanfaat bagi pembuat kebijakan yang baik, atau merupakan
usaha yang bersifat multi disipliner untuk memperoleh data informasi guna
memberikan alternatif pemecahan suatu masalah mengenai dampak dan resiko
atau akibat yang diterima baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan
oleh suatu obyek. Dalam kontek penelitian tesis ini obyek yang dimaksud adalah
proses berlangsungnya kebijakan pemekaran wilayah yang menimbulkan dampak
yang diterima oleh masyarakat di kabupaten baru (Kabupaten Batu Bara) akibat
lahirnya kebijakan pemekaran wilayah.
2. Desentralisasi; dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 diartikan sebagai
penyerahan wewenang Pemerintah kepada Pemerintah Daerah Otonom dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3. Otonomi Daerah; dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 diartikan sebagai
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
65
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara; merupakan
serangkaian tindakan pemerintah yang dilaksanakan
dengan tujuan untuk membentuk Batu Bara sebagai
daerah otonom berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 129
Tahun 2000. Serangkaian tindakan tersebut dilakukan
dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat,
percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi,
percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian
daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah,
peningkatan keamanan dan ketertiban serta peningkatan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
3.6 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan serangkaian kegiatan untuk mengukur
berbagai indikator dari variabel yang telah ditentukan. Konsep operasional adalah
uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator sehingga
lebih memudahkan operasionalisasi dari suatu penelitian.
Dalam hal ini definisi operasional dimaksudkan untuk menjadikan konsep-
konsep di atas menjadi lebih terukur. Adapun definisi operasional dalam penelitian
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
66
ini adalah ”Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara dalam
Perpektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000,” dapat diukur sebagai berikut :
1. Proses Berlangsungnya Kebijakan Pemekaran Wilayah Batu Bara
a. Perumusan masalah kebijakan merupakan kegiatan untuk menentukan identitas
masalah kebijakan dengan terlebih dahulu mengerti dan memahami sifat dari
masalah tersebut sehingga akan mempermudah para pihak yang berkepentingan
dalam menentukan sifat proses perumusan kebijakan, yang diukur melalui
indikator:
1. Sumber issue, dalam hal ini siapa yang pertama kali memunculkan issue
pemekaran wilayah tersebut.
2. Dampak masalah, yaitu apakah masalah tersebut berdampak hanya pada
kelompok tertentu atau pada masyarakat secara keseluruhan.
3. Tanggapan para pihak yang berkepentingan terhadap masalah pemekaran
wilayah Kabupaten Batu Bara.
b. Penyusunan agenda pemerintah adalah kegiatan untuk memilih dan menentukan
masalah publik yang perlu mendapat prioritas utama, yang diukur dengan
indikator:
- Tuntutan dan tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan.
- Adanya kepentingan dari masing-masing pihak dalam masalah tersebut.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
67
- Dukungan Pemerintah Daerah dan DPRD Asahan terhadap pembentukan
daerah Kabupaten Batu Bara.
- Dukungan Pemerintah Pusat dan DPR Republik Indonesia terhadap
pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara.
c. Pengesahan kebijakan merupakan kegiatan bargainig dan persuasion yang
dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan, diukur dengan indikator :
1. Kesepakatan para pihak yang berkepentingan.
2. Opini publik, yaitu tanggapan secara umum masyarakat terhadap masalah
pemekaran wilayah Batu Bara.
3. Dukungan administrasi, yaitu syarat-syarat atau kriteria menurut Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000 dalam proses pemekaran wilayah Kabupaten
Batu Bara.
2. Dalam penelitian ini pemekaran Kabupaten Batu Bara dapat diukur dengan
indikator menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 sebagai
berikut :
Tabel. 1 Indikator Pemekaran Wilayah Menurut Perspektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000
No Syarat/Kriteria Indikator Sub Indikator
1 Kemampuan Ekonomi
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
1. PDRB perkapita 2. Pertumbuhan ekonomi 3. Kontribusi PDRB terhadap
PDRB total
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
68
2. Penerimaan Daerah Sendiri
4. Rasio Penerimaan Daerah Sendiri (PDS) terhadap Pengeluaran Rutin
5. Rasio Penerimaan Daerah Sendiri (PDS) terhadap PDRB
2 Potensi Daerah 3. Lembaga Keuangan
6. Rasio bank per 10.000 penduduk
7. Rasio bukan bank per 10.000 penduduk
4. Sarana dan Prasarana Ekonomi
8. Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk
9. Rasio pasar per 10.000 penduduk
5. Sarana Pendidikan
10. Rasio sekolah SD per penduduk 11. Rasio sekolah SLTP per
penduduk usia SLTP 12. Rasio sekolah SLTA per
penduduk usia SLTA 6. Sarana Sekolah
13. Rasio penduduk usia Perguruan Tinggi (PT) per penduduk 19 tahun ke atas
14. Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk
15. Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk
7. Sarana Transportasi dan Komunikasi
16. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor roda 2,3 atau perahu atau perahu motor
17. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor roda 4 atau lebih atau kapal motor
18. Persentase pelanggan telepon terhadap jumlah rumah tangga
19. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga
20. Rasio kantor pos termasuk jasa-jasa per 10.000 penduduk
21. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
69
8. Sarana Pariwisata
22. Jumlah hotel/ akomodasi lainnya
23. Jumlah restoran/rumah makan 24. Jumlah obyek wisata
9. Ketenagakerjaan
25. Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas
26. Tingkat partisipasi angkatan kerja
27. Persentase penduduk yang bekerja
28. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap penduduk
3 Sosial Budaya 10. Tempat/Kegiatan Institusi Sosial
29. Rasio sarana peribadatan per 10.000 penduduk
11. Tempat/Kegiatan Institusi Sosial
30. Rasio tempat pertunjukan seni per 10.000 penduduk
31. Rasio panti sosial per 10.000 penduduk
12. Sarana Olah Raga
32. Rasio fasilitas lapangan olah raga per 10.000 penduduk
4 Sosial Politik
13. Partisipasi Masyarakat dalam Berpolitik
33. Rasio penduduk yang ikut pemilu terhadap penduduk yang mempunyai hak lain
14. Organisasi Kemasyarakatan
34. Jumlah organisasi kemasyarakatan
5 Jumlah Penduduk
15. Jumlah Penduduk
35. Jumlah penduduk
6 Luas Daerah
16. Luas Daerah
36. Rasio jumlah penduduk urban terhadap jumlah penduduk*
37. Luas wilayah keseluruhan 38. Luas wilayah efektif yang dapat
dimanfaatkan 7 Lain-lain
17. Keamanan dan
Ketertiban 39. Angka kriminalitas per 10.000
Penduduk 18. Ketersediaan
Sarana dan Prasarana Pemerintahan
40. Rasio gedung yang ada terhadap kebutuhan minimal gedung pemerintahan
41. Rasio lahan yang ada terhadap kebutuhan minimal untuk sarana/ prasarana pemerintahan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
70
19. Rentang Kendali
42. Rata-rata jarak kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi/ kabupaten induk)
43. Rata-rata lama waktu perjalanan dari kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi/ kabupaten induk)
Keterangan : * khusus untuk pembentukan daerah otonom perkotaan.
3.7 Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton (Moleong, 2000:103) adalah proses mengatur
urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian
dasar. Selanjutnya dijelaskan bahwa analisis data dilakukan untuk memberikan arti
yang signifikan terhadap data, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di
antara dimensi-dimensi uraian.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah
dikumpulkan. Setelah dipelajari dan dipahami, langkah selanjutnya penilaian data
dengan cara mengkategorikan data primer dan sekunder yang dilakukan dengan cara
pencatatan serta melakukan kritik atas data yang terkumpul untuk melihat data mana
yang akan dipakai untuk dianalisis. Penilaian data dilakukan dengan memperhatikan
prinsip validitas, obyektivitas dan realibilitas. Untuk memenuhi prinsip tersebut
ditempuh prosedur; (1) Mengkategorikan data primer dan data sekunder yang
dilakukan dengan sistem pencatatan yang relevan, (2) Melakukan kritik atas data
yang tersedia. Kritik ini ditujukan untuk melakukan kontrol apakah data tersebut
relevan untuk digunakan (Nawawi,1992).
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
71
Data yang telah tersusun selanjutnya diinterpretasi melalui pemahaman
intelektual dan pendekatan induktif yang dibangun atas dasar pengalaman empiris
terhadap data, fakta dan informasi yang dikumpulkan dan disusun. Langkah ini
membutuhkan kecermatan yang harus dibekali dengan seperangkat teori dan konsep
yang telah disusun.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
72
4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Batu Bara
a. Luas Wilayah Kabupaten Asahan 4.624,41 km2, setelah dilakukan pemekaran
berubah menjadi :
(1). Kabupaten Asahan (Induk) : 3.702,21 km2
(2). Kabupaten Batu Bara : 922,20 km2
b. Jumlah Kecamatan di Kabupaten Asahan adalah 20 (dua puluh) kecamatan.
Setelah dimekarkan berubah menjadi :
1. Kabupaten Asahan (Induk) adalah 13 (tiga belas) kecamatan, yaitu :
1) Kecamatan Bandar Pasir Mandoge
2) Kecamatan Bandar Pulau
3) Kecamatan Pulau Rakyat
4) Kecamatan Aek Kuasan
5) Kecamatan Sei Kepayang
6) Kecamatan Tanjung Balai
7) Kecamatan Simpang Empat
8) Kecamatan Air Batu
9) Kecamatan Buntu Pane
10) Kecamatan Meranti
11) Kecamatan Air Joman
12) Kecamatan Kisaran Barat, dan
13) Kecamatan Kisaran Timur
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
73
2. Kabupaten Batu Bara adalah 7 (tujuh) kecamatan, yaitu :
1) Kecamatan Medang Deras
2) Kecamatan Sei Suka
3) Kecamatan Air Putih
4) Kecamatan Lima Puluh
5) Kecamatan Talawi
6) Kecamatan Tanjung Tiram, dan
7) Kecamatan Sei Balai
Wilayah Kabupaten Batu Bara terletak antara 20031 – 30051 LU dan 990 11 –
99071 BT dengan batas-batas sebagai berikut :
1. Sebelah Timur dengan Kecamatan Air Joman, Meranti.
2. Sebelah Barat dengan Kabupaten Deli Serdang.
3. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Simalungun.
4. Sebelah Utara dengan Selat Malaka.
Wilayah Kabupaten Batu Bara yang terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan dengan
7 (tujuh) kelurahan dan 94 (sembilan puluh empat) desa dengan luas wilayah 92.220
Ha (19,94% dari luas wilayah Kabupaten Induk/ Asahan) adalah sebagai berikut :
1. Kecamatan Tanjung Tiram mempunyai luas wilayah 17.379 Ha.
2. Kecamatan Sei Balai mempunyai luas wilayah 10.988 Ha.
3. Kecamatan Talawi mempunyai luas wilayah 8.980 Ha.
4. Kecamatan Lima Puluh mempunyai luas wilayah 23.955 Ha.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
74
5. Kecamatan Air Putih mempunyai luas wilayah 7.224 Ha.
6. Kecamatan Sei Suka mempunyai luas wilayah 17.147 Ha.
7. Kecamatan Medang Deras mempunyai luas wilayah 6.547 Ha.
Sementara apabila wilayah Batu Bara ini ditambah dengan luas lautan (Selat
Malaka) 12 mil laut dari garis pantai sekitar 7.000 Ha.
Gambar. 1 Peta Kabupaten Batu Bara
Wilayah Batu Bara ini sangat strategis, menjadi kota transit antar kabupaten
di Sumatera Utara seperti Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, Serdang Bedagai dan
Deli Serdang. Kemudian juga letaknya merupakan perlintasan jalan lintas timur
Sumatera menghubungkan antara Provinsi Sumatera Utara dengan Provinsi Riau.
Selain itu di wilayah ini terdapat pelabuhan ekspor-impor Kuala Tanjung dan dilalui
jalur kereta api Medan – Rantau Prapat/ Tanjung Balai/ Kisaran.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
75
4.1.1 Ibukota dan Sarana Pendukung
Ibukota Kabupaten Batu Bara adalah di Lima Puluh, sesuai dengan
Keputusan DPRD Kabupaten Asahan yang secara permanen akan dibangun di atas
tanah milik PT. Kuala Gunung. Untuk sementara Kantor Bupati, DPRD, Dinas-dinas/
Badan terkait mengunakan beberapa gedung yang sudah tersedia di Kecamatan Lima
Puluh dan eks Kantor Proyek Bah Bolon.
4.1.2 Asset dan Kepegawaian
Pemerintah Kabupaten Asahan telah mempersiapkan personil yang akan
diserahkan kepada calon Kabupaten Batu Bara yang sesuai dengan kualifikasi yang
dipersyaratkan, demikian juga struktur organisasi yang telah dipersiapkan sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2003. Asset yang akan diserahkan dari
Pemerintah Kabupaten Asahan kepada Kabupaten Batu Bara telah dilakukan
inventarisasi oleh Pemerintah Kabupaten Asahan.
4.1.3 Iklim, Suhu Udara dan Curah Hujan
Iklim di wilayah Batu Bara adalah iklim tropis dengan temperatur udara
antara 23 – 27 0 C dan curah hujan rata-rata 1.702 mm/ tahun. Permukaan bumi relatif
datar dan landai karena letaknya di tepi pantai dengan ketinggian dari permukaan laut
antara 0 – 80 m, sehingga sangat memungkinkan untuk dikembangkan menjadi pusat
perkebunan, perdagangan, industri, jasa maupun permukiman.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
76
Luas wilayah daerah Kabupaten Asahan 4.624,41 km2 atau 462.441 Ha
merupakan salah satu wilayah yang cukup luas di Provinsi Sumatera Utara dengan
jumlah 20 (dua puluh) kecamatan. Oleh karena itu untuk mengendalikan
pertumbuhan wilayah Batu Bara yang semakin pesat baik di bidang perkebunan,
industri dan perdagangan harus dibarengi dengan tugas dan pelimpahan wewenang
yang lebih besar, terutama dalam memberikan pelayan kepada masyarakat yang
tertinggal di wilayah Batu Bara.
Untuk membantu mengatasi masalah tersebut dan juga untuk mempercepat
penataan pertumbuhan wilayah Batu Bara dalam rangka percepatan pelayanan
pembangunan, pertumbuhan penduduk dan pemerintahan, maka kematangan dalam
menyusun rencana-rencana pembangunan harus bertumpu pada kesejahteraan
masyarakat wilayah Batu Bara.
4.1.4 Kondisi Ekonomi
Dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan sehubungan dengan
urusan Rumah Tangga Daerah, faktor kemampuan keuangan daerah sangat
menentukan. Untuk itu berdasarkan suatu kajian kemampuan wilayah Batu Bara
dengan asumsi wilayah Batu Bara sekitar 19,94% dari luas wilayah Kabupaten
Asahan ditambah dengan annual fee dari PT. Inalum kondisi keuangan daerah dapat
dilihat pada tabel dibawah :
Tabel. 2 Perkiraan Penerimaan Daerah
Jenis Penerimaan Perkiraan Share
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
77
Penerimaan (Rp) (%) I. PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH A. Pajak Daerah 1. Pajak Pembangunan I (PP-I) 2. Pajak hotel & restoran 6.979.000,00 0,013. Pajak hiburan 12.362.800,00 0,024. Pajak Restoran 35.202.155,76 0,065. Pajak reklame 7.271.121,00 0,016. Pajak Penerangan Jalan (PPJ) 1.981.666.591,56 3,237. Pajak Pemanfaatan ABT & APU 900.000.000,00 1,478. Penerimaan Annual Fee PT Inalum 928.656.248,20 1,519. Pajak Penggalian Gol C 25.529.760,26 0,04Jumlah A 3.897.667.676,78 6,35B. Retibusi Daerah 1. Persampahan dan Kebersihan 5.633.050,00 0,012. Parkir di tepi jalan umum 23.01 0.760,00 0,043. Retribusi Pelayanan Pasar 66.029.993,96 0,114. Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan 1.196.400,00 0,005. Pemakaian kekayaan daerah 52.997.289,72 0,096. Terminal 33.898.000,00 0,067. Rumah Potong Hewan 12.136.231,75 0,028. Ijin Mendirikan Bangunan 83.292002,11 0,149. Ijin Bangunan (HO) 21.156.634,91 0,0310. Pengelolaan Limbah Cair 27.715.249,20 0,0411. Pelayanan Kesehatan 139.580.000,00 0,2312. Penggantian Biaya Cetak KTP dan Aket 23.629.668,12 0,0413. Ijin Usaha dan Jasa Konstruksi 10.219.250,00 0,0214. Ijin dan Penggudangan 33.549.050,00 0,0515. Retribusi Lainnya 35.079.046,20 0,06Jumlah B 564.185.265,97 0,92C. Lain-lain PAD yang sah 1. Sumbangan Wajib PN (Daerah dan
Swasta) 132.547.333,46 0,22
2. Pendahuluan Biaya Pungut PBB 7.976.000,00 0,013. Jasa Giro 199.400,00 0,004. Pendapatan Lain-lain 598.200.000,00 0,97Jumlah C 738.922.733,48 1,20
II PENERIMAAN DANA PERIMBANGAN PBB 4.746.530.648,74 7,73 Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan 317.173.017,80 0,52
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
78
Pengembalian dari 20% penerimaan 0,00 0,00 BPHTB Pusat kepada Daerah 137.474.734,80 0,22 Bagi Hasil Pajak Penghasilan Pasal 21 623.639.771,04 1,02 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 320.903.091,71 0,52 Pajak Kendaraan Bermotor 817.540.000,00 1,33Jumlah 6.963.261.264,08 11,34III POS DANA ALOKASI UMUM DAU 46.569.870.000,00 75,87 Dana Penyeimbang 504.482.000,00 0,82Jumlah 47.074.352.000,00 76,69IV POS DANA ALOKASI KHUSUS Dana Reboisasi 37.332.066.80 0,60V POS DANA ALOKASI KHUSUS 2.107.587.766,38 3,43JUMLAH 61.383.309.133,50 100,00
Konsekuensi logis dari otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab
dalam pelaksanaan pembangunan yang berkesinambungan, daerah dituntut untuk
dapat menggali potensi yang ada di daerahnya untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah kabupaten dituntut
untuk semakin meningkatkan kemandirian keuangan daerahnya agar dapat
melaksanakan dan membiayai urusan rumah tangga daerahnya sendiri. Untuk itu
daerah kabupaten perlu menggali sumber-sumber pembiayaan yang cukup dalam
melaksanakan urusan pemerintahan dan pembangunan.
Dengan demikian, sebagai daerah otonom, daerah mempunyai wewenang dan
tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-
prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada
masyarakat. Prinsip dasar pemberian otonomi dimaksud didasarkan atas
pertimbangan bahwa daerahlah yang lebih mengetahui kebutuhan dan standar
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
79
pelayanan bagi masyarakat di daerahnya. Atas dasar pertimbangan ini, maka
pemberian otonomi diharapkan akan lebih mampu memacu pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan adanya otonomi daerah, maka diharapkan
pemerintah daerah dapat memanfaatkan peluang dan mencari terobosan untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya sehingga dapat menjadi bagian sumber
keuangan terbesar atau menjadi andalan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan.
Sehubungan hal tersebut, Davey (1988 : 258) mengatakan bahwa otonomi
daerah menuntut adanya kemampuan pemerintah daerah untuk menggali sumber-
sumber penerimaan yang tidak bergantung kepada pemerintah pusat dan mempunyai
kekuasaan di dalam menggunakan dana-dana tersebut untuk kepentingan masyarakat
daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.
Posisi keuangan merupakan hal yang sangat penting terutama jika dikaitkan
dengan pelaksanaan otonomi. Artinya, keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas
dari kemampuan daerah dalam bidang keuangan, terutama kemampuan penerimaan
keuangan daerah sektor Pendapatan Asli Daerah. Namun demikian, hal ini tidaklah
dimaksudkan bahwa semua kebutuhan daerah kabupaten dapat dibiayai sendiri oleh
kabupaten yang bersangkutan, karena sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah
hanyalah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah disamping subsidi dari
pemerintah pusat dan provinsi serta penerimaan yang sah lainnya yang ditentukan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
80
oleh Undang-undang Nomor 32 tahun 2004. Oleh karena itu peran Pendapatan Asli
Daerah sebagai sumber penerimaan yang murni di daerah, dijadikan salah satu tolak
ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab.
Pajak Daerah wilayah Batu Bara berjumlah Rp 3.897.667.676,78 dan
Retribusi Daerah berjumlah Rp 564.185.265,97, Lain-lain PAD yang sah berjumlah
Rp 738.922.733,48, Penerimaan Dana Perimbangan berjumlah Rp 6.963.261.264,08,
Pos Dana Alokasi Umum berjumlah Rp 6.963.261.264,08, Pos Dana Alokasi Khusus
berjumlah Rp 2.107.587.766,38 masih jauh dari harapan dana yang dibutuhkan bagi
jalannya pemerintahan dan tidak dapat dipungkiri Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
dan sumber daya alam merupakan sumber pendapatan yang paling cepat dan
memungkinkan untuk meningkatkan Pendapatan Daerah di wilayah Batu Bara.
Namun, tanpa kebijakan pengelolaan dan penegakan hukum yang jelas, maka apa
yang dialami daerah berkaitan dengan Pajak Daerah , Retribusi Daerah dan sumber
daya alamnya akan bisa menjadi lebih buruk.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber-
sumber penerimaan untuk peningkatan pendapatan daerah, maka kiranya perlu
dianalisis potensi ekonomi (kontribusi) dari masing-masing sektor termasuk di
dalamnya adalah sektor perikanan, pajak daerah, industri dan pertanian. Sehingga
pada akhirnya dapat menyususun perencanaan pembangunan di daerah secara efektif
dan efisien sebagai modal pembangunan dalam mewujudkan otonomi daerah.
Dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan sehubungan dengan
Urusan Rumah Tangga Daerah, faktor kemampuan keuangan daerah sangat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
81
menentukan. Untuk itu berdasarkan data-data di atas jelas bahwa kemampuan
wilayah Batu Bara dalam hal keuangan masih banyak membutuhkan dana bagi
jalannya pemerintahan daerah nantinya dan pelayanan bagi masyarakat. Sehingga
pemerintah daerah perlu melakukan pengembangan dan pengelolaan segala potensi
bagi penerimaan daerah yang bernilai secara efisien dan efektif dalam pembangunan
dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.
4.1.5 Potensi Daerah
Wilayah Batu Bara dengan luas ± 92.220 Ha mempunyai potensi wilayah
yang dapat dikembangkan sebagai sektor pertanian dan perkebunan, industri,
perdagangan dan sektor-sektor lainnya. Kabupaten Batu Bara memiliki potensi
daerah yang cukup menonjol di sektor perindustrian, pertanian, perikanan dan
perkebunan khususnya di sektor industri dengan keberadaan PT.INALUM,
PT.Multimas Nabati dan PT.Domba Mas.
Potensi-potensi Wilayah Batu Bara Meliputi :
4.1.5.1 Pertanian
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
82
Tanaman pangan di wilayah Batu Bara adalah padi, ubi kayu dan jagung.
Adapun hasil produksi tanaman pangan adalah sebagai berikut :
Tabel. 3 Jumlah Produksi Tanaman Pangan Wilayah Batu Bara
No Komoditi Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Rata-rata (Kw/ Ha)
1 Padi Sawah 39.867 181.377 45,50 2 Jagung 386 1.217 31,53 3 Ubi Rambat 67 886 132,24 4 Ubi Kayu 419 13.023 310,81 5 Kacang Kedelai 940 1.049 11,16 6 Kacang Tanah 52 62 11,92 7 Kacang Hijau 117 89 7,61
Sumber Data : Statistik Asahan 1998
Kegiatan perekonomian masyarakat Batu Bara dari hasil produksi tanaman
pangan wilayah Batu Bara berupa padi sawah, jagung, ubi rambat, ubi kayu, kacang
kedelai, kacang tanah, kacang hijau terpusat di pasar yang terletak di setiap
kecamatan- kecamatan. Keberadaan pasar Batu Bara tersebut sangat menunjang
perekonomian masyarakat yang mengandalkan sektor pertanian dan perdagangan.
Selain menampung hasil pertanian setempat, pasar tersebut juga menampung hasil
pertanian dari kecamatan-kecamatan lain yang ada di wilayah Batu Bara sebelum
didistribusikan ke berbagai tempat. Hal ini telah memberikan kontribusi dalam
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekaligus memberikan
dampak positif bagi upaya meningkatkan pendapatan daerah.
4.1.5.2 Perkebunan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
83
Hasil perkebunan di wilayah Batu Bara terdiri dari hasil perusahaan
perkebunan dan hasil perkebunan rakyat. Produksi perkebunan ini didominasi oleh
kelapa sawit, karet, dan kakao. Hasil perkebunan lain yang juga dimiliki adalah
kelapa, cengkeh dan kulit manis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel. 4 Hasil Perkebunan Wilayah Batu Bara
No Jenis Komoditi Produksi (ton) 1 Kelapa Sawit 46.399,54 2 Karet 9.950,52 3 Kelapa 7.021 4 Kakao 1.855,89
Sumber Data : Statistik Asahan 1998
Dari tabel di atas sektor perkebunan merupakan komoditas yang banyak
diusahakan oleh masyarakat Batu Bara adalah kelapa sawit, karet, kelapa, kakao.
Komoditi perkebunan tersebut merupakan komoditas yang memiliki prospek karena
harga komoditas-komoditas tersebut cenderung berada di atas harga komoditas
pertanian pada umumnya. Untuk kondisi sekarang ini, komoditas kelapa sawit
merupakan produk dengan harga yang cenderung tinggi dan stabil.
4.1.5.3 Perikanan
Potensi perikanan di wilayah Batu Bara terutama perikanan laut. Hal ini
disebabkan letak geografis wilayah Batu Bara terletak di tepi pantai Selat Malaka.
Tabel. 5 Hasil Produksi Perikanan Laut Wilayah Batu Bara
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
84
No Jenis Ikan Produksi (ton) 1 Ikan Kembung 17.318,78 2 Ikan Pari 10.794,18 3 Ikan Bawal 8.486,30 4 Ikan Selar 5.457,19 5 Ikan Aso-aso 2.019,40 6 Lain-lain 4.005,15
Sumber Data : Statistik Asahan 1998
Bila dilihat dari dari sisi geografis, kondisi wilayah Kabupaten Batu Bara
sebahagian terdiri dari daerah laut. Sebahagian besar penduduk bermukim di wilayah
pantai dan pesisir, dengan mata pencaharian utama pada sektor perikanan/ nelayan
dan perkebunan.
Kegiatan perikanan yang dilakukan terdiri dari penangkapan dan budidaya.
Kegiatan penangkapan ikan terutama dilakukan di lepas pantai, hal ini disebabkan
wilayah Batu Bara merupakan daerah daratan dan sebahagian lagi lautan yang
bersebelahan dengan Selat Malaka. Sedangkan kegiatan budidaya yang dilakukan
yaitu budidaya laut, kolam, maupun budidaya pantai.
Sebelum pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara merupakan penghasil
ikan terbesar yang di dominasi ikan kembung yang terlihat pada tabel di atas.
Sementara itu potensi di lingkungan darat (budi daya tambak), terdapat di beberapa
tempat di wilayah Kabupaten Batu Bara. Potensi ini pada umumnya diperhitungkan
pada kawasan hutan bakau yang direkomendasikan sebagai areal budidaya perikanan.
Seterusnya, potensi budi daya laut yang ada di wilayah Kabupaten Batu Bara pada
umumnya berada di muara-muara sungai.
4.1.5.4 Industri
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
85
Industri yang berkembang di wilayah Batu Bara ini termasuk industri
berskala nasional, yaitu PT. Inalum yang memproduksi aluminium. Selain itu di
wilayah Batu Bara terkenal akan industri kerajinan tenunan songket yang disebut
Tenun Batu Bara.
4.1.5.5 Perdagangan
Perdagangan di wilayah Batu Bara dengan potensi pertanian dan industri
yang cukup besar dan berkembang, memungkinkan berbagai usaha perdagangan
dikembangkan di wilayah ini baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal
maupun untuk kebutuhan pengusaha industri dan masyarakat luar daerah. Hal ini
ditunjang dengan keberadaan pasar, koperasi dan perbankan serta bermacam jenis
pertokoan baik besar maupun kecil yang tersebar di seluruh kecamatan.
4.1.5.6 Pariwisata dan Prasarana Hiburan
Dari sektor pariwisata ini, sarana dan prasarana yang tersedia meliputi
prasarana hiburan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. 6 Prasarana Hiburan
No Jenis Jumlah 1 Bioskop - 2 Taman Rekreasi 2 3 Rumah Bola -
Sumber Data : Statistik Asahan 1998
Selain itu di wilayah Batu Bara terdapat 7 (tujuh) kawasan wisata, yaitu :
1. Pantai Kuala Sipore di Kecamatan Medang Deras
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
86
2. Pantai Kubah Padang di Kecamatan Medang Deras
3. Pantai Beting Bogak di Kecamatan Tajung Tiram
4. Istana Lima Laras di Kecamatan Tanjung Tiram
5. Perupuk di Kecamatan Lima Puluh
6. Danau Laut Tador di Kecamatan Air Putih
7. Pantai Pasir Putih di Kecamatan Air Putih
8. Pulau Pandan dan Pulau Salah Nama di Kecamatan Tanjung Tiram
4.1.5.7 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh wilayah Batu Bara meliputi Rumah
Sakit Umum (RSU), Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Dokter dan Perawat, lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. 7 Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis
No Jenis Jumlah 1 RSU 1 2 Puskesmas 8 3 Puskesmas Pembantu 63 4 Dokter 31 5 Perawat 104 6 Bidan 148
Sumber Data : Statistik Asahan 1998
Dengan jumlah penduduk wilayah Batu Bara 336.868 jiwa, sementara itu
jumlah Rumah Sakit Umum berjumlah 1 buah, Puskesmas berjumlah 8 buah dan
Puskesmas Pembantu 63 buah, Dokter berjumlah 31 orang, perawat berjumlah 104
orang dan bidan berjumlah 148 orang belum sepenuhnya sarana maupun tenaga
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
87
medis tersebut mampu melayani masyarakat dibidang kesehatan. Jadi jelas bahwa
banyaknya masyarakat yang harus dilayani dibidang kesehatan, maka masih banyak
lagi sarana kesehatan dan tenaga medis yang harus difasilitasi oleh Pemerintah
Kabupaten Batu Bara.
4.1.5.8 Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang dimiliki wilayah Batu Bara mulai dari pendidikan
dasar hingga sekolah lanjutan tingkat atas baik swasta maupun negeri yang tersebar di
seluruh wilayah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel. 8 Fasilitas Pendidikan Umum dan Agama Wilayah Batu Bara
No Jenis Jumlah 1 Taman Kanak-kanak 8 2 Sekolah Dasar 248 3 SLTP 33 4 SLTA 21 5 Madrasah Ibtidaiyah 28 6 Madrasah Tsanawiyah 30 7 Madrasah Aliyah 13 8 Perguruan Tinggi -
Sumber Data : Statistik Asahan 1998
Dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia di wilayah Batu Bara, dari
jumlah Taman Kanak-kanak yang hanya berjumlah 8 (delapan) buah, Sekolah Dasar
berjumlah 248 buah, SLTP berjumlah 33 buah, SLTA berjumlah 21 Buah, Madrasah
Ibtidaiyah berjumlah 28 buah, Madrasah Tsanawiyah berjumlah 30 buah, Madrasah
Aliyah berjumlah 13 buah dan Perguruan Tinggi tidak ada, maka masih banyak
fasilitas pendidikan dan tenaga pendidik yang harus dipenuhi dan dapat diartikan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
88
bahwa pendidikan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat di wilayah Batu Bara
dan perlu mendapat perhatian khusus oleh Pemerintah Kabupaten Batu Bara bagi
peningkatan kualitas sumber daya manusia wilayah Batu Bara.
4.1.5.9 Fasilitas Transportasi
Fasilitas sarana dan prasarana transportasi di wilayah Batu Bara ditunjang
oleh ruas jalan lintas timur yang cukup panjang (± 50 Km) dengan beberapa
jembatan. Adapun jenis alat angkutan yang merupakan sarana pendukung transportasi
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. 9 Jenis Alat Angkutan
No Jenis Jumlah 1 Bus Umum 33 2 Bus Mini 38 3 Truck 45 4 Sedan/ Jeep/ Pick Up 110 5 Sepeda Motor 272 6 Becak Mesin 37 7 Becak Dayung/ barang 66
Total 601 Sumber Data : Statistik Asahan 1998
Dari data di atas menunjukkan bahwa sarana transportasi masih dibutuhkan
dalam jumlah yang cukup banyak lagi terutama bus umum, mengingat jumlah
penduduk yang cukup banyak jumlahnya menggunakan jasa angkutan umum dalam
rangka untuk memudahkan segala urusan pekerjaan dan keperluan rutinitas lainnya,
sehingga pemerintah Kabupaten Batu Bara perlu memperhatikan sarana dan
prasarana transportasi .
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
89
4.1.5.10 Fasilitas Komunikasi
Fasilitas komunikasi yang tersedia di Kabupaten Batu Bara adalah
Sambungan Telepon Otomat (STO), stasiun relay TV, kantor pos serta perkumpulan
radio amatir ORARI/ RAPI maupun radio SSB. Saluran sambungan telepon yang
dimiliki masyarakat Batu Bara oleh PT. Telkom mencapai 2.165 pelanggan.
4.1.5.11 Fasilitas Peribadatan
Fasilitas peribadatan merupakan salah satu prasarana yang dibutuhkan dalam
memenuhi kebutuhan batin masyarakat wilayah Batu Bara. Fasilitas peribadatan yang
ada di Batu Bara dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. 10 Fasilitas Peribadatan
No Jenis Jumlah (unit) 1 Mesjid 194 2 Mushalla 322 3 Gereja 195 4 Vihara 7 5 Kuil 2
Total 720 Sumber Data : Statistik Asahan 1998
Dengan adanya semangat keberagamaan dan toleransi antar umat beragama
yang terjalin dengan baik, hal ini sangat mendukung proses pemantapan nilai-nilai
spritual masyarakat, sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi segala kebijakan
yang diterapkan oleh pemerintah daerah yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
90
4.1.5.12 Fasilitas Kegiatan Sosial
Fasilitas kegiatan sosial yang ada sebagai wahana dalam pengembangan
kebudayaan adalah 4 (empat) lembaga kebudayaan dan seni sebagai tempat berkreasi
melestarikan budaya bagi seluruh masyarakat.
Sebagai sarana olah raga masyarakat wilayah Batu Bara memiliki 17 buah
lapangan olah raga yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan
kesehatan, juga dapat dijadikan sebagai sarana mengukir prestasi pada berbagai
cabang olah raga. Sarana olah raga yang cukup memadai terutama ditunjang oleh
keberadaan perusahaan perkebunan dan industri berskala besar di wilayah Batu Bara.
4.1.5.13 Sosial Politik
Sesuai dengan adanya konstitusi yang telah mengamanatkan bahwa segenap
warga negara diberikan hak dan kesempatan yang sama dalam menyalurkan aspirasi
politik mendapat sambutan yang baik di wilayah Batu Bara. Kesadaran politik
masyarakat wilayah Batu Bara dalam menyalurkan aspirasi politiknya terlihat bahwa
202.858 jiwa telah menggunakan hak pilihnya dari 247.388 jiwa yang mempunyai
hak pilih.
4.1.6 Perkembangan Penduduk Kabupaten Batu Bara
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
91
Jumlah penduduk pada akhir tahun 1998 sebanyak 336.868 jiwa dan rumah
tangga sebanyak 65.538 Kepala Keluarga, dari pertumbuhan penduduk tahun 1997 ke
tahun 1998 terdapat kenaikan sebanyak 3.869 jiwa. Kepadatan penduduk pada tahun
1998 sebayak 4 (empat) jiwa per Ha atau 365 jiwa per km2.
Dari jumlah penduduk tersebut, pada umumnya tinggal di wilayah pedesaan
sehingga mayoritas penduduk merupakan penduduk rural dan minoritas tinggal di
wilayah perkotaan. Hal ini menunjukkan wilayah Batu Bara juga memiliki lahan yang
cukup luas untuk dikembangkan sebagai pertanian dan perkebunan.
Pada tahun 1998 jumlah penduduk wilayah Kabupaten Batu Bara berjumlah
336.868 jiwa yang terdiri dari 168.951 jiwa penduduk laki-laki dan 167.953 jiwa
penduduk perempuan.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Kabupaten Asahan dan Kedatukan Batu Bara
Perjalanan Sultan Aceh "Iskandar Muda" ke Johor dan Malaka tahun 1612
dapat dikatakan sebagai awal dari sejarah Asahan. Dalam perjalanan tersebut,
rombongan Sultan Iskandar Muda beristirahat di kawasan sebuah hulu sungai yang
kemudian dinamakan Asahan. Perjalanan dilanjutkan ke sebuah "Tanjung" yang
merupakan pertemuan antara Sungai Asahan dengan Sungai Silau dan bertemu
dengan Raja Simargolang. Di tempat itu juga Sultan Iskandar Muda mendirikan
sebuah pelataran sebagai "Balai" untuk tempat menghadap, yang kemudian
berkembang menjadi perkampungan. Perkembangan daerah ini cukup pesat sebagai
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
92
pusat pertemuan perdagangan dari Aceh dan Malaka, sekarang ini dikenal dengan
"Tanjung Balai".
Dari hasil perkawinan Sultan Iskandar Muda dengan salah seorang putri
Raja Simargolang, lahirlah seorang putera yang bernama Abdul Jalil yang menjadi
cikal bakal dari Kesultanan Asahan. Abdul Jalil dinobatkan menjadi Sultan Asahan I.
Pemerintahan Kesultanan Asahan dimulai tahun 1630 yaitu sejak dilantiknya Sultan
Asahan yang ke-I s/d XI. Selain itu di daerah Asahan, pemerintahan juga
dilaksanakan oleh Datuk-datuk di wilayah Batu Bara yang pada awalnya merupakan
daerah otonom yang dipimpin oleh Kedatukan Batu Bara yang terdiri dari 5 (lima)
kerajaan di wilayah Batu Bara.
Pada tanggal 12 September 1865, Kesultanan Asahan berhasil dikuasai
Belanda. Sejak itu, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Belanda. Kekuasaan
Pemerintahan Belanda di Asahan/ Tanjung Balai dipimpin oleh seorang Kontroler,
yang diperkuat dengan Gouverments Besluit tanggal 30 September 1867, No. 2
tentang pembentukan Afdeling Asahan yang berkedudukan di Tanjung Balai dan
pembagian wilayah pemerintahan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
1) . Onder Afdeling Batu Bara
2) . Onder Afdeling Asahan
3) . Onder Afdeling Labuhan Batu
Kerajaan Sultan Asahan dan pemerintahan Datuk-datuk di wilayah Batu
Bara tetap diakui oleh Belanda, namun tidak berkuasa penuh sebagaimana
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
93
sebelumnya. Wilayah pemerintahan kesultanan dibagi atas Distrik dan Onder Distrik,
yaitu:
1). Distrik Tanjung Balai dan Onder Distrik Sungai Kepayang
2). Distrik Kisaran
3). Distrik Bandar Pulau dan Onder Distrik Bandar Pasir Mandoge
Sedangkan wilayah pemerintahan Datuk-datuk di Batu Bara dibagi menjadi
wilayah Self Bestuur, yaitu:
1). Self Bestuur Indrapura
2). Self Bestuur Lima Puluh
3). Self Bestuur Pesisir
4). Self Bestuur Suku Dua (Bogak dan Lima Laras)
Pada tanggal 13 Maret 1942, Pemerintahan Belanda berhasil ditundukkan
oleh Pemerintahan Fasisme Jepang yang dipimpin T. Jamada dengan mengganti
nama struktur pemerintahan menjadi Asahan Bunsyu dan bawahannya Fuku Bunsyu
Batu Bara. Selain itu, wilayah yang lebih kecil dibagi menjadi Distrik, yaitu Distrik
Tanjung Balai, Kisaran, Bandar Pulau, Pulau Rakyat dan Sei Kepayang.
Pemerintahan Fasisme Jepang berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 dan
tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan. Sesuai
dengan perkembangan Ketatanegaraan Republik Indonesia, maka berdasarkan
Undang-undang No. 1 Tahun 1945 Komite Nasional Indonesia wilayah Asahan
dibentuk pada bulan September 1945. Pada saat itu pemerintahan yang dipegang oleh
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
94
Jepang sudah tidak ada lagi, tetapi Pemerintahan Kesultanan dan Pemerintahan Fuku
Bunsyu di Batu Bara masih tetap ada.
Pada tanggal 15 Maret 1946, berlaku struktur Pemerintahan Republik
Indonesia di Asahan dan wilayah Asahan dipimpin oleh Abdullah Eteng sebagai
Kepala Wilayah dan Sori Harahap sebagai Wakil Kepala Wilayah, sedangkan
Asahan dibagi atas 5 (lima) kewedanaan, yaitu:
1). Kewedanaan Tanjung Balai
2). Kewedanaan Kisaran
3). Kewedanaan Batu Bara Utara
4). Kewedanaan Batu Bara Selatan
5). Kewedanaan Bandar Pulau
Kemudian setiap tahun, tanggal 15 Maret diperingati sebagai "Hari Jadi
Kabupaten Asahan". Pada Konferensi Pamong Praja Se-Keresidenan Sumatera Timur
pada bulan Juni 1946 diadakan penyempurnaan struktur pemerintahan, yaitu:
1). Sebutan Wilayah Asahan diganti dengan Kabupaten Asahan
2). Sebutan Kepala Wilayah diganti dengan Bupati
3). Sebutan Wakil Kepala Wilayah diganti dengan Patih
4). Kabupaten Asahan dibagi menjadi 15 (lima belas) wilayah kecamatan, terdiri
dari:
a). Kewedanaan Tanjung Balai dibagi atas:
(1). Kecamatan Tanjung Balai
(2). Kecamatan Air Joman
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
95
(3). Kecamatan Simpang Empat
(4). Kecamatan Sei Kepayang
b). Kewedanaan Kisaran dibagi atas:
(1). Kecamatan Kisaran
(2). Kecamatan Air Batu
(3). Kecamatan Buntu Pane
c). Kewedanaan Batu Bara Utara dibagi atas:
(1). Kecamatan Medang Deras
(2). Kecamatan Air Putih
d). Kewedanaan Batu Bara Selatan dibagi atas:
(1). Kecamatan Talawi
(2). Kecamatan Tanjung Tiram
(3). Kecamatan Lima Puluh
e). Kewedanaan Bandar Pulau dibagi atas:
(1). Kecamatan Bandar Pulau
(2). Kecamatan Pulau Rakyat
(3). Kecamatan Bandar Pasir Mandoge
Dengan mempertimbangkan posisi yang lebih strategis, maka pada tanggal
20 Mei 1968, melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1980, Ibukota Kabupaten
Asahan dipindahkan dari Kota Tanjung Balai ke Kota Kisaran.
Kemudian, eksistensi Batu Bara dalam sejarah wilayah Batu Bara telah
dihuni oleh penduduk sejak tahun 1720 M, ketika itu Batu Bara terdapat 5 (lima)
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
96
suku penduduk yaitu Lima Laras, Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh dan Suku Boga.
Kelima suku tersebut masing-masing dipimpin oleh seorang Datuk yang juga
memimpin wilayah teritorial tertentu. Setiap Datuk kepala suku mendapat
pengangkatan dan capnya dari Sultan Siak.
Batu Bara adalah bagian dari Kerajaan Siak dan Johor, untuk mewakili
kepentingan Kerajaan Siak dan Johor diangkatlah Bendahara yang mewakili Datuk-
datuk diseluruh Batu Bara secara turun temurun. Sistem pemerintahan di Batu Bara
waktu itu ialah Bendahara dan dibawahnya terdapat sebuah Dewan yang anggota-
anggotanya di pilih oleh Datuk-datuk yang anggotanya terdiri dari : Syahbandar
(tetap dipilih orang yang berasal dari suku Tanah Datar), Juru Tulis (tetap dipilih
orang yang berasal dari suku Lima Puluh), Mata-mata (tetap dipilih orang yang
berasal dari suku Lima Laras), Penghulu Batangan (tetap dipilih orang yang berasal
dari suku Pesisir).
Nama Batu Bara (Batubahara) telah tercantum dalam literatur di abad ke-16
”membayar upeti kepada Raja Haru”. Laporan utusan Pemerintah Inggris dan Penang
John Anderson telah mengunjungi Batu Bara pada tahun 1823 dalam bukunya
“Mission To The Eastcoast Of Sumatra”.
Pada tahun 1885 Pemerintah Hindia Belanda membayar ganti rugi kepada
Pemerintah Kerajaan Siak dan berhubungan langsung dengan Datuk-datuk Hindia
Belanda yang diikat dengan penjanjian ”Politic Contract”, yang wilayahnya
termasuk Simalungun, Inderagiri, Batu Bara dan Labuhan Batu.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
97
Pada tahun 1889 Residensi Sumatera Timur terbentuk dan beribukota di
Medan, Residensi Sumatera Timur ini terdiri dari 5 (lima) Afdeling, yaitu : Afdeling
Deli yang langsung di bawah Residen di Medan, Afdeling Batu Bara berkedudukan
di Labuhan Ruku, Afdeling Asahan berkedudukan di Tanjung Balai, Afdeling
Labuhan Batu berkedudukan di Labuhan Batu, Afdeling Bengkalis berkedudukan di
Bengkalis.
Afdeling (kabupaten) Batu Bara terdiri dari 8 (delapan) Landschap (setara
dengan kecamatan) dan masing-masing Landschap dipimpin oleh seorang Raja.
Afdeling Batu Bara dan Afdeling Asahan bukan wilayah yang disatukan tetapi
sebuah wilayah yang bertetangga dan sama setaranya dengan Afdeling lainnya
seperti Deli, Labuhan Batu dan Bengkalis.
Afdeling Batu Bara termasuk wilayah Batak pedalaman yaitu Batak (suku)
Simalungun. Berdasarkan sensus penduduk yang diselenggarakan oleh pemerintah
Hindia Belanda tahun 1933 penduduk asli Batu Bara berjumlah 32.052 jiwa. Pada
saat Indonesia merdeka tahun 1945 wilayah Batu Bara berubah nama, sebutan
landschap bertukar menjadi kecamatan. Khusus Batu Bara lebih dahulu digelar
namanya menjadi kewedanaan yang membawahi 5 (lima) kecamatan yaitu
Kecamatan Tanjung Tiram, Kecamatan Talawi, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan
Air Putih, dan Kecamatan Medang Deras. Kewedanaan Batu Bara beribukota di
Labuhan Ruku. Setelah terjadi hingga 4 (empat) masa kepemimpinan Kewedanaan,
nama Kewedanaan di cabut sehingga yang ada hanya nama 5 (lima) sektor
kecamatan dan tergabung dengan wilayah Asahan dengan nama Kabupaten Asahan.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
98
4.2.2 Perjuangan Pembentukan Kabupaten Batu Bara
Keinginan masyarakat di wilayah eks Kewedanaan Batu Bara untuk
membentuk sebuah kabupaten otonom sudah dirintis sejak tahun 1957. Namun,
akibat dinamika politik nasional hingga akhir tahun 60-an (1969) mengalami stagnasi
yang kemudian masyarakat Batu Bara mengaspirasikan kembali dengan
bergabungnya 5 (lima) kecamatan dalam sebuah misi mewujudkan kabupaten yaitu
Kabupaten Batu Bara, maka dibentuklah Panitia Pembentukan Otonom Batu Bara
(PPOB) yang diprakarsai oleh salah seorang tokoh masyarakat yang pernah menjadi
Anggota DPRD Kebupaten Asahan. PPOB ini berkedudukan di Jalan Merdeka
Kecamatan Tanjung Tiram. Karena Undang-undang Otonomi Daerah belum
dikeluarkan oleh pemerintah, perjuangan ini tertunda untuk membentuk Kabupaten
Batu Bara yang otonom.
Gambar. 2 Logo GEMKARA
Di era reformasi lebih kurang 30 tahun setelah terbakarnya kantor PPOB di
Tanjung Tiram, pada tahun 1999 terbentuklah panitia pemekaran yaitu Badan Pekerja
Persiapan Pembentukan Kabupaten Batu Bara (BP3KB) - Gerakan Masyarakat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
99
Menuju Kesejahteraan Batu Bara (GEMKARA). Hal ini bertujuan untuk
mewujudkan daerah (kabupaten) otonom sesuai dengan isyarat Undang-undang No.
22 Tahun 1999 yang sekarang direvisi menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Masyarakat Batu Bara menilai bahwa terbentuknya Kabupaten Batu Bara
adalah hasil perjuangan masyarakat Batu Bara, dimana sejak dicetuskannya kembali
pada tahun 1999 usaha dan keinginan masyarakat Batu Bara ditolak oleh Pemerintah
Kabupaten Asahan.
Walaupun tidak direstui oleh Pemerintah Kabupaten Asahan, masyarakat
Batu Bara yang tergabung dalam GEMKARA berupaya melakukan pendekatan
persuasif kepada pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, dengan prinsip “Surut
Berpantang Batu Bara Harus Menjadi Kabupaten.” Adapun usaha perjuangan
GEMKARA -BP3KB dalam mewujudkan Kabupaten Batu Bara adalah sebagai
berikut :
1. Berdasarkan surat DPR Republik Indonesia No. PW.006/1538/DPR- RI/2005
tanggal 3 Maret 2005 Perihal Tindak Lanjut Pembentukan Kabupaten Batu Bara
yang ditujukan kepada Pimpinan Komisi II DPR Republik Indonesia bahwa
proses pembentukan Kabupaten Batu Bara di Kabupaten Asahan Provinsi
Sumatera Utara telah diproses di Komisi II DPR Republik Indonesia yang telah
diusulkan kepada Presiden Republik Indonesia lewat Usul Inisiatif DPR
Republik Indonesia. Kemudian berdasarkan surat Gubernur Sumatera Utara
yang diterbitkan pada tanggal 29 Januari 2004 No. 135/549/2004 ditujukan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
100
kepada Bapak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Perihal Kunjungan
TIM DPOD. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berharap dengan DPRD
Kabupaten Asahan yang telah tidak keberatan terhadap pembentukan Kabupaten
Batu Bara dan DPRD Sumatera Utara juga telah merekomendasikan serta
mendukung pembentukan Kabupaten Batu Bara, maka sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000 diharapkan Tim Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah (DPOD) dapat segera melaksanakan observasi ke daerah calon
Kabupaten Batu Bara.
2. Sehubungan dengan sangat urgensinya usaha perjuangan pembentukan
Kabupaten Batu Bara, berikut akan diuraikan dinamika berkaitan dengan
apresiasi masyarakat yang tergabung dalam GEMKARA - BP3KB sebagai
upaya perjuangan mewujudkan Kabupaten Batu Bara, yaitu sebagai berikut :
a. Usaha pembentukan Kabupaten Batu Bara telah memasuki kurun waktu 5
(lima) tahun sejak dicetuskannya kembali pada tahun 1999 yang
sebelumnya sudah pernah diperjuangkan pada tahun 1957. Pasca reformasi
kurun waktu 1999 s/d 2001 aspirasi tersebut muncul kembali. Aspirasi
sebagai cerminan demokrasi tersebut disambut dengan tidak harmonis
dengan dikeluarkannya sebuah produk Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2001
tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) yang bertentangan
dengan aspirasi masyarakat dan peraturan pemerintah yang lebih tinggi. Isi
PROPEDA tersebut tertuang pada angka 2 (dua) pada kegiatan pokok
program pembangunan daerah yang menyebutkan bahwa “Upaya
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
101
rasionalisasi pola berpikir masyarakat melalui pendekatan persuasif,
khususnya terhadap provokasi memisahkan diri dari wilayah Kabupaten
Asahan, serta sosialisasi kepada masyarakat bahwa sampai pada tahun 2005
tidak ada Kabupaten Asahan.”
b. Pada tanggal 10 Oktober 2001 DPRD Sumatera Utara menerbitkan surat
No. 4673/18/Sekr ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara bahwa
DPRD Provinsi Sumatera Utara tidak keberatan terhadap Pemekaran
Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan, dan meminta kepada Gubernur Sumatera Utara menindaklanjuti
usulan pembentukan Kabupaten Batu Bara.
c. Pada tanggal 19 Oktober 2001 Sekretariat DPR RI menerbitkan surat
No.PW.006/5297/DPR-RI/2001 yang menjelaskan bahwa Pimpinan Komisi
II DPR Republik Indonesia harus menindakianjuti kunjungan Wakil Ketua
DPR Republik Indonesia/ Korinbang ke Kabupaten Asahan dan calon
Kabupaten Batu Bara yang ditindaklanjuti dengan kedatangan delegasi
GEMKARA - BP3KB yang menyerahkan Naskah Pengkajian Teknis
Pemekaran Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten
Batu Bara diteruskan sebagai bahan masukan pada rapat dengan pasangan
kerja Komisi II, khususnya Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
d. Pada tanggal 5 Desember 2001 surat Gubernur Sumatera Utara
menerbitkan surat No. 136/19727 yang ditujukan kepada Bupati Asahan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
102
yang menerangkan bahwa pada dasarnya Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara tidak keberatan dengan aspirasi masyarakat Batu Bara dalam usaha
pembentukan Kabupaten Batu Bara sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan yang berlaku.
e. Pada tanggal 24 Mei 2002 DPRD Kabupaten Asahan berdasarkan Peraturan
Daerah Pemerintah Kabupaten Asahan No. 6 Tahun 2001 menolak aspirasi
masyaraakat Batu Bara dengan mengeluarkan surat keputusan
No. 05/K/DPRD/2002 Tentang Penetapan Penolakan/ Tidak Menyetujui
Pemekaran Kabupaten Asahan Terhadap Pembentukan Kabupaten Batu
Bara.
f. Surat bersifat penting pada tanggal 30 Juni 2002 ditujukan kepada
Pimpinan DPR Republik Indonesia Perihal Penyampaian Usul RUU
Inisiatif DPR Republik Indonesia tentang Pembentukan Kabupaten Luwu
Timur, Mamuju Utara, Humbang Hasundutan, Serdang Jaya, Samosir dan
Kabupaten Batu Bara. Pernyataan Usul Inisiatif tersebut di ajukan oleh 57
orang pengusul Anggota DPR Republik Indonesia yang selanjutnya
keluarlah Rancangan Undang - undang Republik Indonesia Tanpa
Nomor Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Humbang
Hasundutan, Samosir, Serdang Jaya, dan Kabupaten Batu Bara di Provinsi
Sumatera Utara.
g. Laporan Singkat Komisi II DPR Republik Indonesia membidangi
MENDAGRI, DEPKEH dan HAM, Jaksa Agung, MENEG, LAN, BKN,
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
103
BPN, POLRI, dan Penegakan Hukum tanggal 3 Juli 2002 Tentang
Penyampaian Aspirasi Pembentukan Kabupaten Batu Bara oleh
GEMKARA - BP3KB. Rapat Sub Komisi II Pemerintahan Dalam Negeri
dan Otonomi Daerah dengan GEMKARA - BP3KB dipimpin oleh Ketua
Sub Otonomi Daerah Komisi II DPR Republik Indonesia Prof. DR. Manase
Malo dan pada tanggal 10 Juli 2002 DPR RI menerbitkan surat
No. PW.00/602/Kom.II/VII/2002 kepada Bupati Asahan berkaitan dengan
Rencana dan Jadwal Kunjungan Sub Komisi Pemerintahan Dalam Negeri
dan Otonomi Daerah Komisi II DPR Republik Indonesia. Kunjungan
tersebut berdasarkan permohonan dari masyarakat yaitu GEMKARA -
BP3KB melalui surat yang diterbitkan tanggal 04 Juli 2002. Dalam
kunjungan tersebut Rombongan Tim Komisi II DPR Republik Indonesia
yang terdiri dari :
1. Prof.DR.Manase Malo sekaligus menjabat sebagai Ketua Sub Komisi
Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dari Fraksi PKB.
2. Hobbes Sinaga, SH, MA dari Fraksi PDIP.
3. Drs. Berny Tamara dari Fraksi PG.
4. Drs. H.A. Chozin Chumaidy dari Fraksi PPP.
5. Syaifullah Adnawi, SH dari Fraksi PKB.
6. H.Muttammimul Ula, SH dari Fraksi PBR/ Reformasi.
7. Kohirin Suganda dari Fraksi TNl/Polri.
8. Drs. H.M. Qasthalani, LML dari Fraksi PBB.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
104
9. Tjetje Rahawarin dari Fraksi PDI.
10. Erna Agustina, S.Sos sebagai Staf Komisi II DPR Republik Indonesia.
h. Dalam prinsip hukum sebuah produk peraturan tidak boleh bertentangan
dengan peraturan dan atau undang-undang yang lebih tinggi diatasnya.
Kehadiran Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Asahan No. 6 Tahun
2001 pada dasarnya bertentangan dengan Undang-undang No. 22 Tahun
1999 dan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 sehingga pada tanggal
17 September 2002 Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia
menerbitkan surat No. 188.342/SJ kepada Bupati Asahan bahwa
Departeman Dalam Negeri Republik Indonesia berpendapat bahwa
Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2001 khususnya angka 2 (dua) pada
kegiatan pokok PROPEDA bertentangan dengan kepentingan umum,
karena aspirasi masyarakat bukanlah ancaman tetapi merupakan kehidupan
demokrasi yang perlu dibina dan diarahkan, sebab pemekaran daerah
bertujuan untuk pendekatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Kemudian hal tersebut diminta kepada Bupati Asahan untuk mencabut/
merevisi Peraturan Daerah tersebut.
Pada tanggal 24 September 2003 Menteri Dalam Negeri menerbitkan Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 76 Tahun 2003 Tentang Pembatalan
angka 2 (dua) pada Kegiatan Pokok Program Pembangunan Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten Asahan No. 6 Tahun 2001 tanggal 24
September 2003 Tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA).
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
105
Seminggu berselang setelah terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri
No. 76 Tahun 2003 pada tanggal 3 Oktober 2003 Bupati Asahan
menyatakan keberatan atas Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 76 Tahun
2003 tanggal 24 September 2003 yang disampaikan melalui surat
No. 180/8376 ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri.
i. Pada tanggal 4 November 2003 Menteri Dalam Negeri menjawab surat
Bupati Asahan No. 180/8376 melalui penerbitan surat No. 188.42/2764/SJ
ditujukan Kepada Bupati Asahan bahwa Menteri Dalam Negeri
keberatan/menolak terhadap permohonan Bupati Asahan untuk
mempertimbangkan pembatalan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 76
Tahun 2003. Surat tersebut juga ditujukan kepada Mahkamah Agung
sebagai dasar permohonan Yudicial Review. Atas sikap Ketua Mahkamah
Agung Republik Indonesia tanggal 7 Juni 2004 No. KMA/354/VI/2004
yang juga ditujukan kepada Saudara OK. Arya Zulkarnain, SH, MM selaku
Ketua Umum Badan Pekerja Persiapan Pembentukan Kabupaten Batu Bara
(BP3KB) perihal mohon penjelasan tertulis atas surat Bupati Asahan
No.180/8376 tanggal 3 Oktober 2003 dan No. 180/8308 tanggal 13 Oktober
2003. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Mahkamah Agung tidak ada
kompetensi mengenai pembentukan kabupaten. Artinya bahwa surat
permohonan fatwa yang dilakukan oleh Bupati Asahan adalah salah alamat
karena Mahkamah Agung tidak memiliki kompetensi terhadap persoalan
pembentukan kabupaten.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
106
Kehadiran Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 76 Tahun 2003 telah
merubah pendirian sebagian Anggota DPRD Kabupaten Asahan sehingga
lahirlah Jadwal Paripurna Khusus DPRD Kabupaten Asahan yang tertuang
dalam surat DPRD Kabupaten Asahan No. 005/2822 tentang Undangan
Sidang Paripurna Khusus DPRD Kabupaten Asahan dengan agenda :
(1) Pengajuan Usul Pernyataan Pendapat 21 (dua puluh satu) orang Anggota
DPRD Kabupaten Asahan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat
dalam usaha pembentukan Kabupaten Batu Bara; (2) Pandangan terhadap
pengajuan usul pernyataan pendapat 21 (dua puluh satu) orang Anggota
DPRD Kabupaten Asahan; (3) Bupati Asahan menyatakan pendapat tentang
pengajuan usul pernyataan pendapat 21 (dua puluh satu) orang Anggota
DPRD Kabupaten Asahan; (4) Pernyataan pendapat 21 (dua puluh satu)
orang Anggota DPRD Kabupaten Asahan memberikan jawaban atas
pandangan Anggota DPRD Kabupaten Asahan; (5) Penetapan keputusan
DPRD Kabupaten Asahan menerima atau menolak pernyataan pendapat
Anggota DPRD Kabupaten Asahan menjadi pernyataan DPRD Kabupaten
Asahan.
Dalam Rapat Paripurna Khusus yang telah dijadwalkan mengalami
kekisruhan yang disebabkan munculnya kelompok-kelompok yang
mengahalangi berjalannya sidang paripurna. Intimidasi, teror dan
penyanderaan yang dilakukan kepada Anggota DPRD Kabupaten Asahan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
107
ketika mengajukan usul pernyataan pendapat untuk menggagalkan sidang
paripurna tersebut.
Akibat aksi teror tersebut, 21 (dua puluh satu) orang Anggota DPRD
Kabupaten Asahan yang mengajukan usul pernyataan pendapat melaporkan
persoalan sekitar intimidasi ketika dalam menjalankan proses demokratisasi
kepada Gubernur Sumatera Utara, Komisi II DPRD Provinsi Sumatera
Utara, Departemen Dalam Negeri, Komisi Pemerintahan Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah Komisi II DPR Republik Indonesia pada tanggal 28
Oktober 2002. Kemudian pada tanggal 11 Nopember 2002 DPRD Provinsi
Sumatera Utara menerbitkan surat No. 6934/18/Sekr yang ditujukan kepada
Gubernur Sumatera Utara yang menyatakan bahwa aspirasi masyarakat dari
3 (tiga) Kabupaten (Asahan, Tapanuli Selatan dan Simalungun) yang
menginginkan pemekaran disikapi dan direspon secara positif oleh DPR
Republik Indonesia dan Departemen Dalam Negeri. Khusus Kabupaten
Asahan, Gubernur Sumatera Utara harus mengambil langkah-langkah
preventif guna menghindari terjadinya konflik horizontal yang disebabkan
adanya masyarakat yang pro dan kontra. Selanjutnya DPR Republik
Indonesia dalam hal ini Komisi II DPR Republik Indonesia akan
mengagendakan Rapat Kerja dengan Menteri Dalam Negeri dengan
mengikutsertakan Gubernur Sumatera Utara, DPRD Sumatera Utara, Bupati
Asahan, Bupati Tapanuli Selatan dan Bupati Simalungun serta Panitia
Pemekaran dari 3 (tiga) kabupaten tersebut.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
108
Melihat konflik horizontal yang terjadi di Kabupaten Asahan berkenaan
dengan aspirasi masyarakat Batu Bara, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
menerbitkan surat tanggal 22 Oktober 2002 No. 9582/Sekr/X/2002 yang
ditujukan kepada Bupati Asahan, bahwa Bupati Asahan agar mengupayakan
terpeliharanya iklim yang kondusif, mencegah terjadinya bentrokan massa
serta akses-akses yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan massa
berkaitan pro dan kontra pembentukan Kabupaten Batu Bara.
DPRD Provinsi Sumatera Utara juga mengambil sikap tegas hingga
menerbitkan surat tanggal 22 Oktober 2002 No. 6597/18/Sekr yang
ditujukan kepada Ketua DPR Republik Indonesia dan Menteri Dalam
Negeri Perihal Pemekaran Kabupaten Asahan, bahwa DPRD Provinsi
Sumatera Utara setelah mempelajari, maka pada prinsipnya DPRD Provinsi
Sumatera Utara tidak keberatan dan menudukung sepenuhnya terhadap Usul
Pembentukan Kabupaten Batu Bara.
j. Ketika surat Gubernur Sumatera Utara tanggal 25 Oktober 2002
No. 136/8953/2002 Perihal Pemekaran Kabupaten Asahan yang
menyatakan bahwa implementasi otonomi harus dilakukan menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan daerah lain dan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Kemudian, terbit pula surat Ketua-ketua Fraksi
DPRD Kabupaten Asahan tanggal 2 Desember 2003 ditujukan kepada
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
109
Ketua DPRD Kabupaten Asahan yang menjelaskan bahwa untuk sesegera
mungkin menyikapi proses pembentukan Kabupaten Batu Bara sesuai
dengan hasil Rapat Pimpinan DPRD Kabupaten Asahan, dimana Ketua -
ketua Fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Asahan demi untuk memenuhi
aspirasi masyarakat, maka dibuatlah rekomendasi untuk memekarkan
Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara.
k. Pada tanggal 3 Desember 2003 DPRD Kabupaten Asahan menerbitkan
surat No. 135/3044 yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Perihal Menyikapi Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
No. 76 Tahun 2003. Surat tersebut menyatakan bahwa DPRD Kabupaten
Asahan menampung dan tidak keberatan terhadap aspirasi masyarakat Batu
Bara serta akan meneruskan aspirasi masyarakat Batu Bara tersebut kepada
Pemerintah Pusat. Hal ini terjadi akibat Bupati Asahan tetap menolak
pemekaran Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten
Batu Bara dan tidak mengindahkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
No. 76 Tahun 2003 serta menolaknya dengan surat Bupati Asahan
No. 180/8376 tanggal 3 Maret 2003. Dengan kondisi ini, menyerahkan
sepenuhnya kepada kebijakan Pemerintah Pusat untuk mengambil langkah-
langkah preventif, persuasif untuk mencegah terjadinya konflik horizontal.
Agar tidak terjadinya konflik horizontal yang berkepanjangan di Kabupaten
Asahan, maka DPRD Kabupaten Asahan meminta Pemerintah Pusat untuk
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
110
dapat mengambil kebijaksanaan yang harus diterima dalam waktu tidak
terlampau lama.
l. Pada tanggal 19 Desember 2003 Gubernur Sumatera Utara menerbitkan
surat No. 135/11567 yang ditujukan kepada Bapak Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Perihal Penyampaian Usul Pembentukan Kabupaten
Batu Bara dan surat Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara tanggal 24
Desember 2003 No. 6300/18/Sekr yang ditujukan kepada Bapak Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia Perihal Usul Pembentukan Kabupaten
Batu Bara.
m. Terbit surat DPRD Provinsi Sumatera Utara No. 291/18/Sekr tanggal 17
Januari 2003 Perihal Pemekaran Wilayah ditujukan kepada Pimpinan DPR
Republik Indonesia Cq. Ketua Komisi II DPR Republik Indonesia dan terbit
kembali surat DPRD Kabupaten Asahan tanggal 28 Mei 2004 No. 135/990
ditujukan kepada Bupati Asahan agar Menerbitkan Rekomendasi
Persetujuan Pembentukan Kabupaten Batu Bara.
n. Berdasarkan aspirasi masyarakat Batu Bara dan kemauan politik
Pemerintah Kabupaten Asahan dan DPRD Kabupaten Asahan maka
dicantumkanlah Biaya Pembentukan Kabupaten Batu Bara dianggarkan
dalam APBD Kabupaten Asahan Tahun 2005, hal ini juga senada dengan
Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 903/2650.K/2005 tentang
Bantuan Dana dalam APBD Provinsi Sumatera Utara bagi calon Kabupaten
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
111
Batu Bara di Wilayah Provinsi Sumatera Utara kepada Departemen Dalam
Negeri Republik Indonesia dan Komisi II DPR Republik Indonesia.
o. Sikap inkonsistensi lembaga DPRD Kabupaten Asahan terhadap aspirasi
masyarakat Batu Bara dalam usaha mewujudkan Kabupaten Batu Bara
terobati dengan terbentuknya Panitia Khusus Pemekaran Wilayah
Kabupaten Asahan oleh DPRD Kabupaten Asahan.
p. Dari data administratif yang perlu dilengkapi dalam rangka pemekaran
wilayah Kabupaten Asahan untuk pembentukan Kabupaten Batu Bara
sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Departemen Dalam Negeri dari
12 (dua belas) yang harus dipenuhi telah terlengkapi, yaitu sebagai berikut :
1. Adanya aspirasi masyarakat untuk pembentukan Kabupaten Batu Bara
yang di sampaikan oleh GEMKARA - BP3KB surat
No. 11/BP3KB.III/2002 tanggal 11 Maret 2002.
2. Surat Keputusan DPRD Kabupaten Asahan No.23/K/DPRD/2005
tanggal 4 Agustus 2005 Perihal Persetujuan Pemekaran Wilayah
Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu
Bara.
3. Surat Usulan Pemekaran Wilayah Kabupaten Asahan menjadi
Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara oleh Bupati Asahan
No.130/4634 tanggal 11 Juli 2005.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
112
4. Surat Keputusan DPRD Provinsi Sumatera Utara No.11/K/2005 tanggal
18 Oktober 2005 Perihal Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten
Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara.
5. Surat Usulan Pemekaran Wilayah Kabupaten Asahan menjadi
Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara dari Gubernur Sumatera
Utara No.130/7186 tanggal 27 Oktober 2005.
6. Kajian Pemekaran Wilayah Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten
Asahan dan Kabupaten Batu Bara oleh Pemerintah Kabupaten Asahan.
7. Peraturan Daerah Kabupaten Induk (Kabupaten Asahan) tentang
Pembentukan Kecamatan No.28 Tahun 2000.
8. Peta wilayah Kabupaten Batu Bara sebagai calon kabupaten yang akan
dibentuk dan dilegalisir oleh Pemerintah Kabupaten Asahan dan
kabupaten/kota yang berbatasan dengan calon kabupaten.
9. Surat Keputusan DPRD Kabupaten Asahan tentang penetapan Ibukota
Kabupaten Batu Bara No. 24/K/DPRD/2005 tanggal 4 Agustus 2005.
10. Surat Keputusan DPRD Kabupaten Asahan tentang Kesanggupan
Dukungan Dana dari Kabupaten Induk selama 3 (tiga) tahun berturut-
turut No.25/K/DPRD/2005 tanggal 4 Agustus 2005.
11. Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara untuk mengalokasikan dana
bantuan kepada kabupaten yang baru dibentuk (Kabupaten Batu Bara)
dari APBD Provinsi selama 3 (tiga) tahun berturut-turut
No.903/2650.K/2005 tanggal 20 Desember 2005, dan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
113
12. Formulir isian data kelengkapan calon daerah otonom baru yang diisi
oleh pemerintahan kabupaten ditandatangani oleh Bupati dan Ketua
DPRD Kabupaten Asahan.
Aspirasi masyarakat menuntut pemekaran wilayah
Kabupaten Batu Bara yang disampaikan pada waktu expose.
Berdasarkan data yang ada, secara tertulis aspirasi
masyarakat terdiri dari :
1. Anggota-anggota Alim Ulama dan Umat Kristen – Budha.
2. Kelompok masyarakat alim ulama, cerdik pandai, tokoh
masyarakat dan ketua adat.
3. Lembaga adat Kabupaten Asahan.
4. Kelompok masyarakat desa.
5. Pemuda, wanita, perantauan, pemuka adat di rantau.
Sesuai dengan hasil konfirmasi dengan berbagai
kalangan masyarakat yang ada di wilayah Batu Bara sangat
mendukung pemekaran Kabupaten Asahan menjadi
Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara melalui surat
dukungan serta keikut sertaan masyarakat pada saat expose.
Selanjutnya dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan
dalam Keputusan DPRD Kabupaten Asahan No. 23/K/DPRD/2005 tentang
Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Asahan untuk Pembentukan Kabupaten
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
114
Batu Bara dan Keputusan DPRD Kabupaten Asahan No. 25/K/DPRD/2005 tanggal 4
Agustus 2005 tentang Kesanggupan Dukungan Dana kepada Pemerintah Kabupaten
Baru Hasil Pemekaran Kabupaten Asahan dan Keputusan DPRD Provinsi Sumatera
Utara No. 11/K/2005 tanggal 18 Oktober 2005 tentang Persetujuan Terhadap
Rencana Pemekaran Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan kajian secara mendalam dan
menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan bahwa
Pemerintah perlu membentuk Kabupaten Batu Bara.
Beberapa waktu berselang kemudian, proses pemekaran wilayah Kabupaten
Batu Bara dari laporan hasil kunjungan kerja (Tim Kerja II PAH I Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia) di Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 20 s/d 22 Juni
2006 yang membidangi masalah pemekaran wilayah, diberikan tugas dan wewenang
untuk melakukan pengkajian dan penyusunan Rancangan Undang - undang tentang
pembentukan provinsi/ kabupaten dan ibukota.
Dalam melakukan kunjungan kerja di Provinsi
Sumatera Utara telah ditinjau calon Kabupaten Batu Bara
yang merupakan pemekaran Kabupaten Asahan, calon
Kabupaten Labuhan Batu Utara dan calon Kabupaten Selatan
yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Labuhan Batu,
khususnya masalah letak calon ibukota/ calon kabupaten
daerah pemekaran.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
115
1. Kecamatan Lima Puluh sebagai calon Ibukota Batu Bara
pemekaran dari Kabupaten Asahan.
2. Calon Kabupaten Labuhan Batu Selatan di Kota Pinang.
3. Calon Kabupaten Labuhan Batu Utara di Kota Aek
Kanopan.
Tabel. 11 Anggota Tim Kerja II PAH I DPD Republik Indonesia yang melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 20 s/d 22 Juni 2006 terdiri dari :
NO N A M A PROVINSI 1 Drs.H.M. Kafrawi Rahim (Ketua
Tim Kerja II) Sumatera Selatan
2 Lundu Panjaitan, SH Sumatera Utara 3 Drs. Roger Tabigoin Sumatera Tengah 4 Hj. Hariyanti Safrin, SH Lampung 5 Hj. Djamila Somad, B.Sc Bangka Belitung 6 Drs. H. Hasan Jambi 7 Drs. A.D. Khaly Gorontalo 8 Drs.H. Harun Al Rasyid, M.Si NTB 9 K.H. Sofyan Yahya, M.A Jawa Barat
Kunjungan Tim Kerja II PAH I DPD Republik Indonesia
di Provinsi Sumatera Utara untuk menindaklanjuti aspirasi
masyarakat untuk pemekaran calon-calon kabupaten :
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
116
1. Calon Kabupaten Batu Bara sebagai pemekaran dari
Kabupaten Asahan dengan Ibukota Kecamatan Lima
Puluh.
2. Calon Kabupaten Labuhan Batu Selatan sebagai
pemekaran dari Kabupaten Labuhan Batu dengan Ibukota
Kota Pinang.
3. Calon Kabupaten Labuhan Batu Utara sebagai pemekaran
dari Kabupaten Labuhan Batu dengan Ibukota Aek
Kanopan.
Proses acara kunjungan Tim Kerja II PAH I DPD
Republik Indonesia di Provinsi Sumatera Utara meliputi :
1. Pertemuan dengan Asisten I Gubernur Sumatera Utara,
Muspida dan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara
dengan hasil pertemuan :
a. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sudah memberikan
rekomendasi ke Menteri Dalam Negeri tentang
pembentukan pemekaran 3 (tiga) kabupaten, yaitu :
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
117
1. Calon Kabupaten Batu Bara sebagai pemekaran dari
Kabupaten Asahan.
2. Calon Kabupaten Labuhan Batu dimekarkan menjadi
2 (dua) :
a. Calon Kabupaten Labuhan Batu Utara
b. Calon Kabupaten Labuhan Batu Selatan
3. Pemekaran di Tapanuli Selatan
b. Batas wilayah antara calon Kabupaten Batu Bara
sebagai pemekaran Kabupaten Asahan dan calon
Ibukota Batu Bara di Kecamatan Lima Puluh dengan
kecamatan lain dan perbatasan secara alam sehingga
tidak akan menimbulkan masalah dikemudian hari.
c. Pembentukan pemekaran wilayah yang baru nanti
supaya secara rinci menyebutkan atau mencantumkan
titik koordinat batas yang jelas antara daerahnya
sehingga tidak akan timbul masalah dimasa yang akan
datang.
2. Meninjau PT. Inalum (Peleburan Aluminium) di Kuala
Tanjung serta meninjau bagaimana proses peleburan
bahan baku dari kapal laut sampai ke pabrik (Peleburan
Aluminium).
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
118
3. Meninjau kantor dinas Bupati sementara Kabupaten Batu
Bara.
4. Pertemuan dengan Camat dan Tokoh Masyarakat
Kecamatan Lima Puluh, dimana tokoh masyarakat
mengemukakan bahwa calon ibukota dan batas wilayah
tidak ada masalah jika menetapkan Kecamatan Lima
Puluh menjadi Ibukota Batu Bara.
5. Meninjau lahan seluas 200 hektar untuk fasilitas umum
dan perkantoran yang saat ini masih dikelola oleh PTPN III
dan PT. Kwala Gunung yang dipersiapkan oleh Pemerintah
Kabupaten Asahan.
6. Pertemuan dengan Wakil Bupati Asahan, DPRD Kabupaten
Asahan, Muspida beserta tokoh masyarakat dan tokoh
adat setempat dengan kesimpulan :
a. Agar DPD Republik Indonesia dapat membuat surat
rekomendasi ke DPR Republik Indonesia dan Menteri
Dalam Negeri untuk secepatnya Kabupaten Batu Bara
terbentuk.
b. Sudah ada kajian dengan Menteri Dalam Negeri
mengenai peta batas wilayah induk dengan daerah
kabupaten pemekaran (batas alam), peta Kabupaten
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
119
Asahan setelah pemekaran dengan telah diberikannya
kepada Menteri Dalam Negeri peta Kabupaten Batu Bara
secara komprehensif.
c. Mengenai batas wilayah tidak akan ada terjadi
perselisihan.
d. Sudah diadakan inventarisasi aset-aset daerah dengan
tujuan tidak timbul permasalahan dikemudian hari,
dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pajak Bumi
dan Bangunan Rp. 61.919.543.205,-
e. Kabupaten Asahan berjanji akan memberikan bantuan
dana kepada Kabupaten Batu Bara sebesar 5 s/d 10 M.
Setelah melakukan peninjauan wilayah Batu Bara sebagai pemekaran
Kabupaten Asahan dan calon Ibukotanya Kecamatan Lima Puluh telah memenuhi
seluruh persyaratan secara administrasi, teknis maupun fisik kewilayahan dan pada
prinsipnya telah memenuhi syarat untuk dimekarkan. Kemudian Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada DPR
Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri tentang Pembentukan Kabupaten
Batu Bara.
4.2.3 Kabupaten Batu Bara Terbentuk dengan Usul Inisiatif DPR Republik
Indonesia
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
120
Menjelang masa persidangan DPR Republik Indonesia akhir 2006 terbit
surat DPR Republik Indonesia No. RU.02/6645/DPR-RI/2006 tanggal 31 Agustus
2006 Perihal Rancangan Undang-undang Pembentukan 12 (dua belas)
Kabupaten/Kota Se-Indonesia oleh DPR Republik Indonesia yang didalamnya tidak
termasuk calon Kabupaten Batu Bara.
Dengan tidak masuknya Batu Bara dalam agenda DPR Republik Indonesia,
banyak kalangan masyarakat menilai Pemerintah Kabupaten Asahan terutama Panitia
Khusus Pemekaran Kabupaten Asahan dan DPRD Kabupaten Asahan telah gagal
mengemban amanat masyarakat Batu Bara dengan bukti nyata bahwa usaha yang
dilakukan oleh Pemerintahan Kabupaten Asahan telah gagal.
GEMKARA sebagai pelopor perjuangan pembentukan Kabupaten Batu Bara
merasa terkejut atas kabar tersebut. Namun, berkat kegigihan pimpinan GEMKARA
berhasil melakukan pendekatan persuasif kepada Pemerintah Pusat yang akhirnya
terbit surat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia pada tanggal 9 Oktober 2006
No. 135/2389/SJ perihal Usul DPR Republik Indonesia mengenai 12 (dua belas)
Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Kabupaten/ Kota kepada Bapak
Presiden Republik Indonesia yang pada akhirnya Batu Bara menjadi sebuah
kabupaten otonom. Hal ini didukung oleh Amanat Presiden Republik Indonesia
Bapak DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 8 Nopember 2006 No. R-
92/PRES/11/2006 ditujukan kepada Ketua DPR Republik Indonesia Perihal Lima
Rancangan Undang-undang Pembentukan Kabupaten (termasuk Kabupaten Batu
Bara) untuk dibahas DPR Republik Indonesia guna mendapatkan persetujuan.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
121
Pembentukan Kabupaten Batu Bara dari hasil pembahasan DPR Republik
Indonesia berdasarkan usul Pemerintah disebabkan oleh banyak faktor selain telah
terpenuhinya persyaratan sesuai dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yaitu
salah satunya lebih didasarkan pada kondisi khusus pemekaran wilayah tersebut yang
diwarnai tingginya dinamika dan tingkat apresiasi masyarakat serta kurun waktu
yang menyertainya cukup lama. Faktor lainnya adalah Pembentukan Kabupaten Batu
Bara melalui Usul Inisiatif DPR Republik Indonesia pernah mengalami kegagalan.
4.2.4 Tokoh Central Perjuangan Pembentukan Kabupaten Batu Bara
Usaha masyarakat Batu Bara yang diwujudkan secara totalitas
memperjuangkan Kabupaten Batu Bara sejak dideklarasikannya sampai saat
diresmikannya pada tanggal 15 Juni 2007 tidak terlepas dari prakarsa Bapak
OK Arya Zulkarnain, SH, MM. Atas partisipasinya secara moril dan materil
pergerakan mewujudkan kabupaten Batu Bara telah sampai pada tujuannya yaitu
Batu Bara sebagai wilayah sejarah kedatukan beridiri sendiri menjadi sebuah
kabupaten otonom Batu Bara.
Pria kelahiran Solo 24 Maret 1956 ini adalah merupakan keturunan ke-7 dari
Datuk Panglima Akas yang Bergelar Sebiji Diraja Bantu. Datuk Panglima Akas
merupakan Raja terakhir Kerajaan Tanah Datar yang menjabat sebagai Syahbandar
(Sistem pemerintahan di Batu Bara waktu itu ialah Bendahara dan dibawahnya
terdapat sebuah Dewan yang anggota-anggotanya di pilih oleh Datuk-datuk yang
anggotanya terdiri dari : Syahbandar tetap dipilih orang yang berasal dari suku Tanah
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
122
Datar, Juru Tulis tetap dipilih orang yang berasal dari suku Lima Puluh, Mata-mata
tetap dipilih orang yang berasal dari suku Lima Laras, Penghulu Batangan tetap
dipilih orang yang berasal dari suku Pesisir).
Dalam Sistem Bendahara pada Pemerintahan Batu Bara, Datuk Panglima
Akas diperkirakan memimpin kedatukan Tanah Datar pada tahun 1850 – 1875.
Sebagai keturunan ke-7, kini ia mengemban sebuah amanah untuk memegang
Stempel/ Cap/ Simbol Raja/ Kedatukan Tanah Datar sebagai simbol kejayaan Datuk-
datuk di wilayah Batu Bara.
Sebagai seorang birokrat murni ia memiliki pengalaman kerja sebagai
Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Kota Medan, Kepala Bagian Keuangan
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, Kepala Dinas Pendapatan Pemerintah
Kabupaten Deli Serdang, Kepala Dinas Pendapatan Pemerintah Kabupaten Serdang
Bedagai, dan Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Serdang Bedagai,
Kepala Dinas Pendapatan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dan saat ini
sebagai Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah
Kabupaten Batu Bara.
Dalam bidang pengelolaan keuangan daerah beliau selalu berhasil
memperjuangkan agar daerah dimana ia bertugas mendapatkan dana yang layak dan
cukup dari Pemerintah Pusat. Prestasi kerjanya sebagai Kepala Dinas Pendapatan
Daerah selalu mendapatkan penghargaan Tunggal PBB atas prestasi perolehan pajak
100% dalam pengelolaan kekayaan daerah.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
123
APBD pertama Kabupaten Serdang Bedagai dan 51 (lima puluh satu)
Peraturan Daerah yang terbentuk di Kabupaten Serdang Bedagai adalah karya nyata
selaku Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.
Atas prestasinya dibidang pemerintahan pada tanggal 17 Agustus 2007
Presiden Republik Indonesia Bapak DR.H.Susilo Bambang Yudhoyono
menganugerahkan Tanda Jasa dan Kehormatan Satya Lencana Wira Karya kepada
OK. Arya Zulkarnain, SH, MM, di Jakarta.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
124
Gambar. 3 Photo bersama beberapa orang Kepala Daerah Se-Indonesia sesaat setelah upacara Penganugerahan Tanda Jasa dan Kehormatan Satya Lencana Wirakarya dari Presiden Republik Indonesia di Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta.
Berkat usaha dan perjuangan OK. Arya Zulkarnain, SH,MM bersama
masyarakat Batu Bara, akhirnya ditetapkan wilayah Batu Bara menjadi daerah
otonom yang disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM Ad Interim RI Yusril Ihza
Mahendra dengan Undang-undang RI No. 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 2 Januari 2007 dalam
Lembaran Negara RI No. 7 Tahun 2007.
4.2.5 Stakeholder Dalam Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara
Proses pemekaran wilayah Batu Bara yang tujuan utamanya sebagaimana
yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 adalah untuk
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, percepatan kehidupan demokrasi,
pembangunan ekonomi daerah dan potensi daerah, peningkatan keamanan dan
ketertiban, serta hubungan pusat dan daerah, agar kesejahteraan masyarakat segera
terwujud. Namun, apabila kebijakan pemekaran wilayah sangat syarat dengan
kepentingan yang diperankan oleh aktor-aktor kebijakan, yaitu elit-elit lokal maka
akan membuka peluang yang begitu besar bagi para pihak elit lokal tersebut untuk
duduk dilegislatif maupun dibirokrasi dan kepentingan masyarakat pun jadi
terabaikan.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
125
Dibalik upaya yang dilakukan oleh Ketua GEMKARA dan BP3KB yang
terus memperjuangkan dan mengupayakan dukungan masyarakat melalui
penggalangan masa dan sosialisasi yang dilakukan hingga ke desa-desa dan kelurahan
di seluruh wilayah Batu Bara ternyata bahwa aktor ini memiliki kepentingan untuk
duduk di dalam jabatan Bupati Batu Bara. Dengan terbentuknya Kabupaten Batu
Bara maka peluang untuk merebut jabatan Bupati Batu Bara semakin terbuka, apalagi
figur ini dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai orang yang paling
berkompeten dan menentukan dibalik kesuksesan pembentukan daerah Kabupaten
Batu Bara.
Kepentingan stakholders lainnya seperti DPRD, Partai Politik dan kelompok
kepentingan sehubungan dengan tuntutan mereka untuk membentuk daerah
Kabupaten Batu Bara adalah untuk membuka peluang menduduki jabatan anggota
DPRD, memperluas jaringan partai, dan akses untuk mempengaruhi Pemerintah
Kabupaten Batu Bara. Dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara, hingga saat ini
tercatat sejumlah partai politik baru telah membuka cabang di Kabupaten Batu Bara.
Dengan demikian maka telah tersedia channel bagi anggota partai politik yang
sekaligus merupakan anggota masyarakat untuk menduduki jabatan-jabatan partai
politik yang nantinya sangat berpeluang dalam merebut kursi anggota DPRD
Kabupaten Batu Bara. Demikian halnya dengan kelompok kepentingan yang
memainkan peran sebagai kelompok penekan akan terbuka peluang untuk
mempengaruhi pemerintah dan kemudian mendapatkan keuntungan baik secara
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
126
politik maupun ekonomi ketika program-program pembangunan ditetapkan oleh
Pemerintah Kabupaten Batu Bara.
Sementara itu bagi kalangan eksekutif, Pembentukan Daerah Kabupaten
Batu Bara akan menciptakan “lapangan pekerjaan baru” yang secara langsung akan
berdampak pada peningkatan pendapatan melalui pemberian tunjangan jabatan. Hal
ini merupakan konsekuensi logis dari pembentukan struktur organisasi pemerintah
daerah Kabupaten Batu Bara. Dengan demikian maka mau tidak mau, harus ada
jabatan-jabatan baru yang harus dibentuk untuk melaksanakan roda pemerintahan
daerah Kabupaten Batu Bara.
Masyarakat Batu Bara, berdasarkan list yang diedarkan untuk menanyakan
persetujuan atau dukungan dapat dilihat bahwa seluruh lapisan masyarakat sepakat
untuk mendukung pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara. Hal ini mungkin dapat
dipandang sebagai wujud kinerja GEMKARA dan BP3KB yang berhasil meyakinkan
masyarakat Batu Bara bahwa dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara maka
pelayanan kepada masyarakat akan menjadi lebih efisien dan lebih terjangkau, baik
secara finansial maupun dari jarak dan waktu pelayanan serta upaya untuk
mengembangkan potensi wilayah Batu Bara menjadi lebih baik.
Untuk menjawab masalah fenomena penelitian tersebut, maka secara teoritis
dapat dijelaskan sebagai upaya untuk mengenali masalah pemekaran wilayah
Kabupaten Batu Bara dalam perspektif kebijakan publik dapat dipandang sebagai
proses interaksi berbagai kelompok kepentingan dalam proses politik, melibatkan
sejumlah aktor dan dipengaruhi oleh kepentingan yang melekat pada kelompok
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
127
ataupun aktor tersebut. Proses lahirnya kebijakan publik dalam hal ini kebijakan
pembentukan Kabupaten Batu Bara merupakan suatu rangkaian kegiatan atau langkah
tindakan para aktor (stakeholders).
Berdasarkan pemahaman tersebut maka desakan stakeholders dan tindakan
pemerintah membentuk daerah Kabupaten Batu Bara dapat dilihat sebagai suatu
proses kelompok dan pengambilan keputusan. Dalam proses tersebut dapat dipandang
sebagai kehendak dari elit daerah. Oleh karena itu maka pembentukan daerah
Kabupaten Batu Bara merupakan proses interaksi berbagai kelompok dan elit beserta
dengan kepentingan mereka masing-masing.
Kemudian, apabila masalah kebijakan publik pemekaran wilayah Batu Bara
tidak memuaskan keinginan masyarakat maka besar kemungkinan kerawanan konflik
akan terjadi. Oleh karena itu secara teoritis para stakeholders yang terlibat dalam
proses pengambilan kebijakan tersebut harus independen dalam arti tidak dipengaruhi
oleh persepsi, sikap serta kepentingan-kepentingan yang diwakilinya. Karena kondisi
tersebut sangat mempengaruhi penetapan kebijakan (policy decision). Policy decision
menurut Anderson dalam Wibawa adalah pemeliharaan alternatif rancangan
kebijakan mana oleh para aktor yang terlibat dalam konversi dan ditetapkan untuk
menjadi output kebijakan (Wibawa; 1994 , 25). Di sinilah dituntut kejelian elit lokal
daerah dan pejabat publik untuk memahami kebutuhan masyarakat terhadap masalah
publik yang dihadapi. Lebih jauh lagi tidak hanya memahami, tapi mengambil
langkah langkah kebijakan yang tepat dan dapat memuaskan masyarakat yang
dipimpinnya. Jadi artinya dalam hal ini bahwa para aktor kebijakan (elit lokal daerah)
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
128
dalam merumuskan masalah dan mengambil suatu kebijakan pemekaran wilayah
Batu Bara harus benar-benar mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun
2000 yaitu untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, percepatan kehidupan
demokrasi, pembangunan ekonomi daerah dan potensi daerah, peningkatan keamanan
dan ketertiban, serta hubungan pusat - daerah, agar kesejahteraan masyarakat
terwujud.
4.3 Analisis Data
Analisis proses pembentukan wilayah Kabupaten Batu Bara dalam penelitian
ini didasarkan pada beberapa kriteria yang menentukan Batu Bara sebagai daerah
otonom. Kriteria yang dipakai dalam analisis ini berdasarkan analisis Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000.
Ketika melakukan penelitian di lapangan kepada obyek, peneliti melakukan
pendekatan wawancara mendalam dan pengumpulan data sekunder. Berdasarkan
fakta dan data dalam upaya pemekaran wilayah Batu Bara dilakukan melalui dua
pendekatan umum, yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang dipergunakan
dalam menganalisa kelayakan pemekaran Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten
Asahan dan wilayah Batu Bara sebagai kabupaten otonom. Aspek kualitatif
memfokuskan pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, yang menghasilkan
gambaran generik wilayah Batu Bara. Pengertian generik adalah bahwa indikator
yang digunakan untuk melukis berlaku untuk semua kabupaten lainnya, sehingga
dapat diperbandingkan kinerja antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
129
Sementara itu, pendekatan kualitatif digunakan untuk memberikan makna (kualitas
informasi) dari setiap skor (angka) yang diperoleh masing-masing indikator yang
diukur. Seperti misalnya, jumlah kelompok pertokoan dan rencana Ibukota
Kabupaten Batu Bara yaitu Lima Puluh dan ibukota kecamatan lainnya.
Sehubungan dengan pertokoan ini, sebagaimana diketahui Kota Lima Puluh
letaknya sangat strategis karena dipersimpangan jalan yang menghubungkan lintas
barat dan lintas timur Sumatera atau antar Kabupaten Simalungun dan Kota P. Siantar
beserta hinterland lainnya seperti Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli
Tengah dan Kota Sibolga di satu zona dengan Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten
Asahan dan Kota Tanjung Balai di zona lain serta kearah Ibukota Provinsi Kota
Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Tebing Tinggi pada zona selanjutnya,
sehingga pertokoan di daerah Batu Bara disamping berfungsi sebagai retail, juga
sangat memungkinkan sebagai pusat perdagangan antara ketiga zona tersebut. Hal
tersebut berarti, dalam pemberian skor final pada tiap-tiap indikator perlu dilakukan
pendalaman lebih lanjut atas setiap skor yang diperoleh, sehingga merupakan
masukan yang lebih berharga bagi setiap pengambil keputusan terhadap wilayah Batu
Bara sebagai kabupaten otonom.
Dalam melakukan kajian terhadap kelayakan wilayah Batu Bara, terdapat
beberapa tahapan saringan. Saringan maksudnya adalah melakukan pengkajian
terhadap aspirasi masyarakat wilayah Batu Bara serta dukungan unsur terkait tentang
keinginan Batu Bara menjadi kabupaten otonom. Pengkajian ini difokuskan pada
aspirasi masyarakat Batu Bara, persetujuan Pemerintah Kabupaten Induk baik dari
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
130
unsur aspirasi masyarakat Asahan dan pandangan serta dukungan dari Provinsi
Sumatera Utara. Hal ini juga sebagai persyaratan administratif untuk dapat dilakukan
studi kelayakan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa aspirasi dan dukungan pembentukan
kabupaten otonom Batu Bara sudah cukup kuat. Hal ini didukung oleh berbagai
dokumen seperti :
1. Pernyataan dukungan dari Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara.
2. Aspirasi dari berbagai kalangan (stakeholder) wilayah Batu Bara tentang
keinginan untuk menjadi kabupaten otonom.
Sebagaimana dilakukan kabupaten lain, wilayah Batu Bara sudah memperoleh
dukungan dari pihak-pihak tersebut.
4.3.1 Analisis Potensi Pemekaran Wilayah Batu Bara
Luas Wilayah Kabupaten Asahan 4.624,41 km2, setelah dilakukan
pemekaran menjadi 3.702,21 km2 dan Kabupaten Batu Bara 922,20 km2. Jumlah
Kecamatan di Kabupaten Asahan adalah 20 (dua puluh) kecamatan. Setelah
dimekarkan berubah menjadi 13 (tiga belas) kecamatan, yaitu : (1) Kecamatan
Bandar Pasir Mandoge; (2) Kecamatan Bandar Pulau; (3) Kecamatan Pulau Rakyat;
(4) Kecamatan Aek Kuasan; (5) Kecamatan Sei Kepayang; (6) Kecamatan Tanjung
Balai; (7) Kecamatan Simpang Empat; (8) Kecamatan Air Batu; (9) Kecamatan
Buntu Pane; (10) Kecamatan Meranti; (11) Kecamatan Air Joman; (12) Kecamatan
Kisaran Barat; dan (13) Kecamatan Kisaran Timur.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
131
Sedangkan Kabupaten Batu Bara adalah 7 (tujuh) Kecamatan, yaitu :
(1) Kecamatan Medang Deras; (2) Kecamatan Sei Suka; (3) Kecamatan Air Putih;
(4) Kecamatan Lima Puluh; (5) Kecamatan Talawi; (6) Kecamatan Tanjung Tiram;
dan (7) Kecamatan Sei Balai, dengan batas wilayah sebagai berikut : (a) Sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Bandar Khalifah dan Kecamatan Tebing Tinggi
Kabupaten Serdang Bedagai, (b) Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka,
(c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Meranti dan Kecamatan Air
Joman Kabupaten Asahan, (d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bandar
Masilam, Kecamatan Batu Nanggar, Kecamatan Bandar, Kecamatan Bosar Maligas
dan Kecamatan Ujung Padang Kabupaten Simalungun.
Kabupaten Batu Bara memiliki potensi daerah yang cukup menonjol di
sektor perindustrian, pertanian, perikanan dan perkebunan khususnya di sektor
industri dengan keberadaan PT.INALUM, PT.Multimas Nabati dan PT.Domba Mas.
Ibukota Kabupaten Batu Bara adalah di Lima Puluh, sesuai dengan
Keputusan DPRD Kabupaten Asahan yang secara permanen akan dibangun di atas
tanah milik PT.Kuala Gunung. Untuk sementara Kantor Bupati, DPRD, Dinas-
dinas/Badan terkait mengunakan beberapa gedung yang sudah tersedia di Kecamatan
Lima Puluh dan eks Kantor Proyek Bah Bolon.
Berdasarkan paparan expose Pemerintah Kabupaten Asahan pada Acara
Kunjungan Lapangan Komisi II DPR Republik Indonesia dalam rangka pemekaran
wilayah Kabupaten Asahan tanggal 1 September 2006, dapat dinilai potensi dan
asset daerah Kabupaten Batu Bara, yaitu analisis yang dilakukan terhadap seluruh
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
132
sub indikator (43 indikator), yang digali melalui data sekunder dan data primer.
Secara umum dari seluruh sub indikator yang diteliti, wilayah Batu Bara memiliki
total skor di atas rata-rata kelulusan yaitu 4,44, skor nilai tersebut diperoleh
berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode B dan C. Khusus untuk
metode A (untuk sub indikator 1, 2, dan 3), sebagaimana diterangkan oleh tim
pengkaji menggunakan analisis distribusi agar diperoleh konversi dari skor aktual ke
skor tertimbang. Total skor yang diperoleh wilayah Batu Bara dapat dideskripsikan
pada tabel berikut :
Tabel. 12 Skor Rata-rata Seluruh Indikator Bagi Pembentukan Kabupaten Otonom
KRITERIA BOBOT SKOR TERTIMBANG
Potensi Ekonomi 25 4,40 Potensi Daerah 20 3,30 Kondisi Sosial Budaya 10 3,50 Kondisi Sosial Politik 10 4,50 Jumlah Penduduk 15 6,00 Luas Daerah 15 4,33 Pertimbangan Lain 5 4,80
SKOR RATA-RATA 4,44
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
133
Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu
Bara, 2008
Dari tabel di atas, dapat diamati bahwa potensi ekonomi, kondisi sosial
politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain-lain (keamanan dan
ketertiban, ketersediaan sarana dan prasarana pemerintah, serta rentang kendali
memiliki skor diatas 4,0. Bahkan untuk aspek kependudukan diperoleh nilai 4,80. Hal
ini berarti bahwa faktor-faktor tersebut dapat dijadikan sebagai andalan bagi
penyiapan Kabupaten Batu Bara.
Namun, masih terdapat bagian yang harus mendapatkan perhatian khusus
oleh wilayah Batu Bara yaitu aspek potensi daerah yang memperoleh skor 3,30 dan
kondisi sosial budaya yang hanya memperoleh skor 3,50, meskipun demikian potensi
daerah ini bukan merupakan kendala karena jika Kabupaten Batu Bara telah terbentuk
maka ibukota kabupaten akan terbentuk kutub pertumbuhan “growth pole” baru yang
akan memacu pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Pasal 5 ayat (1)
menyatakan bahwa daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi,
potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan
pertimbangan lain yang juga disyaratkan dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Untuk dapat memperoleh
gambaran terinci tentang faktor kekuatan dan kelemahan Kabupaten Batu Bara saat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
134
ini, diperlukan analisis per kriteria dari ketujuh variabel utama pembentukan daerah
otonom.
Dengan memperoleh gambaran yang terinci tentang setiap kriteria, maka
dapat memberikan landasan yang lebih kuat dalam mengambil keputusan untuk
menolak atau menerima calon Kabupaten Batu Bara menjadi kabupaten otonom.
4.3.1.1 Analisis Kriteria Potensi Ekonomi
Tabel. 13 Potensi Ekonomi Wilayah Batu Bara
Indikator Sub Indikator Perolehan Skor
1. PDRB Perkapita 6 2. Pertumbuhan Ekonomi 4
PDRB
3. Kontribusi PDRB terhadap PDRB total 3 4. Rasio Penerimaan Daerah Sendiri
terhadap pengeluaran rutin 4 Penerimaan
Daerah Sendiri 5. Rasio Penerimaan Daerah Sendiri
terhadap PDRB 5
SKOR RATA-RATA 4,40
Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu
Bara, 2008
Pertimbangan dan tujuan utama pembentukan daerah
otonom yang baru adalah untuk mempercepat pencapaian
tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat. Secara
teoritis, untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi
diperlukan berbagai upaya yang menyangkut aspek ekonomi
makro maupun mikro. Pada pendekatan makro ekonomi
dijelaskan bahwa pola pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
135
akan ditentukan oleh aktivitas ekonomi dari berbagai sektor
ekonomi yang ada di wilayah tersebut, sedangkan pendekatan
ekonomi mikro menjelaskan bahwa daya tahan pelaku
ekonomi ditentukan oleh kemampuannya dalam mengelola
resources yang digunakannya secara efisien dalam
melakukan produksi. Muara dari kedua pendekatan tersebut
adalah kemampuan suatu daerah untuk bersaing dalam
pergulatan ekonomi nasional maupun global. Oleh karena itu
analisis aspek sosial ekonomi akan menjelaskan kondisi
makro dan mikro ekonomi pada daerah otonom yang
dibentuk.
Perkembangan perekonomian suatu daerah akan dapat
dianalisis dari beberapa variabel, diantaranya adalah
struktur perekonomian daerah, daya saing ekonomi, tingkat
pendapatan daerah yang dihitung dari PDRB-nya,
keunggulan komparatif daerah, potensi kerjasama antar
wilayah, investasi lokal dan investasi yang datang dari luar,
akses lokal pada pasar ekspor serta kekuatan PAD dan
besaran APBD. Point terpenting dalam hal ini adalah bahwa
daerah otonom yang baru harus memiliki kemampuan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
136
ekonomi yang memadai dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Sesuai dengan penjelasan Peraturan Pemerintah No.
129 Tahun 2000, kemampuan ekonomi daerah diukur dengan
menggunakan dua indikator, yakni Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dan Penerimaan Daerah Sendiri (PDS).
Indikator PDRB diukur dengan menggunakan tiga sub
indikator, yaitu PDRB perkapita, laju pertumbuhan ekonomi
serta kontribusi PDRB terhadap Produk Domesti Bruto (PDB).
Sedangkan indikator PDS diukur dengan menggunakan dua
sub indikator, yakni rasio PDS terhadap pengeluaran rutin
dan rasio PDS terhadap PDRB.
Indikator PDRB digunakan untuk melihat sejauhmana kemampuan daerah
dalam menggali dan memanfaatkan seluruh sumber daya atau faktor produksi (input)
yang ada di daerah menjadi produk barang dan jasa (output). Angka PDRB juga
memberikan indikasi tentang sejauhmana aktivitas perekonomian yang terjadi pada
suatu daerah pada periode tertentu telah menghasilkan tambahan pendapatan bagi
masyarakat. Dengan demikian adanya pertumbuhan ekonomi sebagai output yang
diharapkan akan meningkatkan pendapatan masyarakat selaku pemilik faktor-faktor
produksi.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
137
Indikator PDS digunakan untuk melihat sejauhmana kemampuan daerah
dalam menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerah dalam membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Rasio antara PDS dengan pengeluaran rutin
memperlihatkan kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai pengeluaran rutin
pemerintah daerah dengan sumber-sumber pendapatan yang berasal dari PAD. Hal ini
berarti semakin tinggi angka rasio PDS terhadap pengeluaran rutin dengan
menggunakan dana dari daerah sendiri, berarti semakin tinggi kemandirian daerah
dari segi keuangan. Sedangkan bila angka PDS dibandingkan dengan PDRB maka
angka perbandingan tersebut akan memperlihatkan sejauhmana kemampuan daerah
dalam menggali pendapatan daerah dari aktivitas-aktivitas perekonomian yang
dilaksanakan oleh masyarakat daerah. Hal ini berarti semakin tinggi rasio antara PDS
dengan PDRB maka berarti semakin besar kemampuan pemerintah daerah untuk
membiayai berbagai barang dan jasa publik yang harus disediakannya.
Dalam pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 jo. Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000 ditegaskan bahwa potensi ekonomi merupakan
aspek pertama yang dikaji dengan bobot paling besar yaitu 25 %. Hal ini disebabkan
salah satu tujuan utama pembentukan daerah otonom adalah mempercepat pencapaian
tingkat kesejahteraan masyarakat, yang umumnya diukur dari pertumbuhan ekonomi
dan pendapatan perkapita.
Kriteria ini penting untuk dikaji secara khusus, mengingat pembentukan
daerah otonom akan berimplikasi terhadap biaya penyelenggaraan pemerintah daerah.
Artinya pembentukan daerah otonom akan melahirkan urusan otonomi baru yang
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
138
akan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah untuk beban pembiayaannya. Rata-
rata skor potensi ekonomi dari kelima sub indikator yang diteliti menghasilkan skor
4,40. Jadi, jelas bahwa potensi ekonomi wilayah Batu Bara cukup meyakinkan untuk
menjadi wilayah pemekaran kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan
Kabupaten Batu Bara.
4.3.1.2 Analisis Kriteria Potensi Daerah
Pembentukan suatu daerah otonom salah satunya
perlu mempertimbangkan kriteria public utilities yang berupa
sarana dan prasarana fisik, maupun potensi yang berupa
kelembagaan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat.
Analisis terhadap kriteria public utilities terdiri dari
banyak sub indikator, yaitu Rasio Bank per 10.000
penduduk, Rasio Bukan Bank per 10.000 penduduk, Rasio
Pasar per 10.000 penduduk, Rasio sekolah SD per penduduk
usia SD, Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP, Rasio
sekolah SLTA per penduduk usia SLTA, Rasio Penduduk usia
Perguruan Tinggi per penduduk 19 tahun ke atas, Rasio
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
139
fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk, Rasio tenaga medis
per 10.000 penduduk, persentase pelanggan telepon terhadap
jumlah rumah tangga, persentase pelanggan listrik terhadap
jumlah rumah tangga, Rasio kantor pos termasuk jasa-jasa
per 10.000 penduduk, Rasio panjang jalan terhadap jumlah
kendaraan bermotor, jumlah hotel dan akomodasi lainnya,
jumlah restoran/ rumah makan, jumlah objek wisata.
Potret kondisi potensi daerah Batu Bara merupakan
salah satu parameter penting bagi penyelenggaraan
pemerintah daerah serta dinamika pembangunan untuk
mensejahterakan masyarakatnya. Sehingga potensi daerah
yang memadai merupakan salah satu jaminan bagi
terselenggaranya otonomi daerah.
Kemudahan masyarakat untuk memperoleh fasilitas
pelayanan lembaga perekonomian seperti perbankan maupun
non perbankan, menjadikan kondisi lembaga perekonomian
merupakan prasyarat penting bagi pembangunan ekonomi
masyarakat. Untuk itu aksebilitas masyarakat terhadap bank
dan non bank harus semakin mudah dan terbuka. Untuk
mengetahui tingkat aksebilitas masyarakat Batu Bara
terhadap lembaga keuangan yang ada, diukur berdasarkan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
140
rasio jumlah bank dan non bank terhadap 10.000 orang
penduduk. Asumsinya bahwa semakin kecil angka-angka
rasio tersebut merupakan indikasi bahwa semakin besar
tingkat aksebilitas masyarakat terhadap lembaga keuangan,
maka semakin besar juga skor yang diperoleh dari suatu
yang sedang dikaji.
Berkaitan dengan kondisi lembaga keuangan di Batu
Bara, apabila dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah No.
129 Tahun 2000 berada pada skor yang relatif rendah (skor
2). Hal ini berarti jumlah keuangan yang berada di wilayah
Batu Bara kurang memenuhi kebutuhan pelayanan
masyarakat.
Rasio sarana dan prasarana ekonomi Batu Bara,
apabila dilihat dari rasio jumlah pertokoan dibandingkan
dengan jumlah penduduk sebanyak 10.000 orang, masih
pertokoan yang terdapat pada Batu Bara cukup memenuhi
standart kebutuhan pelayanan masyarakat. Sementara itu,
untuk rasio jumlah pasar dibandingkan jumlah penduduk/
10.000, juga berada pada skor relatif rendah.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
141
Tabel. 14 Potensi Daerah Wilayah Batu Bara
Indikator Sub Indikator Perolehan Skor
Lembaga Keuangan
6. Rasio bank per 10.000 penduduk
2
7. Rasio bukan bank per 10.000 penduduk
2
Sarana dan Prasarana
8. Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk
4
9. Rasio pasar per 10.000 penduduk
3
Sarana Pendidikan
10. Rasio sekolah SD per penduduk usia SD
4
11. Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP
3
12. Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA
3
13. Rasio penduduk usia Perguruan Tinggi per penduduk 19 tahun ke atas
2
Sarana Kesehatan
14. Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk
4
15. Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk
3
Sarana Transportasi dan Komunikasi
16. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor roda 2,3 atau perahu/ perahu motor
3
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
142
17. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor roda 4 atau lebih atau kapal motor
3
18. Persentase penggalangan telepon terhadap jumlah rumah tangga
4
19. Persentase penggalangan listrik terhadap jumlah rumah tangga
4
20. Rasio kantor pos termasuk jasa-jasa per 10.000 penduduk
3
21. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kenderaan bermotor
5
Sarana Wisata 22. Jumlah hotel/ akomodasi lainnya
1
23. Jumlah Restoran/ Rumah Makan
4
Jumlah obyek wisata 5 Ketenagakerjaan 25. Persentase pekerjaan
yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas
4
26. Tingkat partisipasi angkatan kerja
4
27. Persentase penduduk yang bekerja
4
28. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap penduduk
2
SKOR RATA-RATA 3,30 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu
Bara, 2008
Sarana pendidikan yang terdapat di wilayah Batu Bara
dibandingkan dengan penduduk usia sekolah sudah dapat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
143
dikatakan memadai (dengan skor di atas 4). Namun, pada
sarana pendidikan SLTP, apabila dibandingkan dengan rasio
jumlah penduduk usia SLTP masih di bawah rata-rata (skor
3). Demikian pula halnya dengan rasio sekolah SLTA per
jumlah penduduk usia SLTA. Sedangkan rasio penduduk usia
perguruan tinggi per penduduk usia 19 tahun ke atas hanya
mempunyai skor 2.
Jika dilihat dari sarana kesehatan, ternyata fasilitas
kesehatan per 10.000 penduduk sudah berada pada ambang
batas kelulusan yaitu mempunyai skor 4. Sedangkan untuk
rasio tenaga medis per 10.000 penduduk masih relatif rendah
karena hanya mempunyai skor 3.
Menurut indikator sarana transportasi dan komunikasi
ternyata wilayah Batu Bara mendekati nilai kelulusan yaitu
nilai rata-rata 3,67; hal ini terjadi karena sarana jalan relatif
memadai tetapi rumah tangga pemilik kendaraan bermotor
dan perahu masih relatif sedikit.
Ditinjau menurut sarana wisata di wilayah Batu Bara
terdapat 8 (delapan) obyek wisata dari 10 obyek wisata di
Kabupaten Asahan diantaranya istana kerajaan serta wisata
pantai/ pulau. Tetapi pada obyek wisata tersebut sarana
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
144
hotel dan restoran belum menunjang pengembangan
pariwisata di wilayah Batu Bara.
Indikator ketenagakerjaan relatif sudah memadai tetapi
rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk masih relatif
rendah. Dengan rencana pembentukan kabupaten baru yang
merupakan pemekaran dai Kabupaten Asahan menjadi
Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara diharapkan
rasio pegawai negeri terhadap penduduk dapat terpenuhi.
4.3.1.3 Analisis Kriteria Sosial Budaya
Gambaran sosial budaya masyarakat wilayah Batu Bara dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel. 15 Kondisi Sosial Budaya Wilayah Batu Bara
Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Tempat Peribadatan 29. Rasio sarana peribadatan per
10.000 penduduk 5
Tempat/ Kegiatan Institusi Sosial
30. Rasio tempat pertunjukan seni per 10.000 penduduk
2
31. Rasio fasilitas sosial per 10.000 penduduk
2
Sarana Olah Raga 32. Rasio fasilitas lapangan olah raga per 10.000 penduduk
5
SKOR RATA-RATA 3,50 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu
Bara, 2008
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
145
Analisis sosial budaya pada prinsipnya berhubungan dengan aspek manusia
dan interaksinya dengan manusia lain, yang bernaung dalam suatu institusi tertentu,
dimana institusi tersebut membentuk dan mengatur pola sikap dan tingkah laku
dengan manusia lainnya. Pada umumnya metodologi yang dilakukan pada kajian
sosial budaya dilakukan melalui pendekatan kualitatif agar kualitas sumber daya
manusia beserta peringkatnya dapat terungkap lebih memadai.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, indikator sosial budaya
diukur melalui jumlah tempat peribadatan dan tempat kegiatan institusi sosial budaya
(terkait dengan fasilitas kesenian dan fasilitas sosial), serta sarana olah raga. Dari
hasil penggalian data dapat diketahui bahwa potret kondisi sosial budaya wilayah
Batu Bara nilai rata-ratanya masih di bawah nilai minimal (3,50).
Apabila diamati lebih jauh, kondisi sosial budaya di wilayah Batu Bara yang
masih memerlukan peningkatan adalah tempat pertunjukan seni dan fasilitas sosial
(skor 2). Walupun demikian, tempat pertunjukan seni di tengah kemajuan teknologi
sudah dapat diatasi dengan tersediannya berbagai fasilitas hiburan melalui media
cetak maupun media elektronik, sehingga kepuasan batin dan kelestarian budaya yang
diperoleh melalui tempat pertunjukan seni bisa diperoleh melalui layar kaca maupun
media elektronik lainnya. Sedangkan fasilitas sosial berupa panti asuhan mupun panti
jompo disebabkan masih kentalnya kekerabatan dan sifat saling tolong menolong di
daerah pedesaan/ pertanian belum terasa terlalu dibutuhkan.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
146
4.3.1.4 Analisis Kriteria Sosial Politik
Gambaran tingginya tingkat partisipasi masyarakat wilayah Batu Bara
dibidang sosial politik dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. 16 Kondisi Sosial Politik Wilayah Batu Bara
Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Partisipasi Masyarakat dalam Berpolitik
33. Rasio penduduk yang ikut pemilu terhadap penduduk yang mempunyai hak pilih
5
Organisasi Kemasyarakatan
34. Jumlah organisasi kemasyarakatan
4
SKOR RATA-RATA 4,50 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu
Bara, 2008
Tingkat partisipasi masyarakat dalam berpolitik serta semakin banyaknya
organisasi masyarakat pada suatu daerah otonom merupakan salah satu prasyarat bagi
terciptanya suatu kondisi sosial budaya yang kondusif. Untuk itu sesuai dengan
kriteria yang ada pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, aspek sosial politik
dijadikan salah satu pertimbangan kelayakan pembentukan kabupaten otonom, yang
dinilai berdasarkan rasio penduduk yang ikut pemilu terhadap penduduk yang
mempunyai hak pilih, serta jumlah organisasi kemasyarakatan yang ada ditengah-
tengah mayarakat.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
147
Dari hasil penggalian data terlihat bahwa kondisi sosial politik masyarakat
telah menunjukkan nilai yang memadai (skor di atas 4). Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat partisipasi masyarakat wilayah Batu Bara dalam aspek sosial politik sudah
cukup tinggi. Hal ini berati aspirasi politik masyarakat wilayah Batu Bara sudah
cukup banyak terwakili melalui wakil-wakil mereka di DPRD. Demikian pula dengan
rasio jumlah organisasi kemasyarakatan yang juga tinggi, menunjukkan bahwa
masyarakat wilayah Batu Bara memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya
berorganisasi.
4.3.1.5 Analisis Kriteria Jumlah Penduduk dan Luas Daerah
Untuk melihat penilaian aspek jumlah penduduk dan
luas daerah Batu Bara dapat terlihat pada tabel berikut :
Tabel. 17 Profil Jumlah Penduduk Wilayah Batu Bara
Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Jumlah Penduduk 35. Jumlah penduduk 6
SKOR RATA-RATA 6,00 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu
Bara, 2008
Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Luas Daerah 36. Rasio jumlah penduduk urban
terhadap jumlah penduduk 2
37. Luas wilayah keseluruhan 5 38. Luas wilayah efektif yang dapat 6
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
148
Tabel. 18 Luas Daerah Wilayah Batu Bara Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu
Bara, 2008
Luas daerah dan jumlah penduduk merupakan salah
satu faktor utama yang menentukan ukuran pemerintah
daerah. Semakin besar luas daerah dan penduduk suatu
wilayah, maka akan semakin membutuhkan suatu tingkat
administrasi pemerintahan yang lebih besar. Pertumbuhan
penduduk akan mendorong tumbuhnya pemukiman di suatu
daerah, dengan implikasi lebih jauh terhadap aspek ekonomi,
politik serta administrasi dan wilayah kerja pemerintah
daerah yang otonom. Oleh karena itu, kajian terhadap aspek
penduduk dan luas daerah merupakan suatu hal yang
penting untuk digali informasinya, yang juga merupakan
kriteria penilaian dari Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun
2000.
Perubahan area akan terjadi secara cepat seiring
dengan pertumbuhan penduduk, kondisi sosial, ekonomi,
transportasi dan sebagainya. Batas wilayah dapat menjadi
kabur dan ketergantungan antar daerah kemudian menjadi
dimanfaatkan SKOR RATA-RATA 4,33
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
149
sangat dominan. Dengan demikian keadaan geografis dan
demografis merupakan parameter yang cukup dominan dalam
menentukan pola administrasi pemerintahan daerah.
Keberadaan suatu pemerintah daerah pada prinsipnya
harus mampu untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, pembentukan
suatu daerah seharusnya mempertimbangkan keseimbangan
antara luas daerah dengan jumlah penduduknya. Terlalu
banyaknya jumlah penduduk dalam wilayah yang sempit
dapat mengakibatkan munculnya berbagai masalah sosial
sebagai akibat kurangnya daya dukung lingkungan dan
ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan
yang optimal. Sebaliknya terlalu sedikit jumlah penduduk
dapat mengakibatkan inefisiensi dalam pelayanan publik.
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa indikator
penduduk dan luas daerah Batu Bara cukup tinggi.
4.3.1.6 Analisis Kriteria Lain-lain
Keadaan geografis suatu pemerintah daerah akan
menentukan kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
150
masyarakat suatu daerah. Misalnya kabupaten sebagai
daerah rural akan membutuhkan suatu pemerintahan daerah
yang dapat memenuhi kebutuhan pedesaan dan agro
industri.
Berikut tabel kriteria lain-lain yang juga merupakan
salah satu indikator penilaian pembentukan kabupaten yang
dijadikan tolak ukur pada Peraturan Pemerintah No. 129
Tahun 2000.
Tabel. 18 Kriteria Lain-lain Wilayah Batu Bara
Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Keamanan dan Ketertiban
39. Angka kriminalitas per 10.000 penduduk
4
Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pemerintahan
40. Rasio gedung yang ada terhadap kebutuhan minimal gedung pemerintahan
2
41. Rasio lahan yang ada terhadap kebutuhan minimal untuk sarana/ prasarana pemerintahan
6
Rentang Kendali 42. Rata-rata jarak kecamatan ke pusat pemerintahan (Ibukota Provinsi/ Kabupaten Batu Bara)
6
43. Rata-rata lama waktu perjalanan dari kecamatan ke pusat pemerintahan (Ibukota Provinsi/ Kabupaten Batu Bara)
6
SKOR RATA-RATA 4,80 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu
Bara, 2008
Berdasarkan hasil kajian data terlihat bahwa faktor
penunjang (kriteria lain-lain) wilayah Batu Bara memiliki
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
151
skor rata-rata yang memadai (skor 4,80). Artinya bahwa
kondisi keamanan, kebutuhan lahan untuk sarana dan
prasarana pemerintah, serta rentang kendalinya sudah
memadai untuk suatu kabupaten otonom. Hanya saja rasio
gedung terhadap kebutuhan minimal gedung pemerintah
masih kurang (skor 2). Namum, dengan tersediannya lahan
yang dapat digunakan untuk pembangunan sarana dan
prasarana pemerintah, tetapi kondisi tersebut sudah tidak
menjadi persoalan lagi bagi wilayah Batu Bara.
Dari hasil kajian terhadap 7 kriteria, 19 indikator dan 43 sub indikator
berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000. Keseluruhan kriteria
beserta indikatornya tersebut diarahkan kepada tujuan utama dari pembentukan
daerah otonom, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom
baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat Batu Bara.
4.4 Analisis Kelayakan Pemekaran Kabupaten Batu Bara serta Munculnya
Kelemahan dari Implementasi Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000
Dalam usaha pemekaran wilayah sangat perlu dilakukan pengkajian yang
akademis untuk mendapatkan penilaian objektif dengan berdasarkan pada ketentuan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
152
yang berlaku. Dalam proses pembentukan daerah otonom baru, pemerintah telah
menentukan persyaratannya sebagaimana tercantum dalam pasal 5 ayat (3 dan 4)
Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu: Ayat (3) :
“Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/ kota
meliputi adanya persetujuan DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota yang
bersangkutan, persetujuan DPRD Provinsi, Gubernur serta rekomendasi Menteri
Dalam Negeri”. Ayat (4) : “Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah mencakup faktor
kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan,
luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan
terselenggaranya otonomi daerah.”
Atas dasar ketentuan tersebut sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana
dikandung dalam Undang-undang, maka dimungkinkan dibentuk suatu daerah
otonom baru. Untuk itu, perlu dilakukan suatu studi khusus guna menentukan
peningkatan status suatu daerah otonom.
Mengingat bahwa pengelolaan potensi kekayaan yang ada di daerah
memerlukan kebijakan dan pengaturan yang rasional, profesional, proporsional, dan
bertanggung jawab, sesuai dengan kondisi dan potensi daerah masing-masing.
Dalam rangka menjamin pelaksanaan pasal 5 ayat (1) Undang-undang
No. 32 Tahun 2004, pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah telah menyusun peraturan pemerintah khusus untuk itu, yakni
Peraturan Pemerintah No.129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
153
Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Dalam pasal 3, Bab III
tentang Syarat-syarat Pembentukan Daerah, Peraturan Pemerintah tersebut
menyatakan bahwa daerah dibentuk berdasarkan 7 (tujuh) syarat, yaitu : (1)
Kemampuan ekonomi, (2) Potensi daerah, (3) Sosial budaya, (4) Sosial politik, (5)
Jumlah penduduk, (6) Luas daerah, (7) Pertimbangan lain yang memungkinkan
terselenggaranya otonomi daerah.
Ketujuh kriteria tersebut diuraikan lagi menjadi 19 indikator dan 43 sub
indikator yang masing-masingnya diberi bobot penilaian (kuantitatif) yang
mendukung kelayakan peningkatan status suatu kabupaten/kota, sehingga
perhitungan kuantitatif ini dapat memberikan dasar pijakan ilmiah terhadap kebijakan
untuk penentuan peningkatan status kabupaten/kota yang akan dibentuk.
Dalam kaitan ini, keinginan masyarakat untuk meningkatkan status dan
beberapa kecamatan menjadi kabupaten atau kota, juga harus dilengkapi dengan data,
terutama tentang potensi wilayah. Hal ini tentu membutuhkan kajian mendalam, agar
diketahui bahwa potensi-potensi daerah yang ada benar-benar dirasakan manfaatnya
oleh seluruh masyarakat yang tinggal di calon daerah kabupaten/ kota, sehingga
segala analisa dalam peningkatan status ini diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan pada pemikiran tersebut kajian terhadap berbagai potensi yang
dimiliki calon kabupaten/ kota perlu dilakukan, dengan tujuan untuk memberikan
gambaran dan masukan pada semua pihak agar peningkatan status beberapa
kecamatan menjadi kabupaten atau pemekaran wilayah dapat dipertanggung
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
154
jawabkan atau memiliki landasan akademis, disamping memiliki pijakan perundang-
undangan yakni berdasarkan pada kerangka dan indikator-indikator yang tertuang di
dalam Peraturan Pemerintah No. 129 tahun 2000.
Hasil studi yang dilakukan oleh GEMKARA - BP3KB Tahun 2001 dan
didukung oleh kajian pemekaran wilayah yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten Asahan tahun 2005, total skor rata-rata tertimbang yang diperoleh calon
Kabupaten Batu Bara adalah 4,4 (empat koma empat) yang berarti skor tersebut
berada di atas skor minimal kelulusan (skor 4).
Berdasarkan penyajian dan pengolahan data sebagai analisis perkriteria yang
dilakukan oleh Tim Ahli dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut bahwa:
(a). Kriteria Kemampuan Ekonomi calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 625,
Kabupaten Induk (Asahan) 500. Hal ini menunjukan bahwa dari segi
kemampuan ekonomi skor calon Kabupaten Batu Bara berada tepat pada skor
kelulusan minimal yaitu sebesar 625.
(b). Kriteria Potensi Daerah calon Kabupaten Batu Bara mimiliki skor 1580 dan skor
Kabupaten Induk (Asahan) 1620. Keduanya berada di atas skor kelulusan
minimal sebesar 1380.
(c). Kriteria Sosial Budaya calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 150 dan skor
Kabupaten Induk (Asahan) 140. Keduanya berada di atas skor kelulusan
minimal sebesar 120.
(d). Kriteria Sosial Politik calon Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Induk
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
155
(Asahan) masing-masing memiliki skor 70. Keduanya berada di atas skor
kelulusan minimal sebesar 60.
(e). Kriteria Jumlah Penduduk calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 90 dan
skor Kabupaten Induk (Asahan) 75. Keduanya berada di atas skor kelulusan
minimal sebesar 45.
(f). Kriteria Luas Wilayah calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 90 dan skor
Kabupaten Induk (Asahan) 120. Skor calon Kabupaten Batu Bara berada tepat
pada skor kelulusan minimal yaitu sebesar 90.
(g). Kriteria Lain-lain calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 125 dan skor
Kabupaten Induk (Asahan) 150. Keduanya berada di atas skor kelulusan
minimal sebesar 75.
Dari uraian di atas, dengan mengacu kepada persyaratan seperti tertera di
dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 yaitu “suatu daerah dikatakan lulus
menjadi daerah otonom apabila daerah induk maupun calon daerah yang akan
dibentuk mempunyai total skor sama atau lebih besar dan skor minimal kelulusan.”
Kenyataannya bahwa calon Kabupaten Batu Bara memiliki total skor 2730 dan
Kabupaten Induk (Asahan) total skor 2675, kedua-duanya memiliki skor yang lebih
besar dari skor minimal kelulusan yaitu sebesar 2270 sehingga layak untuk
dimekarkan atau dibentuk suatu kabupaten baru yaitu Kabupaten Batu Bara.
Mengingat potensi ekonomi yang dimiliki Kabupaten Asahan lebih tinggi
dari potensi ekonomi calon Kabupaten Batu Bara, dan keduanya berada diatas skor
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
156
minimal kelulusan. Hal ini berarti bahwa Kabupaten Asahan tidak akan bermasalah
jika ditinggalkan Kabupaten Batu Bara atau sebaliknya. Untuk itu, disarankan kepada
TIM DPRD Kabupaten Asahan bahwa calon Kabupaten Batu Bara dapat
dipertimbangkan kelayakannya untuk mendapatkan status sebagai kabupaten otonom
dengan skor 4,44. Sebagai perbandingan kelayakan kota administratif Padang
Sidimpuan menjadi kota otonom hanya memiliki skor 4,14.
Berdasarkan fakta sejarah sejak sebelum jaman penjajahan, zaman
kolonialisme dan jaman setelah kemerdekaan di wilayah Batu Bara pernah berdiri
kerajaan, dan merupakan afdeling tersendiri pada Keresidenan Sumatera Timur dan
kewedanan tersendiri, maka sudah selayaknya wilayah Batu Bara diberi kesempatan
mempunyai status kabupaten otonom. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan apabila
Batu Bara menjadi kabupaten otonom adalah sebagai berikut :
(a). Potensi daerah dan kondisi sosial budaya yang masih berada di bawah nilai rata-
rata, tetapi hampir mendekati nilai kelulusan merupakan catatan lain yang harus
diupayakan dan diperhatikan peningkatannya oleh calon Kabupaten Batu Bara
pada saat menjadi daerah otonom.
(b). Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu beradaptasi dengan
arus globalisasi harus segera dilakukan untuk mendukung kemandirian daerah
kabupaten yang otonom.
(c). Dengan didukung oleh Sumber Daya Alam (SDA) di bidang agrobisnis dan
letaknya di Selat Malaka, pemerintah kabupaten harus mengupayakan
penyerapan investasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri terutama
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
157
dengan adanya kerjasama Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle (IMT-
GD).
(d). Pemekaran dilakukan dalam rangka untuk peningkatan pelayanan, kesejahteraan
dan mempercepat pemerataan pembangunan sekaligus perluasan kesempatan
kerja. Untuk merealisasikan pemekaran dimaksud eksekutif dan legislatif harus
menganggarkan pembiayaannya dalam APBD Kabupaten Asahan untuk
penyusunan rencana strategis dan rencana rasional serta pembangunan prasarana
pemerintahan baru.
Alasan yang mendasar bagi pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara
berdasarkan uraian di atas bahwa pemekaran wilayah Batu Bara telah terwujud
dengan berbagai kajian dan pertimbangan, tetapi pemekaran wilayah Batu Bara
sebenarnya harus lebih jauh memperhatikan bahwa pemekaran wilayah itu sendiri
akan menimbulkan ekses yang begitu besar. Apalagi, jika melihat dari proses
pemekaran wilayah Batu Bara bahwa Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000
sudah tidak tepat lagi. Hal ini juga diutarakan oleh Mendagri
(www.hukumonline.com ) dimana beliau menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah
No. 129 Tahun 2000 dari landasan hukumnya sudah tidak tepat lagi. Artinya bahwa
kebijakan normatif yang sudah ada tidak relevan lagi. Peraturan Pemerintah No. 129
Tahun 2000 itu landasannya adalah Undang-undang No. 22 Tahun 1999, dimana
telah diubah menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004 maka Peraturan
Pemerintahnya juga harus diganti/ direvisi.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
158
Oleh karena itu perlu penyempurnaan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun
2000 dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan dan kelemahan yang
dirasakan dalam implementasi Peraturan Pemerintah tersebut selama ini terutama jika
melihat pada proses pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara. Selain itu, kuantifikasi
terkait dengan jumlah kabupaten/ kota dan jumlah kecamatan pada Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000 cenderung mempermudah untuk pembentukan
daerah otonom baru. Revisi Peraturan Pemerintah ini selanjutnya bukan
menghentikan pemekaran, tetapi hendaknya memperketat persyaratannya. Jadi, revisi
Peraturan Pemerintah diusulkan bukan menghentikan pemekaran, hanya memperketat
dengan persyaratan yang lebih terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan.
Pemekaran wilayah yang terjadi di Batu Bara berdasarkan perspektif
Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 terlihat bahwa aspirasi awal pembentukan
tidak diatur secara jelas mengenai saluran aspirasi dan mekanisme penyampaiannya,
sehingga aspirasi tersebut lebih didominasi oleh LSM dan elit politik lokal dan
sebaiknya aspirasi awal dengan memberdayakan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) sebagai lembaga yang mewakili masyarakatnya atau Forum Kelurahan yang
disampaikan melalui DPRD Kabupaten/ Kota.
Kajian daerah pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 hanya
memuat penilaian kuantitatif terhadap 7 kriteria (kemampuan ekonomi, potensi
daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan kriteria lain
yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah), tetapi perlu memperhatikan
selain memuat penilaian kuantitatif terhadap 11 kriteria (kependudukan, kemampuan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
159
ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas
daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan rentang kendali)
yang tentunya juga disertai dengan penilaian kualitatif.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 penetapan ibukota tidak
diatur secara jelas, sehingga ketika proses pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara
sempat timbul konflik dalam menentukan daerah mana yang akan dijadikan calon
ibukota kabupaten. Dari pengalaman tersebut perlu mengatur secara jelas dalam
menetapkan satu calon ibukota untuk mencegah konflik antar masyarakat di wilayah
yang akan dimekarkan.
Kemudian jika mengamati proses pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara
berdasarkan kebijakan normatif dari Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 dapat
dianalisis bahwa banyak kelemahan yang terjadi dimulai dari proses dan indikator
yang sebenarnya harus dimodifikasi pada metodologi yang dipakai oleh Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000 yang menggunakan terlalu banyak indikator yang
tidak relevan dan terlalu mekanistik/ teknis.
Walaupun sudah banyak kajian yang dilakukan di berbagai negara dalam
rangka pemekaran wilayah hendaknya metodologi seperti yang terdapat dalam
Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 harus lebih dipusatkan pada pemilihan
kriteria/ indikator yang jelas-jelas memiliki kegunaan dalam pembuatan kebijakan.
Dari pengalaman pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara yang sudah terjadi ada
beberapa kriteria yang perlu menjadi perhatian secara akademis adalah sebagai
berikut:
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
160
a. Persediaan fasilitas sektor swasta/ wiraswasta (misalnya, bank untuk 100,000
penduduk)
b. Persediaan “bukan pelayanan dasar” fasilitas pelayanan sektor publik
(misalnya, pengguna telpon/ rumah tangga)
c. Persediaan fasilitas untuk masyarakat/ sumber daya (misalnya, mesjid/
populasi; jumlah LSM)
Dari pengalaman yang terjadi pada Kabupaten Batu Bara dapat ditanggapi
secara mendasar terhadap indikator tersebut di atas adalah karena dari temuan-temuan
tersebut sulit untuk dibuat implikasi kebijakannya sehubungan dengan keputusan
apakah suatu daerah sebaiknya digabungkan atau dipisah. Kemudian tidak ada data
empirik yang menunjukkan bahwa besar kecilnya jumlah pemakai telpon
berpengaruh terhadap penggabungan atau pemisahan daerah.
Dengan adanya saringan kegunaan seperti tersebut di atas, maka daftar yang
terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 (yang berisikan 43
indikator) dapat dikurangi jumlahnya dan yang tidak kalah pentingnya adalah
metodologi yang digunakan untuk memahami data yang dikumpulkan. Sehingga
disini dibutuhkan pendekatan yang normatif, mengkaitkan analisa data dengan model
daerah yang telah dipilih. Hal ini akan menentukan bobot dari berbagai indikator.
Analisa ini juga harus menggunakan data kuantitatif yang relevan untuk
menghasilkan penilaian yang kualitatif. Semestiya dilakukan mengacu kembali
kepada kerangka kerja normatif dan mendorong menuju terjadinya wawasan dan
kesimpulan yang seimbang. Pada saat ini, indikator yang dipakai (beberapa tidak
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
161
relevan dan beberapa lainnya saling terkait erat) diringkas dengan cara yang sangat
teknis. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya manipulasi dan memberi “kilauan
ilmiah” yang justru menyembunyikan/ mengaburkan kelemahan analisisnya seperti
halnya yang terjadi pada Kabupaten Batu Bara.
Seharusnya yang menjadi kriteria pemekaran wilayah adalah besaran
populasi terkait dengan beban urusan, basis pajak, angka prospek ekonomi yang
menonjol. Seperti disebut di atas, pendekatan yang ada dalam Peraturan Pemerintah
No. 129 Tahun 2000 lebih berorientasi kepada pembentukan daerah baru, jangkauan
pengumpulan datanya terlalu luas dan metodologinya perlu penyesuaian, sehingga
pada akhirnya Peraturan Pemerintah ini gagal untuk memberikan pendekatan teknis
dan politik yang sesuai untuk dapat menghadapi berbagai usulan.
Pemerintah pusat seharusnya tidak hanya bereaksi terhadap usulan yang
berasal dari bawah (bottom up), akan tetapi pemerintah juga harus proaktif dalam
membentuk pembagian teritorialnya, dalam rangka memenuhi visi mengenai hal-hal
yang seharusnya disediakan bagi warga negara dan bagaimana cara-cara pemerintah
melakukan pemenuhan kebutuhan tersebut. Pemerintah pusat dapat menetapkan atau
menyesuaikan keberadaan insentif agar mendorong pemerintah daerahnya untuk
dapat menjajaki cara-cara yang lebih efisien untuk pengorganisasian penyediaan
pelayanan, termasuk kemungkinan dilakukannya penggabungan (merger).
Umumnya pemerintah tingkat atas yang terkait harus sudah mengumpulkan
informasi dan mengadakan kajian-kajian secara ad hoc (kajian ilmiah khusus)
terhadap jenis pelayanan tertentu. Begitu keputusan untuk melakukan konsolidasi
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
162
telah dibuat, pemerintah daerah biasanya diberi sejumlah dana untuk menjajaki
pengaturan yang paling sesuai (Jepang, Ontario-Kanada), atau dibentuk sebuah
komisi independen yang ditugasi untuk melakukan penjajakan tersebut (misalnya, the
Boundary Committee for England). Hanya Latvia dan Swedia yang mendorong agar
semua pemerintah daerah yang berskala kecil melakukan penilaian sendiri terhadap
prestasi kinerjanya, dengan tujuan untuk menemukan strategi teritorial yang tepat.
Dengan sangat kurangnya sistem informasi mengenai prestasi kinerja
pemerintah daerah di Indonesia yang ter-institusionalisasi secara layak, usaha untuk
menetapkan status dari (hampir) keseluruhan daerah baru dengan dilakukannya
berbagai kajian yang khusus dapat dianggap wajar, akan tetapi dalam jangka panjang,
penetapan prestasi kinerja suatu daerah seharusnya bergantung pada sistem
pengawasan antar pemerintah yang dilakukan secara tetap (sebagai bagian dari sistem
pengawasan yang lebih luas). Selain dari sistem yang tetap ini, dalam konteks usulan
reorganisasi dapat ditambah analisa dan data tambahan apabila perlu. Hal ini menjadi
bahan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan dalam rangka penyusunan
peraturan dan kebijakan baru dalam pemekaran wilayah dan pelajaran dari fakta
proses pemekaran Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten
Batu Bara.
Satu cara untuk menjawab kebutuhan di atas dan agar dapat menggali lebih
dalam lagi untuk mendapatkan tingkat informasi teknis yang berguna bagi pembuatan
peraturan dan panduan fasilitatif (mengenai berbagai praktek internasional) adalah
dengan jalan mengadakan kajian kasus-kasus di berbagai negara. Idealnya, pemilihan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
163
negara yang dijadikan contoh termasuk di dalamnya negara-negara yang telah
mengalami perkembangan wilayah, dan berada dalam proses perbaikan kerangka
kebijakan/ hukum untuk mengatasi fenomena tersebut. Juga akan sangat berguna jika
dapat menyertakan negara-negara yang memakai berbagai macam alat administrasi
teritorial, seperti merger (penggabungan) dan penyesuaian batas daerah. Kajian kasus
yang dimaksud mungkin akan mencukupi, atau dapat juga dilanjutkan dengan
perjalanan studi (study tour) oleh pejabat terkait dan akademisi dari Indonesia.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
164
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari keseluruhan pemaparan di atas, dapat diberikan pernyataan objektif
bahwa perubahan konfigurasi sistem politik dan pemerintahan di Indonesia ditandai
dengan pergeseran sistem pemerintahan yang sentralistik kepada sistem
desentralisasi. Salah satu bentuk dari kebijakan dalam otonomi daerah adalah
pembentukan daerah otonom Kabupaten Batu Bara. Sehubungan dengan hal tersebut
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Bahwa munculnya kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara
disebabkan oleh : Pertama, kuatnya aspirasi masyarakat dan pihak yang
berkepentingan dalam upaya pembentukan Kabupaten Batu Bara. Kedua, secara
yuridis sangat dimungkinkan terutama dengan adanya Undang-undang No. 22
Tahun 1999 yang selanjutnya direvisi menjadi Undang-undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
165
2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan
dan Penggabungan Daerah.
2. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, yang memiliki 7
kriteria, 19 indikator dan 43 sub indikator. Keseluruhan kriteria beserta
indikatornya tersebut diarahkan kepada tujuan utama dari pembentukan daerah
otonom, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (pasal 2 Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000), melalui peningkatan pelayanan masyarakat,
percepatan kehidupan demokrasi, pembangunan ekonomi daerah dan potensi
daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta hubungan pusat daerah.
3. Serangkaian proses kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara diawali
dengan pengenalan dan perumusan masalah kebijakan yang kemudian dikenali
sebagai adanya tuntutan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara. Hal ini
kemudian masuk dalam agenda resmi pemerintah setelah mendapat berbagai
tuntutan dan tekanan dari pihak yang berkepentingan.
4. Keterlibatan dan peran elit daerah (Bupati Asahan, DPRD Asahan, GEMKARA-
BP3KB) dalam proses kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara
secara politis tidak lepas dari kepentingan elit daerah tersebut yang terus
melakukan kegiatan bargaining dan persuasion sebagai upaya untuk membuat
kesepakatan di antara para pihak yang berkepentingan dalam upaya pemekaran
wilayah Kabupaten Batu Bara.
5. Political will yang ditunjukkan oleh elit daerah untuk melepaskan sebagian
wilayahnya yakni Batu Bara memiliki kepentingan tertentu dibalik kemauannya
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
166
itu. Dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara, maka elit politik tersebut akan
memiliki peluang yang besar untuk tetap duduk dalam elit pemerintahan
Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Asahan.
6. Pendekatan yang ada dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 lebih
berorientasi kepada pembentukan daerah baru, jangkauan pengumpulan datanya
terlalu luas dan metodologinya perlu penyesuaian, sehingga pada akhirnya
Peraturan Pemerintah ini gagal untuk memberikan pendekatan teknis dan politik
yang sesuai untuk dapat menghadapi berbagai usulan. Seharusnya yang menjadi
kriteria pemekaran wilayah adalah berfokus pada besaran populasi terkait dengan
beban urusan, basis pajak, angka prospek ekonomi yang menonjol.
5.2 Saran-saran
Berkenaan dengan kesimpulan di atas maka berikut ini diajukan beberapa
saran yang kiranya dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam rangka
pengembangan Kabupaten Batu Bara untuk masa yang akan datang.
1. Secara politis, pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara akan meningkatkan
porsi kekuasaan di daerah. Oleh karena itu diharapkan Pemerintah Kabupaten
Batu Bara dapat menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat dalam pelayanan
publik yang lebih baik.
2. Oleh karena keterbatasan terutama finansial daerah maka upaya pengembangan
potensi-potensi daerah dapat diintensifkan dalam rangka membangun sektor
finansial dan ekonomi daerah yang masih sangat minim. Upaya yang dapat
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
167
dilakukan antara lain mengintensifkan pemungutan pajak dan retribusi daerah
yang potensial seperti pajak restoran, retribusi pasar dan retribusi terminal dengan
sistem administrasi perpajakan dan retribusi yang lebih baik disamping
mengupayakan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah yang secara ekonomis
dapat membawa hasil yang baik dan tidak mengganggu aktivitas perekonomian
masyarakat.
3. Pemerintah Kabupaten Batu Bara harus memperhatikan ketersediaan sarana dan
prasarana untuk menunjang pelayanan kepada masyarakat, khususnya
membangun jalan dan infrastruktur penting lainnya dalam rangka pengembangan
wilayah Kabupaten Batu Bara.
4. Pemerintah Kabupaten Batu Bara harus tetap secara sinergis melibatkan pihak
swasta dalam pembangunan daerah Kabupaten Batu Bara.
5. Membangun bentuk kerja sama yang saling menguntungkan dengan Kabupaten
Asahan dengan daerah lainnya dalam upaya mengembangkan potensi-potensi
daerah yang terdapat pada wilayah masing-masing. Hal ini dapat dilakukan secara
terpadu mengingat karakteristik masing-masing wilayah dapat saling melengkapi
dengan tetap memperhatikan faktor-faktor keunggulan masing-masing daerah.
6. Untuk menjawab kebutuhan terhadap usulan pemekaran wilayah dan agar dapat
menggali lebih dalam lagi untuk mendapatkan tingkat informasi teknis yang
berguna bagi pembuatan peraturan dan panduan fasilitatif (mengenai berbagai
praktek internasional) dalam pemekaran wilayah adalah hendaknya melakukan
kajian kasus-kasus di berbagai negara. Idealnya, pemilihan negara yang dijadikan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
168
contoh termasuk di dalamnya negara-negara yang telah mengalami perkembangan
wilayah, dan berada dalam proses perbaikan kerangka kebijakan/ hukum untuk
mengatasi fenomena tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan, 2000. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Bumi Aksara,
Jakarta. Dunn, William N, 1999. Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
169
Jones, Charles O, 1994. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Rajawali Press, Jakarta.
Kaho, Josef Riwu, 2002. Prospek Otonomi Daerah: Identifikasi Beberapa Faktor
yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya. Rajawali Press, Jakarta. Koswara, E, 1998. Kebijaksanaan Desentralisasi Dalam Rangka Menunjang
Pembangunan Daerah, dalam Pembangunan Administrasi Indonesia. LP3ES, Jakarta.
Moleong, Lexy, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya,
Bandung. Musa’ad, Muhamad A, 2002. Penguatan Otonomi Daerah Dibalik Bayang-Bayang
Ancaman Integrasi. ITB, Bandung. Nawawi, Hadari, 1992. Metode Penelitian Bidang Sosial. UGM Press, Yoyakarta. Nugroho D, Riant, 2007. Analisis Kebijakan. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Prijono dan Pranarka, 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi.
CSIS, Jakarta. Pujipurnomo,1994. Metodologi Penelitian. Bina Aksara, Jakarta. Putra, Fadillah, 2001. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik. Pustaka
Pelajar, Yogyakarta. Rasyid, Ryaas, 1998. Desentralisasi Dalam Rangka Menunjang Pembangunan
Daerah dalam Pembangunan Administrasi Indonesia. LP3ES, Jakarta. Rumajar, Jefferson, 2002. Otonomi Daerah: Sketsa, Gagasan dan Pengalaman.
Media Pustaka, Manado. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES,
Jakarta. Soenarko, 2003. Kebijaksanaan Pemerintah. Airlangga Universty Press, Surabaya. Soenarko, SD, 1998. Public Policy: Pengertian Pokok Untuk Memahami dan Analisa
Kebijaksanaan Pemerintah. Papyrus, Surabaya. Subarsono, 2005. Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
170
Sumodiningrat, 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan JPS. Gramedia, Jakarta. Surrachmad, 1980. Metode Penelitian. Ganesha, Bandung. Syaukani, HR, Afan Gaffar, Ryaas Rasyid, 2003. Otonomi Daerah Dalam Negara
Kesatuan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Wahab, Solichin Abdul, 2002. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara, Jakarta. Wibawa, Samodra, 1994. Kebijakan Publik : Proses dan Analisis. Intermedia,
Jakarta. Wibawa, Samodra, 1994. Evalusi Kebijakan Publik. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Winarno, Budi, 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Press, Yogyakarta. Zainal Abidin, Said, 2004. Kebijakan Publik. Yayasan Pancur Siwah, Jakarta.
Peraturan Perundangan : Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan
Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. www.hukumoline.com www.pemkab-asahan.go.id Lampiran I
Pedoman Wawancara Penelitian
INFORMASI UMUM
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
171
1 Nama Daerah Otonom Baru :
2 Nama Daerah Induk :
3 Dasar Hukum Pemekaran :
4 Proses Pemekaran : Melalui Depdagri
: Hak inisiatif DPR RI
5 Tanggal Peresmian :
6 Tanggal Pelantikan DPRD :
7 Tanggal Pelantikan Kepala
Daerah Defenitif
:
8 Nama Ibukota Berdasarkan
Undang-undang Pembentukan
Nama Ibukota Sementara
:
:
9 Luas Wilayah (km2) :
10 yang bertanggung jawab untuk di
wawancara
:
Catatan :
Beri tanda √ sesuai dengan proses pemekaran
Di bawah ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut tanggapan
tentang ”Proses Kebijakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara,” dapat diukur
sebagai berikut :
a. Perumusan masalah kebijakan merupakan kegiatan untuk menentukan identitas
masalah kebijakan dengan terlebih dahulu mengerti dan memahami sifat dari
masalah tersebut sehingga akan mempermudah para pihak yang berkepentingan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
172
dalam menentukan sifat proses perumusan kebijakan, yang diukur melalui
indikator:
- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu mengenai sumber issue, yaitu dalam hal ini
siapa yang pertama kali memunculkan issue pemekaran wilayah Kabupaten
Batu Bara?. (Jelaskan )
- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu mengenai dampak masalah, yaitu apakah
masalah pemekaran wilayah Batu Bara tersebut berdampak hanya pada
kelompok tertentu atau pada masyarakat secara keseluruhan?. (Jelaskan)
- Bagaimana tanggapan para pihak yang berkepentingan terhadap masalah
Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara?. (Jelaskan)
b. Penyusunan agenda pemerintah adalah kegiatan untuk memilih dan menentukan
masalah publik yang perlu mendapat prioritas utama, yang diukur dengan
indikator:
- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu mengenai tuntutan dan tekanan dari berbagai
pihak yang berkepentingan dalam pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara?.
(Jelaskan)
- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu mengenai kepentingan masing-masing pihak
yang berkepentingan dalam masalah pemekaran wilayah Kabupaten Batu
Bara?. (Jelaskan)
- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu dukungan Pemerintah Daerah dan DPRD
Asahan terhadap pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara?. (Jelaskan)
- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu dukungan Pemerintah Pusat dan DPR RI
terhadap pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara?. (Jelaskan)
c. Pengesahan kebijakan merupakan kegiatan bargainig dan persuasion yang
dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan, diukur dengan indikator :
- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu mengenai kesepakatan para pihak yang
berkepentingan dalam pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara?. (Jelaskan)
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
173
- Bagaimana menurut pendapat Bapak/ Ibu mengenai opini publik, yaitu secara
umum tanggapan masyarakat terhadap masalah pemekaran wilayah
Kabupaten Batu Bara?. (Jelasan)
- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu masalah dukungan administrasi (syarat-syarat
menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000) dalam proses pemekaran
wilayah Kabupaten Batu Bara?. (Jelaskan)
Lampiran II
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2000
TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN,
PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
174
Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah;
b. bahwa sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah dapat dihapus dan digabung dengan Daerah lain, dan sesuai dengan perkembangan Daerah, Daerah Otonom dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu Daerah;
c. bahwa untuk menetapkan syarat-syarat dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b sesuai ketentuan yang berlaku perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHA-PUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, yang berwenang mengatur dan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
175
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pembentukan Daerah adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4. Pemekaran Daerah adalah pemecahan Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota menjadi lebih dari satu Daerah.
5. Penghapusan Daerah adalah pencabutan status sebagai Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
6. Penggabungan Daerah adalah penyatuan Daerah yang dihapus kepada Daerah lain.
7. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah adalah forum konsultasi Otonomi Daerah di tingkat Pusat yang bertanggung jawab kepada Presiden.
BAB II
T U J U A N Pasal 2
Pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui :
a. peningkatan pelayanan kepada masyarakat; b. percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; c. percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah; d. percepatan pengelolaan potensi daerah; e. peningkatan keamanan dan ketertiban; f. peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah.
BAB III
SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN DAERAH Pasal 3
Daerah dibentuk berdasarkan syarat-syarat sebagai berikut: a. kemampuan ekonomi; b. potensi daerah; c. sosial budaya; d. sosial politik; e. jumlah penduduk; f. luas daerah; g. pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.
Pasal 4
Kemampuan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan cerminan hasil kegiatan usaha perekonomian yang berlangsung di suatu Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota yang dapat diukur dari :
a. produk domestik regional bruto (PDRB);
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
176
b. penerimaan daerah sendiri.
Pasal 5 Potensi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, merupakan cerminan tersedianya sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari :
a. lembaga keuangan; b. sarana ekonomi; c. sarana pendidikan; d. sarana kesehatan; e. sarana transportasi dan komunikasi; f. sarana pariwisata; g. ketenagakerjaan.
Pasal 6
Sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi sosial budaya masyarakat yang dapat diukur dari :
a. tempat peribadatan; b. tempat/kegiatan institusi sosial dan budaya; c. sarana olah raga.
Pasal 7
Sosial politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, merupakan cerminan kondisi sosial politik masyarakat yang dapat diukur dari :
a. partisipasi masyarakat dalam berpolitik; b. organisasi kemasyarakatan.
Pasal 8
Jumlah penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, merupakan jumlah tertentu penduduk suatu Daerah.
Pasal 9 Luas daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, merupakan luas tertentu suatu daerah.
Pasal 10
Pertimbangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, merupakan pertimbangan untuk terselenggaranya Otonomi Daerah yang dapat diukur dari :
a. keamanan dan ketertiban; b. ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan; c. rentang kendali;
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
177
d. Propinsi yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) Kabupaten dan atau Kota;
e. Kabupaten yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan; f. Kota yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan.
Pasal 11
Cara pengukuran dan penilaian persyaratan pembentukan Daerah, dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 12
Usul pembentukan Daerah yang sudah memenuhi persyaratan dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB IV
KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
Pasal 13 (1) Pemekaran Daerah dapat dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a. kemampuan ekonomi; b. potensi daerah; c. sosial budaya; d. sosial politik; e. jumlah penduduk; f. luas daerah; g. pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.
(2) Cara pengukuran dan penilaian kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan cara pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 12.
Pasal 14
(1) Penghapusan Daerah dilakukan apabila Daerah tidak mampu melaksanakan Otonomi Daerahnya.
(2) Daerah yang dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digabungkan dengan Daerah lain.
(3) Penghapusan dan penggabungan daerah mempertimbangkan kriteria sebagai berikut :
a. kemampuan ekonomi; b. potensi daerah; c. sosial budaya; d. sosial politik; e. jumlah penduduk.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
178
Pasal 15 Cara pengukuran dan penilaian penghapusan dan penggabungan Daerah dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.
BAB V
PROSEDUR PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
Pasal 16
(1) Prosedur Pembentukan Daerah sebagai berikut : a. ada kemauan politik dari Pemerintah Daerah dan masyarakat yang
bersangkutan; b. pembentukan Daerah harus didukung oleh penelitian awal yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Daerah; c. usul pembentukan Propinsi disampaikan kepada Pemerintah cq Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan dilampirkan hasil penelitian Daerah dan persetujuan DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah Propinsi dimaksud, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;
d. usul pembentukan Kabupaten/Kota disaanakan oleh Pemerintah Daerah; e. usul pembentukan Propinsi disampaikan kepada Pemerintah cq Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan dilampirkan hasil penelitian Daerah dan persetujuan DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah Propinsi dimaksud, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;
f. usul pembentukan Kabupaten/Kota disampaikan kepada Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur dengan dilampirkan hasil penelitian Daerah dan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota serta persetujuan DPRD Propinsi, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;
g. dengan memperhatikan usulan Gubernur, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan Tim untuk melakukan observasi ke Daerah yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
h. berdasarkan rekomendasi pada huruf e, Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah meminta tanggapan para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan dapat menugaskan Tim Teknis Sekretariat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ke Daerah untuk melakukan penelitian lebih lanjut;
i. para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah memberikan saran dan pendapat secara tertulis kepada Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
j. berdasarkan saran dan pendapat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, usul pembentukan suatu daerah diputuskan dalam rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
179
k. apabila berdasarkan hasil keputusan rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah menyetujui usul pembentukan Daerah, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengajukan usul pembentukan Daerah tersebut beserta Rancangan Undang-undang Pembentukan Daerah kepada Presiden;
l. apabila Presiden menyetujui usul dimaksud, Rancangan Undang-undang pembentukan Daerah disampaikan kepada DPR-RI untuk mendapat persetujuan.
(2) Prosedur pemekaran Daerah sama dengan prosedur pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 17 (1) Prosedur Penghapusan dan Penggabungan Daerah :
a. usul penghapusan dan penggabungan Daerah Propinsi disampaikan oleh Gubernur dengan persetujuan DPRD Propinsi kepada Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
b. usul penghapusan dan penggabungan Daerah Kabupaten/ Kota disampaikan oleh Bupati/Walikota melalui Gubernur kepada Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
c. sebelum suatu Daerah dihapus, masyarakat daerah tersebut diminta pendapatnya untuk bergabung dengan Daerah yang berdampingan dan yang diinginkan yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;
d. Daerah yang akan menerima penggabungan Daerah yang dihapus, Kepala Daerah dan DPRD membuat keputusan mengenai penerimaan Daerah yang dihapus ke dalam Daerahnya;
e. dengan memperhatikan usulan Gubernur; Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan Tim untuk melakukan observasi ke daerah yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
f. berdasarkan rekomendasi pada huruf e, Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah meminta tanggapan para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan dapat menugaskan Tim Teknis Sekretariat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ke Daerah untuk melakukan penelitian lebih lanjut;
g. para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah memberikan saran dan pendapat secara tertulis kepada Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
h. berdasarkan saran dan pendapat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, usul penghapusan dan penggabungan Daerah diputuskan dalam rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
i. apabila berdasarkan hasil keputusan rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah menyetujui usul penghapusan dan penggabungan Daerah, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengajukan usul penghapusan dan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
180
penggabungan Daerah tersebut heserta Rancangan Undang-undang Penghapusan dan Penggabungan Daerah kepada Presiden;
j. apabila Presiden menyetujui usul dimaksud, Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan dan Penggabungan Daerah disampaikan kepada DPR-RI untuk mendapatkan persetujuan.
(2) Pemerintah atas inisiatif sendiri, berdasarkan hasil penelitian, menyarankan
agar suatu Daerah dihapus dan digabungkan ke dalam wilayah Daerah lainnya.
BAB VI
PEMBIAYAAN
Pasal 18 (1) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan, terhitung sejak diresmikannya pembentukan Propinsi yang baru dibentuk, pembiayaan yang diperlukan pada tahun pertama sebelum dapat disusun APBD Propinsi yang baru dibentuk, dibebankan kepada APBD Propinsi induk, berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari Propinsi yang baru dibentuk, APBD Kabupaten/Kota yang masuk dalam wilayah Propinsi yang baru dibentuk dan dapat dibantu melalui APBN.
(2) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan, terhitung sejak diresmikannya pembentukan Kabupaten/Kota
yang baru dibentuk, pembiayaan yang diperlukan pada tahun pertama sebelum
dapat disusun APBD Kabupaten/Kota yang baru dibentuk, dibebankan kepada
APBD Kabupaten/Kota induk, berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari
Kabupaten/Kota yang baru dibentuk.
(3) Segala biaya yang berhubungan dengan penghapusan dan penggabungan Daerah
dibebankan pada APBN.
BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal19
Untuk melakukan evaluasi tingkat kemampuan Daerah dalam penyelenggaraan
Otonominya, Daerah setiap tahun harus menyampaikan data sebagaimana dimaksud
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
181
dalam Pasal 4 s.d. Pasal10 huruf a, b, dan c kepada Pemerintah melalui Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Desember 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta pada tanggal13 Desember 2000 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
DJOHAN EFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 233
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2000
TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN,
PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
I. UMUM Pembagian wilayah administrasi pemerintahan di Indonesia berdasarkan pada Pasal 18 UUD 1945 dan Penjelasannya yang menegaskan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan 1 bentuk dan susunan pemerintahannya
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
182
ditetapkan dengan Undang-undang. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Propinsi dan daerah Propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah- daerah yang bersifat OCOnom atau bersifat administratifbelaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-undang. Dengan ditetapkannya Undang-undang No. 22Tahun 1999tentangPemerintahan Daerah, pembagian Daerah di Indonesia adalah Daerah Propinsi yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi serta Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi. Daerah yang dibentuk dengan asas desent"lisasi berwenang untuk nenentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pembentukan suatu Daerah Otonom baru, dimungkinkan dengan memekarkan Daerah dan harus memenuhi syarat- syaratkemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial poIitik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah. Dengan demikian jelas bahwa usul pembentukan suatu Daerah tidak dapat diproses apabila hanya memenuhi sebagian syarat saja, seperti halnya sebagian besar dari usul-usul pembentukan Daerah sebelumnya hanya didasarkan pada pertimbangan faktor politis atau faktor sejarah saja. Pembentukan Daerah harus bermanfaat bagi pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan Daerah pada khususnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang secara tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan pendapatan Daerah. Disamping itu pembentukan Daerah juga mengandung arti bahwa Daerah tersebut harus mampu melaksanakan Otonomi Daerahnya sesuai dengan kondisi, potensi, kebutuhan dan kemampuan Daerah yang bersangkutan. Pembentukan suatu Daerah Otonom baru, tidak boleh mengakibatkan Daerah induk tidak mampu lagi melaksanakan Otonomi Daerahnya. Dengan demikian baik Daerah yang dibentuk maupun Daerah yang dimekarkan atau Daerah Induk secara sendiri-sendiri dapat melaksanakan Otonomi Daerahnya sesuai ketentuan yang berlaku. Begitu juga bagi Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dapat dihapus apabila Daerah-daerah tersebut berdasarkan hasiJ penelitlan tidak mampu melaksanakan Otonominya. Daerah yang dihapus digabungkan ke dalam satu atau beberapa Daerah yang berdampingan yang diinginkan dari Daerah yang dihapus tersebut. Penghapusan dan penggabungan suatu Daerah ditetapkan dengan Undangundang. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
183
Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Huruf a Cukup jelas Huruf b Yang dimaksud dengan penerimaan daerah sendiri adalah penerimaan Daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Yang maksud dengan jumlah tertentu penduduk suatu Daerah adalah besaran Jumlah penduduk suatu Daerah yang telah memenuhi syarat sesuai dengan pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 9 Yang dimaksud dengan luas tertentu suatu Daerah adalah besaran luas suatu Daerah yang telah memenuhi syarat sesuai dengan pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cara pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah yaitu dengan memberikan bobot terhadap syarat-syarat pembentukan Daerah, dan menetapkan indikator; serta sub indikator. Pada setiap indikator dan sub indikator diberi nilai atau skor untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu Daerah dibentuk. Pasal 12 Pembentukan Daerah sudah memenuhi syarat apabila usul pembentukan Daerah setelah diadakan penelitian ternyata skor penilaiannya telah memenuhi ketentuan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
184
untuk dapat dibentuknya suatu .Daerah. Pembentukan Daerah tidak memenuhi syarat apabila usul pembentukan Daerah setelah diadakan penelitian ternyata skor penilaiannya tidak memenuhi syarat sesuai dengan skor untuk dapat dibentuknya suatu Daerah. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Sebelum suatu Daerah dihapus, kepada Daerah diberi kesempatan paling lama 5 (lima) tahun sejak penilaian untuk memperbaiki kinerja dan mengembangkan potensi yang ada. Apabila seteah jangka waktu tersebut ternyata Daerah masih tidak mampu melaksanakan Otonominya, Daerah dimaksud dapat dihapus. Ayat (2) Propinsi yang dihapus sebagai Daerah, wilayahnya digabungkan ke dalam satu atau beberapa Propinsi yang berdampingan dan yang diinginkan dengan Propinsi yang dihapus. Kabupaten yang dihapus sebagai Daerah, wilayahnya digabungkan ke dalam satu atau beberapa Kabupaten yang berdampingan dan yang diinginkan dari Kabupaten yang dihapus, dalam satu Propinsi. Kota yang dihapus sebagai Daerah, wilayahnya digabungkan ke dalam satu atau beberapa Kabupaten atau Kota yang berdampingan dan yang diinginkan atau tetangga dari Kota yang dihapus, dalam satu Propinsi. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan kemauan politik dari Pemerintah Daerah dan masyarakat adalah adanya pernyataan-pernyataan masyarakat melalui .LSM-LSM, Organisasiorganisasi politik dan lain-lain, pemyataan Gubernur, Bupati/Walikota yang bersangkutan, yang selanjutnya dituangkan secara resmi dalam bentuk persetujuan tertulis baik melalui Kepala Daerah dan DPRD yang bersangkutan. Huruf b Dalam melaksanakan penelitian awal, pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan pihak manapun yang dapat mendukung pembentukan Daerah dimaksud. Huruf c
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
185
Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, menyarankan kepada Kepala Daerah dan DPRD yang bersangkutan agar Daerah tsb diusulkan untuk dihapus. Pasal 18 Ayat (1) Bantuan APBN kepada propinsi yang baru dibentuk disesuaikan dengan kondisi keuangan negara. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4036
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
186
Lampiran III
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
187
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan dan kemajuan Provinsi
Sumatera Utara pada umumnya dan Kabupaten Asahan pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Asahan, dipandang perlu membentuk Kabupaten Batu Bara di wilayah Provinsi Sumatera Utara;
c. bahwa pembentukan Kabupaten Batu Bara diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal 20
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
188
2. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Propinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 40);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
189
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN
KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Provinsi Sumatera Utara adalah daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103)
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
190
jo. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Propinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 40).
4. Kabupaten Asahan adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092), yang merupakan kabupaten asal Kabupaten Batu Bara.
BAB II
PEMBENTUKAN, BATAS WILAYAH, DAN IBU KOTA
Bagian Kesatu Pembentukan
Pasal 2
Dengan Undang-Undang ini dibentuk Kabupaten Batu Bara di wilayah Provinsi Sumatera Utara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 3 Kabupaten Batu Bara berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Asahan yang terdiri atas cakupan wilayah:
a. Kecamatan Medang Deras; b. Kecamatan Sei Suka; c. Kecamatan Air Putih; d. Kecamatan Lima Puluh; e. Kecamatan Talawi; f. Kecamatan Tanjung Tiram; dan g. Kecamatan Sei Balai.
Pasal 4
Dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wilayah Kabupaten Asahan dikurangi dengan wilayah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
191
Bagian Kedua Batas Wilayah
Pasal 5
(1) Kabupaten Batu Bara mempunyai batas-batas wilayah: a. sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bandar Khalifah, Kabupaten
Serdang Bedagai dan Selat Malaka; b. sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka dan Kecamatan Air Joman,
Kabupaten Asahan; c. sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan
dan Kecamatan Ujung Padang, Kabupaten Simalungun; dan d. sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bosar Maligas, Kecamatan
Bandar, Kecamatan Bandar Masilam, Kecamatan Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun dan Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai.
(2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(3) Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, digambarkan dalam peta wilayah, yang merupakan wilayah Kabupaten Batu Bara sebagaimana tercantum dalam lampiran Undang-Undang ini.
(4) Batas cakupan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wilayah yang terdapat dalam batas-batas tersebut digambarkan dalam peta wilayah, yang merupakan wilayah Kabupaten Batu Bara sebagaimana tercantum dalam lampiran Undang-Undang ini dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(5) Penentuan batas wilayah Kabupaten Batu Bara secara pasti di lapangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan batas wilayah secara pasti di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 6
(1) Dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Kabupaten Batu Bara menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
192
Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara serta memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota di sekitarnya.
Bagian Ketiga
Ibu Kota Pasal 7
Ibu kota Kabupaten Batu Bara berkedudukan di Kecamatan Lima Puluh.
BAB III URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 8
(1) Urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Kabupaten Batu Bara mencakup urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pembangunan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan pencatatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
(3) Urusan pilihan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
193
BAB IV
PEMERINTAHAN DAERAH
Bagian Kesatu
Peresmian Daerah Otonom Baru dan Penjabat Kepala Daerah
Pasal 9
Peresmian Kabupaten Batu Bara dan pelantikan Penjabat Bupati Batu Bara dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden paling lambat 6 (enam) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Bagian Kedua
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Pasal 10
(1) Pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara untuk pertama kali dilakukan dengan cara penetapan berdasarkan perimbangan hasil perolehan suara partai politik peserta Pemilihan Umum Tahun 2004 yang dilaksanakan di Kabupaten Asahan.
(2) Jumlah dan tata cara pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Asahan yang asal daerah pemilihannya pada Pemilihan Umum Tahun 2004 terbagi ke dalam wilayah Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara sebagai akibat dari Undang-Undang ini, yang bersangkutan dapat memilih untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara atau tetap pada keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Asahan.
(4) Penetapan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Asahan.
(5) Peresmian pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah pelantikan Penjabat Bupati Batu Bara.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
194
Bagian Ketiga Pemerintah Daerah
Pasal 11
(1) Untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Batu Bara dipilih dan disahkan Bupati dan Wakil Bupati, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, paling lama 1 (satu) tahun sejak terbentuknya Kabupaten Batu Bara.
(2) Sebelum terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk pertama kalinya Penjabat Bupati diangkat dan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden berdasarkan usul Gubernur dari pegawai negeri sipil dengan masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Gubernur Sumatera Utara untuk melantik Penjabat Bupati Batu Bara.
(4) Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang memiliki kemampuan dan pengalaman jabatan di bidang pemerintahan serta memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Apabila dalam waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terpilih dan belum dilantik Bupati definitif, Menteri Dalam Negeri dapat mengangkat kembali Penjabat Bupati untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya paling lama 1 (satu) tahun atau menggantinya dengan penjabat lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Gubernur melakukan pembinaan, pengawasan, evaluasi dan fasilitasi terhadap kinerja Penjabat Bupati dalam melaksanakan tugas pemerintahan, proses pengisian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pemilihan Bupati/Wakil Bupati.
Pasal 12
Untuk pertama kali pembiayaan pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Batu Bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Asahan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
195
Pasal 13
(1) Untuk menyelenggarakan pemerintahan di Kabupaten Batu Bara dibentuk perangkat daerah yang meliputi Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, serta unsur perangkat daerah yang lain dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dibentuk oleh Penjabat Bupati paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pelantikan.
BAB V
PERSONEL, ASET DAN DOKUMEN
Pasal 14
(1) Bupati Asahan bersama Penjabat Bupati Batu Bara menginventarisasi, mengatur, dan melaksanakan pemindahan personel, penyerahan aset, serta dokumen kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara.
(2) Pemindahan personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sejak pelantikan penjabat bupati.
(3) Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak pelantikan penjabat bupati.
(4) Personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi pegawai negeri sipil yang karena tugas dan kemampuannya diperlukan oleh Kabupaten Batu Bara.
(5) Gubernur Sumatera Utara memfasilitasi pemindahan personel, penyerahan aset, dan dokumen kepada Kabupaten Batu Bara.
(6) Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selama belum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Batu Bara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja dari asal satuan kerja personel yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(7) Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), meliputi: a. barang milik/dikuasai yang bergerak dan tidak bergerak dan/atau
dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Asahan yang berada dalam wilayah Kabupaten Batu Bara;
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Asahan yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kabupaten Batu Bara;
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
196
c. utang piutang Kabupaten Asahan yang kegunaannya untuk Kabupaten Batu Bara menjadi tanggung jawab Kabupaten Batu Bara; dan
d. dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kabupaten Batu Bara.
(8) Dalam hal penyerahan dan pemindahan aset serta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dilaksanakan oleh Bupati Asahan, Gubernur Sumatera Utara selaku wakil Pemerintah wajib menyelesaikannya.
(9) Pelaksanaan pemindahan personel dan penyerahan aset serta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh Gubernur Sumatera Utara kepada Menteri Dalam Negeri.
BAB VI
PENDAPATAN, ALOKASI DANA PERIMBANGAN, HIBAH DAN BANTUAN DANA
Pasal 15
(1) Kabupaten Batu Bara berhak mendapatkan alokasi dana perimbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai dana perimbangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah.
(2) Dalam dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengalokasikan dana alokasi khusus prasarana pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Pemerintah Kabupaten Asahan sesuai kesanggupannya memberikan hibah berupa uang untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Batu Bara sebesar Rp.7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) setiap tahun selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
(2) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memberikan bantuan dana untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Batu Bara sebesar Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap tahun selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
(3) Hibah dan bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimulai sejak pelantikan Penjabat Bupati Batu Bara.
(4) Apabila Kabupaten Asahan tidak memenuhi kesanggupannya memberikan hibah sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah mengurangi penerimaan dana alokasi umum dari Kabupaten Asahan untuk diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
197
(5) Apabila Provinsi Sumatera Utara tidak memenuhi kesanggupannya memberikan bantuan dana sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah mengurangi penerimaan dana alokasi umum dari Provinsi Sumatera Utara untuk diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara.
(6) Penjabat Bupati Batu Bara menyampaikan realisasi penggunaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati Asahan.
(7) Penjabat Bupati Batu Bara menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi penggunaan dana hibah dan dana bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Gubernur Sumatera Utara.
Pasal 17
Penjabat Bupati Batu Bara berkewajiban melakukan penatausahaan keuangan daerah sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 18
(1) Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melakukan pembinaan dan fasilitasi secara khusus terhadap Kabupaten Batu Bara dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak diresmikan.
(2) Setelah 5 (lima) tahun sejak diresmikan, Pemerintah bersama Gubernur Sumatera Utara melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Batu Bara.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan acuan kebijakan lebih lanjut oleh Pemerintah dan Gubernur Sumatera Utara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
198
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
(1) Sebelum terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Penjabat Bupati Batu Bara menyusun Rancangan Peraturan Bupati tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Batu Bara untuk tahun anggaran berikutnya.
(2) Rancangan Peraturan Bupati Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah disahkan oleh Gubernur Sumatera Utara.
(3) Proses pengesahan dan penetapan Peraturan Bupati Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
(1) Sebelum Kabupaten Batu Bara menetapkan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, semua Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati Asahan tetap berlaku dan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Batu Bara.
(2) Semua Peraturan Daerah Kabupaten Asahan, Peraturan dan Keputusan Bupati Asahan yang selama ini berlaku di Kabupaten Batu Bara harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Kabupaten Batu Bara disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
199
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2007 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
AD INTERIM REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 7
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
i
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA
I. UMUM Provinsi Sumatera Utara yang memiliki luas wilayah ± 72.427,81 km2 dengan penduduk pada tahun 2005 berjumlah ± 12.333.974 jiwa terdiri atas 18 (delapan belas) kabupaten dan 7 (tujuh) kota, perlu memacu peningkatan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kabupaten Asahan yang mempunyai luas wilayah ± 4.624,41 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 berjumlah 1.024.369 jiwa terdiri atas 20 (dua puluh) kecamatan. Kabupaten ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk seperti tersebut di atas, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Asahan Nomor 23/K/DPRD/2005 tentang Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Asahan untuk Pembentukan Kabupaten Batu Bara dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Asahan Nomor 25/K/DPRD/2005 tanggal 4 Agustus 2005 tentang Kesanggupan Dukungan Dana Kepada Pemerintah Kabupaten Baru Hasil Pemekaran Kabupaten Asahan dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 11/K/2005 tanggal 18 Oktober 2005 tentang Persetujuan Terhadap Rencana Pemekaran Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan kajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
ii
daerah dan berkesimpulan bahwa Pemerintah perlu membentuk Kabupaten Batu Bara.
Pembentukan Kabupaten Batu Bara yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan terdiri atas 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Medang Deras, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Air Putih, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Talawi, Kecamatan Tanjung Tiram termasuk Pulau Sala Namo dan Pulau Pandang, dan Kecamatan Sei Balai. Kabupaten Batu Bara memiliki luas wilayah keseluruhan ± 922,20 km2 dengan jumlah penduduk ± 374.715 jiwa pada tahun 2005.
Dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara sebagai daerah otonom, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berkewajiban membantu dan memfasilitasi terbentuknya kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan perangkat daerah yang efisien dan efektif sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta membantu dan memfasilitasi pemindahan personel, pengalihan aset dan dokumen untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Batu Bara.
Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kabupaten Batu Bara perlu melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan, dan peningkatan sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas. Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
iii
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Lampiran peta cakupan wilayah digambarkan dengan skala 1:50.000.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Dalam rangka pengembangan Kabupaten Batu Bara khususnya guna perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat pada masa yang akan datang, serta pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, diperlukan adanya kesatuan perencanaan pembangunan. Untuk itu Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batu Bara harus benar-benar serasi dan terpadu penyusunannya dalam satu kesatuan sistem Rencana Tata Ruang Wilayah yang terpadu dengan Tata Ruang Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9
Peresmian kabupaten dan pelantikan Penjabat Bupati dapat dilakukan secara bersamaan dan pelaksanaannya dapat bertempat di ibu kota negara, atau ibu kota provinsi, atau ibu kota kabupaten.
Pasal 10
Cukup jelas. Pasal 11
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
iv
Penjabat Bupati Batu Bara diusulkan oleh Gubernur Sumatera Utara dengan pertimbangan Bupati Asahan.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 12
Pembebanan biaya pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Batu Bara kepada APBD Provinsi Sumatera Utara dan APBD Kabupaten Asahan dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan kemampuan keuangan masing-masing daerah.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Untuk mencapai daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran dan perlengkapannya, serta fasilitas pelayanan umum yang telah ada selama ini dalam pelaksanaan tugas Pemerintah Kabupaten Asahan dalam wilayah calon Kabupaten Batu Bara. Dalam rangka tertib administrasi, diperlukan tindakan hukum berupa penyerahan personel, aset, dan dokumen dari Pemerintah Kabupaten Asahan kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara. Demikian pula BUMD Kabupaten Asahan yang berkedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kabupaten Batu Bara, untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraannya, jika
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
v
dianggap perlu, diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Asahan kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara. Dalam hal BUMD yang pelayanan/kegiatan operasionalnya mencakup kabupaten induk dan kabupaten baru, pemerintah daerah yang bersangkutan melakukan kerja sama. Begitu juga utang piutang yang penggunaannya untuk Kabupaten Batu Bara diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Asahan kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara. Berkenaan dengan pengaturan penyerahan tersebut, dibuatkan daftar inventaris.
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7) Cukup jelas.
Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1) Yang dimaksud dengan “hibah” adalah pemberian sejumlah uang yang besarnya didasarkan pada Keputusan DPRD Nomor 25/K/DPRD/05 tanggal 4 Agustus 2005 dan Surat Keputusan Bupati Asahan Nomor 346-PEM/2006 tanggal 6 Oktober 2006.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “memberikan bantuan dana” adalah pemberian sejumlah dana yang didasarkan pada Keputusan Gubernur Nomor 9003/3008/K/Thn 2006 tanggal 6 Nopember 2006.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Pengurangan dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai dengan kesanggupan Pemerintah Kabupaten Asahan yang belum dibayarkan.
Ayat (5) Pengurangan dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai dengan kesanggupan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang belum dibayarkan.
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
vi
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7) Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18 Cukup jelas.
Pasal 19 Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4681
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
vii
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008
viii
Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008