Upload
neyo-jr
View
110
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
Cerpen “Seven” karya Fahluluk Wardoyo
Seven
7 tahun yang lalu. Hujan sangat deras dan perasaan yang semakin resah, hanya
terduduk pasrah di pojok warung telepon tempat biasa aku menunggu jemputan, tiba-tiba
ayah datang menjemputku rasa lega sekejap merasuk dalam angan kegelisahan ini. Aku
sekolah disalah satu Sekolah Menengah Pertama di daerah Kota Batang, seragam putih biru
merupakan kebangganku waktu itu, setelah berfikir seragam putih merah yang sudah tak
cocok aku kenakan. Kenakalan menjadi sebuah kebiasaan yang tidak terkendali, walau aku
menyadari betapa bodohnya aku saat melakukan hal itu, namanya juga remaja yang labil.
Tidak jarang juga aku membuat kerusuhan, hingga orang tua harus mendapatkan akibatnya.
Sebuah teguran dan nasehat sudah menjadi hal biasa dalam hidupku, malahan kadang aku
berfikir menjadi seorang yang nakal itu penting, kalo kita tidak nakal sekarang, kapan kita
akan memanfaatkan kesempatan ini, mumpung masih muda. Eits, tapi kalau sudah dewasa
tentu bukan menjadi hal yang baik. Terkadang menjadi hal yang sangat bahagia pula, ketika
terdapat sebuah masalah dan aku menjadi pelaku utamanya, serasa menjadi seorang aktor
yang sagat penting dalam sebuah produksi film, mendapatkan banyak simpati dari orang-
orang sekitar dan aku hanya tertawa dalam hati untuk mengapresiasikan hal itu.
6 tahun lalu, aku sangat menikmati yang namanya kehidupanku, belajar dan bermain
serasa tidak ada beban dalam kehidupan, sekolahpun tidak aku risaukan yang penting aku
menampakkan wajahku ketika guru tengah mempresensi kebaradaan para murid yang
diajarnya dan seketika aku bisa saja hilang tanpa bekas, seperti debu tertiup angin tanpa sisa
dan tanpa jejak. Kenakalan yang menurut aku sih masih wajar, tapi kenapa para guru
menanggapi dengan serius, benar-benar merepotkan saja. Namun dibalik semua masalah itu
keluargalah yang tidak pernah mempermasalahkan dengan segala kelakuanku, aku merasa
bangga mempunyai sebuah keluarga yang perhatian, pengertian, kompak dan sangat disiplin.
Ketika mentari sudah menampakkan diri, sarapan sudah tersaji dengan rapi di depan meja
makan yang dibuat oleh mamaku sendiri. Walau kami tergolong keluarga yang sederhana,
namun kami sangat menjunjung tinggi rasa kebersamaan diantara kami. Makan bersama
merupakan kebudayaan yang wajib dilaksanakan oleh setiap anggota keluarga aku, papa, dan
mamah. Tidak jarang papa menasehatiku ketika makan berlangsung. Papaku pernah bilang,
Cerpen “Seven” karya Fahluluk Wardoyo
jangan sesekali kamu jahat dengan keluargamu, karena setiapkali kamu mendapatkan sebuah
masalah keluargalah yang selalu ada di belakangmu untuk memberikan semangat. Selalu aku
mengindahkan kata-kata itu hingga aku merasakan bahwa keluargalah orang yang harus aku
pertahankan.
5 tahun lalu, hampir setiap hari aku menyantap makanan dipagi hari dengan menu
sederhana, namun sangat mengenyangkan. Tidak pernah kami melewatkan kebersamaan
kami saat sarapan pagi. Ancapkali mama membangunkan aku pagi-pagi agar aku bisa mandi
lebih awal dan bisa sarapan bersama-sama sebelum berangkat ke sekolah. Papa seseorang
yang sangat rajin, menjadi seorang pendidik merupakan tugas yang harus diembannya.
Dengan sikap disiplin dan tegasnya, sekarang papa diamanati meragkap jabatan sebagai
seorang kepala sekolah di salah satu sekolah swasta kota ini. Dari sinilah masalah terjadi,
seringkali aku melakukan keonaran disekolah hingga melakukan hal bodoh yang sampai-
sampai membuat orang lain terluka. Pada hari itu aku mendapatkan sebuah amanat untuk
mendatangkan orangtuaku ke sekolah karena tindakan yang telah aku buat. Seorang siswa
merasakan sebuah pukulan emasku, setelah aku dipermalukan karena aku tidak bisa
memasukan sebuah bola ke dalam ring basket. Hari itu juga papa mendatangi sekolah itu dan
mendapat teguran keras dari kepala sekolahku. Dan parahnya, kepala sekolahku mengenal
papa dari situlah papa merasa sangat malu dan tidak bisa mendidik anak. Setelah kejadian itu,
papa merasa tidak becus mengurusi anak dan berniatan ingin menyudahi masa jabatannya
sebagai seorang kepala sekolah. Aku sangat takut dan beberapa kali papa bilang kalau itu
bukan kesalahanku, semuanya murni karena papa tidak bisa mendidik anaknya dengan baik.
Saat itu juga aku meminta maaf kepada papa dan berjanji tidak akan melakukannya kebali
dan akan menjadi anak yang baik. Kini aku mulai memperbaiku semua tindakanku yang sia-
sia dengan hal yang lebih baik. Dan papa sekarang masih menjabat sebagai kepala sekolah,
ditambah dengan prestasiku yang semakin hari semakin bagu. Senangnya menjadi seorang
anak kepala sekolah, berfikir dua kali untuk melakukan hal-hal yang sembrono agar image
papa tetap terjaga dengan baik.
4 tahun tahun lalu, setelah kejadian yang menimpaku, kini aku mulai
mengambangkan potensi yang ada didalam diriku. Dari hal yang telah aku lewati akhirnya
aku menemukan sebuah potensi yang mungkin jauh dari apa yang aku pikir selama ini.
Menulis, ya benar, dengan menulis aku akan menceritakan semua yang ada didunia ini.
Segalahal yang aku ketahui dan segala yang mebuat aku bahagia hidup bersama mereka.
Berbagai kesempatan aku sempatkan untuk menulis sebuah cerita dimana aku menuangkan
Cerpen “Seven” karya Fahluluk Wardoyo
segala imajinasiku sebagai seorang penulis, berharap kelak aku akan menjadi seorang penulis
yang sangat terkenal di sepanjang masaku. Memang benar menjadi seorang penulis bukan
merupakan sebuah hal yang mudah, harus aku mulai dengan usaha keras agar suatu saat
tulisanku dapat dinikmati oleh para pembaca. Pemilihan kata tentu menjadi hal yang utama,
biasanya dengan kata-kata yang menarik akan mebuat seseorang merasa tertarik untuk
membaca karya itu. Dan akhirnya di akhir sekolahku di sekolah menengah pertama aku
membuat sebuah cerita pendek dimana disalamnya menceritakan tentag usaha seorang anak
dalam menghadapi kehidupan karena orang tuanya adalah seorang pekerja seks komersial,
tentu bukan menjadi hal yang mudah bagi seorang Ando yang masih menginjak umur 9 tahun
dan harus menanggung segala cemooh dari tetangga dan masyarakat disekitar tempat ia
tinggal. Setiap hari ia mendapat ejekan dari teman-teman disekolahnya, diusia yang masih
kecil ia mendapatkan sebuah pukulan psikologi yang besar, sehingga pada saat besar ia
berusaha menjadi seorang yang berguna dan bisa membanggakan mamanya, karena ia telah
ditinggal oleh papa nya sejak kecil. Di akhir ceritanya kini ia menjadi seorang motivator
profesional, sejak itlah ia terus memberikan motivasi-motivasi kepada para saudaranya yang
masih memiliki nasib yang kurang beruntung.
3 tahun yang lalu, dimana ak menjadi salah satu finalis dalam ajang lomba sinopsis
tingkat kota bersamaan dengan tahun pertamaku di bangku sekolah menengah atas. Senang
rasanya bisa menjadi salah satu finalis, hal ini tentu sangat memotivasi aku untuk lebih
berusaha karena pada kesempatan yang lalu aku belum menjadi juara. Selalu aku
menuangkan cerita tentang pengalamanku kedalam cerpen yang aku buat, berharap aku lebih
menghayati setiap lekuk ceritanya. Dalam kehidupan sekolahku, aku termasuk siswa yang
tidak terlalu menonjol namun aku selalu percaya diri dalam melakukan setiap hal yang aku
kerjakan. Namun dalam perjalanan sekolahku aku mengalami banyak masalah tentang
pelajaran, salah satunya adalah fisika. Ilmu yang dikembangkan Einstein ini memang sangat
merepotkan aku, dengan rumus yang super-duper banyaknya dan banyakanya teori yang
harus aku hafal setiap harinya membuat otakku meleleh setiap melihat buku fisika. Bagiku
fisika lebih baik dihapuskan saja, karena pelajaran itu akan memusnahkan para makhluk
hidup lainnya jika diteruskan ada. Di dalam pelajaran yang rumit itu juga ada pelajaran
tentang bom atom yang sekarang marak disalah gunakan oleh para peneliti dan akhil fisika
yang kurang bertanggung jawab.
2 tahun yang lalu, setahun aku merasakan penderitaan dengan pelajaran fisikan dan
kini aku harus masuk dikelas IPA, benar-benar menjadi petaka untuk dua tahun yang akan
Cerpen “Seven” karya Fahluluk Wardoyo
datang. Prestasiku memang cukup bagus di pelajaran yang lain. Namun dengan hal itu aku
akan menemu masalah yng lebih berat dibandingkan dengan semua masalah yang pernah aku
lalui. Kini setelah aku melewati masa-masa kekanakan, aku sudah mulai lebih dewasa, hal ini
tercermin ketika aku menginjakkan diri di kelas 2, mulai adanya ketertarikan aku kepada
lawan jenis. Salah satu perempuan yang paling cantik di sekolahku teryata terdampar sekelas
dengan aku. Hal yang wajar jika aku menyukainya, namun ada yang tidak wajar dibalik itu
semua. Ternyata tidak hanya aku yang mengincar sang gadis primadona itu. Serasa menjadi
seorang yang siap-siap akan patah hati. Namun aku tidak menyerah, berbagai cara aku
berusaha agar mendapatkan perhatian darinya. Sangat mengejutkannya ternyata dia adalah
Yassmin, teman seangkatan aku yang di tahun pertamanya menjadi peringkat 3 nasional.
Benar-benar tidak ada kesempatan aku untuk mendekatinya. Beberapa hari aku merenungkan,
dan akhirnya aku memutuskan untuk belajar fisika agar aku bisa mendapatkan perhatian
Yassmin. Mungkin hanya itu satu-satunya cara, mulai aku mebuka buku pelajaran fisika dan
ternyata bukan menjadi suatu yang mustahil. Menginjak ke semester kedua kini aku bisa
menguasai beberapa rumus dan semakin menyukai pelajaran fisika. Setiap pelajaran fisika,
aku selalu aktif. Terkadang Yassmin juga bertanya kepadaku, dengan senyum aku membalas
setiap pertanyaannya. Hari demi hari aku terus berlatih, hingga suatu hari ada pengumuman
dari guru fisikaku, yang akan diadakan sebuah perlombaan Olimpiade Fisika Nasional,
mendengar hal itu tentu sudah tidak mengagetkan, karena pasti Yassmin yang akan mewakili
sekolahku. Nama Yassmin pun diucapkan oleh guruku dan semua teman-teman sekelasku
memberikan apresiasi kepadanya dengan bertepuk tangan, namun tidak terduga guruku
menyuruh semuanya untuk tetap tenang, dengan alasan akan ada seorang lagi yang mendapat
kesempatan mengikuti bimbingan persiapan lomba Olimpiade Fisika itu. Alangkah kagetnya
bahwa akulah yang akan menemani Yassmin untuk mengikuti Oimpiade Fisika.
1 tahun yang lalu, kini aku telah melupakan masa lalu yang menurut aku bukanlah hal
yang menyenangkan, karena stelah aku mendekatinya ternyata Yassmin sudah mempunyai
pacar, seorang mahasiswa STAN, yang tentu bukan merupakan tandinganku yang hanya
seorang siswa yang masih labil. Kini aku menikmati hidup yang aku jalani, pelajaran fisika
bukan menjadi masalahku sekarang, yang terus aku pikirkan adalah bagaimana aku
mempersiapkan segala sesuatunya tentang Ujian Nasional yang akan aku hadapi. Disamping
itu pendaftaran perguruan tinggi juga sudah dimulai. Semua teman-teman juga
mempersiapkan dengan baik. Setelah penantian panjang akhirnya kamu tiba pada saat
kelulusan. Para murid disekolah berkumpul di lapangan sepakbola. Seketika suasana pecah
Cerpen “Seven” karya Fahluluk Wardoyo
dengan kegembiraan yang terlihat diwajah mereka, aku ikut tersenyum mendengar bahwa
sekolah kami lulus 100% dengan predikat lulusan terbaik 10 tingkat nasional.
Sekarang, aku berdiri dikampus tercinta. Berada dikota yang asing, tidak ada lagi
tetangga yang tersenyum ketika aku lewat, tidak ada kawan-kawan seperjuangan
disampingku dan tidak ada lagi sapaan orang tuaku. Dari semua hal yang aku lewati, hal ini
lah yang paling menakutkan bagiku, tidak ada kesempatan untuk memelas kepada orang lain.
Aku tidak perlu ragu dengan segala kerisauan hati dimasa lalu, hanya perlu membuat
perubahan kecil untuk masa depanku. Jauh dari pandangan orang tua, hidup mandiri,
bermasyarakat dengan lingkungan yang baru, mendapatkan pengalaman yang jauh berbeda
itu adalah tantanganku. Aku merasa sangat bersyukur, aku masih seorang bocah yang dulu,
namun dalam potret kehidupan yang berbeda. Menengok kesampingku, berharap ini adalah
mimpi, namun sebuah gedung megah sudah menghancurkan halusinasi sesaatku itu. Dengan
elok warna ungu yang menghiasi tembok gedung kebesaran di Fakultasku. Gedung yang akan
menjadi saksi awal perjalananku meraih sebuah harapan kecil untuk masa depan yang besar.
Perjalananku mengenal sebuah tulisan, berkarya dan mengapresiasikan segala bentuk hal
yang bisa aku gambarkan. Kini menulis bukan menjadi sebuah hal yang tabu dalam
kehidupanku, menulis merupakan bagian penting dalam proses perkebangan dan
pertumbuhanku. Apresiasi segala bentuk reaksi terhadap keadaan sekitar menuntunku untuk
memberikan sebuah karya masa depan yang akan terealisasikan bersama usaha dan tekad ini.
Rasa riang gembira aku rasakan sebagai seorang mahasiswa, mempunyai dedikasi tinggi dan
loyalitas terhadap tanggung jawab yang diemban. Tidak ada lagi seragam, hanya sebuah jaket
kebanggan yang menjadi identitasku sebagai mahasiswa. Itulah aku.
Cerpen “Seven” karya Fahluluk Wardoyo
BIODATA PENULIS
Nama : Fahluluk Wardoyo
Tempat, tanggal lahir : Batang, 7 April 1995
Alamat : Jl.Uripsumoharjo 32 Batang, Gg.Arjuna Rt 01 Rw 05 Sambong
Kebrok Batang, 51212 Kab.Batang, Jawa Tengah.
Nomor telpon : 0857-428-428-30
Akun Facebook : Ne-yo Jr.
Alamat Email : [email protected]