19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Filsafat adalah suatu aktifitas manusia dalam mempergunakan akal pikirannya sebaik mungkin, untuk mengetahui dan menjawab secara mendalam segala persoalan. Apabila segala persoalan tersebut diorientasikan terbatas untuk memahami bidang pendidikan, lahirlah yang dinamakan sebagai fisafat pendidikan. Filsafat pendidikan bukanlah filsafat umum atau filsafat murni, melainkan merupakan filsafat khusus atau terapan. Apabila dilihat dari karakteristik objeknya, filsafat terbagi dalam dua macam, yaitu filsafat umum atau murni, dan filsafat khusus atau terapan. Berbeda dengan filsafat umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu, filsafat khusus mempunyai objek salah satu aspek kehidupan manusia yang penting. Salah satu aspek tersebut adalah bidang pendidikan. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat terapan yang menyelidiki hakikat pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakihat pendidikan, yang bersangkut paut dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaannya. Berkenaan dengan filsafat pendidikan islam, Fadhil Jamaly merumuskan pengertiannya sebagai pandangan mendasar tentang pendidikan yang bersumber ajaran Islam yang berorientasi

Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Filsafat adalah suatu aktifitas manusia dalam mempergunakan akal pikirannya sebaik

mungkin, untuk mengetahui dan menjawab secara mendalam segala persoalan. Apabila segala

persoalan tersebut diorientasikan terbatas untuk memahami bidang pendidikan, lahirlah yang

dinamakan sebagai fisafat pendidikan.

Filsafat pendidikan bukanlah filsafat umum atau filsafat murni, melainkan merupakan

filsafat khusus atau terapan. Apabila dilihat dari karakteristik objeknya, filsafat terbagi dalam

dua macam, yaitu filsafat umum atau murni, dan filsafat khusus atau terapan. Berbeda dengan

filsafat umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu, filsafat khusus

mempunyai objek salah satu aspek kehidupan manusia yang penting. Salah satu aspek tersebut

adalah bidang pendidikan. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa filsafat pendidikan adalah

filsafat terapan yang menyelidiki hakikat pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar

belakang, cara dan hasilnya, serta hakihat pendidikan, yang bersangkut paut dengan analisis

kritis terhadap struktur dan kegunaannya.

Berkenaan dengan filsafat pendidikan islam, Fadhil Jamaly merumuskan pengertiannya

sebagai pandangan mendasar tentang pendidikan yang bersumber ajaran Islam yang berorientasi

pengembangannya didasarkan pada ajaran tersebut. Batasan ini menjelaskan bahwa seluruh

kajian tentang pendidikan dalam filsafat pendidikan islam, harus senantiasa bersumber dari

ajaran islam, sedangkan orientasi pemikiran dan pengembangannya juga diarahkan untuk tidak

menyimpang dari ajaran islam.

Definisi diatas menerangkan bahwa filsafat pendidikan agama islam, selain dipandang

sebagai studi filosofis dari sistem dan aliran filsafat islam, juga berusaha mengetahui sampai

sejauh mana pengaruh keberadaan pendidikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan umat

Islam karena bagaimanapun formulasi pendidikan islam, pada akhirnya diharapkan dapat

memberikan implikasi positif terhadap pemecahan problematika umat islam.

Page 2: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dalam makalah ini pemakalah akan berusaha menguraikan dan

menjelaskan tentang :

a) Apa saja metode yang dapat digunakan dalam filsafat pendidikan Islam ?

b) Bagaimana pemikiran para tokoh mengenai konsep dan metode pengajaran dalam

pendidikan Islam ?

Page 3: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Metode dalam filsafat pendidikan islam

Keberhasilan filsafat dalam menyelesaikan berbagai problematika yang dihadapinya,

tentunya tidak terlepas dari metode yang digunakannya. Metode, secara harfiah berasal dari

bahasa Yunani, yaitu kata depan meta dan kata benda hodos. Kata meta berarti menuju, melalui,

mengikuti, sedangka kata hodos berarti cara, jalan dan arah.

Menurut istilah, metode adalah cara berpikir menurut system tertentu. Runesa

menjelaskan, metode adalah prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dari dua

pendapat diatas, disimpulkan bahwa metode adalah suatu cara atau prosedur yang digunakan

dalam suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang optimal.

Metode senantiasa inhern dengan ilmu pengetahuan, karena metode berfungsi sebagai

cara yang dipakai untuk menelaah dan memecahkan persoalan dalam ilmu pengetahuan tersebut.

Secara operasional, metode yang dapat dipergunakan dalam filsafat pendidikan Islam

diantaranya adalahsebagai berikut :

1) Metode spekulatif dan kontemplatif, yang merupakan metode dalam setiap cabang

filsafat. Sering disebut dengan metode tafakur, yang berarti berpikir secara mendalam

untuk mendapatkan kebenaran hakiki dari objek yang sedang dipikirkan.

2) Metode normatif, yaitu metode yang dipakai untuk mencari dan menetapkan aturan

dalam kehidupan yang nyata. Dalam filsafat Islam sering disebut dengan istilah

pendekatan syari’ah, yaitu mencari ketentuan dan menetapkan ketentuan tentang apa

yang boleh dan tidak boleh menurut syari’at islam.

3) Analisi konsep, yaitu disebut juga analisis bahasa, yaitu menganalisis kata yang

dianggap kunci pokok, dan mewakili gagasan atau konsep, untuk mengetahui arti yang

sesungguhnya dari kata tersebut.

4) Pendekatan sejarah, yaitu mengambil pelajaran dari peristiwa dan kejadian masa lalu

karena peristiwa tersebut berguna memberikan petunjuk dalam membina masa depan.

Page 4: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

Dalam filsafat islam, penggunaan sunnah dan siroh nabi sebagai sumber, pada

hakikatnya merupakan contoh factual penggunaan analisis sejarah ini.

5) Pendekatan komprehensif atau terpadu antara sumber naqli, aqli dan ima, sebagaimana

yang dikembangkan oleh Al-Ghozali untuk mencapai kebenaran yang sungguh-

sungguh. Pendekatan ini selain mempergunakan pola verpikir empiris, juga

menggunakan pendekatan intuitif.

6) Metode analisis sintetis, yaitu suatu metode yang didasarkan pada pendekatan rasional

dan logis terhadap sasaran pemikiran, baik secara induktif maupun deduktif.

Metode-metode di atas merupakan metode yang telah lama dipergunakan dalam khazanah

filsafat pendidikan islam., tetapi tidak menutup kemungkinan munculnya metode yang lain dan

baru, yang lebih spesifik dan akurat dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh

pendidikan islam.

Filsafat pendidikan Islam yang secara structural merupakan bagian dari filsafat islam, dan

secara fungsional tidak terlepas dari pendidikan islam, mempunyai peran dan tujuan tertentu

yang terkait dengan Islam sebagai system agama yang universal. Secara tegas dikatakan bahwa

manusia dituntut untuk selalu beribadah kepada Allah SWT. Dalam arti yang seluas-luasnya

maka filsafat pendidikan islam, filsafat islam, dan pendidikan islam, pada dasarnya diarahkan

pada pencapaian semua itu.

2.2 Pemikiran Para Tokoh Mengenai Konsep Pendidikan Islam

1. Konsep Pendidikan Al-Ghozali

Untuk mengetahui konsep pendidikan Al-Ghozali ini dapat diketahui antara lain dengan

cara mengetahui dan memahami pemikirannya yang berkenaan dengan berbagai aspek yang

berkaitan dengan pendidikan, yaitu tujuan pendidikan, kurikulum, metode, etika guru dan etika

murid.

Rumusan tujuan pendidikan pada hakikatnya merupakan rumusan filsafat atau

pemikiran yang mendalam tentang pendidikan. Seseorang baru dapat merumuskan suatu tujuan

kegiatan, jika ia memahami secara benar filsafat yag mendasarinya. Rumusan tujuan ini

Page 5: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

selanjutnya akan menentukan aspek kurikulum, metode, guru dan lainnya yang berkaitan dengan

pendidikan.

Dari hasil studi terhadap pemikiran Al-Ghozali dapat diketahui dengan jelas, bahwa

tujuan akhir yang ingin dicapai melalui kegiatan pendidikan ada dua. Pertama, tercapainya

kesempurnaan insane yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah. Kedua, kesempurnaan

insane yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Selain membahas tentang tujuan, Al-Ghozali juga mengemukakan tentang konsep

kurikulum yang terkait erat dengan konsepnya mengenai ilmu pengetahuan, dalam pandangan

Al-Ghozali ilmu pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi tiga rumpun yakni :

1) Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak

2) Ilmu pengetahuan yag terpuji, baik sedikit maupun banyak, tapi kalau banyak aka

lebih baik

3) Ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji, tetapi jika mendalaminya tercela

Dalam menyusun kurikulum pelajaran, Al-Ghozali memberi perhatian khusus pada ilmu-

ilmu agama dan etika sebagaimana dilakukannya terhadap ilmu-ilmu yang sangat menentukan

bagi kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, ia mementingkan sisi yang factual dalam

kehidupan, yaitu sisi yang tidak harus tetap ada. Selain itu Al-Ghozali juga menekankan sisi

budaya. Ia jelaskan kenikmatan ilmu dan kelezatannya. Menurutnya ilmu itu wajib dituntut

bukan karena keuntungan di luar hakikatnya, tapi karena hakikatnya sendiri. Sebaliknya, Al-

Ghozali tidak mementingkan ilmu-ilmu yang berbau seni atau keindahan, sesuai dengan sifat

kepribadiannya yang dikuasai yaitu tasawuf dan zuhud.

Kurikulum yang diajukan Al-Ghozali ini mendorong kita untuk mengaitkan pada kurikulum

yang disusun oleh Herbert Spencer, seorang filosuf berkebangsaan inggris yang muncul pada

penghujung abad ke XIX. Dalam sejarah pemikiran tercatat, bahwa spencer termasuk filosuf dan

pendidik awal yang berpikir langsung untuk menyusun kurikulumpelajaran yang berdasarkan

pada prinsip-prinsip tertentuserta sejalan dengan tujuan pendidikan yang telah digariskannya

yang sejalan dengan fisafatnya.

Page 6: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

Perhatian Al-Ghozali juga tertuju pada metode pengajaran yang lebih ditujukan pada

pengajaran agama untuk anak-anak. Adapun dalam hal yang berkaitan dengan metode mengajar

secara umum hanya dikemukakan prinsip-prinsip tertentu dalam langkah-langkah khusus yang

seyogianya diikuti oleh seorang guru dalam menunaikan tugas mengajar.

Pada dasarnya, Al-Ghozali yang hidup pada masa Sembilan abad yang lalu, banyak

menemukan dasar-dasar pemikiran tentang pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataannya

berikut :

“Seorang guru yang diberi tugas mengajar suatu ilmu tertentu hendaknya memberika

kelonggaran seluas-luasnya kepada murid untuk mempelajari pelajaran yang lain. Jika diberi

tugas mengajar beberapa ilmu (mata pelajaran), hendaklah memelihara kemajuan murid dari satu

tingkat ke tingkat yang lainnya.”

Dengan demikian, metode mengajar Al-Ghozali tidak mengikuti aliran tertentu, tetapi berupa

satu model yang diperoleh dari hasil pemikiran berdasarkan ajaran islam.

2. Konsep Pendidikan Ibnu Sina

Pemikiran Ibnu Sina dalam pendidikan antara lain berkenaan dengan tujuan pendidikan,

kurikulum, metode pengajaran, guru dan pelaksanaan hukuman dalam pendidikan.

· Tujuan Pendidikan

Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan

seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu

perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina

harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara

bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahluian yang dipilihnya sesuai dengan bakat,

kesiapan dan kecenderungan dan potensi yang dimilikinya. Selain itu Ibnu Sina juga

mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan yang ditujukan pada pendidikan

bidang perkayuan, penyablonan dan sebagainya, sehingga akan muncul tenaga-tenaga yang

professional yag mampu mengerjakan secara professional.

Page 7: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak didasarkan

pada pandangannya tentang Insan Kamil (Manusia Yang Sempurna), yaitu manusia yang terbina

seluruh potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh, sebagaimana dikemukakan pada bagia

diatas. Ibnu Sina juga ingin agar tujuan pendidikan universal itu diarahkan kepada terbentuknya

manusia yang sempurna itu.

Rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tampak mencerminkan

sikapnya yang selain sebagai seorang pemikir, juga sebagai pekerja dan praktisi, dan hal itu

memang terdapat dalam dirinya sebagaimana dikemukakan diatas. Melalui tujuan pendidikan

yang dirumuskannya, ia tampak menghendaki agar orang lain meniru dirinya.

· Kurikulum

Konsep Ibnu Sina tentang kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak

didik. Untuk anak usia 3 sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina perlu diberikan mata

pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara dan kesenian.

Selanjutnya kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah

mencakup pelajarn membaca dan menghafal Al-Qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir, dan

pelajaran olahraga.

Sedangkan kurikulum untuk anak usia 14 tahun keatas. Pandangan Ibnu Sina terhadap

mata pelajaran yang harus diberikan kepada anak usia 14 tahun keatas berbeda dengan mata

pelajaran yag harus diberikan kepada anak usia sebelum 14 tahun sebagaimana telah disebutkan

diatas. Mata pelajaran yang dapat diberikan kepada anak usia 14 tahun keatas, amat banyak

jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak. Ini

menunjukkan perlu adanya pertimbangan denga kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, si

anak akan memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik. Ibnu Sina

menganjurkan kepada para pendidik agar memilihkan jenis pelajaran yang berkaitan denga

keahlian tertentu yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh anak didiknya.

· Metode Pengajaran

Konsep metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain terlihat pada setiap

materi pelajaran. Dalam setiap pembahasan materi pelajaran, Ibnu Sina selalu membicarakan

Page 8: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

tentang cara mengajarkan anak didik. Berdasarkan pertimbangan psikologisnya, Ibnu Sina

berpendapat bahwa suatu materi pelajaran tertentu tidak akan dapat dijelaskan kepada

bermacam-macam anak didik dengan salah satu cara saja, melainkan harus dicapai dengan

berbagai cara sesuai dengan perkembangan psikologisnya.

Penyampaian materi pelajaran pada anak menurutnya harus disesuaikan dengan sifat dari

materi pelajaran tersebut, sehingga antara metode dengan materi yang diajarkan tidak ak

kehilangan daya relevansinya. Metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain metode

talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi, magang dan penugasan.

Dari beberapa metode diatas, hingga sekarang masih banyak digunakan dalam kegiatan

belajar mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran Ibnu Sina dalam bidang metode

pengajaran masih relevan denga tuntutan zaman, bahkan melampauinya.

· Konsep Guru

Konsep guru yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain berkisar tentang guru yang baik.

Dalam hubungan ini Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang berakal

cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan

tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan

santun, bersih dan suci murni.

Jika diamati secara seksama, tampak bahwa potret guru yang dikehendaki Ibnu Sina

adalah guru yang lebih lengkap dari potret guru yang dikemukakan para ahli sebelumnya. Dalam

pendapatnya itu, Ibnu Sina selain menekankan unsur kompetensi atau kecakapan dalam

mengajar, juga berkepribadian yang baik. Dengan kompetensi itu, seorang guru akan dapat

mencerdaskan anak didiknya dengan berbagai pengetahuan yang diajarkannya, dan dengan aklak

ia akan dapat membina mental dan akhlak anak.

Guru seperti itu, tampaknya diangkat dari sifat dan kepribadian yang terdapat pada diri

Ibnu Sina sendiri, yang selain memiliki kompetensi akhlak yag baik, juga memiliki kecerdasan

dan keluasan ilmu.

Page 9: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

· Konsep Hukuman dalam Pelaksanaanya

Ibnu Sina pada dasarnya tidak berkenan menggunakan hukuman dalam kegiatan

pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya yang sangat menghargai martabat manusia. Namun

dalam keadaan terpaksa hukuman dapat dilakukan dengan cara yang amat hati-hati. Ibnu Sina

menyadari sepenuhnya, bahwa manusia memiliki naluri yang selalu ingin disayang, tidak suka

diperlakukan kasar dan lebih suka diperlakukan halus. Atas dasar pandangan kemanusiaan inilah

maka Ibnu Sina sangat mebatasi pelaksanaan hukuman.

Ibnu Sina membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-hati, dan hal

itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa atau tidak normal. Sedangkan dalam keadaan

normal, hukuman tidak boleh dilakukan. Sikap humanistic ini amat sejalan dengan alam

demokrasi yang amat menuntut keadilan, kemanusiaan, kesederajatan dan sebagainya.

3. Konsep Pendidikan Ibnu Taimiyah

Pemikiran Ibnu Taimiyah dalam bidang pendidikan dapat dibagi ke dalam pemikirannya

dalam bidang konsep belajar, metodologi pendidikan, hubungan antara manusia dan pendidikan.

Seluruh pemikirannya dalam bidang bidang pendidikan itu ia bangun berdasarkan keterangan

yang jelas sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah melalui pemahaman yang

mendalam, jernih dan energik. Pemikirannya dalam bidang pendidikan itu merupakan respon

terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat Islam pada saat itu yang menuntut

pemecahan yang secara strategis melalui jalur pendidikan. Semuanya itu secara singkat dapat

dikemukakan sebagai berikut :

· Konsep Belajar

Konsep belajar terbagi dalam dua teori, yaitu teori malakah dan teori tadarruj.[1]Konsep

belajar menurut teori malakah adalah upaya untuk memperoleh malakah itu sendiri, yakni

penyerapan yang betul-betul mengakar dalam jiwa. Malakah dimiliki oleh orang-orang yang

sungguh-sungguh mendalami suatu ilmu atau keterampilan tertentu.

[1]Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2011, hlm. 296

Page 10: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

Malakh dibedakan dengan pemahaman (al-fahm) dan hafalan ( al-muhafah). Pemahaman

dan hafalan adalah suatu hal yang mungkin sama baiknya dengan orang awam dan para pelajar

yang sungguh-sungguh mendalami satu waktu. Akan tetapi, malakah adalah ekslusif bagi orang

yang mendalami secara sungguh-sungguh saja dan cenderung bersifat kognitif. Adapun teori

tadarruj menyatakan bahwa belajar yang efektif adalah belajar yang sesuai dengan kebertahapan

dengan kerja akal, yakni bertahap, sedikit demi sedikit dan berkesinambungan.

· Metodologi Pendidikan

Sesuai dengan teori belajar malakah dan tadarruj, Ibnu Taimiyyah menampilkan metode

belajar melalui tiga langkah, yaitu pendahuluan, pengembangan dan penuntasan.ia

menambahkan bahwa pandangan tentang metode belajar didasarkan pada asumsi kesanggupan

manusia dalam memahami dan menguasai sesuatu hanyalah dengan berjalan sedikit demi sedikit.

Ini didasarka pada prinsip Al-Qur’an dalam surat Al-Baqaroh ayat 286 yang menyatakan, “Allah

tidak membebani seseorang, sesuai dengan kesanggupannya.” Oleh karena itu, ia menganjurkan

para pendidik untuk mengembangkan lebih jauh sesuai dengan bahan dan kesanggupan jiwa

subjek atau anak didik, dan metode ini juga harus disempurnakan atau dilengkapi dengan

memberi contoh-contoh konkret dan alat peraga. Sementara itu, evaluasi dalam teori belajar

mengajar, hanya menunjukka penilaian sejauh mana setiap proses belajar telah mencapai

malakah. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang malakah yang dicapai subjek

didik,evaluasi dilakukan pada setiap tahap belajar.

Beberapa prinsip metodologis yang dapat dirangkum melalui pandangan Ibnu Taimiyyah adalah

sebagai berikut :

a. Hendaknya tidak menyajikan pelajaran yang sulit kepada anak didik yang baru

belajar. Anak didik harus diberi persiapan secara bertahap menuju kesempurnaan.

b. Agar anak didik diajarkan masalah-masalah yang sederhana, yang dapat ditangkap

oleh akal pikirannya, baru kemudian secara bertahap dibawa ke hal-hal yang lebih

sukar dengan mempergunakan contoh-contoh yang baik, alat peraga atau alat

tertentu.

c. Jangan memberikan ilmu yang melebihi akal pikiran anak didik karena hal itu dapat

menyebabkan anak didik menjauhi ilmu dan membuatnya malas mempelajarinya.

Page 11: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

Penjabaran ilmu ke dalam kurikulum harus mengacu pada wawasan teosentrik, ilmu-ilmu tidak

bebas nilai, kesatuan iman, ilmu dan amal, dengam mempertimbangkan prinsip-prinsip

integritas, interval, orientasi pada tujuan, kontinuitas, sinkronisasi, relevansi, dan efektivitas.

· Hubungan Manusia dan Pendidikan

Pendidikan sebagai suatu yang alami bagi manusia dan Al-Qur’an sebagai dasar rujukan

serta kajian dalam pendidikan dan pengajaran. Keduanya merupakan fondasi bagi semua

keahlian yang diperoleh kemudian. Aspek-aspek pendidikan menurut Ibnu Taimiyyah adalah :

Pertama, dilihat dari ruang lingkup belajar tujuan pendidikan yang harus dirumuskan dalam tiga

matra capaian, yaitu kognitif (penguasaan ilmu), afektif (penguasaan sikap-sikap tertentu), matra

psikomotorik (penguasaan aspek-aspek tertentu). Kedua,dilihat dari segi pola mengajar. Tiga

tahap atau matra tujuan itu harus dirmuskan untuk setiap tahap yang berlangsung, dan masing-

masing tahap diharapkan mencapai sasaran tertentu. Pendidik sering disebut juga dengan

pengajar atau guru. Di dalam bahasan ini, istilah yang aka digunakan adalah pendidik.

pendidikan dalam konsep Ibnu Taimiyyah adalah sebagai sinaah, yang bertolak dari gejala

pendorong manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan (skill), yakni pikiran

yang sangat berhasrat untuk memperoleh ilmu dan skill itu.

Pendidikan, menurut Ibnu Taimiyyah adalah mata pencaharian atau industry untuk

memperoleh penghidupan. Dilihat dari ruang lingkup belajar, pendidikan bertujuan dalam hal

penguasaan ilmu,internalisasi sikap-sikap yang baik, dan penguasaan skill tertentu yang

kesemuanya bermuara pada realitas manusia sebagai kholifah di bumi.

Page 12: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas dijabarkan berbagai macam metode pengajaran, yang meliputi metode

spekulatif dan kontemplatif, metode normative, metode analisis konsep, metode pendekatan

sejarah, metode komprehensif, metode analisis sintetis. Selain itu, dijelaskan berbagai ragam

pemikiran para tokoh mengenai konsep pendidikan Islam yang meliputi tujuan pendidikan,

kurikulum, konsep belajar, konsep guru dan konsep hukum.

Page 13: Filosofi pendidikan islam dalam pemikiran para tokoh dini

DAFTAR PUSTAKA

Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: CV.Pustaka Setia, 2011,

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2000,

Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005,

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000,

Sudarsono, Fisafat Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007,

Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2011,

http:// Pemikiran Filsafat Islam.com