Upload
university-of-andalas
View
129
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
BERKENALAN DENGAN FILSAFAT
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Fenomena perkembangan abad mutakhir menghendaki adanya suatu sistem
pengetahuan yang komprehensif dengan demikian berdampak pada ilmu pengetahuan yang
berkembang terus menerus tanpa berhenti seiring dengan perkembangan pengetahuan manusia.
Perkembangan pengetahuan manusia tentang kehidupan, alam semesta dan hal-hal yang bersifat
abstrak merupakan tantangan dan tujuan dari pencarian kebenaran sejati.
Perkembangan masyarakat dewasa ini menghendaki adanya pembinaan manusia yang
dilaksanakan secara seimbang antara nilai dan sikap, pengatahuan, kecerdasan, keterampilan,
kemampuan komunikasi, dan kesadaran akan ekologi lingkungan dengan tujuan menjadikan
manusia tidak hanya berintelektual tingggi, tetapi juga memilki akhlak mulia.
Hal-hal demikian menjadikan seseorang untuk berfikir secara mendalam, merenung,
menganalisis dan menguji coba, serta merumuskan sesuatu kesimpulan yang dianggap benar
sehingga dengan melakukan kegiatan terebut dengan tidak sadar sudah melakukan kegiatan
berfilsafat, maka dari itu ilmu lahir dari filsafat atau dapat dikatakan filsafat merupakan induk
dari sebuah ilmu, oleh karena itu filsafat mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan ilmu.
Adapun pengertian dari filsafat dapat dilihat dari segi etimologis, terminologis, filsafat sebagai
pandangan hidup, dan filsafat sebagai ilmu. Filsafat merupakan sesuatu yang digunakan untuk
mengkaji hal-hal yang ingin dicari kebenaranya dengan menerapkan metode-metode filsafat.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, ada beberapa pokok permasalahan yang akan kami bahas,
antara lain sebagai berikut :
A) Pengetahuan
B) Ilmu
C) Filsafat
D) Filsafat Ilmu
E) Filsafat Ilmu Komunikasi
BAB II
PEMBAHASAN
1.PENGETAHUAN
1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia
yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo, Notoadmodjo 2003).
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada
waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh melalui indera pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas yang berbeda-beda.
1.2Tingkat Pengetahuan
Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang
tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar
dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi
yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan / atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat
dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang
itu sudah sampai tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah membedakan atau
memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek
tersebut.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan
yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Wawancara dilakukan dengan bercakap-cakap secara langsung (berhadapan muka) dengan
responden atau tidak berhadapan langsung dengan responden (misalnya melalui telepon). Angket
berupa formulir yang berisi pernyataan dan diajukan secara tertulis pada sekumpulan orang
untuk mendapatkan keterangan.
1.3 Jenis Pengetahuan
a. Pengetahuan Implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman
seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif,
dan prinsip. Pengetahuan diam seseorang biasanya sulit untuk ditransfer ke orang lain baik
secara tertulis ataupun lesan. Kemampuan berbahasa, mendesain, atau mengoperasikan mesin
atau alat yang rumit membutuhkan pengetahuan yang tidak selalu bisa tampak secara eksplisit,
dan juga tidak sebegitu mudahnya untuk mentransferkannya ke orang lain secara eksplisit.
Contoh sederhana dari pengetahuan implisit adalah kemampuan mengendara sepeda.
Pengetahuan umum dari bagaimana mengendara sepeda adalah bahwa agar bisa seimbang, bila
sepeda oleh ke kiri, maka arahkan setir ke kanan. Untuk berbelok ke kanan, pertama belokkan
dulu setir ke kiri sedikit, lalu ketika sepeda sudah condong ke kenan, belokkan setir ke kanan.
Tapi mengetahui itu saja tidak cukup bagi seorang pemula untuk bisa menyetir sepeda.
Seseorang yang memiliki pengetahuan implisit biasanya tidak menyadari bahwa dia
sebenarnya memilikinya dan juga bagaimana pengetahuan itu bisa menguntungkan orang lain.
Untuk mendapatkannya, memang dibutuhkan pembelajaran dan keterampilan, namun tidak
lantas dalam bentuk-bentuk yang tertulis. Pengetahuan implisit seringkali berisi kebiasaan dan
budaya yang bahkan kita tidak menyadarinya.
b. Pengetahuan Eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan
dalam wujud nyata berupa media atau semacamnya. Dia telah diartikulasikan ke dalam bahasa
formal dan bisa dengan relatif mudah disebarkan secara luas. Informasi yang tersimpan di
ensiklopedia (termasuk Wikipedia) adalah contoh yang bagus dari pengetahuan eksplisit.
Bentuk paling umum dari pengetahuan eksplisit adalah petunjuk penggunaan, prosedur,
dan video how-to. Pengetahuan juga bisa termediakan secara audio-visual. Hasil kerja seni dan
desain produk juga bisa dipandang sebagai suatu bentuk pengetahuan eksplisit yang merupakan
eksternalisasi dari keterampilan, motif dan pengetahuan manusia.Bagaimana membuat
pengetahuan implisit menjadi eksplisit merupakan fungsi utama dari strategi Manajemen
Pengetahuan.
c. Pengetahuan empiris
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal
sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan
dengan melakukan pengamatan yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris
tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan
dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut.
Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi
berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan
sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
d. Pengetahuan rasionalisme
Pengetahuan rasionalisme adalah pengetahuan yang diperoleh melalui akal budi.
Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada
pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2
bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah
pemikiran logis akal budi.
1.4 . Faktor- Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas
dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.
2) Media
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh
dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.
3) Informasi
Pengertian informasi menurut Oxford English Dictionary, adalah "that of which
one is apprised or told: intelligence, news". Kamus lain menyatakan bahwa informasi
adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan informasi sebagai
transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga memiliki arti yang lain sebagaimana
diartikan oleh RUU teknologi informasi yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa,
dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Sedangkan informasi sendiri mencakup
data, teks, gambar, suara, kode, program komputer, basis data. Adanya perbedaan definisi
informasi dikarenakan pada hakekatnya informasi tidak dapat diuraikan(intangible),
sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data
dan pengamatan terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi.
2. ILMU
2.1 Pengertian Ilmu Secara Etimologi
Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui.
Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu
pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya.
2.2 Pengertian Ilmu
Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia.Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan
kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemology
Ilmu alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang
bahani (material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup
pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan
dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan
bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.
2.3 Pengertian Ilmu Menurut Para Ahli
a. M. IZUDDIN TAUFIQ
Ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan
eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal usulnya
b. THOMAS KUHN
Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan, bail dalam bentuk
penolakan maupun pengembangannya
c. Dr. MAURICE BUCAILLE
Ilmu adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu yang lama
maupun sebentar.
d. NS. ASMADI
Ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui melalui
penyelidikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah)
e. POESPOPRODJO
Ilmu adalah proses perbaikan diri secara bersinambungan yang meliputi perkembangan
teori dan uji empiris
2.4 Syarat - Syarat Ilmu
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa
penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat
ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada
lebih dahulu.
1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang
sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat
bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji
objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek,
sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau
subjek penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan
terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara
tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang
digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek,
ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga
membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun
secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat
umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya
universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari
kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam
mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat
universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
3. FILSAFAT
3.1 Pengertian Filsafat
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau
sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan
segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan
segala hubungan.
3.2 Pengertian Filsafat Menurut para Ahli
1. Pengertian filsafat menurut Harun Nasution filsafat adalah berfikir menurut tata tertib
(logika) dengan bebas (tak terikat tradisi, dogma atau agama) dan dengan sedalam-
dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan
2. Menurut Plato ( 427-347 SM) filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada
3. Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan murid Plato menyatakan filsafat menyelidiki
sebab dan asas segala benda.
4. Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM) mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan
tentang sesuatu yang maha agung dan usaha untuk mencapainya.
5. Al Farabi (wafat 950 M) filsuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina menyatakan filsafat
adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki
hakekatnya yang sebenarnya.
3.3 Ciri – Ciri Berfikir Filosofi
1. Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi.
2. Berfikir secara sistematis.
3. Menyusun suatu skema konsepsi, dan
4. Menyeluruh.
3.3 Tiga Persoalan yang Ingin Dipecahkan oleh Filsafat
1. Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh Metafisika
2. Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh Epistemologi.
3. Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi Filsafat.
3.4 Beberapa Ajaran Filsafat yang Telah Mengisi dan Tersimpan dalam Khasanah Ilmu
1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta
badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme
memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.
2. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya
rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
3. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan
hakitat yang asli dan abadi.
4. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut)
tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
3.5 Manfaat Filsafat dalam Kehidupan
1. Sebagai dasar dalam bertindak.
2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
4. FILSAFAT ILMU
4.1 Definisi Filsafat Ilmu
Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemology yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu. Dalam bentuk pertanyaan, pada dasar
filsafat ilmu merupakan telahaan berkaitan dengan objek apa yang ditelaah oleh ilmu (ontologi),
bagaimana proses pemerolehan ilmu (epistemologi), dan bagaimana manfaat ilmu (axiologi),
oleh karena itu lingkup induk telaahan filsafat ilmu adalah :
a. Ontologi berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu, dalam kajian ini mencakup
masalah realitas dan penampakan (reality and appearance), serta bagaimana hubungan ke
dua hal tersebut dengan subjek/manusia.
b. Epistemologi berkaitan dengan bagaimana proses diperolehnya ilmu, bagaimana
prosedurnya untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang benar.
c. Axiologi berkaitan dengan apa manfaat ilmu, bagaimana hubungan etika dengan ilmu,
serta bagaimana mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan.
Peter Caw memberikan makna filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat yang kegiatannya
menelaah ilmu dalam kontek keseluruhan pengalaman manusia.Steven R. Toulmin memaknai
filsafat ilmu sebagai suatu disiplin yang diarahkan untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan
dengan prosedur penelitian ilmiah, penentuan argumen, dan anggapan-anggapan metafisik guna
menilai dasar-dasar validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan metodologi praktis serta
metafisika.
4.2 Objek Kajian Filsafat Ilmu
Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek , yaitu objek material dan objek
formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh
manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Filsafat sebagai proses berpikir yang sistematis
dan adil juga memiliki objek material dan objek formal.
Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang
tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam
alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan adapun, objek formal,
dan rasional adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan rasional tentang segala yang
ada. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakain
bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan
yang peraktis.
Dalam perspektif ini dapat diuraikan bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya memiliki dua obyek
substantif dan dua obyek instrumentatif, yaitu:
1. Obyek Subtantif, yang terdiri dari dua hal,yaitu :
A. Fakta (Kenyataan)
Data empirik sensual tersebut harus obyektif tidak boleh masuk subyektifitas peneliti.
Fakta itu yang faktual ada phenomenology. Fakta bukan sekedar data empirik sensual, tetapi data
yang sudah dimaknai atau diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti. Tetapi
subyektifitas di sini tidak berarti sesuai selera peneliti, subyektif disini dalam arti tetap selektif
sejak dari pengumpulan data, analisis sampai pada kesimpulan.. Data selektifnya mungkin
berupa ide , moral dan lain-lain. Orang mengamati terkait langsung dengan perhatiannya dan
juga terkait pada konsep-konsep yang dimiliki. Kenyataan itu terkonstruk dalam moral realism,
sesuatu itu sebagai nyata apabila ada korespondensi dan koherensi antara empiri dengan skema
rasional.
B. Kebenaran
Yang empirik faktual koheren dengan kebenaran transenden berupa wahyu.
Pragamatisme, mengakui kebenaran apabila faktual berfungsi. Rumusan substantif tentang
kebenaran ada beberapa teori, menurut Michael Williams ada lima teori yang relevan tentang
kebenaran, yaitu:
a. Kebenaran Preposisi, yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran proposisinya
baik proposisi formal maupun proposisi materialnya.
b. Kebenaran Korespondensi, teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada
adanya korespondensi antara pernyataan dengan kenyataan (fakta yang satu dengan fakta yang
lain). Selanjutnya teori ini kemudian berkembang menjadi teori Kebenaran Struktural
Paradigmatik, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada upaya
mengkonstruk beragam konsep dalam tatanan struktur teori (struktur ilmu/structure of science)
tertentu yang kokoh untuk menyederhanakan yang kompleks atau sering
c. Kebenaran Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang medasarkan suatu
kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya
yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
d.Kebenaran Performatif, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu dianggap
benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.
e. Kebenaran Pragmatik, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu benar
apabila mempunyai kegunaan praktis. Dengan kata lain sesuatu itu dianggap benar apabila
mendatangkan manfaat dan salah apabila tidak mendatangkan manfaat.
2. Obyek Instrumentatif, yang terdiri dari dua hal yaitu:
A. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang
atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut
dengan menggunakan landasan: asumsi, postulat atau axioma yang sudah dipastikan benar.
Pemaknaan juga dapat ditampilkan sebagai konfirmi probabilistik dengan menggunakan metode
induktif, deduktif, reflektif. Dalam ontologi dikenal pembuktian a priori dan a posteriori.
B. Logika Inferensi
Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya logika dibangun oleh
Aristoteles (384-322 SM) dengan mengetengahkan tiga prinsip atau hukum pemikiran, yaitu :
Principium Identitatis (Qanun Dzatiyah), Principium Countradictionis (Qanun Ghairiyah), dan
Principium Exclutii Tertii (Qanun Imtina’).
Logika ini sering juga disebut dengan logika Inferensi karena kontribusi utama logika
Aristoteles tersebut adalah untuk membuat dan menguji inferensi. Dalam perkembangan
selanjutnya Logika Aristoteles juga sering disebut dengan logika tradisional. Dalam hubungan
ini Harold H. Titus menerapkan ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi
aktual dan deskriptif yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuan yang juga
filsuf. Para filosof terlatih dalam metode ilmiah dan sering pula menuntut minat khusus dalam
beberapa disiplin ilmu.
4.3 Beberapa Pendapat Ahli tentang Objek Kajian Filsafat Ilmu :
Edward Madden menyatakan bahwa lingkup atau bidang kajian filsafat ilmu adalah:
Probabilitas , Induksi , dan Hipotesis
Adapun masalah-masalah yang berada dalam lingkup filsafat ilmu adalah (Ismaun) :
1. masalah-masalah metafisis tentang ilmu
2. masalah-masalah epistemologis tentang ilmu
3. masalah-masalah metodologis tentang ilmu
4. masalah-masalah logis tentang ilmu
5. masalah-masalah etis tentang ilmu
6. masalah-masalah tentang estetika
Metafisika merupakan telaahan atau teori tentang yang ada, istilah metafisika ini terkadang
dipadankan dengan ontologi jika demikian, karena sebenarnya metafisika juga mencakup
telaahan lainnya seperti telaahan tentang bukti-bukti adanya Tuhan.Epistemologi merupakan
teori pengetahuan dalam arti umum baik itu kajian mengenai pengetahuan biasa, pengetahuan
ilmiah, maupun pengetahuan filosofis.
Metodologi ilmu adalah telaahan atas metode yang dipergunakan oleh suatu ilmu, baik
dilihat dari struktur logikanya, maupun dalam hal validitas metodenya.Masalah logis berkaitan
dengan telaahan mengenai kaidah-kaidah berfikir benar, terutama berkenaan dengan metode
deduksi.Problem etis berkaitan dengan aspek-aspek moral dari suatu ilmu, apakah ilmu itu hanya
untuk ilmu, ataukah ilmu juga perlu memperhatikan kemanfaatannya dan kaidah-kaidah moral
masyarakat.
5.FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI
5.1 Pengertian Menurut para Ahli
1. Richard Lanigan
Didalam karyanya yang berjudul “Communication Models in Philosophy, Review and
Commentary” membahas secara khusus “analisis filsafati mengenai komunikasi”. Richard
Lanigan mengatakan ; bahwa filsafat sebagai disiplin biasanya dikategorikan menjadi sub-
bidang utama menurut jenis justifikasinya yang dapat diakomodasikan oleh jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
- Apa yang aku ketahui ? (What do I know ?)
- Bagaimana aku mengetahuinya ? (How do I know it ?)
- Apakah aku yakin ? (Am I sure ?)
- Apakah aku benar ? (Am I right ?)
Pertanyaan-pertanyaan di atas berkaitan dengan penyelidikan sistematis studi terhadap :
Metafisika, Epistemologi, Aksiologi dan Logika.
2. Prof. Onong Ucahana Efendy, MA,
Menurut Prof. Onong Ucahana Efendy, Filsafat komunikasi adalah suatu disiplin ilmu
yang menelaah pemahaman (verstehen) secara fundamental, metodologis, sistematis, analisis,
kritis, dan holistis tentang teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut
bidangnya, sifatnya, tatanannya,tujuannya, fungsinya, teknik dan perannya.
3. Fisher
Filosofis ilmu komunikasi menurut Fisher (1986:17) adalah ilmu yang mencakup segala
aspek dan bersifat eklektif yang digambarkan oleh Wilbur Schramm (1963:2) sabagai jalan
simpang yang ramai, semua disiplin ilmu melintasinya.
4. Laurie Ouellette Chair & Amit Pinchevski
Menurut Laurie Ouellette Chair dan Amit Pinchevski, Filsafat Komunikasi secara luas
peduli dengan masalah teoritis,analitis,dan politik yang melintasi batas-batas yang terjadi begitu
saja untuk di analisa dalam studi komunikasi.
5.2 . Kajian Filsafat KomunikasiPara ahli sepakat bahwa landasan ilmu komunikasi yang pertama adalah filsafat. Filsafat
melandasi ilmu komunikasi dari domain ethos, pathos, dan logos dari teori Aristoteles dan Plato.
Ethos merupakan komponenfilsafat yang mengajarkan ilmuwan tentang pentingnya rambu-
rambu normative dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kunci utama
bagi hubungan antara ilmu dan masyarakat. Pathos merupakan komponen filsafat yang
menyangkut aspek emosi atau rasa yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang
senantiasa mencintai keindahan, penghargaan, yang dengan ini manusia berpeluang untuk
melakukan improvisasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Logos merupakan komponen
filsafat yang membimbing para ilmuwan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pada
pemikiran yang bersifat nalar dan rasional, yang dicirikan oleh argument-argumen yang logis.
Komponen yang lain dari filsafat adalah komponen piker, yang terdiri dari etika, logika, dan
estetika, Komponen ini bersinegri dengan aspek kajian ontologi (keapaan), epistemologi
(kebagaimanaan), dan aksiologi (kegunaan atau kemanfaatan).
Pada dasarnya filsafat komunikasi memberikan pengetahuan tentang kedudukan Ilmu
Komunikasi dari perspektif epistemology:
1. Ontologis:
Ontologi berarti studi tentang arti “ada” dan “berada”, tentang cirri-ciri esensial dari yang
ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak (Suparlan: 2005). Ontolgi
sendiri berarti memahami hakikat jenis ilmu pengetahuan itu sendiri yang dalam hal ini adalah
Ilmu Komunikasi.
Ontologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Apakah ilmu
komunikasi? Apakah yang ditelaah oleh ilmu komunikasi? Apakah objek kajiannya?
Bagaimanakah hakikat komunikasi yang menjadi objek kajiannya?
Ilmu komunikasi dipahami melalui objek materi dan objek formal. Secara ontologism,
Ilmu komunikasi sebagai objek materi dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat
yang paling abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai
makhluk atau benda. Sementara objek forma melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut
pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri.
Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi,
Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia, dll.
2. Epistemologis:
Hakikat pribadi ilmu (Komunikasi) yaitu berkaitan dengan pengetahuan mengenai
pengetahuan ilmu (Komunikasi) sendiri atau Theory of Knowledge. Persoalan utama
epsitemologis Ilmu Komunikasi adalah mengenai persoalan apa yang dapat ita ketahui dan
bagaimana cara mengetahuinya, “what can we know, and how do we know it?” (Lacey: 1976).
Menurut Lacey, hal-hal yang terkait meliputi “belief, understanding, reson, judgement, sensation,
imagination, supposing, guesting, learning, and forgetting”.
Epistemologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Bagaimana proses
yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya,
metodologinya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar bisa mendapat pengetahuan dan ilmu
yang benar dalam hal komunikasi? Apa yang dimaksud dengan kebenaran? Apakah kriteria
kebenaran dan logika kebenaran dalam konteks ilmu komunikasi?
Secara sederhana sebetulnya perdebatan mengenai epistemology Ilmu Komunikasi sudah
sejak kemunculan Komunikasi sebagai ilmu. Perdebatan apakah Ilmu Komunikasi adalah sebuah
ilmu atau bukan sangat erat kaitannya dengan bagaimana proses penetapan suatu bidang menjadi
sebuah ilmu. Dilihat sejarahnya, maka Ilmu Komunikasi dikatakan sebagai ilmu tidak terlepas
dari ilmu-ilmu social yang terlebih dahulu ada. pengaruh Sosiologi dan Psikologi sangat
berkontribusi atas lahirnya ilmu ini. Bahkan nama-nama seperti Laswell, Schramm, Hovland,
Freud, sangat besar pengaruhnya atas perkembangan keilmuan Komunikasi. Dan memang,
Komunikasi ditelaah lebih jauh menjadi sebuah ilmu baru oada abad ke-19 di daratan Amerika
yang sangat erat kaitannya dengan aspek aksiologis ilmu ini sendiri.
Contoh konkret epistemologis dalam Ilmu Komunikasi dapat dilihat dari proses
perkembangan kajian keilmuan Komunikasi di Amerika (Lihat History of Communication,
Griffin: 2002). Kajian Komunikasi yang dipelajari untuk kepentingan manusia pada masa
peperangan semakin meneguhkan Komunikasi menjadi sebuah ilmu.
3. Aksiologis:
Hakikat individual ilmu pengetahuan yang bersitaf etik terkait aspek kebermanfaat ilmu
itu sendiri. Seperti yang telah disinggung pada aspek epistemologis bahwa aspek aksiologis
sangat terkait dengan tujuan pragmatic filosofis yaitu azas kebermanfaatan dengan tujuan
kepentingan manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu Komunikasi erat kaitannya dengan
kebutuhan manusia akan komunikasi.
Aksiologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Untuk apa ilmu
komunikasi itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan dan ilmu
tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimanakah kaitan ilmu komunikasi berdasarkan
pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara operasionalisasi metode ilmiah dalam upaya
melahirkan dan menemukan teori-teori dan aplikasi ilmu komunikasi dengan norma-norma
moral dan profesional?
Kebutuhan memengaruhi (persuasive), retoris (public speaking), spreading of
information, propaganda, adalah sebagian kecil dari manfaat Ilmu Komunikasi. Secara
pragmatis, aspek aksiologis dari Ilmu Komunikasi terjawab seiring perkembangan kebutuhan
manusia.
Filsafat bermula dari pertanyaan dan berakhir pada pertanyaan. Hakikat filsafat adalah
bertanya terus-menerus, karenanya dikatakan bahwa filsafat adalah sikap bertanya itu sendiri.
Dengan bertanya, filsafat mencari kebenaran. Namun, filsafat tidak menerima kebenaran apapun
sebagai sesuatu yang sudah selesai. Yang muncul adalah sikap kritis, meragukan terus kebenaran
yang ditemukan. Dengan bertanya, orang menghadapi realitas kehidupan sebagai suatu masalah,
sebagai sebuah pertanyaan, tugas untuk digeluti, dicari tahu jawabannya.
Tidak sebagaimana dengan ilmu-ilmu alam yang objeknya eksak, misalnya dalam biologi
akan mudah untuk membedakan kucing dengan anjing, mana jantung dan mana hati, sehingga
tidak memerlukan pendefinisian secara ketat. Tidak demikian halnya dengan ilmu-ilmu sosial
yang objeknya abstrak. Ilmu komunikasi berada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial yang berobjek
abstrak, yaitu tindakan manusia dalam konteks sosial. Komunikasi sebagai kata yang abstrak
sulit untuk didefinisikan. Para pakar telah membuat banyak upaya untuk mendefinisikan
komunikasi. Ilmu komunikasi sebagai salah satu ilmu sosial mutlak memberikan definisi tajam
dan jernih guna menjelaskan objeknya yang abstrak itu.
Tidak semua peristiwa merupakan objek kajian ilmu komunikasi. Sebagaimana
diutarakan, objek suatu ilmu harus terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat
hakikatnya. Karena objeknya yang abstrak, syarat objek ilmu komunikasinya adalah memiliki
objek yang sama, yaitu tindakan manusia dalam konteks sosial. Artinya, peristiwa yang terjadi
antarmanusia. Contoh, Anda berkata kepada seorang teman, ”Wah, maaf, kemarin saya lupa
menelepon.” Peristiwa ini memenuhi syarat objek ilmu komunikasi , yaitu bahwa yang dikaji
adalah komunikasi antarmanusia, bukan dengan yang lain selain makhluk manusia.
Telah diketahui ilmu komunikasi memiliki sejumlah ilmu praktika, yaitu Hubungan
Masyarakat, Periklanan, dan Jurnalistik. Misalnya, jika ilmu komunikasi juga mempelajari
penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia, bagaimanakah agar pesan kehumasan yang
ditujukan kepada bebatuan serta tumbuhan yang tercemar limbah perusahaan sehingga memberi
respon positif mereka? Dengan kata lain, penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia
akan mencederai kriteria objek keilmuannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat berasal dari bahasa Yunani. Philosophia atau Philosophos.Kata tersebut terdiri
dari dua kata yakni philos (philein) dan Sophia. Kata Philos berarti cinta (love),
sedangkanSophia atau sophosberarti pengetahuan, kebenaran, hikmat atau kebijaksanaan
(wisdom). Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta akan.Adapun pengertian dari filsafat dapat
dilihat dari segi etimologis, terminologis, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat sebagai
ilmu.
Dasar ontologi filsafat meliputi objek materi yakni sesuatu yang dijadikan sasaran
pemikiran, sesuatu yang dipelajari oleh filsafatyang sangat luas yakni mencakup segala realitas,
kenyataan atau sesuatu yang ada atau mungkin ada baik yang nyata (Skala) maupun yang abstrak
(Niskala). Berfikir filsafat harus memenuhi sejumlah persyaratan yaitu: (1) bersifat rasional
radikal, mencari kejelasan atau kebenaran yang bersifat esensial (the first causes dan teh last
causes) dan non-fragmentari, dan menyangkut suatu realitas atau hal-hal yang mengacu pada
ide-ide dasar.
Dasar epistimlogi yang dimiliki filsafat mencakup antara metode yang digunakan untuk
pedoman mengkaji ilmu dengan menggunakan metode filsafat, yakni metode kritis reflektif,
metode dialektika-dialog/dialektika-kritis, metode dialeka hegel, metode intuitif, metode skeptis,
metode fenomenologi, metode eksistensialisme, dan metode analitik. Filsafat mempunyai dasar
aksiologis yang mengukap tentang apakah kegunaan dari ilmu.
B. Saran
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang diharapkan dapat menjadikan pedoman
bagi manusia untuk mencari sebuah kebenaran yang hakiki, dengan demikian diharapkan
manusia dapat lebih bisa berpikir kritis yang positif serta dapat menjadi manusia yang bijaksana
dalam menghadapi segala permasalahan kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy., Onong Uchjana . 2000 . Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi . Bandung : Penerbit
PT. Citra Aditya Bakti.
EL Karimah, Kismiyati. 2010. Filsafat & etika Komunikasi. Bandung : Widya padjajaran.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Suhartono, Suparlan. 2005 . Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar Ruzz.
Wikipedia. 2013. Ilmu . Diakses pada 17 August 2014 http://id.wikipedia.org/
Wikipedia. 2013. Filsafat. Diakses pada 17 August 2014 http://id.wikipedia.org/
Wikipedia. 2013.Filsafat Ilmu. Diakses pada 17 August 2014 http://id.wikipedia.org/
Wikipedia. 2013. Pengetahuan. Diakses pada 17 August 2014 http://id.wikipedia.org/
Wira. 2010. Pengetahuan. Universitas Sumatera Utara. Diakses pada 17 August 2014
http://repository.usu.ac.id/
.