12
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mempelajari hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalan kehidupan kita, karena hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran. Hadits merupakan ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW., dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya. Ilmu hadits terbagi dua, yang pertama Ilmu Hadits Riwayah, dan yang kedua Ilmu Hadits Dirayah. Ilmu Hadits Riwayah ialah Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits yang di sandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya. Ilmu Hadits Dirayah ialah Ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadits dan Salih yang disandarkan kepada Rasul SAW dan hadits yang diragukan penyandarannya kepadanya. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah : 1. Apa yang dimaksud dengan Ulumul Hadist ? 2. Apa yang dimaksud dengan Hadist Riwayah ? 3. Apa yang dimaksud dengan Hadist Dirayah ? 1.3 TUJUAN Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah : 1. Dapat mengetahui serta memahami Hadist Riwayah dan Hadist Diroyah. 2. Dapat membedakan antara Hadist Riwayah dan Hadist Diroyah. 1

Hadist Riwayah dan Diroyah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hadist Riwayah dan Diroyah

      BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGMempelajari hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalan kehidupan kita,

karena hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran. Hadits merupakan ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW., dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.

Ilmu hadits terbagi dua, yang pertama Ilmu Hadits Riwayah, dan yang kedua Ilmu Hadits Dirayah.

Ilmu Hadits Riwayah ialah Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits yang di sandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya.

Ilmu Hadits Dirayah ialah Ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadits dan Salih yang disandarkan kepada Rasul SAW dan hadits yang diragukan penyandarannya kepadanya.

1.2 RUMUSAN MASALAHBerdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah :1. Apa yang dimaksud dengan Ulumul Hadist ?2. Apa yang dimaksud dengan Hadist Riwayah ?3. Apa yang dimaksud dengan Hadist Dirayah ?

1.3 TUJUANTujuan dari pembuatan makalah ini ialah :1. Dapat mengetahui serta memahami Hadist Riwayah dan Hadist Diroyah.2. Dapat membedakan antara Hadist Riwayah dan Hadist Diroyah.3. Dapat mengetahui manfaat mempelajari Hadist Riwayah dan Hadist Diroyah.

1

Page 2: Hadist Riwayah dan Diroyah

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 ILMU HADIST Yang dimaksud dengan Ilmu Hadits, menurut Ulama Mutaqaddimin adalah: “Ilmu

pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW. dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya”.

Pada perkembangan selanjutnya, Ulama Mutaakhirin, membagi Ilmu Hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah. Mereka memasukkan pengertian yang diajukan oleh Ulama Mutaqaddim ke dalam pengertian Ilmu Hadits Dirayah.

2.2 ILMU HADITS RIWAYAH1.    PENGERTIAN

Yang dimaksud dengan Ilmu Hadits Riwayah, ialah: “Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits, yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”

Menurut Ibn Al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-sayuthi, bahwa yang dimaksud dengan ilmu hadits Riwayah adalah “Ilmu hadits yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya”.

Ilmu hadits Riwayah ini sudah ada sejak Nabi SAW masih hidup, yaitu bersamaan dengan mulainya periwayatan Hadits itu sendiri. Para Sahabat Nabi SAW menaruh perhatian yang tinggi terhadap Hadits Nabi SAW. Mereka berupaya untuk memperoleh Hadits-Hadits Nabi SAW dengan cara mendatangi majelis Rasul SAW serta mendengar dan menyimak pesan atau nasehat yang disampaikan beliau. Sedemikian besar perhatian mereka, sehingga kadang-kadang mereka berjanji satu sama lainnya untuk secara bergantian menghadiri majelis Nabi SAW tersebut, manakala diantara mereka ada yang sedang berhalangan. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh ‘Umar r.a., yang menceritakan, “Aku beserta seorang tetanggaku dari kaum Ansar, yaitu Bani Umayyah Ibnu Zaid, secara bergantian menghadiri majelis Rasul SAW. Apabila giliranku yang hadir, maka aku akan menceritakan kepadanya apa yang aku dapatkan dari Rasul SAW pada hari itu; dan sebaliknya, apabila giliran dia yang hadir, maka dia pun akan melakukan hal yang sama.”

Mereka juga memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan Rasul SAW, baik dalam beribadah maupun dalam aktivitas sosial, dan akhlak Nabi SAW sehari-hari. Semua yang mereka terima dan dengar dari Rasul SAW mereka pahami dengan baik dan mereka pelihara melalui hafalan mereka. Tentang hal ini, Anas Ibnu Malik mengatakan: “Manakala kami berada di majelis Nabi SAW kami mendengarkan Hadits dari beliau; dan apabila kami berkumpul sesama kami, kami saling mengingatkan (saling melengkapi) Hadits-Hadits yang kami miliki sehingga kami menghafalnya”.

2

Page 3: Hadist Riwayah dan Diroyah

Apa yang telah dimiliki dan dihafal oleh para sahabat dari Hadits-Hadits Nabi SAW, selanjutnya mereka sampaikan dengan sangat hati-hati kepada Sahabat lain yang kebetulan belum mengetahuinya, atau kepada para Tabi’in. Para Tabi’in pun melakukan hal yang sama, yaitu memahami, memelihara dan menyampaikan Hadits-Hadits Nabi SAW kepada Tabi’in lain atau Tabi’ al-Tabi’in. Hal ini selain dalam rangka memelihara kelestarian Hadits Nabi SAW, juga dalam rangka menunaikan pesan yang terkandung di dalam Hadits Nabi SAW, yang diantaranya ialah: “(semoga) Allah membaguskan rupa seseorang yang mendengar sesuatu (Hadits) dari kami, lantas ia menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar, kadang-kadang orang yang menyampaikan lebih hafal daripada orang yang mendengar”.

Demikianlah periwayatan dan pemelihara Hadits Nabi SAW berlangsung hingga usaha penghimpunan Hadits secara resmi dilakukan pada masa pemerintah Khalifah ‘Umar Ibnu ‘Abd al-‘Aziz. Usaha tersebut di antaranya dipelopori oleh Abu Bakar Muhammad Ibnu Syihab al-Zuhri. Al-Zuhri dengan usahanya tersebut dipandang sebagai pelopor Ilmu Hadits Riwayah; dan dalam sejarah perkembangan hadits, dia dicatat sebagai Ulama pertama yang menghimpun Hadits Nabi SAW atas perintah Khalifah ‘Umar Ibnu ‘Abd al-‘Aziz.

Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan, dan pembukuan Hadits secara besar-besaran terjadi pada abad ke-3 H yang dilakukan oleh para Ulama, seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam al-Tarmidzi, dan lain-lain. Dengan telah dibukukannya Hadits-Hadits Nabi SAW oleh para Ulama di atas, dan buku-buku mereka pada masa selanjutnya telah menjadi rujukan bagi para Ulama yang datang kemudian, maka dengan sendirinya Ilmu Hadits Riwayah tidak banyak lagi berkembang. Berbeda halnya dengan Ilmu Hadits Dirayah, pembicaraan dan perkembangannya tetap barjalan sejalan dengan perkembangan dan lahirnya berbagai cabang dalam Ilmu Hadits. Dengan demikian, pada masa berikutnya apabila terdapat pembicaraan dan pengkajian tentang Ilmu Hadits, maka yang dimaksud adalah Ilmu Hadits Dirayah, yang oleh para Ulama Hadits disebut juga dengan ‘Ilmu Mushthalah al-Hadits atau ‘Ilmu Ushul al-Hadits.

Faedah mempelajari ilmu ini adalah untuk menghindari adanya kemungkinan yang salah dari sumbernya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Sebab berita yang beredar pada umat Islam bisa jadi bukan hadits, melainkan juga ada berita-berita lain yang sumbernya bukan dari Nabi, atau bahkan sumbernya tidak jelas sama sekali.

2.      OBJEK KAJIANObjek kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah hadits Nabi SAW dari segi periwayatan

dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup :a. Cara periwayatan hadits, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga cara

penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain;b. Cara pemeliharaan Hadits, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan

pembukuannya.Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah pemeliharaan terhadap Hadits Nabi

SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya. Dengan demikian, Hadits-Hadits Nabi SAW dapat terpelihara kemurniannya dan dapat di amalkan hukum-

3

Page 4: Hadist Riwayah dan Diroyah

hukum dan tuntunan yang terkandung didalamnya, yang hal ini sejalan dengan perintah Allah SWT agar menjadikan Nabi SAW sebagai ikutan dan suri teladan dalam kehidupan ini.

Ilmu hadist Riwayah terbagi dua, yaitu :a. .HADITS RIWAYAH BIL-LAFDZI

Meriwayatkan hadits sesuai dengan lafadz yang mereka terima dari Nabi saw dan mereka hafal benar lafadz dari Nabi tersebut. Atau dengan kata lain meriwayatkan dengan lafadz yang masih asli dari Nabi saw. Riwayat hadits dengan lafadz ini sebenarnya tidak ada persoalan, karena sahabat menerima langsung dari Nabi baik melalui perkataan maupun perbuatan, dan pada saat itu sahabat langsung menulis atau menghafalnya.

Hal ini dapat kita lihat pada hadits-hadits yang memakai lafadz-lafadz sebagai berikut:

(Saya mendengar Rasulullah saw) Artinya: Dari Al-Mughirah ra., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya dusta atas namaku itu tidak seperti dusta atas nama orang lain, dan barang siapa dusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim dan lain-lainnya)

(Menceritakan kepadaku Rasulullah saw)Artinya: Telah bercerita kepadaku Malik dari Ibnu Syihab dari Humaidi bin Abdur Rahman dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang beramadhan dengan iman dan mengharap pahala, dihapus doasa-dosanya yang telah lalu.”

Hadits yang menggunakan lafadz-lafadz di atas memberikan indikasi, bahwa para sahabat langsung bertemu dengan Nabi saw dalam meriwayatkan hadits. Oleh karenanya para ulama menetapkan hadits yang diterima dengan cara itu menjadi hujjah, dengan tidak ada khilaf.

b. HADITS RIWAYAH BIL-MA’NAMeriwayatkan hadits dengan makna adalah meriwayatkan hadits dengan maknanya

saja sedangkan redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkan. Atau dengan kata lain apa yang diucapkan oleh Rasulullah hanya dipahami maksudnya saja, lalu disampaikan oleh para sahabat dengan lafadz atau susunan redaksi mereka sendiri. Hal ini dikarenakan para sahabat tidak sama daya ingatannya, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Di samping itu kemungkinan masanya sudah lama, sehingga yang masih ingat hanya maksudnya sementara apa yang diucapkan Nabi sudah tidak diingatnya.

Menukil atau meriwayatkan hadits secara makna ini hanya diperbolehkan ketikan hadits-hadits belum terkodifikasi. Adapun hadits-hadits yang sudah terhimpun dan dibukukan dalam kitab-kitab tertentu (seperti sekarang), tidak diperbolehkan merubahnya dengan lafadz/matan yang lain meskipun maknanya tetap.

Adapun contoh hadits ma’nawi adalah sebagai berikut:Artinya: Ada seorang wanita datang menghadap Nabi saw, yang bermaksud

menyerahkan dirinya (untuk dikawin) kepada beliau. Tiba-tiba ada seorang laki-laki berkata: Ya Rasulullah, nikahkanlah wanita tersebut kepadaku, sedangkan laki-laki tersebut tidak memiliki sesuatu untuk dijadikan sebagai maharnya selain dia hafal sebagian

4

Page 5: Hadist Riwayah dan Diroyah

ayat-ayat Al-Qur’an. Maka Nabi saw berkata kepada laki-laki tersebut: Aku nikahkan engkau kepada wanita tersebut dengan mahar (mas kawin) berupa mengajarkan ayat Al-Qur’an.

Dalam satu riwayat disebutkan:“Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut dengan mahar berupa

(mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an”. Dalam riwayat lain disebutkan: “Aku kawinkan engkau kepada wanita tersebut atas dasar mahar berupa (mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an”. Dan dalam riwayat lain disebutkan: “Aku jadikan wanita tersebut milik engkau dengan mahar berupa (mengajarkan) ayat-ayat Al-Qur’an”. (Al-Hadits)

2.3    ILMU HADITS DIRAYAH1.      PENGERTIANPara Ulama memberikan definisi yang bervariasi terhadap Ilmu Hadits Dirayah ini.

Akan tetapi, apabila dicermati definisi-definisi yang mereka kemukakan, terdapat titik persamaan di antara satu dan yang lainnya, terutama dari segi sasaran kajian dan pokok pembahasannya.

Ibnu al-Akfani memberikan definisi Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut: “Dan Ilmu Hadits yang khusus tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.

Syarat-syarat periwayatan, yaitu Al-Sama’ (mendengar), Al-Qira’ah (membaca), Al-Ijazah (perizinan), Al-munawalah (member), Al-Mukatabah (menulis), Al-I’lam (memberitahukan), Al-Wasiyah (wasiat), dan yang terakhir ialah Al-Wijadah (penemuan).

Macam-macam riwayat, adalah, seperti periwayatan muttashil, yaitu periwayatan yang bersambung mulai dari perawi pertama sampai kepada perawi terakhir, atau mungathi’, yaitu pariwayatan yang terputus, baik di awal, di tengah, atau di akhir, dan selainnya.

Hukum riwayat, adalah al-qabul, yaitu diterimanya suatu riwayat karena telah memenuhi persyaratan tertentu, dan al-radd, yaitu ditolak, karena adanya persyaratan tertentu yang tidak terpenuhi.

Definisi yang lebih ringkas namun komporensif tentang Ilmu Hadits Dirayah dikemukakan oleh M. ‘Ajjaj al-Khathib, sebagai berikut: “Ilmu Hadits Dirayah adalah kumpulan-kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahi keadaan rawi dan narwi dari segi diterima atau ditolaknya.

Al-Khathib lebih lanjut menguraikan definisi di atas sebagai berikut:Al-rawi atau perawi, adalah orang yang meriwayatkan atau menyampaikan Hadits

dari satu orang kepada orang lainnya; al-marwi adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu suatu yang disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada yang lainnya, seperti Sahabat atau Tabi’in; keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya adalah, mengetahui keadaan para perawi dari segi jarh atau ta’adil ketika tahammul dan adda’ al-Hadits, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dalam kaitannya dengan ittishal al-sanad (persambungan sanad) atau terputusnya, adanya i’llat atau tidak, yang menentukan diterima atau tidaknya suatu Hadits.

5

Page 6: Hadist Riwayah dan Diroyah

Tujuan dan urgensi Ilmu Hadits Dirayah adalah untuk mengetahui kualitas sebuah hadist dan menetapkan Hadits-hadits yang Maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk diamalkan) dan yang Mardud (yang ditolak).

2.      OBJEK KAJIANDari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa objek pembahasan Ilmu

Hadits Dirayah adalah keadaan para perawi dan marwinya. Keadaan para perawi, yaitu penyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabiat, dan keadaan pahalannya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesasihan dan kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.

Adapun objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadits Dirayah ini, berdasarkan definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadits.

Pembahasan tentang sanad meliputi:a. Segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad

Hadits haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai kepada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan Hadits tersebut; oleh karyanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi tidak diketahui identitasnya atau tersamar.

b. Segi keterpercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu Hadits harus memiliki sifat Hadits atau dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Haditsnya).

c. Segi keselamatannya dari kejanggalan (syadz).d. Keselamatan dari cacat (i’llat).e. Tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.

Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahi-han atau ke-dha’ifan-nya. Hal ini dapat terlihat melalui kesejalanannya dengan makna dan tujuan yang terkandung di dalam Al-Quran :

a. Dari kejanggalan redaksi (rakyat al-faz).b. Dari cacat atau kejanggalan pada maknanya (lafaz al-ma’an), karena bertentangan

dengan akal dan pancaindera, atau dengan fakta sejarah.c. Dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami

berdasarkan maknanya yang umum dikenal.Berikut ilmu-ilmu yang bermunculan dari ilmu hadist Diroyah :

Ilmu Jarah Wa Al-Ta’dilIlmu Tokoh-Tokoh Hadits

    Ilmu Mukhtalaf Al-HaditsIlmu Ilal Al-Hadits

     Ilmu Gharib Al-Hadits    Ilmu Nasakh Wa Al-Mansukh Al-Hadits

6

Page 7: Hadist Riwayah dan Diroyah

BAB IIIPENUTUP

3.1  KESIMPULANKesimpulan dari makalah ini adalah :a. Ilmu Hadits, menurut Ulama Mutaqaddimin adalah: “Ilmu pengetahuan yang

membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW. dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya”.

b. Pada perkembangan selanjutnya, Ulama Mutaakhirin, membagi Ilmu Hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.

c. Ilmu Hadits Riwayah, ialah: “Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits, yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”

d. Ibnu al-Akfani memberikan definisi Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut: “Dan Ilmu Hadits yang khusus tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.

3.2 SARANSemoga pembuatan makalah ini dapat menambah dan memperluas

wawasan pembaca mengenai ilmu hadist. Pemakalah berharap agar ilmu hadist dapat lebih dipelajari lagi karena ilmu hadist ini sangat erat kaitannya dengan masalah-masalah yang terjadi di kehidupan kita sehari-hari. Dengan mengetahui hadist yang shahih, maka akan dapat menjadi panduan kita dalam memperbaiki diri menjadi manusia yang beragama Islam secara sempurna. Apabila terdapat kekurangan dan kekeliruan dari isi makalah ini, pemakalah mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan agar makalah ini dapat tersaji dengan baik dan pemakalah dapat meminimalisir kekurangan. Wasallam.

7

Page 8: Hadist Riwayah dan Diroyah

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Pustaka Firdaus. Jakarta: 2000

Ash-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Pustaka Firdaus. Jakarta: 2002 Mudasir H. Ilmu Hadis. CV Pustaka Setia. Bandung 1999

Suparta, Munzir. Ilmu Hadis. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta 2002Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. Mutiara Sumber Widya. Jakarta: 2001

8