25
2013 Rifi.RH (12521198) CHEMICAL ENGINEERING FACULITY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY ISLAMIC UNIVERTSITY OF INDONESIA 7/1/2013 HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA

Hubungan agama dan negara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

My Religion and Politic Task, Go ahead!

Citation preview

Page 1: Hubungan agama dan negara

Rifi.RH (12521198)

CHEMICAL ENGINEERING FACULITY OF

INDUSTRIAL TECHNOLOGY

ISLAMIC UNIVERTSITY OF INDONESIA

7/1/2013

2013HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA

Page 2: Hubungan agama dan negara

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan laporan praktikum ini yang

alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA”.

laporan ini berisikan tentang ”pengertian agama dan negara” atau yang lebih khususnya

”bagaimanakah Hubungan Agama dan Negara di Indonesia”.Diharapkan laporan ini dapat

memberikan informasi kepada kita semua tentang”Hubungan Agama Dan Negara”.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran

dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan

ini. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membagi

ilmunya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Yogyakarta, Juli 2013

Penulis

1

Page 3: Hubungan agama dan negara

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………............ i

Daftar Isi …………………………………………………………………………….. ii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………. 3

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………… 4

1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………….. 4

Bab II Pembahasan

2.1 Pengetian Agama ……………………………………………………………. 5

2.2 Fungsi Agama di Masyarakat ……………………………………………….. 6

2.3 Pengertian Negara …………………………………………………………… 7

2.4 Latar Belakang Timbulnya Negara ………………………………………….. 8

2.5 Hubungan Agama dan Negara

2.5.1 Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi ……………….. 10

2.5.2 Hubungan agama dan negara menurut paham sukuler ………………... 10

2.5.3 Hubungan agama dengan kehidupan manusia ………………………… 10

2.5.4 Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik …………... 11

2.5.5 Hubungan Agama dan Negara yang bersifat Akomodatif ……………. 12

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………... 15

3.2 Saran …………………………………………………………………………. 15

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….. 16

2

Page 4: Hubungan agama dan negara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti diketahui, dinamika hubungan agama dan negara telah menjadi faktor kunci dalam

sejarah peradaban umat manusia. Di samping dapat melahirkan kemajuan besar, hubungan antara

keduanya juga telah menimbulkan malapetaka besar. Tidak ada bedanya, baik ketika negara

bertahta di atas agama (pra abad pertengahan), ketika negara di bawah agama (di abad

pertengahan) atau ketika negara terpisah dari agama (pasca abad pertengahan, atau di abad

modern sekarang ini).

Diskusi mengenai agama dan negara masih terus berlanjut di kalangan para ahli. Pada

dasarnya yang diperdebatkan adalah perlu tidaknya campur tangan agama dalam urusan

kenegaraan. Oleh karenanya, kajian terhadap urgensi beragama dan bernegara menjadi sangat

penting. Dari sana kita akan dapat menyimpulkan sebarapa besar peranan agama terhadap

negara. Juga perlu dimengerti pandangan berbagai ideologi menyangkut masalah ini.

Maka pada makalah ini akan diuraikan tentang pentingnya bernegara dan beragama.

Dilanjutkan dengan hubungan antara agama dan negara ditinjau dari paham teokrasi, sekuleris

dan komunis. Sehingga nantinya kita dapat menyimpulkan seberapa penting keterlibatan agama

dalam negara.

Orientasi ke depan adalah kita dapat menjelaskan relasi agama dan negara dalam berbagai

ideologi, mampu menganalisa konsep hubungan agama dan negara dalam Islam serta dapat

mengkritisi hubungan agama dan negara di Indonesia.

3

Page 5: Hubungan agama dan negara

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah pengertian agama?

1.2.2 Bagaimana fungsi agama di masyarakat?

1.2.3 Apakah pengertian negara?

1.2.4 Apa yang melatar belakangi timbulnya Negara?

1.2.5 Bagaimanakah hubungan agama dan Negara?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui tentang pengertian agama

1.3.2 Untuk mengetahui fungsi agama di masyarakat

1.3.3 Untuk mngetahui pengertian Negara

1.3.4 Untuk mengetahui latar belakang timbulnya Negara

1.3.5 Untuk mengetahui hubungan agama dan Negara

4

Page 6: Hubungan agama dan negara

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengetian Agama

Kata Agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti

kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama

dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar

hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut

Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau

sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam

sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang

moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.

Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari

kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam

pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan

hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungannya secara

horizontal (Sumardi, 1985:71). Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas penampakan

realitas tertinggi secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus mempesonakan Dalam

pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus atau terdesak secara batiniah untuk

merespons.Dalam kaitan ini ada juga yang mengartikan religare dalam arti melihat kembali

kebelakang kepada hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk

menjadi pedoman dalam hidupnya.

Islam juga mengadopsi kata agama, sebagai terjemahan dari kata Al-Din seperti yang

dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat 3 : 19 ( Zainul Arifin Abbas, 1984 : 4). Agama Islam

disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin manusia untuk mendapatkan

keselamatan dunia dan akhirat. Secara fenomenologis, agama Islam dapat dipandang sebagai

Corpus syari’at yang diwajibkan oleh Tuhan yang harus dipatuhinya, karena melalui syari’at itu

hubungan manusia dengan Allah menjadi utuh. Cara pandang ini membuat agama berkonotasi

kata benda sebab agama dipandang sebagai himpunan doktrin.

5

Page 7: Hubungan agama dan negara

Komaruddin Hidayat seperti yang dikutip oleh muhammad Wahyuni Nifis (Andito ed,

1998:47) lebih memandang agama sebagai kata kerja, yaitu sebagai sikap keberagamaan atau

kesolehan hidup berdasarkan nilai-nilai ke Tuhanan. Walaupun kedua pandangan itu berbeda

sebab ada yang memandang agama sebagai kata benda dan sebagai kata kerja, tapi keduanya

sama-sama memandang sebagai suatu sistem keyakinan untuk mendapatkan keselamatan disini

dan diseberang sana.

Dengan agama orang mencapai realitas yang tertinggi. Brahman dalam Hinduisme,

Bodhisatwa dalam Buddhisme Mahayana, sebagai Yahweh yang diterjemahkan “Tuhan Allah”

(Ulangan 6:3) dalam agama Kristen, Allah subhana wata’ala dalam Islam telah dirumuskan

agama sebagai berikut: “Agama adalah keprihatinan maha luhur dari manusia yang terungkap

selaku jawabannya terhadap panggilan dari yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Keprihatinan

yang maha luhur itu diungkapkan dalam hidup manusia, pribadi atau kelompok terhadap Tuhan,

terhadap manusia dan terhadap alam semesta raya serta isinya” ( Sumardi, 1985:75). Uraian

Sijabat ini menekankan agama sebagai hasil refleksi manusia terhadap panggilan yang Maha

Kuasa dan Maha Kekal. Hasilnya diungkap dalam hidup manusia yang terwujud dalam

hubungannya dengan realitas tertinggi, alam semesta raya dengan segala isinya. Pandangan itu

mengatakan bahwa agama adalah suatu gerakan dari atas atau wahyu yang ditanggapi oleh

manusia yang berada dibawah.

2.2 Fungsi Agama di Masyarakat

Pengertian fungsi disini adalah sejauh mana sumbangan yang diberikan agama terhadap

masyarakat sebagai usaha yang aktif dan berjalan secara terus – menerus. Dalam hal ini ada dua

fungsi agama bagi masyarakat diantaranya:

2.2.1 Agama telah membantu, mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan

isi kewajiban – kewajiban sosial dengan memberikan nilai – nilai yang berfungsi

menyalurkan sikap – sikap para anggota masyarakat dan menciptakan kewajiban –

kewajiban sosial mereka. Dalam hal ini agama telah menciptakan sistem nilai sosial yang

terpadu dan utuh.

6

Page 8: Hubungan agama dan negara

2.2.2 Agama telah memberikan kekuatan penting dalam memaksa dan mempererat adat

istiadat yang dipandang bagus yang berlaku di masyarakat.

Secara lebih jauh bahwa fungsi agama di masyarakat dapat dilihat dari fungsinya terutama

sebagai suatu yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiyahnya agama menciptakan suatu

ikatan bersama, baik antara anggota masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang

membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang mendasari sistem sosial dukungan

bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan

dalam masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial, maka yang

menunjukan bahwa nilai-nilai keagamaan tesebut tidak mudah diubah, karena adanya perubahan

dalam konsepsi-kosepsi kegunaan dan kesenangan duniawi.

2.3 Pengertian Negara

Negara adalah organisasi yang didalamnya ada rakyat, wilayah yang permanen, dan

pemerintah yang berdaulat. Dalam arti luas, negara merupakan kesatuan sosial (masyarakat)

yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama. Jadi, negara adalah

suatu wilayah yang didiami oleh penduduk secara tetap dan punya sistem pemerintahan.

Secara etimologi istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state

(bahasa Inggris), state (Bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (Bahasa Prancis), kata staat, state,

etat itu diambil dari kata bahasa Latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan

tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.

Secara terminologi Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok

masyarakat yang mempunyai pemerintahan yang berdaulat.

Secara khusus, pengertian negara dapat diketahui dari beberapa ahli kenegaraan, antara lain :

Menurut Aristoteles, negara adalah persekutuan dari keluarga dan desa guna memperoleh

hidup yang sebaik - baiknya.

Menurut Karl Mark, negara adalah alat yang berkuasa ( kaum borjuis/kapitalis ) untuk

menindas atau mengeksploitasi kelas yang lain ( proletariat / buruh ).

7

Page 9: Hubungan agama dan negara

Menurut Logemann, negara adalah organisasi kemasyarakatan ( ikatan kerja ) yang

mempunyai tujuan untuk mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan

kekuasaannya.

Menurut Harold J. Laski, negara adalah suatu masyarakat yang terintegrasi karena punya

wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah lebih agung daripada individu atau

kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat.

Menurut Kranenburg, negara adalah suatu sistem dari tugas - tugas umum dan organisasi

yang diatur dalam usaha mencapai tujuan yang juga menjadi tujuan rakyat yang

diliputinya, sehingga perlu adanya pemerintahan yang berdaulat.

Menurut Mr. Soenarko, negara adalah suatu organisasi masyarakat yang mengandung

tiga kriteria yaitu ada daerah, warga negara, dan kekuasaan tertentu.

Menurut Meriam Budiarjo, negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya

diperintah oleh sejumlah pejabat yang berhasil menuntut warganya untuk taat pada

peraturan perundang - undangan melalui penguasaan monopolistis dari kekuasaan yang

sah.

2.4 Latar Belakang Timbulnya Negara

Asal mula terjadinya Negara berdasarkan fakta sejarah.

2.4.1 Penduduk (occupatie)

Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai, kemudian

diduduki dan dikuasai. Misalnya Liberia yang diduduki budak – budak Negara yang

dimerdekakan tahun 1847.

2.4.2 Peleburan (fusi)

Hal ini terjadi ketika Negara – Negara kecil yang mendiami suatu wilayah mengadakan

perjanjian untuk saling melebur atau bersatu menjadi Negara yang baru. Misalnya terbentuknya

federasi Jerman tahun 1871.

8

Page 10: Hubungan agama dan negara

2.4.3 Penyerahan (Cessie)

Hal ini terjadi ketika suatu wilayah diserahkan kepada Negara lain berdasarkan sutau

perjanjian tertentu.

2.4.4 Penaikan (Acessie)

Hal ini terjadi ketika suatu wilayah terbentuk akibat penaikan lumpur sungai atau dari

dasar laut (delta). Kemudian di wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang sehingga

terbentuklah Negara. Misalnya wilayah Negara Mesir yang berbentuk dari delta sungai Nil.

Disamping itu terdapat beberapa teori pembentukan Negara, diantaranya adalah:

2.4.5 Teori Kontrak Sosial

Thomas Hobbes (1588-1679) mengemukakan bahwa Negara menimbulkan rasa takut

kepada siapapun yang melanggar hukum negara. Jika warga Negara melanggar hukum Negara,

tidak segan – segan Negara menjatuhkan vonis hukuman mati, keadaan alamiah ditafsirkan

suatu keadaan manusia yang hidup bebas dan sederajat menurut kehendak hatinya sendiri dan

mengajarkan hidup rukun, tentram, tidak mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan, dan milik

dari sesamanya.

2.4.6 Teori Ketuhanan

Teori ketuhanan dekenal juga dengan doktrin teokratis dalam teori asal mula Negara. Teori

ini bersifat universal dan ditemukan baik di dunia timur maupun di dunia barat, baik dalam teori

maupun praktik. Diabad pertengahan, Bangsa Eropa menggunakan teori ini untuk membenarkan

kekuasaan raja – raja yang mutlak. Doktrin ini menggunakan hak – hak raja yang berasal dari

tuhan untuk memerintah dan bertahta sebagai raja (devine right of kings). Doktrin ini lahir

sebagai resultante controversial dari kekuasaan politik abad pertengahan.

2.4.7 Teori Kekuatan

Teori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa Negara yang pertama adalah

dominasi dari kelompok yang terkuat terhadap kelompok yang terlemah. Negara dibentuk

9

Page 11: Hubungan agama dan negara

Negara penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari kelompok etnis

yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan Negara.

2.4.8 Teori Organis

Konsep organis tentang hakikat dan asal mula tebentuknya Negara adalah suatu konsep

biologis yang melukiskan Negara dengan istilah – istilah ilmu alam. Negara dianggap atau

disamakan dengan makhluk hidup, manusia, atau binatang.

2.4.9 Teori Histories

Teori histories atau teori evolusionistis (gradualistic theory) merupakan teori yang

menyatakan bahwa lembaga – lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner

sesuai dengan kebutuhan – kebutuhan manusia.

2.5 Hubungan Agama dan Negara

Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan

(discoverese) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli. Berikut penulis menguraikan

hubungan agama dan negara menurut beberapa paham.

2.5.1 Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi

Negara menyatu dengan agama. Karena pemerintahan menurut paham ini di jalankan

berdasarkan firman-firman tuhan segala kata kehidupan dalam masyarakat bangsa, Negara di

lakukan atas titah Tuhan.

2.5.2 Hubungan agama dan negara menurut paham sukuler

Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau

firman-firman Tuhan. Meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-

norma agama.

10

Page 12: Hubungan agama dan negara

2.5.3 Hubungan agama dengan kehidupan manusia

Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan

masyarakat Negara. Sedangkan Agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia,

agama merupakan keluhan makhluk tertindas.

Berbicara mengenai hubngan agama dan negara di Indonesia merupakan persoalan yang menarik

untuk dibahas, penyebabnya bukan karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam tetapi

karena persoalan yang muncul sehingga menjadi perdebatan di kalangan beberapa ahli. Untuk

mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka hubungan agama dan negara dapat

digolongkan menjadi dua, diantaranya :

2.5.4 Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik .

Maksud hubungan antagonis tikadalah sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan

antar negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Sebagai contohnya adalah pada masa

kemerdekaan dan sampai pada masa revolusi politik islam pernah dianggap sebagai pesaing

kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan negara. Sehingga presepsi tersebut membawa

implikasi keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap

idiologi politik Islam. Hal itu disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada 2 kubu

ideologi yang memperebutka Negara Indonesia, yaitu gerakan Islam dan Nasionalis.

Gerakan Nasionalis dimulai dengan pembentukan sejumlah kelompok belajar yang

bersekolah di Belanda. Mahasiswa hasil didikan belanda ini sangat berbakat dan merasa terkesan

dengan kemajuan teknis di Barat. Pada waktu itu pengetahuan agama sangat dangkal sehingga

mahasiswa cenderung menganggap bahwa agama tidak mampu menyelesaikan berbagai

persoalan. Sehingga untuk menuju kemerdekaan, nasionalis mengambil jalan tengah dengan

mengikuti tren sekuler barat dan membatasi peran agama dalam wilayah kepercayaan dan agama

individu. Akibatnya, aktivis politik Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai ideologi atau

agama negara pada 1945 serta pada dekade 1950-an, mereka juga sering disebut sebagai

kelompok yang secara politik minoritas atau outsider.

11

Page 13: Hubungan agama dan negara

Di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik antara Islam dan negara tak dapat

dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan yang berbeda. Awal hubungan

yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa pergerakan kebangsaan ketika elit politik

nasional terlibat dalam perdebatan tentang kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Upaya

untuk menciptakan sebuah sintesis yangmemungkinkan antara Islam dan negara terus bergulir

hingga periode kemerdekaan dan pasca-revolusi. Kendatipun ada upaya-upaya untuk mencarikan

jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an, kecenderungan legalistik, formalistik

dan simbolistik itu masih berkembang pada sebagian aktivis Islam pada dua dasawarsa pertama

pemerintahan Orde Baru ( kurang lebih pada 1967-1987).

Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, di mana negara betul-

betul mencurigai Islam sebagai kekuatan potensial dalam menandingi eksistensi negara. Di sisi

lain, umat Islam sendiri pada masa itu memiliki ghirah atau semangat yang tinggi untuk

mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi dalam menjalankan pemerintahan.

2.5.5 Hubungan Agama dan Negara yang bersifat Akomodatif

Maksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana negara dan agama satu sama

lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi

konflik( M. imam Aziz et.al.,1993: 105). Pemerintah menyadari bahwa umat islam merupakan

kekuatan politik yang potensial, sehingga Negara mengakomodasi islam. Jika islam ditempatkan

sebagai out-side Negara maka konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi

NKRI.

Sejak pertengahan tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan negara

mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif. Hal ini ditandai dengan semakin

dilonggarkannya wacana politik Islam serta dirumuskannya sejumlah kebijakan yang dianggap

positif oleh sebagian (besar) masyarakat Islam. Kebijakan-kebijakan itu berspektrum luas dan

memiliki sifat yang berbeda diantaranya :

Struktural, yaitu dengan semakin terbukanya kesempatan bagi para aktivis Islam untuk

terintegrasikan ke dalam Negara.

Legislatif , misalnya disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai akomodatif

terhadap kepentingan Islam.

12

Page 14: Hubungan agama dan negara

Infrastruktural, yaitu dengan semakin tersedianya infrastruktur-infrastruktur yang

diperlukan umat Islam dalam menjalankan “tugas-tugas” keagamaan.

Kultural, misalnya menyangkut akomodasi Negara terhadap islam yaitu menggunakan

idiom-idiom perbendaharaan bahasa pranata ideologis maupun politik negara.

Melihat sejarah di masa orde baru, hubungan Soeharto dengan Islam politik mengalami

dinamika dan pasang surut dari waktu ke waktu. Namun, harus diakui Pak Harto dan

kebijakannya sangat berpengaruh dalam menentukan corak hubungan negara dan Islam politik di

Indonesia.

Alasan Negara berakomodasi dengan Islam pertama, karena Islam merupakan kekuatan

yang tidak dapat diabaikan jikaa hal ini dilakukan akan menumbulkan masalah politik yang

cukup rumit. Kedua, di kalangan pemerintahan sendiri terdapat sejumlah figur yang tidak terlalu

fobia terhadap Islam, bahkan mempunyai dasar keislaman yang sangat kuat sebagai akibat dari

latar belakangnya. Ketiga, adanya perubahan persepsi, sikap, dan orientasi politik di kalangan

Islam itu sendiri. Sedangkan alasan yang dikemukakan menurut Bachtiar, adalah selama dua

puluh lima tahun terakhir, umat Islam mengalami proses mobilisasi-sosial-ekonomi-politik yang

berarti dan ditambah adanya transformasi pemikiran dan tingkah politik generasi baru Islam.

Hubungan Islam dan negara berawal dari hubungan antagonistik yang lambat laun menjadi

akomodatif. Adanya sikap akomodatif ini muncul ketika umat Islam Indonesia ketika itu dinilai

telah semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam masalah ideologi Pancasila.

Sesungguhnya sintesa yang memungkinkan antara Islam dan negara dapat diciptakan.

Artikulasi pemikiran dan praktik politik Islam yang legalistik dan formalistik telah menyebabkan

ketegangan antara Islam dan negara. Sementara itu, wacana intelektualisme dan aktivisme politik

Islam yang substansialistik, sebagaimana dikembangkan oleh generasi baru Islam, merupakan

modal dasar untuk membangun sebuah sintesa antara Islam dan negara.

Dikalangan cendikiawan muslim, polemic tentang hubungan antara agama dan negara

masih terjadi perbedaan pendapat, di Indonesia, misalnya muncul dua pendapat atau pandangan

yaitu pendapat atau pandangan Nurcholis Madjid dan H.M. Rasjidi. Nurcholis Madjid

mengemukakan gagasan pembaharuan dan mengecam dengan keras konsep negara Islam sebagai

berikut:

13

Page 15: Hubungan agama dan negara

“Dari tinjauan yang lebih prinsipil, konsep “negara Islam” adalah suatu distorsi hubungan

proporsional antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi yang

dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama adalah aspek kehidupan yang

dimensinya adalah spritual dan pribadi”. Menurut Tahir Azhary pandangan Nurcholis ini jelas

telah memisahkan antara kehidupan agama dan negara.

Seorang intelektual muslim terkemuka yaitu M. Rasjidi yang pernah menjabat Menteri

Agama dan Duta Besar di Mesir dan Pakistan, serta Guru Besar Hukum Islam dan Lembaga-

Lembaga Islam di Universitas Indonesia dengan sangat segan telah menulis suatu buku dengan

judul Koreksi Terhadap Nurcholis Madjid tentang Sekularisasi. Kritik H.M. Rasjidi terhadap

pandangan Nurcholis dikutip oleh Muhammad Tahir Azhary yang berjudul Negara Hukum,

Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada

Periode Negara Madinah dan Masa.

Dengan konklusi bahwa dalam batas tertentu, dalam Islam ada juga pemisahan antara

negara dan agama, M.Thahir Azhary berpendapat baik Nurkholis Madjid maupun Mintaredja

telah terjebak ke alam pikiran yang rancu, karena menurutnya, Islam dapat diartikan baik sebagai

agama dalam arti sempit, maupun sebagai agama dalam arti yang luas. Dengan demikian

menurut M, Tahir Azhary , konklusi Mintaredja sesungguhnya kontradiktif dengan jalan

pikirannya sendiri. Kalau Islam dalam arti yang luas ia tafsirkan sebagai “Way of Life now in the

earth and in the heaven after death”. Konsekuensi logis dari penafsiran itu seharusnya ialah Islam

merupakan suatu totalitas yang komprehensif dan karena itu tidak mengenal pemisahan antara

kehidupan agama dan negara.

Berdasarkan fakta otentik, jelas bahwa dalam al-Qur’an maupun dalam Sunnah Rasul

kehidupan agama (dalam hal ini Islam) dengan kehidupan negara tidak mungkin dipisahkan.

Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Salah satu doktrin Al-Qur’an yang

memperkuat pendirian ini adalah adanya ayat yang menyebutkan adanya kesatuan antara

hubungan manusia dengan manusia yang terdapat dalam surat Ali Imran, ayat 112.

14

Page 16: Hubungan agama dan negara

Ayat tersebut diperkuat lagi dengan firman Allah yang terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat

58-59 yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang

berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) menetapkan hubungan diantara manusia supaya

kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya

kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-

orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu sekalian.”

(al-Nisa’ : 58-59).

15

Page 17: Hubungan agama dan negara

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hubungan antara agama & Negara tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama,

karena pemerintah dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Segala tata kehidupan dalam

masyarakat, bangsa dan Negara dilakukan atas titah Tuhan.

Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau

firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-

norma agama. Kehidupan manusia, dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan

masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia,

dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas

Agama, secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan

(etimologi) dan sudut istilah (terminology) menurutnya dalam masyarakat indonesia selain dari

kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa.

Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Pengertian agama yang dikutip sudah pasti tidak

akan mendapatkan kesepakatan dan hal ini sudah dapat diduga sebelumnya karena sebagaimana

dikatakan, bahwa kita sulit sekali atau mustahil menjumpai definisi yang dapat diterima semua

pihak.

Negara, secara literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni kata

staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang

tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Secara terminologi,

Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang

mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan

yang berdaulat.

3.2 Saran

Penulis berharap dengan makalah ini bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

tentang apa itu dan bagaimana hubungan antara agama dan Negara.

16

Page 18: Hubungan agama dan negara

DAFTAR PUSTAKA

http://ayurostika.blogspot.com/2012/09/makalah-negara-dan-agama.html

http://stiawangreenblack.blogspot.com/2012/07/meredefinisi-hubungan-agama-dan-negara.html

http://education.poztmo.com/2010/07/hubungan-agama-dan-negara.html

http://socialpolitic-article.blogspot.com/2009/03/hubungan-agama-dan-negara.html

http://artikelkomplit2011.blogspot.com/2012/07/hubungan-agama-dan-negara.html

17