1
Create by : marlina lapalutu Post tgl 6 maret 2015 Kebutuhan softskill di dunia kerja Tujuan pendidikan kejuruan adalah untuk menghasilkan peserta didik yang siap kerja baik sebagai karyawan di perusahaan/kantor maupun dalam berwirausaha (membuka lapangan kerja sendiri). Tentunya untuk mewujudkan tujuan pendidikan kejuruan ini, peran guru sangatlah penting. Guru merupakan sosok tauladan yang harus di “gugu lan ditiru”. Guru tidak hanya bertugas mendidik dan mentransformasi pengetahuan di dalam kelas saja. Peran guru dalam proses pendidikan di sekolah tentunya dalam hal membentuk keseimbangan antara hardskill dan softskill peserta didik. Hardskill dan softskill yang baik yang dimiliki peserta didik akan berdampak positif di masa depannya. Menurut Mitsubishi research institute tahun 2002 bahwa factor yang memberi kontribusi keberhasilan dalam dunia kerja adalah financial 10 %, keahlian bidangnya 20 %, networking 30 % dan softskill 40 %. Selain itu hasil survey Nasional Assosiation of Colleges and Employers USA (2002) terhadap 457 pimpinan perusahaan menyatakan bahwa indeks kumulatif prestasi bukanlah hal yang dianggap penting dalam dunia kerja, yang jauh lebih penting adalah softskill. Hardskill lebih mudah diseleksi dan diketahui dari riwayat hidup, pengalaman kerja, indeks prestasi dan ketrampilan yang dikuasai. Sementara softskill dievaluasi oleh psikolog melalui psikotes dan wawancara mendalam. Bagaimana dengan softskill peserta didik kita ?? tentu tidaklah mudah untuk membentuk softskill yang baik bagi peserta didik namun inilah tanggung jawab sebagai guru. Guru cerdas dan kreatif adalah guru yang mampu membuat peserta didiknya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak cerdas menjadi cerdas, dari tidak baik softskillnya menjadi baik. Karena pada dasarnya setiap anak sudah dibekali kemampuan intelektual, daya tangkap, daya nalar yang berbeda-beda dari sang pencipta. Jadi jangan cepat bangga jika mengajar di kelas A lebih mudah ketimbang mengajar di kelas B. Karena bisa jadi peserta didik yang di kelas A memang memiliki basic/dasar intelektual, daya tangkap, daya nalar serta sikap yang lebih baik dari pada peserta didik di kelas B. Salah satu cara mengubah softskill menjadi lebih baik adalah learning by doing.

Kebutuhan softskill di dunia kerja

Embed Size (px)

Citation preview

Create by : marlina lapalutu Post tgl 6 maret 2015

Kebutuhan softskill di dunia kerja

Tujuan pendidikan kejuruan adalah untuk menghasilkan peserta didik yang siap kerja baik sebagai

karyawan di perusahaan/kantor maupun dalam berwirausaha (membuka lapangan kerja sendiri). Tentunya

untuk mewujudkan tujuan pendidikan kejuruan ini, peran guru sangatlah penting. Guru merupakan sosok

tauladan yang harus di “gugu lan ditiru”. Guru tidak hanya bertugas mendidik dan mentransformasi

pengetahuan di dalam kelas saja.

Peran guru dalam proses pendidikan di sekolah tentunya dalam hal membentuk keseimbangan

antara hardskill dan softskill peserta didik. Hardskill dan softskill yang baik yang dimiliki peserta didik

akan berdampak positif di masa depannya. Menurut Mitsubishi research institute tahun 2002 bahwa

factor yang memberi kontribusi keberhasilan dalam dunia kerja adalah financial 10 %, keahlian

bidangnya 20 %, networking 30 % dan softskill 40 %. Selain itu hasil survey Nasional Assosiation of

Colleges and Employers USA (2002) terhadap 457 pimpinan perusahaan menyatakan bahwa indeks

kumulatif prestasi bukanlah hal yang dianggap penting dalam dunia kerja, yang jauh lebih penting adalah

softskill. Hardskill lebih mudah diseleksi dan diketahui dari riwayat hidup, pengalaman kerja, indeks

prestasi dan ketrampilan yang dikuasai. Sementara softskill dievaluasi oleh psikolog melalui psikotes dan

wawancara mendalam.

Bagaimana dengan softskill peserta didik kita ?? tentu tidaklah mudah untuk membentuk softskill

yang baik bagi peserta didik namun inilah tanggung jawab sebagai guru. Guru cerdas dan kreatif adalah

guru yang mampu membuat peserta didiknya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak cerdas menjadi

cerdas, dari tidak baik softskillnya menjadi baik. Karena pada dasarnya setiap anak sudah dibekali

kemampuan intelektual, daya tangkap, daya nalar yang berbeda-beda dari sang pencipta. Jadi jangan cepat

bangga jika mengajar di kelas A lebih mudah ketimbang mengajar di kelas B. Karena bisa jadi peserta

didik yang di kelas A memang memiliki basic/dasar intelektual, daya tangkap, daya nalar serta sikap

yang lebih baik dari pada peserta didik di kelas B. Salah satu cara mengubah softskill menjadi lebih baik

adalah learning by doing.