4
Kinetika Kristalisasi Oleh : ISMAIL Sifat-sifat beberapa material berhubungan langsung dengan susunan kristalnya. Material padat dapat dikategorikan berdasarkan pada susunan atom atau ion-ionnya. Material yang mempunyai susunan atom yang teratur dan berulang secara periodic dalam jarak yang panjang disebut dengan kristal. Ada tiga fenomena penting yang harus diperhatikan dalam mendesain dan memproses suatu material yaitu kristalisasi, melting, dan glass transition. Kristalisasi adalah suatu proses pada pendinginan yang mengarah pada pembentukan fase padat (kristal) yang dihasilkan dari lelehan cairan yang memiliki struktur molekul yang sangat acak. Pemahaman tentang mekanisme dan kinetika kristalisasi pada material adalah sangat penting, karena derajat kekristalan mempengaruhi sifat mekanik dan sifat termal pada bahan-bahan tersebut (Callister, 2007). Ada beberapa model kinetika kristalisasi yang dikenal dalam bidang material science. Yaitu model Kissinger, dan model Johnson-Mehl-Avrami (Hsiao dkk, 2002). Model Kissinger menjelaskan kinetika kristalisasi selama pemanasan secara kontinu. Dengan persamaannya dituliskan sebagai ln ( T P 2 ) = Q K RT P +C Yang menghubungkan antara log natural laju pemanasan dan temperature puncak T P dengan energi aktivasi Q K , konstanta gas ideal R , dan T P . Energi aktivasi mengizinkan energi barrier untuk melawan fase transformasi agar dapat dijelaskan secara kuantitatif. Suhu puncak T P menunjukkan perubahan pada kadar panas yang disebabkan oleh perubahan sifat termal pada sampel ketika seuatu reaksi terjadi pada DSC. Pada mulanya Kissinger menetapkan bahwa temperature puncak T P bergantung pada laju pemanasan , dan variasi T p dapat digunakan untuk menentukan energi aktivasi Q K untuk reaksi orde pertama (Kissinger, 1957). Model Johnson-Mehl-Avrami (JMA) menggambarkan kinetika kristalisasi selama proses isothermal. Persamaan laju JMA diperoleh dengan mengasumsikan perlakuan kondisi berikut (Hsiao, dkk. 2002) : 1) Nukleasi dan growth muncul pada temperature konstan, yang disebut dengan kristalisasi isothermal. 2) Nukleasi berlangsung secara acak disebagian besar sampel, yang diasumsikan untuk menjadi tak terbatas. 3) Growth berlangsung secara isotropic sehingga kristal menumbuk satu sama lain Fraksi volum yang ditransformasikan selama kristalisasi dituliskan dengan

Kinetika kristalisasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kinetika kristalisasi

Kinetika KristalisasiOleh : ISMAIL

Sifat-sifat beberapa material berhubungan langsung dengan susunan kristalnya. Material padat dapat dikategorikan berdasarkan pada susunan atom atau ion-ionnya. Material yang mempunyai susunan atom yang teratur dan berulang secara periodic dalam jarak yang panjang disebut dengan kristal.

Ada tiga fenomena penting yang harus diperhatikan dalam mendesain dan memproses suatu material yaitu kristalisasi, melting, dan glass transition. Kristalisasi adalah suatu proses pada pendinginan yang mengarah pada pembentukan fase padat (kristal) yang dihasilkan dari lelehan cairan yang memiliki struktur molekul yang sangat acak. Pemahaman tentang mekanisme dan kinetika kristalisasi pada material adalah sangat penting, karena derajat kekristalan mempengaruhi sifat mekanik dan sifat termal pada bahan-bahan tersebut (Callister, 2007).

Ada beberapa model kinetika kristalisasi yang dikenal dalam bidang material science. Yaitu model Kissinger, dan model Johnson-Mehl-Avrami (Hsiao dkk, 2002). Model Kissinger menjelaskan kinetika kristalisasi selama pemanasan secara kontinu. Dengan persamaannya dituliskan sebagai

ln ( ∅T P2 )=−QKRT P

+C

Yang menghubungkan antara log natural laju pemanasan ∅ dan temperature puncak TP dengan energi aktivasi QK, konstanta gas ideal R, dan TP. Energi aktivasi mengizinkan energi barrier untuk melawan fase transformasi agar dapat dijelaskan secara kuantitatif. Suhu puncak TP menunjukkan perubahan pada kadar panas yang disebabkan oleh perubahan sifat termal pada sampel ketika seuatu reaksi terjadi pada DSC. Pada mulanya Kissinger menetapkan bahwa temperature puncak TP bergantung pada laju pemanasan ∅ , dan variasi Tp dapat digunakan untuk menentukan energi aktivasi QK untuk reaksi orde pertama (Kissinger, 1957).

Model Johnson-Mehl-Avrami (JMA) menggambarkan kinetika kristalisasi selama proses isothermal. Persamaan laju JMA diperoleh dengan mengasumsikan perlakuan kondisi berikut (Hsiao, dkk. 2002) :

1) Nukleasi dan growth muncul pada temperature konstan, yang disebut dengan kristalisasi isothermal.

2) Nukleasi berlangsung secara acak disebagian besar sampel, yang diasumsikan untuk menjadi tak terbatas.

3) Growth berlangsung secara isotropic sehingga kristal menumbuk satu sama lainFraksi volum yang ditransformasikan selama kristalisasi dituliskan dengan

1 – X(t) = exp (– kt n)

dimana X(t) adalah perkembangan kristal pada waktu t, k dan n adalah konstanta laju kristalisasi dan eksponen Avrami. Untuk k dan n bergantung pada mekanisme nukleasi dan growth pada bagian massa kristal terkecil (Chen & Chang, 2006).

Proses kristalisasi diawali dengan peristiwa nukleasi diikuti dengan pertumbuhan kristal. Nukleasi dapat terjadi secara spontan atau dapat dirangsang secara artificial. Hal ini tidak selalu mungkin terjadi, namun, untuk menentukan apakah system telah mangalami nukleasi dengan sendirinya atau apakah telah mangalami nukleasi di bawah pengaruh stimulasi luar. Nukleasi yang muncul tanpa adanya zat asing di dalam fase induk disebut dengan nukleasi homogeny atau nukleasi primer, sedangkan apabila nukleasi muncul karena adanya kontak antara fase induk dengan zat asing disebut nukleasi heterogen atau nukleasi sekunder. Proses nukleasi akan diikuti dengan pertumbuhan inti kristal hingga mencapai dimensi makroskopis, peristiwa ini disebut dengan “crystal growth”. Proses pertumbuhan crystalline digambarkan pada gambar 1. (Celikbilek, Ercin, dan Aydin; 2012)

Page 2: Kinetika kristalisasi

Gambar 1. Tahapan yang menunjukkan pertumbuhan sebuah spherulites pada polyethylene. (Kroschwitz, 2004)

Pada system yang sangat dingin atau sangat jenuh terkandung fluktuasi local dalam arah dan kerapatan, yang akan, suatu ketika, menuju ke bentuk kristal. Daerah crystalline ini dikenal sebagai embrio dan memberikan kesempatan untuk memulai proses transformasi fase. Sebagian besar embrio ini berumur pendek, tapi ada kemungkinan kecil (tergantung pada pendinginan dan kejenuhan) dari fluktuasi tertentu mencapai ukuran kritis. Ukuran kritis ini adalah ukuran dimana dia berada dalam kesetimbangan yang tidak stabil dengan fase sekitarnya, dan ada kemungkinkan besar padanya untuk terus tumbuh hingga ukuran makroskopis (Kroschwitz, 2004).

Proses pertumbuhan kristal dapat dipengaruhi oleh perlakuan panas (heat treatment). Perlakuan panas adalah suatu proses yang dapat mengubah sifat material dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan yang diikuti dengan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi material. Proses perlakuan panas akan menghasilkan sifat-sifat material yang diinginkan pada fasa tertentu.

Perubahan sifat material akibat proses perlakuan panas mencakup seluruh atau sebagian sifat material. Perlakuan panas yang diberikan pada material dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan material. (Korin, Soifer, dan Manov, 1997)

Selain proses perlakuan panas, proses pendinginan juga mampu mempengaruhi nilai mikrostruktur material. Proses pendinginan dilakukan setelah proses perlakuan panas. Pendingingan dibagi menjadi dua macam, pendinginan cepat dan pendinginan lambat. Pada umumnya pendinginan cepat bertujuan agar terbentuk struktur mikro material yang keras dan mudah retak, sedangkan pendinginan lambat bertujuan untuk mendapatkan material dengan struktur mikro yang lebih stabil dikarenakan perubahan ukuran grain-nya terjadi secara perlahan, sehingga menghasilkan logam yang lebih lunak dan elastis.

Page 3: Kinetika kristalisasi

Salah satu tehnik yang banyak digunakan untuk mempelajari kinetika kristalisasi adalah dengan menggunakan DSC (Differential Scanning Calorimetry). Tehnik ini banyak digunakan pula dalam bidang kimia, biokimia, biologi sel, bioteknologi, farmakologi, dan baru-baru ini adalah dalam bidang nanoscience (Gill dkk, 2010).

Dengan DSC ini dapat ditentukan hubungan antara kristallin dengan daerah amorf pada suatu sampel material yang dinyatakan dalam bentuk persentase kristalinitas atau derajad kekristalan, diperoleh dari puncak eksotermik kristalisasi (Vasconelos dkk, 2010).

Untuk menentukan derajad kekristalan dapat digunakan persamaan

XC=∆ H f−∆ HC

∆ H f0

dimana ∆ H f adalah entalpi fusi yang diukur, ∆ H f0 adalah entalpi yang dihitung pada keseluruhan bahan

kristal, dan ∆ HC adalah entalpi kristalisasi dingin yang didapatkan selama DSC berlangsung. (Arnoult, Dargent, dan Mano, 2007)

Referensi1. Callister, William D. 2007. Material Science and Engineering An Introduction 7th edition. John Willey &

Sons. Inc : USA2. Gill, Pooria; Tohidi Moghadam, Tahereh; Ranjbar, Bijan. 2010. Differential Scanning Calorimetry

Techniques : Aplications in Biology and Nanoscience. Journal of Biomolecular Techniques, Desember 2010, vol. 21(4), hal 167-193

3. A. Hsiao; McHenry M.E; Laughlin D.E; Kramer M.J; Ashe C; Ohkubo T. 2002. The Thermal, Magnetic, and Structural Characterization of the Crystallization Kinetics of Fe88Zr7B4Cu1, an Amorphous Soft Magnetic Ribbon. IEEE Transaction on Magnetics, Vol. 38 No. 5, September 2002, hal 3039 – 3044

4. Kissinger, H. 1957. Reaction Kinetics in Differential Thermal Analysis. Analytical Chemistry. Vol. 29, hal 1702 – 1706

5. Chen, Jean-Hong dan Chang, Yu-Lun. 2006. Isothermal Crystallization Kinetics and Morphology Development of Isotactic Polypropylene Blends with Atactic Polypropylene. Journal of Applied Polymer Science. Vol. 103, hal 1093 – 1104

6. Kroschwitz, I Jacqueline. 2004. Encyclopedia of Polymer Scince and Technology Vol 9. John Wiley & Sons, Inc. hal 465 – 497

7. Korin, E; Soifer, L; dan Manov, V. 1997. Effect of Thermal Treatment of the Melt on Crystallization Kinetics of Al91La5Ni4 Amorphous Ribbon Prepared by Rapid Quenching. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry. Februari 1998 Vol. 51 hal 361 – 368

8. Çelikbilek, Miray; Ersundu, Ali Erçin dan Aydın, Süheyla. 2012. Crystallization Kinetics of Amorphous Material. Advances in Crystallization Processes. Istanbul Technical University, Turki

9. Vasconelos, Gibran da Cunha; Mazur, Regio Lago; Bothelo, Edson Cocchieri; Rezende, Mirabel Cerquiera; Costa, Michelle Leali. 2010. Evaluation of Crystallization Kinetics of Poly (Ether-Ketone-Ketone) and Poly (Ether-Ether-Ketone) by DSC. Journal of Aerospace Technology and Management. Vol. 2 No. 2 hal. 155 – 162. Mei – Agustus, 2010

10.Arnoult, M; Dargent, E; Mano, JF. 2007. Mobile Amorphous Phase Fragility in Semi-crystalline Polymers : Comparison of PET and PLLA. Journal of Polymer Elsevier Vol. 48 Hal 1012 – 1019