Upload
3-astari
View
891
Download
19
Embed Size (px)
Citation preview
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK I
RIDHA HUTAMI (8146182035)
TRI ASTARI (8146182041)
VIVI UVAIRA HASIBUAN (8146182043)
KELAS : B – 1 DIKDAS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
20151
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada hadirat Allah SWT yang telah
memberikan kita rahmat kesehatan dan kesempatan, sehingga bisa menyusun atau
menyelesaikan penyusunan makalah Konsep Dasar Matematika ini yang berjudul
TEORI BELAJAR THORNDIKE, PAVLOV dan SKINNER.
Shalawat dan rangkaian salam kehadirat nabi Muhammad SAW yang kita
dari alam kegelapan menuju terang benderang.
Pembuatan makalah ini bertujuan sebagai tugas kelompok Konsep Dasar
Matematika dan sebagai bahan perkuliahan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih,
M. Pd yang telah membimbing penulis dan pihak-pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini penulis yakini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangannya seperti pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak“,
baik isi maupun penyusunnya. Atas semua itu dengan rendah hati penulis
harapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Medan, April 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar belakang .............................................................................................1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................................2
C. Pembatasan Masalah ...................................................................................2
D. Rumusan Masalah .......................................................................................3
E. Tujuan Pembahasan ...................................................................................3
F. Manfaat Pembahasan ..................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................4
A. Teori Belajar Menurut Thorndike................................................................4
Teori Belajar Menurut Pavlov .....................................................................7
C. Teori Belajar Skinner ..................................................................................7
D. Penerapan Teori Belajar Menurut Thorndike, Pavlov dan Skinner ............9
E. RPP Teori Belajar Menurut Thorndike, Pavlov dan Skinner ....................16
BAB III PENUTUP..............................................................................................19
A. Kesimpulam...............................................................................................19
B. Saran ..........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan pembahasan menarik yang menjadi pusat perhatian
para ahli psikologi pendidikan untuk mengungkap rahasia dibalik belajar tersebut.
Kaitannya dengan hal tersebut, beberapa ahli psikologi dari berbagai aliran
mendefinisikan istilah belajar, seperti Kimble (1961) mendefinisikan belajar
sebagai perubahan yang relatif permanen di dalam behavioral potentiality (potensi
behavioral) yang terjadi sebagai akibat dari praktik yang diperkuat.
Definisi tersebut di atas tidak serta merta diterima secara universal,
beberapa ahli psikologi tidak menerima definisi tersebut. Terlepas dari perbedaan
pendefinisian istilah belajar, hal menarik yang penting untuk diketahui adalah
teori belajar dari beberapa tokoh (ahli) yang menjadi sumber untuk
pengembangan belajar maupun pembelajaran di dunia pendidikan.
Pembelajaran merupakan kegiatan interaktif dan timbal balik antara
pendidik dan peserta didik (katakan sebagai siswa). Untuk mencapai kompetensi
yang diharapkan maka seorang pendidik (katakana sebagai guru) seharusnya
menyiapkan berbagai kebutuhan sebalum mengajar termasuk kebutuhan setelah
mengajar. Merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran merupakan
kegiatan wajib yang dilakukan guru sehingga perlu untuk mempelajari teori-teori
belajar walaupun implikasinya tak semanis teorinya. Dengan demikian guru dapat
berkreasi dan berinovasi pada kelasnya dengan teori yang mendasari proses
pembelajaran tersebut.
Penguasaan teori belajar merupakan salah satu faktor pendukung
keberhasilan pengajaran matematika. Oleh karena itu, seorang guru perlu
memperoleh wawasan tentang teori belajar dan dapat menerapkannya dalam
pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas.
Pada prinsipnya teori belajar itu berisi tentang apa yang terjadi dan
apa yang diharapkan terjadi pada mental anak yang dapat dilakukan pada usia
4
(tahap perkembangan mental) tertentu. Maksudnya kesiapan anak untuk bisa
dapat belajar.
Teori-teori belajar yang akan dibahas dalam makalah ini adalah teori
belajar aliran psikologi tingkah laku (behaviorisme) dan penerapannya dalam
pembelajaran matematika, dengan tokohnya diantaranya Thorndike, Pavlov, dan
Skinner.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas penulis melalukan pengidentifikasian masalh
sebagai berikut:
1. Pada prinsipnya teori belajar itu berisi tentang apa yang terjadi dan
apa yang diharapkan terjadi pada mental anak dalam pembelajaran.
2. Penguasaan teori belajar merupakan salah satu faktor pendukung
keberhasilan pengajaran matematika.
3. Seorang guru perlu memperoleh wawasan tentang teori belajar, khususnya
aliran psikologi tingkah laku (behaviorisme) dan dapat menerapkan dalam
pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas.
C. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah arah pembahasan masalah ini penulis membuat
batasan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian dari konsep teori belajar menurut Thorndike, Pavlov, dan
Skinner.
2. Penerapan teori belajar menurut Thorndike, Pavlov, dan Skinner dalam
pembelajaran matematika.
D. Rumusan Masalah
5
Dari latar belakang dan identifikasi masalah yang ada maka rumusan
maslah yang dugunakan adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan konsep teori belajar menurut Thorndike,
Pavlov,dan Skinner?
2. Bagaimana penerapan teori belajar menurut Thorndike, Pavlov, dan
Skinner dalam pembelajaran matematika?
E. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari makalah ini, antara lain:
1. Memahami konsep teori belajar menurut Thorndike, Pavlov dan Skinner.
2. Mengetahui penerapan teori belajar menurut Thorndike, Pavlov, dan
Skinner dalam pembelajaran matematika..
F. Manfaat Pembahasan
Penulis berharap makalah ini memiliki manfaat bagi kita semua. Dimana
dengan adanya makalah ini dapat membantu semua kalangan baik itu mahasiswa,
pelajar dan masyarakat umum dalam mendalami teori belajar khususnya teori
belajar aliran psikologi tingkah laku (behaviorisme) dengan tokohnya diantaranya
Thorndike, Pavlov, dan Skinner. Selain itu dapat menambah wawasan mengenai
penerapannya dalam pembelajaran matematika.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Menurut Thorndike
Edward L. Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan bahwa belajara
dalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja
yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,
atau hal – hal yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon
adalah reaksi yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa
pikiran, persaan atau gerakan (tindakan). Dari definisi belajar tersebut maka
menurut Thorndike perubahan atau tingkah laku akibat kegitan belajar itu
dapat berujud kongkrit yaitu dapat diamati.
Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini
disebut juga Koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya
belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.
Terdapat beberapa dalil atau hukum yang dikemukakan Thorndike, yang
mengakibatkan munculnya stimulus respon ini, yaitu hukum kesiapan (law of
readiness), hukum latihan (law of exsercise) dan hukum akibat (law of effect).
1. Hukum Kesiapan (law of readiness)
Hukum ini menerangkan bagaimana kesiapan seseorang siswa dalam
melakukan suatu kegiatan. Seorang siswa yang mempunyai kecenderungan
untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia benar
melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi
dirinya.
Seorang siswa yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak dan
kemudian bertindak, sedangkan tindakannya itu mengakibatkan ketidakpuasan
bagi dirinya, akan selalu menghindarkan dirinya dari tindakan-tindakan yang
melahirkan ketidakpuasan tersebut.
7
Dari ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa seorang siswa akan lebih
berhasil belajarnya, jika ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar.
2. Hukum Latihan (law of ecexcise)
Menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi
akibatnya hubungan akan semakin kuat. Sedangkan makin jarang
hubungan stimulus respon dipergunakan, maka makin lemahlah hubungan yang
terjadi.
Hukum latihan pada dasarnya mengungkapkan bahwa stimulus dan respon
memiliki hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering
terjadi, dan makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi
akan bersirfat otomatis. Seorang siswa dihadapkan pada suatu persoalan yang
sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan
pengalamannya pada waktu sebelumnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa pengulangan yang akan memberikan
dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk
pengulangannya tidak membosankan dan kegiatannya disajikan dengan cara yang
menarik.
Sebagai contoh untuk mengajarkan konsep pemetaan pada siswa, guru
menguji apakah siswa sudah benar-benar menguasai konsep pemetaan.
Untuk itu guru menanyakan apakah semua relasi yang diperlihatkannya itu
termasuk pemetaan atau tidak. Jika tidak, siswa diminta untuk menjelaskan
alasan atau sebab-sebab kriteria pemetaan tidak dipenuhi. Penguatan konsep
lewat cara ini dilakukan dengan pengulangan. Namun tidak berarti bahwa
pengulangan dilakukan dengan bentuk pernyataan dan informasi yang sama,
melainkan dalam bentuk informasi yang dimodifikasi, sehingga siswa tidak
merasa bosan.
3. Hukum Akibat (law of effect)
Thorndike mengemukakan bahwa suatu tindakan akan menimbulkan
pengaruh bagi tindakan yang serupa. Ini memberikan gambaran bahwa jika suatu
tindakan yang dilakukan seorang siswa menimbulkan hal-hal yang
8
mengakibatkan bagi dirinya, tindakan tersebut cenderung akan diulanginya.
Sebaliknya tiap-tiap tindakan yang mengakibatkan kekecewaan atau hal-hal
yang tidak menyenangkan, cenderung akan dihindarinya. Dilihat dari ciri-cirinya
ini hukum akibat lebih mendekati ganjaran dan hukuman.
Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan yang terlahir
dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan dari siswa, dan
cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah
dicapainya itu. Guru memberi senyuman wajar terhadap jawaban siswa, akan
semakin menguatkan konsep yang tertanam pada diri siswa. Katakan “Bagus”,
“Hebat”, “Kau sangat teliti”, dan semacamnya akan merupakan hadiah bagi
siswa yang kelak akan meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran.
Stimulus ini termasuk reinforcement.
Sebaliknya guru juga harus tanggap terhadap respon siswa yang salah.
Jika kekeliruan siswa dibiarkan tanpa penjelasan yang benar dari guru, ada
kemungkinan siswa akan menganggap benar dan kemudian mengulanginya.
Siswa yang menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah, namun hasil kerjanya itu
tidak diperiksa oleh gurunya, ada kemungkinan beranggapan bahwa jawaban
yang dia berikan adalah benar. Anggapan ini akan mengakibatkan jawaban yang
tetap salah di saat siswa mengikuti tes.
Demikian pula siswa yang telah mengikuti ulangan dan mendapat nilai
jelek, perlu diberitahukan kekeliruan yang dilakukannya pada saat siswa diberi
tes berulang, namun hasilnya tetap buruk. Ada kemungkinan konsep yang
dipegangnya itu dianggap sebagai jawaban yang benar. Penguatan seperti ini
akan sangat merugikan siswa. oleh karena itu perlu dihilangkan.
Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa jika terdapat asosiasi
yang kuat antara pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang disajikan akan
tertanam lebih lama dalam ingatan siswa. selain itu banyaknya pengulangan
akan sangat menentukan lamanya konsep diingat siswa. Makin sering
pengulangan dilakukan akan semakin kuat konsep tertanam dalam ingatan siswa.
B. Teori Belajar Menurut Pavlov
Pavlov adalah seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia. Ia terkenal
9
dengan teori belajar klasiknya dan seorang penganut aliran tingkah laku
(Behaviorisme) yaitu aliran yang berpendapat, bahwa hasil belajar manusia itu
didasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yang terlihat melalui
stimulus respons dan belajar bersyarat (Conditioning Learning). Menurut
aliran ini tingkah laku manusia termasuk organisme pasif yang bisa dikendalikan.
Tingkah laku manusia bisa dikendalikan dengan cara memberi ganjaran dan
hukuman.
Pavlov mengadakan penelitian terhadap perilaku anjing yaitu mempelajari
proses pencernaan pada anjing, lalu mengamati anjing bila melihat makanan
maka akan keluar air liurnya. Dalam penelitiannya anjing dikurung dalam suatu
kandang selanjutnya setiap akan memberi makan, Pavlov membunyikan bel.
Ia memperhatikan bahwa setiap dibunyikan bel pada jangka waktu tertentu
anjing itu mengeluarkan air liurnya. Akhirnya dicoba dibunyikan bel itu tetapi
tanpa diberi makanan. Ternyata anjing itu tetap mengeluarkan air liurnya.
Dalam percobaan itu makanan atau bunyi bel jadi perangsang atau stimulus bagi
keluarnya air liur anjing atau yang menimbulkan selera anjing untuk makan.
Makanan disebut stimulus tak bersyarat, karena terjadinya secara wajar,
sedangkan bunyi bel disebut stimulus bersyarat.
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning) dalam
hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, misalnya agar siswa
mengerjakan soal PR dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya atau
memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.
C. Teori Belajar Menurut Skinner
Dalam bagian ini akan diuraikan teori belajar menurut Skinner.
Burrhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan
mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar.
Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan
respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang
sifatnya subyektif, sedangkan penguatan merupakan suatu yang mengakibatkan
meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal
yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
10
Teori Skinner menyatakan penguatan terdiri atas penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika
penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku siswa dalam
melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang diberikan
kepada siswa memperkuat tindakan siswa, sehingga siswa semakin sering
melakukannya.Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang
diberikan kepada siswa, sikap guru yang menunjukkan rasa gembira pada
saat siswa bisa menjawab dengan benar.
Penguatan positif akan berbekas pada diri siswa. Mereka yang
mendapat pujian setelah berhasil menyeleaikan tugas atau menjawab pertanyaan
dengan benar biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh
semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi siswa
untuk rajin belajar dan mempertahankan prestasinya. Penguatan yang seperti ini
sebaiknya segera diberikan dan jangan ditunda- tunda.
Penguatan negatif adalah bentuk stimulus yang lahir akibat dari fespon
sisw yang kurang atau tidak diharapkan. Penguatan negative diberikan agar
respon yang tidak diharapkan atau tidak menunjang pada pelajaran tidak diulangi
siswa. Penguatan negatif itu dapat berupa teguran, peringatan atau sangsi.
Namun untuk mengubah tingkah laku siswa dari negatif menjadi positif guru
perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan
(memprediksi) dalam mengendalikan tingkah laku siswa. Di dalam kelas guru
mempunyai tugas untuk mengarahkan siswa dalam aktivitas belajar, karena pada
saat tersebut kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi
ataupun larangan pada siswanya.
D. Penerapan Teori Belajar Menurut Thorndike, Pavlov, dan Skinner
Dalam Pembelajaran Matematika
Dalam menerapkan teori belajar tingkah laku ada beberapa pinsip yang
harus diperhatikan guru. Pertama, guru harus memahami karakteristik dan prinsip-
prinsipnya sebelum menerapkannya. Memahami karakteristik anak harus
11
dilengkapi dengan kemampuan untuk menerapkan teori tersebut. Kedua, teknik-
teknik yang digunakan pada anak-anak berkesulitan belajar harus dipadukan
dengan metode-metode lain yang digunakan bagi anak-anak berkesulitan belajar
karena, misalnya mengalami kesulitan dalam pendengaran dan penglihatan.
Kesulitan ini harus diperhatikan oleh guru yang merencanakan program untuk
mengajukan tujuan-tujuan pembelajaran khusus bagi anak berkeselitan belajar.
Salah satu masalah perilaku anak berkesulitan belajar adalah
ketidakmampuan dalam melakukan tugas-tugas akademik tertentu, termasuk
pengajaran matematika (learner, 2002). Sebagai contoh, guru mempersiapkan
persiapan mengajar matematika yang baik dengan memerhatikan materi, metode,
materi konkret, dan alat peraga, akan tetapi semuanya tidak berguna bila anak
tidak mau melakukan tugas-tugas yang diberikan padanya. Pada kasus ini
dianjurkan merencanakan strategi menggunakan teori belajar tingkah laku dengan
strategi lainnya bagi anak berkesulitan belajar.
Teori perilaku berguna bagi anak berkesulitan belajar, tetapi memiliki
keterbatasan (Learner, 2002). Salah satu keterbatasan utama adalah belajar bukan
hanya mempengaruhi oleh kondisi luar seperti pujian atau lingkungan yang
menyenangkan, melainkan kondisi-kondisi dalam diri anak juga penting
(perkembangan mental). Guru hendak menerapkan teori perilaku dalam
pengajaran matematika harus memperhatikan kemampuan anak.
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika
Secara umum terdapat empat langkah dalam pembelajaran suatu mata
pelajaran di sekolah (Learner, 2002). Pertama, dalam implikasi teori belajar
perilaku ialah menetapkan tujuan pembelajaran yang dapat membantu guru dalam
merencanakan mengajar matematika. Tujuan ini harus dapat diukur dan diamati.
Kedua, uraikan langkah-langkah mana yang telah diketahui anak. Kemudian,
urutkan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Langkah
terakhir adalah tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya dikaitkan
dengan hasil-hasil pembelajaran. Cara ini sangat sederhana, menyediakan
petunjuk-petunjuk pembelajaran, kemajuan jangka pendek, dan tujuan-tujuan
12
khusus yang dapat diukur. Oleh sebab itu, cara ini banyak digunakan oleh guru-
guru di Indonesia.
Banyak program pendidikan di sekolah yang menggunakan teori belajar
perilaku. Prosedur diuraikan dalam langkah-langkah yang lengkap. Langkah-
langkah telah dikemukakan oleh Gearheart (dalam Runtukahu, 1996) sebagai
berikut:
1) Identifikasi dengan cermat perilaku yang akan diajarkan (mislanya
mengadakan penjumlahn bilangan-bilangan cacah hasilnya kurang dari
100).
2) Tentukan tingkat perilaku yang akan diajarkan (misalnya, 80 % benar dari
soal-soal yang diberikan).
3) Mengatur situasi dimana perilaku akan terjadi, dengan menyediakan lat
peraga (misalnya lidi) dan lembar kerja (LKS) yang dapat menegaskan
perilaku yang telah diidentifikasi.
4) Mencatat data anak (benar atau salah) beberapa hari sebelum
melaksanakan strategi dengan teori belajar ini. Data ini adalah data awal
atau baseline. Selama tahap ini, pelajari pola-pola keslahan yang dilakukan
anak.
5) Tentukan teknik perilaku yang cocok, setelah data awal dianalisis. Teknik
perilaku yang digunakan harus alamiah sesuai dengan lingkungan dan
sederhana atau mudah dan cepat dilaksanakan.
6) Memutuskan apakah teknik pengajaran yang dilanjutkan atau diganti
dengan teknik lain.
7) Teknik pengajaran yang digunakan harus dihentikan jika tingkat
kemampuan telah tercapai.
8) Generalisasikan perilaku (umpamanya penjumlahan) pada soal-soal lain
(misalnya operasi perkalian atau soal cerita).
Penerapan Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike praktik pendidikan harus dipelajari secara ilmiah
karena ada hubungan erat antara pengetahuan proses belajar dengan praktik
13
pengajaran. Jadi dia mengharapkan akan ditemukan lebih banyak lagi
pengetahuan tentang hakikat belajar, semakin banyak pengetahuan yang dapat
diaplikasikan untuk memperbaiki praktik pengajaran.
Penggunaan teori ini dalam pembelajaran matematika adalah guru
memberikan reward atau phunisment pada peserta didik agar memotivasi mereka
belajar sehingga konsekuensinya guru harus menyusun bahan pelajaran yang
sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan terjadi serta guru tidak
memberikan ceramah selama proses belajar (contoh pada perkalian) melainkan
hanya instruksi singkat yang diikuti contoh – contoh baik dilakukan sendiri atau
saat simulasi.
Penerapan Teori Belajar Menurut Pavlov
Penerapan teori pengkondisian klasik Pavlov dalam pembelajaran
matematika di sekolah, sebagai berikut:
Guru mengidentifikasi hal-hal yang membuat siswa termotivasi untuk
mengerjakan soal-soal matematika, misalnya: Siswa akan senang diberikan hadiah
(reward). Berdasarkan contoh di atas, dapat dijabarkan beberapa unsur dalam
pengkondisian klasik, yaitu:
a. US : hadiah (reward)
b. UR : siswa menjadi semangat dan tertarik ketika diberi hadiah
c. NS : soal-soal matematika
d. NCS : Siswa tidak tertarik untuk mengerjakan soal
e. CS : hadiah diberikan setelah siswa mengerjakan soal-soal matematika
Maka pengkondisiannya dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sebelum dikondisikan, jika siswa diberikan stimulus yang tidak
dikondisikan [US] berupa hadiah maka respon yang tidak dikondisikan
[UR] adalah siswa menjadi senang lebih bersemangat dan gembira.
2. Sebelum dikondisikan, jika siswa diberikan suatu stimulus baru yang
disebut Neutral Stimulus yaitu soal-soal matematika [NS] maka tidak akan 14
muncul respon dari siswa berupa kesenangan serta ketertarika untuk
mengerjakan soal.
3. Selama pengkondisian [CS], apabila siswa mau mengerjakan soal
matematika [NS] maka siswa akan diberikan hadiah [US] sehingga siswa
akan merasa senang dan tertarik untuk mengerjakan soal-soal matematika.
Hal ini dilakukan berulang-ulang sehingga akan membentuk kondisi
pembiasaan pada siswa. Jika hal ini dilakukan berulang-ulang maka siswa
akan terbiasa dengan ketika mengerjakan soal akan mendapatkan hadiah
[CS].
4. Setelah pengkondisian, ketika siswa diberikan soal berupa stimulus
penkondisian [CS] tanpa diberikan hadiah [US] maka siswa akan merasa
senang dan tertarik untuk mengerjakan soal-soal tersebut [CR].
Penerapan Teori Belajar Menurut Skinner
Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori Conditioning Operant
menurut Skinner adalah: (1) mempelajari keadaan kelas berkaitan dengan perilaku
siswa; (2) membuat daftar penguat positif; (3) memilih dan menentukan urutan
tingkah laku yang dipelajari serta jenis penguatnya; dan (4) membuat program
pembelajaran berisi urutan perilaku yang dikehendaki,penguatan,waktu
mempelajari perilaku, dan evaluasi.
Menurut Skinner, belajar akan berlangsung sangat efektif apabila : (1)
informasi yang akan dipelajari disajikan secara bertahap; (2) pembelajar segera
diberi umpan balik (feedback) mengenai akurasi pembelajarn mereka. yakni,
setelah belajar mereka diberi tahu apakah mereka sudah memahami informasi
dengan benar atau tidak; dan (3) pembelajar mampu belajar dengan caranya
sendiri.
Skinner menegaskan bahwa tujuan belajar seharusnya dispesifikasikan
secara behavioral dahulu sebelum pelajaran dimulai. Jika satu unit didesain untuk
mengajar kreativitas, murid harus tahu apa yang dilakukannya saat mereka
menjadi kreatif. “dan jika suatu unit didesain untuk mengajarkan pemahaman
15
matematika, murid tahu apa yang dilakukannya jika mereka memahami
matematika.
Skinner menghindari pemberian hukuman. Mereka akan memperkuat
perilaku yang tepat dan megabaikan perilalu yang kurang tepat. Karena
lingkungan belajar didesain agar siswa memdapatkan kesuksesan maksimal,
mereka biasanya memerhatikan materi yang hendak dipelajari.
Kegiatan Belajar: Teori Belajar Menurut Thorndike, Pavlov, dan
Skinner Dalam Pembelajaran Matematika
Para penganut psikologi tingkah laku (behaviorism), contohnya Thorndike
yang mengarang buku ‘The Psychology of Arithmetics’ (Resnick dan Ford,
1984:12) memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara
rangsangan dari luar (stimulus) seperti ‘2 + 2’ dan balasan dari siswa (response)
seperti ‘4’ yang dapat diamati. Mereka berpendapat bahwa semakin sering
hubungan (bond) antara rangsangan dan balasan terjadi, maka akan semakin
kuatlah hubungan keduanya (law of exercise). Mereka, para penganut teori belajar
tingkah laku ini berpendapat bahwa batu saja akan berlubang jika ditetesi air terus
menerus.
Di samping itu, menurut Resnick dan Ford (1984:12), Thorndike
menyatakan kuat tidaknya hubungan ditentukan oleh kepuasan maupun
ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Itulah sebabnya, dua kata kunci
menurut para penganutnya selama proses pembelajaran adalah ‘latihan’ serta
‘ganjaran/penguatan’ dan hukuman. Teori ini menitikberatkan pada perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengulangan. Contohnya, pawang sirkus memberi
sesuatu sebagai ganjaran atau penguatan (reinforcement) begitu si binatang
dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Untuk kasus-kasus tertentu, tubian
(drill) masih dapat digunakan para guru dalam proses pembelajaran. Ganjaran
atau penguatan pada binatang tersebut ditunjukkan dengan pemberian sesuatu jika
ia dapat menyelesaikan tugasnya, sehingga binatang tersebut akan mengulangi
kegiatannya. Demikian pula, para siswa akan sangat senang dan merasa dihargai
jika mereka mendapat hadiah ketika mereka dapat melaksanakan tugas dengan
baik, sehingga mereka akan berusaha untuk melakukan hal yang sama. Namun 16
jika siswa melakukan hal yang salah maka mereka harus mendapat hukuman agar
ia tidak melakukan hal itu lagi, sebagaimana para pelatih sirkus menggunakan
cemeti untuk mengajari singa dan macan mereka agar binatang itu mengikuti
perintah tuannya. Namun disini adalah hukuman yang mendidik (positif) bukan
hukuman sebenarnya (negatif).
Sebagai mana disampaikan di bagian depan, para penganut psikologi
tingkah laku (behaviorism) memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan
hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus) seperti ‘2 + 2’ dan balasan
dari siswa (response) seperti ‘4’ yang dapat diamati. Mereka berpendapat bahwa
semakin sering hubungan antara rangsangan dan balasan terjadi, maka akan
semakin kuatlah hubungan keduanya (law of exercise). Mereka berpendapat
bahwa batu saja akan berlubang jika ditetesi air terus menerus. Karena itu, para
penganut teori belajar tingkah laku sering menggunakan cara mengulang-ulang
atau tubian (drill).
Mengapa sebagian siswa SD/MI masih kesulitan menentukan hasil perkalian?
Lalu apa yang dapat Anda lakukan untuk memecahkan masalah tersebut?
Penulis pernah mengalami hal tersebut, yaitu ketika ada siswa SD yang
kesulitan melakukan perkalian dengan bilangan 7. Penulis lalu memberi siswa
tersebut daftar perkalian berikut untuk diselesaikan.
1 × 7
= ....
2 × 7 = .... 3 × 7 = .... 4 × 7 = .... 5 × 7 = ....
6 × 7
= ....
7 × 7 = .... 8 × 7 = .... 9 × 7 = .... 10 x 7 =....
Apa yang terjadi ketika ia mengerjakan tugas tersebut? Ternyata
ditemukan beberapa hal menarik yang dapat dipelajari berikut ini.
1. Ketika mengisi jawaban untuk dua soal pertama, ia tidak mengalami
kesulitan. Artinya ia dapat menentukan hasil 1 × 7 dan 2 × 7 dengan baik.
2. Ketika mengisi jawaban untuk soal 3 × 7, ia melihat ke atas sambil
berpikir keras.
3. Ketika ditanya apakah ada kesulitan, ia menjawab ia agak sulit
menentukan hasil dari 14 + 7.
4. Ketika mengisi jawaban untuk dua soal 4 × 7, ia tidak mengalami
kesulitan. Baginya, 21 + 7 tidaklah terlalu sulit.
17
5. Ketika mengisi jawaban untuk soal 5 × 7, ia agak mengalami
kesulitan menentukan 28 + 7 sehingga ia menggunakan jarinya.
6. Proses di atas menjadi lebih cepat ia lakukan ketika ia diminta
mengulangi kegiatan yang sama mengisi daftar perkalian di atas.
Dari kasus di atas, dapatlah ditarik beberapa pelajaran berikut.
1. Si anak telah memahami bahwa perkalian merupakan penjumlahan
berulang.
2. Ia mengalami kesulitan menjumlahkan.
3. Ternyata, proses mengulang-ulang kegiatan tersebut berhasil
membantu siswa tersebut memperbaiki perkalian dengan bilangan 7.
4. Jadi, proses mengulang-ulang kegiatan (latihan, tubian atau drill) dapat
dilakukan siswa setelah ia memahami konsepnya. Dengan kata lain, untuk
kasus-kasus tertentu, teori belajar tingkah laku masih dapat digunakan
dalam proses pembelajaran matematika.
5. Pentingnya penguasaan pengetahuan prasyarat. Contoh di atas
menunjukkan bahwa si siswa kesulitan mempelajari perkalian karena ia
mengalami kesulitan menjumlahkan.
E. RPP Teori Belajar Menurut Thorndike, Pavlov dan Skinner
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
Sekolah : SD Swasta Amalia
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/semester : IV (Empat) /1 (satu)
Alokasi waktu : 2 x 35 menit (1 pertemuan)
A. Standar Kompetensi :
18
1. Memahami dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam
pemecahan masalah
B. Kompetensi Dasar
1.1 Mengidentifikasi sifat-sifat operasi hitung
C. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat mengetahui jenis operasi hitung.
Siswa dapat memberikan contoh sehari-hari yang berhubungan dengan
operasi hitung
Siswa dapat melakukan penjumlahan dan perkalian
Siswa dapat melakukan perkalian dengan satu
Siswa dapat melakukan perkalian dua angka dengan angka sebelas
Siswa dapat melakukan penjumlahan dan perkalian tiga bilangan berurutan
D. Materi Ajar
Operasi Hitung Bilangan: Perkalian Bilangan Bulat
Perkalian adalah penjumlahan berulang sebanyak bilangan yang dikalikan.
Contoh: 2 x 3 = 3 + 3 = 6 3 x 4 = 4 + 4 + 4 = 12
E. Metode Pembelajaran
Ekspositori (menerangkan)
Tanya jawab
Latihan (drill)
F. Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan awal
Guru mengkondisikan siswa ke dalam proses pembelajaran yang
kondusif.
Guru mengintruksikan seseorang siswa untuk memimpin do’a dan
dilanjutkan guru mengecek kehadiran siswa.
Apersepi: Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa.
19
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti
Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa berkenaan
dengan materi ajar.
Siswa kurang merespon pertanyaan Guru maka Guru memberikan
punishment bagi siswa yang tidak mampu menjawab dan reward bagi
siswa yang mampu menjawab.
Guru menerangkan materi pelajaran kepada siswa.
Guru dan siswa melakukan diskusi dan latihan dengan fasilitas
soal-soal
Guru memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas satu persatu
kedepan kelas, latihan dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru
baik secara lisan maupun tertulis;
Guru memfasilitasi siswa bertanya dan berkompetisi secara sehat
untuk meningkatkan prestasi belajar;
Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa
Guru kembali memberikan soal kepada siswa dengan tanya jawab.
Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan
pemahaman, memberikan pengutan dan penyimpulan
Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
Menyimpulkan materi dan memberikan tugas rumah untuk
memantapkan pemahaman siswa.
Menutup pelajaran.
G. Alat/Bahan dan Sumber Belajar
Buku Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Kelas 4,
Buku lain yang relevan
H. Penilaian
No Soal Kunci jawaban Skor
20
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
1 x 8 = ...
2 x 8 = ...
3 x 8 = ...
4 x 8 = ...
5 x 8 = ...
6 x 8 = ...
7 x 8 = ...
8 x 8 = ...
9 x 8 = ...
10 x 8 = ...
8
16
24
32
40
48
56
64
72
80
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Skor maksimum 100
Medan, .................... 20 15
Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Mapel Matematika
.................................. .................................
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aliran tingkah laku (behaviorisme) berkesimpulan bahwa studi tentang belajar itu
harus berdasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yang nampak, sebab
menurut teori ini manusia itu adalah organisme pasif yang bisa dikontrol, dan tingkah laku
manusia itu bisa dibentuk melalui ganjaran dan hukuman. Tokoh-tokoh dari aliran tingkah
laku ini diantaranya Thorndike, Pavlov, Baruda, Skiner, Gagne, dan Ausubel. Namun yang
dibahas dalam makalah ini hanya teori belajar dari Thorndike, Pavlov dan Skinner serta
penerapannya dalam matematika.
Menurut Thorndike dasar terjadinya belajar adalah pembentukan hubungan antara
stimulus dan respon. Teori belajar stimulus respon yang dikemukakannya disebut juga
koneksionisme. Thorndike mengemukakan 3 hukum yang mengakibatkna timbulnya stimulus
respons yaitu hukum kesiapan (low of readness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum
akibat (law of effect). Hukum akibat (law of effect) terdiri dari hukum kesiapan menerangkan
bagaimana kesiapan seorang siswa dalam melakukan suatu kegiatan, hukum latihan pada
dasarnya mengungkapkan bahwa stimulus dan respon akan memiliki hubungan satu sama
lain secara kuat jika proses pengulangan sering terjadi dan hukum akibat, menyatakan bahwa
suatu tindakan akan mengimbulkan pengaruh bagi tindakan yang serupa.
Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik dan menurutnya sesuatu kalau dilakukan
secara terus menerus akan menjadi kebiasaan.
Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang
penting dalam belajar. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan
merupakan tingkah laku yang sifatnya subyektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu
yang mengakibatkan meningkatnya suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang
sifatnya dapat diamati dan diukur.
B. Saran
22
Penguasaan teori belajar merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan
pengajaran. Oleh karena itu, seorang guru harus mengetahui dan memahami tentang teori
belajar dan dapat menerapkannya dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas khususnya
pelajaran matematika.
Dalam pembelajaran membuat RPP adalah salah satu syarat bagi seorang guru dapat
masuk kedalam kelas. Di dalam makalah ini terdapat contoh RPP berkaitan teori belajar
behaviorisme (tingkah laku), tokohnya antara lain Thorndike, Pavlov dan Skinner yang dapat
dipakai maupun hanya sebagai referensi saja. Namun, kita harus pahami konsep teori belajar
tersebut terlebih dahulu dan memperhatikan langkah-langkah yang kita ambil sehingga dapat
mengkondisikan dengan lingkungan belajar kita disekolah.
23
DAFTAR PUSTAKA
Shadiq, Fadjar dan Nur Amini Mustajab. 2011. Penerapan Teori Belajar Dalam Pembelajaran
Matematika di SD. Yogyakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Suwangsih, Dr. Erna. “Teori Belajar Matematika”. 15 April 2015.
http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/MODEL_PEMBELAJARAN_MATEMA
TIKA/BBM3_%28Dra._Erna_Suwangsih,_M.Pd..pdf
Tarsudin RD. “Teori Asosiasi Thorndike”. 16 April 2015.
http://math-succes.blogspot.com/2014/12/teori-asosiasi-dari-thorndike.html
Tarsudin RD. “Teori Pengkondisian Dari Ivan Pavlov”. 16 April 2015. http://math-
succes.blogspot.com/2014/12/teori-pengkondisian-klasik-dari-ivan.html
Tung, M. Sc. Ed, M. Pd., Dr. Ir. Drs. Khoe Yao. 2015. Pembelajaran dan Perkembangan
Belajar. Jakarta: PT Indeks.
Winkel. 2014. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Sketsa.
24