Upload
vivi-narwastu
View
2.783
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
TUGAS AGAMA
PACARAN MENURUT PANDANGAN ISLAM
DISUSUN OLEH :
WILDA NUR FITRIA A11213335
YUSNIA EVILIAWATI A11213336
PRODI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
POLTEKKES BHAKTI MULIA
2012
Pacaran dalam pandangan Islam
Sebuah fitnah besar menimpa pemuda pemudi pada zaman sekarang.
Mereka terbiasa melakukan perbuatan yang dianggap wajar padahal termasuk
maksiat di sisi Alloh subhanahu wa ta’ala. Perbuatan tersebut adalah “pacaran”,
yaitu hubungan pranikah antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom.
Biasanya hal ini dilakukan oleh sesama teman sekelas atau sesama rekan kerja
atau yang lainnya. Sangat disayangkan, perbuatan keji ini telah menjamur di
masyarakat kita. Apalagi sebagian besar stasiun televisi banyak menayangkan
sinetron tentang pacaran di sekolah maupun di kantor. Tentu hal ini sangat
merusak moral kaum muslimin. Namun, anehnya, orang tua merasa bangga kalau
anak perempuannya memiliki seorang pacar yang sering mengajak kencan. Ada
juga yang melakukan pacaran beralasan untuk ta’aruf (berkenalan). Padahal
perbuatan ini merupakan dosa dan amat buruk akibatnya. Oleh sebab itu,
mengingat perbuatan haram ini sudah begitu memasyarakat, kami memandang
perlu untuk membahasnya pada kesempatan ini.
Pacaran dari Sudut Pandang Islam
Pacaran tidak lepas dari tindakan menerjang larangan larangan Alloh
subhanahu wa ta’ala. Fitnah ini bermula dari pandang memandang dengan lawan
jenis kemudian timbul rasa cinta di hati sebab itu, ada istilah “dari mata turun ke
hati” kemudian berusaha ingin memilikinya, entah itu dengan cara kirim SMS
atau surat cinta, telepon, atau yang lainnya. Setelah itu, terjadilah saling bertemu
dan bertatap muka, menyepi, dan saling bersentuhan sambil mengungkapkan rasa
cinta dan sayang. Semua perbuatan tersebut dilarang dalam Islam karena
merupakan jembatan dan sarana menuju perbuatan yang lebih keji, yaitu zina.
Bahkan, boleh dikatakan, perbuatan itu seluruhnya tidak lepas dari zina.
Perhatikanlah sabda Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:
“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperolehnya hal itu,
tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya dengan memandang. Kedua
telinga itu berzina, zinanya dengan mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya
dengan berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan memegang. Kaki itu
berzina, zinanya dengan melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan
beranganangan sedangkan kemaluan yang membenarkan itu semua atau
mendustakannya.” (H.R. Muslim: 2657, Al-Bukhori: 6243)
Al Imam an Nawawi rahimahullah berkata: “Makna hadits di atas, pada
anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina. Di antara mereka ada yang
melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan farji (kemaluan)nya ke
dalam farji yang haram. Ada yang zinanya secara majazi (kiasan) dengan
memandang wanita yang haram, mendengar perbuatan zina dan perkara yang
mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya
meraba wanita yang bukan mahromnya atau menciumnya, atau kakinya
melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau melihat zina, atau menyentuh
wanita yang bukan mahromnya, atau melakukan pembicaraan yang haram dengan
wanita yang bukan mahromnya dan semisalnya, atau ia memikirkan dalam
hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi.” (Syarah Shohih Muslim:
16/156157)
Adakah di antara mereka tatkala berpacaran dapat menjaga pandangan
mata mereka dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita
ajnabiyyah (bukan mahrom) atau lak-ilaki ajnabi (bukan mahrom) termasuk
perbuatan yang diharamkan!
Pacaran dalam perspektif islam
In fact, pacaran merupakan wadah antara dua insan yang kasmaran,
dimana sering cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan, raba-rabaan
sampai pergaulan ilegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan: "Dan janganlah
kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji
dan suatu jalan yang buruk." (Q. S. Al Isra' : 32)
Seringkali sewaktu lagi pacaran banyak aktivitas laen yang hukumnya
wajib maupun sunnah jadi terlupakan. Sampe-sampe sewaktu sholat sempat
teringat si do'i. Pokoknya aktivitas pacaran itu dekat banget dengan zina.
So....kesimpulannya PACARAN ITU HARAM HUKUMNYA, and kagak ada
legitimasi Islam buatnya, adapun beribu atau berjuta alasan tetep aja pacaran itu
haram.
Adapun resep nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud: "Wahai
generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu seta berkeinginan
menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan
pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian
belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi
penghalang untuk melawan gejolak nafsu."(HR. Bukhari, Muslim, Ibnu
Majjah, dan Tirmidzi).
Jangan suka mojok atau berduaan ditempat yang sepi, karena yang ketiga
adalah syaiton. Seperti sabda nabi: "Janganlah seorang laki-laki dan wanita
berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab syaiton menemaninya, janganlah
salah seorang dari kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali disertai dengan
mahramnya." (HR. Imam Bukhari Muslim).
Dan untuk para muslimah jangan lupa untuk menutup aurotnya agar tidak
merangsang para lelaki. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya." (Q. S. An Nuur : 31).
Dan juga sabda Nabi: "Hendaklah kita benar-benar memejakamkan
mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar Allah akan menutup rapat
matamu."(HR. Thabrany).
Yang perlu di ingat bahwa jodoh merupakan QADLA' (ketentuan) Allah,
dimana manusia ngga' punya andil nentuin sama sekali, manusia cuman dapat
berusaha mencari jodoh yang baik menurut Islam. Tercantum dalam Al Qur'an:
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang
keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik
adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-
wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang
dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki
yang mulia (surga)."
Konsep Islam Mengatur Hubungan Sepasang Remaja Yang Sedang Jatuh
Cinta
الذ�ه�ب� م�ن� ة� �م�ق�نط�ر� ال �اط�ير� �ق�ن و�ال �ين� �ن �ب و�ال اء �س� الن م�ن� ه�و�ات� الش� ح�ب� �اس� �لن ل �ن� ي ز�
ن� ح�س� ع�ند�ه� (ه� و�الل �ا �ي الد�ن �اة� ي �ح� ال �اع� م�ت �ك� ذ�ل ث� �ح�ر� و�ال � �ع�ام ن� و�األ و�م�ة� �م�س� ال �ل� ي �خ� و�ال �ف�ض�ة� و�ال
�م�آب� ال
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga).”(QS.3:14)
Redaksi di atas tegas menjelaskan bahwa dalam diri manusia telah ditanam
benih-benih cinta yang sewaktu-waktu bisa tumbuh ketika menemukan kecocokan
jiwa. Cinta dalam Islam tidak dilarang, karena ia berada di luar wilayah kendali
manusia.
Agama tidak melarang seorang berkasih-kasihan dan bercinta, karena hal
tersebut merupakan naluri makhluk. Hanya saja agama menghendaki kesucian dan
ketulusan dalam hubungan itu, sehingga ditetapkannya pedoman yang harus
diindahkan oleh setiap orang, sehingga mereka tidak terjerumus di dalam
fahisyah (zina dan kekejian lainnya).
Sedangkan konsep Islam dalam mengatur hubungan antara sepasang
remaja yang sedang jatuh cinta dan benar-benar telah berkeinginan untuk menikah
adalah disunahkan segera menikah apabila sudah berhasrat serta calon suami
mampu membayar mahar dan menafkahi. Prosedur yang dibenarkan bagi laki-laki
yang sungguh-sungguh berkeinginan meminang seorang wanita untuk lebih
mengenal dan mengetahui karakternya adalah sebagai berikut :
Ø Mengirim delegasi untuk menyelidiki masing-masing pasangannya, dengan
syarat delegasi tersebut harus adil, dapat dipercaya dan satu mahram atau satu
jenis dengan calon yang diselidiki.
Ø Berbincang-bincang, duduk bersama namun harus disertai dengan mahramnya.
Ø Sebatas melihat wajah dan telapak tangan saja (menurut syafi’iyah).
Ø Tidak ada keraguan atau prasangka akan ditolaknya lamarannya.
Rasulullah pernah bersabda dalam Riwayat Jabir berikut ini :
فليفعل نكاحها الى يدعو ما الى منها ينظر ان استطاع فان المراة احدكم خطب اذا
“Jika di antara kalian ada yang meminang perempuan maka jika ia bisa
melihat si perempuan sesuai yang ia butuhkan untuk dinikahinya, maka
hendaklah ia melakukan hal itu.”
Selain langkah-langkah di atas, Nabi Saw., memberikan tips bagi
seseorang yang hendak memilih pasangannya, yaitu mendahulukan pertimbangan
keberagamaan daripada motif kekayaan, keturunan maupun kecantikan atau
ketampanan.
Ta’aruf Dengan Pacaran, Bolehkah?
Banyak orang awam beranggapan bahwa pacaran adalah wasilah (sarana)
untuk berta’aruf (berkenalan). Kata mereka, dengan berpacaran akan diketahui
jati diri kedua ‘calon mempelai’ supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget lagi
dengan sikap keduanya dan bisa saling memahami karakter masing-masing. Demi
Alloh, tidaklah anggapan ini dilontarkan melainkan oleh orang-orang yang
terbawa arus budaya Barat dan hatinya sudah terjangkiti bisikan setan.
Tidakkah mereka menyadari bahwa yang namanya pacaran tentu tidak
terlepas dari kholwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath(lakilaki dan
perempuan bercampur baur tanpa ada hijab/tabir penghalang)?! Padahal semua itu
telah dilarang dalam Islam.
Perhatikanlah tentang larangan tersebut sebagaimana tertuang dalam sabda
Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:
“Sekalikali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita
kecuali wanita itu bersama mahromnya.” (H.R. alBukhori: 1862, Muslim:
1338)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata: “Hadits ini
menunjukkan bahwa larangan bercampur baur dengan wanita yang bukan mahrom
adalah ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Fathul Bari: 4/100)
Oleh karena itu, kendati telah resmi melamar seorang wanita, seorang laki-
laki tetap harus menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan diterima
pinangannya itu tidak berarti ia bisa bebas berbicara dan bercanda dengan wanita
yang akan diperistrinya, bebas surat menyurat, bebas bertelepon, bebas berSMS,
bebas chatting, atau bercakap-cakap apa saja. Wanita tersebut
Adakah Pacaran Islami?
Ada lagi pemuda pemudi aktivis organisasi Islam yang katanya punya
semangat terhadap Islam disebabkan dangkalnya ilmu syar’i yang mereka miliki
dan terpengaruh dengan budaya Barat yang sudah berkembang, mereka
memunculkan istilah “pacaran islami” dalam pergaulan mereka. Mereka hendak
tampil beda dengan pacaran-pacaran orang awam. Tidak ada saling sentuhan,
tidak ada pegang-pegangan. Masing-masing menjaga diri. Kalaupun saling
berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang Islam,
tentang dakwah, saling mengingatkan untuk beramal, dan berdzikir kepada Alloh
serta mengingatkan tentang akhirat, surga, dan neraka. Begitulah katanya!
Ketahuilah, pacaran yang diembel-embeli Islam ala mereka tak ubahnya
omong kosong belaka. Itu hanyalah makar iblis untuk menjerumuskan orang ke
dalam neraka. Adakah mereka dapat menjaga pandangan mata dari melihat yang
haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah atau laki-laki ajnabi termasuk
perbuatan yang diharamkan!
“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada lelaki yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan
mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Alloh Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada wanitawanita
yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata
mereka dan memelihara kemaluan mereka” …. (Q.S. An-Nur [24]: 3031)
Tidak tahukah mereka bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi laki-
laki? Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah aku tinggalkan
sepeninggalku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya
wanita.” (H.R. al-Bukhori: 5096)
Segeralah Menikah Bila Sudah Mampu
Para pemuda yang sudah berkemampuan lahir dan batin diperintahkan
agar segera menikah. Inilah solusi terbaik yang diberikan Islam karena dengan
menikah seseorang akan terjaga jiwa dan agamanya. Akan tetapi, jika memang
belum mampu maka hendaklah berpuasa, bukan berpacaran. Rosululloh
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Wahai generasi muda, barang siapa di
antara kalian telah mampu menikah maka segeralah menikah karena
sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara
pandangan mata. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa
karena puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi).” (H.R. al-Bukhori: 5066)
Al-Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Yang dimaksud mampu
menikah adalah mampu berkumpul dengan istri dan memiliki bekal untuk
menikah.” (Fathul Bari: 9/136)
Dengan menikah segala kebaikan akan datang. Itulah pernyataan dari
Alloh subhanahu wa ta’ala yang tertuang dalam Q.S. ar-Rum [30]: 21. Islam
menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya tempat pelepasan hajat birahi
manusia terhadap lawan jenisnya. Lebih dari itu, pernikahan sanggup memberikan
jaminan dari ancaman kehancuran moral dan sosial. Itulah sebabnya Islam selalu
mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi manusia untuk segera
melaksanakan kewajiban suci itu.
Nasihat
Janganlah ikut-ikutan budaya Barat yang sedang marak ini. Sebagai orang
tua, jangan biarkan putra-putrimu terjerembab dalam fitnah pacaran ini. Jangan
biarkan mereka keluar rumah dalam keadaan membuka aurat, tidak memakai
jilbab atau malah memakai baju ketat yang membuat pria terfitnah dengan
penampilannya. Perhatikanlah firman Alloh subhanahu wa ta’ala:
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-
istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu. Dan Alloh adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.(Q.S. alAhzab [33]: 59)
Segala yang disyariatkan sudah barang tentu demi kebaikan ummat manusia.
Etika pergaulan dalam islam adalah, khususnya antara lelaki dan perempuan garis
besarnya adalah sbb:
1. Saling menjaga pandangan di antara laki-laki dan wanita, tidak boleh
melihat aurat , tidak boleh memandang dengan nafsu dan tidak boleh
melihat lawan jenis melebihi apa yang dibutuhkan. (An-Nur:30-31)
2. Sang wanita wajib memakai pakaian yang sesuai dengan syari'at, yaitu
pakaian yang menutupi seluruh tubuh selain wajah, telapak tangan dan
kaki (An-Nur:31)
3. Hendaknya bagi wanita untuk selalu menggunakan adab yang islami
ketika bermu'amalah dengan lelaki, seperti:
o Di waktu mengobrol hendaknya ia menjahui perkataan yang
merayu dan menggoda (Al-Ahzab:32)
o Di waktu berjalan hendaknya wanita sesuai dengan apa yang
tertulis di surat (An-Nur:31 & Al-Qisos:25)
4. Tidak diperbolehkan adanya pertemuan lelaki dan perempuan tanpa
disertai dengan muhrim.
Memiliki rasa cinta adalah fitrah
Sebenarnya manusia secara fitrah diberi potensi kehidupan yang sama,
dimana potensi itu yang kemudian selalu mendorong manusia melakukan kegiatan
dan menuntut pemuasan. Potensi ini sendiri bisa kita kenal dalam dua bentuk.
Pertama, yang menuntut adanya pemenuhan yang sifatnya pasti, kalau tidak
terpenuhi manusia bakalan binasa. Inilah yang disebut kebutuhan jasmani
(haajatul 'udwiyah), seperti kebutuhan makan, minum, tidur, bernafas, buang hajat
dll. Kedua, yang menuntut adanya pemenuhan aja, tapi kalau kagak terpenuhi
manusia tidak bakalan mati, cuman bakal gelisah sampai terpenuhinya tuntutan
tersebut, yang disebut naluri atau keinginan (gharizah). Kemudian naluri ini di
bagi menjadi 3 macam yang penting yaitu :
Gharizatul baqa' (naluri untuk mempertahankan diri) misalnya rasa
takut, cinta harta, cinta pada kedudukan, pengen diakui, dll.
Gharizatut tadayyun (naluri untuk mensucikan sesuatu/ naluri beragama)
yaitu kecenderungan manusia untuk melakukan penyembahan/ beragama kepada
sesuatu yang layak untuk disembah.
Gharizatun nau' (naluri untuk mengembangkan dan melestarikan
jenisnya) manivestasinya bisa berupa rasa sayang kita kepada ibu, temen, sodara,
kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi kepada lawan jenis.
Ayat-ayat dan Hadist yang menyertai.
*) Al Qur’an
1. Al-Ahzab ayat 53:
“Dan jika kalian (para shahabat) meminta suatu hajat (kebutuhan) kepada mereka
(istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) maka mintalah dari balik
hijab. Hal itu lebih bersih (suci) bagi kalbu kalian dan kalbu mereka.”
2. Al-Isra`: 32
“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina, sesungguhnya itu adalah
perbuatan nista dan sejelek-jelek jalan.”
3. An-Nur ayat 30:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
4. An-Nur ayat 31:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-
laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka
miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah
mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang
yang beriman supaya kamu beruntung
5. Al-Ahzab: 32
“Maka janganlah kalian (para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) berbicara
dengan suara yang lembut, sehingga lelaki yang memiliki penyakit dalam
kalbunya menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yang ma’ruf (baik).”
6. Al Ahzab : 53.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi
kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu
masak (makanannya)[1228], tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila
kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan.
Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu
kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan)
yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-
isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci
bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah
dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat.
Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
*) Hadist
1. “Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (indah memesona), dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kalian sebagai khalifah (penghuni) di atasnya,
kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerhatikan amalan kalian. Maka
berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita, karena sesungguhnya awal
fitnah (kehancuran) Bani Israil dari kaum wanita.” (HR. Muslim, dari Abu Sa’id
Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
2. “Tidaklah aku meninggalkan fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya
terhadap kaum lelaki dari fitnah (godaan) wanita.” (Muttafaqun ‘alaih, dari
Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma)
3. “Hati-hatilah kalian dari masuk menemui wanita.” Seorang lelaki dari kalangan
Anshar berkata: “Bagaimana pendapatmu dengan kerabat suami? ” Maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adalah kebinasaan.”
(Muttafaq ‘alaih, dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu)
4. “Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali
bersama mahram.” (Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu‘Abbas.R.A)
5. “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan sekali-kali dia
berkhalwat dengan seorang wanita tanpa disertai mahramnya, karena setan akan
menyertai keduanya.” (HR. Ahmad)
6. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu:“Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari zina,
pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua
telinga zinanya adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah berbicara, tangan
zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu
berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau
mendustakan.”
7. “Demi Allah, sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan
jarum dari besi, maka itu lebih baik dari menyentuh wanita yang tidak halal
baginya.” (HR. Ath-Thabarani dan Al-Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu
‘anhu, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 226)
8. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Tidak. Demi Allah, tidak pernah sama
sekali tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh tangan wanita
(selain mahramnya), melainkan beliau membai’at mereka dengan ucapan (tanpa
jabat tangan).” (HR. Muslim)
9. Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, dia
berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
pandangan yang tiba-tiba (tanpa sengaja)? Maka beliau bersabda: ‘Palingkan
pandanganmu’.”
10. ” Janganlah kalian masuk ke tempat wanita. ‘Lalu seseorang dari kaum
Anshar berkata : “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu mengenai ipar?’.
Beliau menjawab, “Ipar itu maut (menyendiri dengannya bagaikan bertemu
dengan kematian)”. (Hadits Riwayat Muttafaqun ‘alaih)
11. Ath-Thabrany mentakhrij sebuah hadits. “Janganlah kamu sekalian berkhalwat
dengan wanita. Demi diriku yang ada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah seorang
laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita melainkan syetan akan masuk di
antara keduanya. Lebih baik seorang laki-laki berdekatan dengan babi yang
berlumuran tanah liat atau lumpur daripada dia mendekatkan bahunya ke bahu
wanita yang tidak halal baginya”.
REFERENSI :
http://umihannysa.blogspot.com/2013/01/dalil-tentang-pacaran-dalam-islam.html
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=735&Itemid=30
http://im-jabar.blogspot.com/2012/11/pacaran-dalam-pandangan-
islam.html http://www.alislam.or.id/artikel/arsip/00000028.html