Upload
humania-fisip-unlam
View
12.487
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
PENGARUH SISTEM MODERNISASI PERPAJAKAN TERHADAP KINERJA KANTOR PELAYANAN PERPAJAKAN(KPP)
(STUDI KASUS KPP BANJARBARU)
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Proposal Skripsi
Oleh :
ROY LEONARD HUTASOIT
D1A206014
Program Studi:Administrasi Niaga
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TAHUN AJARAN 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib
rakyat kepada negara. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk menjalankan
tugas-tugas rutin Negara dan melaksanakan pembangunan seperti pembangunan jalan
raya,belanja pegawai,pemeliharaan,gaji pegawai negeri,polisi,dan lain sebagainya.
Pajak terbagi atas 2:
1. Pajak Negara:
- Pajak Penghasilan,
- Pajak pertambahan Nilai,
- Pajak Penjualan Barang Mewah,
- Pajak Bumi dan Bangunan,
- Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,
- Pajak Bea Masuk dan Cukai.
2. Pajak Daerah:
- Pajak Kendaraan Bermotor,
- Pajak Radio,
- Pajak Reklame
Beberapa tahun belakang ini negara kita sedang gencar-gencarnya melakukan
suatu terobosan dalam upaya lebih meningkatkan lagi penerimaan negara dari sektor
pajak. Demi terealisasinya hal tersebut maka negara kita melakukan modernisasi
perpajakan dibidang perpajakan. Modernisasi perpajakan yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak merupakan wujud dari reformasi perpajakan yang telah
dilakukan sejak tahun 2002. Penerapan sistem perpajakan modern dilakukan untuk
mengoptimalkan pelayanan kepada Wajib Pajak.
Penerapan sistem tersebut mencakup aspek-aspek perubahan struktur
organisasi dan sistem kerja Kantor Pelayanan Pajak, perubahan implementasi
pelayanan kepada Wajib Pajak, fasilitas pelayanan yang memanfaatkan teknologi
informasi dan kode etik pegawai dalam rangka menciptakan aparatur pajak yang
bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
Reformasi kebijakan perpajakan dimulai tahun 1983 dengan diterbitkannya
seperangkat peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan yang menggantikan
perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda seperti
Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 dan Ordonansi Pajak Perseroan 1925. Produk hasil
reformasi ini bersifat lebih sederhana (simplicitiy), netral (neutral), adil (equity), dan
memberikan kepastian legal (legal certaity).
Reformasi yang dilakukan ialah penerapan sistem self assesment
menggantikan sistem official assesment. Sistem self assesment memberikan Wajib
Pajak kepercayaan untuk menghitungkan, menghitung sendiri, melaporkan, dan
melunasi kewajibannya. Sistem ini diterapkan melalui reformasi seperangkat undang-
undang perpajakan seperti Undang-undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, dan Undang-undang No 8 Tahun 1983 tentang PPN. Reformasi
selanjutnya dalam bidang perpajakan dilakukan kembali dengan melakukan
perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 1994 yang dilanjutkan dengan
reformasi ketiga pada tahun 2000.
Selain melakukan reformasi perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak
menetapkan sasaran yang akan diwujudkan dalam waktu 10 tahun yang tercantum
pada cetak biru (blue print) Direktorat Jenderal Pajak. Dalam melaksanakan tugasnya,
Direktorat Jenderal Pajak berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang baik yaitu :
keadilan (equity), kemudahan (simple and understandable), dan biaya yang efisien
bagi institusi maupun Wajib Pajak, distribusi beban pajak yang lebih adil dan logis,
serta struktur pajak yang dapat mendukung stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi.
Untuk mendukung hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak melakukan reformasi
birokrasi yang didasari empat pilar yaitu modernisasi administrasi perpajakan,
amandemen Undang-undang perpajakan, intensifikasi, dan ekstensifikasi pajak.
Sistem Moderniasasi administrasi perpajakan ditandai dengan pengoranisasian
Kantor Pajak berdasarkan fungsi bukan berdasarkan jenis pajak seperti pada Kantor
Pajak Paripurna. Hal ini dilakukan untuk menghindari penumpukan pekerjaan dan
kekuasaan. Selain itu, sistem administrasi pada kantor modern menggunakan
teknologi informasi sehingga meningkatkan keefisienan. Untuk memudahkan
pelaksanaan pekerjaan, disusun SOP (Standard Operating Procedure) untuk masing-
masing pekerjaan.
Amandemen undang-undang perpajakan dilakukan untuk menyeimbangkan
hak dan kewajiban Wajib Pajak dan aparat pajak untuk meningkatkan kualitas kerja
dan mendorong pelaksanaan kewajiban membayar pajak.
Intensifikasi pajak dimulai dengan mapping dan profiling wajib pajak oleh
masing-masing Kantor Pelayanan Pajak untuk mendapatkan indikator kewajaran
masing-masing bidang industri. Hal ini dijadikan dasar pemerikasaan SPT yang
diserahkan oleh masing-masing wajib pajak. Jika informasi yang terkandung dalam
SPT tidak sesuai dengan indikator kewajiban yang dimulai masing-masing industri,
maka wajib pajak tersebut akan diminta untuk memberikan penjelasan untuk
menghindari kesalahan penulisan SPT. Jika wajib pajak menolak untuk memberikan
penjelasan dan membetulkan SPTnya maka akan dilakukan pemeriksaan yang dapat
dilanjutkan dengan penyidikan.
Reformasi perpajakan dimulai dengan dibangunnya Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar (LTO/Large Taxpayer Office) dan KPP
Wajib Pajak Besar berdasarkan case management pada tahun 2002. Pola dan sistem
yang diterapkan pada LTO akan direplikasi dan digunakan pada KPP Madya
(MTO/Medium Taxpayer Office) dan KPP khusus (BUMN, PMA, dan Perusahaan
Masuk Bursa) yang dibangun pada tahun 2003-2004. Selanjutnya dibangun pula KPP
Pratama (STO/Small Taxpayer Office) pada tahun 2005. Disamping pembentukan
kantor dan penerapan sistem modern, modernisasi lebih lanjut ditandai dengan
penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan perpajakan seperti online payment,
e-SPT, e-Registration, dan sistem informasi DJP.
Kantor Ditjen Pajak yang berencana untuk mengimplementasikan program
modernisasi perpajakan yang komprehensif disemua lini operasi organisasi secara
rasional. Program ini bertujuan untuk mencapai optimalisasi peneriamaan yang
berkeadilan (perluasan tax base, minimalisasi tax gap dan stimulus fiskal),
peningkatan kepatuhan sukarela melalui pemberian layanan prima dan penegakan
hukum yang konsisten, serta efisiensi administrasi.
Pengorganisasian Kantor Pajak modern didasarkan pada fungsi sehingga
dapat memberikan pelayanan yang lebih responsif. Pengorganisasian ini juga
menganut prinsip pemisahan fungsi (segregation of function) yaitu pemeriksaan dan
keberatan diterapkan didalam organisasi KPP Wajib Pajak. Fungsi pemeriksaan
dilakukan oleh KPP sedangkan fungsi keberatan oleh kantor wilayah. Keberadaan
kantor pajak modern mengubah paradigma pihak yang berkepentingan yaitu wajib
pajak, konsultan pajak, akuntan pajak, penilai dan fiskus menuju kekondisi yang lebih
baik.
Dijelaskan oleh Hadi Purnomo bahwa program dan kegiatan dalam kerangka
reformasi dan modernisasi perpajakan dilakukan secara komprehensif meliputi aspek
perangkat lunak, perangkat keras, dan sumber daya manusia. Reformasi perangkat
lunak adalah perbaikan struktur organisasi dan kelembagaan, serta penyempurnaan
dan penyederhanaan sistem operasi mulai dari pengenalan dan penyebaran informasi
perpajakan, pemeriksaan dan penagihan, pembayaran, pelayanan, hingga pengawasan
agar lebih efektif dan efisien. Keseluruhan operasi berbasis teknologi informasi dan
ditunjang kerjasama operasi dengan instansi lain. Revisi Undang-undang perpajakan
dan peraturan terkait lainnya, juga penerapan praktik tata pemerintahan yang bersih
dan berwibawa (good governance) dilaksanakan dalam konteks penegakan hukum
dan keadilan yang memayungi semua lini dan tahapan operasional. Reformasi
perangkat keras diupayakan pengadaan sarana dan prasarana yang memenuhi
persyaratan mutu dan menunjang upaya modernisasi administrasi perpajakan di
seluruh Indonesia. Penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan
profesional merupakan program reformasi aspek sumber daya manusia, antara lain
melalui pelaksanaan fit and proper test secara ketat, penempatan pegawai sesuai
kapasitas dan kapabilitasnya, reorganisasi, kaderisasi, pelatihan dan pogram
pengembangan self capacity. (2004:218)
Sistem modernisasi administrasi perpajakan dilakukan karena penerimaan
pajak pada awal reformasi perpajakan (tahun 1983), penerimaan negara masih
dibawah 20% setiap tahunnya, hal tersebut dapat dilihat melalui APBN. Tetapi
dengan adanya modernisasi perpajakan penerimaan negara meningkat secara
signifikan dan dari 20% menjadi 75% setiap tahunnya walaupun hal tersebut masih
jauh dari apa yang sudah dianggarkan oleh negara melalui APBN. (Liberti
pandiangan, 2007:18)
Sistem modernisasi perpajakan yang sedang berjalan menunjukan kinerja
positif yang ditandai dengan realisasi penerimaan per 30 April 2006 mencapai Rp
105,6 triliun atau 29% dari target APBN yang diterapkan Rp 362, 80 triliun. Selain
itu peningkatan kinerja juga ditunjukan oleh pertumbuhan penerimaan pajak LTO
sebesar 40% per tahun dibandingkan dengan KPP nasional yang tingkat
pertumbuhannya hanya 18-20% per tahun. (Bisnis Indonesia, 23 Mei 2006)
Dengan mempertimbangkan bahwa target penerimaan pajak setiap tahunnya
meningkat, sementara kondisi makro perekonomian Indonesia saat ini belum
sepenuhnya pulih dan adanya desakan dari masyarakat untuk menaikan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP), menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh), mempercepat
restitusi, menghapus Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas barang
tertentu, serta memberikan fasilitas perpajakan maka Direktorat Jenderal Pajak
memandang perlu untuk menetapkan suatu kebijakan yang terdapat dalam Keputusan
Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-178/PJ/2004, tentang cetak biru (blue print)
kebijakan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2001-2010 kebijakan tersebut adalah
dengan reformasi perpajakan, yang diantaranya terdapat strategi sebagai berikut :
Dalam perkembangan penerimaan pajak dan peranannya bagi penerimaan dalam
negeri di APBN sejak tahun 2000 dapat dilihat dalam tabel berikut :
(1) Reformasi moral, etika dan integritas;
(2) Reformasi kebijakan perpajakan;
(3) Reformasi pelayanan terhadap wajib pajak;
(4) Reformasi pengawasan atas pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.
Tabel 1.2
Penerimaan Pajak dan Total Penerimaan Pajak
Selama pariode 2000-2008
Tahun Anggaran Penerimaan
Perpajakan Penerimaan Dalam Negeri %
TAHUN PAJAK PENERIMAAN DALAM
NEGERI
PENERIMAAN
PERPAJAKAN
2005 331.792,0 347.031,1
2006 395.971,5 409.203,0
2007 470.051,8 490.988,6
2008 622.358,7 658.700,8
2009 697.347,0 725.843,0
2010(RAPBN) 702.03 729.165,2
(dalam milyaran rupiah)
493,9 636,2 706,1 979,3 847,1 990,5
347,0 409,2 491,0 658,7 619,9 743,3331,8 396,0 470,1 622,4 601,3 720,8
Sumber : Nota Keuangan RAPBN 2010
Penerimaan perpajakan selama periode 2005-2008 mengalami peningkatan secara
signifikan dari Rp347,0 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp658,7 triliun pada tahun
2008, atau rata-rata tumbuh sebesar 23,8 persen. Peningkatan tersebut terjadi pada
seluruh pos penerimaan,terutama pos penerimaan PPh, PPN dan PPnBM, dan cukai.
Secara rata-rata dari tahun 2005-2008, PPh tumbuh sebesar 23,1 persen, PPN
dan PPnBM tumbuh sebesar 27,4 persen, dan cukai tumbuh 15,5 persen. Faktor
utama yang berpengaruh pada meningkatnya penerimaan perpajakan adalah
perbaikan sistem administrasi perpajakan sebagai hasil dari kegiatan modernisasi
administrasi di bidang perpajakan, kepabeanan, dan cukai.
Pada tahun 2009, penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp652,1
triliun atau 12,0 persen terhadap PDB, terdiri dari pajak dalam negeri Rp632,1 triliun
dan pajak perdagangan internasional Rp20,0 triliun. Perkiraan realisasi penerimaan
perpajakan tahun 2009 tersebut 1,0 persen lebih rendah dibandingkan dengan realisasi
tahun 2008. Penurunan penerimaan perpajakan terutama terjadi pada pajak
perdagangan internasional yaitu 44,9 persen. Faktor utama yang mendorong turunnya
penerimaan perpajakan, khususnya bea masuk, bea keluar, dan pajak dalam rangka
impor (PDRI), adalah terjadinya krisis ekonomi yang menyebabkan merosotnya nilai
dan volume transaksi perdagangan internasional. Penurunan diperkirakan juga terjadi
pada penerimaan pajak dalam negeri, khususnya penerimaan PPN dan PPnBM.
Faktor utama yang menyebabkan penurunan penerimaan PPN dan PPnBM adalah
melemahnya daya beli masyarakat yang berdampak pada berkurangnya konsumsi
dalam negeri dan impor.
Oleh karena itu, dalam rangka merealisasikan modernisasi perpajakan, DJP
harus berusaha agar kinerja KPP lebih ditingkatkan lagi. Penilaian kinerja kerja
karyawan adalah masalah penting bagi seluruh pengusaha. Namun demikian, kinerja
yang memuaskan tidak terjadi secara otomatis, dimana hal ini cenderung akan makin
terjadi dengan menggunakan sistem penilaian manajemen yang baik. Sistem
manajemen kinerja (performance management system) terdiri dari proses-proses
untuk mengidentifikasi, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan, dan
memberi penghargaan terhadap kinerja para karyawan yang dipekerjakan. Kinerja
pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja
karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi
kepada organisasi yang antara lain termasuk : kuantitas output, kualitas output, jangka
waktu output, kehadiran ditempat kerja, sikap kooperatif. (Robert L. Mathis and John
H. Jackson, 2002:77)
Kinerja KPP dalam mewujudkan penerapan sistem modernisasi perpajakan
ditunjukan dengan adanya struktur organisasi berdasarkan fungsi, perbaikan
pelayanan bagi setiap wajib pajak melalui pembentukan account representative dan
compliant center untuk menampung keberatan Wajib Pajak. Selain itu, sistem
administrasi perpajakan modern juga merangkul kemajuan teknologi terbaru di
antaranya melalui pengembangan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dengan
pendekatan fungsi menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang
dikendalikan oleh case management system dalam workflow system dengan berbagai
modul otomasi kantor serta berbagai pelayanan dengan basis e-system seperti e-SPT,
e-Filing, e-Payment, e-Registration, dan e-Counceling yang diharapkan
meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif ditunjang dengan penerapan
Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur perilaku pegawai dalam
melaksanakan tugas.
Konsepnya menuju full automation, administrasi internal paperless, customer
oriented dan fungsi pengawasan internal melalui builtin control system untuk
mengurangi kontak langsung dengan WP.
Good governance Konsep modernisasi itu sendiri meliputi pelayanan prima
dan pengawasan intensif dengan pelaksanaan good governance untuk meningkatkan
kepatuhan dan kepercayaan terhadap perpajakan, serta memacu produktivitas
pegawai pajak yang tinggi.
Berubahkah pelayanan kantor pajak ke arah lebih baik? Itulah di antara
pertanyaan masyarakat, utamanya Wajib Pajak (WP) yang berhubungan dengan
kantor pajak modem.
Konsep modernisasi pajak adalah pelayanan prima dan pengawasan intensif
dengan pelaksanaan good governance. Tujuannya, meningkatkan kepatuhan pajak.
Juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan, serta
produktivitas pegawai pajak yang tinggi.
Hal mendasar dalam modernisasi pajak adalah terjadinya perubahan
paradigma perpajakan. Dari semula berbasis jenis pajak, sehingga terkesan ada
dikotomi, menjadi berbasis fungsi. Lebih mengedepankan aspek pelayanan kepada
masyarakat. Kemudian didukung oleh fungsi pengawasan, pemeriksaan, maupun
penagihan pajak.
Paradigma berbasis fungsi dalam kerangka good governance, ruang lingkup
modernisasi meliputi tiga hal. Pertama, restrukturisasi organisasi. Kantor pusat, tidak
melaksanakan kegiatan operasional, sehingga fungsi pengawasan kepada unit vertikal
dan pegawai lebih fokus.
Kedua, perbaikan business process. Yakni, adanya builtin
control system dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi terkini.
Juga mengembangkan manajemen penanganan keluhan, sistem dan prosedur kerja
yang sekaligus berfungsi sebagai internal check. Maupun menyempurnakan
manajemen arsip dan pelaporan.
Dan ketiga, penyempurnaan sistem manajemen sumber daya manusia.
Dilakukanmapping terhadap seluruh pegawai, untuk mengetahui karakteristik dari
tiap pegawai. Sehingga dapat diterapkan "the right man on the right place". Juga
adanya Kode Etik Pegawai sebagai acuan perilaku melaksanakan tugas.
Pelaksanaan Kode Etik Pegawai diawasi berbagai badan independen. Seperti,
Komite Kode Etik Pegawai yang diketuai oleh Sekjen Departemen Keuangan, Komisi
Ombudsman Nasional dengan desk pajak, maupun Tim Khusus Inspektorat Jenderal.
Sehingga, KKN dapat dihilangkan.
Kemudahan dan kenyamanan, itulah yang ditawarkan modernisasi pajak. Hal
ini guna mengontradiksikan adanya pandangan miring masyarakat terhadap pajak
selama ini. Untuk itu, pelayanan dilakukan melalui sistem satu pintu (one stop
service). Bila hanya melaporkan pajak, cukup ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)
yang ada di front office, dengan dukungan help desk sebagai sumber informasi.
Jika memerlukan layanan lanjutan yang lebih teknis, ada Account
Representative(AR) yang secara khusus ditunjuk pimpinan kantor melayani tiap WP.
Pelayanan ini lebih personal, hingga tuntas. Dengan adanya AR, bila permohonan
WP sudah lengkap, tidak perlu bolak-balik. Cukup satu kali datang menyampaikan
permohonannya ke kantor pajak. Selanjutnya, akan diproses AR secara otomatis. WP
hanya menunggu di kantor atau rumahnya, dalam kurun waktu tertentu yang
ditetapkan. Hasilnya, akan dikirim melalui jasa pos.
Juga, banyak fasilitas yang memanfaatkan teknologi terkini, seperti internet,
yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Sehingga tidak perlu harus datang ke kantor pajak.
Modernisasi pajak juga menyediakan eRegistration untuk mendaftarkan diri
sebagai WP. Adanya eSPT untuk aplikasi laporan, sehingga menjadi paperless.
Penyampaian laporan pajak melalui eFiling. Maupun pembayaran pajak (sementara
ini baru hanya untuk PBB) melalui ePayment, yakni ATM. Semua pelayanan
perpajakan tersebut adalah gratis.
Puaskah WP atas modernisasi pajak tersebut? Survei yang dilakukan AC
Nielsen, sebuah lembaga survei internasional yang independen, merilis hasilnya.
Bahwa indeks kepuasan WP (eQ Index) adalah 81. Artinya, makin tinggi indeksnya,
makin baik. Berada di atas pelayanan umum instansi pemerintah lainnya di Indonesia
75. Juga di atas beberapa negara sekitar, seperti, Australia 74, Hong Kong 71, India
78, dan Singapura 76.
Juga survei The World Group yang dirilis September lalu, terjadi peningkatan
peringkat pajak Indonesia dari 135 naik jadi 123. Terlihat bahwa terjadi kemudahan
dan kenyamanan WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Mestinya, inilah hakikat modernisasi perpajakan yang sedang dirintis.
1.2.Rumusan Masalah.
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan diatas,maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.Apakah ada Pengaruh Sistem Modernisasi PerpajakanTerhadap Kinerja KPP?
2.Seberapa besar Pengaruh Sistem Modernisasi PerpajakanTerhadap Kinerja KPP?
1.3.Tujuan Penelitian.
Berdasarkan pokok perumusan masalah tersebut,maka tujuan penulisan ini
adalah:
1. Untuk membuktikan apakah ada Pengaruh Sistem Modernisasi
PerpajakanTerhadap Kinerja KPP.
2. Untuk lebih mengetahui Seberapa besar Pengaruh Sistem Modernisasi
PerpajakanTerhadap Kinerja KPP.
I.4.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat atau kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Akademis:
- Sebagai Wahana Aplikasi Teori yang telah diperoleh diperguruan tinggi.
- Menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa tentang system
modernisasi perpajakan
- Sebagai Acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan secara teoritis
diharapkan dapat memberikan input tentang Dunia perpajakan dan hal-hal
yang berkaitan dengan Pajak.
- Memperoleh pengetahuan tentang usaha peningkatan pajak khususnya
system modernisasi perpajakan di Kota Banjarbaru.
2. Praktis:
Sebagai bahan masukan yang dapat dipertimbangkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak,khususnya Kantor Pelayanan Pajak(KPP)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tinjauan Teoritis.
II.1.1 Definisi Modernisasi
Kata modenisasi secara etimologi berasal dari kata modern, kata modern dalam
kamus umum bahasa Indonesia adalah yang berarti: baru, terbaru, cara baru atau
mutakhir, sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntunan zaman,
dapat juga diartikan maju, baik. Kata modernisasi merupakan kata benda dari bahasa
latin “modernus” (modo:baru saja) atau model baru, dalam bahasa Perancis disebut
Moderne.
Modernisasi ialah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga
masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini.
Adapun modernisasi secara terminologi terdapat banyak arti dari berbagai sudut
pandang yang berbeda dari banyak ahli.
1.Menurut Daniel Lerner, modernisasi adalah istilah baru untuk satu proses panjang –
proses perubahan social, dimana masyarakat yang kurang berkembang memperoleh
ciri-ciri yang biasa bagi masyarakat yang lebih berkembang.
2. Definisi C.C. Black, mengemukakan bahwa kata modernisasi berasal dari bahasa
latin, iaitu kata modern, kemudian digunakan dalam bahasa Inggeris pada dekad ke
17 untuk menjelaskan perubahan di Eropah pada masa itu terutama revolusi Perancis.
Dalam bidang ilmu pengetahuan modernisasi merupakan istilah umum untuk
menjelaskan proses perubahan pada manusia sejak revolusi ilmu pengetahuan. Istilah
modernisasi kemudian menjadi modernitas (digunakan pertama sekali di Amerika
Latin) dan modernizer (1966: 5). Black mendefinisikan modernisasi sebagai suatu
proses adaptasi kelembagaan kepada perubahan fungsi yang sesuai dengan
perkembangan pengetahuan manusia, perlindungan terhadap lingkungan yang
merupakan implikasi dari revolusi ilmu pengetahuan . (1966:7)
3. Danile Lerner sebagaimana yang dikutip oleh Paresh Chattopadhyay (1971: 184)
mengemukakan bahwa modernisiasi adalah proses perubahan sosial melalui
pembangunan dalam bidang ekonomi. Ini bermakna proses modernisasi berawal dari
kepentingan untuk membangun ekonomi. Pembangunan yang mengabaikan aspek
ekonomi tidak akan mewujudkan modernisasi.
4.S.N. Eisentadt pula mendefinisikan lebih luas dari pembangunan dalam proses
modernisasi. Secara historikal Eisentadt, merumuskan modernisasi sebagai proses
perubahan menuju ke type masyarakat modern, ekonomi dan politik sebagaimana
yang dilakukan di barat pada dari abad ke 17, (1966:1). Konsep tersebut diluaskannya
lagi dengan meletakkan konsep modernsasi yang sejajar dengan konsep
pembangunan. Ini disebabkan pada masyarakat modern proses perubahan sosial
melalui pembangunan merupakan bahagian yang terpenting. Lagipun, modernisasi
bukanlah suatu konsep yang sangat abstrak, ia mejadi lebih nyata melalui proses
pembangunan, dimana pembangunan membuat masyarakat menjadi semakin
kompleks terutamanya dibidang ekonomi
5.James O’Connell, mendefinasikan modernisasi (1976:13) sebagai proses dari
masyarakat tradisional atau pre-teknologi ditransformasikan ke masyarakat yang
menggunakan teknologi mesin, rasional, sikap sekuler, dan defferensiasi yang tinggi
pada struktur masyarakat.
II.1.2 Proses Modernisasi
1.Szyimon Chodak (dalam Vago, 1989 : 130) mengemukakan bahwa modernisasi
dimulai dari tiga cara, iaitu
a) modernisasi merupakan hasil dari industrialisasi pada sebuah negara, yang
membawa perubahan sistem nilai, tingkah laku, adat, orientasi baru pada produksi,
dengan motivasi untuk mendukung terealisasnya industrialisasi.
b) modernisai merupakan hasil spontan yang merupakan bentuk kontak antara
kebudayaan produk pembangunan dengan masyarakat yang kurang membangun.
c) merupakan akibat perencanaan ekonomi pemerintah. Dengan demikian proses
modernisasi memerlukan waktu yang lama, yang mengikuti proses pembangunan
ekonomi dan industri. Pencapaian tingkat ekonomi dan stabilitas ekonomi negara dan
proses industrialisasi merupakan prasyarat untuk menuju masyarakat yang modern
Chodak, yang mengambil pengalaman modernisasi sub-Sahara Afrika,
mengidentifikasi tiga sebab dan bentuk modernisasi, iaitu industri, akulturasi dan
modernisasi itu sendiri. Industri menyebabkan berkembangnya kebutuhan material
baru, sikap dan orientasi nilai baru dan pembahagian kerja. Semuanya itu akan
menimbulkan aturan baru, organisasi dan sistem aktivitas yang lebih terdiffrensiasi.
Adapun akulturasi merupakan dasar bertemunya dua kebudayaan yang berbeda dan ia
termanifes melalui tingkah laku, gaya hidup dan pendidikan praktis dari kebudayaan
yang berbeda itu. Akhirnya terjadi transformasi yang selektif yang akan menuju
kepada suatu budaya yang baru. Sedangkan sumber penyebab dari modernisasi itu
sendiri, bermula dari proses modernisasi yang membentuk model organisasi, institusi,
dan orientasi nilai ke negara barat. Masing-masing dari bentuk modernisasi tersebut
membentuk defferensiasi aturan, stabilitas dari spesialisasi institusi dan generasi yang
spesifik yang diantaranya saling berhubungan.
2.Menurut More, (1963:91) kondisi sistem sosial turut meransang ke situasi menuju
modernisasi, yang dimulai melalui struktur sosial yang didukung oleh beberapa
rangsangan yang terus menerus. Pembangunan ekonomi merupakan stimulan yang
tertinggi kepada proses modernisasi, walaupun bukan absolut tetapi ia merupakan alat
yang terpenting untuk reformasi sosial. Kemudian baru didukung oleh administrasi
yang efesien, pemeliharaan sistem politik. Stimulan yang baik juga adalah pendidikan
yang dapat mempengaruhi agar rezim bertindak demokrasi. Setelah itu baru diikuti
tindakan land reform yang dapat membawa kepada keadilan sosial. Dalam suatu
masyarakat yang menuju modern, selalunya diawali proses modernisasi dari
kelembagaan (institusional), setelah itu diikuti proses modernisasi individu, walaupun
proses modernisasi dapat juga dimulai dari individu sebagai agen perubah. Pada
akhirnya bahwa proses modernisasi selalu berjalan menuju keperbaikan kualitasnya
dari masa ke masa. Oleh sebab itu, modernisasi menurut Vago, tidak akan pernah
berakhir
3. Modernisasi Ekonomi & Politik Salah satu aspek modernisasi adalah ekonomi.
Namun demikian belum dijumpai teori secara khusus yang mengkaji tentang
modernisasi ekonomi. Modernisasi ekonomi bermakna pembangunan aspek ekonomi
untuk tujuan pertumbuhan ekonomi. Aspek terpenting dari ekonomi adalah sistem
produksi. Pada sistem produksi tersebut melibatkan dua aspek sebagaimana yang
dikemukan oleh Marx, adalah kekuatan dari produksi berupa peralatan teknologi
untuk aktivitas ekonomi, dan kedua hubungan sosial dari produksi. Proses
modernisasi ekonomi berawal dari perubahan model produksi dari subsiten kepada
model produksi yang menghasilkan barang secara massal (banyak) untuk kepentingan
pasar. Oleh sebab itu, dari aspek fisikal dan teknologi adalah perubahan penggunaan
alat produksi dari tenaga manusia dan hewan kepada peralatan yang menggunakan
mesin yang terbaru. Perubahan model produksi dan pengunaan teknologi melibatkan
perubahan jumlah modal (finance). Orientasi produksi adalah adanya keuntungan
yang sebanyak-banyaknya dengan sedikit-dikitnya modal. Agar produksi dapat
dilakukan secara massal dengan modal yang sedikit, maka diperlukan peralatan
teknologi yang canggih, alat transporasi yang cepat. Proses penemuan peralatan
teknologi yang canggih ini, akan melahirkan perkembangan ilmu dan teknologi.
Sedangkan dalam hubungan sosial akan muncul persaingan yang kompettitif dan
sehat, dimana pasar dan kualitas sebagai penentu keberhasilannya. Produksi yang
berorientasi pasar ini akan memerlukan perubahan pada pola perdagangan
(pemasaran). Pasar tradisional yang sederhana akan berkembangan menjadi pasar
yang semaking kompleks disebabkan semakin bertambahanya beraneka raagam dan
jumlah produksi yang dijual dipasar. Proses jual beli pula berkembang dari tukar-
menukar barang kepada pengunaan uang dan menggunakan check saja. Harga sangat
ditentukan oleh keperluan barangan tersebut dipasaran dengan perhitungan jumlah
biaya produksi dan keuntungan yang akan diperoleh. Modernisasi politik melalui tiga
aspek iaitu institusi politik yang adil, sivilisasi, dan hukum (law) yang adil. Pada
masyarakat tradisional tidak wujud institusi politik yang jelas dan terbuka.
Rekrukmen politik berdasarkan keturunan, pemimpin politik bukan kerana
dikehendaki rakyat tetapi kerana hak istimewa yang dimiliki secara turun temurun.
Patisipasi politik tidak ada sebab tidak tersedianya lembaga politik yang bebas untuk
menyalurkan kepentingan rakyat. Partai politik, media massa, pemerintah yang bersih
dan hukum tidak mewujudkan fungsi yang sebenarnya. Oleh sebab itu, modernisasi
politik adalah proses transformasi politik kepada berfungsi lembaga politik secara
benar untuk membela kepentingan rakyatnya. Kepemimpinan politik lahir dari rakyat
kerana kemampuannya membela kepentingan rakyat, media massa yang bebas, dan
lembaga hukum yang adil. Umumnya modernisasi politik adalah terjadinya proses
demokratisasi dalam semua aspek demi wujudnya keadilan sosial.
II.1.3. Karaterisitik Modernisasi
1.Frank X Sutton (1976: 28) mengemukakan lima karateristik, iaitu 1) bersifat
universal, spesifik, dan mempunyai nilai motivasi, 2) mempunyai mobiliti tinggi
dalam hubungan vertikal, 3) bersifat egaliterian, 4) kelas ditentukan berdasarkan
kepakaran yang dimiliki, dan 5) umumnya memilki asosasi.
2. Robert A Ward dan Rustow, mengemukakan tujuh karateristik, dapat disimpulkan
sebagai berikut; mempunyai differensiasi yang tinggi dan memiliki fungsi sistem
yang spesifik pada organisasi pemerintahan, mempunyai integritas yang tinggi pada
struktur pemerintahan, umumnya bersifat rasional, prosedur yang sekuler dalam
proses politik. Dengan volume yang besar, ruang yang luas dan efesiensi tinggi dalam
proses politik dan administrasi. Pelaksanaan pemerintah berdasarkan hukum dan
mengutamakan kepentingan masyarakat dalam proses politik.
3. S.N. Aisentadt, (1966) menemukakan tujuh karaterisitik umum daripada
modernisasi, iaitu mobilisasi sosial dan differensiasi; lanjutan differensiasi dan
perubahan struktural; organisational dan status sistem; politik field; tendensi massa
konsensual; pendidika field; dan aspek antara bangsa. Yang mana disetiap karateristik
tersebut mempunyai ciri-ciri berbeda atau disebutnya karateristik pula
4. Joseph A. Kahl, (1970: 4-5) menemukakan tujuh karateristik modernisasi yang
sekaligus dapat membedakannya dengan tradisional, iaitu 1) pembagian kerja
(division of labor). 2) Penggunaan teknologi terbaru. 3) Tingginya urbanisasi. 4)
Ekonomi dengan menggunakan pasar komersial yang kompleks. 5) Sistem stratifikasi
sosial berdasarkan kepakaran, pendapatan, dengan kekuasan diperoleh melalui proses
yang demokratis. 6) Pendidikan dan komunikasi yang maju dan berkembang. 7)
Sistem nilai masyarakat bersifat rasional, skuler, banyak pilihan dan selalu
mengadakan percobaan, efesiensi dan selalu berubah, dan lebih menekankan kepada
respon individual
Dari karateristik diatas dapat disimpulkan bahwa karateristik dari modernisasi adalah
adanya industrialisasi, defferensiasi, profesonal, rasionalisasi, demokratisasi,
mobilitas, cendrung sekuler, egaliter, dan jaminan hukum atas semua masyarakat,
dimana negara diatur berdasarkan aturan hukum yang adil.
II.1.4.Definisi Kinerja.
Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja" yang
menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.
Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau
tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering
tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah.
Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot
sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk
organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda peringatan
adanya kinerja yang merosot.
A.Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) “Kinerja ( prestasi kerja )
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya”.
B.Menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) “Kinerja seseorang merupakan
kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil
kerjanya”. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja)
adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu”.
C.Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu
pameran umum ketrampikan”.
D.Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana
seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.
E.Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan
perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
F.Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan
Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.
G.John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104) “kinerja adalah
pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu
prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang
harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat
pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu
organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negative dari suatu
kebijakan operasional. Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu
yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya:
(a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d)
kompetensi.
II.1.5.Faktor yang mempengaruhi kinerja.
A.Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1.Kemampuan mereka,
2.Motivasi, 3.Dukungan yang diterima, 4.Keberadaan pekerjaan yang mereka
lakukan, dan 5.Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas,
penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari
suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu
yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses
belajar serta keinginan untuk berprestasi.
B.Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
kinerja antara lain :
a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu
pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.
b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental
merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai
potensi kerja secara maksimal.
C.Menurut David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68),
berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan
pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi
adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau
tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan
predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari
seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu :
1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi
2) Berani mengambil risiko
3) Memiliki tujuan yang realistis
4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan.
5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang
dilakukan
6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan
D.Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja :
1)Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman
kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.
2)Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja
3)Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system)
II.1.6.Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan faktor
kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena
adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada
dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika
pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat
diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan.
Menurut Bernardin dan Russel ( 1993 : 379 ) “ A way of measuring the
contribution of individuals to their organization “. Penilaian kinerja adalah cara
mengukur konstribusi individu ( karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja.
Menurut Cascio ( 1992 : 267 ) “penilaian kinerja adalah sebuah gambaran
atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari
seseorang atau suatu kelompok”.
Menurut Bambang Wahyudi ( 2002 : 101 ) “penilaian kinerja adalah suatu
evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan
seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya”.
Menurut Henry Simamora ( 338 : 2004 ) “ penilaian kinerja adalah proses
yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu
karyawan”.
II.2. Tinjauan Empirik.
- Persepsi Masyarakat Surakarta Terhadap Perbankan Syariah(Rochana
Kusumajati,2009)
Memiliki kesamaan pada variable yang diteliti yaitu Persepsi masyarakat
- Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Wajib Pajak Kendaraan
Bermotor Di Kantor Bersama Samsat Uppd Dipenda Propinsi Jateng
Kabupaten Sragen(Kiswanto,M. Wahyuddin,2009)
Dari penelitian ini dapat menjadi acuan dalam penelitian saya karena
kesamaan Uji yang digunakan yaitu Uji t
- Model Hubungan Kausal Kesadaran,Pelayanan,Kepatuhan Wajib Pajak,
Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak(Suryadi,2006)
Dari penelitian ini dapat menjadi tolak ukur dalam meneliti persepsi
masyarakat banjarbaru karena memiliki kesamaan meneliti kinerja
pelayanan kantor pajak
- Loyalitas penumpang PT. Adam Air sebelum dan setelah kecelakaan
pesawat Boeing 737-400 Adam Air ( Sri Kartika Dewi : D1A204001 )
Kesamaan adalah pada kesamaan penggunaan metode penelitian,tipe
penelitian ,instrument penelitian,skala pengukuran,uji validitas,dan uji
reliabilitas.
II.3.Kerangka Pemikiran.
Ada Perbedaan
Direktorat Jendral Pajak
Kasus Mafia Pajak
II.4.Hipotesis:
Ho: Tidak Ada Perbedaan Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Pajak Sebelum
Dan Sesudah Kasus Mafia Pajak Di Kota Banjarbaru
Ha: Ada Perbedaan Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Pajak Sebelum Dan
Sesudah Kasus Mafia Pajak Di Kota Banjarbaru.
Persepsi Masyarakat
Tidak ada Perbedaan
KesimpulanUji Beda(t)