10
QUIZ - PENGAUDITAN LANJUTAN DOSEN : DR. YUDHI HERLIANSYAH, AK,M.SI,CA,CSRA,CPAI TENTANG THE BUILDING BLOCKS OF AUDITING OLEH : SANDY SETIAWAN 55516120017 MAGISTER AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA (S2) UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2017

Pengauditan Lanjutan, Sandy Setiawan, Yudhi Herliansyah, The Building Blocks Of Auditing, Universitas Mercu Buana, 2017

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengauditan Lanjutan, Sandy Setiawan, Yudhi Herliansyah, The Building Blocks Of Auditing, Universitas Mercu Buana, 2017

QUIZ - PENGAUDITAN LANJUTAN

DOSEN : DR. YUDHI HERLIANSYAH, AK,M.SI,CA,CSRA,CPAI

TENTANG

THE BUILDING BLOCKS OF AUDITING

OLEH :

SANDY SETIAWAN

55516120017

MAGISTER AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANA (S2)

UNIVERSITAS MERCUBUANA

JAKARTA

2017

Page 2: Pengauditan Lanjutan, Sandy Setiawan, Yudhi Herliansyah, The Building Blocks Of Auditing, Universitas Mercu Buana, 2017

Pertanyaan :

Jelaskan mengapa auditor harus memperoleh bukti yang tepat dan memadai ! dan

Jelaskan bagaimana bukti yang tepat diperoleh selama audit berlangsung !

Jawab :

Menurut Arrens dan Loebbecke (2003), “Bukti Audit adalah setiap informasi yang

digunakan oleh auditor dalam menentukan kesesuian informasi yang sedang diaudit dengan

kriteria yang ditetapkan.” Bukti audit merupakan semua media informasi yang digunakan

oleh auditor untuk mendukung argumentasi, pendapat atau simpulan dan rekomendasinya

dalam meyakinkan tingkat kesesuaian antara kondisi dengan kriterianya. Tidak semua

informasi bermanfaat bagi audit, karena itu informasi harus dipilih. Pedoman pemilihan

informasi yang akan digunakan sebagai bukti audit adalah bahwa informasi tersebut harus

andal sehingga mampu meyakinkan pihak lain.

Bukti audit didasarkan pada Standar pekerjaan lapangan ketiga yang berbunyi:

"Auditor harus memperoleh cukup bukti yang tepat dengan melakukan prosedur

audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat menyangkut

laporan keuangan yang diaudit".

Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka

memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan

mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit

tergantung pada pertimbangan auditor independen; dalam hal ini bukti audit (audit evidence)

berbeda dengan bukti hukum (legal evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan yang

ketat. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh

auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.

Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti lain yang menguatkan

kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti. Oleh sebab itu auditor harus

memperoleh bukti audit yang tepat dan memadai, karena bukti audit yang memadai

berimplikasi terhadap opini yang diterbitkan auditor.

Dalam pelaksanaan auditing, manajemen (klien) tidak boleh membatasi ruang lingkup audit.

Jika auditor tidak berhasil mengumpulkan bukti-bukti audit yang mencukupi untuk

mempertimbangkan apakah laporan keuangan yang diperiksanya disusun sesuai dengan

prinsip akuntansi yang diterima umum (PABU) di Indonesia berarti bahwa ruang lingkup

auditnya terbatas. Contoh pembatasan oleh klien adalah auditor tidak diperbolehkan

Page 3: Pengauditan Lanjutan, Sandy Setiawan, Yudhi Herliansyah, The Building Blocks Of Auditing, Universitas Mercu Buana, 2017

melakukan konfirmasi utang piutang, atau tidak diperbolehkan memeriksa aset-aset tertentu

yang dimiliki oleh klien. Dengan adanya pembatasan ruang lingkup audit yang signifikan,

memungkinkan auditor untuk menerbitkan “Disclaimer Opinion” terhadap laporan keuangan

yang diauditnya. Karena auditor tidak memiliki kecukupan bukti audit yang memadai dalam

melaksanakan auditing. Bukti audit yang tidak memadai (dalam hal ini terjadi pembatasan

ruang lingkup audit), tidak dapat memberikan dasar yang memadai bagi auditor untuk

menyatakan pendapat.

Keputusan penting yang dihadapi para auditor adalah menentukan jenis dan jumlah

bukti audit yang tepat, yang diperlukan untuk memenuhi keyakinan bahwa komponen

laporan keuangan klien dan keseluruhan laporan telah disajikan secara wajar, dan bahwa

klien menyelenggarakan pengendalian internal yang efektif atas laporan keuangan.

Ada empat keputusan mengenai bukti apa yang harus dikumpulkan dan berapa

banyak, yaitu:

1. Prosedur audit yang akan digunakan.

2. Berapa ukuran sampel yang akan dipilih untuk prosedur tersebut;

3. Item-item mana yang akan dipilih dari populasi;

4. Kapan melaksanakan prosedur tersebut.

Dua penentu persuasivitas bukti audit adalah ketepatan dan kecukupan bukti, yang

langsung diambil dari standar pekerjaan lapangan.

1. Ketepatan Bukti.

Ketepatan bukti adalah ukuran mutu bukti yang berarti relevansi dan reliabilitasnya

memenuhi tujuan audit untuk kelas transaksi, saldo akun, dan pengungkapan yang

berkaitan. Jika suatu bukti dianggap sangat tepat, hal itu akan sangat membantu dalam

meyankinkan auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar.

a. Relevansi Bukti.

Bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit yang akan diuji oleh auditor sebelum

bukti tersebut dianggap tepat. Sebagai contoh, anggaplah auditor prihatin bahwa klien

belum menagih pelanggan atas barang yang dikirim (tujuan transaksi kelengkapan).

Jika auditor memilih suatu sampel dari salinan faktur penjualan dan menelusuri setiap

salinan tersebut ke dokumen pengiriman terkait, bukti tersebut tidak relevan dengan

tujuan kelengkapan dan dengan demikian bukan merupakan bukti yang tepat untuk

tujuan tersebut. Prosedur yang relevan adalah menelusuri sampel dokumen pengiriman

Page 4: Pengauditan Lanjutan, Sandy Setiawan, Yudhi Herliansyah, The Building Blocks Of Auditing, Universitas Mercu Buana, 2017

ke salinan faktur penjualan terkait untuk menentukan apakah setiap pengiriman barang

tersebut telah ditagihkan.

b. Reliabilitas Bukti.

Reliabilitas bukti mengacu pada tingkat dimana bukti tersebut dianggap dapat

dipercaya atau layak dipercaya. Reliabilitas tergantung pada enam karakteristik bukti

yang dapat diandalkan berikut:

1. Independensi penyedia bukti.

Bukti yang diperoleh dari sumber luar entitas lebih dapat diandalkan daripada yang

diperoleh dari dalam entitas. Komunikasi dari bank, pengacara, atau para pelanggan

umumnya lebih dapat diandalkan daripada jawaban yang diperoleh dari wawancara

dengan klien.

2. Efektivitas pengendalian internal klien.

Jika pengendalian internal klien efektif, bukti audit yang diperoleh lebih dapat

diandalkan.

3. Pengetahuan langsung auditor.

Bukti audit yang diperoleh langsung oleh auditor melalui pEmeriksaan fisik,

observasi, penghitungan ulang dan inspeksi akan lebih dapat diandalkan daripada

informasi yang diperoleh secara tidak langsung.

4. Kualifikasi individu yang menyediakan informasi.

Meskipun sumber informasi bersifat independen, bukti audit tidak akan dapat

diandalkan kecuali individu yang menyediakan informasi tersebut memenuhi

kualifikasi untuk itu. Karena itu, komunikasi dengan pengacara dan konfirmasi

bank umumnya lebih bernilai daripada konfirmasi piutang usaha dari orang-orang

yang kurang memahami dunia bisnis.

5. Tingkat objektivitas.

Bukti yang objektif lebih dapat diandalkan daripada bukti yang memerlukan

pertimbangan tertentu untuk menentukan apakah bukti tersebut benar. Contoh

bukti yang objektif meliputi konfirmasi piutang usaha dan saldo bank, perhitungan

fisik sekuritas dan kas, serta perhitungan saldo utang usaha untuk menentukan

apakah data tersebut sesuai dengan saldo yang ada pada buku besar.

6. Ketepatan waktu.

Ketepatan waktu audit dapat merujuk pada kapan bukti itu dikumpulkan maupun

pada periode yang tercakup oleh audit itu. Bukti ini biasanya lebih dapat diandalkan

untuk akun-akun neraca apabila diperoleh sedekat mungkin dengan tanggal neraca.

Page 5: Pengauditan Lanjutan, Sandy Setiawan, Yudhi Herliansyah, The Building Blocks Of Auditing, Universitas Mercu Buana, 2017

Untuk akun-akun laporan laba rugi, bukti yang diperoleh akan lebih dapat diandalkan

jika sampel dari keseluruhan periode yang diaudit, seperti sampel acak transaksi

penjualan dari setahun penuh, bukan hanya dari sebagian periode, seperti sampel yang

terbatas pada 6 bulan pertama saja.

2. Kecukupan Bukti Audit

Hal ini berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan oleh auditor. Faktor

yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan cukup atau tidaknya bukti

audit adalah:

a. Materialitas dan Resiko Akun yang saldonya besar dalam laporan keuangan

diperlukan jumlah bukti audit yang lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang

bersaldo tidak material. Untuk akun yang mempunyai kemungkinan tinggi untuk

disajikan salah dalam laporan keuangan, jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh

auditor umumnya lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang memilliki

kemungkinan kecil salah saji.

b. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi melihat dari segi waktu dan biaya. Jika dalam memeriksa jumlah bukti

yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan yang sama tingginya dengan pemeriksaan

terhadap keseluruhan bukti, auditor memilih untuk memeriksa jumlah bukti yang lebih

sedikit.

c. Ukuran dan karakteristik populasi.

Ukuran populasi ditentukan banyaknya item dalam populasi. Semakin besar populasi

semakin banyak bukti yang diperlukan. Karakteristik populasi ditentukan oleh

homogenitas anggota populasi. Jika homogen, jumlah bukti audit yang dipilih lebih

kecil dibandingkan dengan populasi yang heterogen.

Dalam memutuskan prosedur-prosedur audit manakah yang akan digunakan, auditor

dapat memilihnya dari ketujuh kategori umum bukti audit. Menurut Arens dan

Loebbecke (2003) kategori-kategori ini, dikenal sebagai jenis-jenis bukti yaitu sebagai

berikut:

1. Pengujian Fisik (Physical Examination)

Pengujian fisik adalah inspeksi atau perhitungan yang dilakukan oleh auditor

atas aktiva yang berwujud (tangible asset). Jenis bukti ini sering berkaitan dengan

persediaan dan kas, tetapi dapat pula diterapkan untuk berbagai verifikasi atas surat

Page 6: Pengauditan Lanjutan, Sandy Setiawan, Yudhi Herliansyah, The Building Blocks Of Auditing, Universitas Mercu Buana, 2017

berharga, surat piutang, serta aktiva tetap yang berwujud. Perbedaan antara pengujian

fisik atas aktiva, seperti surat berharga yang diperdagangkan dan kas, serta pengujian

atas berbagai dokumen, seperti cek-cek yang dibatalkan dan berbagai dokumen

penjualan, sangatlah penting bagi berbagai tujuan audit. Jika obyek yang diuji,

seperti selembar faktur penjualan umpamanya, tidak memiliki nilai inheren, maka

bukti audit itu disebut sebagai dokumentasi.

2. Konfirmasi (Confirmation)

Konfirmasi menggambarkan penerimaan tanggapan baik secara tertulis maupun lisan

dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasikan keakuratan informasi

sebagaimana yang diminta oleh auditor. Permintaan ini ditujukan bagi klien, dan klien

meminta pihak ketiga yang independen untuk memberikan tanggapannya secara

langsung kepada auditor. Karena konfirmasi-konfirmasi ini datang dari berbagai

sumber yang independen terhadap klien, maka jenis bukti audit ini sangatlah dihargai

dan merupakan jenis bukti yang paling sering digunakan.

SAS 67 (AU 330) mengidentifikasikan dua jenis permintaan konfirmasi yaitu

konfirmasi positif dan negatif. Konfirmasi positif meminta penerima untuk merespon

dalam semua keadaan. Sebaliknya, dengan konfirmasi negatif penerima diminta untuk

merespon, hanya saat tidak benar. Karena konfirmasi dianggap bukti penting hanya saat

dikembalikan, konfirmasi negatif adalah kurang kompeten daripada konfirmasi

positif. Selain konfirmasi positif dan negative terdapat juga konfirmasi kosong

(blank confirmation) yang meminta penerima untuk mengisi informasi yang dibutuhkan

auditor dan mengirimkannya kembali. Konfirmasi ini sering digunakan untuk

memperoleh informasi-informasi lain yang tidak terbatas pada informasi yang diingini

auditor, seperti informasi mengenai rekening yang diblok bank.

3. Dokumentasi (Documentation)

Dokumentasi adalah pengujian auditor atas berbagai dokumen dan catatan klien untuk

mendukung informasi yang tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan keuangan.

Berbagai dokumen yang diuji oleh auditor adalah catatan-catatan yang dipergunakan

oleh klien untuk menyediakan informasi bagi pelaksanaan bisnis yang terorganisasi.

Karena pada umumnya setiap transaksi dalam organisasi klien ini minimal didukung

oleh selembar dokumen, maka jenis bukti audit ini tersedia dalam jumlah besar.

Dokumen-dokumen secara sederhana dapat diklasifikasikan sebagi dokumen internal

dan eksternal. Dokumen internal adalah dokumen yang dipersiapkan dan dipergunakan

dalam organisasi klien sendiri serta tidak pernah disampaikan kepada pihak-pihak di

Page 7: Pengauditan Lanjutan, Sandy Setiawan, Yudhi Herliansyah, The Building Blocks Of Auditing, Universitas Mercu Buana, 2017

luar organisasi seperti pelanggan atau pemasok klien. Contohnya: salinan faktur

penjualan, laporan waktu kerja karyawan, serta laporan penerimaan persediaan.

Dokumentasi eksternal adalah dokumen yang pernah berada dalam genggaman

seseorang di luar organisasi yang mewakili pihak yang menjadi klien dalam melakukan

transaksi, tetapi dokumen tersebut saat ini berada di tangan klien atau dengan segera

dapat diakses oleh klien. Dalam beberapa kasus, dokumen-dokumen eksternal berasal

dari luar organisasi klien dan berakhir di tangan klien. Contohnya: faktur-faktur dari

pemasok, surat utang yang dibatalkan, serta polis-polis asuransi. Dokumen lainnya

seperti cek-cek yang ditangguhkan, diterbitkan oleh klien, dikirimkan ke pihak luar,

dan akhirnya kembali lagi ke tangan klien.

4. Prosedur Analitis (Analytical Procedures)

Prosedur analitis menggunakan berbagai perbandingan dan hubungan-hubungan

untuk menilai apakah saldo-saldo akun atau data lainnya nampak wajar. Contoh atas hal

ini adalah perbandingan persentase antara laba kotor yang diperoleh selama tahun

berjalan terhadap laba kotor yang diperoleh pada tahun sebelumnya. Prosedur analitis

digunakan secara luas dalam praktek dan penggunaan prosedur tersebut telah

meningkat dengan tersedianya komputer untuk melakukan perhitungan. Dewan Standar

Audit telah menyimpulkan bahwa prosedur analitis adalah begitu penting sehingga

mereka dibutuhkan selama fase perencanaan dan penyelesaian atas semua audit.

5. Wawancara kepada Klien (Inquiris of The Client)

Wawancara adalah upaya untuk memperoleh informasi baik secara lisan maupun

tertulis dari klien sebagai tanggapannya atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh

auditor. Walaupun banyak bukti yang diperoleh dari klien berasal dari hasil wawancara

ini, bukti tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai bukti yang meyakinkan karena tidak

diperoleh dari sumber yang independen dan barangkali cenderung mendukung pihak

klien. Oleh karena itu, saat auditor memperoleh bukti dari hasil wawancara ini, maka

pada umumya merupakan suatu keharusan bagi auditor untuk memperoleh bukti audit

lainnya yang lebih meyakinkan melalui berbagai prosedur lainnya.

6. Hitung Uji (Reperformance)

Hitung uji melibatkan pengujian kembali berbagai perhitungan dan transfer informasi

yang dibuat oleh klien pada suatu periode yang berada dalam periode audit pada

sejumlah sampel yang diambil auditor. Pengujian kembali atas berbagai ini terdiri dari

pengujian atas keakuratan aritmatis klien. Hal ini mencakup sejumlah prosedur seperti

pengujian perkalian dalam faktur-faktur penjualan dan persediaan, penjumlahan dalam

Page 8: Pengauditan Lanjutan, Sandy Setiawan, Yudhi Herliansyah, The Building Blocks Of Auditing, Universitas Mercu Buana, 2017

jurnal-jurnal dan catatan-catatan pendukung, serta menguji perhitungan atas beban

depresiasi dan beban dibayar di muka. Pengujian kembali atas berbaga transfer

informasi mencakup penelusuran nilai-nilai untuk memperoleh keyakinan bahwa

pada saat informasi tersebut dicantumkan pada lebih dari satu tempat, maka informasi

tersebut dicantumkan pada lebih dari satu tempat, maka informasi tersebut selalu

dicantumkan pada lebih dari satu tempat, maka informasi tersebut selalu dicatat

dalam nilai yang sama pada setiap saat.

7. Observasi (Observation)

Observasi adalah penggunaan indera perasa untuk menilai aktivitas-aktivitas tertentu.

Sepanjang proses audit, terdapat banyak kesempatan bagi auditor untuk

mempergunakan indera penglihatan, pendengaran, perasa, dan penciumannya dalam

mengevaluasi berbagai item yang sangat beraneka ragam. Sebagai contoh, auditor

dapat melakukan tur ke ruang pabrik untuk memperoleh suatu pandangan umum akan

berbagai fasilitas yang dimiliki klien, mengamati apakah peralatan yang ada sudah

banyak berkarat sehingga ia dapat mengevaluasi apakah peralatan tersebut sudah usang

atau belum, serta mengamati para individu yang melaksanakan tugas-tugas akuntansi

untuk memperoleh keyakinan apakah individu yang diserahi tanggung jawablah yang

melaksanakan tugas tersebut.

Standar Auditing menyatakan bahwa dokumentasi audit adalah catatan utama tentang

prosedur auditing yang diterapkan, bukti yang diperoleh dan kesimpulan yang dicapai auditor

dalam melaksanakan penugasan. Dokumentasi audit harus mencakup semua informasi yang

perlu diperimbangkan oleh auditor untuk melaksanakan auditor untuk melakukan audit secara

memadai dan untuk mendukung laporan audit. Dokumentasi audit juga dapat dianggap

sebagai kertas kerja, meskipun semakin banyak dokumentasi audit yang diselenggarakan

dalam file terkomputerisasi.

Tujuan dokumentasi audit secara keseluruhan adalah untuk membantu auditor dalam

memberikan kepastian yang layak bahwa audit yang memadai telah dilakukan sesuai dengan

standar audit. Secara khusus, dokumentasi audit yang berkaitan dengan audit tahun

berjalan, memberikan:

a. Dasar bagi perencanaan audit.

b. Catatan bukti yang dikumpulakan dan hasil pengujian.

c. Data untuk menentukan jenis Laporan Audit yang tepat.

d. Dasar bagi review oleh supervisor dan partner.

Page 9: Pengauditan Lanjutan, Sandy Setiawan, Yudhi Herliansyah, The Building Blocks Of Auditing, Universitas Mercu Buana, 2017

1. Persayaratan Untuk Menyimpan Dokumentasi Audit

Seperti yang dipersyaratkan oleh Sarbanes-Oxley Act, SEC telah mengeluarkan aturan

final tentang penyimpanan catatan audit dan review yang mewajibkan auditor perusahaan

public untuk menyelenggarakan dokumentasi sebagai berikut:

a. Kertas kerja atau dokumen lain yang membentuk dasar bagi audit atas laporan

keuangan tahunan perusahaan atau review atas laporan keuangan kuartalan

perusahaan.

b. Memo, korespondensi, komunikasi, dokumen biru, dan catatan termasuk catatan

elektronik, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

Fakta-fakta yang dibuat, dikirimkan, dan diterima dalam kaitannya dengan audit

atau review.

Fakta-fakta yang berisi kesimupalan, pendapat, analisis, atau data keuangan yang

berkaitan dengan atau review.

2. Isi Dokumentasi Audit

1) File Permanen (permanent file), berisi data yang bersifat historis atau berlanjut yang

bersangkutan dengan audit saat ini. File ini menjadi sumber informasi tentang audit

yang terus penting adanya dari tahun ke tahun. File permanen umumnya meliputi hal-

hal berikut:

a. Kutipan atau salinan dari dokumen perusahaan yang penting artinya seperti akta

pendirian, anggaran rumah tangga, perjanjian obligasi dan kontrak.

b. Analisis atas tahun-tahun sebelumnya yang penting artinya bagi auditor. Mencakup

akun seperti utang jangka panjang, akun ekuitas pemegang saham, goodwill dan

aktiva tetap.

c. Informasi yang berhubungan dengan pemahaman atas pengendalian internal dan

penilaian risiko pengendalian. Informasi ini mencakup bagan organisasi, bagan

arus, kuesioner dan informasi tentang pengendalian internal lainnya.

d. Hasil prosedur analitis dari audit tahun sebelumnya.

Diantara data ini terdapat rasio dan persentase yang dihitung oleh auditor dan total

saldo atau saldo per bulan untuk akun tertentu.

2) File Tahun Berjalan (current file), mencakup semua dokumentasi audit yang dapat

diterapkan pada tahun yang diaudit. Berikut ini adalah jenis informasi yang sering

tercakup dalam arsip tahun berjalan:

a. Program Audit.

Page 10: Pengauditan Lanjutan, Sandy Setiawan, Yudhi Herliansyah, The Building Blocks Of Auditing, Universitas Mercu Buana, 2017

b. Informasi Umum.

c. Neraca Saldo Berjalan.

d. Ayat Jurnal Penyesuaian dan Reklasifikasi.

e. Skedul pendukung, yang terdiri dari analisis, neraca saldo atau daftar, rekonsiliasi

jumlah, pengujian kelayakan, ikhtisar prosedur, pemeriksaan dokumen pendukung,

informasional dan dokumentasi dari luar.

3. Penyusunan Dokumentasi Audit

Walaupun rancangannya bergantung pada tujuan yang ingin dicapai, dokumentasi audit

harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Setiap file audit harus diidentifikasi secara wajar dengan informasi, seperti nama

klien, periode yang dicakup, gambaran tentang isi, tanda tangan orang yang

menyiapakan, tanggal persiapan dan kode indeks.

b. Dokumentasi audit harus memiliki indeks dan referensi silang untuk membantu

pengaturan dan pengarsipannya.

c. Dokumentasi audit yang lengkap harus dengan jelas menunjukkan pekerjaan audit

yang dilakukan, yang dapat dicapai dengan tiga cara : dengan pernyataan tertulis

dalam bentuk memorandum, dengan menandatangani prosedur audit dalam program

audit, dan dengan notasi langsung pada skedul.

d. Dokumentansi audit harus meliputi informasi yang cukup untuk memenuhi tujuan

yang telah dirancang.

e. Kesimpulan yang dicapai tentang segmen audit yang dipertimbangkan harus

dinyatakan dengan jelas.