Upload
toko-jaket-bola
View
307
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
RANGKAIAN EVALUASI SECARA KIMIA TERHADAP KAIN TEKSTIL
I. MAKSUD dan TUJUAN :
I.1 MAKSUD
Pelaksanaan praktikum ini dimaksudkan untuk melaksanakan serangkaian pengujian secara
kimia terhadap bahan kain. Pengujian yang dilakukan meliputi :
1. Perubahan dimensi kain setelah pencucian
2. Ketahanan luntur warna terhadap gosokan
3. Ketahanan luntur warna terhadap pencucian
4. Ketahanan luntur zat warna terhadap keringat
5. Ketahanan kain terhadap api
6. Ketahanan tolak air cara siram
7. Daya serap kain rajut cara tetes dan cara keranjang
8. Ketahanan tolak air cara bundesmann
I.2 TUJUAN
Tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang dapat
mempengaruhi tingkat ketahanan tiap kain untuk seluruh pengujian yang dilakukan. Tingkat
ketahanan ini dilihat dan diamati dari nilai yang didapat saat pengujian dilakukan. Kemudian
dilakukan evaluasi yang dilakukan sesuai dengan standar SNI.
II. TEORI DASAR PENDAHULUAN :
Evaluasi terhadap kain tekstil dapat dilakukan secara kimia maupun secara fisika. Pada
praktikum kali ini dilakukan pengujian secara kimia dimana yang diujikan adalah seperti maksud
diatas. Pengujian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan mengetahui tingkat ketahanan dari suatu
bahan sesuai dengan penerapan SNI. Penerapan SNI digunakan karena :
SNI wajib merupakan jaminan mutu
Produk yang kita uji kemungkinan memiliki daya saing internasional karena dapat diterima di
pasar global
SNI bekerja sesuai dengan code of good practice
Hambatan teknis dapat dihindari
Meningkatkan transparansi pasar dan kompetisi dalam perdagangan
Adapun manfaat dari SNI sebagai berikut :
Sudah harmonisasi dengan standar internasional
Memudahkan produsen dalam pemenuhan standar mutu, kesesuaian dan sertifikasi serta
menghindari pengujian berulang-ulang di berbagai Negara tujuan yang dapat menghambat akses
ke pasar luar negeri
Dalam pemakaian sehari-hari baik ditinjau dari segi kepentingan konsumen maupun produsen,
tahan luntur warna pada bahan tekstil mempunyai arti yang sangat penting. Ketahanan luntur
warna ditinjau dari segi kepentingan konsumen meliputi bermacam-macam tahan luntur,
misalnya tahan luntur terhadap sinar matahari, pencucian, gosokan dan penyetrikaan. Sedangkan
dari segi kepentingan produsen misalnya untuk mengetahui pengaruh dari proses penyempurnaan
terhadap kain berwarna. Dengan adanya bermacam-macam sifat ketahanan luntur zat warna,
maka timbul beragam jenis pengujian yang disesuaikan dengan kondisi, dengan prinsip
pengujian yang sama. Untuk mencegah timbulnya beragam penilaian yang berbeda, perlu
dicantumkan standar pengujian yang dilakukan. Penilaian secara visual dilakukan dengan
membandingkan perubahan yang terjadi dengan suatu standar perubahan warna. Standar yang
dikenal adalah standar yang dikeluarkan ISO yaitu standar skala abu-abu untuk menilai
perubahan warna contoh uji dan standar skala penodaan untuk menilai penodaan warna pada
kain putih.
Dalam hal ini setelah bahan di uji, maka dilakukan evaluasi. Hal ini merupakan aspek yang
sangat penting dalam mengantisipasi produk oleh pembeli karena tidak sesuai dengan standar
yang telah ditentukan. Standar uji yang digunakan memakai yang terbaru, berikut beberapa
standar uji : SNI (Standar Nasional Internasional), ISO ( Internasional Standars Organization),
ASTM (American Siciety for Testing and Materials), AATCC (American Association of Textile
Chemist and Colorist), ANSI (American Standars Institute), BS (British Standar), dan JIS
(Japanese Industial Standars).
Untuk mendapatkan hasil pengujian yang sama maka :
lebih baik dilakukan oleh beberapa pengamat
ketelitian tidak akan diperoleh jika nilai standar tidak diketahui
paham beberapa hal, nilai standar dari beberapa sifat tekstil tidak diketahui
kondisi atmosfir pengujian adalah kondisi standar yang sudah diketahui yaitu sesuai dengan (SNI
7649:2009:ISO139) : tekstil-ruangan : standar untuk pengkondisian dan pengujian.
PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA TERHADAP PENCUCIAN
SNI 08-0285-1998
I. MAKSUD dan TUJUAN :
I. 1. Maksud
Mengetahui ketahanan luntur kain terhadap pencucian serta mengevaluasinya.
I.2. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal ketahanan luntur dari warnanya
terhadap proses pencucian dengan cara mengamati dan menilai dari perubahan warna contoh uji
serta penodaannya terhadap kain putih pelapisnya.
II. TEORI DASAR :
2.1. Penilaian tahan luntutr warna
Hasil pengujian tahan luntur warna biasanya dilaporkan secara pengamatan visual. Pengukuran
perubahan warna secara fisika yang dilakukan dengan bantuan kolorimetri atau spektrofotometri
hanya dilakukan untuk penelitian yang membutuhkan hasil penelitian yang tepat.
Penilaina tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya perubahan warna asli sebagai
tidak perubahan, ada sedikit perubahan, cukup berubah dan berubah sama sekali. Penilaian
secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan suatu
stndar perubahan warna. Standar yang dikenal adalah standard yang dibuat oleh Society of Dyes
and Colourist (SDC) di AMerika Serikat yaitu berupa gyey scale untuk perubahan warna karena
kelunturan warna dan staining scale untuk perubahan warna karena penodaan warna karena
penodaan pada kain putih. Standard gray scale dan staining scale digunakan untuk menilai
perubahan warna yang terjadi pada pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat,
gosokan, setrika,dll.
Gray scale
Gray scale terdiri dari Sembilan pasangan standard lempeng abu-abu, setiap pasangan mewakili
perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan penilaian tahan luntur dengan
angka.pada gray scale, penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai, dilakukan
dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan contoh asli terhadap
perbadaan standar perubahan warna yang digambarkan oleh gray scale dan dinyatakan dengan
rumus CIE lab :
Rumus nilai kekhromatikan adam
Nilai tahan luntur warna
Perbedaan warna (CIE lab)
Toleransi untuk standar kerja (CIE lab)
5
0
+0,2
4-5
0,8
+0,2
4
1,7
+0,3
3-4
2,5
+0,3
3
3,4
+0,4
2-3
4,8
+0,5
2
6,8
+0,6
1-2
9,6
+0,7
1
13,6
+1,0
Spesifikasi kolorimetri yang tepat dari warna abu-abu standard dan perubahan warna pada gray
scale. Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 5 yang berarti perubahan
warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik
yang diletakkan berdampingan berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 + 1 persen.
Perbedaan warna sama dengan nol. Bilai tahan luntur 4 – 5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng
pembanding yang identik dan yang dipergunakan untuk tingkat 5, berpasangan dengan lempeng
abu-abu netral sama tetapi lebih muda. Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4,
3, 2, dan 1 adalah tingkat geotetrik dari perbedaan warna atau kekontrasan.
Staining scale
Pada staining scale penialain penodaan warna pada kain putih di dalam pengujian tahan luntur
warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang dinodai dan
kain putih yang tidak ternodai, terhadap perbedaan yang digambarkan staining scale, dan
dinyatakan dengan nilai kkhromatikan adam seperti gray scale, hanya besar perbedaan warnanya
berbeda. Staining scale terdiri dari satu pasangan standar lempeng putih dan 8 pasang standar
lempeng abu-abu dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan warna atau kekontrasan
warna sesuai dengan penilaian penodaan dengan angka.
Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan
berdampingan, mempunyai reflektansi tidak kurang dari 85%. Perbedaan warna sama dengan
nol.nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih pembanding yang identik
dengan yang dipergunakan untuk nilai 5, berpasanagn dengan lempeng yang sama tetapi
berwarna abu-abu netral.
Nilai tahan luntur warna
Perbedaan warna (CIE lab)
Toleransi untuk standar kerja (CIE lab)
5
0
+0,2
4-5
2,2
+0,3
4
4,3
+0,3
3-4
6,0
+0,4
3
8,5
+0,5
2-3
12,0
+0,7
2
16,9
+1,0
1-2
24,0
+1,5
1
34,1
+2,0
2.2. Tahan luntur warna terhadap pencucian
Sifat ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada bahan tekstil memiliki arti yang sangat
penting dalam aplikasinya sehari-hari. Pengujian ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yang
disesuaikan dengan penggunaan dari bahan tekstil yang akan diuji. Prinsip pengujiannya adalah
dengan mencuci sehelai kain yang diambil dari contoh dengan ukuran tertentu, kemudian
dijahitkan diantara dua helai kain putih dengan ukuran yang sama. Sehelai dari kain putih
tersebut adalah sejenis dengan kain yang diuji, sedangkan helai lainnya sesuai dengan
pasangannya. Penilaian yang dilakukan adalah dengan memberi perbandingan contoh yang telah
dicuci dengan penodaannya pada kain putih. Untuk perbahan warna pada contoh dilakukan
menggunakan skala abu-abu (gray scale) sedangkan penodaan warnanya dilakukan
menggunakan skala penodaan (staining scale). Contoh uji dicuci dengan suatu alat launderometer
atau alat yang sejenis dengan pengatur suhu secara termostatik dan kecepatan putaran 42 rpm.
Pengujian dilakukan pada kondisi alat, suhu, waktu, dan deterjen tertentu, sesuai dengan cara
pengujian yang telah ditentukan.
Prinsip pengujiannya adalah sebagai berikut :
Contoh uji yang sudah diberi kain pelapis dicuci dalam larutan pencucian dengan sabun AATCC
4 g/l dengan kondisi tertentu, dibilas pada suhu 40°C netralkan dengan larutan 0,2 g/l asam asetat
glacial kemudian bilas lagi dan keringkan. Perubahan warna pada contoh uji dinilai dengan
Standar Skala Abu-abu, penodaan warna pada kain pelapis dinilai dengan menggunakan Standar
Skala Penodaan.
Gosokan diperoleh dengan lemparan gessekan dan tekanan bersama-sama dengan digunakannya
perbandingan larutan yang rendah dan sejumlah kelereng baja yang sesuai. Jenis sabun yang
digunakan pada pencucian ini adalah sabun standar deterjen yang dikeluarkan oleh AATCC atau
sabun dengan pesyaratan sebagai berikut :
kadar zat penguap pada 105 °C
jumlah alkali bebas, zat yang terlarut dalam alkohol dan NaCL bebas maksimum 6 %
alkali bebas sebagai NaOH, maxsimum 0,2 %
zat yang tidak larut dalam air maxsimum 1%
titra asam lemak maxsimum 39%
kadar sabun non hidrat maxsimum 85 %
Hasil evaluasi tahan luntur warna terhadap angka-angka gray scale dan stining scale adalah
sebagai berikut :
Standar skala penodaan dan perubahan warna
Nilai tahan luntur warna
Evaluasi tahan luntur warna
5
4-5
4
3-4
3
2-3
2
1-2
1
Baik sekali
Baik
Baik
Cukup baik
Cukup
Kurang
Kurang
Jelek
Jelek
Dalam penggunaan gray scale sifat perubahan warna baik dalam corak, kecerahan, ketuaan atau
kombinasinya tidak dinilai. Dasar evaluasinya adalah keseluruhan perbedaan atau kekontrasan
antara contoh uji yang asli dengan yang telah dilakukan pengujian.
Cara pengujian tahan luntur warna bahan tekstil dalam larutan pencuci komersial adalah metoda
pengujian tahan luntur warna tekstil dalam larutan pencuci dengan menggunakan salah satu
kondisi pencucian komersial yang dipilih, untuk mendapatkan nilai perubahan warna dan
penodaan pada kain pelapis. Kondisi pencucian dapat dipilih sesuai dengan keperluan dari 16
kondisi yang disediakan. Cara pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna
terhadap pencucian yang berulang-ulang. Berkurangnya warna dan pengaruh gosokan yang
dihasilkan oleh larutan dan gosokan 5 kali pencucian tangan atau pencucian dengan mesin,
hamper sama dengan satu kali pengujian ganda, sedangkan satu kali pengujian tunggal sama
dengan hasil satu kali pencucian. Kondisi pencucian berbeda-beda bergantung pada suhu yang
dikehendaki. Jenis sabun yang digunakan dala pencucian ini, adalah sabun standar detergen yang
dikeluarkan oleh AATC atau ECE.
III. PERCOBAAN :
III.1 ALAT dan BAHAN
Peralatan
1. Launder O Meter yang dilengkapi penangas air dengan termostat dan tabung baja tahan karat
dengan frekuensi putaran tabung 40 putaran/menit
2. Kelereng baja tahan karat berdiameter 6 mm
3. pH meter
4. Neraca analitis
Bahan dan Pereaksi
1. Kain pelapis masing-masing berukuran 5 cm x 10 cm
2. Sabun tanpa pemutih optik (sabun AATCC)
3. Natrium karbonat
4. Natrium hipoklorit
5. Natrium perborat tetrahidrat
6. Asam asetat glacial 0,2 gram/liter
III.2 JALANNYA PERCOBAAN
*. Meletakkan contoh uji berukuran 5 cm x 10 cm diantara sepasang kain pelapis tunggal yang
berukuran sama, dimana kain pelapis tunggal ini adalah kain kapas putih 100 % dan kain
polyester putih 100% untuk kemudian dijahit salah satu sisi terpendek.
*. Memasukkan contoh uji yang telah diberi kain pelapis kedalam 150 ml larutan pencucian yang
berisi sabun AATCC 4 gram/liter dan natrium perborat 1 gram/liter dengan jumlah kelereng 10
buah kemudian bejana ditutup rapat dan dipanaskan sampai 40oC.
*. Mesin Launder O Meter dijalankan selama 30 menit.
*. Mesin dihentikan dan contoh uji dikeluarkan kemudian membilas contoh uji dan
mengasamkannya dengan larutan asam asetat glasial 0,2 gram/liter.
*. Contoh uji diperas dan dikeringkan lalu diperiksa perubahan warnanya dengan gray scale dan
staining scale.
Kain pelapis
10 cm
Kain contoh uji
5 cm
III.3 DATA PENGAMATAN
Pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian
Kain Grey scale pelapis Staining scale
1
2
1 2
Kain uji
4/5
4/5
kapas
4/5
4/5
polyester
4/5
4/5
Sampel contoh
Pengujian
Sampel bahan
Kain tenun
Kain penodaan
Kapas
Poliester
Ketahanan luntur warna terhadap pencucian
IV. DISKUSI :
Dari hasil pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, kain uji dijahitkan pada kain kapas
dan polyester putih untuk mengetahui penodaan warnanya. Setelah dilakukan pencucian,
dilakukan evaluasi berupa penodaan warna terhadap kain kapas dan polyester putih dan
perubahan warna setelah pencucian. Hasil yang didapatkan dari pengujian dengan grey scale
didapatkan nilai 4/5 yang menunjukkan kain uji tersebut memiliki tahan luntur warna yang baik.
Begitupun dengan staining scale, nilai yang didapatkan 4/5 yang berarti penodaan warna pada
pencucian baik. Kain uji sudah baik atau layak untuk digunakan untuk tekstil pakaian.
Ketahanan luntur warna terhadap zat warna pada kain celupan atau pencapan dilakukan baik
terhadap ketuaan warna maupun arah warnanya. Ketahanan cuci ini dilakukan sebelum kain di
buat pakaian agar tahu apakah suatu kain layak atau tidak dijadikan pakaian. Penilaian TLW
(Tahan Luntur Warna) ini dilakukan dengan cara visual dengan membandingkan contoh uji
terhadap kain sebelum pencucian dan dengan kapas-poliester putih dengan standar abu-abu
kemudian dicatat hasilnya.
Praktikum ini dilakukan karena pada pakaian jadi, sering terjadi kontak dengan bagian lain bila
dipakai atau dicuci, maka dapat menyebabkan terjadinya migrasi warna dari satu bahan ke bahan
lainnya misalnya pada saat pencucian dapat menodai kain lain. Umumnya nilai 3-5 masih dapat
diterima oleh konsumen. Nilai uji dengan skala abu-abu 2-1 tidak dapat diterima oleh konsumen
karena ketahanan lunturnya rendah. Pada perubahan warna ini tidak menilai corak warna,
ketuaan warna, kecerahan warna, namun yang dinilai yaitu perbrdaan secara keseluruhan atau
kekontrassan warna antara contoh asli dengan contoh uji.
Hasil yang didapatkan memberikan nilai yang sama yaitu 4/5 artinya ada perbedaan warna antara
kain uji dengan asli. Perbedaan CIE LAB nya sebesar 0,8 dan toleransi perbedaan warna nya
sebesar kurang lebih 0,20. Bila lebih dari itu berarti nilai tahan lunturnya kemungkinan menurun.
Berbeda dengan hal diatas, nilai pada penodaan warna terhadap kapas dan polyester, jika nilai
4/5 maka mempunyai perbedaan CIE LAB sebesar 2,2 dan toleransi penodaan warnanya + 0,3.
Dalam hal ini, kita perhatikan juga kain pelapis yang digunakan. Kain pelapis yang digunakan
merupakan salah satu jenis kain pelapisnya terbuat dari serta sejenis dengan contoh uji. Apabila
kain uji merupakan serat campuran maka kain pelapis pertama sesuai dengan serat yang
terbanyak dan pelapis kedua sesuai dengan serta terbanyak kedua. Kain pelapis yang digunakan
pada uji ini adalah kapas dan polyester. Ini menandakan kain uji merupakan kain campuran.
Namun terkadang penggunaan polyester digunakan sebagai pengganti wool yang tidak tersedia
di lab.
Pada praktikum ini dilakukan berdasarkan standar uji SNI ISO 105-C06, SNI ISO 105-D01 dan
SNI ISO 105-N02 yang merupakan SNI cara uji tahan luntur warna. Cara pengujian ini
prosesnya dilakukan sedemikian rupa sehingga pada kondisi suhu, alkalinitas, pemutihan yang
sesuai dan gosokan sedemikian sehingga berkurangnya warna yang terjadi, didapat dalam waktu
yang singkat. Gosokan diperoleh dengan lemparan, gesekan dan tekanan bersama-sama dengan
digunakan perbandingan larutan yang rendah.
V. KESIMPULAN :
Hasil evaluasi daya tahan luntur warna terhadap pencucian memberikan nilai Grey scale 4/5 dan
nilai staining scale 4/5 untuk kapas dan polyester yang menunjukkan kain uji tersebut memiliki
ketahanan luntur yang baik.
PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA TERHADAP GOSOKAN
SNI 08-0288-1989
I. MAKSUD dan TUJUAN :
I. 1. Maksud
Menguji ketahanan luntur warna terhadap gosokan.
I.2. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal ketahanan luntur dari warnanya
terhadap gosokan dengan cara mengamati dan menilai dari perubahan warna contoh uji serta
penodaannya terhadap kain pelapis.
II. TEORI DASAR :
Pengujian ini dimaksudkan untuk menguji penodaan dari bahan berwarna pada kain, yang
disebabkan oleh gosokan dari segala macam serat, baik dalam bentuk benang maupun kain.
Pengaruh gosokan tersebut diamati dalam keadaan kering maupun basah. Prinsip pengerjaannya
yaitu dengan menggosokkan kain putih kering maupun basah yang telah dipasang pada
Crockmeter bersama contoh uji dengan ukuran tertentu. Penodaan pada kain putih dinilai dengan
menggunakan Staining scale.
Kain putih yang dipakai adalah kain kapas dengan konstruksi 100 x 96 helai/inci dengan berat
135,3 gram/m2, telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak disempurnakan, yang kemudian
dipotong dengan ukuran 5 x 15 cm dengan panjang miring terhadap lusi dan pakan. Crockmeter
ini memiliki jari dengan diameter 1,5 cm yang bergerak 1 kali maju mundur sejauh 10 cm setiap
kali putaran, dengan gaya tekanan pada kain seberat 900 gram. Evaluasi dilakukan dengan
membandingkan penodaan warna terhadap kain putih menggunakan standar staining scale.
III. PERCOBAAN :
III.1 ALAT dan BAHAN
Peralatan
1. Crockmeter dengan diameter 1,5 cm dan bergerak satu kali maju mundur sejauh 10
cm/putaran bergaya tekan pada kain 900 gram
2. Staining scale
Bahan dan Pereaksi
1. Air suling
2. Kain kapas dengan konstruksi 100 x 96 /inch2 dan berat 135,3 gram/meter2 yang telah
diputihkan, tidak dikanji serta tidak melalui proses penyempurnaan untuk kemudian dipotong
berukuran 5 x 20
III.2 JALANNYA PERCOBAAN
*. Cara uji gosokan kering
Contoh uji (5×20 cm dipotong diagonal) diletakkan rata diatas alat penguji dengan sisi panjang,
searah dengan arah gosokan yang mempunyai beban 900 gram. Jari Crockmeter dibungkus
dengan kain putih kering dengan anyamannya miring terhadap gosokan. Kemudian digosokkan
10 kali putaran dengan kecepatan 1 putaran/detik. Hasil uji kain penggosok dinilai dengan
staining scale.
*. Cara uji gosokan basah
Kain putih dibasahi dengan air suling, kemudian diperas diantara kertas saring, sehingga kadar
air dalam kain menjadi 65 ± 5 % terhadap berat kain pada kondisi standart kelembaban relative
65 ± 2 % dan suhu 27 ± 2 oC. Kemudian dikerjakan seperti pada cara gosokan kering secepat
mungkin untuk menghindari penguapan. Kain putih dikeringkan diudara sebelum dievaluasi.
20 cm 1,5 cm
5 cm
III.3 DATA PENGAMATAN
Pengujian tahan luntur warna terhadap terhadap gosokan
Uji gosokan
Staining scale
Basah
3/4
3/4
Kering
4/5
4/5
Sampel contoh
Pengujian
Sampel bahan
Kain tenun
Kain penodaan pada Kapas
Ketahanan luntur warna terhadap gosokan
Kering
Basah
IV. DISKUSI :
Pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan, dilakukan untuk mengetahui ketahanan bahan
terhadap gosokan, karena ketika dipakai baju yang digunakan akan terkena gesekan secara fisika
dengan benda mati disekitar. Ketika terkena gosokan, maka kain harus memiliki ketahanan yang
baik agar tidak mudah luntur atau menodai. Oleh karena itu dilakukan uji gosokan kering yang
dilakukan terhadap kain kapas kering dengan alat Crockmeter. Hasil penodaan yang di dapat
yaitu 4/5 atau baik. Kain ini sudah layak digunakan sebagai tekstil pakaian. Pada uji gosok basah
dilakukan terhadap kapas basah kemudian dilihat penodaannya. Hasil yang didapat yaitu 3/4
yang artinya cukup baik. Pada uji gosokan basah, penodaan yang didapat lebih banyak. Hal
tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya tegangan yang dikenakan pada kain
yang digosok tidak sama satu sama lain. Sehingga berakibat pada tekanan yang akan dialami
oleh kain penggosok. Dan pada kapas kering gosokan yang terjadi pada kain yang sama kering
sehingga penodaannya lebih sedikit.
V. KESIMPULAN :
Pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan kering menghasilkan nilai 4/5 sedangkan
gosokan basah 3/4. Uji gosokan basah mempunyai nilai lebih kecil namun kain ini tergolong
baik dalam hdal ketahanan gosoknya.
PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA TERHADAP KERINGAT
SNI 08-0287-1996
I. MAKSUD dan TUJUAN :
I. 1. Maksud
Menguji ketahanan luntur warna terhadap keringat.
I. 2. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal ketahanan luntur dari warnanya
terhadap keringat menggunakan keringat buatan asam dan basa dengan cara mengamati dan
menilai dari perubahan warna contoh uji serta penodaannya terhadap kain lapis.
II. TEORI DASAR :
Beberapa zat warna sangat dipengaruhi oleh keringat, sehingga akan memberikan perubahan
terhadap intensitas warna pada bagian-bagian kain yang terkena keringat. Pengujian ini
dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna dari segala macam dan bentuk bahan tekstil
berwarna terhadap keringat. Contoh uji yang terpisah dari bahan tekstil berwarna direndam
dalam larutan keringat buatan yang bersifat basa dan asam untuk kemudian diberi tekanan
mekanik tertentu dan dikeringkan secara perlahan pada suhu yang naik sedikit demi sedikit. Pada
saat pengujian, contoh uji dipasangkan bersama dua helai kain putih yang terdiri dari dua jenis
serat yaitu serat yang sejenis dengan bahan yang diuji serta bahan dari serat menurut
pasangannya. Hasil pengujian diamati dari perubahan warna pada contoh uji dan penodaannya
terhadap kain putih menggunakan standar skala abu-abu dan standar penodaan.
III. PERCOBAAN :
III.1 ALAT dan BAHAN
Peralatan
1. Lempeng bertekanan mekanik 5 kilogram.
2. Oven.
3. Gray scale
4. Staining scale
Bahan dan Pereaksi
1. Kain contoh uji berukuran 5 x 10 cm yang diletakkan diantara kain putih dan pasangannya
dengan ukuran yang sama dan dijahit.
Larutan keringat buatan asam tiap liter
1. Natrium klorida 5 gram
2. Sodium dihidrogen orto-posfat 2,2 gram
3. Histidin monohidroklorida monohidrat 0,5 gram
4. pH 5,5
Larutan keringat buatan basa tiap liter
1. Natrium klorida 5 gram
2. Disodium dihidrogen orto-posfat dihidrat 0,5 gram
3. pH 8
III.2 JALANNYA PERCOBAAN
*. Menjahit dua buah contoh uji kain berwarna diantara kain putih, kemudian direndam dalam
larutan keringat buatan yang bersifat basa, sedangkan dua buah contoh lainnya dalam larutan
keringat buatan yang bersifat asam selama 30 menit untuk mendapatkan pembasahan yang
sempurna.
*. Contoh uji diperas dan diletakkan diantara dua lempeng kaca, lalu dipasang pada perspiration
tester dan diberi tekanan 5 kg dan diatur sehingga contoh uji dalam kedudukan tegak pada waktu
meletakkannya dalam pemanas.
*. Contoh uji yang telah siap dimasukkan kedalam oven pada suhu 37 ± 2 oC selama 4 jam.
*. Dilakukan evaluasi perubahan warna terhadap contoh uji yang telah kering dengan grey scale
dan evaluasi penodaan warna pada kain putih dengan staining scale.
III.3 DATA PENGAMATAN
Pengujian ketahanan luntur warna terhadap keringat
Item Grey scale
pelapis
Staining scale
asam basa asam basa
1
2
1
2
1 2 1 2
Kain uji
4/5
4/5
4
4
Kapas
3/4
3/4
3/4
3/4
polyester
4
4/5
4/5
4/5
Sampel bahan
Pengujian
Sampel bahan
Kain tenun
Kain penodaan
Kapas
Poliester
Ketahanan luntur warna terhadap keringat
Asam
Basa
IV. DISKUSI :
Uji ini berdasarkan SNI ISO 105 E04 yaitu uji tahan luntur warna terhadap keringat. Pada
pengujian ini dilakukan dengan menggunakan keringat asam dan basa buatan. Kain direndam
dan dikeringkan sesuai standar uji. Kemudian hasil evaluasi dilakukan dengan cara skala abu-abu
penodaan warna terhadap kain pelapis. Kain pelapis yang digunakan yaitu kapas dan polyester.
Pada keringat asam, penodaan terhadap kain kapas yaitu 3/4 atau cukup baik. Sedangkan pada
polyester 4 dan 4/5. Jika nilai ada dua maka dapat dilakukan kembali uji ketiga untuk
memastikan apakah nilai penodaan 4 atau 4/5. Namun jika pada praktikum ini dilakukan uji 2
kali jadi di ambil nilai 4 artinya baik. Nilai 4 diambil karena diambil dari nilai yang paling kecil
agar kain dapat masuk standar. Pada keringat basa sedikit lebih baik pada uji kapas 3/4 atau
cukup baik sedangkan pada polyester 4/5 atau baik. Kain ini dapat dikategorikan baik dan masuk
standar untuk tekstil pakaian.
Untuk pengujian perubahan warna pada keringat asam yaitu 4/5 yang berarti baik. Sedangkan
pada keringat basa mempunyai nilai 4. Pada pengujian ini pun kain uji masih tergolong baik
digunakan untuk tekstil pakaian. Nilai penodaan atau perubahan 1-2 tidak cocok untuk pakaian
atau tidak masuk standar.
V. KESIMPULAN :
Dari hasil praktikum didapatkan hasil sebagai berikut :
perubahan warna pada keringat asam 4/5
perubahan warna pada keringat basa 4
penodaan kain pelapis pada keringat asam pada kapas 3/4 dan polyester 4
penodaan kain pelapis pada keringat basa pada kapas 3/4 dan polyester 4/5
PENGUJIAN PERUBAHAN DIMENSI KAIN TERHADAP PENCUCIAN DAN
PENGERINGAN
SNI 08-0293-1989
I. MAKSUD dan TUJUAN :
I. 1. Maksud
Mengetahui perubahan dimensi pada kain setelah pencucian.
I.2. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal perubahan ukuran kain baik berupa
mengkeret ataupun mulur, kearah lusi dan pakan atau course dan wales yang disebabkan oleh
suatu kondisi pencucian.
II. TEORI DASAR :
Dimensi kain adalah ukuran panjang, lebar, dan tebal kain. Panjang kain adalah jarak antara
ujung kain yang satu dengan ujung lainnya, yang diukur searah dengan lusi pada kain tenun atau
wale pada kain rajut dimana kain tidak dalam keadaan terlipat dan rata serta dalam keadaan tidak
tegang. Lebar kain adalah jarak antara pinggir kain yang satu dengan pinggir yang lain, yang
diukur searah dengan dengan pakan kain tenun dan courese pada kain rajut dimana kain dalam
keadaan tidak terlipat dan rata serta dalam keadaan regang. Untuk kain shuttleless loom
pengukuran lebar kain diukur wale paling pinggir ke wale paling pinggir lainnya, sedangkan
untuk kain rajut bundar pengukuran lebar kain dilakukan antara pinggir kain terlipat tegak lurus
ke pinggir kain lainnya dikali dua. Tebal kain adalah jarak antara dua permukaan kain yang
berbeda.
Berat kain adalah untuk berat untuk satu satuan luas tertentu atau berat untuk satu satuan panjang
tertentu dari kain, yang dinyatakan dalam gram per meter persegi, gram per meter dll. Tekanan
adalah gaya yang dibebankan pada suatu permukaan kain per unit luas yang dinyatakan dalam
kg/cm2 atau kPa.
Kain tenun atau rajut apabila telah mengalami pemakaian dan pencucian akan mengakibatkan
perubahan terhadap dimensi kain baik ke arah pakan atau lusi untuk kain tenun, maupun kearah
course atau wales untuk kain rajut, dimana perubahan ini jika terjadi harus dipulihkan kembali
dengan cara :
*. Tension Presser
*. Knit Shrinkage Gauge
*. Hand Iron
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian stabilitas dimensi adalah proses pencucian,
pengeringan dan pemulihan. Kain yang bermutu baik adalah kain yang tidak mengalami
perubahan dimensi setelah pemakaian sehari-hari. Penyebab utama dari perubahan dimensi kain
adalah mengkeret setelah pencucian. Ada dua jenis mengkeret pada kain. Yang pertama adalah
mengkeret karena tegangan mekanis pada waktu proses pertenunan dan penyempurnaan, dimana
pada saat tersebut kain tertarik untuk sementara sehingga ketika dilakukan pencucian akan
relaxation kebentuk semula. Jenis yang kedua adalah karena adanya kemampuan serat untuk
menggumpal (felting) dalam pencucian.
Peralatan dan bahan yang umum digunakan dalam pengujian adalah mesin cuci jenis silinder
yang berputar bolak-balik. Wadahnya mempunyai diameter dala 50-61 cm dengan disertai tiga
buah sirip selebar kira 7,5 cm terpencar sepanjang bagian dalam dari alat pencuci. Alat pencuci
berputar dengan kecepatan 5-10 putaran sebelum membalik dengan saluran masuk air yang
cukup besar. Untuk pengisian mesin cuci sampai permukaan air setinggi 20 cm selama kurang
dari satu menit.
Dalam pengujian stabilitas ini dipergunakan empat cara pencucian yang bervariasi dari kondisi
pencucian yang paling berat sampai yang paling ringan dan dimaksudkan untuk mencakup
semua kondisi pencucian baik pencucian secara komersil maupun pencucian dengan tangan.
Pengeringan dilakukan dengan lima macam cara pengeringan yang mencakup semua
pengeringan baik pengeringan secara komersil maupun pengeringan dalam rumah tangga. Untuk
menentukan daya pemulihan dimensi dipergunakan tiga cara yang diperlukan untuk tekstil yang
memerlukan pemulihan dengan penyetrikaan atau pemakaian setelah pencucian. Pengujian-
pengujian ini bukan pengujian yang dipercepat dan harus diulang untuk mengevaluasi perubahan
dimensi setelah pencucian berulang.
Tabel I menunjukkan semua cara pencucian, pengeringan dan pemulihan. Dalam setiap
pengujian harus ditentukan kombinasi cara pengujian mana yang sesuai untuk dapat
mengevaluasi perubahan dimensi kain atau pakaian setelah pencucian baik secara komersil
maupun pencucian dalam rumah tangga. Cara pengujian dapat dinyatakan dengan kode yang
terdiri dari angka romawi, huruf dan angka arab. Misalnya uji IV E 1 menyatakan contoh yang
telah dicuci dengan cara “III” pada suhu 71oC selama 60 menit dalam mesin, dikeringkan dalam
pengering putar (tumble dryer) menurut cara “E” dan mengalami pemulihan dengan Penekan
Tegangan (Tension Pressure) menurut cara “1”.
Tabel I
Cara pencucian
cara pengeringan
Cara pemulihan
38o – 43oC selama 30 menit
49o – 53oC selama 45 menit
60o – 65oC selama 45 menit
71o – 76oC selama 60 menit
95o – 100oC selama 60 menit
Pengeringan tetes (drip dry)
Pengeringan tekan datar
Pengeringan kasa
Pengeringan gantung
Pengeringan putar
Penekan tegangan
Pengukur mengkeret
Kain rajut
Setrika tangan
III. PERCOBAAN :
III.1 ALAT dan BAHAN
Peralatan
1. Mesin cuci automatis tipe A1 dengan agitator.
2. Mistar
Bahan dan Pereaksi
1. Deterjen ECE tanpa pemutih optic
2. Natrium perborat tetrahidrat
III.2 JALANNYA PERCOBAAN
Perubahan Dimensi Setelah Pencucian
*.Contoh uji yang didapatkan digaris dengan ukuran 25×25 cm dan daerah lusi di tandai
*. Masukan contoh uji mesin cuci yang telah berisi larutan sabun 3 gram / liter, sebanyak 20 liter,
dengan suhu 40 0C.
*. Pasang pengatur waktu pada mesin cuci pada angka 15 menit
*.Aktifkan mesin cuci.
*.Ketika mesin cuci berhenti, contoh uji dipindahkan ke bagian peras. Contoh uji diperas selama
5 menit.
*.Pindahkan contoh uji ke bagian pencuci. Bilas contoh uji dengan air 40 0C, selama 10 menit.
*.Contoh uji diperas kemballi selama 5 menit.
*.Bilas contoh uji dengan air 40 0C selama 5 menit.
*.Angkat contoh uji dari mesin cuci, keringkan contoh uji dengan menggunakan metoda seperti
di atas.
*.Setelah kering lakukan pengukuran ulang terhadap contoh uji.
III.3 DATA PENGAMATAN
Pengujian stabilitas dimensi kain tenun
Panjang arah lusi ( cm )
Panjang arah pakan ( cm )
Awal
Akhir
D dimensi
Awal
Akhir
D dimensi
L1
25,1
24,8
1,19%
P1
25,1
24,8
1,19%
L2
25,1
24,9
0,79%
P2
25,3
24,7
2,37%
L3
25,1
24,8
1,19%
P3
25,2
24,7
1,98%
Rata-rata
1,06%
Rata-rata
1,85%
Pengujian stabilitas dimensi kain rajut
Panjang arah wale ( cm )
Panjang arah course ( cm )
Awal
Akhir
D dimensi
Awal
Akhir
D dimensi
w1
25,0
25,1
-0,40%
c1
25,1
23,8
5,18%
w2
25,0
25,2
-0,80%
c2
25,1
24,0
4,38%
w3
25,0
25,2
-0,80%
c3
25,0
23,9
4,40%
Rata-rata
-0,67%
Rata-rata
4,65%
Perubahan dimensi arah lusi/pakan :
Sampel contoh
Pengujian
Sampel bahan
Kain tenun
Kain rajut
Perubahan ukuran setelah pencucian
IV. DISKUSI :
Perubahan dimensi pada suatu bahan dapat disebabkan oleh pencucian, pencucian kering,
penyetrikaan. Pada uji kali ini dilakukan pengujian dimensi terhadap pencucian. Perubahan
dimensi ini dapat menyebabkan bertambah panjang (mulur baik pada pakan atau lusi dan
bertambah pendek (mengekeret) pada bahan. Karena terjadinya mengkeret atau mulur ini
menyebabkan suatu pakaian tidak dapat dipakai lagi. Mengkeret pun merupakan salah satu
problem mutu. Oleh sebab itu pengujian ini sangat penting dilakukan agar bahan yang akan di
jual sesuai dengan SNI yang ada.
Perubahan ukuran bergantung pada struktur kain dan benang serta jenis seratnya. Pada kapas
yang dapat mengkeret 10%, maka komponen benang seratnya hanya mengkeret 2% namun rayon
dapat lebih dari itu karena mengkeretnya lebig tinggi. Mengkeret kain dapat terjadi karena 4
alasan yaitu :
relaxation shrinkage
swelling shrinkage
feling shrinkage
contaction shrinkage
Cara uji perubahan ukuran yang umum digunakan yaitu dapat menggunakan SNI ISO 6330, ISO
6330. Pada hasil pengujian pada kain tenun mengalami mengkeret. Pada bagian lusi lebih kecil
daripada pakan yaitu sebesar 1,06%. Mengkeret pada bagian lusi ini disebabkan karena
relaxation shrinkage yaitu ketika proses pertenunan, benang-benang yang ditenun terutama
benang lusi mengalami tegangan, proses tentering dan calendaring yang mengalami penarikan,
sehingga saat proses pencucian kain relaks, tegangannya mengendur sehingga unuran kain
cenderung ke posisi semula yaitu mengkeret. Selain itu dapat disebabkan pula karena proses
steaming pada saat pencelupannya. Oleh sebab itu seharusnya mengkeret pada bagian lusi harus
lebih besar daripada bagian pakannya.
Berbeda dengan kain tenun, pada kain rajut terutama bagian wale mengalami mulur sedangkan
pada bagian course mangalami mengkeret sebesar 4, 65%. Karena pada bagian wale nya terjadi
penarikan pada saat pencucian jadi mengalami mulur dan pada kain rajut, silangan benang nya
lebih renggang dibandingkan tenun dan tidak seperti tenun yang mengalami penarikan pada saat
pertenunan. Sedangkan pada bagian course yang mengalami mengkeret karena tertarik oleh
bagian wale yang mulur sehingga pada bagian course mengalami mengkeret. Pada uji ini
silangan berupa tenun atau rajut berpengaruh terhadap dimensi kain. Pada silangan yang lebih
rapat dan silangan tenun atas bawah, tidak akan saling mempengaruhi antara tiap bagian lusi atau
pakannya. Begitupun pada kain rajut yang silangannya berbeda dengan tenun, akan saling
mempengaruhi pada perubahan dimensi kainnya.
V. KESIMPULAN :
Hasil evaluasi daya tahan stabilitas dimensi memberikan nilai perubahan dimensi :
perubahan dimensi pada kain tenun
persentase mengkeret arah lusi : 1,06%
persentase mengkeret arah pakan : 1,85%
Perubahan dimensi pada kain rajut
persentase mengkeret arah wale : 0,67%
persentase mulur arah course : 4,65%
PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN CARA TETES
SNI 08-0279-1989
I. MAKSUD dan TUJUAN :
I. 1. Maksud
Menguji daya serap kain dengan cara tetes.
I.2. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal kemampuannya dalam menyerap air
karena daya serap merupakan salah satu factor yang menentukan kelayakan kain untuk aplikasi
tertentu disamping dalam hal kerataan pencelupan.
II. TEORI DASAR :
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan pembasahan (welting time) yang dikenal
dengan dua macam cara yaitu :
*. Uji tetes dilakukan pada permukaan kain yang rata dan halus.
*. Uji keranjang dilakukan pada permuaan kain yang rata dan halus.
Pada prinsipnya kedua pengujian ini adalah sama yaitu untuk mengetahui kecepatan pembasahan
dari contoh uji. Perbedaannya terletak pada kasar atau tidaknya permukaan contoh uji. Prinsip uji
tetes adalah menghitung waktu dari air yang diteteskan pada permukaan kain yang dipasang
tegang sampai air tersebut hilang terserap.
Yang dimaksud dengan waktu pembasahan adalah waktu dari saat air diteteskan hingga air
hilang terserap. Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan kegunaan dan untuk tujuan
tertentu misalnya kain pembalut, kain handuk dan lain-lain. Beberapa kain harus mempunyai
kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah terbasahi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembasahan kain :
– Bila setetes air dijatuhkan pada permukaan dari tiga jenis benda padat yang rata, maka tiga
jenis benda tersebut mungkin berbentuk bulat, pipih atau antara bulat dan pipih. Karena sifat air,
kondisi tekanan air pada ketiga permukaan benda padat berbeda.
– Permukaan benda padat dimana tetesan air akan membentuk bola menunjukkan sudut kontak
yang tinggi, dan akan cenderung menggelinding meninggalkan permukaan benda padat dalam
keadaan kering. Semakin kecil sudut kontak semakin mudah tetesan air menyebar keseluruh
permukaan benda padat dan membasahi benda padat tersebut.
Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relatif halus tetapi untuk keperluan tertentu,
seperti handuk mempunyai permukaan berbulu baik bulu yang dipotong atau yang masih
berbentuk lengkungan. Perbedaan permukaan tersebut memrlukan cara pengujian daya serap
yang berbeda juga.
Prinsip pengujian daya serap kain tidak berbulu dilakukan dengan meneteskan setetes air dari
ketinggian tertentu ke permukaan kain. Waktu yang diperlukan oleh pantulan cahaya karena
tetesan air akan segera tertutup oleh ketinggian bulu-buku tersebut. Untuk kain berbulu, prinsip
pengujiannya dilakukan dengan menjatuhkan kain contoh uji dari ketinggian tertentu ke
permukaan air. Waktu yang telah diperlukan oleh kain contoh uji sampai tenggelam diukur dan
dicatat sebagai waktu basah. Kapasitas serap kain dihitung dari selisih berat kain basah kain
contoh uji kering dinyatakan dalam persen.
III. PERCOBAAN :
III.1 ALAT dan BAHAN
Peralatan
1. Simpai penyulam.
2. Buret dengan jumlah tetesan 15-25 per ml.
3. Stop watch
Bahan dan Pereaksi
1. Kain contoh uji berukuran lebar 7,5 cm san panjang tertentu dengan arah panjang miring 450C
terhadap lusi dan pakan sehingga setiap contoh uji memiliki berat 5 gram dengan jumlah contoh
uji minimal 5 buah.
2. Air suling dengan suhu 270C
III.2 JALANNYA PERCOBAAN
Daya Serap
Uji tetes untuk kain rajut.
*. Kain contoh uji dikondisikan dalam ruang standar selama 4 jam.
*. Kain dipasang pada simpai sulam dengan kondisi tegang.
*. Setetes air diteteskan pada permukaan kain yang dipasang pada simpai sulam.
*. Waktu basahnya dihitung.
*. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali.
III.3 DATA PENGAMATAN
Pengujian daya serap kain rajut (uji tetes)
*. Kain rajut (cara tetes)
Pengujian I : 42 detik
Pengujian II : 40 detik
Pengujian III : 47 detik
Rata –rata : 43 detik
Sampel contoh
Pengujian
Sampel bahan kain rajut
Daya serap cara tetes
IV. DISKUSI :
Pada pengujian uji dayaa serap pada kain rajut denga cara tetes ini mendapatkan nilai 43 detik.
Standar daya serap kain rajut yaitu 20 detik. Oleh karena itu hasil uji pada kain ini kurang baik
karena melebi standar. Kain kurang dapat menyerap air. Hal ini terjadi karena kerapatan setiap
kain berbeda. Pada kain uji kerapatan kain sangat rapat sehingga untuk menyerap kain lebih sulit.
Namun pada kain rajut akan lebih mudah menyerap air dibandingkan tenun yang kondisi
kerapatan kainnya lebih rapat. Oleh karena itu jenis kain dan kerapatan benang mempengaruhi
daya serap terhadap air.
V. KESIMPULAN :
Hasil pengujian daya serap kain rajut memberikan :
Waktu serap rata-rata : 43 detik. Artinya kain memiliki daya serap kurang baik karena dilihat
dari penyerapan terhadap airnya.
PENGUJIAN KETAHANAN AIR PENGUJIAN SIRAM
SNI 08-0294-1989
I. MAKSUD dan TUJUAN :
I. 1. Maksud
Menguji ketahanan air dengan pengujian siram.
I.2. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan ketahanan atau daya tolak air pada kain terhadap
pembasahan melalui siraman air.
II. TEORI DASAR :
Dalam hubungan antara air dan kain, banyak istilah yang kadang-kadang membingungkan,
misalnya istilah storm-proof dan shower-proof pada jas hujan. Oleh karena itu sebelum
dilakukan pengujian cara uji tahan air atau tolak air perlu dibicarakan mengenai beberapa istilah
dan definisi berikut ini:
*. Proses tahan air (water-proof)
Merupakan proses untuk melapisi kain dengan lemak, wax atau karet untuk mencegah
menyerapnya air kedalam kain. Penambahan zat anti air dapat dilakukan dengan melapisi
permukaan kain secara mekanis atau juga dapat secara reaksi antara serat dan zat
penyempurnaan. Sifat khusus dari kain anti air adalah daya tembus udara yang rendah.
*. Daya tolak air (water – repellant)
Merupakan sifat kain untuk tidak menyebarkan butiran air keseluruh permukaan kain. Karena
kain yang anti air biasanya tidak tembus udara, maka sifatnya menjadi kurang nyaman dipakai
sebagai bahan pakaian.
Cara pengujian siram ini dapat digunakan pada semua jenis kain, baik yang tidak maupun sudah
melalui proses penyempurnaan tahan air atau tolak air. Dalam uji siram dipakai siraman air yang
berasal dari corong dengan lubang penyiraman. Air disiramkan diatas contoh uji yang dipasang
pada lingkaran penyulam dan dipasang pada kedudukan miring 45oC terhadap bidang horizontal.
Penilaian uji siram bervariasi sebagai berikut :
100 : Tidak ada air yang menempel atau yang membasahi permukaan kain.
90 : Terjadi sedikit pembasahan pada permukaan kain bagian atas.
80 : Terjadi pembasahan pada permukaan kain bagian atas yang terkena siraman.
70 : Terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain bagian atas.
50 : Terjadi Pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas
0 : Terjadi pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas dan bawah
III. PERCOBAAN :
III.1 ALAT dan BAHAN
Peralatan
1. Gelas piala
2. Peta penilaian uji siram
Bahan dan Pereaksi
1. Air suling
2. Kain contoh uji
III.2 JALANNYA PERCOBAAN
Ketahanan Terhadap Air
*. Memasang contoh uji berukuran 175 x 175 mm sebanyak 3 helai yang dikoondisikan pada
kelembaban relative 65 + 2% dan suhu 270C selama 4 jam sebelum pengujian.
*. Memasang simpai sulam pada dasr alat penguji sedemikian rupa sehingga bagian muka kain
berada dibagian paling atas.
*. Melakukan penyiraman pada kain contoh uji dengan menuangkan air sebanyak 200 ml
kedalam corong pada alat penguji (25–30 detik).
*. Menghilangkan air yang berada di permukaan kain dengan memukul-mukulkan bingkai sulam
pada tangan sehingga pembasahan pada kain dapat terlihat.
*. Melakukan penilaian (peta penilai uji siram standart).
III.3 DATA PENGAMATAN
Pengujian Siram
Pengujian I (pada bagian atas) = 50 (Terjadi Pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian
atas)
Pengujian II (pada bagian bawah) = 70 (Terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan
kain bagian atas)
Sampel contoh
Pengujian
Sampel bahan kain parasut (coating)
Uji siram
IV. DISKUSI :
Pada kain uji ini dilakukan pada 2 permukaan yaitu bagian permukaan atas yang
mengkilap dan pada bagian bawah yang kurang mengkilap. Hasilnya berbeda yakni pada bagian
atas nya bernilai 50 dan bawah 70. Pada uji ini dapat dilakukan duplo atau dua kali pengujian
namun apabila dari 2 kali pengujian tersebut hasil yang didapatkan berbeda maka dapat
dilakukan uji yang ketiga kalinya untuk memastikan yang mana hasil yang sesuai. Nilai ini tidak
boleh dirata-ratakan karena nilai pengujian harus pasti.
Kain yang terbuat dari tenunan rapat jika dialirkan air maka air akan tetap dapat berpenetrasi
ketika air membasahi serat-seratnya namun pada kain khusus yang seratnya telah disempurnakan
tolak air, kain akan membiarkan tetap terkumpul membentuk bola-bola air di permukaannya
tanpa penetrasi. Ketahanan kain terhadap air dapat dibagi : water resistant, water repellence dan
water proof.
Pada hasil praktikum kain masih dapat terbasahi pada bagian atasnya baik sebagian ataupun
seluruhnya. Hal ini dipengaruhi oleh kombinasi kerapatan tenunan dan keporosan benang. Kain
yang lebih rapat akan mempunyai ketahanan terhadap air tinggi maka pada umumnya kain tenun
akan memberikan ketahanan terhadap penetrasinya lebih baik daripada kain rajut. Selain itu
perbedaan daya tolak air dibedakan oleh jenis penyempurnaan (resin) yang digunakan dan tujuan
akhir yang diinginkan, misalnya untuk jas hujan digunakan resin karet.
V. KESIMPULAN :
Pengujian Siram :
Pengujian I (pada bagian atas) = 50 (Terjadi Pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian
atas)
Pengujian II (pada bagian bawah) = 70 (Terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan
kain bagian atas)
PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN TERHADAP AIR CARA KERANJANG
SNI 08-0404-1989
I. MAKSUD dan TUJUAN :
I. 1. Maksud
Menguji daya serap kain terhadap air dengan cara keranjang.
I.2. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan sifat penyerapan bahan kain terhadap air dengan
menggunakan metode keranjang.
II. TEORI DASAR :
Dalam uji ini, daya serap dinyatakan dalam dua cara yaitu waktu serap dan kapasitas serap. Daya
serap adalah kemampuan kain menyerap air, sedangkan waktu serap adalah waktu yang
diperlukan untuk pembasahan sempurna seluruh contoh uji yang dinyatakan dalam detik, basah
sempurna yang dimaksud adalah pada saat contoh uji tepat mulai tenggelam.
Pengujian daya serap sangat penting untuk dilakukan yaitu untuk mengendalikan mutu kain yang
khusus dibuat dengan daya serap besar. Kain yang membutuhkan daya serap besar adalah kain
handuk. Kualitas kain handuk ini ditentukan oleh kemampuannya dalam hal daya serap terhadap
air yang mungkin tergantung dari sifat serat atau konstruksi handuk tersebut.
III. PERCOBAAN :
III.1 ALAT dan BAHAN
Peralatan
1. Piala gelas 250 ml
2. Keranjang kawat t = 5 cm, Ф = 3 cm, berat 3 gram dan berlubang-lugbang.
3. Stop watch
4. Bejana dengan tinggi minimum 25 cm
Bahan dan Pereaksi
1. Kain contoh uji berukuran lebar 7,5 cm san panjang tertentu dengan arah panjang miring 450C
terhadap lusi dan pakan sehingga setiap contoh uji memiliki berat 5 gram dengan jumlah contoh
uji minimal 5 buah.
2. Air suling
III.2 JALANNYA PERCOBAAN
Uji keranjang untuk kain handuk.
*. Uji waktu serap dengan contoh uji lebar 7,5cm panjang tertentu sehingga beratnya 5 ± 0,1
gram. Lalu contoh uji dimasukkan kedalam keranjang kemudian keranjang dijatuhkan dengan
ketinggian 2,5 cm dari permukaan air.
*. Uji kapasitas serap dilakukan setelah mengetahui waktu serapnya maka membiarkan
keranjang tembaga contoh uji selama 10 detik. Mengambil contoh uji beserta keranjang tembaga
kedalam tembaga.
*. Menimbang contoh uji, keranjang tembaga dan piala tersebut.
III.3 DATA PENGAMATAN
*. Kain handuk (cara keranjang)
Pengujian
Waktu serap
Berat gelas
Berat kawat
Berat bahan
Berat awal
Berat akhir
Daya serap
I
> 90 detik
30,03 gram
3 gram
5 gram
38,03 g
63,11 g
510,6%
II
> 90 detik
30,03 gram
3 gram
5 gram
38,03 g
67,25 g
584,4%
Kapasitas serap = Sampel contoh
Sampel contoh
Pengujian
Sampel bahan kain handuk
Daya serap cara keranjang
IV. DISKUSI :
Pada uji daya serap air cara keranjang ini dilakukan pada kain handuk. Kain handuk yang baik
yaitu yang waktu serap airnya kurang dari 90 detik. Karena ketika kain handuk tersebut mudah
menyerap air maka akan lebih nyaman dipakai. Pada kain handuk ini kurang baik waktu
penyerapannya artinya kain ini agak sulit untuk menyerap air dengan cepat namun dapat
menyerap air sampai sekitar 500%. Pada konidisi ini, daya serap air dipengaruhi oleh sifat serat
pada kain handuk. Pada serat yang daerah amorf nya lebih banyak misalnya kapas, akan lebih
banyak dapat menyerap air. Berbeda dengan serat polyester yang lebih sedikit menyerap air.
Selain itu konstruksi kain pun berpengaruh. Pada kain tenun yang lebih rapat, daya serapnya
akan lebih sedikit dibandingkan dengan kain rajut yang kerapatannya lebih renggang.
Oleh karena itu pada uji daya serap ini dipengaruhi juga oleh jenis serat dan konstruksi pada kain
handuk tersebut.
V. KESIMPULAN :
Hasil tersebut memberikan penilaian bahwa kain handuk yang diberikan mempunyai kategori
cukup baik sebab dari spesifikasi persyaratan mutu untuk kain handuk harus memiliki kapasitas
serap 400% sampai 600% namun untuk kain handuk kurang baik karena waktu penyerapan
airnya lebih dari 90 detik.
Kain handuk:
Waktu serap = >90 detik
Kapasitas/daya serap = 510,6% dan 584,4%.
PENGUJIAN DAYA TOLAK AIR KAIN DENGAN UJI CURAH HUJAN
SNI 08-0278-1989
I. MAKSUD dan TUJUAN :
I. 1. Maksud
Menguji daya tolak air dengan uji curah hujan.
I.2. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal ketahanannya terhadap air melalui
curahan hujan.
II. TEORI DASAR :
Dalam hubungan antara air dan kain, banyak istilah yang kadang-kadang membingungkan,
misalnya istilah storm-proof dan shower-proof pada jas hujan. Oleh karena itu sebelum
dilakukan pengujian cara uji tahan air atau tolak air perlu dibicarakan mengenai beberapa istilah
dan definisi berikut ini:
*. Proses tahan hujan (shower-proof)
Ialah proses untuk memperlambat daya serap dan daya penetrasi air dengan sifat kainnya yang
tetap tembus udara dan umumnya dilakukan dengan pemulihan jenis serat dan konstruksi kain
tertentu.
Cara ini dimaksudkan untuk menentukan daya tolak air suatu kain. Cara ini terutama
dipergunakan untuk kain-kain yang mempunyai daya tolak air tetapi masih tembus udara.
Kain dipasang pada 4 buah tabung yang dipasang tepat di bawah curahan air hujan buatan. Air
hujan buatan disiramkan dari lubang-lubang penyiram air. Air yang menembus kain ditampung
dalam tabung dan jumlah air yang tertampung diukur, begitu pula air yang tertampung di atas
kain diukur jumlahnya.
Penyiraman air hujan dipasang sejarak 150 cm dari keempat tabung yang dipasang pada alas
yang berputar dengan kecepatan 5 putaran per menit. Pada saat kain yang dipasang pada tabung
diputar di bawah curahan air hujan buatan, alat penghapus yang berada di dalam tabung akan
menggosok kain bagian dalam untuk meniru gosokan mekanis yang ditimbulkan oleh pemakai
jas hujan dalam pemakaian yang sebetulnya. Gerakan menggosok kain ini akan membantu
penetrasi air ke dalam kain.
Air yang dipergunakan untuk pengujian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
# Suhu air tidak boleh kurang dari 25oC dan tidak lebih dari 29oC.
# PH air tidak boleh kurang dari 6,0 dan tidak lebih dari 8,0.
Kecepatan aliran air hujan tidak boleh dari 62 ml per menit per tabung dan tidak lebih dari 68 ml
per menit per tabung.
Sifat khusus dari kain yang dipakai untuk jas hujan, tutup mobil, atau tenda adalah kemampuan
kain tersebut untuk menolak air atau sebaliknya air tidak dapat menembus kain yang digunakan
untuk kantong air.
Air dapat menembus kain melalui tiga cara :
Oleh pembasahan kain, diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain
Oleh tekanan air yang menekannya melalui rongga-rongga pada kain
Oleh kombinasi kedua cara tersebut diatas
Jika kain dibuat sedemikian rapat hingga tidak ada rongga-rongga diantara benag-benag, kain
masih mundkin tembus air jika air dapat membasahi kain. Hal ini terjadi pada kain kanvas dari
kapas yang ditenun sangat rapat. Apabila kain tenun biasa dibuat dari serat yang diberi proses
kimia sehingga tidak dapat dibasahi oleh air maka air akan menggelincir dipermukaan kain tanpa
menembusnya, tetapi jika air terkumpul di permukaan kain dengan ketebalan tertentu atau air
menetesi kain dengan tekanan yang lebih kuat, air akan menembus kain melalui rongga-rongga
pada kain. Hal ini terjadi pada kain yang disebut tahan gerimis. Agar kain benar-benar tidak
ditembus air, kain harus dilapisi dengan pelapis yang tidak tembus air, misalnya untuk jas hujan,
kain dilapisi karet, atau untuk terpal dilapisi sejenis ter. Kain yang diberi pelapis juga bersifat
tidak tembus udara, sehingga tidak nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperlukan sifat tahan
air cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air.
III. PERCOBAAN :
III.1 ALAT dan BAHAN
Peralatan
1. Alat uji daya tolak air kain jenis bundesman
2. Alat pemeras pusingan
3. Stop watch
4. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
Persiapan hujan buatan
1. 250C < suhu air < 290C
2. 6,0 < pH air < 8,0
3. Kecepatan aliran air hujan antara 62-68 ml/menit tiap tabung
III.2 JALANNYA PERCOBAAN
Contoh uji yang telah dikondisikan dalam ruang standard an telah dtimbang kemudian
dipasangkan pada alat dan disiam dengan air pada ketoinggian dan kondisi tertentu setelah
selesai dihitung perembesan dan penyerapannya.
III.3 DATA PENGAMATAN
Pengujian Ketahanan Hujan
Curah air : 62-68 cc/ menit
Waktu uji : 10 menit
Waktu pemerasan : 15 detik
Berat awal : 4,08 gram
Berat akhir : 7,31 gram
Penyerapan =
=
= 79,17%
Kapasitas perembesan = 0,00 cc
Tidak ada air pada tabung.
Sampel contoh
Pengujian
Sampel bahan kain
Uji tolak air Bundesman
IV. DISKUSI :
Kain daya tolak air dengan proses tahan hujan untuk memperlambat daya serap dan daya
penetrasi terhadap air. Kain uji masih tetap tembus udara. Biasanya dengan pemilihan jenis serat
dan konstruksi kain tertentu, kain dapat dibuat sifat anti hujan sesuai yang diinginkan. Prinsip
pengujiannya yaitu menyiram kain dengan air bertekanan tertentu. Pada uji kali ini digunakan
curah 62-68 cc/menit, dengan waktu 10 menit. Kondisi pengujian dapat dilakukan berdasarkan
standar yang kita pakai karena setiap standar berbeda.
Setelah pengujian dilakukan evaluasi yaitu dilihat penyerapan air oleh contoh uji yang
didapatkan sebesar 79,19. Hal ini menunjukkan banyaknya air yang tertinggal pada kain banyak
dan sangat baik dalam hal penyerapannya. Dan tidak terjadi perembesan artinya daya tolak
airnya sangat tinggi.
V. KESIMPULAN :
Kain yang di uji mempunyai :
Daya Penyerapan air = 79,17% artinya kapasitas penyerapannya tinggi dan baik.
Kapasitas perembesan = 0,00 cc artinya daya tolak air tinggi.
PENGUJIAN KETAHANAN API BAHAN TEKSTIL CARA VERTIKAL
SNI 08-1512-1989
I. MAKSUD dan TUJUAN :
I. 1. Maksud
Menguji ketahanan api pada bahan tekstil.
I. 2. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kain perihal kemampuan kain untuk menahan
atau tidak meneruskan nyala api bila dikenakan pada salah satu ujungnya selama waktu tertentu
dengan cara vertical.
II. TEORI DASAR :
Factor yang berpengaruh pada sifat nyala api atau tahan api adalah jenis serat dan berat kain.
Struktur benang dan struktur kain seperti kain tenun, kain rajut, dan sebagainya tidak
berpengaruh pada sifat nyala api dan tahan api. Sifat nyala api sebagian ditentukan oleh jenis
serat yang digunakan. Serat selulosa, linen, dan rayon mudah sekali meneruskan pembakaran.
Kain wol biasanya sulit menyala, nylon dan polyester mengkerut dari nyala api dan sulit
menyala, tetapi penyempurnaan yang membuat kain kaku memungkinkan nylon dan polyester
mudah nyala.
Pada kain-kain yang meneruskan nyala api, sifat tahan apinya bergantung pada berat kain dan
kandungan seratnya. Untuk kain dengan serat sama, makin berat kainnya, makin tahan api.
Dalam keadaan nyata, banyak factor yang berpengaruh pada sifat tahan api dan terdapat
beberapa cara ui tahan api. Untuk pakaian, pengujian yang banyak digunakan adalah uji sifat
nyala api tekstil pakaian (cara 450) dan uji tahan api (cara vertical).
Prinsip uji sifat tahan api (cara vertical) adalah membakar kain yang dijepit rangka dan
diletakkan vertical selama waktu tertentu. Diukur waktu dari saat api diambil sampai nyala
padam, waktu dari saat nyala padam sampai bara padam dan panjang sobekan pada contoh uji
karena sobekan dengan gaya tertentu.
Untuk mencegah tejadinya kebakaran, maka perlu digunakan kain yang memiliki sifat ketahanan
terhadap nyala api yang baik.
Beberapa istilah yang berhubungan dengan tahan nyala api antara lain :
*. Mudah terbakar (flammable), untuk kain yang meneruskan nyala api dengan cepat dan apabila
dijauhkan dari api kain akan terus terbakar.
*. Anti nyala api (flame-proof), untuk kain yang tahan nyala api dan tidak meneruskan nyala api,
misalnya nyala api pada kain akan segera redam begitu api dijauhkan dari kain.
*. Tahan nyala api (flame-resistance), adalah nilai yang diperoleh pada uji kain yang dinyatakan
sebagai waktu (detik) yang diperlukan untuk meneruskan nyala api sepanjang 100 inci kain
kearah vertikal.
*. Bahan asli anti nyala api (inherently flame proof), adalah bahan yang bersifat tahan nyala api
meskipun tidak diberi proses penyempurnaan anti nyala api.
*. Bahan anti nyala api permanen (durably flame proof material) adalah kain yang tetap tahan
nyala api setelah proses pencucian yang berulang-ulang.
*. Bahan anti nyala api sementara (temporally flame proof material), adalah kain yang setelah
proses pencucian berulang akan kehilangan sifat tahan nyala api.
Pengaruh konstruksi kain terhadap nyala api adalah sebagai berikut :
– Komposisi serat pada kain
Sifat anti nyala api sangat dipengaruhi oleh jenis seratnya. Serat-serat selulosa seperti kapas, flax
dan rayon mempunyai sifat tahan nyala api yang rendah, sedangkan wol biasanya sulit tebakar.
Bahan nilon dan poliester adalah serat termoplastik yang mengkeret dari nyala api dan cenderung
untuk tidak terbakar, meskipun karena proses penganjian atau pencelupan dengan zat warna
tertentu dapat menyebabkan kain nilon dan poliester mudah terbakar.
– Jenis benang
Konstruksi benang tidak berpengaruh terhadap sifat anti nyala api pada bahan
– Struktur kain
Sifat anti nyala api pada kain tidak tergantung pada konstruksi misalnya kain tenun, kain rajut,
kain renda, kain felt, dan sebagainya.
– Berat kain
Berat kain berpengaruh langsung terhadap sifat anti nyala api untuk jenis serat apapun, makin
berat sifat nyala apinya makin baik. Untuk kain tahan terhadap nyala api diuji dengan jalur
vertikal (vertical strip test) sedangkan untuk kain yang tidak tahan nyala api diuji dengan cara uji
miring (the 45o test). Untuk menguji apakah sifat tahan nyala api permanen atau tidak, perlu
diterangkan apakah pengujian dilakukan sebelum proses pencucian atau proses cuci kering (dry
cleaning) atau sesudahnya
III. PERCOBAAN :
III.1 ALAT dan BAHAN
Peralatan
1. Alat uji tahan api vertikal
2. Pmbakar Bunsen tinggi sekitar 150 mm dengan diameter lubang 9,5 mm
3. Stop watch
4. Mistar
5. Pemegang contoh uji
6. Pemberat sesuai berat kain contoh uji.
Bahan dan Pereaksi
1. Kain contoh uji berukuan 30 x 7 cm sebanyak 5 buah masing-masing arah lusi dan pakan.
III.2 JALANNYA PERCOBAAN
Ketahanan Terhadap Api
*. Menyiapkan contoh uji masing-masing 2 buah untuk arah pakan dan arah lusi dengan ukuran 7
x 32 cm diberi tanda pada permukaan yang berlawanan dengan permukaan yang akan diuji.
*. Contoh uji dikondisikan ( oven 100oC, 1jam ) lalu dalam eksikator selama 15 menit.
*. Contoh uji diletakkan vertical pada pemegang contoh ujung bawah abagian tengah tepat diatas
nyala api ( panjang nyala api 3,8 cm bagian yang terbakar 1,9 cm ).
*. Tutup kaca alat, lalu bakar selama 12 detik.
*. Evaluasi dilakukan dengan mencatat waktu sampai api tepat hilang dari kain, catat waktu bara,
ujung panjang arang dari yang terbakar sampai ujung sobekan.
III.3 DATA PENGAMATAN
Pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian
Bahan
Gray scale
Staining scale
Kapas
Polyester
Sampel contoh
Pengujian
Sampel bahan kain tenun
Uji tahan api
IV. DISKUSI :
Pada kain yang diuji merupakan termasuk kategori mudah terbakar (flammable) karena kain
yang meneruskan nyala api dengan cepat dan apabila dijauhkan dari api kain akan terus terbakar.
Pada arah lusi kain meneruskan nyala api walaupun sudah dijauhkan dari api. Pada arah lusi 5
detik kemudian ada bara 18 detik segera setelah api hilang. Hal ini menunjukkan bahwa kain ini
tahan apinya kurang baik. Begitupun pada daerah pakan. Nyala api lebih lama yaitu 15 detik
dengan nyala api 9 detik.
Hal yang mempengaruhi suatu kain tahan api yaitu dari jenis seratnya. Apabila serat mudah
terbakar, maka kain pun mudah terbakar seperti kapas. Sedangkan polyester tidak mudah
terbakar dan meneruskan pembakaran. Selain itu berat kain mempengaruhi tahan api. Semakin
berat suatu kain maka tahan apinya semakin baik.
V. KESIMPULAN :
Hasil evaluasi ketahanan nyala api memberikan :
Arah lusi
Waktu nyala api = 5 detik
Waktu bara api = 18,3 detik
Panjang arang = 0 cm
Arah pakan
Waktu nyala api = 15,3 detik
Waktu bara api = 9,7 detik
Panjang arang = 0 cm
Dengan cepatnya kain terbakar dan juga sifatnya yang meneruskan pembakaran, menunjukkan
bahwa kain tenun tersebut memiliki ketahanan api yang kurang baik.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Moerdoko, Wibowo, S.Teks, dkk, Evaluasi tekstil bagian kimia, Institut Teknologi Tekstil, 1975.
Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian, SII No.0115-75, Departemen Perindustrian,
1975.
Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat, SII No. 0117-75, Departemen Perindustrian,
1975.
Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan, SII No. 0118-75, Departemen Perindustrian,
1975.
Cara Uji Perubahan Dimensi Dalam Pencucian Kain Tenun dan Rajut Kecuali Wol., SII No.
0123-75, Departemen Perindustrian, 1975.
Cara Uji Tahan Api Pada Bahan Tekstil, SII No. 2055-87, Departemen Perindustrian, 1975.
Cara Uji Tahan Air (Uji Siram), SII No. 0124- 75, Departemen Perindustrian Perindustrian,
1975.