67
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT MACET SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI (PNPM-M) PERDESAAN (Penelitian Di Desa Masat,Kecamatan Pino, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu) Logo Disusun oleh:

Skripsi sosiology belum valid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Skripsi sosiology belum valid

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN

KREDIT MACET SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN

(SPP) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MANDIRI (PNPM-M) PERDESAAN

(Penelitian Di Desa Masat,Kecamatan Pino, Kabupaten Bengkulu Selatan,

Provinsi Bengkulu)

Logo

Disusun oleh:

Page 2: Skripsi sosiology belum valid

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

(PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM Perdesaan) merupakan salah satu

mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM

Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan

perluasan kesempatan kerja di wilayah tingkat pedesaan. Tujuan utama

program ini adalah untuk membantu mensejahterakan masyarakat di tingkat

pedesaan dengan memandirikan anggotanya (Tim Penyusun Pedoman Umum

PNPM Mandiri:2007). Program PNPM ini terdiri dari tiga program pokok

yang sudah ajeg disusun oleh pemerintah pusat, yaitu pembangunan ekonomi,

sosial, dan lingkungan.

Pembiayaan program ini berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD), serta dana hibah dari sejumlah lembaga pemberi bantuan.

Mekanisme berjalannya program ini sepenuhnya mengadopsi mekanisme dan

prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan

sejak tahun 1998. PNPM Mandiri sendiri diresmikan oleh Presiden RI pada

tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Program ini dalam pelaksanaannya memusatkan kegiatan bagi

masyarakat paling miskin di wilayah pedesaan. Program ini menyediakan

fasilitasi pemberdayaan masyarakat/ kelembagaan lokal, pendampingan,

pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) kepada

masyarakat secara langsung. Dalam pelaksanaan programnya seluruh anggota

masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif,

mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dan pengelolaan dana

sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, hingga pelaksanaan kegiatan

Page 3: Skripsi sosiology belum valid

dan pelestariannya.(Tim Penyusun Pedoman Umum PNPM Mandiri:2007)

Program ini sangat strategi karena menyiapkan landasan kemandirian

masyarakat berupa “lembaga kepimpinan masyarakat” yang representatif,

mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (sosial capital)

masyarakat di masa mendatang, serta menyiapkan “program masyarakat

jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan” yang menjadi pengikat

dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli

setempat.

Lembaga kepemimpinan masyarakat tersebut, disebut juga Badan atau

Lembaga Keswadayaan Masyarakat (disingkat BKM/ LKM) dibentuk melalui

kesadaran kritis masyarakat untuk menggali kembali nilai – nilai luhur

kemanusiaan dan nilai – nilai kemasyarakatan sebagai pondasi modal sosial

kehidupan masyarakat. BKM/ LKM ini diharapkan mampu menjadi wadah

perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka,

sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang

dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, mulai dari

proses penentuan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program,

pelaksanaan program hingga pemanfaatan dan pemeliharaan.

Dengan adanya open menu tentang penyuluhan PNPM Pedesaan ini

membuat antusiasnya seluiruh warga untuk berperan aktip dalam

penanggulan kemiskinan, hal ini ditunjukan dengan perkembangan PNPM

Pedesaan sudah cukup baik dan berjalan lancar, hal itu bisa kita lihatkan

pada data statistik PNPM Pedesaan Tahun 2012. Dari data tersebut bisa kita

lihat adanya tingkat kerangka pikiran masyarat dalam mengelolah dana yang

diperuntuhkan untuk perbaikan ekonomi masyarakt. Masyarakat mulai sadar

dan beralih untuk peminjaman dana ke PNPM Pedesaan khususnya SPP

PNPM Pedesaan.

Simpan Pinjam Perempuan (SPP-PNPM) merupakan kegiatan yang

dilakukan oleh kaum perempuan dengan aktivitas pengelolaan dana simpanan

dan pengelolaan dana pinjaman. Secara umum alokasi dana untuk kegiatan ini

maksimal 25 persen dari dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) di

Page 4: Skripsi sosiology belum valid

kecamatan. Dengan adanya SPP-PNPM ini sangat membantu sekali

masyrakat untuk meningkatkan perekonomiannya, hal ini dapat saya

lampirkan pada SPP-PNPM Desa Kelurahan Masat, Kecamtan Pino

Kabupaten Bengkulu Selatan. Dimana data menunjukan adanya peningkatan

peminjaman dana kepada masyarakat dan wawancara kepada beberapa

masyarakat Desa Kelurahan Massat, Kecamatan Pino tentang SPP-PNPM

Pedesaan antara lain:

SPP-PNPM sangat membatu sekali bagi kami warga kurang mampu soalnya kami bisa mengembangkan usaha kami dengan pengembalian dana yang bunganya relatief rendah (Wawancara, Ibu, 45, Desa Kelurahan Massat, 21 April 2013)

“PNPM juga menyediakan dana sosial yang bisa digunakan untuk keperluan-keperluan yang dianggap penting, misalnya, jika ada anggota keluarga yang sakit, yang diambilkan dari dana SPP. (Wawancara, laki-laki, 46, Desa Kelurahan Massat, 21 April 2013)”

Selain itu, SPP dianggap dapat memberikan kontribusi untuk

mengembangkan usaha warga yang sudah ada dan, dalam beberapa kasus,

SPP juga bisa menstimulasi warga untuk menciptakan usaha baru. Seorang

informan mengatakan, ”Seperti saya sekarang. Modal dari PNPM. Saya buka

usaha dan berkembang” (FGD Perempuan Menengah, 26, Kecamtan Pino

raya, 6 Juni 2013), sementara seorang informan lainnya berkata,

”Pembangunan jalan membantu karena bisa memperlancar jalan dan SPP

membuat perempuan seperti raja” (FGD Laki-Laki Menengah, 40,

Kecamatan Pino, 14 Mei 2013).

Dari data diatas SPP-PNPM Kecamatan Pino terdapat peningkatan

peminjaman dana seperti halnya yang disampaikan beberapa warga Desa

Kelurahan Masat, sedangkan pada data pengembalian dana SPP-PNPM

terdapat Kemacetan dalam proses pengembalian dana yaitu adanya debitur

yang terlambat membayar kredit sampai tanggal jatuh tempo.

Adapun data yang penulis peroleh dari pihak SPP-PNPM

Kecamtan Pino adalah sebagai berikut :

Page 5: Skripsi sosiology belum valid

1.1 Tabel Kredit Macet SPP-PNPM Pedesaan Desa Kelurahan Massat

Tahun Σ KreditDisalurkan

Σ Kredit macet

Prosentase

2010 Rp

1.288.448.50

0

Rp

98.779.675

7,66 %

2011 Rp

2.163.828.93

1

Rp

131.895.86

66,25 %

2012 Rp

2.447.220.80

4

Rp

123.815.90

35,06 %

Sumber : PNPM Pedesaan Kelurahan Masat Kec. Pino.

Data tersebut diatas menunjukkan bahwa kredit macet

pada tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami penurunan

sebesar 1,41 % dan pada akhir Okober 2012 nilai kredit

macet juga mengalami penurunan sebesar 1,19 %.

Selain itu, ditemukan pula usaha-usaha untuk menyiasati aturan

program agar warga bisa mendapatkan manfaat secara lebih mudah. Di antara

beberapa gejala yang ditemukan adalah adanya pembuatan kelompok-

kelompok usaha secara instan untuk memenuhi syarat mengajukan SPP. Ada

juga kasus di mana nama orang miskin dicatut oleh warga lebih mampu agar

warga tersebut bisa menjadi penerima SPP. Namun, pencatutan nama ini

dianggap sesuatu yang legal, sebuah jalan keluar bagi persoalan susahnya

menyalurkan dana SPP sesuai dengan peraturan program.

Berdasarkan data yang yang diperoleh maka penulis ingin

menganalisis karakter anggota, kondisi ekonomi anggota dan sistem

pengendalian kredit terhadap penyebab kredit macet pada SPP-PNPM

Kecamatan Pino. Hal ini karena sisi anggota, sisi eksternal, dan karakter

anggota, kondisi ekonomi anggota dan sistem pengendalian kredit merupakan

Page 6: Skripsi sosiology belum valid

faktor yang mempengaruhi dan mendasari anggota SPP-PNPM yang ingin

mengajukan kredit atau melakukan peminjaman di SPP-PNPM. Sehingga

dengan terpenuhinya faktor-faktor di atas maka pihak SPP-PNPM dapat

mengatasi atau meminimalisir kemungkinan terjadinya kredit macet. Kondisi

tersebut menarik perhatian penulis untuk meneliti tentang

“Faktor - faktor yang Mempengaruhi Resiko Kredit Macet pada SPP-

PNPM Pedesaan Desa Masat Kecamatan Pino”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan

masalahnya adalah :

“Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kredit macet pada

SPP-PNPM Pedesaan Desa Masat Kecamatan Pino ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

resiko kredit macet pada SPP-PNPM Pedesaan Desa Masat Kecamatan Pino

1.4 Manfaat Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat berguna bagi berbagai lapisan dan pihak-pihak

terkait, yaitu:

a. Secara Praktis

Sebagai bahan referensi bagi manajemen SPP-PNPM Kecamatan Pino

dalam hal kebijakan dalam pemberian kredit kepada anggota guna

meminimalkan resiko kredit macet.

b. Secara Teoritis

Dapat menambah referensi sehingga dapat memberikan informasi dan

menambah pengetahuan tentang teori yang ada dalam ilmu

pengetahuan dengan kenyataan yang ada dilapangan

Page 7: Skripsi sosiology belum valid

1.5 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Masat Kecamatan Pino

Kabupaten Bengkulu Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan Kecamatan merupakan salah satu

kecamatan yang Unit Pelaksana Kegiatannya (UPK) terbaik se-Kabupaten

Bengkulu Selatan. Kelurahan ini dipilih menjadi lokasi penelitian karena

Kelurahan ini merupakan Kelurahan yang mendapatkan program PNPM

Mandiri Perdesaan dan program SPP-nya juga berjalan dengan baik tetapi

memiliki kemacetan dalam proses pengambalian kredit SPPnya.

Page 8: Skripsi sosiology belum valid

BAB 11

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

1.1 Simpan Pinjam Perempuam (SPP)

Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional Pengolaan dana PNPM-MP

(2008:1) Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu bentuk

kegiatan dari program PPK/PNPM-Mandiri Pedesaan yang dikhususkan

untuk perempuan.

Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) adalah

kegiatan yang dilakukan oleh kaum pe

rempuan dengan aktivitas pengelolaan dana simpanan dan

pengelolaan dana pinjaman. Secara umum alokasi dana untuk kegiatan ini

maksimal 25 persen dari dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) di

kecamatan.

Kelancaran pengembalian atau peningkatan persentase pengembalian

pinjaman sebelumnya harus dipertimbangkan dalam mengalokasikan dana

simpan pinjam bagi kelompok perempuan ini. Secara umum tujuan dari

kegiatan SPP ini adalah untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan

pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro,

pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan

kegiatan kaum perempuan.

Sementara itu, tujuan khusus dari kegiatan SPP ini adalah

mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha ataupun sosial

dasar, memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi

Page 9: Skripsi sosiology belum valid

rumah tangga melalui pendanaan peluang usaha, dan mendorong penguatan

kelembagaan simpan pinjam oleh kaum perempuan.

Sasaran dari kegiatan SPP ini adalah masyarakat miskin produktif

yang memerlukan pendanaan kegiatan usaha ataupun kebutuhan sosial dasar

melalui kelompok simpan pinjam untuk kelompok perempuan yang sudah

ada di masyarakat. Selain itu, bentuk kegiatan SPP adalah memberikan dana

pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok perempuan yang

mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman.

Dalam kegiatan ini, kelompok yang berhak menerima dana SPP

adalah kelompok : a) beranggotakan perempuan yang mempunyai ikatan

pemersatu dan saling mengenal minimal satu tahun, b) mempunyai kegiatan

simpan pinjam dengan aturan pengelolaan dana simpanan dan dana pinjaman

yang telah disepakati, c) telah mempunyai modal dan simpanan dari anggota

sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan, d) kegiatan pinjaman masih

berlangsung dengan baik, e) mempunyai organisasi kelompok dan

administrasi secara sederhana.

Dalam hal pengembalian dana, dana tersebut hanya boleh digunakan

untuk kegiatan SPP, baik oleh kelompok lama, maupun kelompok baru,

sesuai ketentuan pengelolaan dana bergulir. Pelaksanaan kegiatan SPP ini

harus melewati beberapa alur tahapan. Tahap pertama yaitu tahap

perencanaan. Tahap ini dimulai dengan sosialisasi kepada masyarakat tentang

ruang lingkup kegiatan SPP, persyaratan kelompok, dan kelayakan kelompok.

Kemudian dilanjutkan dengan penggalian gagasan untuk mengidentifikasi

kebutuhan masyarakat dan kelompok simpan pinjam dalam setiap dusun yang

layak untuk mengajukan usulan ke UPK. Hasil dari penggalian gagasan

tersebut, kemudian dibawa ke Musyawarah Khusus Perempuan (MKP).

Fungsi dari MKP adalah memutuskan dan mengusulkan kelompok

yang dianggap memenuhi persyaratan sebagai usulan desa dan

dikompetisikan dalam MAD. Setelah diputuskan kelompok yang berhak ikut

kegiatan SPP, maka dilanjutkan dengan penulisan usulan yang berisi

gambaran umum kelompok, serta rencana usaha yang dijalankan dalam satu

Page 10: Skripsi sosiology belum valid

tahun yang akan datang. Terakhir, verifikasi usulan yang dilakukan oleh tim

verifikasi usulan. Tahap kedua, merupakan tahap pelaksanaan kegiatan.

Tahap ini berupa penyaluran dana kepada kelompok SPP. Masing-masing

anggota kelompok, harus wajib datang sendiri untuk mengambil dana, dan

tidak boleh diwakilkan, bahkan oleh pihak keluarga sekalipun. Jika

berhalangan hadir, maka dari UPK sendiri yang akan mengantarkan ke rumah

yang bersangkutan. Tahap ketiga yaitu tahap pelestarian kegiatan, dimana

dana kegiatan SPP harus bertambah jumlahnya untuk penyediaan kebutuhan

pendanaan masyarakat miskin, serta pengembangan usaha terutama layanan

kepada masyarakat dan permodalan.

1.2 Pembentukan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (Kelompok

SPP)

Kelompok merupakan kesatuan dari dua individu atau lebih individu

yang mengalami interaksi psikologis satu sama lain (Anderson dan Parker

dalam Fatrida,2010). Sedangkan menurut Iwan (2005) Kelompok adalah

kumpulan individu yang saling berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama.

Berdasarkan pengertian diatas, diselaraskan dengan penjelasan Simpan

Pinjam Perempuan maka dapat disimpilkan bahwa kelompok Simpan Pinjam

Perempuan (Kelompok SPP) merupakan kumpulan dari beberapa perempuan

yang saling berinteraksi dan melakukan pengelolaan dana yang dimanfaatkan

untuk mendanai kegiataan atau usaha guna memperoleh penghasilan

ekonomi.

Terbentuknya kelompok bukan tanpa alasan, karena sebagaimana yang

dikemukan oleh Rudi (2008), bahwa dasar terbentuknya kelompok karena

merupakan suatu kebutuhan manusia untuk mempunyai dan digolongkan

pada suatu kelompok, tempat manusia berlindung dan merasa aman. Pendapat

serupa juga dikemukan oleh Iwan (2005) bahwa pembentukan kelompok

diawali dengan adanya perasaan atau persepsi yang sama dalam memenuhi

kebutuhan. Setelah itu akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga

Page 11: Skripsi sosiology belum valid

ditentukan tujuan yang sama dan akhirnya interaksi yang terjadi akan

membentuk sebuah kelompok.

Kelompok terbentuk setelah melalui beberapa tahapan yang harus

dilewati. Pembentukan kelompok diawali dengan melakukan sosialisasi

program di wilayah sasaran, untuk memudahkan proses sosialisasi diadakan

pertemuan informal dengan aparat dan pemuka masyarakat, bahkan hubungan

kerja sama, penentuan keanggotaan kelompok yang ditentukan sendiri

berdasarkan hasil pemetaan, diakhiri dengan terbentuknya kelompok dan

pemberian nama (PIDRA, 2006).

Kelompok SPP yang terbentuk sama halnya dengan sebuah sistem,

dimana setiap elemen yang ada didalamnya saling terkait. Jika salah satu

elemen tidak bekerja dengan baik maka akan berpengaruh terhadap elemen

yang lain dan mengganggu jalannya sistem. Kelompok untuk dapat

memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya serta dapat survive menurut

Parson (dalam Ritzer, 2007:121) ada 4 fungsi yang harus dimiliki kelompok

sebagai berikut:

1. Adaptation (adaptasi), sistem harus menyesuaikan diri dengan

lingkungan dengan kebutuhannya. Setiap individu terbuka untuk

memberi dan menerima informasi baru. Setiap kelompok selalu

terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan dinamika

kelompok tersebut. Setiap anggota memiliki kelenturan untuk

menerima ide, pandangan, norma dan kepercayaan anggota lain

tanpa merasa integritasnya terganggu,

2. Goaal Attaiment (pencapaian Tujuan), sebuah sistem harus

mendefinisikan dan mencapai tujauan utamanya. Setiap anggota

harus mampu menunda kepuasan dan melepas ikatan dalam

rangka mencapai tujuan bersama, membina dan memperluas pola,

serta terlibat secara emosional untuk mengungkapkan

pengalaman, penegetahuan dan kemampuannya.

3. Integration (integrasi), sebuah sistem harus mengatur antara

hubungan bagian-bagian yang menjadi komponen-komponennya.

Page 12: Skripsi sosiology belum valid

Sistem juga harus mengelola antara hubungan ketiga fungsi

lainnya (A,G,L),

4. Latency (latensi atau pemeliharaan pola), sebuah sistem harus

memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi

individual, maupun pola-pola yang meciptakan dan menopang

motivasi.

4.1 Pengertian Kredit

Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak

lain yang akan dikembalikan lagi pada suatu masa disertai dengan suatu

kriteria prestasi, berupa bunga. Dengan kata lain, uang atau barang yang

diterima sekarang akan dikembalikan pada masa yang akan datang.

Pihak yang terkait dalam hal kredit ada dua macam, yaitu pihak

pemberi kredit (kreditor) dan pihak penerima kredit (debitur) (Mardiyatmo,

2008:93). Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Bab I Pasal I

dalam Dita Widihartanti (2007:18) menyebutkan tentang definisi kredit

sebagai berikut:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Menurut Teguh Pudjo (2007:9) “pengertian kredit itu sendiri

mempunyai dimensi yang aneka ragam, dimulai dar arti kata “Kredit” yang

berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti “kepercayaan” atau dalam

bahasa latin “Creditum” yang berarti “kepercayaan akan kebenaran” dalam

praktik sehari-hari pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas lagi

antara lain:

1. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian

atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji

Page 13: Skripsi sosiology belum valid

pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka

waktu yang disepakati.

2. Sedangkan untuk kegiatan perbankan Indonesia, pengertian kredit

telah dirumuskan dalam Bab I, pasal 1 ayat 12 Undang-undang

No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang dirumuskan sebagai

berikut “ kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain

yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau

pembagian hasil keuntungan”. Pemberian suatu fasilitas kredit

mempunyai tujuan tertentu.

Menurut Kasmir (2008:100) tujuan utama pemberian kredit antara lain:

1. Mencari keuntungan, yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari

pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk

bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya

administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

2. Membantu usaha nasabah, bertujuan untuk membantu nasabah

yang memerlukan dana, baik dana investasi maupunmaka akan

dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu, kredit

perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan

peredaran uang kartal, sehingga arus lalu-lintas uang akan

berkembang pula.

3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang

dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproses bahan

baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut

menjadi meningkat. Di samping itu, kredit dapat pula

meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara

kredit maupun dengan membeli barang-barang dari satu tempat ke

tempat lain. Pembelian tersebut uangnya berasal dari kredit. Hal

Page 14: Skripsi sosiology belum valid

ini juga berarti bahwa kredit dapat meningkatkan manfaat status

barang.

4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi. Dalam keadaan

ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-

usaha antara lain:

a) Pengendalian inflasi

b) Peningkatan ekspor, dan

c) Pemenuhan kebutuhan pokok-rakyat

Untuk menekankan laju inflasi pada tahun 1996, yang lebih

kurang berkisar 60%, pemerintah melaksanakan kebijakan uang

ketat (high money policy) melalui pemberian kredit yang selektif

dan terarah, terutama pada sektor-sektor yang produktif guna

meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri

agar dapat diekspor.

5. 5) Kredit dapat meningkatkan kegairahan usaha Setiap orang

yang berusaha selalu ingin meningkatkan usahanya tersebut,

namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan di bidang

permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat

mengatasi kekuranganmampuan para pengusaha di bidang

pemodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat

meningkatkan usahanya.

6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan Dengan

bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas

usahanya dan mendirikan proyek proyek baru. Peningkatan usaha

dan pendirian proyek baru akan membutuhkan tenaga kerja untuk

melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian merekan

akan memperoleh pendapatan, sehingga pemerataan pendapat

akan meningkat pula.

7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional

Bank-bank besar luar negeri yang mempunyai jaringan usaha,

dapt memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara

Page 15: Skripsi sosiology belum valid

langsung maupun tidak langsung kepada peruahaan-perusahaan di

dalam negeri. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat

mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan

tetapi juga meningkatkan hubungan internasional.

4.2 Unsur-unsur Kredit

Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas

kepercayaan, sehingga pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan.

Ini berarti bahwa suatu lembaga kredit baru akan memberikan kredit kalau ia

betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan mengembalikan pinjaman

yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telash

disetujui oleh kedua belah pihak. Tanpa keyakinan tersebut, suatu lembaga

kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya

(Suyatno, 1999: 14). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur yang

terdapat dalam kredit adalah:

1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari sisi pemberi kredit bahwa prestasi

yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan

benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa

yang akan datang.

2. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi

dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan

datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai guna dari

uang yaitu uang yang sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang

akan diterima pada masa yang akan datang.

3. Degree of Risk, yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai

akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian

prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima dikemudian hari

Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya,

karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu,

maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat

diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko,

Page 16: Skripsi sosiology belum valid

dengan adanya unsur risiko inilah maka timbul jaminan dalam

pemberian kredit.

4. Prestasi, yaitu suatu objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk

uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun karena

kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang. Maka

transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita

jumpai dalam praktik perkreditan.

4.3 Fungsi Kredit

Thomas Suyanto (2003:16-17) dalam Darwati mengatakan Fungsi kredit

perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain

sebagai berikut:

1. Kredit pada hakekatnya dapat meningkatkan daya guna uang;

2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalulintas uang;

3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang;

4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi;

5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan usaha;

6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan;

7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.

4.4 A. Pengertian Umum Kredit

Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan

uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak

lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Page 17: Skripsi sosiology belum valid

Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit,

masih merupakan kontribusi terbesar pada pendapatan bank secara

keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan bank-bank di

dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total

aset perbankan Indonesia adalah berupa kredit yang disalurkan baik kepada

sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di lain

pihak, penyaluran kredit mengandung resiko bisnis terbesar dalam dunia

perbankan. Oleh karena itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang

sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.

Dalam tulisan ini kami akan menguraikan secara ringkas tentang kredit

bermasalah, khususnya kredit macet, mulai dari pengertian, indikasi kredit

macet, bagaimana mengantisipasi sampai pada cara-cara penanganan dan

penyelesaiannya.

B. Pengertian Kredit Macet

Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI

1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan

kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga,

yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet

inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu

kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan

usaha bank.

Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan

pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena

kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat, 1993, hal: 220).

Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana: (Sutojo,

1997, hal: 331)

Page 18: Skripsi sosiology belum valid

Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan

kredit diragukan; atau

Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu

21 bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi

pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit; atau

Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah

diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara

(BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan

asuransi kredit.

Sejak krisis keuangan yang berlanjut dengan krisis ekonomi yang

melanda Indonesia sejak tahun 1997, penyelesaian kredit macet bank-bank di

Indonesia ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Berkaitan dengan kasus kredit macet di Indonesia Menko Ekuin, Kwik

Kian Gie mengatakan bahwa sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai Rp

600 trilyun (InfoBank, Edisi Nomor 245, Januari 2000, hal:14). Menurut

hemat kami hal ini tampaknya lebih disebabkan karena faktor kesengajaan.

Betapa tidak, sebagian besar dana kredit yang dimiliki bank disalurkan

kepada debitur kelompok usahanya sendiri, yang disebut perusahaan

terafiliasi. Dimana dalam penyalurannya kurang atau mungkin tidak

didasarkan pada studi kelayakan (feasibility study), dan bahkan besarnya

kredit yang mereka ajukan jumlahnya telah di ‘mark up’ terlebih dahulu.

Sebagai contoh adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Bank

Umum Nasional (BUN), yang masing-masing secara berurutan menyalurkan

90,7% dan 78,4% (Kwik Kian Gie, 1999, hal: 124) untuk kepentingan

kelompok usahanya sendiri.

C. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Kredit

Bermasalah/Macet

Page 19: Skripsi sosiology belum valid

Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada

dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses.

Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank)

maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak

kreditur adalah:

1. Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah

digariskan;

2. Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada

patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang

diajukan;

3. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha

yang beresiko tinggi;

4. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang

berpengalaman;

5. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para

eksekutif dan staf bagian kredit;

6. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank;

7. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya

kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas

(cash flow) debitur lama;Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa

menerima debitur yang kurang bermutu. (Sutojo, 1999, hal: 216)

Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena

kesalahan pihak debitur antara lain:

Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan

merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka

beroperasi;

Page 20: Skripsi sosiology belum valid

Untuk jelasnya Supramono (1995) mendefiniskan kredit macet adalah

suatukeadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit

bank tepat pada waktunya.

Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet

yang berasal dari nasabah diantaranya:

1. Nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya

Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan tujuan

pemakaiannya, sehingga nasabah harus mengguanakan kredit sesuai dengan

tujuannya. Pemakaian kredit yang menyimpang misalnya kredit untuk

pengangkutan dipergunakan untuk pertanian, akan mengakibatkan usaha

nasabah gagal karena ada unsur spekulatif.

Sebagai salah satu contoh yaitu seorang calon debitur yang bergerak

dalam bidang pembangunan dan penjualan rumah ruko (property),

mengadakan penjualan ruko dengan pura-pura (fiktif) atau jual beli yang

direkayasa dengan modus bekerja sama dengan seorang pihak lain yang

bertindak seolah-olah sebagai pembeli. Oleh pembeli ini memohon fasilitas

kredit pemilikan rumah (ruko) pada bank dan pihak bank menyetujui

pemohonan kredit dimaksud. Sebenarnya kredit yang dimohon oleh debitur

baru tersebut adalah untuk kepentingan developer tadi yang digunakan untuk

menutupi kewajiban-kewajibannya, dan tentu dalam hal ini debitur baru

tersebut akan mendapat imbalan balas jasa dari developer.

2. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya

Hal ini dapat terjadi karena nasabah kurang menguasai bidang usahanya

yang diberi kredit, akibatnya usaha yang dibiayai dengan kredit tidak dapat

berjalan dengan baik.

3. Nasabah beritikad tidak baik

Ada sebagian nasabah mungkin jumlahnya tidak banyak yang sengaja

dengan segala daya upaya mendapatkan kredit, tetapi setelah kredit diterima

untuk kepentingan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Karena nasabah

sejak awal tidak berniat mengembalikan kredit, walaupun dengan resiko

Page 21: Skripsi sosiology belum valid

apapun. Biasanya sebelum jatuh tempo kreditnya, nasabah sudah melarikan

diri untuk enghindari tanggung jawab.

Dendawijaya (2001) menjelaskan bahwa default adalah kegagalan

nasabah dalam memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit yang

diterimanya (angsuran pokok) beserta bunga yang sudah disepakati dan sudah

diperjanjikan bersama (misalnya berdasarkan akad kredit yang dibuat

dihadapan notaris publik). Untuk mengetahui penyebab default tersebut bisa

dilihat dari prinsip studi kelayakan, diantaranya:

1. Aspek yuridis (Hukum)

Aspek ini melihat dari ketetapan legalitas yang dimiliki perusahaan

yang akan memperoleh bantuan kredit.

2. Aspek pasar dan pemasaran

Aspek ini meneliti strategi pemasaran yang digunakan investor untuk

meraih pangsa pasar bagi produk atau jasa yang dibiayai dengan kredit bank

tersebut. Subaspek yang bisa didapatkan diantaranya luas dan bentuk pasar,

pangsa pasar, saingan usaha, dan rencana pemasaran.

3. Aspek teknis

Aspek ini pada dasarnya menilai sejauh mana kemampuan mengelola

dan melaksanakan proyek dalam melaksanakan operasinya. Contohnya:

Pemilihan lokasi,Sistem, bahan baku, proses produksi, dan lainnya yang

berkaitan dengan teknis.

4. Aspek manajemen

Aspek yang bertujuan melihat kemampuan dan kecakapan manajemen

dalam melaksanakan proyek yang didapatkan dari pemberian kredit. Bagian

ini terdiri dari struktur organisasi, job description dan lainnya.

5. Aspek keuangan

Pada dasarnya bertujuan untuk menilai kemampuan dan kecakapan dari

manajemen dalam mengelola bidang keuangan. Banyak hal yang menjadi

komponen ini diantaranya: proyeksi arus kas, proyeksi penjualan, proyeksi

laba/rugi.

6. Aspek sosial-ekonomis

Page 22: Skripsi sosiology belum valid

Melihat proyek yang dibiayai memiliki value added yang tinggi dilihat

dari sudut pandang sosial maupun makroekonomis. Hal ini berkaitan dengan

devisa, penerimaan pajak bagi negara, subsidi dari negara, Dampak

lingkungan.

Sedangkan menurut Siswanto (2000) Penyebab timbulnya kredit

bermasalahdiantaranya ketidaklayakan debitur kemudian faktor ekstern yang

terdiri dari penurunan kondisi ekonomi moneter negara atau sektor usaha,

debitur yang mengalami bencana alam (kebakaran,banjir,gempa,dll) dan

peraturan pemerintah dapat menjadi sebab lain merosotnya kemampuan

debitur mengembalikan kredit.

Kemacetan suatu fasilitas kredit menurut Kasmir (2004) disebabkan

oleh dua faktor yaitu:

1. Dari pihak perbankan

Dalam hal ini pihak analisis kredit kurang teliti baik dalam mengecek

kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam melakukan

perhitungan dengan rasio-rasio yang ada.

2. Dari pihak nasabah

Adanya unsur kesengajaan, Artinya nasabah sengaja tidak mau

membayarkewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan dengan

sendirinya macet.Adanya unsur tidak sengaja, Artinya nasabah memiliki

kemauan untuk membayar tetapi tidak mampu dikarenakan usaha dibiayai

terkena musibah misalnya kebanjiran atau kebakaran.

Secara umum suatu kredit dinyatakan non performing bila debitur tidak

sanggup membayar kewajibannya sesuai perjanjian dan atau kewajibannya

dapat diselesaikan namun usaha debitur ada kecenderungan memburuk

(Pasha, 2007). Kredit non peformdapat disebabkan oleh beberapa faktor,

secara garis besar dikelompokkan dalam faktorintern, debitur, dan ekstern

menurut Sutojo (dikutip oleh Pasha, 2007), faktor intern meliputi persoalan

kualitas analisis dan pengawasan kredit, sedangkan faktor ekstern meliputi

perilaku debitur setelah memperoleh kredit dan perubahan iklim usaha.

Page 23: Skripsi sosiology belum valid

1. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan,

atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang

mereka tangani;

Kemampuan untutk megembangi suatu usaha dibutuhkan suatu

modal usaha dan pengalaman, yang lebih penting adalah

pengalaman seorang pengembang usaha yang akan mereke rilis,

seperti pendapat Dextal (2008:2) usaha itu akan jauh lebih baik

jika kita memegang konsep pengalaman yang kuat serta modal.

Dari pengertian itu sanglah penting untuk memiliki pengalaman

dalam mendirikan suatu usaha.

2. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang

berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau

beberapa orang anggota keluarga debitur;

Pada kasus problem keluarga ini, misalnya perceraian, kematian,

sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh suatu atau

beberapa orang anggota keluarga debitur, pihak debitur harus

memiliki alternatif dana untuk pengembaliaanya. Misalnya

sebuah keluarga meminjam dana dengan alokasi utuk pembayaran

iauran SPP atau Komite anak didiknya. Debitur harus

menganalisis serta memiliki sumber dana yang lain untuk

pembayara. Sedangkan pada kasus kematian debitur harus

mempertanyakan dulu pada pihak pemberi pinjaman untuk

mencari solusi terbaiknya, karena pada kasus ini merupakan

diluar jangkuan para debitur untuk mengembangi usaha, makanya

dalam peraturan sebuah Lembaga pinjaman dana (SPP-PNPM)

memberikan dana pinjman dengan salah satu syarat mutlaknya

yaitu jenis usahanya sudah berjalan/sedang berjalan 1 tahun/lebih.

Page 24: Skripsi sosiology belum valid

Dengan adanya peraturan ini, para pihak debitur akan mengambil

keputusan kelanjutan kegiatan usahanya, misalnya diteruskan

oleh pihak anak, ibu, bahkan para saudaranya.

3. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka

yang lain;

Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka

yang lain, pada kasus ini debitur mengalami kegagalan pada

usaha yang mereka jalankan. Kegagalan dalam kasus ini

kebanyakan kesalahan dari debitur dalam menganalisis

tempat/porspek usaha kita, pengembangan yang tidak sesuai

dengan kebutuhan, penjualan yang melebihi target masyarakat,

kesalahan dalam mengatur keuangan, masih minim nya

pengalaman usaha yang dijlankan dan lain-lainya. Kesalahan-

kesalahan seperti itu memiliki damfak yang sangat berpengaruh

pada usaha kita. Dean (2008:10), jika sesuatu salah satu

usaha/kegiatan perekonomian mengalami sakit(sick risk) maka

bagian-bagian lain akan mengalami penurunan kualitas, karena

setiap usaha memiliki saling ketergantugan sama satu lain.

Kegagalan inu yang harus debitur hindarkan karena akan

merugikan pihak debitur untuk pembayaran kredit pada suatu

lembag/bank pemberi pinjaman.

4. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius;

Perencanaan atau pelaksanaan suatu kegiatan sangat tergantung

bagaimana kita mengatur keuagan usaha kita, kesalahan dalam

mengatur keuangan akan memiliki dampak negatif yang besar

dalam usaha yang kita sedang kembangkan. Dalam buku kas itu

akan tercantum semua jumlah pendanaan usaha kita, contohnya

Kredit macet karena kesalahan debitur di dalam mengelola

Page 25: Skripsi sosiology belum valid

keuangannya seperti terlalu banyak berinvestasi, terlalu terburu-

buru dalam melakukan ekspansi usaha, atau dalam usaha

perdagangan terlalu banyak menimbun stok barang tanpa

memperhitungkan kelancaran perputaran barang dagangannya.

Hal ini bisa menyebabkan modal yang diberikan bank mengendap

pada pembelian barang tersebut, sementara pendistribusian atau

permintaan pasar berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Tentu

saja dengan kondisi seperti ini tidak akan menguntungkan

pengusaha dan akhirnya menyebabkan ketidakmampuan

mengembalikan pinjaman pada bank.

5. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang

dan bencana alam;

Kredit macet bisa terjadi karena faktor diluar dari pihak debitur

maupun kreditur. Faktor eksternal ini misalnya karena terjadinya

krisis moneter, kerusuhan massal, terjadinya bencana seperti

gempa bumi, banjir, kebakaran dan kejadian-kejadian lainnya.

Pengaruh kondisi ekonomi global juga bisa berdampak terhadap

perputaran perekonomian dalam negeri, seperti naiknya harga

minyak dunia yang berimbas kepada mandeknya kegiatan usaha

para pengusaha sehingga keadaan perekonomian menjadi lesu

karena menurunnya daya beli masyarakat atau konsumen.

Kejadian-kejadian di atas secara langsung berpengaruh terhadap

kelangsungan usaha debitur. Suatu perusahaan industri misalnya

akan menurun produksinya apabila permintaan atas hasil produksi

berkurang. Dengan penurunan omset berarti juga penurunan

terhadap profit perusahaan. Akibatnya, kemampuan debitur dalam

melakukan pembayaran kewajibannya pada bank berkurang atau

tidak mampu sama sekali dan kredit menjadi macet.

Page 26: Skripsi sosiology belum valid

Dalam kegiatan perbankan, jarang sekali suatu kredit macet

disebabkan oleh karena faktor dari pihak kreditur. Namun jika hal

ini terjadi, sebenarnya debitur dapat menuntut pihak bank yang

melakukan wanprestasi. Yang lebih banyak terjadi adalah kredit

menjadi macet disebabkan oleh faktor yang datangnya dari diri

debitur. Selain itu bisa juga terjadi karena faktor diluar para

pihak. Namun dalam praktik jika hal ini terjadi, pihak bank tetap

menuntut agar debitur memenuhi kewajibannya, apakah itu

dengan cara pelunasan melalui pembayaran atau pelunasan

dengan cara menjual agunan kredit.

6. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah

merencanakan tidak akan mengembalikan kredit)

Tidak semua debitur mempunyai itikad baik pada saat

mengajukan kredit ataupun pada saat kredit yang diberikan

sedang berjalan. Itikad tidak baik inilah memang sulit untuk

diketahui dan dianalisis oleh pihak bank, karena hal ini

menyangkut soal moral ataupun akhlak dari debitur. Bisa saja

debitur saat mengajukan kredit menutup-nutupi kebobrokan

keuangan perusahaannya dan hanya mengharapkan dana segar

dari bank, atau debitur memberikan data keuangan palsu atau

berbagai tindakan-tindakan lainnya.

Sebagai salah satu contoh yaitu seorang calon debitur yang

bergerak dalam bidang pembangunan dan penjualan rumah ruko

(property), mengadakan penjualan ruko dengan pura-pura (fiktif)

atau jual beli yang direkayasa dengan modus bekerja sama dengan

seorang pihak lain yang bertindak seolah-olah sebagai pembeli.

Oleh pembeli ini memohon fasilitas kredit pemilikan rumah

(ruko) pada bank dan pihak bank menyetujui pemohonan kredit

dimaksud. Sebenarnya kredit yang dimohon oleh debitur baru

Page 27: Skripsi sosiology belum valid

tersebut adalah untuk kepentingan developer tadi yang digunakan

untuk menutupi kewajiban-kewajibannya, dan tentu dalam hal ini

debitur baru tersebut akan mendapat imbalan balas jasa dari

developer.

(Sutojo, 1999, hal: 334)

D. Indikasi Kredit Macet

Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kredit bermasalah atau

kredit macet sedini mungkin, dapat dilakukan dengan memperhatikan gejala-

gejala sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal: 220-221)

Terjadinya penundaan yang tidak normal dalam penerimaan laporan

keuangan, pemayaran cicilan atau dokumen lainnya;

Adanya penyelidikan yang tidak terduga dari lembaga-lembaga

keuangan lainnya mengenai nasabah tersebut;

a. Keluarnya anggota eksekutif perusahaan;

b. Terjadi perubahan kegiatan usaha misalnya masuknya pesaing

baruatau produk baru yang sejenis;

c. Meningkatnya penggunaan fasilitas overdraft;

d. Perusahaan nasabah mengalami kekacauan;

e. Ditemukannya kegiatan ilegal atas usaha nasabah;

f.Permintaan tambahan kredit;

g. Permohonan perpanjangan atau penjadwalan kembali kredit;

h. Usaha nasabah yang terlalu ekspansif;

Kreditur lain melakukan proteksi atas kredit yang diberikan dengan

meminta tambahan jaminan atau melakukan pengikatan notaris atas barang

jaminan.

Page 28: Skripsi sosiology belum valid

Dengan mencermati gejala-gejala terjadinya kredit macet tersebut,

maka bukanlah sesuatu yang mustahil untuk mencegah terjadinya kredit

macet, atau paling tidak dapat mengurangi/menekan sekecil mungkin kasus-

kasus kredit macet yang ada.

E. Mengurangi atau Mencegah Kemungkinan Terjadinya

Kredit Macet

Setiap penyaluran kredit oleh bank tentu mengandung resiko, karena

adanya keterbatasan kemampuan manusia dalam memprediksi masa yang

akan datang. Apalagi dalam situasi dan kondisi ‘lingkungan’ yang cepat

berubah dan penuh ketidakpastian seperti sekarang ini. Beberapa hal penting

yang harus dilakukan oleh bank dalam menekan atau mengurangi seminimal

mungkin resiko pemberian kreditnya, adalah:

1. Penilaian/Analisis terhadap Permohonan Kredit

Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, tentu harus

dilakukan penilaian secara seksama oleh pejabat bank. Terlebih lagi untuk

pemberian kredit jangka panjang, seperti kredit investasi misalnya.

Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka semakin tinggi faktor

ketidakpastiannya, sehingga semakin besar pula resiko yang dihadapi bank.

Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan

yaitu prinsip 5 C + 1C, yang meliputi:

a. Character

Character atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk

membayar kembali kredit yang telah diterimanya. Namun demikian, untuk

mengetahui character seseorang itu tidak mudah. Oleh karena itu, penilaian

atas character debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan secermat mungkin.

Page 29: Skripsi sosiology belum valid

Informasi dari keluarga dan teman-teman dekat dari debitur, serta informasi

dari bank pemberi kredit sebelumnya adalah sangat penting.

Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak

calon debitur ini, dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview

langsung terhadap calon debitur; meneliti daftar riwayat hidupnya,

mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari ‘lingkungan’

usahanya, serta meneliti kegiatan dan pengalaman-pengalaman usahanya.

b. Capacity

Capacity mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola

usahanya. Dengan demikian, capacity berkaitan erat dengan kemampuan

calon debitur dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang dinilai untuk

mengetahui kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian terhadap:

proyeksi arus kas;

proyeksi laporan keuangan;

pusat informasi kredit;

kemampuan manajemen;

kemampuan pemasaran;

kemampuan teknis; dan

kewajiban-kewajiban pada pihak lainnya.

c. Capital

Informasi mengenai besar kecilnya modal (capital) perusahaan calon

debitur adalah sangat penting bagi bank. Modal yang dimaksudkan disini

adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan bersih yang dimiliki

perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva dengan total

kewajiban (utang). Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan

merupakan cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu, dan ini tentunya

semakin baik dihadapan bank. Mengingat kredit bank hanya merupakan

Page 30: Skripsi sosiology belum valid

pelengkap atau tambahan bagi pembiayaan kegiatan operasional perusahaan.

Posisi modal suatu perusahaan dapat dianalisis dari laporan keuangannya.

Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang modal perusahaan, maka

bank harus melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan selama

paling tidak tiga tahun periode akuntansi sebelumnya.

d. Collateral

Collateral (jaminan kredit) merupakan setiap aktiva atau barang-barang

yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank.

Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat penting, sebagai ‘back up’ atas

kredit yang diberikan kepada debitur. Tujuannya adalah agar bank dapat

memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan kepada debitur,

apabila kelak debitur tidak mampu melunasi kreditnya atau pun ingkar janji

(wan prestasi). Atas jaminan yang diberikan oleh debitur, maka perlu

diperhatikan cara pengikatannya sesuai dengan hukum yang berlaku, untuk

menghindari sengketa yang kemungkinan muncul di kemudian hari.

e. Conditions

Yang dimaksud conditions disini adalah keadaan perekonomian secara

umum dimana perusahaan tersebut beroperasi. Kondisi perekonomian sangat

menentukan keberhasilan maupun kegagalan suatu perusahaan. Oleh karena

itu, bank atau dalam hal ini analis kredit, harus mempertimbangkan keadaan

perekonomian, dan proyeksi perekonomian selama jangka waktu kredit yang

diberikan.

f.Constraint

Dalam pemberian kredit, bank perlu juga mengetahui dan

mempertimbangkan hambatan (constraint) yang mungkin muncul di

lapangan. Bank perlu mengetahui tanggapan masyarakat setempat terhadap

rencana investasi yang akan dilakukan oleh calon debiturnya, karena bisa saja

Page 31: Skripsi sosiology belum valid

masyarakat setempat menolak rencana investasi tersebut. Sebagai contoh

seorang debitur mengajukan kredit untuk membangun sebuah peternakan babi

misalnya. Nah, pihak bank perlu mengetahui bagaimana tanggapan

masyarakat setempat, apakah menerima atau menolak kehadiran peternakan

tersebut.

2. Pemantauan Penggunaan Kredit

Setelah bank memutuskan untuk memberikan kredit kepada debiturnya,

bukan berarti bahwa tugas bank sebagai perantara keuangan selesai sampai di

situ, melainkan itulah awal mula tugas bank yang sesungguhnya dalam

penyaluran kredit. Bank senantiasa harus memantau kredit yang telah

disalurkannya. Apakah debitur benar-benar menggunakan kreditnya sesuai

dengan permohonan semula, atau digunakan untuk keperluan lain?

Bagaimana perkembangan dan prospek usaha debitur? Bagaimana keadaan

perekonomian nasional secara keseluruhan, kondusif atau tidak bagi

perkembangan usaha debitur? Dan pertanyaan-pertanyaan lain berkaitan

dengan prospek kredit yang telah disalurkan oleh bank. Pertanyaan-

pertanyaan ini penting dijawab, dalam rangka mengantisipasi kemungkinan

tersendat atau macetnya kredit yang telah disalurkan bank.

3. Jaminan Kredit

Jaminan kredit (collateral) atau agunan sebenarnya tidaklah mutlak

sifatnya, tetapi perlu, guna mengantisipasi kemungkinan tidak tertagihnya

kredit yang disalurkan bank. Di samping status dan kondisi jaminan, yang

tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh bank adalah dalam cara

pengikatannya. Pengikatan jaminan kredit ini harus sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku. Hal ini berkaitan dengan eksekusi jaminan, apabila

kelak debitur ingkar janji (wan prestasi) atau tidak mampu melunasi

kreditnya.

Page 32: Skripsi sosiology belum valid

F. Cara Penyelesaian Kredit Macet

Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan

macet, dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal 222-

223)

a. Rescheduling (Penjadwalan Ulang)

Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran

dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan

besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat diberikan

kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan

itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau

melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak

memerlukan tambahan dana atau likuiditas.

b. Reconditioning (Persyaratan Ulang)

Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak

terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku

bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan

lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana

atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi ‘equity’

perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan ‘cooperative’ yang

usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih

dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan

untuk dilakukan persyaratan ulang.

c. Restructuring (Penataan Ulang)

Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut:Penambahan dana

bank, atauKonversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok

Page 33: Skripsi sosiology belum valid

kredit baru, dan atauKonversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi

penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah

penyertaan.

d. Liquidation (Liquidasi)

Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka

pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit

yang memang benar-benar menurut bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk

disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek

untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan

menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan.

Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan

dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan

eksekusi atau pelelangan.

4.5 Landasan Teori

Untuk menjelaskan aspek penelitian yang dikaji yaitu tentang faktor-

faktor kredit macet oleh Kelompok SPP digunakan paradigma defenisi sosial.

Penulis melihat bahwa tindakan yang dilakukan pengurus terhadap anggota

dan sebaliknya merupakan tindakan yang mempertimbangkan dan

berorientasi pada prilaku orang lain serta mengandung arti dan makna

subjektif. Pandangan ini sesuai dengan pendapat Weber bahwa dalam

paradigma defenisi sosial yang menjadi studi sosiologi adlah tindakan sosial

antara hubungan sosial. Weber menyatakan bahwa tindakan sosial merupakan

tondakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti

subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Ritzer,

2004:38)

Weber (dalam Ritzer, 2004:38) mengemukakan 5 (lima) ciri pokok

yang menjadi sasaran penelitian sosiologi yaitu:

Page 34: Skripsi sosiology belum valid

1. Tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandung makna yang

subjektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata.

2. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan

bersifat subjektif.

3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan

yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan

secara diam-diam.

4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa

orang individu.

5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada

orang lain.

Sedangkan teori yang dipilih dalam menjelaskan permaslahan ini adalah

teori aksi. Teori aksi sebagia bagian dari paradigma defenisi sosial

mempunyai asumsi dasar sebagai berikut (Ritzer,2004:46):

1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek

dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek.

2. Sebagai subjek manusia bertindak dan berprilaku untuk mencapai

tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan.

3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, tekhnik, prosedur,

metode, serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai

tujuan tersebut.

4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang

tak dapat diubah dengan sendirinya.

5. Manusia memilih, menilai, mengevaluasi terhadap tindakan yang

akan, sedang dan akan dilkukannya.

6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsif-prinsif moral diharapkan

timbul pada saat pengambilan keputusan.

7. Studi mengenai hubugan sosial memerlukan pemakain tekhnik

penemuan yang bersifat subjektif seperti metode versetehen,

Page 35: Skripsi sosiology belum valid

imajinasi, Sympathicreconstruction atau seakan-akan mengalami

sendiri(vicariousexperience).u

Kemudian Parson (daam Ritzer,2004:48-49) menyusun skema unit-unit dasar

tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Adanya individu sebagai aktor

2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu

3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta tekhnik untuk mencapi

tujuannya

4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat

membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut

berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat

dikendalikan oleh individu. Misalnya kelamin dan tradisi

5. Aktor berada dibawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan

berbagi ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan

menentukan tujuan serta tindakan alternative untuk mencapai tujuan.

Contoh kendala kebudayaan.

Menurut teori aksi dalam paradigma defenisi sosial adalah bahwa

tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam

mengambil keputusan-keputusan subjektif tentang sarana dan cara mencapai

tujuan tertentu yang telah dipilih yang semua itu dibatasi kemungkinan-

kemungkinan oleh sistem kebudayaan dalam bentuk norma-norma, ide-ide

dan nilai-nilai sosial.

Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma-norma atau nilai-

nilai sosial mengarahkannya dalam memilih alternatife cara dan alat untuk

mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap

cara atau alat, tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih.

Kemampuan inilah yang disebut aktor sebagi voluntaris. Aktor menurut

voluntarism ini adalah pelaku yang aktif dan kreatif serta mempunyai

kemampuan untuk menilai dan memilih alternatif tindakan untuk mencapai

Page 36: Skripsi sosiology belum valid

tujuan. Kemudian C.H.Cooly dalam Ritzer,2004:47 menyatakan bahwa

selain kesadran subjektif, persaan-perasaan individu, sentiments dan ide-ide

merupakan faktor yang mendorong manusia untuk berinisiatif atau

mengakhiri tindakannya terhadap orang lain.

Kesimpulan utama dalam paradigma defenisi sosial adalah bahwa

tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam

pengambilan keputusan-keputusan tentang sarana dan cara untuk mencapi

tujuan tertentu dalam bentu norma-norma, ide-ide dan nilai-nilai sosial.

Didalm menghadapi situasi yang bersifat kendala bagi aktor mempunyai

sesuatu di dalam dirinya berupa kemampun berpikir untuk menentukan

tindakan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya (Ritzer,2004:59)

Page 37: Skripsi sosiology belum valid

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif

dengan corak deskriptif. Menurut Bungin (2009:68) penelitian deskriptif

kualitatif untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai

situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat yang

menjadi objek peelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan

sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, gambaran tentang kondisi,

situasi ataupun fenomena tertentu.

Pemilihan pendekatan ini dikarenakan peneliti sebagai pelaku utama

yang melakukan proses penelitian dan mengamati secara langsung semua hal

yang berkaitan dengan tingkah laku manusia menjadi objek dalam penelitian,

dengan menggambarkan perkembangan dari fakta dan kondisi yang

ditemukan di lapangan.

Page 38: Skripsi sosiology belum valid

3.2 Konseptualisasi Dan Defenisi Operasional

Tabel 1 Konseptualisasi dan Defenisi Operasional

No

Aspek Penelitian

Defenisi Konsep

Defenisi Operasional Tekhnik Pengumpulan Data

Sumber Data

1.

Pembentukan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (Kelompok SPP)

Proses dibentuknya kumpulan dari beberapa perempuan untuk melakuakan kegiatan pengelolaan dana

Jumlah Kelompok SPP Yang Ada Di Padang Mumpo Proses pembentukan masing-masing kelompokJumlah anggota masing-masing kelompokJenis usaha masing-masing kelompok

WawancaraObservasiDokumentasi

Kelompok SPP, FK dan UPK

2 Mekanisme pemberian kredit dan pengeloaan dana Simpan Pinjam Perempuan (Kelompok SPP)

Tahapan-tahapan yang harus dijalankan oleh kelompok SPP dalam dalam menerima kredit dan pengelolaan kredit mulai dari tahap pengajuan pinjaman sampai pada tahap pengembalian pinjaman/kredit

Pengajuan usulan pinjaman kelompok kepada UPKJumlah dana yang dipinjam masing-masing kelompokSyarat dan ketentua meminjam dana oleh anggota terhadap kelompok Kondisi pegembalian pinjaman dana/kredit oleh masing-masing kelompok

WawancaraObservasiDokumentasi

Kelompok SPP, Wali Kampung, UPK, BKAN MAN dan Tim verifikasi

3 Kemacetan anggota Perempuan (Kelompok SPP) dalam pengembalian kredit/dana SPP

Tahapan-tahapan yang harus dijalankan anggota SPP dalam proses kemacetan pengembalian kredit/dana pinjaman SPP berdasarkan

Jumlah anggota kelompok yang mengalami kemacetan dalam proses pengmbalian kredit/dana pinjaman SPPPenyebab terjadinya kemacetan dalam pengembalian kredit SPP oleh anggota

WawancaraObservasiDokumentasi

Anggota Kelompok SPP yang Mengalami Kemacetan dalam Pengembalian Kredit/Dana SPP

Page 39: Skripsi sosiology belum valid

syarat dan ketentuan yang berlaku dalam Kelompok SPP

kelompok SPPFaktor-faktor yang paling berpengaruh dalam menyebabkan kredit macet di anggota SPP Penggunaan dana

tepat guna Pembentukan

usaha yang tepat sasaran

Jumlah pengahasilan sebelum atau sesudah mendapat pinjaman

3.3 Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui

wawancara, observasi dan dokumentasi

1. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan pertanyaan

secara langsung kepada informan dengan menggunakan pedoman wawancara

guna mendaptkan informasi secara lengkap, mendalam, komprehensif, sesuai

dengan tujuan penelitian. Wawancara ditujukan kepada:

1. Badan Pengawas-UPK (BP-UPK)

Wawancara akan dilakukan dengan salah satu anggota BP-UPK yaitu

Toppo, adapun pertanyaan yang akan diajukan mengenai tentang kinerja UPK

dalam mengelolah kegiatan SPP dan kondisi perkembangan serta sanksi-

sanksi pada kegiatn SPP (khususnya terkait dengan kemacetan dalam

pengembalian dana SPP). Wawancara ini akan dilakukan dirumah Toppo.

2. Unit Pengelola Kegiatan (UPK)

Wawancara akan dilkukan dengan ketua UPK (Dapit) Bendahara UPK

(Ratih) dan bagian umum(Kardi). Wawancara akan dilakukan di kantor UPK

Kelurahan Massat dengan pertanyaan yang akan diajukan tentang sumber

Page 40: Skripsi sosiology belum valid

dana, pelaku kegiatan, struktur kepengurusan, pembentukan kelompok

simapan pinjam, persyaratan untuk menjadi kelompok SPP, mekanisme

pengelolaan dana, sanksi kelompok yang bermasalah (Kredit Macet),

ketentuan bunga pinjaman, jenis-jenis bantuan atau kegiatan dari PNPM

Mandiri Pedesaan hingga evaluasi

3. Tim Verifikasi

Wawnacara akan dilakuka terhadap Sekretaris SPP Kelurahan Massat di

kantor UPK Kelurahan Massat yang akan langsung ditenui dirumahnya.

Adapun pertanyaan yang akan diajukan yaitu proses verifikasi, hal-hal yang

harus dilkukan dan diperhatikan pada saat verifikasi dan pertimbangan apa

saya yang menjadi patokan untuk sebuah kelompok dapat dinyatakan layak

sebagai kelompok SPP dan dapat didanai serta bagaiman tngkat kehadiran

dari anggota kelompok SPP dan Tim Verifikasi pada saaat verifikasi.

4. Fasilitator Kecamatan

Wawancara akan dilakukan terhadap Yeka selaku Fasilitator

Kecamatan. Adapun pertanyaan yang akan diajukan yaitu tujuan dan prinsif

dari prinsif PNPM Mandiri Pedesaan, kondisi, intensitas, dan permasalahan

yang sering muncul pada saat sosialisasi kegiatan/program.

5. Pendamping Lapangan

Wawancara akan dilkukan terhadap Dedi dikantor UPK Kelurahan

Massat, dengan pertanyaan yang akan diajuka yaitu, kondisi pada saat

sosialisasi kegiatan, pembentukan kelompok, penyebab penunggaan(kredit

macet) kondisi kehidupan ekonomi masyarakt Padang Mampo. Pemilihan

Dedi karena merupakan penduduk asli Padang Mampo pada sat berkunjung

ke lapangan atau ke kampung Padang Mampo yang bermsalah pada kredit

macet.

6. Anggota Simpan Pinjam Perempuan Yang Mengalami Kredit Macet

dalam pengembalian Kredit/Dana SPP

Wawancara ini akan dilkukan terhadap anggota SPP Padang Mampo

yang mengalami kredit Macet dalam pengembalian kredit/dana SPP antara

lain : Sus, Nur, Sui, Seni, Lia, Resi, Delta, Bella, Iles, Zul, Neng, Mar, Niem,

Page 41: Skripsi sosiology belum valid

Sasmi, Mid, Fatimah, Leli, Rut, Erna, dan Ani. Wawancara akan dilkukan

dirumah masing anggota SPP yang Mengalami Kemacetan dalam kredit

macet. Adapun pertanyaan yang akan diajukana antara lain : proses

pembentuka kelompok, tujuan menjadi anggota kelompok, ketentuan

kelompok, jumlah peminjaman kredit/dana SPP, pemamfaat dana, jenis usaha

yag dijalankan, hasil sesudaah atau sebelum peminjaman, penyebab

penunggaan (fakto-faktor penyebab penunggaan kredit, alokasi dana yang

bersifat kebalikan , sistematis manajemen keuangaan, jenis usahanya)

7. Tanggapan Tokoh Masyarakat dan Perangkat Kampung dan

orang/lembaga yang terkait dalam kegiatan SPP yang anggot SPP

mengalami kredit macet dalam pengembaliannya.

Adapun tokoh masyarakat yang akan diwawancarai antara lain : Wali

Kampung (Basri), Tokoh Agama (Ujang), Kepala Desa (Saini)

Hdsdh;sdho;hsddsjsdv

2. Pengamatan (Observasi)

Pengamatan terhadap pengelola dilakukan dengan mengamati berbagai

kehadiran, sikap dan hal-hal yang disampaikan dan Tim Verifikasi terhadap

anggota dan semua peserta SPP.

Pengamatan yang paling mendasar yang akan dikerjakan terhadap

anggota SPP yang mengalami kemacetan Kredit dalam pengembalikan dana

SPP. Pengmatan-pengamatan antara lain : surat keterangan peminjaman

kredit SPP, kerangka perencanan pembukaan usaha, lokasi pembukaan usaha,

jenis usaha yang akan direleasasikan, pendapatan sebelum pinjaman SPP dan

setelah mendapat pinjaman(Krdit), kelebihan dan kekurangan usaha dan,

transaksi keterangan pembayaran perbulan. Selain itu pengamatan juga

dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang sifatnya insidential seperti

melakukan peninjauan langsung ke lapanga atau kelompok SPP yang proses

pengembaliannya macet.

3. Dokumentasi

Pemanfaatan dokumen dalam tekhni pengumpulan data penelitian ini

berguna untuk mengumpulkan dan merekam data yang bersifat dokumentatif,

Page 42: Skripsi sosiology belum valid

seperti arsip-arsip penting, poto-poto kegiatan dan lainnya. Arsip-arsip

penting yang akan dikumpulka seperti, profil desa, Petunjuk Tehknik

Operasional, Dokumen Usulan (Proposal) SPP, Proposal Kegiatan, Buku

Kredit, Struk Keterlambatan pembayaran kredit, dan arsip-arsip penting

lainya untuk mendukung inforamsi yang valid, sementara itu foto-foto yang

dihimpun seperti poto-poto jenis usaha yang dikelola yang mengalami

kemacetan dan semua kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan SPP

di desa Massat.

3.4 Kriteria Penentuan Informan

Menurut Moleong (2008:90), informan penelitian adalah orang yang

dimanfaatkan untuk informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.

Dalam penelitian ini, informan diperoleh dengan menggunakan cara

snowballing sampling karena penelitian tidak mengetahui siapa yang

memahami objek penelitian.

3.5 Tekhnik Analisis Data

Analisis data akan dilkukan dalamm tiga tahap, yaitu mereduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan (lihat Suprayogo & Tabroni).

Reduksi data merupakan proses mengindentifikasi data secara pemilihan

pemusatan perhatian pada penyerdahanaan, transformasi dan data kasar yang

muncul di dalam catatan – catatan lapangan. Sementara itu, penyajian data

merupakan kegiatan penyajian sekumpulan informasi dalam bentuk teks

naratif yang dibantu dengan bagan, tabel, matrik, grafik, jaringan untuk

mempertajam pemahaman peneliti terhadap informasi yang diperoleh. Dan

penarikan ksimpulan merupakan mencari arti, penjelasan, konfigurasi yang

mungkin, hubungan sebab akibat, pola-pola dan proposisi. Peanarikan

kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa

tinjauan ulang terhadap catatan-catatan lapangan sehingga data-data yang ada

teruji validitasnya.

Page 43: Skripsi sosiology belum valid

DAFTAR PUSTAKA

Ach. Wazir Ws., et al., ed. 1999. Panduan Penguatan Menejemen Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta: Sekretariat Bina Desa dengan dukungan AusAID melalui Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and Care Project.

Adisasmita, Rahardjo. 2006. Membangunan Desa Partisipastif. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiology Komunikasi :Teory Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta. Rencana.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

http://www.pnpm-perdesaan.or.id/?page=halaman&story_id=21 di akses Juli 2013

http://www.pnpm-perdesaan.org/ di akses13 Juli 2013 pukul 19.32 wib

Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Petunjuk Teknis Pinjaman Bergulir. Cipta Karya. Jakarta.

Lembaga Penelitian SMERU.2003.BUKU 1 Upaya Penguatan Usaha Mikro dalam Rangka Peningkatan Ekonomi Perempuan(Sukabumi, Bantul, Kebumen, Padang,Surabaya, Makassar). Jakarta. Smeru.

Moleong, Lexy. 2008. Metode Penelitian Kulitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nasution, Zulkariemen. 2007. Awal dan Pengertian Pembangunan. Dari webpage http://one.indoskiripsi .com/node/3333(diakses pada tanggal 14 Juli 2013)

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES Soelaiman, Holil. 1980. Partisipasi Sosial Dalam Usaha Kesejahteraan Sosial. Bandung. Sudarta, wayan. 2007. peranan wanita dalam pembangunan berwawasan gender. bali. udayana.

Suharsini. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakrta. Bhineka Cipta.

Page 44: Skripsi sosiology belum valid

Suprayoga & Tabroni Iman, 2001. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Tim Koordinasi PNPM Mandiri Perdesaan. „t.b.‟. Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Jakarta.

Tim Pengendalian PNPM-Mandiri.2008. PNP Mandiri. Jakarta. Direktorat Pekerjaan Umum

Tim Penyusun Pedoman Umum PNPM Mandiri. 2007. Pedoman Umum PNPM Mandiri. Jakarta. Tim PNPM

Uphof, NT Cohen JM, dan Goldsmith. 1979. Development Committee: Feasibility and Application of Rural Development Participation’ A State of-the arth paper. New York: Cornell University.

Wahyuni, Sri. 2006. Proses Komunikasi dan Partisipasi Dalam Pembangunan Masyarakat Desa, Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.