8
TANGISAN 12 MALAM Gemuruh petir terdengar sangat keras, membuat Juan ketakutan. Hujan tidak kunjung reda, dagangan yang hendak dijajakan olehnya basah membuat ia berpikir ibunya akan marah besar seandainya beliau tahu akan hal ini.Sementara tubuhnya menggigil di pojokan toko yang biasa ia menjual kue serabinya datanglah seorang pemuda paruhbaya dengan memakai topi coklat dan berjaket hitam, wajahnya tampak bersih namun tumbuh beberapa jambang yang begitu terawat. “Dik, sedang jualan apa?” Tanya pemuda itu. “Ini kue serabi mas, tapi....” Sambil ia menangis. “Tapi kenapa dik? Kok nangis? Maafin mas ya kalo membuat adik takut.” “Bukan begitu mas, kue serabinya sudah basah semua dan adik takut, ibu pasti marah besar kalau tahu begini”. Tersedu ia menjawab. “Ya sudah, ini mas beli semuanya jangan menangis lagi ya. Berapa dik?” “Sungguh mas mau membeli semua kue ini? Rp 20.000,- mas.” Tawa riang menyambut Juan. Dengan cekatan ia bungkuskan semua kue serabinya yang basah itu kedalam kantong plastik. “Ini mas, terimakasih ya mas?” Tersenyum Juan.

Tangisan 12 malam

  • Upload
    neyo-jr

  • View
    70

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tangisan 12 malam

TANGISAN 12 MALAM

Gemuruh petir terdengar sangat keras, membuat Juan ketakutan. Hujan tidak kunjung

reda, dagangan yang hendak dijajakan olehnya basah membuat ia berpikir ibunya akan marah

besar seandainya beliau tahu akan hal ini.Sementara tubuhnya menggigil di pojokan toko

yang biasa ia menjual kue serabinya datanglah seorang pemuda paruhbaya dengan memakai

topi coklat dan berjaket hitam, wajahnya tampak bersih namun tumbuh beberapa jambang

yang begitu terawat.

“Dik, sedang jualan apa?” Tanya pemuda itu.

“Ini kue serabi mas, tapi....” Sambil ia menangis.

“Tapi kenapa dik? Kok nangis? Maafin mas ya kalo membuat adik takut.”

“Bukan begitu mas, kue serabinya sudah basah semua dan adik takut, ibu pasti marah

besar kalau tahu begini”. Tersedu ia menjawab.

“Ya sudah, ini mas beli semuanya jangan menangis lagi ya. Berapa dik?”

“Sungguh mas mau membeli semua kue ini? Rp 20.000,- mas.” Tawa riang

menyambut Juan. Dengan cekatan ia bungkuskan semua kue serabinya yang basah itu

kedalam kantong plastik.

“Ini mas, terimakasih ya mas?” Tersenyum Juan.

“Oh, iya sama-sama ya dik” Jawab pemuda itu. (sambil tersenyum)

Pemuda itu pun bergegas pergi dan ternyata ia masuk ke dalam sebuah mobil yang

dari tadi berhenti di depan toko tempat ia berjualan. Juan pun bersiap untuk pulang, namun

hujan masih sangat deras hingga ia terpaksa harus menunggu reda karena memang ia tidak

membawa payung atau mengenakan mantel. Sementara hari semakin sore hujan belum juga

reda, Juan khawatir jika ibunya marah maka ia tidak akan dibukakan pintu rumahnya.

Akhirnya karena Juan semakin khawatir ia memutuskan untuk menerobos hujan lebat itu.

Digunakan nampan bekas jualannya sebagai pelindung kepalanya, sementara ia terus berlari

dan berlari.

Page 2: Tangisan 12 malam

Sampailah ia didepan rumahnya, dengan mendapati pintu rumahnya yang sudah

tertutup. Rasa cemas sudah menghampiri gadis kecil itu. Lalu ia ketok pintu yang sudah

setengah lapuk itu.

“Assalamualaikum bu, ibu ini Juan sudah pulang bu...”

“Ibu? Ini Juan bu..” Teriak Juan.

Setelah berulangkali ia mengetuk pintu rumahnya namun tidak seorangpun menjawab

teriakannya, ia berlari ke tetangga yang ada di depan rumahnya untuk menanyakan ibunya.

“Assalamualaikum....” (Mengetuk pintu)

“Wa’alaikum salam.. “ Jawab Bu Indah (membuka pintunya)

“Juan, ada apa?”

“Bu Indah tahu ibu Juan dimana?” Tanya Juan.

“Oh, tadi ibu kamu pergi dengan temannya naik mobil, sepertinya laki-laki yang biasa

datang kerumah kamu.”

“Yasudah, terimakasih ya bu, Assalamu’alaikum....”

“Wa’alaikum salam”

Juan kembali kerumahnya dan mencoba mencari ide untuk bisa masuk kerumahnya,

sementara tubuhnya semakin mengigil. Lari ia menuju ke belakang rumahnya, berharap

jendela rumahnya masih terbuka. Tuhan masih kasihan dengan gadis kecil itu, ia mendapati

jendelanya masih terbuka, segera ia masuk lewat jendela itu.

Didalam rumah sangat sunyi, nampaknya ibunya benar-benar pergi sebelum ia sampai

dirumahnya. Segera ia mandi dan berganti baju, takut ia sakit karena ia harus berangkat ke

sekolah keesokan harinya. Begitulah keseharian Juan, walaupun ia masih berumur 12 tahun,

ia sangat senang membantu ibunya yang bekerja tidak menentu itu. Juan sadar perekonomian

dikeluarganya sangat minim, ayahnya meninggalkan dirinya dan ibunya ketika ia masih bayi.

Inisiatif membuat kue serbi ia dapatkan dan dipelajarinya ketika ia berumur 10 tahun dari

tetangganya.

Page 3: Tangisan 12 malam

Jam dinding di kamar Juan sudah menunjukan pukul 11.45 malam, Juan merasa

kepalanya sangat berat, ia sangat haus. Ia mencoba bangun dari tempat tidurnya dan menuju

dapur untuk mengambil segelas air. Sepintas ada yang menarik perhatiannya ketika ia tidak

sengaja melihat sesuatu di balik jendela kamarnya. Terpakir sebuah mobil milik teman

ibunya yang biasa datang kerumahnya, langsung ia menuju kamar ibunya itu. Didapatinya

pintu yang masih tertutup rapat, namun ada suara kecil terdengar dari kamar tersebut.

Dirasakan kembali suara yang barusan ia dengarkan, namun tidak terdengar kembali

membuat ia berpikir mungkin hanya suara angin dan menuju ia ke dapur. Suara itu terdengar

lagi ditelinganya setelah ia kembali dari dapur, membuat ia semakin penasaran. Mungkinkah

ibunya sudah pulang, dicoba ia mendengarkan dengan sesama arah suara itu. Terdengar

semakin keras suara itu dikamar ibunya, seperti orang yang kesakitan dan menjerit kecil.

“Bu....ibu sudah pulang? Ibu kenapa?” Sambil ia mengetuk pintu kamar ibunya.

Lalu tiba-tiba suara itu hilang, tidak beberapa lama terdengar suara kunci dari pintu

kamar itu dan keluar sosok wanita yang hanya mengenakan daster yang tidak lain adalah

ibunya.

“Ekh, dasar anak jalang. Malam-malam ngapain masih melek?” Berjalan menuju

Juan.

“Anu bu, Juan..”

“Setannnn...” Menampar Juan.

Sebuah tamparan keras dirasakan Juan dan menyisakan sebuah tanda kemerahan di

wajahnya. Suara mengaduh Juan terdengar dengan tetesan air mata yang tiba tiba pecah

disaat itu.

“Diam kau anak keparat, masuk ke kamarmu...” Bersiap menampar lagi.

Hendak Juan menjawab pertanyaan ibunya namun ia sudah terlalu takut dengan

gerakan tangan ibunya sehingga ia langsung berlari menuju kamarnya dan mengunci

pintunya. Beberapa kali ibunya memperingatkan untuk tidak keluar dari kamarnya ketika

malam hari, menyuruh ia untuk menyiapkan air minum ketika ia hendak tidur. Namun

maklum, kadang Juan lupa akan hal itu. Kerap ia mendapatkan perlakuan kasar sang ibu

ketika ia keluar kamar dimalam hari.

Page 4: Tangisan 12 malam

Suatu hari Juan memergoki ibunya tengah tidur dengan seorang laki-laki dewasa dan

itulah awal ibunya melarang Juan untuk keluar kamarnya dimalam hari. Hingga suatu malam

datang seorang laki-laki teman ibunya, saat itu ibunya masih pergi dan belum juga kembali.

Tidak beberapa lama, diketuk kamar Juan yang masih tertutup itu. Ketika Juan keluar dari

kamarnya tiba-tiba ia dipaksa untuk membuaka baju yang ia kenakan. Juan ketakutan dan

mencoba minta tolong, namun laki-laki dewasa itu mengancamnya dengan sebilah pisau

tajam yang ia keluarkan dari saku celananya. Laki-laki itu meraba kemaluannya dan

memainkan jarinya, rasa sakit ia rasakan. Tidak lama ia melakukan hal itu terdengar suara

motor di depan rumah Juan yang ternyata itu adalah suara motor tukang ojek yang membawa

ibu Juan. Laki-laki itu keluar kamar dan duduk di sofa ruang tamu, dengan gelagat wajah

yang sangat tenang tanpa takut dengan semua hal yang telah ia lakukan saat itu. Sadar akan

kehadiran ibunya segera Juan menutup pintu kamarnya itu, ia tahu ibunya akan sangat marah

kalau beliau mendapati ia belum tidur.

Tangisannya menjadi saat ia menutupkan selimut di tubuhnya dengan suara yang ia

tahan agar tidak terdengar oleh ibunya. Juan merasa kesakitan hingga semalaman ia tidak bisa

tidur, dan semakin ia ketakutan dengan hal yang ia alami ketika darah mengalir dari dalam

roknya. Karena ia terlalu takut akhirnya Juan memberanikan diri keluar dari kamarnya untuk

mengatakan apa yang telah terjadi. Dengan menahan rasa sakit, langkah kaki juan tidak

beraturan saat menuju kamar ibu yang masih terlihat terbuka.

“Bu.....” Panggil Juan kepada ibunya dengan lirih.

Ketika Juan sampai di depan kamar ibunya, ternyata ibunya tengah bercumbu dengan

laki-laki tadi. Juan menangis sambil memanggil ibunya, terduduk ia di depan pintu kamar itu.

Ibunya yang sadar, langsung menuju ke tubuh juan yang masih terduduk karena ketakutan

dan menampar pipi putrinya itu. Dijambak rambut Juan hingga ia merasa sangat kesakitan,

dipukul ia beberapa kali tanpa ampun. Juan yang hendak berkata tidak mendapat kesempatan,

beberapa tamparan ia dapati setiap kata-kata yang hendak diucapkannya. Didorong tubuh

mungil itu hingga tersungkur tak berdaya, namun ketika ibunya henda menendang putrinya

itu melihat darah yang keluar dari dalam roknya. Sekejap ia terdiam, dan memeriksa celana

dalam yang dikenakan oleh putrinya. Mencoba ia menanyakan keadaan putrinya yang sudah

tersungkur tak berdaya itu.

“Juan, apa kamu mens?” Tanya ibu Juan.

Page 5: Tangisan 12 malam

Semakin menjadi tangisan Juan mendengar pertanyaan dari ibunya. Karena bingung

dengan keadaan putrinya, ibunya kembali menanyakan.

“Jawab aku anak jalang....!!!”

Akhirnya juan mulai membuka mulutnya dan mengatakan semua yang telah terjadi

kepada ibunya itu. Tetes air mata seketika mengalir dari mata sang ibu, dipeluknya erat tubuh

putri semata wayangnya itu. Mendengar hal tersebut laki-laki dewasa itu segera keluar dari

kamar ibunya dan langsung menuju ke pintu keluar rumah. Ibu Juan mencoba menghalangi

laki-laki itu namun usahanya sia-sia setelah didorong tubuhnya hingga tersungkur di samping

tubuh putrinya yang tengah menangis itu.

Laki-laki itu bergegas masuk ke mobil dan langsung pergi dari pekarangan rumahnya.

Juan menangis dan terus menangis di samping ibunya yang terkapar lemas. Mereka berdua

berpelukan dan terus menangis, suaranya terdengar samar menyelimuti malam itu. Tiba-tiba

jam berdenting menunjukan pukul 12 malam telah datang namun tangis mereka terus

terdengar.

Tamat.

BIODATA PENULIS

Page 6: Tangisan 12 malam

Nama : Fahluluk Wardoyo

Tempat, tanggal lahir : Batang, 7 April 1995

Alamat : Jl.Uripsumoharjo 32 Batang, Gg.Arjuna Rt 01 Rw 05 Sambong

Kebrok Batang, 51212 Kab.Batang, Jawa Tengah.

Nomor telpon : 0857-428-428-30

Akun Facebook : Ne-yo Jr.

Alamat Email : [email protected]