Upload
bramantiyo-marjuki
View
117
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN AKHIR INTERPRETASI CITRA UNTUK PENUTUP LAHAN DAN
IDENTIFIKASI KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DI
KALIMANTAN UTARA
KAYAN MENTARANG LANDSCAPE PROJECT
WORLD WILDLIFE FOUNDATION (WWF) INDONESIA 2017
KATA PENGANTAR
Segenap puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya, kajian Pemetaan Penutup/Penggunaan Lahan dan Identifikasi Kawasan
Bernilai Konservasi Tinggi di Provinsi Kalimantan Utara ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kajian ini dapat terselenggara atas berkat kerja sama Lembaga World Wildlife Foundation (WWF)
Indonesia, khususnya WWF Kayan Mentarang Landscape Project dan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Utara. Kajian ini dilakukan guna memperoleh informasi terkini kondisi penutup dan
penggunaan lahan Provinsi Kalimantan Utara pada Skala 1: 50.000, dan sekaligus
mengidentifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di wilayah administrasi Provinsi
Kalimantan Utara, guna memberikan saran tindak pengelolaan yang lebih baik untuk
perlindungan area lindung dan konservasi di Kalimantan Utara, sekaligus menyeimbangkan
antara fungsi ekologi dan fungsi ekonomi terhadap aktivitas sosial ekonomi di Provinsi
Kalimantan Utara.
Tim pengkaji dalam kesempatan ini mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada WWF Indonesia, WWF Kayan Mentarang Project, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara,
Pemerintah Kabupaten Malinau, Pemerintah Kabupaten Bulungan, Pemerintah Kabupaten
Nunukan, dan para pihak lain yang berkepentingan terhadap kelestarian lingkungan di Provinsi
Kalimantan Utara, atas dukungan, masukan, dan rekomendasi yang telah diberikan, sehingga
kajian ini dapat terselesaikan dengan baik.
Besar harapan, hasil yang diperoleh dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
berkepentingan terhadap penguatan perlindungan keanekaragaman hayati dan kawasan lindung
di Kalimantan Utara.
Tanjung Selor, Agustus 2017
Bramantiyo Marjuki.
Tim Pengkaji
Daftar Isi
I. Pendahuluan __________________________________________________________________ 1
I.1 Latar Belakang _____________________________________________________________ 1
I.2 Tujuan Kegiatan ____________________________________________________________ 2
I.3 Lokasi Kegiatan _____________________________________________________________ 2
I.4 Keluaran Kegiatan ___________________________________________________________ 3
II. Lingkup Kegiatan _______________________________________________________________ 5
II.1 Lingkup Kegiatan __________________________________________________________ 5
II.2 Waktu Pelaksanaan ________________________________________________________ 5
III. Metode Pemetaan ______________________________________________________________ 7
III.1 Pengolahan Citra Satelit ____________________________________________________ 7
III.2 Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan _______________________________________ 9
III.3 Penentuan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi __________________________________ 9
IV. Pelaksanaan Kegiatan Pemetaan _________________________________________________ 11
IV.1 Pengolahan Citra Satelit ___________________________________________________ 11
IV.2 Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan ______________________________________ 12
IV.2.1 Produk Hasil Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan _________________________ 12
IV.2.2 Statistik Luasan Penutup/Penggunaan Lahan Kalimantan Utara 2017 _____________ 13
IV.3 Identifikasi NKT 1.1 _______________________________________________________ 14
IV.3.1 Pemetaan KNKT 1.1 ____________________________________________________ 14
IV.3.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 1.1 _________________________________________ 16
IV.4 Identifikasi NKT 2.1 _______________________________________________________ 17
IV.4.1 Pemetaan KNKT 2.1 ____________________________________________________ 17
IV.4.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 2.1 _________________________________________ 18
IV.5 Identifikasi NKT 2.2 _______________________________________________________ 19
IV.5.1 Pemetaan KNKT 2.2 ____________________________________________________ 19
IV.5.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 2.2 _________________________________________ 20
IV.6 Identifikasi NKT 3 ________________________________________________________ 21
IV.6.1 Pemetaan KNKT 3 ______________________________________________________ 21
IV.6.2 Pendekatan Precautionary _______________________________________________ 21
IV.6.3 Pendekatan Analytical ___________________________________________________ 22
IV.6.4 NKT 3 Masa Depan Pendekatan Analytical __________________________________ 24
IV.6.5 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 3 __________________________________________ 26
IV.7 Identifikasi NKT 4.1 _______________________________________________________ 27
IV.7.1 Pemetaan KNKT 4.1 ____________________________________________________ 27
IV.7.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.1 _________________________________________ 29
IV.8 Identifikasi NKT 4.2 _______________________________________________________ 30
IV.8.1 Pemetaan KNKT 4.2 ____________________________________________________ 30
IV.8.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.2 _________________________________________ 33
IV.9 Identifikasi NKT 4.3 _______________________________________________________ 34
IV.9.1 Pemetaan KNKT 4.3 ____________________________________________________ 34
IV.9.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.3 _________________________________________ 36
IV.10 Analisis NKT Gabungan ___________________________________________________ 37
IV.10.1 Pemetaan KNKT Gabungan ____________________________________________ 37
IV.10.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT Gabungan _________________________________ 38
V. Analisis NKT & Ijin Usaha Perkebunan _____________________________________________41
V.1 Sebaran Wilayah Perijinan Perkebunan di Kalimantan Utara _______________________ 41
V.2 Analisis KNKT dengan IUP _________________________________________________ 42
V.2.1 KNKT 1.1 _____________________________________________________________ 42
V.2.2 KNKT 2.1 _____________________________________________________________ 43
V.2.3 KNKT 2.2 _____________________________________________________________ 44
V.2.4 KNKT 3 ______________________________________________________________ 45
V.2.5 KNKT 4.1 _____________________________________________________________ 48
V.2.6 KNKT 4.2 _____________________________________________________________ 49
V.2.7 KNKT 4.3 _____________________________________________________________ 50
V.3 Analisis KNKT Gabungan dengan IUP ________________________________________ 51
VI. Kesimpulan dan Rekomendasi ___________________________________________________53
VI.1 Kesimpulan _____________________________________________________________ 53
VI.2 Rekomendasi ____________________________________________________________ 54
VII. Referensi ____________________________________________________________________55
VIII. Lampiran ____________________________________________________________________56
Hal. 01
I. Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Pada saat ini, Pemerintah provinsi Kalimantan Utara telah menjadikan tambak-
tambak di delta Sungai Kayan dan sungai-sungai lainya di Kalimantan Utara sebagai
sektor ekonomi unggulan. Pembangunan tambak-tambak ini banyak mengkonversi
kawasan ekosistem mangrove yang menjadi penahan abrasi alami, habitat bagi
beberapa jenis ikan dan krustasea, serta primata seperti bekantan dan berbagai jenis
burung lainnya.
Selain pengembangan tambak, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara juga
berencana membangun pembangkit listrik tenaga air berkapasitas 6.000 Mega Watt.
Pembangunan PLTA berskala besar ini didukung dengan pembangunan bendungan
dan infrastruktur pendukung lainnya, tentu akan memberikan dampak, baik positif
maupun negatif bagi daerah-daerah di atas (kawasan resapan) dan terutama daerah
bawah-nya. Berkurangnya debit arus sungai, berkurangnya sedimen dan nutrisi
terangkut akan memberikan dampak signifikan bagi keberlanjutan ekosistem di daerah
hilir.
Untuk itu pengelolaan wilayah secara menyeluruh dari hulu sampai hilir
menjadi hal yang mendesak sebagai bentuk adaptasi serta mengurangi berbagai
dampak yang dapat muncul akibat berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan
namun dengan tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.
Salah satu data yang menjadi kunci dalam pengelolaan wilayah termasuk
daerah aliran sungai adalah data penutup lahan. Penutup lahan adalah kenampakan
tutupan biofisik pada permukaan bumi yang merupakan hasil pengaturan, aktivitas dan
perlakuan manusia atau alam. Informasi penutup/penggunaan lahan terkini akan
dapat memberikan informasi seberapa jauh kondisi ekologi dan ekonomi di suatu
wilayah telah berlangsung, dan apa saja dampak (baik positif maupun negatif) yang
dapat terjadi.
Selain itu, fungsi lindung dan konservasi yang ada di dalam suatu wilayah harus
sedapat mungkin dipertahankan guna memberikan fungsi keberlanjutan potensi dan
sumberdaya wilayah untuk generasi mendatang. Penetapan Kawasan Bernilai
Hal. 02
Konservasi Tinggi merupakan salah satu produk kebijakan berorientasi keruangan
yang diharapkan dapat membantu dalam mewujudkan kepentingan tersebut.
Melihat bahwa aktivitas sosial dan ekonomi di Kalimantan Utara terus
meningkat dari waktu ke waktu, maka keberadaan data dan informasi
penutup/penggunaan lahan terkini dan zonasi kawasan bernilai konservasi tinggi
merupakan salah satu produk perencanaan kawasan yang strategis dan mutlak
tersedia, guna membantu dalam perumusan dan perencanaan kebijakan
pengembangan wilayah di Kalimantan Utara yang lebih baik dan berkelanjutan.
I.2 Tujuan Kegiatan
Tujuan dari kegiatan ini adalah:
1. Memetakan Penutup/Penggunaan Lahan seluruh wilayah Provinsi Kalimantan
Utara Tahun 2017 pada skala 1:50.000 dengan mengacu pada sistem klasifikasi
penutup/penggunaan lahan menurut RSNI 3 tentang Klasifikasi Penutup Lahan
tahun 2015.
2. Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KNKT), yang
meliputi KNKT 1.1, 2.1, 2.2, 3, 4.1, 4.2, dan 4.3 di wilayah Kalimantan Utara.
I.3 Lokasi Kegiatan
Kegiatan interpretasi penutup lahan dan indentifikasi KNKT ini dilakukan di
seluruh Provinsi Kalimantan Utara yang meliputi Kabupaten Bulungan, Malinau, Tana
Tidung, Nunukan, dan Kota Tarakan,
Hal. 03
Gambar 1. Wilayah Kajian
I.4 Keluaran Kegiatan
Hasil dari kegiatan ini adalah data dan informasi spasial hasil analisa Citra
Satelit Penginderaan Jauh dan survei lapangan. Hasil akhir dari kegiatan ini dituangkan
dalam bentuk data geodatabase digital dengan skala 1:50.000. Data juga diberikan
dalam bentuk fisik melalui media DVD.
Hal. 04
Tabel 1. Keluaran Kegiatan
No Output Keterangan
1 Data Penutup Lahan Kalimantan Utara Skala 1:50.000 tahun 2017
Format geodatabase (gdb) Coordinate System WGS84 UTM Zone 50N
SNI 7645:2010 2 Data Kawasan Bernilai Konservasi
Tinggi, terdiri dari NKT 2.1, NKT 2.2 dan NKT 3
Format geodatabase (gdb)
Coordinate System WGS84 UTM Zone 50N Mempertimbangkan Faktor Erosi (Metode USLE) dan sedimentasi pada DAS Kayan
http://www.HCVnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415
6 Buku Laporan Mencakup laporan pendahuluan, antara, dan akhir.
7 Hasil Olahan Citra Penginderaan Jauh
Hal. 05
II. Lingkup Kegiatan
II.1 Lingkup Kegiatan
Lingkup dari kegiatan ini meliputi:
1. Pemetaan Penutup/Penggunaan Lahan Skala 1:50.000 yang mencakup:
• Akuisisi Citra Satelit dan pengumpulan data sekunder;
• Pra-pemrosesan citra (koreksi radiometrik, koreksi geometrik dan
mosaik);
• Klasifikasi citra dan Interpretasi visual Penutup/Penggunaan Lahan;
• Uji Akurasi/Ground Check.
2. Pemetaan Kawasan bernilai konservasi tinggi/HCV (High Conservacy Value)
yang meliputi:
• Identifikasi KNKT 1.1;
• Identifikasi KNKT 2.1;
• Identifikasi KNKT 2.2;
• Identifikasi KNKT 3;
• Identifikasi KNKT 4.1;
• Identifikasi KNKT 4.2;
• Identifikasi KNKT 4.3.
II.2 Waktu Pelaksanaan
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2016 hingga 20
Februari 2017. Uraian mengenai tahapan-tahapan dan jangka waktu pelaksanaan
kegiatan diuraikan di dalam Tabel 2 di bawah ini.
Hal. 06
Tabel 2. Jangka Waktu Pelaksanaan
Keterangan Desember 2016
Januari 2017 Februari 2017
Minggu ke-3
Minggu ke-4
Minggu ke-1
Minggu ke-2
Minggu ke-3
Minggu ke-4
Minggu ke-4
Diskusi, Pengumpulan dan Updating data v v
Pemrosesan dan Analisis data
v v v
Laporan awal v
Uji Akurasi v
Laporan antara v
Laporan Final dan Presentasi
v
Hal. 07
III. Metode Pemetaan
III.1 Pengolahan Citra Satelit
Kegiatan pemetaan penggunaan lahan berbasis interpretasi citra satelit ini
menggunakan Citra Sentinel-2 sebagai sumber datanya. Citra yang diperoleh masing –
masing telah terproses sampai Level IC. Dari sisi tingkat pemrosesan citra untuk
keperluan pemetaan penggunaan lahan, citra yang digunakan telah terkoreksi baik
radiometrik maupun geometrik, sehingga dapat langsung digunakan untuk pemetaan
penutup/penggunaan lahan pada Skala 1:50.000 atau dilakukan pembuatan mosaik
terlebih dahulu. Dengan demikian, koreksi radiometrik dan geometrik untuk Citra
Sentinel-2 yang akan digunakan tidak dilaksanakan, dan tahapan pemrosesan citra
yang dilakukan hanya penajaman kontras untuk mempermudah interpretasi visual
penutup/penggunaan lahan dan pembuatan mosaik citra.
Penajaman kontras dapat dapat dibagi dua, yaitu linier dan non linier. Penajaman
kontras non linier selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi beberapa metode
seperpenyamaan histogram (histogram equalizaon), penajaman gaussian dan
penajaman berbasis standar deviasi (ERDAS Field Guide). Dalam kegiatan pemetaan
ini, penajaman kontras diperlukan agar citra yang digunakan dapat memiliki kontras
yang baik, sehingga representasi obyek akan lebih jelas dan lebih mudah diinterpretasi.
Strategi yang digunakan adalah dengan mencoba mengaplikasikan beberapa teknik
penajaman kontras yang umum digunakan dalam pengolahan citra dijital, yaitu :
1. Penajaman kontras linier (linear contrast stretching)
2. Penajaman berbasis standar deviasi (standard deviaon stretching)
3. Penyetaraan Histogram (Histogram Equalizaon)
Metode terbaik dinilai secara subyekf visual dengan cara membandingkan
kontras citra hasil penajaman. Citra dengan kontras yang paling baik yang akan dipakai
untuk kegiatan interpretasi.
Mosaicking atau pembuatan mosaik citra merupakan proses penggabungan
banyak citra untuk membentuk satu citra yang meliput wilayah lebih luas (ERDAS Field
Guide). Mosaik citra diperlukan biasanya untuk melihat sebaran obyek dalam cakupan
yang lebih luas dari cakupan konvensional citra.
Pembuatan mosaik citra dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan, yaitu
mosaik terkontrol dan mosaik dak terkontrol (Sutanto, 1986). Mosaik terkontrol
Hal. 08
menggunakan citra yang sudah tergeoreferensi sebagai masukannya, sehingga proses
mosaik dilakukan secara otomas sesuai dengan koordinat masing – masing citra
penyusun. Akurasi hasil mosaik terkontrol akan sangat tergantung pada akurasi
geometrik citra penyusunnya. Kesalahan yang umum terjadi dari penggunaan teknik
mosaik terkontrol adalah munculnya kedak selarasan (displacement) dari obyek –
obyek yang sama pada bagian tepi citra atau pada bagian citra yang bertampalan
(overlap). Hal ini diakibatkan citra yang dimosaik mempunyai akurasi yang dak
seragam, sehingga tidak tepat bertampalan. Untuk menghindari kesalahan tersebut,
citra harus dipastikan mempunyai akurasi yang seragam dan berada dalam batas
toleransi kesalahan yang dapat diterima satu sama lain.
Sedangkan mosaik tidak terkontrol menggunakan pendekatan yang
berkebalikan dengan mosaik terkontrol. Teknik ini menggunakan citra yang belum
terkoreksi sebagai masukannya, sehingga proses mosaik dilakukan secara manual atau
otomatis dengan menggunakan algoritma tertentu. Kelebihan dari teknik ini adalah
adanya ketidakselarasan obyek dapat dihindari karena proses mosaik dilakukan secara
manual. Namun demikian teknik ini bukan berarti tanpa kelemahan. Kelemahan dari
teknik ini muncul ketika citra direktifikasi. Sebagai akibat dari mosaik citra yang
kesalahan geometriknya belum dikoreksi, maka hasil mosaik citra akan
mengakumulasikan kesalahan – kesalahan geometrik dari citra – citra penyusunnya,
sehingga pada tahap koreksi geometrik biasanya tidak dapat diselesaikan dengan
persamaan polynomial orde rendah (affine), melainkan menggunakan orde tinggi (lebih
dari 3). Semakin tinggi orde yang digunakan, semakin banyak titik kontrol tanah yang
dibutuhkan, dan persamaan akan menjadi semakin sensitif terhadap sebaran titik
kontrol. Area yang tidak terdapat titik kontrol akan mempunyai kesalahan posisi yang
besar.
Dalam pemetaan ini, metode mosaicking yang digunakan adalah pendekatan
mosaic terkontrol. Untuk mengantisipasi adanya perbedaan posisi obyek antara satu
citra dengan citra lain, dalam tahap koreksi geometrik akan dipastikan bahwa citra
mempunyai akurasi yang seragam dan tidak ada perbedaan posisi obyek pada bagian –
bagian yang bertampalan.
Hal. 09
III.2 Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan
Pembuatan Peta Penggunaan Lahan berbasis interpretasi citra penginderaan
jauh dapat dilakukan menggunakan dua metode, yaitu intepretasi visual dan klasifikasi
dijital (Sutanto, 1986). Interpretasi visual biasanya dilakukan pada data penginderaan
jauh yang berformat analog/cetakan atau dijital melalui digitasi pada layar monitor.
Pada proses interpretasi visual, interpreter berusaha mengenali obyek di
permukaan bumi dengan mendasarkan pada kunci interpretasi yang terdiri dari
rona/warna, bentuk, pola, tekstur, bayangan, ukuran, asosiasi dan situs (Sutanto,
1986). Obyek yang teridentifikasi kemudian di deliniasi batasnya dan akhirnya
dihasilkan sebuah peta tematik sebaran obyek hasil identifikasi. Sedangkan pada
klasifikasi dijital, proses pengenalan obyek dilakukan secara otomatis oleh komputer.
Komputer mengenali obyek hanya berdasarkan pada dua aspek, yaitu atribut
spektral/warna dan atribut spasial/tekstur. Oleh karena itu penggunaan klasifikasi
dijital hanya terbatas untuk pemetaan penutup lahan atau penggunaan lahan yang
mempunyai tekstur spesifik saja.
Dalam kegiatan pemetaan ini, metode yang digunakan adalah interpretasi
visual. Interpretasi visual dipilih karena informasi yang ingin diperoleh adalah
informasi penutup/penggunaan lahan yang mana lebih tepat diperoleh menggunakan
pendekatan interpretasi visual.
Proses interpretasi dilakukan dengan cara interpretasi dan deliniasi kelas
penutup/penggunaan lahan di atas citra. Untuk meningkatkan kualitas interpretasi,
direncanakan dilakukan Ground Check dengan mengambil lokasi ground check
utamanya di wilayah Kalimantan Utara. Sebagai panduan interpretasi, digunakan
standar RSNI Nomor 3 mengenai klasifikasi Penutup/Penggunaan Lahan Skala
1:50.000/25.000.
III.3 Penentuan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi
Penentuan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi dalam kegiatan ini mengacu
pada Dokumen Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia
yang disusun oleh Konsorsium Revisi HVC Toolkit Indonesia dan diterbitkan oleh
Tropenbos International Indonesia Programme. Metode pemetaan secara umum dapat
digambarkan pada Gambar 3 di bawah ini.
Hal. 10
Gambar 2. Diagram Alir Penentuan KNKT
Seluruh rangkaian proses analisis sebagaimana diuraikan di atas dapat dilihat
pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Diagram Alir Kegiatan
Hal. 11
IV. Pelaksanaan Kegiatan Pemetaan
IV.1 Pengolahan Citra Satelit
Pengolahan citra satelit dilaksanakan untuk memperoleh citra satelit dengan
kualitas geometrik dan radiometrik yang baik untuk dilakukan interpretasi visual.
Mengingat data Citra Sentinel-2a yang tersedia sudah dalam kondisi terkoreksi
geometrik, maka proses pengolahan citra satelit lebih difokuskan pada pembenahan
aspek radiometrik untuk memperoleh citra dengan kualitas visual yang tajam dan baik.
Operasi yang dilakukan dalam tahap pengolahan citra satelit ini adalah pembuatan
citra komposit, penajaman kontras dan pembuatan mosaik.
Pembuatan citra komposit dalam kegiatan ini dibatasi hanya pada pembuatan
citra komposit warna alami (kombinasi band 432) dan komposit warna inframerah
(kombinasi band 843). Saluran spektral lain tidak dilibatkan dalam analisis karena
resolusi spasialnya lebih rendah daripada saluran 2,3,4 dan 8, sehingga kualitas
spasialnya dianggap tidak cukup untuk pemetaan pada skala 1:50.000. Contoh
komposit warna alami dan komposit inframerah yang digunakan untuk pemetaan
dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Komposit Warna Inframerah (kiri) dan Warna Alami (kanan)
Penajaman kontras dilaksanakan untuk memperoleh tampilan citra yang tajam
secara visual sehingga dapat diinterpretasi penutup/penggunaan lahan yang terekam
dengan cukup baik. Selain itu penajaman kontras juga dilakukan untuk
menyeimbangkan dan menyeragamkan kualitas warna dari citra-citra yang direkam
pada waktu yang berbeda. Oleh karena itu, pada tahap penajaman kontras ini juga
dilaksanakan operasi histogram matching agar warna citra dapat lebih padu satu sama
lain.
Hal. 12
Tahap terakhir dari proses pengolahan citra adalah pembuatan mosaik citra
untuk memperoleh citra komposit dalam satu file guna memudahkan dalam proses
interpretasi dan deliniasi penutup/penggunaan lahan.
IV.2 Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan
IV.2.1 Produk Hasil Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan
Proses interpretasi penutup/penggunaan lahan dilaksanakan setelah citra
satelit selesai diolah. Dalam hal ini interpretasi dilakukan dengan mengacu pada skema
klasifikasi penutup/penggunaan lahan menurut RSNI Nomor 3 Tentang Klasifikasi
Penutup/Penggunaan Lahan pada skala 1:25.000/50.000. Hasil interpretasi yang telah
diperoleh dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.
Gambar 5. Hasil Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan Provinsi Kalimantan Utara Tahun
2017
Hal. 13
IV.2.2 Statistik Luasan Penutup/Penggunaan Lahan Kalimantan Utara 2017
Hasil interpretasi penutup/penggunaan lahan, yang kemudian dilakukan
kalkulasi luas menunjukkan bahwa penggunaan hutan Lahan Kering Primer masih
merupakan kelas penggunaan lahan yang dominan di Kalimantan Utara (Tabel 4).
Proporsinya sebesar 59% dari luas Kalimantan Utara secara keseluruhan, yang diikuti
kelas penggunaan lahan Hutan Lahan Kering Sekunder dengan proporsi 22%, dan
perkebunan dengan proporsi 5% (Gambar 6 ).
Tabel 4. Luasan Penutup/Penggunaan Lahan Kalimantan Utara Tahun 2017
Kelas Penggunaan Lahan Luas (Hektar)
Danau Tapal Kuda 0.56
Danau/Situ 195.97
Empang 122.15
Gedung/Bangunan 2.27
Hutan Bakau/Mangrove 54009.83
Hutan Lahan Kering Primer 4168612.57
Hutan Lahan Kering Sekunder 1550466.11
Hutan Rawa/Gambut 239005.34
Padang Rumput 1030.20
Pasir/Bukit Pasir Laut 177.40
Pelabuhan Udara 255.40
Pemakaman 4.28
Perkebunan Kelapa Sawit 103327.63
Perkebunan/Kebun 325492.71
Permukiman dan Tempat Kegiatan 12235.91
Pertambangan 313.39
Rawa 3977.89
Sawah 5453.49
Sawah Tadah Hujan 299.47
Semak Belukar 262790.29
Sungai 45879.89
Tambak 147821.43
Tambang 4514.27
Tanah Kosong/Gundul 15586.91
Tegalan/Ladang 80058.73
Hal. 14
Gambar 6. Proporsi Luasan Penutup/Penggunaan Lahan Kalimantan Utara Tahun 2017
IV.3 Identifikasi NKT 1.1
IV.3.1 Pemetaan KNKT 1.1
Penilaian Kawasan NKT 1.1 dilaksanakan mengikuti pedoman dalam HCV
Toolkit 2008. NKT 1 merupakan kawasan yang dianggap memiliki tingkat
keanekaragaman hayati yang penting untuk keseimbangan ekosistem. Dalam kegiatan
ini, komponen dari NKT-1 yang penting untuk dipetakan adalah komponen NKT 1.1.
Komponen NKT 1.1 adalah komponen yang mempunyai atau memberikan fungsi
pendukung keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung dan/atau konservasi.
Data spasial dan kriteria yang diperlukan guna menghasilkan Kawasan NKT 1.1
adalah sebagai berikut:
1. Data kawasan lindung dalam RTRW Provinsi Kalimantan Utara.
2. Data kawasan lindung lahan gambut > 3m dari Peta Sistem Lahan Repprot.
1%
59%22%
3%
1%5%
4%
1%
2%
1%
Proporsi Luas Penggunaan Lahan Tahun 2017 (Hektar)
Danau Tapal Kuda
Danau/Situ
Empang
Gedung/Bangunan
Hutan Bakau/Mangrove
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Rawa/Gambut
Padang Rumput
Pasir/Bukit Pasir Laut
Pelabuhan Udara
Pemakaman
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan/Kebun
Permukiman dan Tempat Kegiatan
Pertambangan
Rawa
Sawah
Sawah Tadah Hujan
Semak Belukar
Sungai
Tambak
Tambang
Tanah Kosong/Gundul
Tegalan/Ladang
Hal. 15
3. Data penggunaan lahan hasil interpretasi.
Untuk melakukan indentifikasi Kawasan NKT 1.1, langkah yang dilakukan
sebagai berikut
1. Melakukan identifikasi kawasan hutan lindung dan kawasan lindung
konservasi dari RTRWP KALTARA 2016.
2. Melakukan analisis buffering sungai untuk menentukan sempadan sungai.
Kriteria tepi sempadan sungai mengikuti kriteria dalam panduan HCV Toolkit.
3. Melakukan pemilihan kelas penggunaan lahan yang berperan dalam konservasi
sesuai masukan terakhir, yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering
sekunder, mangrove, dan rawa.
4. Seluruh data kemudian di overlay dan diberikan status NKT 1.1 ditambahi
justifikasi mengapa menjadi NKT 1.1.
Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 7 di bawah ini.
Gambar 7. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 1.1
Hasil analisis dari setiap kriteria kemudian diintegrasikan menjadi satu untuk
memperoleh satu satu informasi Kawasan NKT 1.1 di Provinsi Kalimantan Utara,
dengan hasil sebagaimana ditampilkan di Gambar 8 di bawah ini.
Hal. 16
Gambar 8. Hasil Identifikasi NKT 1.1
IV.3.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 1.1
Hasil perhitungan luas KNKT 1.1 per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 1.1
yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Malinau, diikuti Kabupaten Nunukan
(Tabel 5). Sementara proporsi KNKT 1.1 adalah sebesar 71,86% dari luasan Kalimantan
Utara secara keseluruhan.
Tabel 5. Luasan KNKT 1.1 Per Kabupaten/Kota di Kalimantan Utara Tahun 2017
Kabupaten / Kota Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)
BULUNGAN 521788.85 39.95 1306028
MALINAU 3533746.93 88.46 3994593
NUNUKAN 896911.73 63.13 1420795
TANA TIDUNG 90136.17 31.90 282576.4
TARAKAN 8367.55 34.18 24477.66
TOTAL 5050951.23 71.86* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 1.1 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Hal. 17
IV.4 Identifikasi NKT 2.1
IV.4.1 Pemetaan KNKT 2.1
Penilaian Kawasan NKT 2.1 dilaksanakan mengikuti pedoman dalam HCV
Toolkit 2008. NKT 2 merupakan kawasan yang penting untuk mempertahankan
dinamika ekologi alami. Dalam kegiatan ini, komponen dari NKT-2 yang penting untuk
dipetakan adalah komponen NKT 2.1 dan NKT 2.2. Komponen NKT 2.1 adalah
komponen kawasan lansekap luas yang mempunyai kapasitas untuk menjaga proses
dan dinamika ekologi secara alami.
Data spasial dan proses yang dilakukan guna menghasilkan Kawasan NKT 2.1 adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan overlay antara peta penggunaan lahan hasil interpretasi dan peta
ekosistem hasil identifikasi NKT 3.
2. Dari hasil overlay kemudiaan diidentifikasi ekosistem dengan luasan lebih dari
20.000 hektar dan berpenggunaan lahan hutan alami (tidak terfragmentasi)
untuk ditetapkan sebagai zona inti.
3. Melakukan buffering sejauh 3 Km dari Zona Inti khusus pada area bervegetasi,
untuk menentukan zona penyangga.
4. Melakukan pemilihan hutan lahan kering primer yang tersisa untuk
diintegrasikan dengan hasil langkah 2 dan langkah 3 melalui operasi overlay
union.
5. Melakukan rekapitulasi luasan NKT 2.1 yang diperoleh dan melengkapi dengan
informasi justifikasi.
Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 9 di bawah ini.
Gambar 9. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 2.1
Hal. 18
Hasil analisis dari setiap kriteria kemudian diintegrasikan menjadi satu untuk
memperoleh satu satu informasi Kawasan NKT 2.1 di Provinsi Kalimantan Utara,
dengan hasil sebagaimana ditampilkan di Gambar 10 di bawah ini.
Gambar 10. Hasil Identifikasi NKT 2.1
IV.4.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 2.1
Hasil perhitungan luas KNKT 2.1 per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 2.1
yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Malinau, diikuti Kabupaten Nunukan
(Tabel 6). Sementara proporsi KNKT 2.1 adalah sebesar 71,86% dari luasan Kalimantan
Utara secara keseluruhan.
Tabel 6. Luasan KNKT 2.1 Per Kabupaten/Kota di Kalimantan Utara Tahun 2017
Kabupaten / Kota Luas
(Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten
(Persen) Luas Kabupaten (Hektar)
BULUNGAN 267080.39 20.45 1306028
MALINAU 3378670.39 84.58 3994593
NUNUKAN 531306.30 37.40 1420795
TOTAL 4275560.81 60.83* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 2.1 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Hal. 19
IV.5 Identifikasi NKT 2.2
IV.5.1 Pemetaan KNKT 2.2
Komponen NKT 2.2 adalah komponen kawasan NKT yang difokuskan untuk
mengidentifikasi landsekap dengan kesinambungan fungsi antar berbagai ekosistem
dan menjamin kesinambungan tersebut tetap terjaga.
Kriteria yang diperlukan guna menghasilkan Kawasan NKT 2.2 adalah sebagai berikut:
1. Ada dua atau lebih ekosistem hadir bersebelahan dan berbagi batas, terutama
zona transisi (ecotone) antara berbagai rawa dan bukan rawa atau kerangas dan
bukan kerangas.
2. lereng gunung yang berhutan dalam kondisi baik dan mencakup berbagai jenis
ekosistem dengan zona ketinggian yang berbeda, seperti hutan dataran
(lowland forest) rendah ke hutan bagian tengah gunung (submontane forest)
sampai hutan puncak gunung (montane forest) dengan jenis tumbuhan dan
dinamika ekologi yang masing-masing berbeda.
Proses analisis yang dilakukan untuk menghasilkan NKT 2.2 adalah dengan cara
melakukan overlay antara peta sistem lahan Repprot dan penutup lahan hutan hasil
interpretasi. Hasilnya berupa pembagian ekosistem dalam setiap penutup lahan hutan
dan hutan rawa pada satu lansekap yang tidak terputus. Proses analisis di atas, secara
skematis dapat disajikan di Gambar 11 di bawah ini.
Gambar 11. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 2.2
Hasil dari penentian NKT 2.2 dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini.
Hal. 20
Gambar 12. Hasil Identifikasi NKT 2.2 (Zona Merah)
IV.5.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 2.2
Hasil perhitungan luas KNKT 2.2 per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 2.2
yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Nunukan, diikuti Kabupaten Tana
Tidung (Tabel 7). Sementara jika dilihat dari proporsi berdasarkan luas wilayah
kabupaten, KNKT 2.2 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Tana Tidung,
diikuti Kabupaten Nunukan. Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan, proporsi KNKT
2.2 adalah sebesar 4,28% dari luasan Kalimantan Utara.
Tabel 7. Luasan KNKT 2.2 Per Kabupaten/Kota di Kalimantan Utara Tahun 2017
Kabupaten / Kota Luas
(Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten
(Persen) Luas Kabupaten
(Hektar) BULUNGAN 72230.86 5.53 1306028
NUNUKAN 179469.57 12.63 1420795
TANA TIDUNG 49094.75 17.37 282576.4
TOTAL 300795.18 4.28* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 2.2 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Hal. 21
IV.6 Identifikasi NKT 3
IV.6.1 Pemetaan KNKT 3
Kawasan NKT 3 adalah kawasan dimana di dalamnya terdapat adanya
ekosistem yang langka atau terancam pada suatu lansekap. Status langka muncul
karena faktor alam yang membatasi penyebaran atau perubahan tutupan lahan dan
degradasi lahan yang disebabkan aktivitas manusia. Untuk penentuan NKT 3, terdapat
dua pendekatan, yaitu analytical dan precautionary.
IV.6.2 Pendekatan Precautionary
Untuk pendekatan precautionary, proses penyusunan dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Pembuatan peta zona elevasi menggunakan DEM ALOS resolusi 30 meter. Peta
zona elevasi kemudian dioverlay dengan Peta Sistem Lahan RePPROT untuk
memperoleh peta ekosistem.
2. Dari peta ekosistem yang terbentuk, kemudian dicari tahu keberadaan
ekosistem langka dan terancam menggunakan Tabel 8.3.1 dari Panduan HCV
Toolkit.
3. Peta ekosistem terancam dan atau langka kemudian dioverlay dengan peta
penggunaan lahan untuk mengetahui penggunaan lahannya pada saat ini.
4. Hasil overlay di langkah 4 dianggap sebagai NKT 3 dengan informasi pelengkap
berupa penggunaan lahan untuk dinilai lebih lanjut mana yang NKT 3 dan mana
yang bukan (untuk keperluan ini, mohon feedback dari WWF karena
menentukan NKT3 dari status penggunaan lahan dari ekosistem
langka/terancam tidak terlalu jelas panduannya).
Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 13 di bawah ini.
Gambar 13. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 3 Precautionary
Hal. 22
Hasil analisis yang diperoleh berupa zonasi NKT 3 pendekatan precautionary
(Gambar 14) di bawah ini.
Gambar 14. Hasil Identifikasi NKT 3 Saat Ini Pendekatan Precautionary
IV.6.3 Pendekatan Analytical
Pendekatan analytical mempunyai dasar penentuan yang berbeda dengan
pendekatan precautionary, oleh karena itu hasilnya akan berbeda. Untuk pendekatan
analytical, penentuan NKT harus melalui analisis penggunaan lahan masa kini dan
masa depan.
Untuk melakukan indentifikasi Kawasan NKT 3 metode analytical saat ini,
langkah yang dilakukan sebagai berikut
1. Dari Peta Ekosistem yang dihasilkan pada penentuan NKT 3 Precautionary,
dilakukan overlay dengan penggunaan lahan tahun 2009 dan penggunaan
lahan saat ini (peta hasil interpretasi).
2. Dari hasil overlay dilakukan analisis deforestasi untuk menentukan area
hutan yang terkonversi menjadi non hutan.
Hal. 23
3. Luasan hasil deforestasi kemudian dilakukan analisis pivot untuk merekap
perubahan luas akibat deforestasi. Hasil analisis pivot akan menunjukkan
ekosistem yang luasan hutannya telah hilang mendekati atau melebihi 50%.
Ekosistem ini disebut ekosistem terancam dan menjadi NKT 3. Ekosistem
yang tidak terancam kemudian dihilangkan dari analisis.
4. Hasil analisis pada langkah 3 kemudian direkap dan dijustifikasi alasan
menjadi NKT 3, termasuk status penggunaann lahannya pada saat ini.
5. Dalam analisis ini, tidak ditemukan ekosistem yang luasannya kurang dari
5% (ekosistem langka).
Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 15 di bawah ini.
Gambar 15. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 3 Analytical Saat ini dan Masa Depan
Hasil analisis yang diperoleh berupa zonasi NKT 3.1 pendekatan analytical
(Gambar 16) di bawah ini.
Hal. 24
Gambar 16. Hasil Identifikasi NKT 3.1 Saat Ini Pendekatan Analytical
IV.6.4 NKT 3 Masa Depan Pendekatan Analytical
Kriteria yang digunakan untuk menghasilkan Kawasan NKT 3.1 masa depan
adalah sebagai berikut:
1. Ekosistem yang memenuhi satu atau lebih dari kriteria berikut dapat dianggap
terancam dalam definisi NKT 3:
2. Dalam suatu unit bio-fisiogeografis, suatu ekosistem sudah mengalami
kehilangan 50% atau lebih dari luas semulanya dalam suatu unit bio-
fisiogeografis terdapat ekosistem yang akan mengalami kehilangan 75% atau
lebih dari luas semulanya berdasarkan asumsi semua kawasan konversi dalam
tataruang yang berlaku dapat dikonversikan.
3. Ekosistem alami mencakup kurang dari 5% luas areal total suatu unit bio-
fisiografis.
Untuk melakukan indentifikasi Kawasan NKT 3 metode analytical masa depan,
langkah yang dilakukan sebagai berikut
Hal. 25
1. Peta hasil langkah 2 pada Sub bab IV.6.2 dioverlaykan dengan Peta RTRWP
Kaltara dan Peta Konsensi Pengelolaan Hutan dari Kementerian Kehutanan.
Peta Konsensi digunakan untuk melihat kawasan hutan yang berada dalam ijin
HTI, yang berdasarkan masukan terakhir, merupakan kawasan yang paling
memungkinkan untuk terkonversi menjadi non hutan di masa depan.
2. Dari hasil overlay dilakukan analisis deforestasi untuk menentukan area hutan
yang terkonversi menjadi non hutan berdasarkan skenario RTRWP yang
ditajamkan dengan skenario Ijin HTI.
3. Luasan hasil deforestasi kemudian dilakukan analisis pivot untuk merekap
perubahan luas akibat deforestasi. Hasil analisis pivot akan menunjukkan
ekosistem yang luasan hutannya telah hilang mendekati atau melebihi 75%.
Ekosistem ini disebut ekosistem terancam dan menjadi NKT 3. Ekosistem yang
tidak terancam kemudian dihilangkan dari analisis.
4. Hasil analisis pada langkah diatas kemudian direkap dan dijustifikasi alasan
menjadi NKT 3, termasuk status penggunaann lahannya pada saat ini.
Hasil analisis yang diperoleh berupa zonasi NKT 3.1 masa depan (Gambar 17).
Gambar 17. Hasil Identifikasi NKT 3.1 Masa Depan
Hal. 26
IV.6.5 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 3
Hasil perhitungan luas KNKT 3 Metode Precautionary per kabupaten/Kota,
menunjukkan KNKT 3 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Malinau,
diikuti Kabupaten Nunukan (Tabel 8). Sementara proporsi KNKT 3 Precautionary
adalah sebesar 80,07% dari luasan Kalimantan Utara secara keseluruhan.
Tabel 8. Luasan KNKT 3 Precautionary Per Kabupaten/Kota Tahun 2017
Kabupaten / Kota
Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)
BULUNGAN 920602.1 70.49 1306028
MALINAU 3530530 88.38 3994593
NUNUKAN 1057239 74.41 1420795
TANA TIDUNG 114154.50 40.40 282576.4
TARAKAN 4857.19 19.84 24477.66
TOTAL 5627382.79 80.07* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 3 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Hasil perhitungan luas KNKT 3 Metode Analytical Kondisi Saat Ini per
kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 3 yang paling besar luasannya berada di
Kabupaten Bulungan, diikuti Kabupaten Nunukan (Tabel 9). Sementara jika dilihat dari
proporsi berdasarkan luas wilayah administrasi, KNKT 3 yang paling besar luasannya
berada di Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kota/Pulau Tarakan. Sedangkan jika dilihat
secara keseluruhan, proporsi KNKT 3 Analytical Kondisi Saat Ini adalah sebesar 6,8%
dari luasan Kalimantan Utara.
Tabel 9. Luasan KNKT 3 Analytical Kondisi Saat Ini Per Kabupaten/Kota Tahun 2017
Kabupaten / Kota
Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)
BULUNGAN 211897.50 16.22 1306028
MALINAU 11490.20 0.29 3994593
NUNUKAN 158583.10 11.16 1420795
TANA TIDUNG 90580.21 32.06 282576.4
TARAKAN 5150.16 21.04 24477.66
TOTAL 477701.17 6.80* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 3 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Hal. 27
Hasil perhitungan luas KNKT 3 Metode Analytical Kondisi Masa Depan per
kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 3 yang paling besar luasannya berada di
Kabupaten Nunukan, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 10). Sementara jika dilihat
dari proporsi luas wilayah administrasi, KNKT 3 yang paling besar luasannya berada di
Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kota/Pulau Tarakan. Sedangkan jika dilihat secara
keseluruhan, proporsi KNKT 3 Analytical Kondisi Masa Depan adalah sebesar 10,67%
dari luasan Kalimantan Utara.
Tabel 10. Luasan KNKT 3 Analytical Kondisi Masa Depan Per Kabupaten/Kota Tahun
2017
Kabupaten /
Kota
Luas
(Hektar)
Proporsi Dari Luas Kabupaten
(Persen)
Luas Kabupaten
(Hektar)
BULUNGAN 231026.53 17.69 1306028
MALINAU 18441.11 0.46 3994593
NUNUKAN 352025.14 24.78 1420795
TANA TIDUNG 137948.95 48.82 282576.4
TARAKAN 10186.44 41.62 24477.66
TOTAL 749628.17 10.67* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 3 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
IV.7 Identifikasi NKT 4.1
IV.7.1 Pemetaan KNKT 4.1
Kawasan NKT 4.1 adalah kawasan yang dianggap penting dalam menjaga siklus
hidrologi. Penentuan NKT 4.1 utamanya harus mempertimbangkan aspek daerah
aliran sungai, sebaran ekosistem, sebaran hutan lindung, dan sebaran penggunaan
lahan yang dianggap penting dalam menjaga keseimbangan hidrologis.
Identifikasi NKT 4.1 dalam kajian ini tidak menggunakan pendekatan DAS dan
Sub DAS. Pertimbangan yang digunakan adalah lokasi intake dan fasilitas PDAM di
Kalimantan Utara berlokasi di tepi Sungai utama (Sungai Sesayap dan Sungai Kayan)
(lihat Peta di bawah ini). Dengan demikian diduga air baku di Kaltara menggunakan air
sungai dari dua DAS besar ini. Mengingat DAS Sesayap dan DAS Kayan sangat luas dan
Hal. 28
hubungannya dengan penyediaan air cukup kompleks, maka identifikasi NKT 4.1 kali
ini adalah menggunakan pendekatan ekosistem.
Gambar 18. Lokasi Instalasi PDAM, Posisi DAS, dan Pertimbangan Penggunaan Ekosistem
sebagai satuan analisis.
Untuk melakukan indentifikasi Kawasan NKT 4.1, langkah yang dilakukan
sebagai berikut
1. Dari peta ekosistem di NKT 3 yang diperoleh, diidentifikasi ekosistem yang
berperan dalam penyediaan air, seperti hutan montane, hutan riparian,
hutan bakau, rawa dan gambut. Kawasan yang teridentifikasi kemudian
ditetapkan sebagai NKT 41
2. Selanjutnya, diidentifikasi penggunaan lahan yang merupakan tubuh air,
dan ditetapkan sebagai NKT 41.
3. Khusus untuk Pulau Nunukan, hutan alami yang tersisa ditetapkan sebagai
NKT 41 dengan pertimbangan bahwa, hutan ini yang paling berperan dalam
penyediaan air dan siklus hidrologis alami di Pulau Nunukan. Hal ini
berkaitan dengan adanya Kesimpulan ini baru dugaan dan harus
diverifikasi lebih lanjut.
Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 19 di bawah ini.
Hal. 29
Gambar 19. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 4.1
Hasil penentuan kawasan NKT 4.1 sebagaimana nampak pada Gambar 20 di
bawah ini.
Gambar 20. Hasil Identifikasi NKT 4.1
IV.7.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.1
Hasil perhitungan luas KNKT 4.1 per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 4.1
yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Malinau, diikuti Kabupaten Nunukan
(Tabel 11). Sementara jika dilihat dari proporsi luas wilayah administrasi, KNKT 4.1
Hal. 30
yang terbesar berada di wilayah Kabupaten Nunukan diikuti Kabupaten Malinau.
Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan, proporsi KNKT 4.1 adalah sebesar 23,87%
dari luasan Kalimantan Utara.
Tabel11. Luasan KNKT 4.1 per Kabupaten/Kota Tahun 2017
Kabupaten /
Kota Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)
BULUNGAN 138470.28 10.60 1306028
MALINAU 1020495.08 25.55 3994593
NUNUKAN 474620.78 33.41 1420795
TANA TIDUNG 43702.67 15.47 282576.4
TARAKAN 236.88 0.97 24477.66
TOTAL 1677525.70 23.87* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 4.1 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
IV.8 Identifikasi NKT 4.2
IV.8.1 Pemetaan KNKT 4.2
Kawasan NKT 4.2 adalah kawasan hutan dan vegetasi lain yang memiliki
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) potensial yang berat, apabila vegetasi yang ada diatasnya
ditebang. Penentuan Kawasan NKT 4.2 dimulai dari penentuan TBE menggunakan
model erosi potensial, yang kemudian dikomparasikan dengan data kedalaman tanah.
Model erosi potensial yang digunakan untuk menentukan TBE adalah metode
RUSLE. . Untuk mengimplementasikan Model RUSLE, diperlukan data erosivitas hujan,
erodibilitas tanah, pengaruh lereng, dan faktor penggunaan lahan. Variabel – variabel
tersebut diperoleh dari data sebagai berikut:
1. Erosivitas hujan diperoleh dari kalkulasi faktor erosivitas menggunakan data
hujan harian BMKG Kaltara dalam kurun waktu 2011-2016, yang kemudian
diturunkan menjadi data hujan bulanan. Data hujan bulanan kemudian
dikonversi menjadi indeks erosivitas menggunakan formula erosivitas berbasis
hujan bulanan.
2. Data erodibilitas tanah diperoleh dari Peta Tanah FAO Skala 250.000
Hal. 31
3. Data pengaruh lereng diperoleh dari pengolahan DEM ALOS 3D dengan resolusi
spasial 30 meter. DEM dari ALOS 3D dipilih karena merupakan produk turunan
dari produk DSM ALOS PRISM dengan resolusi spasial 5 meter, sehingga dilihat
dari kenampakan topografi yang dihasilkan lebih detil dan presisi daripada
produk SRTM 30 meter yang diturunkan dari SRTM 10 meter.
4. Data faktor penggunaan lahan diperoleh dari Peta Penutup/Penggunaan Lahan
yang merupakan output dari kegiatan ini.
5. Data Kedalaman Tanah diperoleh dari Produk 1 km Global GRID Soil and
Sediment depth yang diproduksi oleh ORNL DAAC.
Penentuan TBE dilakukan menggunakan hasil perkiraan laju erosi hasil RUSLE dan
data kedalaman tanah ORNL, dengan mengacu pada matriks penilaian TBE dalam HCV
Toolkit. Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 21 di bawah
ini.
Gambar 21. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 4.2
Hasil penilaian laju erosi RUSLE disajikan pada Gambar 22, kedalaman tanah
pada Gambar 23, dan hasil identifikasi NKT 4.2 pada Gambar 24 di bawah ini.
Hal. 32
Gambar 22. Hasil Pemodelan Laju Erosi RUSLE
Gambar 23. Kedalaman Tanah dari Data ORNL DAAC
Hal. 33
Gambar 24. Hasil Identifikasi NKT 4.2
Hasil pemodelan RUSLE ditambah komparasi dengan peta kedalaman tanah
memberikan hasil, dimana sebagian besar Kawasan Kalimantan Utara terkategori Erosi
Berat atau Sangat Berat. Hal ini terjadi karena dari perhitungan setiap faktor erosi (R,
K, LS, CP) berdasarkan data sekunder memberikan hasil laju erosi yang cukup tinggi
untuk wilayah – wilayah tersebut. Jika tidak dikombinasikan dengan data solum tanah,
terdapat variasi laju erosi di Kaltara. Namun ketika dimatrikskan dengan kedalaman
tanah, maka kebanyakan wilayah terkategori erosi berat dan sangat berat.
IV.8.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.2
Hasil perhitungan luas KNKT 4.2 per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 4.2
yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Malinau, diikuti Kabupaten Bulungan
(Tabel 12). Sementara proporsi KNKT 4.2 adalah sebesar 82,66% dari luasan
Kalimantan Utara secara keseluruhan.
Hal. 34
Tabel 12. Luasan KNKT 4.2 Per Kabupaten/Kota Tahun 2017
Kabupaten /
Kota
Luas
(Hektar)
Proporsi Dari Luas Kabupaten
(Persen)
Luas Kabupaten
(Hektar)
BULUNGAN 985694.26 75.47 1306028
MALINAU 3862264.92 96.69 3994593
NUNUKAN 893881.72 62.91 1420795
TANA TIDUNG 67971.36 24.05 282576.4
TARAKAN 262.61 1.07 24477.66
TOTAL 5810074.86 82.66* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 4.2 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
IV.9 Identifikasi NKT 4.3
IV.9.1 Pemetaan KNKT 4.3
Kawasan NKT 4.3 adalah kawasan yang dianggap penting dalam membantu dan
mencegah terjadinya kebakaran hutan untuk wilayah pengelolaan. Kawasan NKT 4.3
terdiri dari beberapa jenis penggunaan lahan yang dianggap mampu menjadi “sekat
bakar” apabila terjadi kebakaran dan perlu dipertahankan keberadaannya. Contoh dari
penggunaan lahan seperti ini adalah rawa gambut, daerah genangan, hutan rawa, dan
lahan basah lainnya.
Untuk melakukan indentifikasi Kawasan NKT 4.3, data yang digunakan adalah:
1. Data historis titik api dari layanan MODIS dan VRISS milik NASA dari tahun
2000 sampai 2017.
2. Data Peta Penutup Lahan Hasil Interpretasi Citra Satelit Sentinel -2 yang
dihasilkan dari kegiatan ini.
Proses analisis yang dilakukan meliputi dua aspek, yaitu:
1. Menentukan area yang rawan terjadinya kebakaran berdasarkan data lokasi
titik api.
2. Menentukan area sekat bakar yang berfungsi sebagai NKT 4.3 dari Peta
Penutup Lahan, dimana area yang dipilih adalah kawasan tubuh air (seperti
sungai, danau, rawa, tambak, lahan basah (Seperti mangrove), Hutan Kering
Hal. 35
Primer, dan Hutan Kering Sekunder. (Contoh hasil untuk metode eliminating
dapat dilihat pada Gambar 25).
Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 26 di bawah ini.
Gambar 25. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 4.3
Gambar 26. Hasil Identifikasi NKT 4.3
Hal. 36
IV.9.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.3
Sesuai dengan masukan yang diperoleh, hasil analisis juga dilengkapi dengan
informasi luas kawasan dalam satuan hektar, persentase luasannya dibandingkan
dengan luasan Provinsi Kaltara, dan justifikasi kenapa menjadi NKT 4.3. Contoh iagram
batang untuk luasan sekat bakar menggunakan metode eliminating dapat dilihat pada
Gambar 27.
Gambar 27. Statistik Luasan NKT 4.3
Jika dilihat dari aspek wilayah administrasi, hasil perhitungan luas KNKT 4.3
per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 4.3 yang paling besar luasannya berada di
Kabupaten Malinau, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 13). Sementara jika dilihat dari
proporsi luas wilayah administrasi per kabupaten, KNKT 4.3 yang paling besar
luasannya berada di Kabupaten Bulungan, diikuti Kota/Pulau Tarakan. Sedangkan jika
dilihat secara keseluruhan, proporsi KNKT 4.3 adalah sebesar 10,33% dari luasan
Kalimantan Utara.
0.559 Danau Tapal Kuda
158.664 Danau/Situ
121.708 Empang
6,503.094 Hutan Bakau/Mangrove
233,168.141 Hutan Lahan Kering Primer
431,346 Hutan Lahan Kering Sekunder
26,129.688 Hutan Raw a/Gambut
717.788 Raw a
3,369.185 Saw ah
214.486 Saw ah Tadah Hujan
10,869.208 Sungai
14,266.417 Tambak
Statistik NKT 4.3 Metode Eliminating
Luas_HA
400,000350,000300,000250,000200,000150,000100,00050,0000
Pe
ng
gu
na
an
La
ha
n
Danau Tapal Kuda
Danau/Situ
Empang
Hutan Bakau/Mangrove
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Raw a/Gambut
Raw a
Saw ah
Saw ah Tadah Hujan
Sungai
Tambak
Hal. 37
Tabel 13. Luasan KNKT 4.3 per Kabupaten/Kota Tahun 2017
Kabupaten / Kota
Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)
BULUNGAN 249771.00 19.12 1306028
MALINAU 322767.90 8.08 3994593
NUNUKAN 120687.80 8.49 1420795
TANA TIDUNG 28811.39 10.20 282576.4
TARAKAN 4092.57 16.72 24477.66
TOTAL 726130.66 10.33* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 4.3 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
IV.10 Analisis NKT Gabungan
IV.10.1 Pemetaan KNKT Gabungan
Hasil indentifikasi NKT 1.1 sampai 4.3 yang telah diuraikan pada pembahasan
sebelumnya perlu untuk diintegrasikan satu sama lain, guna melihat area – area NKT
yang saling overlap satu sama lain. Selain itu analisis gabungan juga akan
menginformasikan proporsi luasan setiap jenis NKT dan bagaimana proporsinya
dengan luas unit pengelolaan secara keseluruhan (dalam hal ini adalah wilayah
administrasi Provinsi Kalimantan Utara).
Proses analisis gabungan dilakukan menggunakan teknik overlay union dalam
SIG, yang kemudian dilanjutkan dengan tabulasi luas per kelas NKT gabungan yang
terbentuk, dan kemudian diakhiri dengan perhitungan luasan NKT terhadap luas
wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Hasil analisis NKT gabungan ditunjukkan pada
Gambar 28, luasan setiap NKT pada Gambar 29, informasi luasan NKT Gabungan
ditunjukkan pada Gambar 30, proporsi setiap NKT terhadap luas wilayah Provinsi
Kalimantan Utara pada Gambar 31, dan proporsi NKT gabungan terhadap luas wilayah
Provinsi Kalimantan Utara di Gambar 32.
Hal. 38
Gambar 28. Hasil Analisis Kawasan NKT Gabungan
IV.10.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT Gabungan
Dari hasil analisis KNKT gabungan yang telah dilakukan, dapat diketahui
beberapa statistik yang diuraikan dalam beberapa grafik dan diagram di bawah ini, baik
meliputi luasan KNKT Gabungan terbesar di Kalimantan Utara, sampai ke proporsi
setiap KNKT terhadap luas Kalimantan Utara secara keseluruhan.
Hal. 39
Gambar 29. Luas Setiap Kawasan NKT di Kalimantan Utara
Gambar 30. Statistik Luasan NKT Gabungan
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
7000000
NKT 11 NKT 21 NKT 22 NKT 3 NKT 41 NKT 42 NKT 43
LUA
S (H
EKTA
R)
Luas Kawasan NKT Kalimantan Utara
Keterangan
141,668.6029 11
34,372.4696 11 21
13.2442 11 21 3
0.3244 11 21 3 41 42
130.8492 11 21 3 41 42 43
50.2991 11 21 3 41 43
534.0296 11 21 3 42
5,157.9856 11 21 3 42 43
230.4889 11 21 3 43
7,623.8513 11 21 41
1,233,591.8205 11 21 41 42
30,403.9684 11 21 41 42 43
34.9425 11 21 41 43
2,510,528.922 11 21 42
328,074.1031 11 21 42 43
17,296.9701 11 21 43
4,997.4985 11 22
915.1516 11 22 3
85,621.8491 11 22 3 41
2,369.8764 11 22 3 41 42
4,528.8927 11 22 3 41 42 43
43,928.4332 11 22 3 41 43
0.0668 11 22 3 42
248.6923 11 22 3 42 43
2,019.3914 11 22 3 43
37,981.4207 11 22 41
1,934.9113 11 22 41 42
4,994.4642 11 22 41 42 43
24,477.8259 11 22 41 43
94.2671 11 22 42
Luas Kawasan NKT Gabungan Kalimantan Utara
NKT
11 11 21 3 42 11 21 43 11 22 3 43 11 3 11 3 42 11 41 43 21 3 21 43 22 3 42 22 42 3 3 41 43 41 41 43 43
Lu
as (
He
kta
r)
2,500,000
2,400,000
2,300,000
2,200,000
2,100,000
2,000,000
1,900,000
1,800,000
1,700,000
1,600,000
1,500,000
1,400,000
1,300,000
1,200,000
1,100,000
1,000,000
900,000
800,000
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0
Hal. 40
Gambar 31. Statistik Proporsi Luasan KNKT terhadap Luas Kaltara
Gambar 32. Statistik Proporsi Luasan NKT Gabungan terhadap Luas Kaltara
27%
22%
1%
4%9%
30%
7%
Proporsi Luas Kawasan NKT Terhadap Luas Kalimantan Utara
NKT 11 NKT 21 NKT 22 NKT 3 NKT 41 NKT 42 NKT 43
2%
20%
41%5%
1%2%
3%
4%
15%
7%
Proporsi NKT Gabungan terhadap Luas Kaltara(NKT yang diambil hanya yang proporsinya di atas 1%)
11
11 21 41 42
11 21 42
11 21 42 43
11 22 3 41
11 3
11 42
3
42
42 43
Hal. 41
V. Analisis NKT & Ijin Usaha Perkebunan Bagian ini akan menguraikan pemanfaatan hasil identifikasi KNKT dengan
area-area yang telah dikonsensikan sebagai area yang bisa dimanfaatkan untuk
kegiatan perkebunan dan penggunaan lahan komersial lainnya. Hal ini cukup penting
untuk melihat urgensi KNKT sebagai kawasan yang seharusnya dikonservasikan dan
dijaga kelestariannya dengan gambaran eksploitasi sumber daya hutan yang mungkin
terjadi di Kalimantan Utara. Dengan demikian, informasi yang diperoleh dapat
dijadikan dasar dalam melakukan sosialisasi dan advokasi mengenai perlunya
mempertahankan sebagian wilayah yang telah dikonsensikan untuk tetap dijaga
penggunaan lahannya guna memberikan fungsi keberlanjutan ekologis wilayah secara
keseluruhan.
V.1 Sebaran Wilayah Perijinan Perkebunan di Kalimantan
Utara
Berdasarkan data terkini yang diperoleh, sebaran area – area konsensi
perkebunan ditunjukkan di Gambar 33 di bawah ini. Sebaran area perkebunan berada
di beberapa kabupaten yang termasuk dalam wilayah Kalimantan Utara. Luasan area
yang sudah dikonsensikan berdasarkan Peta di Gambar 33 dirangkum di Tabel 14.
Gambar 33. Sebaran Ijin Usaha Perkebunan
Hal. 42
Tabel 14. Luasan Ijin Konsensi Perkebunan per Kabupaten/Kota (Data Tahun 2014)
Kabupaten / Kota Luas Ijin Konsensi (Hektar)
BULUNGAN 897385
MALINAU 1971191
NUNUKAN 574214.1
TANA TIDUNG 191190
TOTAL 3633979.89
Selanjutnya, hasil dari analisis KNKT di-overlay-kan dengan peta IUP untuk
memperoleh luasan KNKT yang berada di dalam wilayah IUP. Hasil overlay tersebut
kemudian ditabulasikan berdasarkan luasan batas administrasi kabupaten/kota yang
termasuk dalam wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Sub bab berikut akan membahas
mengenai hasil analisis KNKT dengan IUP.
V.2 Analisis KNKT dengan IUP
V.2.1 KNKT 1.1
Hasil perhitungan luas KNKT 1.1 per kabupaten/Kota yang berada di dalam
kawasan IUP menunjukkan KNKT 1.1 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten
Malinau, diikuti Kabupaten Nunukan (Tabel 15). Sedangkan proporsi KNKT 1.1 yang
berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah sebesar 29,17% dari luasan
Kalimantan Utara.
Tabel 15. Luasan KNKT 1.1 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017
Kabupaten /
Kota
Luas
(Hektar)
Proporsi Dari Luas Kabupaten
(Persen)
Luas Kabupaten
(Hektar)
BULUNGAN 176411.55 13.51 1306028
MALINAU 1602778.20 40.12 3994593
NUNUKAN 231029.36 16.26 1420795
TANA TIDUNG 40080.74 14.18 282576.4
TOTAL 2050299.85 29.17* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 1.1 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Hal. 43
Gambar 34. KNKT 1.1 Dalam Kawasan IUP
V.2.2 KNKT 2.1
Hasil perhitungan luas KNKT 2.1 per kabupaten/Kota yang berada di dalam
kawasan IUP menunjukkan KNKT 2.1 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten
Malinau, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 16). Sedangkan proporsi KNKT 2.1 yang
berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah sebesar 23,71% dari luasan
Kalimantan Utara.
Tabel 16. Luasan KNKT 2.1 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017
Kabupaten /
Kota
Luas
(Hektar)
Proporsi Dari Luas Kabupaten
(Persen)
Luas Kabupaten
(Hektar)
BULUNGAN 69771.16 5.34 1306028
MALINAU 1536386.81 38.46 3994593
NUNUKAN 60360.17 4.25 1420795
TOTAL 1666518.13 23.71* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 2.1 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Hal. 44
Gambar 35. KNKT 2.1 Dalam Kawasan IUP
V.2.3 KNKT 2.2
Hasil perhitungan luas KNKT 2.2 per kabupaten/Kota yang berada di dalam
kawasan IUP menunjukkan KNKT 2.2 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten
Nunukan, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 17). Sementara jika dilihat dari proporsi
berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 2.2 dalam kawasan IUP yang paling besar
luasannya berada di Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kabupaten Nunukan. Sedangkan
proporsi KNKT 2.2 yang berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah
sebesar 3,06% dari luasan Kalimantan Utara.
Tabel 17. Luasan KNKT 2.2 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017
Kabupaten / Kota
Luas (Hektar)
Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen)
Luas Kabupaten (Hektar)
BULUNGAN 66374.74 5.08 1306028
NUNUKAN 111420.77 7.84 1420795
TANA TIDUNG 37614.93 13.31 282576.4
TOTAL 215410.43 3.06* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 2.2 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Hal. 45
Gambar 36. KNKT 2.2 Dalam Kawasan IUP
V.2.4 KNKT 3
Dalam analisis luasan KNKT 3 di dalam IUP, KNKT 3 yang digunakan adalah
KNKT pendekatan analytical, baik untuk kondisi saat ini, maupun kondisi masa depan.
Hasil perhitungan luas KNKT 3 kondisi saat ini per kabupaten/Kota yang berada di
dalam kawasan IUP menunjukkan KNKT 3 yang paling besar luasannya berada di
Kabupaten Bulungan, diikuti Kabupaten Nunukan (Tabel 18). Sementara jika dilihat
dari proporsi berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 3 dalam kawasan IUP yang
paling besar luasannya berada di Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kabupaten Bulungan.
Sedangkan proporsi KNKT 3 yang berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan
adalah sebesar 2,45% dari luasan Kalimantan Utara.
Hal. 46
Tabel 18. Luasan KNKT 3 Kondisi Saat Ini Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota
Tahun 2017
Kabupaten /
Kota
Luas
(Hektar)
Proporsi Dari Luas Kabupaten
(Persen)
Luas Kabupaten
(Hektar)
BULUNGAN 83169.21 6.37 1306028
MALINAU 4185.15 0.10 3994593
NUNUKAN 53399.68 3.76 1420795
TANA TIDUNG 31357.15 11.10 282576.4
TOTAL 172111.20 2.45* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 3 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Gambar 37. KNKT 3 Dalam Kawasan IUP Kondisi Saat Ini
Hasil perhitungan luas KNKT 3 untuk kondisi masa depan per kabupaten/Kota
yang berada di dalam kawasan IUP menunjukkan KNKT 3 yang paling besar luasannya
berada di Kabupaten Nunukan, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 19). Sementara jika
dilihat dari proporsi berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 3 dalam kawasan IUP
yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kabupaten
Hal. 47
Nunukan. Sedangkan proporsi KNKT 3 yang berada di dalam kawasan IUP secara
keseluruhan adalah sebesar 5,71% dari luasan Kalimantan Utara.
Tabel 19. Luasan KNKT 3 Kondisi Masa Depan Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota
Tahun 2017
Kabupaten /
Kota
Luas
(Hektar)
Proporsi Dari Luas Kabupaten
(Persen)
Luas Kabupaten
(Hektar)
BULUNGAN 107951.63 8.27 1306028
MALINAU 9642.18 0.24 3994593
NUNUKAN 217009.69 15.27 1420795
TANA TIDUNG 66392.09 23.50 282576.4
TOTAL 400995.59 5.71* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 3 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Gambar 38. KNKT 3 Dalam Kawasan IUP Kondisi Masa Depan
Hal. 48
V.2.5 KNKT 4.1
Hasil perhitungan luas KNKT 4.1 per kabupaten/Kota yang berada di dalam
kawasan IUP menunjukkan KNKT 4.1 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten
Malinau, diikuti Kabupaten Nunukan (Tabel 20). Sementara jika dilihat dari proporsi
berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 4.1 dalam kawasan IUP yang paling besar
luasannya berada di Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kabupaten Nunukan. Sedangkan
proporsi KNKT 4.1 yang berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah
sebesar 7,2% dari luasan Kalimantan Utara.
Tabel 20. Luasan KNKT 4.1 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017
Kabupaten / Kota
Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)
BULUNGAN 41138.40 3.15 1306028
MALINAU 297577.87 7.45 3994593
NUNUKAN 139460.73 9.82 1420795
TANA TIDUNG 27800.02 9.84 282576.4
TOTAL 505977.02 7.20* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 4.1 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Gambar 39. KNKT 4.1 Dalam Kawasan IUP
Hal. 49
V.2.6 KNKT 4.2
Hasil perhitungan luas KNKT 4.2 per kabupaten/Kota yang berada di dalam
kawasan IUP menunjukkan KNKT 4.2 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten
Malinau, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 21). Sementara jika dilihat dari proporsi
berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 4.2 dalam kawasan IUP yang paling besar
luasannya berada di Kabupaten Bulungan, diikuti Kabupaten Malinau. Sedangkan
proporsi KNKT 4.2 yang berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah
sebesar 41,73% dari luasan Kalimantan Utara.
Tabel 21. Luasan KNKT 4.2 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017
Kabupaten / Kota
Luas (Hektar)
Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen)
Luas Kabupaten (Hektar)
BULUNGAN 721696.64 55.26 1306028
MALINAU 1885962.25 47.21 3994593
NUNUKAN 267696.17 18.84 1420795
TANA TIDUNG 57419.62 20.32 282576.4
TOTAL 2932774.68 41.73* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 4.2 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Gambar 40. KNKT 4.2 Dalam Kawasan IUP
Hal. 50
V.2.7 KNKT 4.3
Hasil perhitungan luas KNKT 4.3 per kabupaten/Kota yang berada di dalam
kawasan IUP menunjukkan KNKT 4.3 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten
Bulungan, diikuti Kabupaten Malinau (Tabel 22). Sementara jika dilihat dari proporsi
berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 4.3 dalam kawasan IUP yang paling besar
luasannya berada di Kabupaten Bulungan, diikuti Kabupaten Tana Tidung. Sedangkan
proporsi KNKT 4.3 yang berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah
sebesar 7,01% dari luasan Kalimantan Utara.
Tabel 22. Luasan KNKT 4.3 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017
Kabupaten /
Kota
Luas
(Hektar)
Proporsi Dari Luas Kabupaten
(Persen)
Luas Kabupaten
(Hektar)
BULUNGAN 229555.18 17.58 1306028
MALINAU 197999.32 4.96 3994593
NUNUKAN 46510.75 3.27 1420795
TANA TIDUNG 18361.83 6.50 282576.4
TOTAL 492427.09 7.01* 7028470.06
*) Proporsi KNKT 4.3 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara
Hal. 51
Gambar 41. KNKT 4.3 Dalam Kawasan IUP
V.3 Analisis KNKT Gabungan dengan IUP
Hasil analisis KNKT Gabungan direkap dalam tabel KNKT-IUP yang dapat
dilihat di lampiran. Tabel – tabel tersebut merupakan informasi deskriptif yang
menunjukkan KNKT Gabungan mana yang luasannya paling besar di setiap kabupaten,
sekaligus KNKT Gabungan apa saja yang terdapat di kabupaten yang bersangkutan.
Dalam hal ini, untuk wilayah Kabupaten Bulungan, KNKT Gabungan dengan area paling
luas adalah luasan KNKT 42, diikuti gabungan KNKT 42 dan 43. Untuk Kabupaten
Malinau, KNKT paling luas adalah gabungan KNKT 1.1, 2.1, dan 4.2, diikuti KNKT
Gabungan 1.1, 2.1, 4.1 dan 4.2. Untuk Kabupaten Nunukan, KNKT paling luas adalah
KNKT 4.2 diikuti KNKT 3. Terakhir untuk kabupaten Tana Tidung, KNKT paling luas
adalah sama dengan Kabupaten Nunukan, yaitu KNKT 4.2 dan KNKT 3. Gambaran
spasial dari keberadaan KNKT Gabungan terhadap kawasan yang telah diberi IUP dapat
dilihat di Gambar 22 di bawah ini.
Hal. 52
Gambar 42. KNKT Gabungan Dalam Kawasan IUP
Hal. 53
VI. Kesimpulan dan Rekomendasi
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil kajian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Proses deforestasi dan perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi
kawasan industri perkebunan terus menunjukkan intensifikasi di Kalimantan
Utara. Dalam hal ini, wilayah yang banyak mengalami perubahan adalah
Kabupaten Bulungan, tepatnya di wilayah Peso, Tanjung Palas, dan Sekatak.
Kabupaten Nunukan juga telah mengalami pengurangan luasan hutan,
terutama di wilayah Sebuku, Tulin dan Lumbis.
2. Fragmentasi hutan sebagai ekses dari pembukaan hutan untuk perladangan
berpindah dan pembangunan perkebunan Kelapa Sawit di daerah hulu semakin
intensif dan meluas. Wilayah – wilayah dengan fragmentasi hutan yang cukup
besar di daerah hulu ditemukan di wilayah Krayan Kabupaten Nunukan, serta
wilayah Mentarang Hulu, Pujungan, Kayan Hulu, dan Sungai Boh, Kabupaten
Malinau.
3. Dilihat dari proporsi luasan, Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Kalimantan
Utara yang terluas adalah KNKT 42 (Kawasan yang mempunyai Tingkat Bahaya
Erosi Potensial yang berat), diikuti KNKT 1.1 (Kawasan dengan keragaman
hayati yang tinggi) dan KNKT 2.1 (Kawasan yang mempunyai kapasitas
mempertahankan dinamika ekosistem secara alami).
4. Dilihat dari analisis gabungan KNKT, area yang menjadi KNKT 1.1, 2.1, dan 4.2
adalah area yang luasannya paling besar di Kalimantan Utara (sebesar 41% luas
Kalimantan Utara), diikuti area yang menjadi KNKT 1.1, 2.1, 4.1 dan 4.2 sebesar
20% luas Kalimantan Utara, dan area yang menjadi KNKT 4.2 sebesar 15% dari
luas Kalimantan Utara.
5. Dilihat dari hasil analisis gabungan, untuk Kabupaten Malinau, KNKT paling
luas adalah gabungan KNKT 1.1, 2.1, dan 4.2, diikuti KNKT Gabungan 1.1, 2.1,
4.1 dan 4.2. Adapun untuk wilayah Kabupaten Bulungan, KNKT Gabungan
dengan area paling luas adalah luasan KNKT 42, diikuti gabungan KNKT 42 dan
43. Sedangkan untuk Kabupaten Nunukan, KNKT paling luas adalah KNKT 4.2
Hal. 54
diikuti KNKT 3. Terakhir untuk kabupaten Tana Tidung, KNKT paling luas
adalah sama dengan Kabupaten Nunukan, yaitu KNKT 4.2 dan KNKT 3.
VI.2 Rekomendasi
Hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan sebagaimana diuraikan di atas
tentu tidak lepas dari adanya beberapa kelemahan, oleh karena itu dapat
direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perlu ada upaya perlindungan hutan yang lebih intensif, karena berdasarkan
hasil interpretasi penggunaan lahan, fragmentasi hutan dan pembukaan hutan
di daerah hulu semakin membesar dari tahun – tahun sebelumnya.
2. Untuk analisis KNKT 4.2, pertimbangan kedalaman tanah perlu dikeluarkan
dari analisis. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa saat ini belum ada data
yang dapat memberikan informasi kedalaman tanah secara presisi pada
wilayah yang luas. Penggunaan data kedalaman tanah yang berbeda skala dan
kualitas justru akan mengaburkan hasil kalkulasi tingkat bahaya erosi, yang
bisa jadi sudah menggunakan data dan kriteria analisis yang cukup tajam.
3. Hasil analisis dan metode yang digunakan masih bersifat tentatif, untuk itu
masukan dari berbagai pihak sangat diperlukan guna memperkaya teknik
analisis yang dapat digunakan, dan secara otomatis akan memperbaiki kualitas
hasil analisis.
4. Hasil analisis KNKT dalam IUP dapat dijadikan sebagai dasar dan landasan kerja
dalam melakukan upaya advokasi dan perlindungan terhadap KNKT yang
berada di dalam Kawasan IUP. Hal ini dikarenakan KNKT dalam Kawasan IUP
merupakan KNKT yang paling rawan terhadap upaya konversi lahan, yang pada
akhirnya dapat menghilangkan fungsi konservasi dan perlindungan ekologis di
kawasan tersebut.
Hal. 55
VII. Referensi
CCRS. 1999. Fundamentals of Remote Sensing. Diakses dari: http://www.ccrs.nrcan.gc.ca/resource/tutor/fundam/pdf/fundamentals_e.pdf
ERDAS. 2010. ERDAS Field Guide vol.1 and 2. diakses dari: http://www.erdas.com/Libraries/Tech_Docs/ERDAS_Field_Guide.sflb.ashx.
Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia. 2008. Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Balikpapan: Tropenbos International Indonesia Programme.
Richards, J. A., dan Jia, X.P. 2006. Remote Sensing Digital Image Analysis, An Introduc5on (4th edition). Berlin: Springer-Verlag.
Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hal. 56
VIII. Lampiran
Tabel KNKT Gabungan pada Kawasan Ijin Usaha Perkebunan Kabupaten Bulungan
KNKT Luas (Hektar)
_11_21_3 0.00
_11_21_3_41_42 0.00
_11_21_3_41_42_43 0.00
_11_21_3_41_43 0.00
_11_21_3_42 0.00
_11_21_3_42_43 0.00
_11_21_3_43 0.00
_11_21_41 0.00
_21 0.00
_21_3 0.00
_21_3_42 0.00
_21_42_43 0.00
_22_3_42 0.00
_3_41_42 0.00
_21_42 0.00
_11_21_41_42_43 0.00
_11_21_41_43 0.00
_41 0.14
_22_3_41 1.45
_22_3 3.28
_41_42 7.91
_11_22_3_41_42 8.97
_41_43 10.84
_11_22_3 17.00
_41_42_43 62.00
_11_22_42 77.78
_11_3_41_42 83.05
_11_22_43 151.83
_3_41 169.27
_11_3_42_43 206.24
_22_41 230.55
_11_22_3_42_43 246.73
_11_22_41_42 287.18
_11_41 320.53
_11_3_41_42_43 386.24
Hal. 57
_22_43 429.00
_11_22_42_43 443.37
_11_22_3_43 450.16
_22_41_42 531.61
_11_21_43 604.70
_22_3_43 701.06
_11_21 734.49
_11_41_42_43 751.58
_11_22 778.24
_11_3_41 780.42
_11_41_42 795.47
_11_22_3_41 1008.77
_22_3_41_43 1064.59
_3_41_42_43 1194.80
_3_41_43 1347.05
_22_41_42_43 1527.51
_11_21_41_42 2253.25
_3_42_43 2263.42
_11_22_3_41_42_43 2316.06
_11_41_43 2493.94
_22_3_41_42_43 2592.36
_11_22_41 2702.44
_11_3_42 2913.27
_11_22_41_42_43 3050.79
_11_22_3_41_43 3651.19
_3_43 3813.70
_11_43 3937.24
_11_22_41_43 3967.02
_11_21_42_43 4725.32
_22_3_42_43 5684.52
_11_3_41_43 7541.40
_22 7961.91
_11_3_43 8352.83
_11_42_43 9009.22
_22_42 11160.30
_11_3 13056.40
_11 13486.80
_22_42_43 15329.10
_43 19592.30
_3_42 23037.50
_11_42 23368.30
Hal. 58
_3 25059.90
_11_21_42 61453.40
_42_43 199648.00
_42 346282.00
Tabel KNKT Gabungan pada Kawasan Ijin Usaha Perkebunan Kabupaten Malinau
KNKT Luas (Hektar)
_11_21_3_41_42 0.00
_22_3_42 0.00
_3_41_42 0.00
_22_3_41 0.00
_22_3 0.00
_11_22_3_41_42 0.00
_11_22_3 0.00
_11_22_42 0.00
_11_22_43 0.00
_3_41 0.00
_22_41 0.00
_11_22_3_42_43 0.00
_11_22_41_42 0.00
_22_43 0.00
_11_22_42_43 0.00
_11_22_3_43 0.00
_22_41_42 0.00
_22_3_43 0.00
_11_22 0.00
_11_22_3_41 0.00
_22_3_41_43 0.00
_22_41_42_43 0.00
_11_22_3_41_42_43 0.00
_22_3_41_42_43 0.00
_11_22_41 0.00
_11_22_41_42_43 0.00
_11_22_3_41_43 0.00
_11_22_41_43 0.00
_22_3_42_43 0.00
_22 0.00
_22_42 0.00
_22_42_43 0.00
_21_3 0.02
Hal. 59
_21_3_42 0.05
_11_3_41_42 7.27
_11_21_3_41_43 12.73
_11_21_3 12.96
_11_21_41_43 13.64
_11_3_43 21.73
_41 22.12
_11_21_3_41_42_43 23.78
_41_43 28.75
_11_21_3_43 35.57
_3_41_43 37.43
_3_41_42_43 45.42
_11_21_3_42_43 51.78
_11_3_41 61.81
_11_3_42_43 63.90
_11_21_3_42 72.89
_21_42_43 97.74
_3_43 167.23
_11_3_42 202.57
_11_41 239.01
_21 256.23
_3_42_43 330.29
_41_42_43 424.47
_11_3_41_42_43 520.51
_3_42 686.53
_11_21_41 730.65
_11_41_43 1184.84
_21_42 1629.83
_11_41_42_43 1707.28
_11_3_41_43 1922.89
_11_21_41_42_43 2135.59
_11_3 2610.56
_41_42 2676.85
_3 2754.25
_11_43 2869.91
_11_41_42 3243.58
_11 7143.31
_11_21 8454.99
_43 14639.40
_11_21_43 14864.00
_11_42_43 18819.70
Hal. 60
_11_42 27756.50
_42_43 92621.40
_11_21_42_43 134638.00
_42 224850.00
_11_21_41_42 282539.00
_11_21_42 1090820.00
Tabel KNKT Gabungan pada Kawasan Ijin Usaha Perkebunan Kabupaten Nunukan
KNKT Luas (Hektar)
_22_3_42 0.00
_22_3_41 0.00
_11_22_42 0.00
_22_41 0.00
_22_41_42 0.00
_22_3_41_43 0.00
_22_41_42_43 0.00
_22_3_41_42_43 0.00
_22_42 0.00
_21_3 0.00
_11_21_3_41_43 0.00
_11_21_41_43 0.00
_21_42_43 0.00
_21_3_42 0.00
_11_21_41 0.00
_21 0.03
_41_42_43 0.03
_11_22_42_43 0.05
_11_22_3_42_43 0.13
_11_21_3 0.29
_11_21_3_41_42 0.32
_22_3_42_43 0.35
_11_21 0.78
_21_42 0.79
_11_21_43 0.95
_22_42_43 1.03
_22 1.04
_11_21_41_42_43 1.30
_11_21_41_42 17.64
_41 22.79
_11_21_3_43 50.26
Hal. 61
_41_43 54.80
_3_41_42 70.54
_3_41_43 90.66
_11_21_3_41_42_43 91.22
_11_3_41_42 108.34
_3_41 125.71
_11_22_3 146.65
_22_3 156.65
_11_41_42 168.38
_3_41_42_43 199.94
_11_22 219.70
_11_3_42_43 244.70
_11_22_41_42 361.84
_11_41_42_43 411.04
_11_3_42 420.26
_11_21_3_42 461.14
_11_43 703.80
_11_22_3_43 788.39
_41_42 1164.45
_22_3_43 1167.24
_11_22_3_41_42 1197.60
_11_22_3_41_42_43 1257.64
_11_42_43 1401.59
_11_22_41_42_43 1445.61
_11_3_41_42_43 1598.96
_22_43 1780.04
_11_22_43 2831.75
_11_3_43 2931.19
_11_41 2997.65
_3_42_43 3825.41
_3_43 4480.34
_11_21_3_42_43 5041.48
_11_42 5057.26
_43 5979.88
_11 6271.70
_11_3_41 6314.33
_11_21_42_43 7144.38
_11_3_41_43 8395.53
_11_22_41_43 9211.39
_11_3 12032.10
_11_41_43 13298.90
Hal. 62
_11_22_41 17067.30
_11_22_3_41_43 17450.40
_3_42 21703.80
_42_43 24445.60
_11_21_42 47549.60
_11_22_3_41 56335.90
_3 70322.20
_42 142304.00
Tabel KNKT Gabungan pada Kawasan Ijin Usaha Perkebunan Kabupaten Tana
Tidung
KNKT Luas (Hektar)
_11_22_42 0.00
_22_41_42 0.00
_22_41_42_43 0.00
_22_3_41_42_43 0.00
_22_42 0.00
_21_3 0.00
_11_21_3_41_43 0.00
_11_21_41_43 0.00
_21_42_43 0.00
_21_3_42 0.00
_11_21_41 0.00
_21 0.00
_11_22_42_43 0.00
_11_22_3_42_43 0.00
_11_21_3 0.00
_11_21_3_41_42 0.00
_11_21 0.00
_21_42 0.00
_11_21_43 0.00
_11_21_41_42_43 0.00
_11_21_41_42 0.00
_11_21_3_43 0.00
_3_41_42 0.00
_11_21_3_41_42_43 0.00
_11_41_42 0.00
_3_41_42_43 0.00
_11_3_42_43 0.00
_11_21_3_42 0.00
Hal. 63
_41_42 0.00
_11_21_3_42_43 0.00
_11_21_42_43 0.00
_11_21_42 0.00
_22_3_42 0.07
_11_22_3_41_42 0.53
_11_3_41_42 3.73
_22_41 4.00
_41_42_43 5.34
_3_41 7.67
_11_22_3_41_42_43 8.06
_11_3_42 10.27
_3_42_43 13.51
_11_22 14.73
_22_3_42_43 18.86
_11_41_42_43 41.83
_11_22_41_42_43 43.75
_11_42_43 53.16
_11_22_43 54.82
_3_41_43 57.46
_11_22_41_42 86.86
_22_42_43 101.19
_41 106.19
_11_22_3_43 187.28
_11_22_3 208.60
_11_3_41_42_43 244.01
_11_42 331.12
_41_43 644.21
_22_3_41 756.91
_22_3_41_43 1208.12
_11_43 2057.01
_11_41 2109.31
_11_22_3_41_43 2377.32
_11_41_43 2393.31
_11_22_41 2438.40
_3_43 2685.45
_11_3_41_43 2809.28
_11_3_41 2976.03
_11 3426.97
_11_22_3_41 3585.53
_11_3_43 4173.86
Hal. 64
_22 4176.08
_22_3_43 4214.35
_22_3 4480.29
_11_3 4552.78
_3_42 5463.44
_11_22_41_43 5892.16
_22_43 7757.02
_43 11480.50
_42_43 13967.90
_3 26348.70
_42 37026.00