29
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah- Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pemanfaatan Plastik Sebagai Barang Berguna ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai dampak yang ditimbulkan dari sampah, dan juga bagaimana membuat sampah menjadi barang yang berguna. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. Bogor, 17 Oktober 2015 Penyusun

Makalah polybius

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah polybius

KATA PENGANTAR

       Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,

karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang

Pemanfaatan Plastik Sebagai Barang Berguna ini dengan baik meskipun banyak kekurangan

didalamnya.

       Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan

serta pengetahuan kita mengenai dampak yang ditimbulkan dari sampah, dan juga bagaimana

membuat sampah menjadi barang yang berguna. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di

dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami

berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di

masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang

membangun.

       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang

membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang

kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di

masa depan.

Bogor, 17 Oktober 2015

Penyusun

Page 2: Makalah polybius

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Negara sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang

memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang

berdaulat, didefinisikan pula oleh Roger H. Soltau dengan alat (agency) atau

wewenang (authority), yang mengatur persoalan-persoalan bersama, atas nama rakyat. Maka,

bernegara dengan baik menjadi sangat urgen bagi setiap warga negara.

Polybius (Πολύβιος) adalah seorang sejarawan Yunani pada periode Helenistik yang

dikenal akan bukunya yang berjudul The Histories. Ia juga dikenal akan gagasannya

mengenai sistem pemerintahan, yang digunakan dalamL’esprit des lois Montesquieu. Ia lahir

pada tahun 203 SM dan dibesarkan di kota Achaean, Megalopolis. Polybius adalah anggota

dari kelas teratas yang mengatur pemerintahan Yunani, dengan peluang secara langsung

untuk mendapatkan wawasan yang mendalam urusan militer dan politik.

Kemudian dilanjutkan dengan pembagian tugas masing-masing agar tidak ada

tumpang tindih satu sama lain. Selain itu mereka juga membutuhkan seseorang yang

memiliki otoritas guna melakukan tindakan tertentu jika terjadi sesuatu dengan mereka. Dia

juga harus sekaligus mampu menjadi penengah atas semua konflik yang terjadi. Inilah yang

mereka sebut sebagai raja atau kepala Negara. Konklusinya adalah bahwa manusia tidak

dapat hidup dengan teratur, tertib dan terjamin keamanannya tanpa adanya negara. Karena

pada hakikatnya, dalam komunitas sekecil apapun diperlukan adanya pemimpin dan aturan.

Selain dari pada itu untuk memimpin suatu negara juga harus mengetahui bagaimana

sebenarnya negara, bentuk negara dan bentuk pemerintahan di Indonesia itu sendiri. Untuk

itu dalam makalah ini Penulis menkaji sedikit mengenai hal tersebut.

Page 3: Makalah polybius

B. Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dengan tujuan :

1. Memahami konsep Polybius

2. Memahami siklus Polybius

3. Memahami kelemahan konsep Polybius

4. Mengetahui kehidupan Polybius

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah Konsep dasar dari Polybius?

2. Bagaimanakah siklus Polybius?

3. Memahami kelemahan dari konsep Polybius

Page 4: Makalah polybius

Bab II

Pembahasan

2.1         Polybius

Polybius (Πολύβιος) adalah seorang sejarawan Yunani pada periode Helenistik yang dikenal

akan bukunya yang berjudul The Histories. Ia juga dikenal akan gagasannya mengenai sistem

pemerintahan, yang digunakan dalamL’esprit des lois Montesquieu. Ia lahir pada tahun 203

SM dan dibesarkan di kota Achaean, Megalopolis. Polybius adalah anggota dari kelas teratas

yang mengatur pemerintahan Yunani, dengan peluang secara langsung untuk mendapatkan

wawasan yang mendalam urusan militer dan politik. Karier politiknya ditujukan sebagian

besar untuk menjaga independensi dari Liga Achaean. Ayahnya adalah seorang wakil kepala

kebijakan netralitas selama perang Roma terhadap Perseus Makedonia. Dia menarik

kecurigaan dari Roma, dan sebagai hasilnya, Polybius anaknya adalah salah satu dari 1000

Achaea mulia yang pada 168 SM diangkut ke Roma sebagai sandera, dan ditahan di sana

selama 17 tahun. Di Roma, berdasarkan budaya tinggi, ia dibawa ke rumah paling terkenal,

khususnya dengan yang Aemilius Paulus, penakluk dalam Perang Macedonia Ketiga, yang

dipercayakan kepadanya dengan pendidikan anak-anaknya, Fabius dan Scipio muda. Ketika

para sandera Achaean dibebaskan pada tahun 150 SM, Polybius diperbolehkan meninggalkan

untuk kembali ke rumah, tetapi pada tahun berikutnya ia pergi bersama temannya ke Afrika,

dan hadir pada penangkapan Kartago bahwa ia dijelaskan. Kemungkinan bahwa setelah

penghancuran Kartago, ia berangkat ke pantai Atlantik, Afrika serta Spanyol.

Setelah kehancuran Korintus pada tahun yang sama, ia kembali ke Yunani dan memanfaatkan

koneksinya di Romawi untuk meringankan kondisi di sana; Polybius dipercayakan dengan

tugas sulit mengatur bentuk baru pemerintahan di kota-kota Yunani, dan di kantor ini

memperoleh pengakuan tertinggi untuk dirinya sendiri.

Tahun-tahun berikutnya yang ia habiskan di Roma, terlibat pada penyelesaian pekerjaan

sejarah, dan kadang-kadang melakukan perjalanan panjang melalui negara-negara

Mediterania untuk kepentingan sejarah, lebih khusus dengan maksud untuk memperoleh

pengetahuan secara langsung dari situs sejarah. Hal ini juga tampak bahwa ia mencari dan

mewawancarai veteran perang dalam rangka untuk mengklarifikasi rincian peristiwa yang ia

sedang tulis dan diberikan akses ke bahan-bahan arsip untuk tujuan yang sama. Sedikit yang

diketahui dari kehidupan kemudian Polybius. Ia kemungkinan besar melakukan perjalanan

dengan Scipio ke Spanyol dan bertindak sebagai penasihat militer selama Perang Numantine,

perang kemudian dia menulis tentang dalam monografi hilang pada subjek. Hal ini juga

Page 5: Makalah polybius

kemungkinan bahwa Polybius kembali ke Yunani di kemudian hari, karena ada ada banyak

prasasti dan patung-patung dia di Yunani. Ada laporan kematiannya pada 118 SM setelah

jatuh dari kuda, meskipun hal ini hanya dicatat dalam satu sumber dan sumber yang dikenal

dapat diandalkan. 

2.2         Siklus Polybius

Polybius adalah murid Aristoteles. Ia menyatakan bahwa bentuk pemerintahan monarkhi,

oligarkhi dan demokrasi berlangsung silih berganti berupa siklus, berputar dan pada

gilirannya akan kembali ke asal. Teorinya ini dikenal dengan nama Siklus Polybius.

Pembagian bentuk pemerintahan seperti dianut oleh Plato, Aristoteles dan Polybius itu pada

masa modern – dipelopori oleh Niccolo Machiavelli – diganti menjadi monarkhi dan republik

(berasal dari kata resyang berarti hal, benda, kepentingan dan publica yang berarti publik,

umum, rakyat).

Sejalan dengan pendapat Aristoteles, Polybius berpendapat bahwa pemerintahan suatu negara

umumnya diawali dengan bentuk kerajaan atau monarki, dimana seorang raja/ratu yang

memerintah sebagai penguasa tunggal demi kesejahteraan rakyatnya. Namun demikian

bentuk pemerintahan semacam ini lama-kelamaan merosot menjadi tirani ketika raja yang

bersangkutan atau raja-raja keturunannya tidak lagi memikirkan kepentingan umum;

melainkan, hanya mengajar kepentingannya sendiri dengan cara yang sewenang- wenang.

Menurut Polybius, dalam situasi semacam ini umumnya akan muncul sekelompok

bangsawan yang kemudian menggerakkan perjuangan itu berhasil, negara akan diperintah

oleh sekelompok bangsawan yang berupaya menyejahterakan semua rakyat. Inilah yang

disebut pemerintahan Aristokrasi. Namun karena kekuasaan itu cenderung untuk disalah

gunakan, pemerintah kaum bangsawan yang baik itu (kaum Aristokrat) pun lama-kelamaan

akan merosot menjadi pemerintahan yang hanya memperjuangkan kepetingan pribadi kaum

bangsawan itu sendiri. Dengan demikian, pemerintahan aristokrasi berubah menjadi

pemerintahan oligarki yang menindas rakyat.

Dari situasi semacam itu, rakyat akan memberontak dan menjalankan pemerintahan dari

rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Itulah demokrasi. Namun demikian, lama-kelamaan

negara ini akan jatuh ke keadaan di mana terjadi kekacauan, kebrobokan, dan korupsi akibat

masing-masing rakyat juga mementingkan dirinya sendiri (oklokrasi). Di tengah kekacauan

seperti itu, Polybius meramalkan bahwa akan muncul seorang yang berani dan kuat untuk

Page 6: Makalah polybius

mengembalikan kehidupan negara ke keadaan yang tertib dan damai. Pemerintahan kembali

dikendalikan oleh seorang yang berkuasa penuh, yaitu seorang raja atau monark (monarki).

 Siklus Polybius sendiri bisa dilihat pada gambar di bawah ini :

Menurut Polybios, monarki adalah bentuk pemerintahan yang pada mulanya mendirikan

kekuasaan atas rakyat dengan baik dan dapat dipercaya. Lama kelamaan

keturunansang raja (yang kesekian) tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan

umum, bahkan cenderung sewenang-wenang dan menindas rakyat. Sejak itu monarki

bergeser menjadi tirani.

Dalam situasi pemerintahan tirani yang sewenang-wenang, muncullah kaum bangsawan yang

bersekongkol untuk melawan. Mereka bersatu, tampil ke muka melawan (mengadakan

pemberontakan) sehingga kekuasaan beralih kepada mereka. Pemerintahan selanjutnya

dipegang oleh beberapa orang dan memperhatikan kepentingan umum, serta bersifat balk.

Sejak saat itulah pemerintahan berubah dari tirani menjadi aristokrasi. Aristokrasi yang

semula balk dan memperhatikan kepentingan umum lamakelamaan (keturunannya) tidak lagi

menjalankan keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu mengakibatkan

pemerintahan aristokrasi bergeser ke oligarki. 

Dalam pemerintahan oligarki yang tidak ada keadilan, rakyat berontak mengambil alih

kekuasaan untuk memperbaiki nasib. Rakyat menjalankan kekuasaan

negara demikepentingan rakyat. Akibatnya, pemerintah bergeser menjadi demokrasi.

Page 7: Makalah polybius

Namun, pemerintahan demokrasi yang awalnya baik lama kelamaan banyak diwarnai

kekacauan, kebobrokan, dan korupsi sehingga hukum sulit ditegakkan. Masing-masing pihak

ingin mengatur sendiri. Keadaan itu mengakibatkan bergesernya demokrasi menjadi

okhlokrasi.

Dari pemerintahan okhlokrasi ini kemudian muncul seorang yang kuat dan berani yang

dengan kekerasan dapat memegang pemerintahan. Dengan demikian, pemerintahan kembali

dipegang oleh satu tangan lagi dalam bentuk monarki.

Perjalanan siklus pemerintahan di atas memperlihatkan pada kita akan adanya hubungan

kausal (sebab akibat) antara bentuk pemerintahan yang satu dengan yang lain. Itulah

sebabnya Polybios beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu sebagai akibat dari

pemerintahan yang sebelumnya telah ada.

Polybios

Polybios  terkenal  dengan teorinya yang  disebut  Cyclus Theory, yang  sebenarnya

merupakan pengembangan lebih lanjut dari ajaran Aristoteles dengan sedikit perubahan, yaitu

mengganti bentuk pemerintahan Politea dengan demokrasi.

Monarki → Tirani → Aristokrasi → Oligarki → Demokrasi → Okhlokrasi → Monarki

Berdasarkan bentuk pemerintahan yang diungkapkan oleh Polybios, dapat dijelaskan sebaga

berikut.

1.       Pemerintahan Monraki merupakan bentuk pemerintahan yang baik karena

mengutamakan kepentingan umum. namun, hal tiu hanya pada awalnya saja, karena lama

kelamaan raja tidak lagi memperhatikan rakyat, tetapi justru cenderung bersikap sewenang-

wenang dalam memerintah. Akhirnya pemerintahan monarki pun berubah menjadi tirani.

2.       Pemerintahan tirani yang dijalankan untuk kepentingan pribadi ini, memunculkan

inisiatif dari para bangsawan untuk melawannya. Hingga terjadilah pengambil alihan

kekuasaan. Lalu pemerintahan dipegang oleh beberapa orang yang dijalankan untuk

kepentingan umum.Pemerintahan tirani pun berubah menjadi aristokrasi.

3.       pemerintahan aristokrasi, pada mulanya memang baik karena dijalankan untuk

kepentingan umum. Namun, lama-kelamaan tidak lagi mengutamakan keadilan karena

Page 8: Makalah polybius

dijalankan untuk kepentingan pribadi. Akhirnya bentuk pemerintahan aristokrasi bergeser

menjadi oligarki.

4.       pemerintahan oligarki ini, pada perkembangannya tidak dirasakan adanya keadilan,

maka munculah pemberontakan dari rakyat untuk mengambil alih kekuasaan. Kemudian

pemerintahan pun dijalankan oleh rakyat untuk kepentinganrakyat. Oligarki berubah menjadi

demokrasi.

5.       pemerintahan demokrasi ini, ternyata banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan,

antara lain maraknya korupsi, serta tidak ada penegakan hukum. Instabilitas politik ini

merubah demokrasi menjadi okhlokrasi.

6.       pemerintahan okhlokrasi yang penuh dengan kekacauan ini, kemudian muncul

seseorang yang kuat dan berani merebut pemerintahan. Pada akhirnya bentuk pemerintahan

okhlokrasi kembali dipegang satu orang dan menjadi monarki.

2.3 KELEMAHAN TEORI POLYBIUS

Kelemahan dari teori Polybius adalah sifatnya yang deterministik; artinya, perubahan

bentuk pemerintahan akan mengikuti siklus yang berurutan dari pemerintahan seorang yang

baik, kemudian digantikan oleh pemerintahan seorang yang buruk, kemudian diganti

pemerintahan sekelompok orang yang baik, dan seterusnya. Padahal, dalam praktik bisa saja

pemerintahan tirani ditumbangkan oleh rakyat, yang kemudian membangun pemerintahan

demokrasi. Jadi, perubahan pemerintahan tirani menuju demokrasi tidak perlu melewati

pemerintahan aristokrasi dan oligarki terlebih dahulu. Dalam sejarah banyak contoh

pemerintahan tirani dijatuhkan oleh penguasa lain yang kemudian menjadi raja / monark yang

baik. Jadi, perubahan tirani menjadi monarki tidak harus melalui jalur pemerintahan

aristokrasi, oligarki, demokrasi, dan oklokrasi.

Klasifikasi mutakhir tentang bentuk pemerintahan yang biasa digunakan para pakar adalah

demokrasi, oligarki, dan kediktatoran (Ranney, 1992), yaitu: Demokrasi adalah bentuk

pemerintahan di mana kekuasaan untuk membuat keputusan tertinggi dalam suatu Negara

dikontrol oleh semua warga Negara dewasa dari masyarakat yang bersangkutan.

Page 9: Makalah polybius

Kediktatoran adalah bentuk pemerintahan dimana kekuasan untuk membuat keputusan

tertinggi dalam suatu Negara dikontrol oleh satu orang. Oligarki adalah bentuk pemerntahan

dimana kekuasaan untuk membuat keputusan tertinggi dalam suatu Negara dikontrol oleh

sekelompok elite. Para pakar ilmu politik kini lebih suka menyebut demokrasi, oligarki, dan

kediktatoran bukan sebagai bentuk pemerintahan, melainkan sebagai sistem politik.

 

2.4        Praktek Siklus Polybius di Indonesia

Pemerintah yang tidak demokratis bisa saja membuat hukum yang dibuatnya itu sehingga

nampak konstitusional. Sebaliknya demokrasi tanpa pemerintah yang taat hukum sangat

diragukan, atau bahkan omong kosong” (Bondan Gunawan S/Mantan Mensesneg). Sengaja

ilustrasi diatas, penulis tempatkan sebagai pembuka tulisan ini, walaupun mungkin masih

banyak lagi tolak ukur demokrasi dari para ahli yang lebih representatif untuk di sitir atau

dijadikan acuan. Mengkaji demokrasi seakan tidak ada habis-habisnya walaupun di bangku

sekolah tingkat pertama di telinga kita sudah akrab dengan kata demokrasi yang berasal dari

bahasa Yunani yaitu demos = pemerintahan dankratos/kratein = rakyat. Juga dijelaskan kalau

ada dua tipe demokrasi yaitu Demokrasi Langsung biasanya berlaku di wilayah yang kecil

dan berpenduduk sedikit dimana disana semua keputusan menyangkut kepentingan publik

atau umum, semua orang disana diminta untuk menyatakan pendapatnya dan keinginan

mayoritas penduduklah yang dijalankan. Serta Demokrasi Tidak Langsung yang berlaku pada

masyarakat yang besar dan atau majemuk serta mempunyai wilayah yang luas. Disinilah

berlaku sistem Demokrasi dengan sistem perwakilan karena memang jika seluruh rakyat

dalam jumlah jutaan diminta pendapatnya adalah sesuatu yang mustahil atau paling tidak

menghambat kelangsungan proses pengambilan keputusan. Bayangkan saja jika hanya untuk

memberlakukan satu Undang-undang harus meminta pendapat seluruh rakyat, berapa biaya

yang diperlukan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan? Bukan beranti penulis

berkesimpulan bahwa demokrasi tidak langsung lebih baik daripada demokrasi langsung,

karena terkadang pilihan-pilihan sistem demokrasi ini adalah strategi para politisi dalam

upaya untuk mencapai target pribadi maupun kelompoknya. Masih segar dalam ingatan kita

ketika dulu terjadi perdebatan sengit antara pimpinan partai politik menjelang pemilu 7 Juni

1999 dan pemilihan Presiden masa bakti 2000 — 2004 yang lalu, banyak pihak beranggapan

bahwa kita (baca : rakyat) belum siap untuk melaksanakan pemilihan Presiden secara

Page 10: Makalah polybius

langsung. Pendapat yang menyatakan bahwa rakyat kita belum siap untuk melaksanakan

pemilihan Presiden secara langsung dibantah oleh seorang pakar Hukum Tata Negara, Prof

Dr. Yusril lhza Mahendra (dulu dosen UI), yang mengatakan “bahwa tidak ada alasan untuk

mengatakan rakyat belum siap”, bukankah sebelum diberlakukan Undang-undang No. 5

Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah, kita sudah terbiasa dengan sistem pemilihan

pemimpin secara Iangsung, seperti dibeberapa daerah di Sumatera yang dipimpin oleh

seorang Pasirah atau Kepala Marga. Setiap kali pemilihan Pasirah tersebut dilakukan

pemilihan secara langsung. Bahkan saat jaman penjajahan Belanda pemilihan Pasirah

tersebut di lakukan dengan cara yang cukup unik, yaitu dengan cara masing-masing calon

berdiri di lapangan luas dan terbuka kemudian dipersilahkan bagi pemilih untuk mengambil

tempat dibelakang calon sesuai dengan pilihannya, dan nanti panitia akan menghitung siapa

yang paling panjang atau banyak barisan di belakangnya maka itulah yang menjadi pemenang

pemilihan tersebut. Walaupun rata-rata rakyat pada waktu itu berpendidikan rendah bahkan

banyak yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan namun tidak terjadi keributan

pasca pemilihan, ini mungkin disebabkan waktu itu orang belum mengenal praktek-praktek

kotor seperti money politic dan apa yang dilakukan waktu itu sekarang kita kenal dengan

sistem pemilihan dengan voting terbuka yang banyak dihindari orang-orang di lembaga

legislatif baik di pusat, propinsi, dan kabupaten atau kota, karena kalau voting terbuka itu

dilakukan sudah dapat dipastikan akan berbuntut panjang, sebab pihak yang kalah tidak dapat

menerima kekalahannya sebab Ia menghitung begitu banyak kerugian materi dan selanjutnya

akan terkuaklah nanti praktek kotor suap-menyuap itu. Demokrasi versus Tirani, menurut

Polybius seorang ahli hukum, memang sudah hukum alam kalau terjadi perubahan atau

pergantian sistem pemerintahan dalam siklus yang digambarkannya ada sistim Monarchy,

Oligarchy, Teocrachy, Aristocrachy, Democrachy, dan Tirany. Polybius mengatakan “bahwa

sistem itu selalu berputar dan berganti-ganti”. Jika teori siklus Polybius tersebut kita

hubungkan dengan kondisi real negara kita dari masa penjajahan Belanda, Jepang sampai kita

menyatakan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat atas tanah airnya, nampak memang

teori itu mengandung kebenaran. Pada jaman penjajahan wilayah Nusantara terbagi atas

beberapa wilayah kerajaan, artinya menganut sistim Monarchi absolut dimana kewenangan

mutlak dalam menjalankan roda pemerintahan ada ditangan Raja atau Sultan.17 Agustus

1945 terjadi peristiwa yang bersejarah bagi bangsa Indonesia dimana dua orang pemimpin

biasa dikenal sebagai Dwi Tunggal atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan

kemerdekaan kita. Maka proklamasi itu otomatis mengubah pula sistim ketatanegaraan kita

karena dengan demikian kita mempunyai konstitusi serta aturan lain yang murni “made in”

Page 11: Makalah polybius

Indonesia walaupun dalam kenyataannya kita harus rnengakui bahwa banyak peninggalan

penjajah Belanda yang sampai saat ini masih kita anut dan kita pergunakan terutama

berhubungan dengan peraturan perundang-undangan dan Iegalisasinya mengacu pada pasal 2

aturan peralihan UUD 1945, dan kita juga harus bangga dengan sejarah kemerdekaan kita

yang berbeda dengan sejarah kemerdekaan negara-negara di dunia ketiga Iainnya seperti

Malaysia dan Filipina. Malaysia semula dijajah Inggris walaupun telah merdeka tetapi tidak

dapat lepas secara total dari pengaruh Inggris. Ini terbukti sampai saat ini Malaysia adalah

bagian dari persemakmuran Inggris Raya dan hal ini pula memaksa Malaysia untuk ikut

terpengaruh pada sikap Inggris termasuk masalah politik luar negeri, hal yang sama juga

terjadi. dengan Filipina hampir-hampir dapat dikatakan adalah “negara bagian”nya Amerika

Serikat, sampai-sampai hari kemerdekaannya sama dengan “tuan” yang pernah menjajahnya,

bahkan Amerika Serikat membangun pangkalan militer di negara itu. Kita kembali kepada

teori siklus Polybius diatas hubungannya dengan Indonesia. Polybius mengatakan bahwa

“pada saat kondisi suatu negara kacau, rakyatnya ditindas, maka akan muncul orang kuat

yang akan menyelamatkan rakyatnya dari kekacauan”. Pada awalnya orang itu akan

memimpin secara Demokratis, Jujur dan Adil. Benar memang kemudian muncul pemimpin-

pemimpin kita yang cakap dan berani seperti Soekarno, Hatta, Muh. Yamin dan lain-lain,

merekalah yang berperan sebagai “key person” atau orang kunci ketika itu dan memang pada

awal kemerdekaan kita, suasana begitu Demokratis terbukti pemilu Indonesia yang pertama

tahun 1955 diakui dunia internasional sebagai pemilu yang demokratis dipandang dari sudut

Demokrasi Universal. Selama 32 tahun Soeharto memerintah dengan tangan besinya, yang

akhirnya menimbulkan krisis kepercayaan hingga pada puncaknya di tahun 1998 Soeharto

terguling dan diganti oleh Habibie yang pada pemerintahannya melahirkan Pemilu 7 Juni

1999 dengan cukup demokratis selama Indonesia merdeka. Pemilu 7 Juni 1999 mendudukkan

Gus Dur sebagai Presiden yang penuh dengan ide-ide kontroversional. Seandainya pada

pemilihan Presiden yang lalu melahirkan Amien Rais sebagai Presiden, mungkin saja

pemenintahan kita waktu itu akan bercorak Aristokrachi walaupun latar belakang Amien Rais

sebagai akademis atau cendekiawan bukan jaminan terhadap corak pemerintahannya, namun

tidak terbukti ramalan sebagian orang bahwa dengan predikat Kyai yang disandang Gus Dur

akan berpengaruh dengan sistem pemerintahannya akan condong kearah Teokrachi (dominan

pengaruh keagamaanya), bahkan ternyata pemerintahan saat itu agak membingungkan kita

dengan dihapusnya Departemen Sosial, Departemen Penerangan dan Ditsospol. Bisa saja Gus

Dur membuat perencanaan akan menumbuhkan sebuah masyarakat sipil yang kuat (baca:

Masyarakat Madani) yang terbebas dari pengaruh atau intervensi negara (state) atau bisa saja

Page 12: Makalah polybius

kalau kita simak teori Polybius gejala Gus Dur dengan statemennya waktu berkuasa yang

terkadang kontra produktif dengan statement yang dilontarkan sebelumnya, adalah gejala

atau tanda-tanda kebangkitan tirani baru atau mungkin agar lebih sopan kita sebut Neo Tirani.

Menyiasati Tumbuhnya DemokrasiSudah tidak dapat dibantah lagi bahwa prasyarat utama

tumbuhnya demokrasi adalah terbentuk atau terciptanya masyarakat sipil (civil society)

wataupun sebenamya gagasan untuk membentuk masyarakat sipil dimulai oleh Aristoteles

meskipun Cicero-lah yang mulai menggunakan istilahSociety Civilis dalam filsafat

politiknya. Pada awalnya pengertian Sivil Society dan Negara dianggap sama dimana dipakai

istilah-istilah seperti Kainonio Politiche, Societe Civil, Burgerliche geselschaft, Civil

Society dengan Polis, Civitas, Etai, Staai, Stato, dan State. Muhammad Hikam

mendefinisikan masyarakat sipil itu sebagai berikut : “Masyarakat sipil adalah merupakan

wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan berciri antara lain kesukarelaan

(voluntary), keswasembadaan (self -generating), dan keswadayaan (self- supporting),

kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma

hukum yang diikuti dengan warganya”, Disamping masyarakat sipil sering dipadankan

dengan masyarakat madani. Padanan kata lainya yang sering digunakan iaiah masyarakat

warga atau masyarakat kewargaan, masyarakat beradab atau masyarakat berbudaya bahkan

jika diliperhatikan asalnya istilah civil society dikaitkan dengan anti militerisme. Di Barat,

memang eksistensi masyarakat sipil biasanya dihadapkan dengan kelompok militer,

disebabkan keduanya dianggap sebagai dua arena atau Domain politik yang terpisah secara

diametris. itupun secara politik disana berlaku apa yang disebut Supremasi Masyarakat sipil

atas militer (Civilian Supremacy Over The Military). Ketika Masyarakat sipil sudah terbentuk

yang jadi pertanyaan kita sekarang adalah hanya dengan adanya ruang publik yang bebaslah,

individu-individu dalam posisi setara, dapat melakukan transaksi-transaksi wacana

(Discursive Transaction) dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran

dimana secara teoritis, ruang publik dapat diartikan sebagai ruang dimana Anggota

masyarakat sebagai warga negara mempunyai akses sepenuhnya terhadap semua kegiatan

publik. Mereka berhak melakukan secara merdeka didalamnya termasuk mengembangkan

wacana piblik seperti mengembangkan wacana publik seperti menyampaikan pendapat secara

lisan atau tertulis (Adi Suryadi Culla, Masyarakat Madani Hal 123). Dengan adanya ruang

publik yang bebas tersebut, masyarakat sipil dapat mengekspresikan aspirasi politiknya, dari

cara yang non institusional (jalanan) hingga cara Institusional, misalnya media massa,

tempat-.tempat pertemuan, parlemen dan sekolah-sekolah juga perwujudan atau

pengejawantahan dari kelompok masyarakat sipil sendiri, dimana memungkinkan

Page 13: Makalah polybius

berlangsungnya transaksi-transaksi wacana (Discursive Transaction) dan praksis politik tanpa

mengalami distorsi untuk mencapai itu semua maka masyarakat sipil mesti berhadapan

dengan negara, maka sejatinya masyarakat madani dan ruang publik yang bebas itulah yang

merupakan tujuan pokok gerakan-gerakan pro-demokrasi. Pertanyaan yang muncul lagi

adalah bagai mana jika dalam perjalanan memperjuangkan ruang publik itu berhadapan

dengan Negara yang Otoriter maka dapat dipastikan masyarakat madani akan menghadapi

problematika berupa hambatan untuk berkembang. HaI ini disebabkan oleh tindakan represif

negara dalam membatasi kebebasan mereka untuk mengekspresikan

kepentinganpolitiknya.Jika masyarakat sipil di refresi oleh negara yang otoriter. Maka salah

satu solusi yang layak diterima adalah, mereka harus melakukan gerakan sosial : meskipun

disisi lain karena kuatnya otoritas Negara pula, dapat mendorong bagi masyarakat madani

untuk tumbuh dan mengejawantahkan diri melalui gerakan-gerakan perlawanan sosial politik

dengan menuntut demokrasi (Ahmmad Doli Kurnia, membongkar mitos kebesaran HMI,

1999). Stimulus menuju Demokrasi adalah penting dilakukan oleh kaum cendekiawan

ataupun aktivis politik prodemokrasi untuk menciptakan suatu pra kondisi dalam rangka

menyelesaikan fase-fase menuju demokrasi dan jika gerakan Demokrasi itu disamakan

dengan gerakan besar menuju perubahan, sedikitnya ada tiga hal yang harus ada, yaitu

pertama organisasi yang besar dan kuat. Di organisasi inilah tempat atau wadah dimana

berkumpul orang-orang dengan sadar bersatu atas dasar berbagai macam persamaan, seperti

persamaan ideologi dan cita-cita biasanya paling lazim organisasi ini dimanifestasikan dalam

bentuk Partai politik. Walaupun dalam kenyataannya sebagian orang memahami partai politik

dari sudut pandang parsial, malahan kita sering mendengar istilah-istilah seperti partai kader

dan partai massa, kedua-duanya memiliki karakteristik yang sangat bertolak belakang adalah

suatu yang absurd (tidak berarti/tidak bermakna) jika partai politik itu hanya mengandalkan

massa fanatik yang tidak dibekali dengan pendidikan ideologi, bahkan sejatinya massa partai

harus diberi pemahaman tentang ideologi-ideologi. Apakah itu ideologi liberal, sosialis,

komunis dan lain-lain. hal itu berguna sebagai pembanding sekaligus penguat keyakinan akan

kebenaran ideologi yang dianut oleh partai potitik itu. Bahkan yang lebih buruk lagi partai

massa hanya mengandalkan pengaruh ketokohan pemimpinnya dan cenderung terjadi “kultus

buta”. Sebaliknya partai kader tidak akan melakukan perubahan yang besar dan nyata tanpa

adanya massa / anggota yang solid, terpimpin dan banyak, karena ide-ide atau gagasan partai

dapat diwujudkan oleh anggota-anggota partai dan itu dibawa dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua adalah massa yang besar, massa ini erat hubungannya dengan parati politik karena

aspirasi massa akan ditampung oleh parati dan selanjutnya akan dilakukan proses-proses

Page 14: Makalah polybius

membuat formula untuk menjawab persoalan-persoalan masyarakat selanjutnya formula itu

akan dibawa kedalam kehidupan nyata di lapangan. Ketiga adalah pemimpin yang cakap,

lahirnya pemimpin biasanya disebabkan melalui beberapa hal, ada yang menjadi pemimpin

karena keturunan misalnya Raja atau Sultan, ada karenà kharismanya dan kemampuannya

dalam menyelesaikan persoalan, tapi dapat dibuat kesimpulan apapun sebab seseorang

menjadi pemimpin yang menjadi kuncinya adalah kepercayaan, tanpa kepercayaan orang

tidak akan diangkat menjadi pemimpin, tanpa kepercayaan, kepemimpinan seseorang tidak

akan bertahan lama, terbukti berapa banyak pemimpin-pemimpin besar yang terguling karena

hilangnya kepercayaan rakyat misalnya Soekarno, Ferdinand Marcos, Soeharto, Habibie dan

lain-lain.Pilihan Bijak Menuju DemokrasiMelalui tulisan ini penulis ingin mengajak kita

semua untuk melakukan kontemplasi panjang, melakukan perenungan menuju demokrasi

yang kita inginkan bersama. Mengapa penulis menggunakan terminologi atau istilah “pilihan

bijak” bukan berarti penulis memproklamirkan diri sebagai bagian dari kelompok

“konservatif tua”, karena walau sebenarnya banyak pilihan teori yang berdasarkan diberbagai

literatur studi gerakan politik (political movemen) berurusan dengan spirit teologi

pembebasan mulai dari yang paling radikal / revolusioner sampai ke teori paling konservatif

melalui pemberdayaan institusi-institusi resmi kenegaraan seperti institusi legislatif,

eksekutif, dan yudikatif, sering kita istilahkan melalui cara yang konstitusional. Kita

perhatikan teori konstitusi, dikatakan oleh seorang ahli hukum Prof. Hans Kelsen “Jika suatu

kerajaan diubah bentuknya (transform) jadi suatu republik oleh suatu revolusi rakyat, atau

suatu republik menajdi suatu kerajaan oleh coup d’etat seorang presiden dan jika

pemerintahan yang baru itu sanggup mempertahankan konstitusi baru itu dalam suatu cara

yang efektif, maka menurut hukum Internasional Pemerintah ini adalah pemenintah yang sah

dan konstitusi ini adalah konstitusi yang berlaku bagi negara itu”. Inilah sebabnya mengapa

dinyatakan dalam hubungan lain, bahwa menurut hukum internasional revolusi yang berhasil

dan Coup D’etat yang sukses adalah kenyataan-kenyataan yang menciptakan hukum. Dilihat

dari teori konstitusi diatas maka tindakan.-tindakan sepihak berbentuk perebutan kekuasaan

dilindungi oleh hukum internasional dan kalau kita mau jujur sebenarnya perilaku kudeta atau

mengambil alih kekuasaan secara paksa adalah murni budaya kita yang sesungguhnya.

Tercatat dalam sejarah kerajaan-kerajaan di nusantara yang dalam pergantian raja-rajanya

didahului dengan perebutan kekuasaan, ambil contoh sejarah kudeta Ken Arok terhadap

Tunggul Ametung yang akhirnya berlanjut sampai ke anaknya Tohjaya dan Anusapati.

Menilik dari sejarah diatas dapat saja disimpulkan bahwa penilaku kudeta adalah “perilaku

purba” yang tetap dilestarikan sampai sekarang walaupun tidak sesuai dengan perkembangan

Page 15: Makalah polybius

teori pemerintahan modern (modern government theory). Penulis masih ragu-ragu jika pilihan

untuk melakukan perubahan dilakukan dengan cara kudeta adalah pilihan merupakan paling

tepat sebab jika kita jatuhkan pilihan kudeta, kita harus menghitung ulang dengan

cermat cost (biaya) yang akan dikeluarkan dari gerakan perebutan kekuasaan itu berapa

korban materi, berapa jiwa manusia yang hilang, berapa waktu yang kita butuhkan. untuk

mengembalikan kondisi agar normal kembali, dan yang lebih penting lagi berapa prosentase

kemenangan di pihak kita. Hitung-hitungan diataslah yang menimbulkan keragu-raguan itu.

Tinggal sekarang pilihan kita satu-satunya adalah melakukan perubahan dengan cara damai

yaitu melalui pemilihan umum atau meminjam istilah orde baru disebut “pesta demokrasi”.

Tinggal sekarang apa yang harus kita persiapkan dalam rangka menyambut pemilu itu,

tentunya bukan jamannya lagi melakukan pembodohan terhadap rakyat seperti yang terjadi

selama 32 tahun rezim Soeharto berkuasa. Rakyat tidak butuh janji-janji kosong para politisi

ditambah lagi dengan memperalat pihak militer untuk menakut-nakuti rakyat, yang penting

untuk kita lakukan saat ini adalah melakukan proses “pemintaran” kepada rakyat, seperti

yang dilakukan oleh kalangan LSM menjelang pemilu 7 Juni 1999 yang lalu dengan

melakukan Voter Education (pendidikan pemilih) atau ketika pasca pemilu, LSM

melakukan Civic Education (pendidikan kewarganegaraan) walaupun sebenarnya tugas-tugas

pendidikan seperti itu adalah tanggung jawab partai politik. Tetapi kelihatannya para politisi

saat ini “mabuk kemenangan” sehingga lupa fungsi yang sesungguhnya, mungkin mereka

tidak tahu seorang senator di Amerika Serikat menyediakan saluran telepon khusus on-line 24

jam bagi konstituennya untuk mengadukan permasalahannya. Apalagi nanti seandainya

diberlakukan sistem distrik dalam pemilu mendatang jika para politisi sekarang tidak dapat

mengubah paradigma berfikir dan perilakunya mereka harus bersiap-siap untuk

meninggalkan kursi mereka di Legislatif saat ini.

2.5              Masa Hidup

Polybius lahir pada tahun kira-kira 203 SM atau 198 SM di Megalopolis, Arcadia. Ia adalah

seorang Yunani yang  berasal dari suku Achaea yang juga ia merupakan seorang keturunan

bangsawan. Ayahnya yang seorang bangsawan sekaligus negarawan ikut membuat Polybius

dekat dengan kalangan legislatif dan militer. Oleh karena itu, pada saat muda ia telah menjadi

anggota liga Achea dan mempunyai peranan penting di dalam liga tersebut. Karir Militer

melesat ketika ia menjadi seorang komandan Kavaleri ketika perang Macedonia II melawan

Romawi. Pada perang di Pydna tahun 168 M, Yunani yang kalah dalam perperangan

Page 16: Makalah polybius

melawan Romawi  memaksa Polybius menjadi tahanan dan tawanan oleh pihak Romawi, dia

sendiri dibawa ke kota Roma. Oleh pemerintah Romawi ia ditempatkan di rumah Aemilius

Paulus, seorang pembesar Roma. Dalam prosesnya ia akrab dengan anak Aemilius Paulus,

yaitu Scipio Aemilius, persahabatan dan keakrabannya ini kelak akan mengubah jalan

hidupnya di Roma.

2.6           Karya yang dihasilkan

Mengapa Romawi mampu menaklukkan dunia?

Mungkin secara imajinatif  bisa sedikit digambarkan mengenai apa yang ada dipikirannya

ketika ia mulai menulis karya tulisnya yang berhubungan dengan politik-sejarah-sastra- dan

tentu saja Romawi itu sendiri.

Secara kasar bisa digambarkan seorang Polybius adalah seorang Legislator, negarawan dan

pejabat militer pengkhianat, dimana ia menuliskan suatu karya yang mengagungkan bangsa

dan negara penjajahnya. Karyanya The Histories, mengambarkan hal tersebut. Ia pertama –

tama membuat sebuah Hipotesis bahwa Kebijakan politik dan Konstitusi Roma yang

menyebabkan daerah – daerah yang diserang Romawi mampu takluk dalam kurun waktu

kurang dari 53 tahun.

Seperti yang dituliskan sebelumnya, kedekatan dengan Scipio Aemilius memberikan dampak

yang besar kepada dirinya di Roma. Selain, pengalamnnya sebagai seorang Militer di

Aechea, Yunani terdahulu, ia juga mulai akrab dengan lingkungan bangsawan dan militer di

Roma.  Karena kedekatannya dengan para golongan kelas atas, tidak salah ia dapat

merasakan fasilitas sosial kelas atas, dan sempat berpergian ke beberapa tempat seperti di

Italia, Prancis, Spanyol dan Kartago. Fasilitas sosial ini juga berimplikasi dengan

kemudahannya mengakses berbagai sumber lisan, bahan tulis dan dokumen yang relevan di

dalam penulisan The Histories.

Tradisi penulisan Thucydides rupa-rupanya mempengaruhi dirinya di dalam menulis karya

tulisnya. Di dalam mencari sumbernya, ia berusaha seakurat mungkin, dan melakukan

pengujian sumber  serta penggunaan bukti – bukti yang satu formula dengan yang diajarkaan

oleh Thucydides. Teknik Korobasi menjadi teknik yang dia gunakan di dalam menguji

sumber dan mendapatkan bukti.

Page 17: Makalah polybius

Setiap hubungan apapun akan memiliki akibat yang ditimbulkan, hal ini berlaku pada

gagasan dan cara pandang Polybius di dalam karya The Historiesnya. Alih – alih ingin

menjelaskan tentang Romawi, pada bab 6 The historiesnya, ia malah mengagunggkan

Romawi dengan konstitusinya. Ia menganalisis institusi politik yang ada di Roma dan

menyatakan undang – undang yang digunakan Roma yang menyebabkan Romawi menjadi

kuat, selain itu konstitusinya yang membuat Romawi lebih berhasil dibandingkan Yunani.

Berikut kutipan dari tulisan Polybius :

Rome, foreseeing the dangers presented by such a cycle, did not organize her government

according to anyone type, but rather tried to combine all the good features of the best

constitutions. All three kinds of government shared in control of the Roman state. Such

fairness and propriety was shown in the use of these three types in drawing up the

constitution, that it was impossible to say with certainty if the system was aristocratic,

democratic, or monarchical. If one looked at the power of the Consuls, the constitution

seemed monarchical; if at that of the Senate, it looked aristocratic; and if at the power of the

masses, it seemed clearly to be a democracy.

Roman Consuls exercise authority over all public affairs. All other magistrates except the

tribunes are under them and bound to obey them, and they introduce embassies to the Senate.

they consult the Senate on matters of urgency, they carry out in detail the provisions of its

decrees, they summon assemblies, introduce measure, and preside over the execution of

popular decrees. In war their power is almost uncontrolled; for they are empowered to make

demands on allies, to appoint military tribunes, and to select soldiers. They also have the

right of inflicting punishment on anyone under their command, and spending any sum they

decide upon from the public funds. If one looks at this part of the administration alone, one

may reasonably pronounce the constitution to be a pure monarchy or kingship .

Page 18: Makalah polybius

Bab III

Kesimpulan

1. Polybius  : The Histories

Inkuiri historis : melesatnya Republik Roma

Menyaksikan kemunculan kekuasaan Romawi :  mengapa itu bisa terjadi?

[1] Liga ini anggota-anggotanya umumnya berasal dai Peloponessos Utara, wilayah Yunani

[2] Pasukan Berkuda

[3] Salah satunya adalah memfokuskan diri pada topik yang mau diteliti, dengan tidak

memasukkan sumber dan cerita yang tidak relevan dan cenderung karya sejarah kontemporer

[4] Pendukungan, suatu data dari suatu sumber sejarah dengan sumber lain, dimana tidak ada

hubungan kepentingan diantara sumber-sumber tersebut atau dengan kata lain sumber-

sumber itu bersifat merdeka.

[5] Dikutip dari point-point jawaban dari pertanyaan : “Why Romans and Not Greeks

Govern the World” Polybius

[6] bagian utara Itali; daerah pantai Yugoslavia; pantai Perancis

PENJELASAN POINT

Polybius

•Pejabat di Aechea selanjutnya di Roma

•Menulis The Histories, karya yang menjelaskan kenapa Romawi sukses menjadi Imperium

•Metodologi Thucydides

•Isinya menyatakan bahwa undang-undang dan konstitusi Roma yang menyebabkan Romawi

maju sebagai imperium dunia

•Pemikirannya terikat pada pandangannya mengenai Romawi sebagai kerajaan dunia

•Cara pandangnya berhubungan dengan lingkungan dimana ia menuliskan tulisannya dan

berhubungan erat dengan hubungannya kepada Scipio Aemilius.

Page 19: Makalah polybius

Daftar Pustaka

Daftar Buku

Hart, Michael H.1989. Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah (Terj).

Jakarta : Pustaka Jaya.

Lubis, Nina Herlina. 2008. Historiografi Barat. Bandung : CV Satya Historika.

Lubis, Nina Herlina. 2008. Metode Sejarah. Bandung : CV Satya Historika