Upload
isnu-rahadi-wiratama
View
769
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TANGERANG SELATAN
SOLUSI PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI :
FORMULA VAKSIN ANTI KORUPSI
MAKALAH
Diajukan :
Isnu Rahadi Wiratama
NPM : 144060006103
Kelas 7A Reguler, No.Absen 20
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ ......... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ......... ii
PENDAHULUAN..................................................................................................... ......... 1
Latar Belakang.......................................................................................................... ......... 1
Upaya Pencegahan yang Sudah Dilakukan................................................................... 2
LANDASAN TEORI.......................................................................................................... 5
Pencegahan Korupsi di Negara Lain............................................................................ 5
Faktor Penyebab Korupsi..................................................................................................... 8
PEMBAHASAN........................................................................................................ .......... 10
Analogi Pencegahan Korupsi...................................................................................... 10
Identifikasi tantangan, hambatan, dan peluang terkait dengan upaya
pencegahan korupsi di Indonesia (Identifikasi vektor pembawa penyakit)........................ 10
Analisa spesifikasi/desain (Formula vaksin anti korupsi)................................................ 11
Kelebihan dan Kekurangan.......................................................................................... 15
KESIMPULAN........................................................................................................... 16
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tindak pidana korupsi di negeri ini sudah begitu memprihatinkan. Setidaknya begitulah
yang penulis dan beberapa rekan penulis rasakan beberapa tahun terakhir. Bahkan menurut
Transparancy International Indonesia (TII), Indonesia merupakan negara paling korup nomor
enam dari 133 negara yang disurvey. Tidak mengherankan, jika kemendagri telah mencatat
sebanyak 318 kepala daerah dari total 524 kepala daerah di Indonesia tersangkut kasus
korupsi. Para pejabat kepala daerah yang seharusnya menjadi panutan di dalam masyarakat
yang dipimpinnya justru menjadi pelaku korupsi itu sendiri. Tercatat juga 1.221 nama
pegawai pemerintah yang terlibat dalam kasus korupsi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 877-
nya sudah menjadi terpidana. Sementara 185 orang lainnya sudah berstatus tersangka,
sedangkan 112 orang lainnya sudah terdakwa, dan 44 nama tersisa masih dimintai
keterangannya sebagai saksi. Rilis BPK menemukan indikasi pemborosan keuangan negara
yang berpotensi korupsi sebesar 30 sampai 40 persen dari anggaran perjalanan dinas PNS
sebesar Rp18 triliun per tahunnya (BPK:2012). Sepertinya korupsi telah merajalela di
seluruh lapisan kehidupan masyarakat. Dari tataran terendah seperti pengurusan surat
keterangan di kelurahan, hingga lobi-lobi proyek pemerintah tingkat elit di legislaitf dan
eksekutif.
Pendekatan represif yang dilakukan institusi penegak hukum sepertinya tidak efektif
dalam menghindarkan bangsa ini dari “penyakit korupsi”. Pendekatan represif yang selama
ini dilakukan hanya memberikan solusi jangka pendek. Hanya terbatas pada orang yang
menjadi tersangka/narapidana kasus korupsi. Tindakan tersebut seolah berhenti setalah
tersangka diberikan hukuman. Ternyata, penegakan hukum saja, tidak mampu mencegah
orang lain untuk melakukan korupsi. Hal ini karena faktor fundamental yang
menyebabkan korupsi belum hilang/masih ada sehingga kasus korupsi terus terulang
karena orang lain akan terus melakukan korupsi walaupun penegakan hukum juga berjalan.
Oleh karena itu, perlu solusi/terobosan baru dalam menangani faktor penyebab korupsi yang
bersifat fundamental.
2. Upaya pencegahan yang telah dilakukan
Menurut KPK, dalam 6 strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi, korupsi masih
terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga
negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka
pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi
pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi bagi
perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus
pada pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena
diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor).
Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik
koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan
peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub
indikator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of
doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang
diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik (KPK:2012).
langkah/upaya pencegahan yang sudah dilakukan pemerintah di Indonesia :
a. Lembaga pengawas internal
Pembentukan lembaga pengawas internal telah dilakukan sejak lama. Di setiap
kementrian/lembaga terdapat lembaga pengawas internal seperti itjend, kemudian unit
pengawas yang berada langsung dibawah presiden, BPKP, juga sudah dibentuk. Kemudian
di tingkat daerah ada inspektorat daerah yang mengawasi. Bahkan di unit setingkat eselon I
pun seperti di Direktorat Jenderal Pajak telah ada direktorat Kepatuhan Internal dan
Transformasi Sumber Daya Aparat (KITSDA) yang memiliki tugas sebagai pengawas
internal di dalam tubuh DJP.
Begitu banyak lembaga pengawas internal yang dibentuk. Namun masih banyak kasus
korupsi yang terjadi yang menyebabkan kerugian negara.
b. Program Reformasi birokrasi
Berikut beberapa upaya gebrakan yang telah dilakukan ketika pemerintah melakukan
program reformasi birokrasi :
Remunerasi pegawai
Menurut penelitian, remunerasi memiliki hubungan yang positif dengan kinerja pegawai.
Artinya, kinerja pegawai semakin baik sejak diberikan remunerasi (Soegeng
Boedianto:2012). Remunerasi pegawai pertama kali dilakukan oleh kementerian keuangan.
Kemudian dilanjutkan oleh kementerian/lembaga lain. Bahkan pemprov DKI Jakarta
memberikan remunerasi dengan jumlah yang fantastis yang setara dengan perusahaan-
perusahaan swasta internasional. Hal ini dilakukan dengan keyakinan salah satunya adalah
agar pegawai menjauhi tindakan yang koruptif ketika kebutuhannya relatif bisa terpenuhi.
Harapannya adalah pada akhirnya pegawai pemerintah dapat bekerja dengan baik sehingga
mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Penyederhanaan proses administrasi
Penyederhanaan proses administrasi banyak dilakukan di instansi-instansi pemerintah.
Salah satunya adalah dengan konsep pelayanan satu pintu yang banyak dilakukan oleh
pemerintah baik pusat maupun daerah. Salah satu langkah yang sudah dilakukan di daerah
adalah ditandai dengan pembentukan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT).
Kemudian Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di pemprov DKI Jakarta. Selain itu,
pemerintah juga melakukan evaluasi atas kebijakan prosedur adminsitrasi secara
berkesinambungan. Hal-hal yang dianggap belum memiliki prosedur yang jelas akan
dibuatkan peraturan terkait prosedur yang mengaturnya, kemudian prosedur-prosedur yang
sudah dijalankan juga terus dikaji ulang kembali dalam rangka penyempurnaan. Semua
dilakukan selain untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mendapatkan layanan
publik, juga untuk menutup peluang terjadinya korupsi seperti suap/penyalahgunaan
wewenang.
Lelang jabatan
Langkah selanjutnya yang telah dilakukan pemerintah yaitu melakukan lelang jabatan.
Hal ini dilakukan agar jabatan tersebut diisi oleh orang yang berintegritas serta memiliki
kompetensi yang dibutuhkan. Yang terbaru adalah lelang jabatan Direktur Jenderal Pajak
dan lelang jabatan untuk seluruh jabatan eselon I dan II di kementerian ESDM. Namun
demikian, lelang jabatan ini masih belum populer dilakukan di seluruh kementrian/lembaga
lainnya. Pemerintah daerah juga belum banyak melakukan lelang jabatan. Tercatat hanya
pemprov DKI yang aktif melakukan lelang jabatan pada era gubernur Basuki Tjahaja
Purnama. Bahkan dilakukan dalam jumlah yang sangat fantastis yaitu mencapai angka ribuan
jabatan yang dilelang hingga ke level eselon IV sekali pun.
LANDASAN TEORI
1. Pencegahan korupsi di negara lain
a. Pencegahan korupsi di Singapura
Singapura menduduki peringkat 7 dari 175 negara menurut indek persepsi korupsi yang
dikeluarkan oleh transparancy international. Terdapat 4 hal utama dalam Strategi Singapura
untuk pencegahan dan penindakan korupsi yaitu, Effective Anti-Corruption Agency;
Effective Acts (or Laws); Effective Adjudication; dan Efficient Administration. Dan seluruh
pilar tersebut dilandasi dan didukung oleh strong political will against corruption dari
pemerintah (Tito, dkk: 2014). Langkah konkret dari strategi tersebut antara lain :
Remunerasi pegawai
Penyederhanaan proses administras
Terdapat fakta menarik lainnya di Singapura, negara kecil sangat memperhatikan
pengembangan SDM nya. Singapura menduduki peringkat 26 dari 187 negara dalam hal
pengembangan SDM. Oleh sebab itu, kesadaran masyarakat di Singapura juga sudah tinggi.
Hal ini nampak dari ketertiban yang tercipta di dalam kehidupan sehari-harinya (selain karena
unsur “pemaksaan/tangan besi” dengan menerapkan denda yang tinggi).
b. Pencegahan korupsi di Jepang
Salah satu yang dapat kita pelajari dari upaya pencegahan korupsi di jepang, yaitu budaya
malu. Melalui peribahasanya “Iki hajikaku yori, shinu ga mashi” yang artinya, "lebih baik
mati daripada hidup menanggung malu". Rasa malu begitu melekat dalam diri orang jepang
selama ratusan tahun. Dimulai sejak era para samurai, hingga kini, semangat samurai terus
dibawa dan diterapkan dalam karakter pribadi orang jepang. Walaupun pada kenyataannya
jepang tidak 100% bebas dari korupsi, namun rasa malu yang melekat pada diri orang jepang
relatif cukup mampu membuat diri meraka terhindar dari perbuatan koruptif. Begitu tinggi
rasa malu tersebut, sehingga di jepang banyak kasus bunuh diri/mengundurkan diri bagi
pejabat yang dituduh terlibat (belum tentu terbukti) dalam kasus korupsi. Jangankan terkait
korupsi, dianggap tidak mampu menjalankan tugas dengan baik saja, pejabat di Jepang rata-
rata akan memilih untuk mengundurkan diri.
Selain itu, sistem pendidikannya yang merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Selain
pendidikan akademik, sekolah-sekolah di Jepang sangat memperhatikan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter ini diajarkan dalam pelajaran seikatsuka atau pendidikan kehidupan
sehari-hari. Tidak hanya sebatas teori, tetapi juga dipraktekkan. Pendidikan karakter tersebut
cukup sederhana seperti tata cara menyeberang jalan, adab di dalam kereta, dan lainnya.
c. Pencegahan korupsi di Tiongkok
Mendengar Tiongkok dan korupsi maka yang terlintas di pikiran kita adalah hukuman
mati. Tiongkok sangat terkenal dengan eksekusi mati terhadap para koruptornya. Pemberian
hukuman mati benar-benar diterapkan mulai dari level bawah hingga level elite pemerintah.
Komitmen dari pemimpinnya juga sangat tinggi, hal ini nampak dalam pidato PM Zhu Rongji
yang mengatakan “Beri aku 100 peti mati, 99 akan aku kirim ke koruptor, dan sisanya 1
untukku bila aku melakukan korupsi”. Kesungguhan Tiongkok memberantas korupsi
mendapatkan respon yang positif. Investasi mengalami peningkatan pesat dan ekonomi
Tiongkok tumbuh sangat tinggi bahkan mencapai hingga 2 digit. Namun demikian ada
beberapa fakta terkait dengan pemberantasan dan pencegahan korupsi di Tiongkok :
Walaupun sudah diterapkan hukuman mati, Indeks persepsi korupsi di tiongkok terus
mengalami penurunan dari peringkat 72 di tahun 2008 hingga peringkat 100 di tahun
2014 dan masuk kategori buruk.
DI china terdapat UU khusus yang mengatur korupsi, lembaga peradilan khusus yang
menangani korupsi, lembaga pengawas, dan lembaga yang memiliki tugas semacam
PPATK di Indonesia.
Pendapatan perkapita di tiongkok pada tahun 2013 adalah 3.567 US$ dan berada di peringkat
50 (World Bank).
d. Pencegahan korupsi di Finlandia
Gambaran umum terkait finlandia adalah sebagai berikut (Danang Indra,dkk:2015) :
Sebagai negara sejahtera (Welfare-State), Finlandia dapat disebut sebagai negeri ”aneh”.
Karena perdagangan berlangsung dalam ritme lamban.
Warga Finlandia terbiasa tidak banyak kebutuhan. Terbiasa dalam semangat hidup
sederhana. Punya satu mobil dan dua sepeda, dianggap sudah cukup.
Warga Helsinski terbiasa dalam kultur hidup tidak berlebihan. Sebagian di antara
penduduk Finlandia dikenal religius.
Pendapatan perkapita Finlandia pada tahun 2013 adalah sebesar 39.200 (World Bank).
Finlandia menduduki peringkat 3 setelah Denmark dan New Zealand dalam indeks persepsi
korupsi. Artinya, kasus korupsi yang terjadi di Finlandia sangat jarang terjadi. Hal ini sangat
menarik, mengingat finlandia tidak memliliki peraturan khusus mengenai korupsi dan tidak
ada lembaga khusus yang menangani khasus korupsi seperti KPK di Indonesia. Ancaman
hukuman pidana terkait dengan penyuapan juga relatif ringan, berkisar antara 2 bulan hingga
4 tahun dan tidak ada hukuman mati. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya korupsi di
Finlandia antara lain (Danang Indra, dkk:2015) :
Good Governance dan Good Administratif
Penegakan Hukum yang Transparan dan Efektif
Integritas Pejabat Publik dan Pegawai Pemerintah
Budaya Anti Korupsi dan Kualitas Pendidikan yang Baik
Rendahnya Disparitas Penghasilan dan Gaji yang Layak
Kesejajaran Gender Dalam Parlemen dan Pemerintahan
Hal yang menarik dari Finlandia adalah mengenai pendidikan karakter yang diterapkan. Para
siswa dididik tidak untuk berkompetisi dengan orang lain, tetapi berkompetisi untuk
meningkatkan potensi yang ada dalam diri masing-masing sesuai keahlian dan minatnya.
Hanya orang-orang terbaik di bidangnya yang bisa menjadi tenaga pendidik di Finlandia.
Finlandia juga memberikan penghasilan kepada para pegawai negerinya dalam jumlah yang
relatif besar.
2. Faktor Penyebab Korupsi
Menurut Prof. Dr. Nur Syam, M.Si., seseorang melakukan korupsi adalah karena
ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Sedangkan
menurut mantan Jaksa Agung RI Abdul Rahman Saleh, ada empat faktor dominan penyebab
maraknya korupsi di Indonesia, yaitu faktor :
Penegakan hukum yang masih lemah,
Mental aparatur,
Kesadaran masyarakat yang masih rendah,
Serta political will dari pemimpin yang belum ada.
Kemudian menurut Erry R. Hardjapamekas, salah satu pimpinan KPK, menyebutkan
tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa
Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil
Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan
Rendahnya integritas dan profesionalisme
Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi
belum mapan
Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat
Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.
PEMBAHASAN
1. Analogi pencegahan korupsi
Jika korupsi diibaratkan sebagai suatu penyakit, kemudian negara/bangsa adalah suatu
tubuh manusia, maka, apabila manusia (negara/bangsa) itu ingin agar tetap sehat (tidak
terjangkit suatu penyakit-korupsi), maka hal-hal yang harus dilakukan antara lain, adalah
menerapkan pola hidup sehat seperti rajin berlolahraga, makan makanan bergizi, dan
menghindari hal-hal yang dapat membuat tubuhnya terpapar suatu penyakit. Hal ini berlaku
juga terkait dengan upaya pencegahan korupsi di suatu negara. Agar suatu bangsa/negara
dapat terhindar dari “penyakit” korupsi, maka bangsa/negara tersebut harus menerapkan
“pola hidup” yang anti korupsi.
2. Identifikasi tantangan, hambatan, dan peluang terkait dengan upaya pencegahan
korupsi di Indonesia (Identifikasi virus pembawa penyakit)
Jika korupsi tadi kita analogikan sebagai suatu penyakit, maka untuk bisa menghindarinya
kita harus mampu mengidentifikasi “virus” pembawa penyakit korupsi tersebut. Virus
pembawa korupsi adalah faktor penyebab korupsi, yang apabila digambarkan, akan menjadi
seperti gambar berikut :
Korupsi
Mental Aparat
Rusaknya Moral
Kesadaran Masyarakat
Faktor Lingkungan
Keteladanan
Political Will
Pengahasilan Rendah
Penegakan hukum
Pengawasan lemah
Virus penyebab tersebut sekaligus merupakan hambatan dan tantangan yang harus dihadapi
dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi itu sendiri.
Sedangkan peluang yang dapat dimanfaatkan dalam pencegahan korupsi adalah fakta
bahwa masyarakat Indonesia sudah sangat membenci korupsi. Hal ini terlihat dari komentar-
komentar yang timbul masyarakat mengenai kasus korupsi yang terjadi selama ini. Selain itu
banyak generasi muda yang memiliki potensi menjadi pemimpin di masa depan. Generasi
muda ini lah peluang terbesar yang dimiliki bangsa Indonesia terhadap upaya pencegahan
dan pemberantasan di Indonesia.
3. Analisa spesifikasi/desain (Formula vaksin anti korupsi)
Sebagaimana dikemukakan didepan, sebenarnya sudah ada langkah konkret yang sudah
dilakukan di Indonesia, namun relatif tidak efektif. Hal ini karena langkah-langkah yang
dilakukan belum menyentuh faktor fundamental penyebab korupsi. Jika kita perhatikan,
pemberian remunerasi hanya menyelesaikan masalah korupsi yang disebabkan rendahnya
gaji pegawai, tetapi tidak berfungsi jika penyebab korupsi adalah karena faktor moral dan
mental. Begitu juga dengan pendekatan represif yang hanya berhenti pada orang yang
ditangkap. Tidak ada pembelajaran pada pelaku lain yang belum tertangkap.
Dari hasil ulasan mengenai pencegahan korupsi di 4 negara (Singapura, Jepang,
Tiongkok, dan Finlandia) serta analisa mengenai 30 besar negara dengan Indeks Persepsi
Korupsi paling bagus dapat disimpulkan bahwa negara yang memiliki indeks pembangunan
manusia (Human Development Indeks/HDI) dan pendapatan perkapita yang tinggi (GDI
Perkapita), cenderung memiliki peringkat Indeks Persepsi Korupsi yang baik juga.
Atas dasar tersebut, maka penulis berpandapat bahwa pendidikan karakter dan
pembangunan ekonomi harus diutamakan dalam upaya pencegahan korupsi. Dengan
logika, bahwa manusia yang tercukupi sebagian besar kebutuhan hidupnya serta memiliki
karakter yang baik, akan lebih “imun terhadap penyakit korupsi”. Penulis tidak mengusulkan
penerapan hukuman mati, bukan karena “pro koruptor”, tetapi karena instrumen hukuman
mati, berdasarkan pengalaman penegakan hukum di Singapura, dapat disalahgunkakan untuk
kepentingan politik.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan kondisi penegakan hukum masih seperti sekarang
yang punya kecenderungan masih tebang pilih. Hukuman maksimal seumur hidup masih
lebih ideal diterapkan.
Tabel Perbandingan Peringkat IPK, GDI Perkapita, dan Peringkat HDI Tahun 2013
No Nama Negara Rangking IPK Skor IPP GDI Per Capita Rangking HD Predikat HDI1 Denmark 1 91 48.768 2 Very High Human Development2 New Zealand 1 91 27.375 16 Very High Human Development3 Finland 3 89 39.200 7 Very High Human Development4 Sweden 3 89 No Data 12 Very High Human Development5 Norway 5 86 66.316 1 Very High Human Development6 Singapore 5 86 36.173 13 Very High Human Development7 Switzerland 7 85 No Data 3 Very High Human Development8 Netherlands 8 83 42.984 4 Very High Human Development9 Australia 9 81 36.459 2 Very High Human Development
10 Canada 9 81 36.959 8 Very High Human Development11 Luxembourg 11 80 No Data 21 Very High Human Development12 Germany 12 78 40.216 6 Very High Human Development13 Iceland 12 78 No Data 13 Very High Human Development14 United Kingdom 14 76 No Data 14 Very High Human Development15 Barbados 15 75 No Data 59 High Human Development16 Belgium 15 75 37.189 21 Very High Human Development17 Hong Kong 15 75 34.196 15 Very High Human Development18 Japan 18 74 38.896 17 Very High Human Development19 United States 19 73 45.744 5 Very High Human Development20 Uruguay 19 73 7.528 50 High Human Development21 Ireland 21 72 No Data 11 Very High Human Development22 Bahamas 22 71 20.305 51 High Human Development23 Chile 22 71 9.300 41 Very High Human Development24 France 22 71 36.236 20 Very High Human Development25 Saint Lucia 22 71 No Data 97 High Human Development26 Austria 26 69 41.208 21 Very High Human Development27 United Arab Emirates 26 69 24.126 40 Very High Human Development28 Estonia 28 68 11.572 33 Very High Human Development29 Qatar 28 68 No Data 31 Very High Human Development30 Botswana 30 64 6.970 109 Medium Human Development31 China 80 40 2.858 91 High Human Development32 Indonesia 114 32 1.526 108 Medium Human Development
Sumber : World Bank, UNDP, Transparancy International
Selanjutnya mengenai usulan desain formula vaksin anti korupsi yang penulis
“formulasikan” agar bangsa Indonesia “Imun” terhadap “penyakit” korupsi adalah sebagai
berikut :
Formula “vaksin” anti korupsi
a. Penegakan hukum (Supporting instrument)
Penegakan hukum tetap diperlukan sebagai bagian dari pencegahan korupsi namun
bukanlah instrumen utama. Agar penegakan hukum menjadi kuat, maka perlu adanya
komitmen kuat dari pemimpin. Langkah utama yang perlu dilakukan dalam penegakan
hukum adalah revitalisasi dan reformasi besar-besaran lembaga penegak hukum. Hal ini
Pendidikan karakter(Fundamental Instrument)
Pembangunan Ekonomi(Enhancing Instrument)
Very High Human Development
Country
Kejujuran
Keikhlasan
Kesederhaan
Kepedulian
Etika Dan Moral
Kemakmuran
Kesejahteraan
Kebutuhan dasar
Masyarakat sejahtera
SederhanaAnti Korupsi
pernah dilakukan pada kepolisian di Hong Kong dan Georgia dan berhasil dengan baik.
seperti pepatah “Jangan menyapu dengan sapu yang sudah kotor”.
b. Pendidikan Karakter (Fundamental Instrument)
Pendidikan merupakan sesuatu yang dapat diterima semua suku/bangsa. Hal ini
dikarenakan pendidikan bersifat universal dan dibutuhkan.
Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup,
seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari
masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini
(idealnya). Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa
ditukar. Karakter harus DIBANGUN dan DIKEMBANGKAN secara sadar hari demi hari
dengan melalui suatu PROSES yang TIDAK INSTAN. Karakter bukanlah sesuatu bawaan
sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari (Timothy Wibowo:2014).
Pendidikan ini dapat diterapkan mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan tempat
tinggal, kantor dan sekolah. Jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan antara lain :
Lomba lingkungan warga dengan tema anti korupsi
Kurikulum berbasis pendidikan karakter
Penilaian kinerja organisasi/pegawai pemerintah berbasis karakter
Program pemberian hadiah bagi warga teladan yang taat hukum
c. Pembangunan Ekonomi (Enhancing Instrument)
Strategi yang penulis sarankan adalah membangun keunggulan ekonomi komparatif yang
dibagi dalam perspektif jangka menengah dan panjang. Dalam jangka panjang, industri yang
menopang perekonomian Indonesia adalah industri berbasis teknologi seperti yang dimiliki
Jepang dan Jerman. Indonesia harus mampu menjadi negara pemilik teknologi.
Hal ini penting dilakukan karena Indonesia memasuki pasar bebas ASEAN. Di dalam
pasar bebas ini Indonesia tidak boleh hanya penjadi konsumen, tetapi Indonesia harus mampu
memanfaatkan peluang yang ada dari pasar bebas ini. Dengan harapan mampu memberikan
kontribusi ekonomi yang baik bagi Indonesia, sehingga bisa menjadi Wellfare-state.
langkah konkret yang perlu dilakukan dalam membangun keunggulan komparatif dengan
cara :
Membangun swasembada sandang, papan, pangan sebagai pondasi. Sebelum melakukan
hal-hal lain, dasar kebutuhan dari manusia harus dipenuhi.
Mendukung pengembangan sektor UMKM. Sektor ini relatif lebih tahan terhadap
exposure gejolak ekonomi global. Selain itu, sektor UMKM juga merepresentasikan
mayoritas kekuatan ekonomi masyarakat Indonesia.
Industrialiasi sektor-sektor unggulan. Agar bisa berskala besar dan menjadi ekspor
unggulan yang mendunia.
Menarik investasi dan mengembangkan industri yang berbasis teknologi . Kita ingin agar
suatu saat ketika mendengar Indonesia, maka akan seperti Jepang yang terkenal dengan
teknologinya.
Mengalokasikan belanja pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur
4. Kelebihan dan kekurangan
Menurut penulis, kelebihan dari desain yang diajukan :
Mampu menyentuh dan menyelesaikan faktor fundamental penyebab korupsi
Konsep pendidikan dan pembangunan ekonomi merupkan hal yang universal yang akan
diterima oleh seluruh suku bangsa di Indonesia yang sangat majemuk
Merupakan gerakan perubahan yang tidak represif, cenderung pendekatan yang “soft”
sehingga tidak menimbulkan gejolak perlawanan dari koruptor
Kekurangan dari desain yang diajukan :
Membutuhkan waktu yang lama. Perubahan dapat dirasakan ketika generasi muda yang
telah melewati pendidikan karakter mulai menjadi pemimpin
Membutuhkan inisiator yang memiliki “power” dan komitmen kuat
Penegakan Hukum (jangka pendek)
Supporting Instrument
Pembangunan Ekonomi (Jangka Menengah)
Ehnancing Instrument
Pendidikan Karakter (jangka Panjang)
Fundamental Instrumen
KESIMPULAN
Jika di awal penulis menganalogikan korupsi sebagai suatu penyakit dan negara/bangsa
adalah tubuh manusia, maka pendidikan karakter dan pembagunan ekonomi adalah salah satu
jenis “vaksin” agar “tubuh” kebal terhadap suatu “penyakit”. Seperti halnya proses vaksinasi
yang dilakukan untuk membentuk kekebalan (antibodi) yang membutuhkan kesabaran dan
ketelatenan, pendidikan karakter ini juga akan memakan waktu yang relatif lama. Dengan
dukungan seluruh rakyat Indonesia maka penulis yakin bahwa “vaksin” tersebut dapat
“bekerja dengan baik”.
Solusi ini diharapkan juga menjawab tantangan jangka panjang dan menyelesaikan faktor
fundamental penyebab korupsi. Sehingga bangsa ini pada akhirnya bisa terhindar dan
terbebas dari “penyakit korupsi” karena terdiri dari “manusia-manusia yang sudah imun”
yang sejahtera, sederhana dan berkarakter anti korupsi.
DAFTAR REFERENSI
1. Danang Indra, dkk. 2015. ”Korupsi di Finlandia : Korupsi dan upaya pencegahan.
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara”. Tangerang Selatan.
2. Chabibah, dkk. 2015. “Pemberantasan Korupsi di China”. Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara. Tangerang Selatan.
3. Tito, dkk. 2014. “pemberantasan Korupsi di Singapura”. Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara. Tangerang Selatan.
4. Isnu, dkk. 2014. “Pemberantasan Korupsi di Jepang”. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Tangerang Selatan.
5. http://data.worldbank.org/indicator/NY.GNP.PCAP.KD?
order=wbapi_data_value_2013+wbapi_data_value+wbapi_data_value-last&sort=desc.
Diakses pada 12 Februari 2015 Pukul 21:15 WIB
6. http://acch.kpk.go.id/6-strategi-pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi . Diakses pada 08
Februari pukul 17:07 WIB
7. http://www.pendidikankarakter.com/peran-pendidikan-karakter-dalam-melengkapi-
kepribadian/ Diakses pada 09 Februari pukul 07:12 WIB
8. http://hdr.undp.org/en/data Diakses pada 09 Februari Pukul 07:12 WIB
9. http://www.transparency.org/cpi2013 Diakses pada 09 Februari Pukul 07:12 WIB
10. http://data.worldbank.org/ Diakses pada 09 Februari Pukul 07:12 WIB