17

Click here to load reader

demam tifoid amee

Embed Size (px)

DESCRIPTION

My Assignment of Typhoid

Citation preview

Page 1: demam tifoid amee

HASIL LAPORAN SEVEN JUMP

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEMAM TIFOID

DISUSUN OLEH:

SITI AMINAH HIDAYAT (130012074)

SEMESTER 3 KELAS B

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2013

Page 2: demam tifoid amee

BAB I

KONSEP DASAR DEMAM TIFOID

1.1 Definisi Demam Tifoid

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi

Salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang

sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman

salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

kuman Salmonella thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

kuman Salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari

penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (Syaifullah Noer,

1996 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga

paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis

(Seoparman, 1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala

sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.

penularan terjadi secara fekal, oral melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut,

Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh

salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan

dan minuman yang terkontaminasi.

1.2 Etiologi Demam Tifoid

Ashkenazi et al. (2002) menyebutkan bahwa demam tifoid disebabkan oleh

jenis Salmonella tertentu yaitu Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, dan

Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang

disebabkan oleh Salmonella typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada

bentuk infeksi Salmonella yang lain.

Page 3: demam tifoid amee

Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil,

tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Sebagian besar strain meragikan

glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak

meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella tumbuh secara aerob

dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Sebagian besar spesies resisten

terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C

selama 1 jam atau 60 º C selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada

suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan

hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan

bahan tinja.

Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O

adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan

antigen H adalah protein yang bersifat termolabil, dan Antigen K (selaput).

1.3 Patofisiologi Demam Tifoid

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang

dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus

(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita

typhoid dapat menularkan kuman salmonella Thypi kepada orang lain. Kuman

tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap

dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.

Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti

mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella Thypi masuk

ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam

lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan

sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan

limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk

ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel

retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah

dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan

kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid

disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental

Page 4: demam tifoid amee

disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam

pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena

membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena

salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat

pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi

melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Penularan kuman ini dapat

melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, feces, lalat yang

membawa kuman tersebut, dan muntahan dari penderita Typhoid. Sebagian

kuman dimusnahkan di lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan

selanjutnya berkembang biak (Soegijanto, 2002).

Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan

selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kuman tersebut

mengeluarkan endotoksin yang selanjutnya kuman masuk ke dalam sirkulasi

darah (mengakibatkan bakteriemia pertama yang asimtomatik) dan menyebar

ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa yang

selanjutnya akan dilakukan fagositosis. Pada proses fagosit ini, kuman yang

dapat difagosit akan mati, sedangkan yang tidak difagosit akan tetap hidup dan

menyebabkan bakteriemia kedua.

Kuman yang masuk ke aliran darah akan menyebabkan roseola pada kulit

dan lidah hiperemia. Selanjutnya kuman masuk ke dalam usus halus dan

menyebabkan peradangan sehingga menimbulkan nausea dan vomitus serta

adanya anoreksia masalah tersebut akan menyebabkan intake klien yang tidak

adekuat dan kebutuhan nutrisi yang kurang dari tubuh yang bisa menyebabkan

diare sehingga diperlukan bedrest untuk mencegah kondisi klien akan menjadi

bertambah buruk. Selanjutnya kuman masuk ke dalam hepar yang selanjutnya

mengeluarkan endotoksin yang akan merusak hepar sehingga terjadi

hepatomegali dan juga mengakibatkan splenomegali yang disertai dengan

meningkatnya SGOT/SGPT. Selain itu, kuman dapat menyebar ke

hipotalamus yang menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam

remiten dan hipertermi sehingga klien akan mengalami malaise dan akhirnya

mengganggu aktivitasnya (Muttaqin, 2011).

Page 5: demam tifoid amee

1.4 Manifestasi Klinis Demam Tifoid

Keluhan dan gejala demam tifoid pada anak tidak khas, dan bervariasi

dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang

mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid

berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan

saraf pusat (Darmowandowo, 2006). Gejala-gejala tersebut meliputi:

a. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin

hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus

menerus terutama pada malam hari.

b. Gejala gastrointestinal dapat berupa diare, mual, muntah, dan

kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.

c. Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, sopor, bahkan sampai

koma.

1.5 WOC/Pathway Demam Tifoid

Page 6: demam tifoid amee

1.6 Pemeriksaan Penunjang Demam Tifoid

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis

demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu:

1. Pemeriksaan darah tepi

Penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit

normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan

trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke

kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama

pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa

hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai

nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk

dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan,

akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat

diagnosis demam tifoid (Hoffman, 2002).

Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo Surabaya

mendapatkan hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa

anemia (31%), leukositosis (12.5%) dan leukosit normal (65.9%)

(Darmowandowo, 1998).

2. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri

salmonella Typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang,

cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri

akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal

penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urin dan feses

(Hardi, et.al, 2002).

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi

hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin

disebabkan beberapa hal seperti telah mendapat terapi antibiotik, volume

darah yang kurang, riwayat vaksinasi dan saat pengambilan darah setelah

minggu pertama, pada saat agglutinin semakin meningkat (Sudoyo et al,

2007).

3. Uji serologis

Page 7: demam tifoid amee

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis

demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen

antigen s.Typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah

yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 ml yang diinokulasikan

ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat

digunakan pada demam tifoid ini meliputi ujia widal, tes tubex, dan

ELISA.

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat

dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah

divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.

Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin

dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh

salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:

a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).

b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).

c. Aglutinin K, yang dibuat karena rangsangan antigen K (berasal dari

selaput kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang

ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien

menderita typhoid.

4. Pemeriksaan kuman secara molekuler.

Metode lain untuk identifikasi bakteri s.Typhi yang akurat adalah

mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri s.Typhi dalam darah

dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara

polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen K yang spesifik

untuk s.Typhi.

1.7 Penatalaksanaan Demam Tifoid

Pengobatan memakai prinsip trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

Page 8: demam tifoid amee

A. Pemberian antibiotic

Terapi ini dimasudkan untuk membunuh kuman penyebab demam

tifoid. Obat yang sering dipergunakan adalah:

1. Kloramfenikol 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari.

2. Amoksilin 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali.

3. Kotrimoksazol 480 mf, 2 x 2 tablet selama 14 hari.

4. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 6

hari: ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari: ceftriaxone 4 gram/hari

selama 3 hari).

B. Istirahat dan perawatan

Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Penderita sebaiknya beristirahat total ditempat tidur selam 1 minggu

setelah bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan secra bertahap, sesuai

dengan keadaan penderita. Mengingat mekanisme penularan penyakit

ini, kebersihan perorangan perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien

untuk buang air besar dan air kecil.

C. Terapi penunjang secara simptomatis dan suportif serta diet

Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal mpenderita

diberi makanan berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi

makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan

kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu

dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita.

Page 9: demam tifoid amee

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEMAM TIFOID

2.1 Pengkajian

1. Identitas

Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin,

umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan,

tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.

2. Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh klien typhoid biasanya mengeluh

adanya demam.

3. Riwayat penyakit sekarang

Umumnya yang dirasakan pada klien dengan typhoid adalah demam, perut

terasa mual, adanya anorexia, diare atau konstipasi,dan bahkan

menurunnya kesadaran.

4. Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah klien sebelumnya pernah mengalami typhoid atau

penyakit menular yang lain.

5. Riwayat penyakit keluarga

Ditanyakan apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama atau

penyakit yang lainnya.

6. Pola-Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan

perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.

b. Pola nutrisi dan metabolic

Adanya nausea dan vomitus serta anorexia akan mempengaruhi status

gizi. Pengukuran TB dan BB jika memungkinkan akan

memperlihatkan adanya penurunan atau peningkatan status gizi klien.

c. Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien akan terganggu akibat adanya malaise serta

keterbatasan latihan yang mewajibkan klien untuk bed rest.

Page 10: demam tifoid amee

d. Pola istirahat dan tidur

Frekuensi dan kebiasaan tidur klien akan terganggu karena adanya

proses peningkatan suhu tubuh.

e. Pola eliminasi

Klien dengan typhoid mengalami masalah pada pola eliminasi karena

kurangnya intake asupan nutrisi dan kondisi yang mewajibkan untuk

bedrest, maka klien akan beresiko besar untuk terkena konstipasi.

f. Pola hubungan

Akibat dari proses infeksi tersebut secara langsung akan

mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.

g. Pola persepsi dan konsep diri

Akan terjadi perubahan jika klien tidak memahami cara yang efektif

untuk mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri.

h. Pola mekanisme koping

Masalah timbul jika klien tidak efektif dalam mengatasi masalah

kesehatannya.

i. Pola nilai dan kepercayaan.

Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah

yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan

akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.

7. Pemeriksaan fisik

a. B1 (Breathing)

Biasanya tidak ada masalah, tetapi pada kasus berat bisa didapatkan

komplikasi yaitu adanya pneumonia.

b. B2 (Blood)

TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat,

akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi,

kadang terjadi anemia, leukopeni pada minggu awal, nyeri dada, dan

kelemahan fisik.

c. B3 (Brain)

Page 11: demam tifoid amee

Pada klien dengan typhoid biasanya terjadi delirium dan diikuti

penurunan kesadaran dari composmentis keapatis,somnolen hingga

koma pada pemeriksaan GCS.

d. B4 (Bladder)

Pada kondisi berat akan terjadi penurunan output respon dari curah

jantung.

e. B5 (Bowel)

1) Inspeksi: lidah kotor, terdapat selaput putih, lidah hiperemis,

stomatitis, muntah,kembung, adanya distensi abdomen dan nyeri

abdomen, diare atau konstipasi.

2) Auskultasi: penurunan bising usus kurang dari 5x/menit pada

minggu pertama dan selanjutnya meningkat akibat adanya diare.

3) Perkusi: didapatkan suara tympani abdomen akibat adanya

kembung.

4) Palpasi: adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi

adanya infeksi pada minggu kedua. Adanya nyeri tekan pada

abdomen.

f. B6 (Bone) : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise.

Kelemahan umum. Integumen : timbulnya roseola (emboli dari

kuman dimana didalamnya mengandung kuman Salmonella

Ttyphosa , yang timbul diperut, dada, dan bagian bokong), turgor

kulit menurun, kulit kering (Muttaqin, 2011).

2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhosa.

2. Resiko/aktual: Defisit volume cairan berhubungan dengan intake dan

output yang tidak seimbang.

3. Resiko/aktual: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat akibat mual,muntah dan

anoreksia.

4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi pada usus

halus.

Page 12: demam tifoid amee

5. Gangguan pola eliminasi: diare berhubungan dengan proses peradangan

pada usus halus.

6. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan proses

peradangan pada usus halus.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

2.3 Perencanaan

No Diagnosa

keperwatan

Tujuan dan

kriteria hasil Intervensi Rasional

1.

Hipertermi b/d

proses infeksi

salmonella

typhosa

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

2x24 jam makan

diharapkan suhu

tubuh normal,

dengan kriteria hasil:

1. Suhu normal

2. Nadi dan RR

normal

3. Tidak ada pusing

1. Monitor TTV klien

sesering mungkin.

Untuk mengetahui

tanda-tanda kenaikan

suhu yang mungkin

terjadi infeksi

2. Anjurkan klien

berpakaian tipis dari

bahan yang

menyerap keringat

Supaya klien merasa

nyaman, karena bahan

pakaian yang tipis

akan mengurangi

evaporasi tubuh.

3. Monitor intake da

output klien

Untuk mengamati

perbaikan dan

perburukan dari klien.

4. Anjurkan klien

untuk meningkatkan

intake cairan 2-3

liter/hari.

Sebagai rehidrasi dari

cairan yang hilang dari

penguapan tubuh,

mual, muntah dan

diare.

5. Memberikan

kompres dengan air

biasa (suhu normal).

Agar lebih mudah

untuk memindahkan

panas dari klien ke

handuk kompres

6. Kolaborasi dengan Antibiotic untuk

Page 13: demam tifoid amee

dokter untuk

pemberian terapi

antibiotic dan

antipiretik

mengurangi proses

infeksi dan antipiretik

untuk menurunkan

panas tubuh

2.

Resiko/aktual

defisit volume

cairan

berhubungan

dengan intake

dan output yang

tidak seimbang.

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

2x24 jam makan

diharapkan intake

dan output

seimbang, dengan

13riteria hasil:

1. Defisit cairan

dapat teratasi

2. Tidak ada tanda-

tanda dehidrasi.

3. Turgor baik.

4. Membrane

mukosa baik.

1. Monitor status

nutrisi klien

mengetahui adanya

tanda-tanda perbaikan

dan perburukan dari

klien.

2. Anjurkan klien

untuk banyak

minum

Untuk mengganti

cairan yang hilang

akibat diare.

3. Monitor intake dan

output klien.

Sebagai dasar tindakan

banyaknya rehidrasi

yang dibutuhkan klien.

4. Kolaborasi dengan

pemberian cairan

melalui IV

membantu mengganti

cairan intravaskuler

yang berkurang

5. Kolaborasi dengan

dokter apabila

terjadi tanda-tanda

shock.

Sebagai terapi lanjutan

apabila terjadi tanda-

tanda shock.

3. Resiko/aktual

nutrisi kurang

dari kebutuhan

tubuh b/d intake

yang tidak

adekuat akibat

mual, muntah.

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

2x24 jam makan

diharapkan nutrisi

klien dapat

terpenuhi, BB tetap

atau bertambah,

tidak ada anorexia

dan mual muntah,

dengan kriteria hasil:

1. Monitor status

nutrisi klien

Sebagai dasar awal

tindakan keperawatan.

2. Jelaskan pada klien

tentang pentingnya

makanan untuk

membantu proses

penyembuhan.

meningkatkan

pengetahuan klien

tentang manfaat nutrisi

sehingga memotivasi

klien agar mau makan.

3. Tawarkan klien

snack yang disukai.

Untuk menambah

nafsu makan klien.

4. Jaga kebersihan oral

pasien.

Dapat memberi rasa

nyaman pada mulut

Page 14: demam tifoid amee

1. Tidak ada tanda-

tanda mal nutrisi.

2. Adanya

peningkatan BB

sesuai dengan

tujuan

3. Mual dan muntah

berkurang, tidak

ada anoreksia.

sehingga dapat

menambah nafsu

makan.

5. Berikan makanan

dalam porsi kecil

tapi sering.

Menghindari rasa mual

dan keinginan untuk

muntah

6. Berikan asupan

nutrisi sesuai dengan

diet (diet lembek,

rendah serat, dan

bumbu yang tidak

merangsang).

Supaya memudahkan

klien untuk menelan

makanan dan tidak

menyebabkan mual.

4. Gangguan rasa

nyaman : nyeri

b/d inflamasi

pada usus halus

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

2x24 jam makan

diharapkan rasa

nyaman klien

terpenuhi. dengan

kriteria hasil:

1. Nyeri berkurang

atau hilang,

ekspresi wajah

rileks

2. tanda-tanda

vital normal

3. skala nyeri 1-0.

1. Kaji intensitas nyeri

(faktor presipitasi,

kualitas, lokasi,

skala,durasi).

untuk mengetahui

intensitas nyeri klien.

2. Kaji respon klien

terhadap nyeri yang

dialami.

mengetahui

sejauhmana nyeri

mempengaruhi

aktivitas klien.

3. Ajarkan klien untuk

relaksasi dan

distraksi

untuk membantu

mengurangi nyeri

secara non

farmakologi

4. untuk membantu

mengurangi nyeri

secara non

farmakologi

untuk menambah

kenyamanan klien.

5. Kolaborasi dengan

pemberian

analgesik.

untuk mengurangi rasa

nyeri secara

farmakologis

Page 15: demam tifoid amee

5.

Gangguan pola

eliminasi: diare

b/d proses

peradangan

pada usus halus.

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

2x24 jam makan

diharapkan pola

eliminasi klien

kembali normal.

dengan kriteria hasil:

1. BAB normal,

Feses

(konsistensi dan

frekuensi)

normal.

2. mencegah daerah

rectal agar tidak

iritasi.

3. turgor kulit

normal

1. Identifikasi faktor

penyebab diare.

Sebagai awal tindakan

pengobatan

2. Monitor BAB

(warna, jumlah,

frekuensi, dan

konsistensi dari

feces).

Mengetahui pola BAB

klien

3. Monitor TTV dan

KU klien.

Mengetahui adanya

tanda dan gejala shock

pada klien.

4. Anjurkan klien

untuk minum 2-3

liter setiap hari.

Untuk merehidrasi

cairan yang keluar

akibat diare

5. Kolaborasi

pemberian cairan IV

Mengganti cairan pada

intravakuler dan

intrerstitial

6. Kolaborasi dengan

Dokter untuk terapy

anti diare

Anti diare membantu

mengurangi diar

6. Gangguan pola

eliminasi:

konstipasi b/d

proses

peradangan

pada usus halus

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

2x24 jam makan

diharapkan pola

eliminasi klien

kembali normal.

dengan kriteria hasil:

1. Identifikasi

penyebab timbulnya

konstipasi

Menentukan dasar

awal tindakan

keperawatan.

2. Ganti posisi klien

tiap 2 jam sekali.

Ganti posisi klien tiap

2 jam sekali.

3. Pertahankan intake

cairan 2-3 liter

setiap hari

memenuhi cairan dan

memperbaiki

konsistensi feces.

Page 16: demam tifoid amee

1. BAB normal.

2. rasa tidak

nyaman

berkurang

3. tidak ada massa.

4. Kolaborasi dengan

ahli gizi dengan

pemberian diet

tinggi serat dan

rendah lemak

Tinggi serat

memudahkan

pengeluaran feces

5. Kolaborasi dengan

dokter dalam

pemberian laksatif

membantu

mengeluarkan feces.

7. Intoleransi

aktivitas b/d

kelemahan fisik

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

2x24 jam makan

diharapkan klien

dapat mandiri dan

aktivitas klien

kembali normal.

dengan kriteria hasil:

1. aktivitas klien

tetap normal.

2. kelemahan fisik

berkurang

1. Kaji respon pasien

terhadap aktivitas

untuk mengetahui

perubahan-perubahan

aktivitas yang dialami

oleh klien.

2. Anjurkan klien

untuk tetap istirahat

Untuk mempercepat

proses penyembuhan

3. Batasi pengunjung

yang datang

agar klien tidak

terganggu dalam

beristirahat

4. Bantu klien untuk

beraktivitas sehari-

hari sesuai dengan

kebutuhan klien

memberikan rasa

nyaman, karena

kebutuhan klien dapat

terpenuhi dengan

dibantu oleh perawat

ataupun keluarga

5. Ajarkan aktivitas

yang dapat

dilakukan klien

secara bertahap

Agar tidak

mengganggu bedrest

pada proses

penyembuhan klien.

Page 17: demam tifoid amee

DAFTAR PUSTAKA

Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: ECG

Angriani, Rida. 2011. Dasar-Dasar Anatomi & Fisiologi. Jakarta: Salemba

Medika

Dunbar, Mandal Wilkins, dkk. 2006. Lecture Note : Penyakit Infeksi Edisi 6.

Jakarta: Erlangga

Ever,B.Mark,dkk.2010. Edisi 17 Buku Saku bedah SABISTON. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, jilid I. Media

Aesculapius : Jakarta. 1999.

Soedarto.2001.Penyakit-Penyakit Infeksi Di Indonesia. Jakarta: Widya Medika