Click here to load reader
Upload
robertus-arian-datusanantyo
View
408
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
RAD Journal 2014:12:017
Dokter dan Keselamatan Pasien, Robertus Arian Datusanantyo | 1
Dokter dan Keselamatan Pasien
Ilustrasi: Seorang konsultan perawatan intensif sepakat dengan seorang spesialis bedah saraf untuk memberikan suntikan kontinyu insulin pada pasien paska pembedahan di kepala akibat kecelakaan lalu lintas. Setelah pasien dipindah ke ruang rawat bedah, ahli bedah saraf yang tidak terbiasa memberikan insulin meneruskan sebagian terapi termasuk insulin. Pasien meninggal dengan dugaan hipoglikemia berkepanjangan.
Gerakan Keselamatan Pasien Seperti telah disinggung dalam tulisan pertama mengenai Dokter dan Kepemimpinan Klinis, isu keselamatan pasien sebenarnya belum terlalu tua. Telah dikenal luas bahwa gerakan keselamatan pasien berawal dari laporan Institute of Medicine yang diterbitkan tahun 2000 melalui buku berjudul “To Err is Human: Building a Safer Health System.” Dalam buku ini ditegaskan perlunya ada sistem yang dibangun untuk membuat orang sulit berbuat salah dan mudah untuk melakukan pekerjaan dengan benar. Secara luas, gerakan keselamatan pasien saat ini disebut sebagai sebuah sistem yang memungkinkan asuhan pada pasien dilakukan secara aman. The National Patient Safety Foundation di Amerika Serikat mendefinisikan keselamatan pasien sebagai penghindaran, pencegahan, dan perbaikan kejadian tidak diharapkan atau cedera yang berasal dari proses pada pelayanan kesehatan. Keselamatan tidak bersandar pada orang, alat, atau unit kerja namun muncul sebagai interaksi komponen dalam sistem. Titik penting gerakan keselamatan pasien di Indonesia berawal tahun 2005 ketika Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mendorong Menteri Kesehatan pada waktu itu mencanangkan gerakan nasional keselamatan pasien. Sejak saat itu pula, diselenggarakan kursus reguler mengenai keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis. Gerakan nasional ini berujung pada penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan no. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Perubahan besar telah terjadi di industri rumah sakit di Indonesia sejak tahun 2005 tersebut. Semakin seragamnya standar keselaamatan pasien di rumah sakit adalah salah satu contohnya. Walaupun perubahan budaya memerlukan waktu yang tidak sebentar, perubahan budaya keselamatan pasien sampai saat ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Harus diakui, dokter yang berkarya di rumah sakit adalah golongan profesi yang cukup lambat mengadopsi budaya keselamatan pasien tersebut. Hal ini tentu kurang menggembirakan mengingat kelangsungan bisnis inti rumah sakit ditentukan oleh perilaku para dokter. Kesalahan / Errors Kegagalan melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan (error of omission) maupun melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan (error of comission) sama-‐sama berpotensi membawa adverse events atau kejadian tidak diharapkan (KTD). Kegagalan melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan misalnya misdiagnosis, terlambat bertindak, atau tidak melakukan pertolongan. Sementara itu, melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan misalnya tindakan yang keliru, meresepkan obat yang salah, dan melakukan tindakan operasi dengan prosedur yang keliru. Selain itu, error dapat juga terjadi saat mempergunakan cara yang keliru untuk mencapai tujuan (kesalahan perencanaan) maupun gagal menyelesaikan upaya yang telah disiapkan (kesalahan eksekusi). Jelas dengan demikian, penting untuk mengetahui intensi di balik setiap kesalahan. Pada kesalahan perencanaan, tujuan akhir tidak dapat tercapai karena intensi yang ada tidak adekuat sehingga aksi dikerjakan dengan benar namun bukan itu aksi yang sebenarnya diperlukan. Hal ini disebut sebagai mistake dan dapat terjadi karena pengetahuan dan/atau keterampilan yang kurang atau terjadi asesmen yang keliru. Ini adalah error of omission. Pada kesalahan eksekusi, tujuan akhir mungkin tercapai namun mungkin juga tidak tercapai akibat slip dan/atau lapse. Perencanaan aksi dalam hal ini sudah benar namun dilakukan tidak dengan
RAD Journal 2014:12:017
Dokter dan Keselamatan Pasien, Robertus Arian Datusanantyo | 2
sempurna. Kesalahan eksekusi dengan demikian adalah error of comission dan melibatkan slip dan/atau lapse. Slip dapat diamati (misalnya kekeliruan menempatkan sensor monitor atau memutar knob yang salah) sementara lapse tidak dapat diamati (melupakan suatu langkah dalam prosedur, gagal mengingat sesuatu). Mari kita lihat contohnya. Seorang dokter jaga meresepkan klorpromazine 25 miligram untuk pasien hiccups. Persoalan muncul ketika dokter tersebut gagal mengingat bahwa sediaan klorpromazine adalah 100 miligram. Karena yang tertulis adalah 1 tablet, maka demikianlah yang diberikan. Ini adalah lapse. Dokter gagal mengingat sediaan klorpromazine. Berbeda dengan kasus kedua. Dokter jaga berencana memberikan 1 miligram midazolam namun keliru menuliskan 10 miligram dalam tabel perencanaan pengobatan. Ini adalah slip. Membicarakan slip, lapse, atau mistake, sama sekali bukan menggolongkannya ke dalam kesalahan minor maupun mayor. Pasien dapat meninggal karena slip, lapse, maupun mistake. Kesalahan dapat juga berupa kesalahan aktif maupun kesalahan laten. Kesalahan aktif adalah kesalahan pada ujung tombak pelayanan dan akibatnya dirasakan hampir seketika. Sementara itu, kesalahan laten cenderung lepas dari kendali di ujung tombak pelayanan dan dapat mencakup desain yang buruk, instalasi peralatan yang tidak tepat, perawatan yang kurang, pengambilan keputusan yang buruk, dan struktur organisasi yang tidak jelas. Menghukum, memasukkan dalam program pelatihan ulang, atau memberikan peringatan adalah respon paling sering terhadap kesalahan, namun hal tersebut sebenarnya hanya merupakan respon terhadap kesalahan aktif. Suatu kesalahan tertentu merupakan campuran berbagai kejadian yang kemungkinan tidak akan terulang kembali, sehingga satu intervensi pada kesalahan aktif tidak akan membuat sistem menjadi lebih aman. Kesalahan laten sering merupakan hasil dari toleransi terhadap penyimpangan. Sekali penyimpangan terjadi dan ditoleransi, penyimpangan-‐penyimpangan lain akan muncul dan diterima sehingga membahayakan sistem. Sistem menjadi berbahaya karena tanda-‐tanda diabaikan dan indikator-‐indikator terlewat. Insiden Keselamatan Pasien Kesalahan atau error dapat berakibat kejadian tidak diharapkan (KTD) / adverse event. Kejadian tidak diharapkan adalah cedera yang diakibatkan manajemen medis daripada akibat latar belakang kondisi pasien. Kejadian tidak diharapkan yang paling sering muncul adalah kesalahan terkait pengobatan atau medication-‐related error. Hal ini akibat dokumentasi pengobatan yang lebih baik dan mudah diakses. Kejadian tidak diharapkan yang menyebabkan kematian atau cacat tetap disebut sebagai kejadian sentinel atau sentinel event. Walau demikian, untungnya, sebagian besar kesalahan atau error tidak berakhir pada cedera serius namun pada keadaan nyaris cedera atau near misses. Near miss adalah kesalahan yang dapat saja mencederai pasien namun tidak terjadi demikian akibat suatu kebetulan (misalnya pasien mendapat obat dengan kontraindikasi namun tidak ada reaksi cedera), pencegahan (seorang perawat mengenali dosis yang keliru sebelum memasukkan obat), atau mitigasi (obat dengan dosis berlebih telah dimasukkan namun diketahui dengan segera dan diberikan antidotum). Secara umum, near miss dikenal sebagai kejadian nyaris cedera (KNC). Peraturan Menteri Kesehatan no. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit memuat definisi sendiri mengenai insiden keselamatan pasien. Selain kejadian tidak diharapkan dan kejadian sentinel, peraturan menteri tersebut mempunyai definisi yang agak berbeda untuk kejadian nyaris cedera (KNC) dan juga definisi tersendiri untuk kejadian tidak cedera (KTC) dan kejadian potensial cedera (KPC). Kejadian nyaris cedera (KNC) menurut peraturan menteri tersebut adalah kesalahan yang belum terpapar pada pasien. Kejadian tidak cedera (KTC) menurut peraturan menteri tersebut adalah kesalahan yang sudah terjadi namun tidak terjadi cedera. Sementara itu, KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Jelaslah dengan demikian bahwa KNC adalah near miss yang terjadi karena pencegahan, sementara KTC adalah near miss akibat kebetulan atau mitigasi.
RAD Journal 2014:12:017
Dokter dan Keselamatan Pasien, Robertus Arian Datusanantyo | 3
Kejadian sentinel, KTD, KNC, KTC, dan KPC adalah insiden keselamatan pasien. Bila dirumuskan, maka insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Kunci dari pengenalan terhadap insiden dengan demikian adalah kemungkinannya untuk dicegah. Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang sedang mengusahakan maupun telah memenuhi standar akreditasi rumah sakit oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Sasaran ini disusun mengacu pada Nine Life-‐Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety. Sasaran keselamatan pasien dalam buku instrumen akreditasi rumah sakit menempati satu bab tersendiri. Sasaran keselamatan pasien rumah sakit seperti yang disebutkan dalam buku instrumen akreditasi dan dalam peraturan menteri adalah: 1) ketepatan identifikasi pasien, 2) peningkatan komunikasi yang efektif, 3) peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-‐alert), 4) kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi, 5) pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan 6) pengurangan risiko pasien jatuh. Ketepatan identifikasi pasien dilakukan untuk mencegah kekeliruan terhadap pasien dalam semua tahapan pelayanan. Maksud identifikasi pasien ini adalah untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan dan untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Identifikasi pasien mempergunakan dua detail identitas. Paling sering, dua detail identitas yang digunakan adalah nama dan tanggal lahir. Pasien juga diberi gelang identifikasi dengan dua identitas tersebut. Lokasi pasien dan nomor tempat tidur atau nomor kamar tidak boleh dipakai sebagai detail identitas. Identifikasi dilakukan pada setiap tahapan pelayanan, termasuk pada waktu pengambilan sampel cairan tubuh, pemberian pengobatan, pemberian darah atau produk darah, persiapan operasi, dan lain-‐lain. Peningkatan komunikasi efektif mendapatkan tempat yang istimewa dalam instrumen akreditasi rumah sakit. Hal ini karena komunikasi yang efektif, yaitu komunikasi yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Masalah sering muncul pada komunikasi per telpon, komunikasi antara unit penunjang diagnosistik dan unit pelayanan, dan juga perintah lisan. Tanpa harus tergantung pada apakah sistem pencatatan rumah sakit mempergunakan sistem elektronik atau kertas, semua perintah lisan harus dibaca dan diulang kembali oleh penerima perintah (read back & repeat back). Beberapa rumah sakit mempergunakan istilah “tulis – baca – kembali” untuk komunikasi per telpon. Komunikasi efektif juga dapat mewujud dalam standar urutan tata komunikasi. Contoh paling sering adalah sistem SBAR untuk pelaporan pasien kritis atau terduga kritis. Dokter jaga atau perawat jaga membuat laporan kepada dokter yang berwenang mempergunakan sistem S (situation) – B (background) – A (assessment) – R (recommendation). Obat-‐obatan yang perlu diwaspadai adalah obat-‐obatan yang mempunyai risiko untuk menimbulkan baik KTD maupun kejadian sentinel. Di antara obat-‐obatan ini adalah elektrolit konsentrat, heparin, dan obat-‐obatan LASA (look alike sound alike / NORUM / nama obat rupa dan ucapan mirip). Pemberian label yang baik dan restriksi terhadap akses akan meningkatkan keamanan penggunaan obat-‐obatan ini. Untuk mencapai sasaran keselamatan pasien yang keempat, diperlukan penggunaan WHO Safe Surgery Checklist. Ceklis ini dapat dimodifikasi sendiri oleh rumah sakit menyesuaikan kebutuhan. Penting untuk dicatat, dokter bedah mesti melakukan sendiri prosedur site marking sebelum tindakan operasi, pada saat pasien sadar, dengan tanda yang tidak ambigu, harus dapat terlihat, dan menggunakan bahan yang awet paling tidak sampai operasi. Pengendalian infeksi akan dibahas dalam tulisan tersendiri. Pengurangan risiko pasien jatuh diharapkan dievaluasi di rumah sakit untuk mengambil tindakan pencegahan pasien jatuh dan mengurangi dampaknya apabila pasien betul terjatuh. Evaluasi bisa
RAD Journal 2014:12:017
Dokter dan Keselamatan Pasien, Robertus Arian Datusanantyo | 4
termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Penutup Uraian mengenai keselamatan pasien rumah sakit di atas diharapkan dapat memberikan gambaran kepada dokter mengenai bagaimana kesalahan dapat terjadi di setiap unit di rumah sakit dan bagaimana upaya harus dilakukan untuk mencegah dampak bagi pasien yang dilayani. Dokter sebagai bagian dari sistem yang ada di rumah sakit sangat perlu terlibat sehingga asuhan bagi pasien akan terus menjadi lebih aman dan selamat. Penulis Artikel ini dipersiapkan dan ditulis oleh dr. Robertus Arian Datusanantyo. Tulisan ini merupakan tulisan kedua dari seri Dokter dan Manajemen Rumah Sakit yang sedang ditulis sebagai pertanggungjawaban keilmuan. Daftar Bacaan ________, 2011. Peraturan Menteri Kesehatan no. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit. Aspden P. et al (Ed.)., 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for Care. Washington DC:
National Academy Press. Kohn L.T. et al (Ed)., 2000. To Err is Human: Building a Safer Health System. Washington DC:
National Academy Press.