Upload
lalu-anwar
View
711
Download
28
Embed Size (px)
Citation preview
MATA KULIAH PEMASARAN SOSIAL
STRATEGI PEMASARAN
Dosen Pengampu : Drs. Kuswinarno,M.Hum
NASI PAPAH ANTARA BUDAYA DAN KESEHATAN
(Tinjauan Kebiasaan pemberian Nasi Papah dari segi budaya dan kesehatan,
studi kasus di Desa Semaya, Kabupaten Lombok Timur)
Oleh :
LALU MUHAMMAD ANWAR
NIM : 08/277880/PKU/10195
MINAT UTAMA GIZI DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2008
Pendahuluan
Praktek menyusui dan menyapih merupakan factor determinan yang
penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan mental tidak saja pada masa
bayi tapi juga untuk kehidupan selanjutnya. Pemberian ASI dan makanan
tambahan yang kurang sesuai dengan umur atau pemberian makanan sebelum
waktunya akan menyebabkan pertumbuhan anak menjadi pendek, terhambatnya
perkembangan mental dan psikomotorik anak, rendahnya imunitas bayi dan
meningkatnya resiko terkena penyakit infeksi seperti diare.( Hediger ML ,et,al,
2000).
Menyusui terutama pemberian ASI Ekslusif memiliki keuntungan yang
sangat banyak terutama pada kelompok ekonomi rendah, dimana susu ibu akan
selalu sedia setiap saat, tidak perlu membeli dan jika diberikan susu botol akan
mudah terpapar bakteri pathogen yang berdampak pada meningkatnya resiko
kematian dan kurang gizi pada bayi. Bahkan bayi yang mendapatkan ASI Esklusif
dapat mencegah anak menjadi overweight.(WHO, 2002)
Rendahnya pemberian ASI eksklusif di keluarga menjadi salah satu pemicu
rendahnya status gizi bayi dan balita. Data SUSENAS menunjukkan status gizi-
kurang pada balita menurun dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 26,4% pada
tahun 1999. Tetapi untuk kasus gizi buruk terjadi peningkatan 6,3% (1989)
menjadi 11,4% (1995). Pada tahun 1999 sekitar 1,7 juta balita di Indonesia
menderita gizi buruk berdasarkan indikator berat badan terhadap umur (BB/U).
Sekitar 10% dari 1,7 juta balita tersebut menderita gizi buruk tingkat berat seperti
marasmus, kwashiorkor atau bentuk kombinasi marasmik kwashiorkor. Sampai
akhir tahun 1999 terdapat sekitar 24.000 balita gizi buruk tingkat berat. Prosentase
bayi dengan status gizi baik menurun sejak bayi usia 6-10 bulan dan terus menurun
hingga kira-kira separuh pada anak-anak berusia 48 - 59 bulan. Anak-anak di
perdesaan cenderung memiliki status gizi lebih buruk dibandingkan dengan anak-
anak di daerah perkotaan.
Lancet dalam laporan terbarunya mengatakan bahwa salah satu upaya yang
efektif untuk menurunkan angka kekurangan gizi pada balita adalah dengan
memberikan ASI Eksklusif sampai 6 bulan. Hal ini dapat mengurangi angka
kematian bayi, mengurangi angka kejadian diare dan mengurangi kejadian balita
obesitas. ASI eksklusif akan memberikan keuntungan yang sangat banyak baik
kepada bayi maupun kepada ibunya, antara lain memenuhi kebutuhan bayi akan
semua zat gizi sampai usia enam bulan, murah, tidak repot.
Di kabupaten Lombok Timur angka pemberian ASI Eksklusif berdasarkan
laporan tahunan dinas kesehatan masih sangat rendah, yaitu sekitar 13 %, bahkan
dalam Survey PHBS 2007 menunjukkan cakupan pemberian ASI Eksklusif sebesar
0 %. Banyak factor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif tersebut seperti
karena ibu bekerja, pengaruh iklan, dorongan dari keluarga dan pengaruh tenaga
dan sarana kesehatan. Namun diantara beberapa factor tersebut ada kebiasaan yang
kurang baik yang masih menjadi budaya masyarakat sekitar yaitu membuang ASI
pertama yang keluar (colustrum) dan memberikan makanan sebelum waktunya
kepada bayi dalam bentuk nasi papah.
Nasi papah masih menjadi permasalahan yang sulit diatasi apalagi dalam
upaya meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Lombok
Timur. Oleh karena itu perlu dirancang strategi promosi kesehatan yang dapat
diterima oleh masyarakat sekitar tentang kerugian pemberian nasi papah tersebut.
Nasi papah antara budaya dan kesehatan
Nasi papah dari Sisi Budaya.
Sangat sedikit literature yang menjelaskan kapan nasi papah itu mulai
diberikan, bahkan kalau kita menanyakan pada nenek-nenek kita di kampong
mengatakan bahwa kamu besar juga karena dulu diberikan nasi papah dan
kenyataannya kamu bias hidup dan sukses seperti saat ini. Jadi disini dapat
dijelaskan bahwa praktek pemberian nasi papah tersebut sudah berlangsung sangat
lama dan diteruskan secara turun temurun.
Sebagian ibu-ibu percaya bahwa anak-anak memerlukan makanan untuk
dapat tumbuh dan berkembang. Untuk itu diperlukan makanan yang tersedia setiap
saat dan tidak membahayakan kesehatannya baik dari segi ukuran maupun
teksturnya. Indikator yang dapat dilihat untuk menentukan kekenyangan seorang
bayi adalah apabila dia terus menerus menangis walaupun sudah diberikan ASI.
Untuk memenuhi kebutuhan bayi maka ibu-ibu atau nenek akan
memberikan berbagai jenis makanan mulai dari madu, pisang, bubur dan lain
sebagainya. Namun masih ada sebagian masyarakat yang tinggal di daerah-daerah
tertentu masih menerapakan kebiasaan memberikan nasi papah kepada bayinya.
Nasi papah adalah nasi yang dikunyah terlebih dahulu sebelum diberikan
kepada bayinya. Bahkan ada yang sengaja menyimpan untuk beberapa kali
pemberian makanan. Kebiasaan memberikan makanan kepada bayi berupa nasi
papah didapatkan secara turun temurun, dan ini merupakan bentuk kearifan local
tentang hubungan kasih saying antara ibu dan bayinya.
Sebagian masyarakat memberikan nasi papah berdasarkan keyakinan
agama bahwa Rasulullah Muhammad SAW pernah memberikan papahan kurma
kepada anak-anak kecil atau bayi-bayi. Begitu juga dengan anjuran memberikan
madu pada bayi yang baru lahir. Mungkin ini perlu pembahasan yang lebih lanjut
sejauhmana keshahihan hadist-hadist tersebut sehingga pemahaman itu bias
menjadi budaya di Pulau Lombok? Jika memang hadist tersebut shahih kenapa
kebiasaan pemberian nasi papah hanya terdapat di Pulau Lombok tetapi tidak
ditemukan pada masyarakat muslim lainnya? Pertanyaan pertanyaan ini mungkin
akan dibahas pada lain kesempatan.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik
yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Nasi papah sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat karena
adanya anggapan itu sudah merupakan tradisi yang harus terus dikembangkan dan
dilestarikan. Kebudayaan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk
yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-
lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat
Banyak hal yang belum bias dijelaskan secara nyata tentang pemberian nasi
papah tersebut. Ada beberapa factor yang menyebabkan orang memilih suatu
budaya terutama dalam makanan antara lain adanya nilai makanan, pantangan
agama, takhayul dan kepercayaan tentang kesehatan. Pemilihan makanan juga
dapat disebabkan karena makanan itu dianggap baik oleh masyarakat dan yang
tidak kalah penting adalah ketersediaan bahan makanan dan kemampuan
mengekploitasi bahan makanan tersebut.
Baliwati, dkk. (2004), mengeksplorasi bahwa komponen ketersediaan dan
stabilitas pangan dipengaruhi oleh sumber daya alam, manusia, sosial dan produksi
pangan. Akses pangan menunjukkan jaminan bahwa setiap rumah tangga dan
individu mempunyai sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan
sesuai dengan norma gizi. Kondisi tersebut tercermin dari kemampuan rumah
tangga untuk meningkatkan produksi pangan dan peningkatan pendapatannya.
Selain faktor-faktor di atas faktor sosio budaya dan religi juga dapat
mempengaruhi ketahanan pangan dan konsumsi pangan masyarakat. Kebudayaan
suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang besar terhadap pemilihan bahan
makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Karena aspek sosio budaya
merupakan fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan
keadaan lingkungan, agama, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat tersebut.
Masyarakat menganggap pemberian nasi papah aman-aman saja dan tidak
menimbulkan permasalahan yang berarti bagi kesehatan. Dengan memberikan nasi
papah merupakan bentuk ekspresi kasih saying orang tua kepada anaknya.Mereka
merasa menjadi lebih aman, tenang. Kontak air liur juga dipercaya akan
mempererat hubungan emosional antara orang tua dan si anak.
Foster dan Andersen, 1986 mengatakan bahwa Makanan adalah suatu
konsep budaya, suatu pernyataan yang sesungguhnya mengatakan zat ini sesuai
bagi kebutuhan kita. Sedemikian kuat kepercayaan-kepercayaan kita mengenai apa
yang dianggap makanan dan apa yang dianggap bukan makanan sehingga terbukti
sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk menyesuaikan makanan tradisional
mereka demi kepentingn kesehatan dan gizi yang lebih baik.
Nasi Papah dari Pandangan Kesehatan
Sebagian besar para ahli sepakat bahwa makanan terbaik bagi bayi adalah
air susu ibu karena mengandung zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayi khususnya sampai berumur 6 bulan, dan setelah itu baru
diberikan makanan tambahan berupa makanan pendamping sesuai umurnya. Air
Susu Ibu juga memiliki banyak kelebihan selain yang disebutkan di atas seperti
mengandung zat antibody terutama pada ASI yang pertama keluar yang disebut
colustrum. ASI juga tidak perlu membeli, bias tersedia setiap saat dengan suhu
yang sesuai kebutuhan bayi dan banyak lagi manfaat lainnya.
Pemberian Makanan Pendamping ASI juga perlu memperhatikan tingkatan
umur bayi, dimana semakin besar umurnya maka kebutuhannya juga akan semakin
meningkat. Umumnya makanan pendamping ASI yang dibuat secara rumahan
sangat sedikit mengandung mikronutrient yang justru sangat dibutuhkan bayi
untuk tumbuh dan berkembang terutama untuk perkembangan kecerdasannya.
Pemberian nasi papah jelas sangat kurang dari asfek pemenuhan kebutuhan
gizi tersebut, dimana biasanya yang dipapah hanya makanan sumber karbohidrat
saja seperti beras dan sangat jarang ditambahkan makanan yang lain baik makanan
sumber protein maupun vitamin dan mineral. Sehingga akan sulit memenuhi
kebutuhan zat gizi bayi.
Nasi papah juga dapat menjadi media penyebaran penyakit antara si ibu
dengan bayi, dimana jika seorang ibu menderita penyakit-penyakit infeksi menular
tertentu yang berhubungan dengan gigi dan mulut serta pernapasan maka akan
sangat mudah untuk ditularkan pada bayinya. Misalnya Tuberculosis. Dari segi
kebersihan dan keamanan pangan nasi papah masih perlu dipertanyakan juga,
karena anak bisa tertular penyakit yang diderita ibu melalui air liur, sedangkan dari
segi kuantitas dan kualitas nilai gizi jelas merugikan si bayi, karena ibu-ibu akan
mendapatkan sari makanan sedangkan bayinya akan mendapatkan ampasnya.
Peranan Tokoh Agama dalam Pemasaran Sosial.
Masyarakat Lombok khususnya suku sasak merupakan masyarakat yang
sangat religious, sangat kuat memegang teguh aturan-aturan yang ditetapkan oleh
agama, termasuk hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Sehingga budaya mereka tidak terlepas dari pengaruh agama islam.
Para ulama yang di sana disebut “Tuan Guru” merupakan tokoh kunci
dalam melakukan penetrasi budaya pemberian nasi papah ini. Tuan guru-tuan guru
yang ada bias dijadikan tokoh panutan untuk merubah kebiasaan itu baik melalui
ceramah-ceramah keagamaan di masjid-masjid, surau-surau, ataupun pada acara
majlis taqlim ibu-ibu. Tuan guru umumnya lebih mudah didengar dan diikuti.
Agar kampanye pemasaran ASI Eksklusif dapat berhasil guna maka
pendekatan melalui tuan guru-tuan guru ini merupakan solusi yang cerdas dalam
upaya mengurangi atau mengeleminir pemberian nasi papah. Tuan guru dapat
dijadikan penghubung yang tepat untuk menjembatani kerancuan pemahaman
masyarakat tentang alas an memberikan nasi papah tersebut. Misalnya shahihkah
hadist-hadist yang dijadikan rujukan pemberian nasi papah tersebut? Atau
bagaimanakah sebenarnya perilaku yang ditunjukkan oleh rasulullah SAW. Hal ini
bias dijelaskan secara lebih tepat oleh para tuan guru atau kyai-kyai tersebut.
Disamping dikaji secara keagamaan maka para tuan guru perlu dibekali tentang
pemahaman mengenai nasi papah dari tinjauan kesehatan, sehingga mereka dapat
menjelaskan apa yang sebaiknya dilakukan oleh para ibu-ibu tersebut.
Strategi Komunikasi Pemasarasan Sosial ASI Eksklusif
Komunikasi Kesehatan merupakan upaya sistematis yang secara positif
mempengaruhi praktek-praktek kesehatan populasi-populasi besar. Sasaran utama
komunikasi kesehatan adalah melakukan perbaikan kesehatan yang berkaitan
dengan praktek dan pada gilirannya adalah status kesehatan.
Komunikasi kesehatan yang efektif merupakan suatu kombinasi antara ilmu
dan seni. Setidak-tidaknya adalah penerapan metodologi komunikasi kesehatan
yang ilmiah serta sistematis bagi masalah-masalah kesehatan masyarakat.
Pendekatan komunikasi kesehatan diturunkan dari berbagai disiplin ilmu, meliputi
pemasaran social, antopologi, analisis perilaku, periklanan, komunikasi,
pendidikan serta ilmu-ilmu social yang lain. Berbagai disiplin ilmu tersebut saling
melengkapi, sehingga masing-masing memberikan sumbangan yang unik bagi
metodologi komuniaksi kesehatan.
Empat prinsip utama analisis perilaku yang mempunyai relevansi dengan
komunikasi kesehatan (Graff JR, Elder 1996) adalah :
1. Kebanyakan perilaku dipelajari dalam konteks cultural, sosioekonomik dan
individual, sehingga perilaku tersebut dapat dipelajari kembali, tidak dipelajari,
atau diperkenalkan perilaku-perilaku baru. Individu-individu dapat belajar
mengadopsi praktik-praktik kesehatan baru dan menjadikan perilaku-perilaku
yang telah mereka miliki menjadi lebih efektif.
2. Perilaku, termasuk yang berkaitan dengan kesehatan dibentuk oleh peristiwa-
peristiwa dan reaksi-reaksi (anteseden dan konsekuens) dalam lingkungan
social maupun lingkungan fisik. Bila kondisi berubah, maka perilaku seseorang
juga cenderung berubah. Strategi komunikasi menuntun populasi ke arah
tingkat kesehatan yang lebih baik, bekerja dengan cara menggunakan
anteseden dan konsekuensi agar dapat mengubah dan memelihara praktik-
praktik yang benar. Organisasi dan individu bias membantu menciptakan
lingkungan bagi praktik-praktik kesehatan tersebut.
3. Kondisi lingkungan yang diperlukan untuk dapat mempelajari perilaku-
perilaku baru tidak harus sama dengan kondisi untuk memelihara perilaku-
perilaku tersebut dijalankan. Program komunikasi yang dirancang dengan
tujuan memperkenalkan dan mengajarkan perilaku-perilaku baru pada audiens
sasaran memerlukan upaya pengembangan strategi yang berbeda dengan
program komunikasi untuk memberikan dukungan jangka panjang bagi
praktik-praktik kesehatan yang diadopsi.
4. Eksistensi tingkat-tingkat akal budi (inner states), seperti kepercayaan dan
pengetahuan, hanya dapat ditafsirkan berdasarkan observasi-observasi
berkenaan dengan apa yang orang-orang katakana sehubungan dengan hal-hal
yang mereka lakukan. Supaya perubahan perilaku yang diharapkan dapat
terwujud, maka program-program komunikasi harus secara langsung
mengarahkan diri pada perilaku itu sendiri dan lingkungan social maupun fisik
(kejadian-kejadian yang dapat diamati) yang mendukung perilaku tersebut.
Upaya pengubahan pengetahuan dan sikap juga turut diperhatikan, tetapi bagi
pengubahan perilaku, hal-hal tersebut bukan merupakan mekanisme-
mekanisme pokok.
Konsep Manajemen Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses social dan manajerial yang di dalamnya
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan menciptakan , menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai
dengan pihak lain (Kotler, 1997)
Sedangkan pemasaran social merupakan pertukaran informasi dua arah
antara pihak-pihak atau lembaga dengan tujuan membantu dalam pengambilan
keputusan serta mengarahkan agar dalam pengambilan keputusan akhir ada
kepuasan pada diri target audiens tanpa adanya kepentingan mencari profit.
Jadi pada dasarnya pemasaran social adalah strategi menjual gagasan untuk
mengubah pemikiran, sikap dan perilaku masyarakat ke arah yang diinginkan.
Dalam hal ini kita menawarkan idea tau gagasan kepada ibu-ibu bahwa menyusui
secara eksklusif jauh lebih baik bagi kesehatan bayi dan ibu daripada memberikan
susu formula atau makanan lain sebelum waktunya.
Seperti halnya pemasaran komersial, pemasaran social juga harus
memperhatikan unsure marketing mix yaitu produk, price, place dan promotion.
Tetapi pada pemasaran social perlu juga ditambahkan unsure partnership
(kemitraan) dan policy (kebijakan), karena dalam pemasaran social partnership
harus juga dijadikan tujuan. Selain itu juga harus mampu mendorong tersusunnya
sebuah kebijakan karena tidak ada artinya mengubah perilaku masyarakat melalui
pemasaran social kalau tidak diikuti atau ditindaklanjuti dengan tersusunnya
sebuah kebijakan yang relevan.
Menurut Kotler dan Armstrong , ada 5 konsep pemasaran suatu produk
yaitu:
a. Pemasaran dengan konsep produksi (production); upaya memperoleh
pasar dengan fokus pada perbaikan produk dan efisiensi distribusi
b. Pemasaran dengan konsep produk (product) berkaitan dengan upaya
memperoleh pasar berfokus pada pengembangan produk-produk baru
untuk mengatasi competitor.
c. Pemasaran dengan konsep penjualan (selling) berpendapat bahwa
konsumen tidak tertarik untuk membeli produk jika tidak ada upaya
promosi. Sayangnya, promosi yang dibuat biasanya kurang memahami
kebutuhan konsumen sehingga keberhasilan yang didapat hanya sesaat.
d. Pemasaran (marketing:; Konsep ini menekankan pencapaian tujuan
dilakukan melalui pemenuhan kepuasan konsumen dan penghindaran
konflik. Dengan konsep ini diharapkan terjalin hubungan yang
harmonis antara produsen dan konsumen dalam jangka waktu yang
lama.
e. Pemasaran sosial (social marketing) merupakan pengembangan konsep
pemasaran tetapi dengan memperhatikan isu-isu sosial yang sedang
berkembang,sebagai contoh lingkungan hidup, pembiayaan
pendidikan,dan pertumbuhan penduduk.
Strategi Pasar Sasaran :
Agar pemasaran social ASI Eksklusif ini dapat berhasil maka perlu
dirancang strategi yang tepat, yaitu dengan menetapkan segementasi , targeting dan
positioning.
a. Segmentasi Pasar :
Segmentasi merupakan tindakan untuk mengidentifikasi kelompok-
kelompok pembeli/sasaran yang mungkin memerlukan produk yang
khas dan/atau bauran pemasaran yang khusus. Sebuah barang atau jasa
hanya akan menarik bagi konsumen tertentu, yang mempunyai cirri-ciri
tertentu.Segmentasi dipengaruhi oleh factor internal dan factor
eksternal. Faktor internal antara lain motivasi dan sikap sedangkan
factor eksternal seperti kebudayaan, kelas social, kelompok yang
menjadi referensi, keluarga dan peran dan status dalam masyarakat.
b. Targetting Pasar :
Merupakan tindakan menyeleksi satu atau lebih segmen pasar yang
akan dimasuki. Dari segmentasi ini, perusahaan harus memilih segmen
mana yang akan menjadi sasaran atau target produk atau jasa
mereka.Untuk memilih target pemasaran perlu ditetapkan criteria
berdasarkan responsive, potensi penjualan, pertumbuhan yang memadai
dan jangkauan media.
c. Positioning :
Merupakan tindakan untuk menentukan dan mengkomunikasikan
keunggulan dan ciri khas produk ke dalam pasar. Setelah target
ditentukan, maka produk atau jasa tersebut diposisikan di benak
konsumen berdasarkan cirri-ciri khas atau product feature yang ada.
Jadi dengan positioning ini kita merebut mind atau persepsi konsumen
terhadap produk. Untuk pemasaran ASI Eksklusif ini kita bias
menonjolkan sesuatu yang tidak dimiliki oleh susu formula seperti
colustrum dan zat antibody.
d. Strategi Bauran Pemasaran :
Seperti halnya pemasaran komersial, pemasaran social juga harus
memperhatikan unsure marketing mix yaitu produk, price, place dan
promotion. Tetapi pada pemasaran social perlu juga ditambahkan
unsure partnership (kemitraan) dan policy (kebijakan), karena dalam
pemasaran social partnership harus juga dijadikan tujuan. Selain itu
juga harus mampu mendorong tersusunnya sebuah kebijakan karena
tidak ada artinya mengubah perilaku masyarakat melalui pemasaran
social kalau tidak diikuti atau ditindaklanjuti dengan tersusunnya
sebuah kebijakan yang relevan.
Teori Pertukaran Dalam Perilaku Konsumen
Menurut Kotler dan Andreason (1995), garis dasar dari semua strategi dan
taktik pemasaran adalah untuk mempengaruhi perilaku. Kadang-kadang hal ini
membutuhkan pengubahan ide dan pemikiran lebih dahulu, tapi tujuan akhirnya
adalah perubahan perilaku bukan hanya sampai pada perubahan pengetahuan dan
sikap mental. Untuk itu diperlukan pemahaman tentang latar belakang dan proses
perubahan perilaku konsumen.
Pertukaran merupakan konsep utama yang mendasari pemasaran, dan cara
yang paling berguna untuk memahami hubungan antara pemasar dan konsumen,
pihak pemasar menawarkan sesuatu yang merupakan keuntungan pihak pembeli
tetapi bagi organisasi tersebut hal ini merupakan biaya, dan sebagai gantinya
menerima apa yang merupakan keuntungan bagi organisasi tersebut tetapi
dianggap biaya atau pengorbanan oleh konsumen.
Agar terjadi pertukaran satu waktu, minimal harus ada tiga langkah yang
harus dilakukan dalam proses pertukaran tersebut, yaitu 1) konsumen harus
membutuhkan atau menginginkan adanya pertukaran, 2).konsumen harus paham
apa yang ditawarkan oleh pemasar akan memenuhi kebutuhan atau keinginan
tersebut,3). Konsumen harus berlaku seperti yang diharapkan (harus memenuhi
transaksi).
Untuk membuat kegiatan-kegiatan tersebut berjalan sesuai rencana makan
dibuat strategi pemasaran dengan memanfaatkan tuan guru sebagai media dengan
didukung unsure-unsur promosi yang lain seperti periklanan, promosi pemasaran,
personal selling dan publishitas.
Berikut ini contoh strategi perenacanan pemasaran ASI Eksklusif di Desa
Semaya, Kecamatan Sikur Kabupaten Lombok Timur.
PERENCANAAN PEMASARAN ASI EKSKLUSIF
A. VISI
Setiap bayi di Lombok Timur mendapatkan ASI Eksklusif sampai 6 bulan
B. MISI
a. Menyadarkan masyarakat akan pentingnya ASI Eksklusif
b. Mendorong Pemerintah untuk lebih aktif mempromosikan ASI
Eksklusif
C. TUJUAN
a. Setiap ibu menyusui mengetahui manfaat ASI Eksklusif;
b. Setiap ibu menyusui mengetahui cara inisiasi dini
c. Setiap ibu mengetahui keburukan dari memberikan makanan dengan
nasi papah kepada bayi.
d. Setiap ibu menyusui mengetahui manajemen laktasi
e. Setiap ibu menyusui memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi
berumur 6 bulan.
D. MANFAAT
a. Bagi para penyuluh dan pembuat kebijakan bidang kesehatan, dapat
memberikan petunjuk terhadap pemasaran social ASI Eksklusif agar
lebih lebih efektif;
b. Bagi para ibu menyusui, dapat memberikan informasi tentang manfaat
ASI eksklusif secara kesehatan baik bagi ibu dan bayi, cara melakukan
inisiasi dini menyusui, dan manajamen laktasi.
E. STRATEGI SEGMENTASI PASAR
a. Geografi :
Segmentasi pasar kegiatan pemasaran social ASI Eksklusif adalah ibu-
ibu yang tinggal di Desa Semaya, Kecamatan Sikur, Kabupaten
Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat, dengan criteria :
• Cakupan pemberian ASI Eksklusif kepada bayi sampai enam bulan
masih rendah;
b. Demografis :
Segmentasi pasar kegiatan ini adalah ibu-ibu menyusui dengan
criteria :
• Berumur antara 20 sampai dengan 35 tahun;
• Pendidikan SD ke atas;
• Bisa membaca ;
• Agama Islam;
• Klas ekonomi menengah ke bawah;
c. Psikografi :
Dari sisi psikografi yang diambil sasaran adalah ibu-ibu yang tidak
memberikan ASI Eksklusif karena masih memberikan nasi papah
kepada bayinya.
F. STRATEGI TARGETTING
a. Target Primer :
Ibu-ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif dan masih memberikan
nasi papah kepada bayinya dan berada di Desa Semaya, Kecamatan
Sikur dengan pendidikan SD dan bias membaca serta dari kelas
ekonomi menengah ke bawah.
b. Target Sekunder :
Target sekunder adalah mertua atau nenek bayi karena dapat
memberikan pengaruh baik positif maupun negative terhadap persepsi
menyusui bagi sasaran.
G. STRATEGI POSITIONING
a. Nama Produk : Bayi Sehat Dengan ASI
b. Bentuk Program : Radio Spot, Penyuluhan kelompok dan Konseling.
c. Kegiatan Program :
i. Radio Spot
ii. Penyuluhan melalui pengajian dan majlis taqlim
iii. Konseling menyusui
d. Sarana :
i. Media penyuluhan, leaflet, buku saku tentang menyusui;
ii. Kaset radio spot;
iii. Poster, balihoi
e. Market Positioningnya ; ASI ya, Nasi Papah Tidak.
H. PENGEMBANGAN PRODUK PEMASARAN
a. Strategi Produk :
Program pemasaran ini dirancang karena adanya keinginan yang
begitu kuat dari setiap keluarga terutama ibu-ibu agar anak mereka
menjadi sehat dan cerdas. Namun permasalahannya adalah
ketidaktahuan mereka tentang manfat menyusui, bagaimana cara
menyusui yang benar, bagimana cara mengatasi jika anak tetap
rewel jika sudah menyusui.
b. Strategi Nilai ;
Dengan menggunakan slogan Bayi Sehat dengan ASI diharapkan :
• Ibu-ibu tidak memberikan lagi nasi papah kepada bayinya;
• Ibu-ibu memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya;
c. Strategi Tempat:
Agar slogan Bayi Sehat dengan ASI ini dapat dikenal secara baik
oleh ibu-ibu sasaran maka perlu dilakukan desiminasi pesan dan
media yang digunakan.Penyuluhan dilakukan kepada ibu-ibu
menyusui yang tinggal di Desa Senaya, Kecamatan Sikur melalui
majlis taqlim. Untuk terus mengingatkan ibu-ibu maka slogan perlu
dipasang di warung-warung, posyandu, dan pasar.
d. Strategi Promosi, yaitu bentuk penyebarluasan informasi program
dalam bentuk kegiatan guna mencapai tujuan. Agar tujuan lebih mudah
tercapai maka perlu menggunakan bauran promosi, antara lain :
i. Periklanan :
Dengan menggunakan periklanan seperti radio spot,baliho dan
poster maka akan terbentuk citra bahwa menyusui merupakan
sesuatu hal yang penting dan perlu dilakukan karena telah
diiklnkan di media massa.
Masyarakat luas juga perlu tahu ternyata menyusui dapat
membuat anak sehat dan cerdas sehingga dengan
pengetahuannya itu dapat memberikan dorongan dan motivasi
kepada keluarga yang sedang menyusui agar memberikan ASI
secara eksklusif. Minimal tidak menghalangi ibu-ibu yang
ingin menyusui secara eksklusif.
ii. Promosi penjualan
Promosi penjualan melalui dasar-dasar pengetahuan tentang
ASI Eksklusif, manfaat ASI Eksklusif baik bagi ibu maupun
bagi bayi. Perlu juga disampaikan tentang keuntungan
memberikan ASI secara ekonomi, dampaknya terhadap
perekonomian keluarga.
Memberikan motivasi kepada ibu-ibu menyusui dan
keluarganya agar mau memberikan ASI kepada bayinya.
iii. Personal Selling.
Personal selling perlu dilakukan untuk membujuk ibu-ibu
menyusui agar mau memberikan ASI secara eksklusif
kepada bayinya. Hal ini dapat dilakukan melalui konseling
secara pribadi oleh tenaga-tenaga konselor ASI.
Dengan konseling pribadi, ibu-ibu dapat diajarkan cara-cara
menyusui yang benar, manajemen laktasi tentang perawatan
payudara.
iv. Publisitas/Hubungan Masyarakat.
Publisitas perlu dilakukan untuk meningkatkan dan
pengembangkan citra program. Dengan adanya publisitas
melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga swadaya
masyarakat seperti UNICEF,maka program akan dapat
berlangsung secara kontinyu.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan, 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007. ,Jakarta
Dewey,K.G.,Cohen R.J.,Brown K.H.,&Rivera L.L (2001) Effects of Exclusive Breasfeeding for four versus sixt month on maternal nutritional status and infant motor development; Result of two month randomized trial in Honduras. Jurnal of Nutrition, 13 pp,262-267.
Fawzi WW, Herrera MG, Nestel P, el Amin A, Mohamed KA. A longitudinal study of prolonged breastfeeding in relation to child undernutrition. Int J Epidemiol 1998;27:255-60.
Foster.G.M, Andersen B.G, 1986. Antropologi Kesehatan. Penerbit Universitas Indonesia
Graeff.J.A, Elder.J.P,Booth.E.M. 1996. Communication For Health And Behavior Change, Gadjah Mada University Press.
Hediger ML, Overpeck MD, Ruan WJ, Troendle JF. Early infant feeding and growth status of US-born infants and children aged 4-71 mo: analyses from the third National Health and Nutrition Examination Survey, 1988-1994. Am J Clin Nutr 2000;72:159-67.
Kotler,P, Andersen, A.R, 1995, Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba, Edisi Bahasa Indonesia, Cetakan Pertama, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kotler,P.1997, Manajemen Pemasaran , Edisi Bahasa Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta.
Kruger R, Gericke GJ. A qualitative exploration of rural feeding and weaning practices, knowledge and attitudes on nutrition. Public Health Nutr 2003;6:217-223.
WHO, 'Diet, nutrition and prevention of chronic diseases: Report of the Joint WHO/FAO Expert Consultation' , Geneva, 2002it