17
KKASUS MATA Nama Peserta : Tn.S Usia : 60 Tahun DX Primer : Glaukoma Primer Prosedure : Laser Iridotomy Pertanyaan : 1. Apakah procedure laser iridotomi dan iridotomi itu merupakan procedure yang sama? 2. Apakah Laser iridotomi sama dengan Destruction of Chorioretinal lesion by laser photocoagulation? Rekomendasi DPM Iridotomi adalah prosedure pengobatan untuk glaukoma sudut tertutup. Perbedaan antara Laser Iridotomi dengan Iridotomi hanya pada penggunaan alat laser saja. Dalam kasus ini, diagnosis yang ditegakkan oleh dokter adalah glaukoma primer yang lebih mengarah pada glaukoma absolut. Untuk kasus glaukoma absolut prosedure pengobatan yang lebih yaitu Cryoterapi. Destruction of Chorioretinal Lesion by Laser Photocoagulation merupakan prosedure laser di retina mata, biasanya terjadi pada pasien dengan kebocoran retina akibat penyakit kronis yang dideritanya seperti DM dan Hipertensi. Jadi tindakan ini berbeda dengan tindakan Laser iridotomi. Seringkali kesalahan dalam pengkodingan itu terjadi karena ketidaktahuan/ketidakpahaman koder mencari koding yang cocok dalam ICD 10 dan ICD 9 Cm dalam suatu kasus. 1

Bahan dpm

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bahan dpm

KKASUS MATA

Nama Peserta : Tn.S

Usia : 60 Tahun

DX Primer : Glaukoma Primer

Prosedure : Laser Iridotomy

Pertanyaan :

1. Apakah procedure laser iridotomi dan iridotomi itu merupakan procedure yang sama?

2. Apakah Laser iridotomi sama dengan Destruction of Chorioretinal lesion by laser

photocoagulation?

Rekomendasi DPM

Iridotomi adalah prosedure pengobatan untuk glaukoma sudut tertutup. Perbedaan

antara Laser Iridotomi dengan Iridotomi hanya pada penggunaan alat laser saja.

Dalam kasus ini, diagnosis yang ditegakkan oleh dokter adalah glaukoma primer yang

lebih mengarah pada glaukoma absolut. Untuk kasus glaukoma absolut prosedure

pengobatan yang lebih yaitu Cryoterapi.

Destruction of Chorioretinal Lesion by Laser Photocoagulation merupakan prosedure

laser di retina mata, biasanya terjadi pada pasien dengan kebocoran retina akibat

penyakit kronis yang dideritanya seperti DM dan Hipertensi. Jadi tindakan ini berbeda

dengan tindakan Laser iridotomi.

Seringkali kesalahan dalam pengkodingan itu terjadi karena

ketidaktahuan/ketidakpahaman koder mencari koding yang cocok dalam ICD 10 dan

ICD 9 Cm dalam suatu kasus.

KASUS ANAK

1

Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7

Page 2: Bahan dpm

Nama : An.1

Umur : 8 Bulan

DX : Kejang demam, Rhinitis Akut, dan Hidrosephalus post Vp.Shunt

Nama : An.2

Umur : 2 Tahun

DX : Kejang demam, Rhinopharingitis akut, dan Cerebral Palsy

Pertanyaan :

Manakah yang sebaiknya ditetapkan sebagai diagnose utama, kejang emamnya atau diagnose

penyertanya?

Rekomendasi DPM

Berdasarkan kasus diatas Diagnosis utama yang cocok adalah Kejang Demam, sesuai

dengan permenkes no 27 tahun 2014 yang menyatakan bahwa Diagnosis Utama

adalah Diagnosa yang menyebabkan pasien masuk perawatan dan ditegakkan diakhir

Perawatan serta menghabiskan sumber daya yang lebih besar.

Nama : Bayi (0 bulan)

DX : bayi lahir SC, dari ibu KPD, tersangka infeksi

Ket : Bayi lahir SC dari KPD + letak Oblig dari ibu G4P3A0 Hamil aterm, lahir

langsung menangis, APGAR Score 8/9 BBL 3200 gram

Penunjang : Hb 14,8, leukosit 15.800 mg/dl, PLT 304.000, CRP (-)

Terapi : Injeksi Vit K, Rawat tali pusar, IMD, ASI, cegah hipoglikemia dan

hipotermia

Pertanyaan :

a. Dapatkah kasus ini di diagnose sebagai bayi tersangka infeksi?

b. Berdasarkan terapi yang diberikan apakah telah ada intervensi medis terhadap bayi

tersangka infeksi?

Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7

Rekomendasi DPM

2

Page 3: Bahan dpm

Berdasarkan kasus diatas diagnosa sebagai bayi tersangka infeksi bisa saja terjadi.

Untuk terapi yang ada dalam kasus ini, tidak ada intervensi medis terhadap bayi

dengan tersangka infeksi

Diagnosa neonatus/bayi tersangka infeksi bisa ditegakkan dari gejala klinis yang

timbul/tampak pada neonatus/bayi, antara lain:

a. Demam

b. Kejang

c. Sianosis/kebiruan

d. Malas minum

e. Muntah

Untuk pemeriksaan laboratorium seperti angka leukosit yang tinggi dan pemeriksaan

CRP tidak begitu memegang peranan dalam penegakan diagnosa kasus neonatus/bayi

tersangka infeksi ini.

Selain itu juga, penegakan diagnosa neonatus/bayi tersangka infeksi juga bisa dilihat

dari penyebab/penyulit ibu dalam proses persalinan seperti:

a. KPD (Ketuban Pecah Dini) lebih dari 12 jam

b. Warna Air Ketuban ( Apakah Jernih, Hijau, atau seperti lumpur)

c. Neonatus/bayi Anak keberapa dan umur ibu saat persalinan juga bisa menjadi

pertimbangan

Jika diagnose yang ditegakkan “tersangka infeksi”, harus ada intervensi untuk

diagnosis utama tersebut, minimal antibiotic lini pertama seperti Inj.gentamisin

KASUS

PENYAKIT DALAM (INTERNA)

3

Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7

Page 4: Bahan dpm

Nama : Ny.J

Umur : 25 tahun

DX : Syok hipovolemik ec vomitus ec dyspepsia

PX Fisik : TD 100/0 mmHg, RR 22x/mnt, T:36,7, N:80x/mnt

Terapi : IUFD RL gtt 20, OMZ, Opigram, Antasida, Cefotaxim, ambroxol

Nama : An

Umur : 6 tahun

DX : DHF + Syok hipovolemik

PX Fisik : TD 60/palpasi, N: 128x/mnt, akral dingin +/+

PX Penunjang : Leukosit: 8.100 mg/dl, PLT terendah: 16.000, PLT tertinggi: 252.000

Terapi : Resusitasi RL, O2, Kateter urine, Vit C, Vit BC, CTM, Ambroxol

Pertanyaan :

Gejala klinis atau penunjang apakah yang dapat digunakan sebagain dasar penentuan

diagnose syok hipovolemik?

Rekomendasi DPM:

Dasar penentuan diagnosa Syok Hipovolemik yaitu: apabila setelah dilakukan resusitasi

cairan sejumlah minimal 250 cc (1/2 kolf) ada kenaikan tekanan darah. Misalnya saat

TD masuk 60/palpasi kemudian setelah dilakukan resusitasi sebanyak 250 cc TD

menjadi 80/60 maka bisa dikatakan bahwa pasien mengalami Syok Hipovolemik.

Akan tetapi, jika setelah dilakukan resusitasi TD tidak naik maka kemungkinan pasien

mengalami Syok Kardiogenik/Syok Sepsis. Jadi untuk menentukan pasien mengalami

Syok Hipovolemik harus diketahui TD saat pasien masuk dan TD setelah dilakukan

resusitasi cairan.

Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7

4

Page 5: Bahan dpm

Selain TD yang harus dilihat juga tanda-tanda vital yang lain seperti: Nadi abnormal,

respirasi abnormal, suhu tubuh dibawah normal, dan akral pasien juga menjadi factor

pendukung diagnose syok hipovolemik.

Syok hipovolemik biasanya terjadi pada pasien dengan:

a. Muntah frekuent (>10x)

b. Diare hebat

c. Perdarahan massif

Pada kasus diatas, kasus 1 bukan syok hipovolemik dan kasus 2 merupakan syok

hipovolemik

Nama : An.K

Umur ; 1 tahun

DX Primer : BP dengan Sepsis

DX Sekunder : Malaria

Keluhan : Demam 8 hari, menggigil, batuk

PX Penunjang : Leukosit: 9.800 (21/2), 6.700 (23/2), 7.200 (24/2), 9.600 (25/2), 10.100(26/2)

Malaria: (-)

Terapi : Vicillin, Parasetamol, CPZ, Azitro, Levoflox, ondan, ranitidine, cefotaxim,

chloroquin

Pertanyaan :

1. Apakah diagnose pada pasien diatas sudah tepat?

2. Adakah syarat minimal penegakan diagnose Bronkopneumonia ataupun sepsis?

Benarkah diagnose ini dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis saja?Apa ada

criteria pelayanan klinis yang dimaksud?

5

Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7

Page 6: Bahan dpm

Rekomendasi DPM:

Diagnosa Bronkopneumonia dan sepsis bisa ditegakkan dengan pemeriksaan klinis.

Syarat minimal untuk penegakkan diagnose bronkopneumonia, adanya gejala-gejala

klinis pada pasien seperti:

a. Sesak nafas (Respirasi >24x/menit pada dewasa)

b. Demam Tinggi (>38 derajat Celsius)

c. Adanya perubahan suara pernafasan, Ronki basah/Ronki halus dikedua lapang paru

d. Angka Leukosit yang tinggi (akan tetapi tidak semua pasien angka leukositnya

meningkat)

e. Pemeriksaan Rontgen Thorax menunjukkan Bronkopneumonia. Akan tetapi pada

kasus-kasus awal biasanya rontgen thorax masih dalam batas normal.

Syarat minimal criteria klinis untuk penegakkan diagnose Sepsis, antara lain:

a. Takipneu (Respirasi > 24x/menit pada dewasa)

b. Takikardia (Nadi > 100 x/menit)

c. Suhu > 37,5 derajat celcius

d. Angka Leukosit > 10.000 mg/dl atau < 4.000 mg/dl

e. Ada sumber infeksi

Gold Standar untuk diagnose ini adalah kultur darah (waktu yang diperlukan sampai

hasil kultur selesai yaitu 14 hari).

KASUS BEDAH

6

Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7

Page 7: Bahan dpm

Nama : Tn.R (1. 02 Des 2014)

Umur : 52 Tahun

DX Utama : Batu Pyelum (D) + HN Grade II (D)

Tindakan : ESWL I

Nama : Tn.R (2. 06 Des 2014)

Umur : 52 Tahun

DX Utama : HN Grade III-IV (D) ec batu pyelum (D)

Komplikasi : DM Tipe II Uncontracted

Tindakan : Insisi DJ Stent (S)

Nama : Tn.R (3. 18 Des 2014)

Umur : 52 Tahun

DX Utama : Batu Pyelum (D)

Komplikasi : Hematuria

Tindakan : ESWL II

Nama : Tn.R (4. 28 Des 2014)

Umur : 52 Tahun

DX Utama : Batu ginjal kanan

Tindakan : ESWL III

Nama : Tn.R (5. 12 Jan 2015)

Umur : 52 Tahun

DX Utama : Batu Ginjal Kanan

Tindakan : ESWL IV

Pertanyaan :

Apakah pelaksanaan tahapan procedure pada pasien tersebut diatas telah tepat?

Rekomendasi DPM

7

Page 8: Bahan dpm

Pada Kasus I ini ESWL dilakukan sebanyak 4x dan 1x insisi DJ Stent, sudah tepat.

Oleh karena pada pasien ini terdapat penyulit antara lain Obesitas dan riw.penyakit

jantung, sehingga tindakan tidak bisa dilakukan sekaligus. Seharusnya penyulit-

penyulit yang membuat tindakan tidak bisa dilakukan sekaligus bisa dimasukkan ke

dalam diagnose sekunder oleh dokter penanggung jawab, sehingga terkesan tindakan

tidak dipecah-pecah.

Dalam memutuskan untuk melakukan tindakan ESWL tergantung dari ukuran batu dan

letak batu itu sendiri, bisa dikonfirmasikan ke dokter penanggung jawab.

Nama : Ny.S (41 tahun)

Keluhan : Sakit perut bagian kanan, pusing dan lemas, nyeri hilang timbul,

mual, TD 90/60 mmHg

PX Penunjang : USG Abd : Cystitis

DX Primer : Cholelithiasis dengan Cholecystitis

DX Sekunder : Adhesi Colon

Tindakan : Cholecystectomy

Other Lysis Of Peritoneal Adhesions

Terapi : Mucogard syr 3x1,5 cc, PCT 3x1, Bisolvon syr 2x1C, Ondancentron

2x1, inj Cefotaxim 3x1 amp, Inj.Ketorolac 3x30 mg, Inj.Panzol 2x1

amp, Inj as.mefenamat 3x1 amp, Pronalges 1-1-1

Pertanyaan :

Data apa saja yang bisa digunakan sebagai dasar penetapan adanya adhesi dalam

kasus bedah diatas (mengingat hamper sluruh kasus bedah selalu dengan penyulit

adhesi)?

Rekomendasi DPM

8

Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7

Page 9: Bahan dpm

Adhesi (Perlengketan) terbagi menjadi dua yaitu:

a. Adhesi Akut : biasanya pada Appendisitis akut yang sudah mengalami perforasi dan

bisa tidak menimbulkan gejala klinis pada pasien

b. Adhesi kronis : biasanya menimbulkan gejala klinis pada pasien. Misalnya pasien

dengan post operasi yang menjadi gemuk akibat adanya obstruksi diusus.

Ada atau tidaknya suatu adhesi bisa dilihat intraoperatve, setidaknya dari laporan

operasi yang dibuat oleh dokter yang bertanggungjawab akan tertulis ada atau tidaknya

adhesi.

Tidak semua kasus bedah yang dioperasi selalu dengan penyulit adhesi, tergantung

klinis pasien, misalnya ada faktorfaktor penyulit pada pasien seperti obesitas dan

adanya infeksi lain disekitar nya. Begitu juga dengan lamanya waktu operasi tidak bisa

menjadi patokan ada atau tidaknya adhesi.

Pada kasus dengan diagnose Cholelithiasis kronis disertain Cholecystitis biasanya

disertai dengan adhesi (perlengketan)

Jika pada diagnose muncul “ Intestinal adhesions with obstruction” harus dibuktikan

minimal dengan foto abdomen (BNO/IVP) minimal 2 posisi yang dapat terlihat adanya

“Air Fluid Level”. Jika tidak ada pemeriksaan penunjang ini maka diagnose “..with

obstruction” tidak seharusnya dicantumkan.

Nama : Ny.A (2 tahun)

Keluhan : Sakit pada perut keras seperti batu

DX Utama : Other and unspecified ovarian cyst (N832)

DX Sekunder : Intestinal adhesions with obstruction (K656)

Acute Appendicitis, unspecified (K359)

Prosedure : Other lysis adhesions of ovary and fallopian tube

Other removal of both ovaries and tubes at same operative episode

Acute appendicitis, unspecified

Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7

9

Page 10: Bahan dpm

Terapi : Amlodipin, Clindamisin 2x1, Ketorolac 3x1, Ranitidin 2x1,

Ceftriaxon 3x1, inj.gentamisin 3x1 amp, inj.ketorolac 3x1amp

Rekomendasi DPM :

Untuk kasus Ny.A (72 tahun) ini diagnose yang ditegakkan tidak ssuai dengan

procedure yang dilakukan. Konfirmasi kepada dokter penanggung jawab.

Untuk kasus Tn.S (58 tahun) ini, diagnose sekunder yang muncul tidak sesuai. Perlu

konfirmasi kepada dokter penanggung jawab

Untuk kasus-kasus tumor jinak harusnya tidak menimbulkam abses/infeksi pada

jaringan disekitarnya. Kecuali untuk Cyst Ateroma yang terinfeksi (dibuktikan dengan

hasil PA). Yang bisa menyebabkan abses/infeksi dijaringan sekitarnya adalah kasus-

kasus karsinoma (tumor maligna).

Nama : Ny.HS (58 tahun)

DX Utama : Other benign neoplasm of skin, unspecified

DX Sekunder : Chronic ulcer of skin, not elsewhere classified

Terapi : Ceftriaxon 1x2 gr, ketorolac 3x1, ranitidine 3x1, ondan, RL

Prosedure : Radical excision of skin lesion

Hari rawat : 2 hari

Rekomendasi DPM

Untuk kasus Ny.HS (58 tahun) tidak selalu diagnose chronic ulcer of skin menjadi

diagnose sekunder pada kasus bedah, tergantung dari diagnose utamanya apakah suatu

tumor jinak atau karsinoma (seperti yang telah diterangkan sebelumnya).

Begitu juga dengan procedure eksisi yang dilakukan apakah itu parsial atau radikal

tergantung dari luasnya lesi dan luasnya infeksi yang muncul pada jaringan disekitar

lesi.

Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7

KASUS OBSGYN

10

Page 11: Bahan dpm

Nama : Ny.L (53 tahun)

DX Primer : Kista Ovarii

DX Sekunder : Adhesi colon

Tindakan :68.89 Other lysis of adhesions of ovary and fallopian tube

684 Total abdominal hysterectomy

Terapi : Cefixim 3x1, Ketorolac 3x1, Ranitidin 3x1, antasida 3x1, clindamisin

3x3 tab

Pertanyaan :

Data apa saja yang bisa digunakan sebagai dasar penetapan adanya adhesi dalm kasus

obsgyn diatas? Didalam diagnose sekunder dinyatakan peritoneal adhesi/colon adhesi,

dilakukan procedure lysis ovary dan tuba fallopi? Bagaimana dengan procedure lysis

peritoneal adhesion?

Rekomendasi DPM

Diagnose kista ovarii bisa ditegakkan dengan USG Abdomen dan yang penting

diketahui juga letak kista ovarii nya apakah di kanan atau di kiri atau kedua-duanya.

Untuk kasus pasien dengan kista ovarii yang usia nya > 45 tahun, tindakan yang

dianjurkam adalah histerektomi total

Untuk diagnose adhesi colon mungkin saja bisa terjadi, karena ovarium dan organ

disekitarnya (colon, tuba fallopi, dll) letaknya berdekatan sehingga memungkinkan

untuk terjadinya perlengketan/adhesi. Akan tetapi hanya bisa dilihat intraoperative jika

memang adhesi tidak menimbulkan gejala apapun pada pasien. Perlu konfirmasi dokter

peananggung jawab.

Nama : Ny.Y (3 tahun)

11

Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7

Page 12: Bahan dpm

Kontrol sebelum SC (02/01/2015)

1. Kontrol Tanggal 02/01/2015

Keluhan: G2P1A0 35-36 minggu, kepala belum masuk PAP, riw.Sc 9 tahun yang lalu

DX Utama: Plasenta Previa (O449)

Prosedure: USG

2. Kontrol Tanggal 12/01/2015

Keluhan: sda

DX utama: Maternal care due to uterin scar from previous surgery

Prosedure: USg

Pelayanan SC (19/01/2015) dengan indikasi bekas SC + Letak obligue

Kontrol post SC (28/01/2015) diagnose “Post SC” dan (04/02/2015) dengan diagnose Post

SC dan adnexitis

Prosedure: USG

Pertanyaan:

a. Bagaimana menurut DPM tentang riwayat pasien tersebut diatas?

b. Diagnosa pada saat kontrol sebelum SC tidak sinkron dengan diagnose penyebab SC.

Untuk pelayanan kontrol ulang post SC. Bagaimana standar penanganan pasien post

SC, apakah memang sepenuhnya masih harus ditangani RS atau dapat dirujuk balik

kepada FKTP?

Rekomendasi DPM

Untuk diagnose pada kasus-kasus obsgyn adalah “Moment diagnosis yang bisa muncul

tiba-tiba”. Jadi sangat dimungkinkan adanya perubahan diagnosis ketika pasien hamil

datang pertama/kontrol dengan diagnosis akhir yang akan muncul saat pasien saat

persalinan.

Untuk standar

penanganan pasien Post Sc memang sangat dianjurkan untuk kontrol dengan spesialis

12

Paraf 1 Paraf 2 Paraf 3 Paraf 4 Paraf 5 Paraf 6 Paraf 7

Page 13: Bahan dpm

obsgyn yang menangani persalinannya, untuk mengkontrol komplikasi yang mungkin

muncul pada pasien. Biasanya 2-3x kontrol post SC.

13

Jambi, 31 Maret 2015DEWAN PERTIMBANGAN MEDIS

PROPINSI JAMBI

DR.dr. Herlambang, SPOG, KFMKETUA