6
1 Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) pada hari Senin 10 November 2014 memenuhi undangan Komisi I DPR-RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di kantor Komisi I DPR RI. Pada kesempatan ini Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa yang hadir bersama beberapa DPH dan DPA serta Anggota Mastel menyampaikan beberapa poin penting terkait TIK mengenai kondisi saat ini dan yang akan datang yang dirangkum dalam kata pengantar Ketua Umum Mastel sbb: 1. Perlu disadari bahwa pada abad ke-21, telekomunikasi memegang peranan yang sangat penting di dalam kehidupan kita sehari hari , baik dalam konteks kenegaraan, masyarakat bahkan individu. Infrastruktur telekomunikasi dewasa ini , khususnya Jaringan Pitalebar atau lebih sering dikenal sebagai Broadband Networks telah menjadi salah satu kebutuhan utama masyarakat di abad 21. Broadband telah infrastruktur ekonomi yang sangat vital yang akan menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Infra struktur telekomunikasi tidak dapat lagi dipersepsikan sebagai suatu sarana dan prasarana yang dipergunakan hanya untuk menghubungkan komunikasi dari suatu titik ke titik yang lainnya, melainkan sebagai faktor pengungkit, faktor penentu yang akan menjamin keberhasilan pada sektor sektor kehidupan manapun daalam kehidupan kita bernegara dan bermasyarakat. Telekomunikasi merupakan enabler dalam suatu pembangunan ekonomi. Dalam kaitan inilah Bank Dunia mengemukakan hasil penelitian mereka bahwa setiap pertumbuhan 10 persen penetrasi akses internet di suatu negara , akan mendorong tumbuhnya Produk Dometik Bruto di negara tersebut sebesar 1,38 persen. Dengan pemahaman seperti ini maka tidak mengherankan apabila di negara maju

Evaluasi MASTEL atas UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Evaluasi MASTEL atas UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

1    

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) pada hari Senin 10 November 2014 memenuhi

undangan Komisi I DPR-RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di kantor Komisi I

DPR RI. Pada kesempatan ini Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa yang hadir bersama

beberapa DPH dan DPA serta Anggota Mastel menyampaikan beberapa poin penting terkait TIK

mengenai kondisi saat ini dan yang akan datang yang dirangkum dalam kata pengantar Ketua

Umum Mastel sbb:

1. Perlu disadari bahwa pada abad ke-21, telekomunikasi memegang peranan yang sangat

penting di dalam kehidupan kita sehari hari , baik dalam konteks kenegaraan, masyarakat

bahkan individu. Infrastruktur telekomunikasi dewasa ini , khususnya Jaringan Pitalebar

atau lebih sering dikenal sebagai Broadband Networks telah menjadi salah satu

kebutuhan utama masyarakat di abad 21. Broadband telah infrastruktur ekonomi yang

sangat vital yang akan menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

Infra struktur telekomunikasi tidak dapat lagi dipersepsikan sebagai suatu sarana dan

prasarana yang dipergunakan hanya untuk menghubungkan komunikasi dari suatu titik ke

titik yang lainnya, melainkan sebagai faktor pengungkit, faktor penentu yang akan

menjamin keberhasilan pada sektor sektor kehidupan manapun daalam kehidupan kita

bernegara dan bermasyarakat. Telekomunikasi merupakan enabler dalam suatu

pembangunan ekonomi. Dalam kaitan inilah Bank Dunia mengemukakan hasil penelitian

mereka bahwa setiap pertumbuhan 10 persen penetrasi akses internet di suatu negara ,

akan mendorong tumbuhnya Produk Dometik Bruto di negara tersebut sebesar 1,38

persen. Dengan pemahaman seperti ini maka tidak mengherankan apabila di negara maju

Page 2: Evaluasi MASTEL atas UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

2    

seperti Amerika Serikat mengelompokan infrastruktur telekomunikasi sebagai critical-

infrastructure atau infrastruktur yang kritis dimana gangguan terhadap telekomunikasi

baik secara fisik maupun virtual dikatagorikan sebagai suatu pelanggaran berat dengan

ancaman pidana.

2. Perlu dimaklumi bahwa dalam UU 36/1999 tentang Telekomunikasi, Pemerintah dibatasi

kewenanganya hanya sebatas kepada fungsi Pembinaan sebagaimana dinyatakan dalam

Pasal 4 bahwa telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh

Pemerintah. Fungsi Pembinaan ini meliputi penetapan kebijakan, pengaturan,

pengawasan dan pengendalian dan tidak termasuk fungsi penyediaan atau pembangunan,

karena kegiatan2 ini sudah dilimpahkan kepada badan usaha yang memperoleh ijin

penyelenggaraan. Semangat dari UU 36/1999 saat itu adalah menghilangkan fungsi

Pemerintah dibidang pembangunan sarana dan prasaran telekomunikasi yang

sebelumnya ditugaskan oleh Undang-undang sebelumnya . Dalam Implementasi UU

36/1999 ini seringkali terjadi Pemerintah tidak berdaya terutama apabila harus melayani

kebutuhan masyarakat di daerah-terpencil, daerah yang belum berkembang atau daerah

yang secara ekonomi belum menguntungkan (unquick-yielding); karena pada umumnya

badan usaha akan menolak pembangunan sarana telekomunikasi di lokasi-lokasi yang

tidak menguntungkan bagi usaha mereka. Apakah Pemerintah akan diberikan kembali

wewenang fungsi pembangunan dalam Perubahan UU 36/1999, kesemuanya kami

serahkan kepada para Anggota Komisi I -DPR-RI.

3. Kewajiban penyediaan jaringan telekomunikasi di daerah terpencil atau belum

berkembang sesungguhnya sudah diatur dalam Pasal 16 UU 36/1999 dimana setiap

Penyelenggara diwajibkan untuk memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.

Kontribusi pelayanan universal ini berbentuk penyediaan sarana dan prasaran

telekomunikasi atau kompensasi lainnya. Namun Pasal 16 berserta penjelasannya

menimbulkan multi tafsir sehingga berpotensi dapat melanggar hukum (terutama dari

kacamata Penegak Hukum). Namun fungsi kewajiban USO ini perlu diatur dengan lebih

transparan dan akuntabel sehingga masyarakat dapat ikut mengawasi penggunaan dana

yang terkumpul dari para operator (1,25% dari pendapatan kotor). Kita sangat sepakat

dan mendukung gagasan pemerintah untuk memeratakan layanan dan jasa

telekomunikasi di seluruh tanah air, baik yang diperkotaan maupun yang jauh di daerah

Page 3: Evaluasi MASTEL atas UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

3    

daerah terpencil di Indonesia. Untuk itu kelangsungan program USO perlu

dipertahankan eksistensinya walaupun perlu dilakukan pembenahan di sana sini agar

tidak menimbulkan permalahan hukum dikemudian hari. Disamping itu penggunaan dana

USO pun perlu lebih realistis misalnya digunakan untuk menunjang pengembangan

daerah dengan membangun daerah2 penyangga perkotaan contoh di Jakarta adalah kota-

kota satelit disekitar Jakarta yang dapat dipastikan sangat membutuhkan adanya jaringan

pita lebar terutama kabel serat optik, yang sekaligus juga dapat bermanfaat untuk

mengurangi tekanan trafik dari pinggiran kota ke pusat pusat kota.

4. Masalah yang berkaitan dengan Penyelenggaraan diatur dalam Bab IV yang terdiri dari

36 pasal. Walaupun Pasal-pasal dalam bab ini dan berbagai peraturan turutannya sudah

jelas dan dimengerti oleh para pelaku bisnis dibidang telekomunikasi namun ternyata

untuk aparat penegak hukum dianggap tidak jelas sehingga menimbulkan seringkali

terjadi penafsiran yang berbeda, sebagaimana terjadi dalam kasus IM2 yang pernah kami

sampaikan kepada Komisi 1 DPRI_RI dalam acara RDPU tanggal 22 Januari

2013.mengenai Penggunaan Pita Frekuensi 2,1 Mhz PT. Indosat, sehingga kami tidak

perlu mengulang apa yang pernah kami sampaikan pada waktu itu, hanya dalam

kesempatan ini kami melaporkan bahwa vonis terhadap mantan Direktur Utama PT.

Indosat Multi Media (IM2) (Bapak Indar Atmanto) telah dijatuhi hukuman oleh para

hakim baik pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, telah dinyatakan bersalah dan

dijatuhi hukuman 4 tahun penjara, , pada tingkat kasasi diperkuat oleh Pengadilan Tinggi

dan bahkan di Mahkamah Agung dijatuhi hukuman 8 tahun dengan membayar denda

sebesar Rp. 1,3 Triliun. Sementara itu dalam keputusan perdata tentang kerugian negara

yang dihitung oleh BPKP (sebelum kasus IM2 disidangkan) telah pula diputuskan oleh

Mahkamah Agung bahwa perhitungan BPKP adalah keliru dan tidak terjadi kerugian

negara. Keputusan perdata ini merupakan alat bukti baru dan akan diajukan sebagai

Peninjaun Kembali namun sayangnya masih terhambat, karena salinan keputusan MA

masih belum dikirimkan kepada kepada pihak2 terkait padahal pak Indar Atmanto sudah

menjalani hukuman atas dasar petikan surat keputusan yang disampaikan oleh Pihak

Kejaksaan Agung. Situasi dan suasana ini, sangat mengganggu iklim usaha dibidang TIK

karena adanya ketidak pastian hukum, bagi para investor.Karena membingungkan

dimana Pemerintah/Regulator menyatakan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan

Page 4: Evaluasi MASTEL atas UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

4    

oleh IM2 tetapi para penegak hukum telah menjatuhkan vonis bersalah. Kami harapkan

para Anggota Komisi 1 dapat benar-benar menyadari dan memikirkan hal-hal semacam

ini, kami berharap pada saat Bapak & Ibu membuat berbagai undang-undang janganlah

sampai dapat disalah tafisrkan oleh pihak-pihak terkait, hal-hal yang pada awalnya

dianggap sudah jelas oleh Bapak & Ibu tetapi bagi para penegak hukum belum tentu

jelas atau dimengerti akibatnya akan kan timbul kekeliruan dalam membuat tuduhan

maupun keputusan hakim.

5. Sebagaimana kami sampaikan di bagian terdahulu bahwa akibat ditetapkannya UU

36/1999, di Indonesia telah terjadi restrukturisasi industri telekomunikasi dengan

memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat (pelaku usaha baik dalam

negeri maupun asing ) untuk berusaha di bidang telekomunikasi dengan sasaran untuk

meningkatkan pembangunan jaringan telekomunikasi (teledensitas, aksesibilitas) dan

meningkatkan pelayanan jasa telekomunikasi utamanya jasa telekomukasi baru untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada saat itu Kebijakan menarik investor ke dalam

industri telekomunikasi didasarkan kepada: - jumlah sarana dan prasarana telekomunikasi

yg masih terbatas (tingkat density rendah) - minimnya dana Pemerintah untuk

membangun infrastruktur telekomunikasi. Peran pemerintah dalam tahap awal

restrukturisasi memang diperlukan, agar proses berjalan lancar, antara lain: - sebagai

regulator untuk mengendalikan ijin-ijin terkait dengan penetapan jumlah penyelenggara;

pengalokasian sumberdaya ( frekuensi , nomer dlsb). menghilangkan hambatan bagi

masuknya operator baru, mengawasi interkoneksi antara operator baru dengan

"incumbent", membuat program perluasan akses ke daerah yg harus dilayani. Namun

sangat disayangkan bahwa pengaturan tentang adanya Regulator yang netral tidak diatur

secara jelas oleh UU 36/1999, karena hanya dicantumkan dalam Penjelasan Pasal 4 ,

sebagai bagian dari fungsi pembinaan. Untuk saat ini dan masa mendatang Regulator

seharusnya benar-benar menjadi lembaga yang independen. Makna dari pengertian

independent, yakni : independent dari perusahaan2 yang diaturnya agar tidak bias

terhadap kepentingan perusahaan, independent dari tekanan politik. Sehingga

perubahan dalam politik dan pemerintahan tidak membawa perubahan terhadap

kebijakan regulasi, independent dari perseorangan dalam kewenangan pengambilan

Page 5: Evaluasi MASTEL atas UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

5    

keputusan untuk menjamin stabilitas dalam proses pengambilan keputusan. Oleh sebab

itu seharusnya lembaga seperti ini tidak berada dibawah Menteri, seperti saat ini.

6. Dalam Pasal 5 UU 36/1999 telah diatur pula tentang peran serta masyarakat yakni dalam

bentuk penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat

mengenai arah pengembangan telekomunikasi dalam rangka penetapan kebijakan

pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidaang telekomunikasi. Namun

sayangnya walaupun sudah berjalan 15 tahun, tindak lanjut pengaturan tentang hal ini

tidak pernah diterbitkan. Padahal dalam Pasal 5 ayat (2) UU 36/1999, secara jelas

dinyatakan bahwa lembaga yang seharusnya dibentuk ini keanggotaannya terdiri dari

asosiasi yang bergerak dibidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi

telekomunikasi,asosisiasi produsen peralatan telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan

dan jasa telekomunikasi dan masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi.

7. Terkait dengan konvergensi, hal ini adalah sebagai konsekwensi logis dari

perkembangan teknologi di bidang telekomunikasi dan Informatika sehingga konvergensi

merupakan suatu keniscayaan , yang tidak dapat kita hindari. Hal ini juga akan

memberikan dampak yang sangat berarti terhadap UU 36/1999 mengingat di era

konvergensi kita akan benar benar menyaksikan terjadinya konvergensi di dalam bidang

infrastruktur telekomunikasi dan informatika serta Penyiaran sementara pada UU

36/1999 dengan tegas mengatur klasifikasi penyelenggara ke dalam tiga layer masing

masing penyelenggara jaringan, jasa dan khusus.

8. Sesungguhnya konvergensi hanya akan terjadi pada tataran infrastrukturnya saja,

sedangkan core-business (bisnis utama) masing masing pelaku bisnis seperti

telekomunikasi, penyiaran ,perbankan dan jasa keuangan akan tetap berjalan

sebagaimana yang ada seperti sekarang; namun kesemuanya ini akan melalui

infrastruktur yang sama (converged). Apabila selama ini kita hanya dapat menyaksikan

siaran televisi hanya melalui pesawat televisi yang dipancarkan dan dikelola oleh

lembaga siaran maka ke depan kita akan dapat menyasikan siaran televisi dengan pilihan

yang semakin beragam,baik melalui telepon genggam komputer meja /desk top, video

streaming, dll yang dapat juga dilakukan oleh perusahaan perusahaan di dalam bidang

telekomunikasi. Demikian juga dengan layanan perbankan yang akan menjadi semakin

luas menjangkau masyarakat, bahkan mampu menjangkau masyarakat yang selama ini

Page 6: Evaluasi MASTEL atas UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

6    

kita kategorikan sebagai unbank-able. Melalui layanan dan jaringan telekomunikasi

mereka akan dapat mengakses ke layanan jasa keuangan /perbankan seperti yang

digariskan dalam konsep financial inclusion. Lambat tetapi pasti fakta tersebut akan

terjadi secara merata di tanah air kita. Banyak tugas yang harus dilakukan oleh

pemerintah agar dengan mulus kita dapat memasuki era konvergensi penuh (full

convergence) , antara lain pembenahan regulasi dan pengaturan frekuensi, pembangunan

jaringan pitalebar. Era konvergensi penuh nantinya membutuhkan dukungan undang-

undang dan regulasi dengan wawasan jauh ke depan dan dinamis dengan tingkat

jaminan kepastian hukum yang tinggi. Pada era full konvergensi akan terjadi

pemanfaatan jaringan yang selama ini hanya dipergunakan untuk telekomunikasi, akses

data dan penyiaran secara terpisah, maka ke depan dengan memanfaatkan jaringan yang

sama, aneka jenis layanan akan dapat berjalan bersamaan. Tak terbayangkan bahwa

dalam waktu yang tidak terlalu jauh ke depan kita di Indonesia akan dapatmenikmati

aneka layanan jasa telekomunikasi,komunikasi data dan perbankan serta jasa dan

transaksi keuangan lainnya hanya melalui sebuah perangkat yang kita pergunakan.

Sumber : http://www.mastel.or.id/index.php?q=pojok_berita/2014/rdpu-mastel-komisi-i-

dpr-ri-pandangan-mastel-tentang-implementasi-undang-undang-no