Upload
epistemainstitute5
View
183
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
Krisis Pedesaan dan Keharusan Reforma Agraria
Seri Diskusi EpistemaJakarta, 10 Maret 2016
Muhammad “cupi” YusufKonsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK)
0852 8866 8183/[email protected]
KENAPA HARUS REFORMA AGRARIA??
Indikator Krisis
• Keluarga Buruh Tani (Podes 2011)– proses penciptaan tenaga kerja bebas akibat
kehilangan/ketiadaan lahan garapan
• Gizi Buruk (Podes 2011)– hilangnya kemampuan rakyat dalam memperoleh dan
memproduksi pangan yang layak
• Penguasaan lahan (Sensus Pertanian)– ketimpangan akibat hubungan-hubungan agraris dan
kemampuan rumah tangga petani dalam memperoleh manfaat dari tanah garapan sebagai basis kesejahteraan
World Development Indicators
• The World Development Report (WDR) 2008: Agriculture for Development(World Bank 2008)– angka kemiskinan di pedesaan Indonesia
memiliki tren penurunan.
– transformasi struktural (kontribusi sektor pertanian sekitar 25 persen terhadap GDP)
– usahatani komersil, diversifikasi nafkah rumah tangga petani, pengerahan tenaga kerja upahan (pertanian dan non pertanian), dan migrasi keluar desa.
• “Rising Global Interest in Farmland: Can it Yield Sustainable and Equitable Benefits?” (World Bank 2010)– akusisi tanah secara luas cara mengurangi
kemiskinan (penciptaan tenaga kerja upahan, pertanian kontrak dan pembayaran sewa/pembelian atas tanah)
Transisi Agraria dan Land Use Change : Smallholders vs Large Scale
Typology Agrarian Trantition (Borras and Franco 2012)1. Land use change within Food
to food production (Type A), 2. Land use change form Food to
biofuel production (Type B), 3. Lands devoted to Non-food
uses converted to food production (Type C),
4. Lands dedicated to Forest and marginal/idle lands being converted to biofuel production (Type D)
Non-Food Production
Export Market
Large-Scale
land use chage
property relations
Land Grab = TNC-driven food and biofuel production for export
Anomali Pembangunan[1] (World Bank 2016)
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Agricultural land (% of land area)
Permanent cropland (% of land area)
Forest area (% of land area)
Agriculture, value added (% of GDP)
GINI index (World Bank estimate)
Employment in agriculture, female (%of female employment)
Employment in agriculture, male (%of male employment)
Employment in agriculture (% of totalemployment)
Rural population (% of totalpopulation)
Anomali Pembangunan [2] (World Bank 2016)
Indicator Name 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Agricultural land (% of land area) 26,04 26,33 26,60 28,16 29,46 28,62 28,43 29,26 29,81 30,69 30,69 31,19 31,19 31,46
Permanent cropland (% of land area) 8,56 9,05 9,38 9,72 9,77 9,88 10,49 11,04 11,21 11,59 11,59 12,14 12,14 12,42
Forest area (% of land area) 54,87 54,70 54,53 54,36 54,19 54,02 53,64 53,26 52,88 52,51 52,13 51,75 51,37 50,99
Agriculture, value added (% of GDP) 15,60 15,29 15,46 15,19 14,34 13,13 12,97 13,72 14,48 15,29 13,93 13,51 13,37 13,39 13,38
GINI index (World Bank estimate) 29,74 34,01 34,11 35,57
Employment in agriculture, female (% of female employment) 46,70 44,50 45,40 47,50 44,60 44,30 41,10 41,40 39,90 38,80 37,60 33,40
Employment in agriculture, male (% of male employment) 44,40 43,30 43,70 45,70 42,60 43,80 42,50 41,10 40,60 40,20 38,80 35,60
Employment in agriculture (% of total employment) 45,30 43,80 44,30 46,40 43,30 44,00 42,00 41,20 40,30 39,70 38,30 36,20 35,30 34,80 34,30
Rural population (% of total population) 58,00 57,22 56,43 55,65 54,86 54,06 53,27 52,47 51,67 50,88 50,08 49,29 48,51 47,75 47,00
Fertilizer consumption (% of fertilizer production) 111,66 111,02 123,19 102,58 109,03 121,08 118,40 103,48 105,94 113,83 109,63 113,08
Fertilizer consumption (kilograms per hectare of arable land) 123,96 131,13 131,21 143,99 158,02 181,46 184,53 181,64 181,52 198,42 205,44 204,59
• Model pembangunan pertanian? Tebang, ganti, hapus; land grabbing; transisi
agraria kapitalistik• Pembangunan pertanian untuk SIAPA?
Konglomerasi berbasis lahan; TNC-driven food and biofuel production for export
• Dampak pembangunan pertanian? Surplus population; massa buruh tani;
reserve army
"Negara Agraris Ingkari Agraria“
(Tjondronegoro 2008)
Deforestrasi [Tebang]
Luas Hutan
Laju perubahan per tahun
2010 1990-2000 2000-2005 2005-2010
1000 ha 1000 ha/yr
% 1000 ha/yr
% 1000 ha/yr
%
Brazil 519.522 -29890 -5,51 -3090 -0,57 -2194 -0,42
D.R of The Congo
154.135 -311 -0,2 -311 -0,2 -311 -0,2
Indonesia 94.432 -1914 -1,75 -310 -0,31 -685 -0,71
India 68.434 145 0,22 464 0,7 145 0,21
Peru 67.992 -94 -1,14 -94 -0,14 -150 -0,22
Mexico 64.802 -354 -0,52 -235 -0,35 -155 -0,24
Colombia 60.499 -101 -0,16 -101 -0,16 -101 -0,17
Angola 58.480 -125 -0,21 -125 -0,21 -125 -0,21
Bolivia 57.196 -270 -0,44 -271 -0,46 -308 -0,53
Zambia 49.468 -167 -0,32 -167 -0,33 -167 -0,33 Sumber : World Growth 2011 (Resosudarmo, B.P et al 2012)
Laju Pertumbuhan Sawit [Ganti]
Ketimpangan Penguasaan Tanah [Hapus]
Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian menurut Golongan Luas Lahan yang Dikuasai Tahun 2003 dan 2013
Jumlah Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan dan Rumah Tangga Petani Gurem menurut Pulau Tahun 2003 dan 2013
• Pada tahun 2013, indeks ketimpangan lahan mencapai hingga 0,72 atau SANGAT TIMPANG!!!
• Dalam kurun periode sensus 2003 -2013, sekitar lebih dari empat juta RTP pengguna lahan dan RTP gurem di Jawa tersingkir dari lahan garapan (Jawa masih merupakan lumbung pangan nasional)
Realitas Desa
Bandingkan dengan data BPS – Kemenhut 2009, jumlah desa hutan 33 ribu
1. Pulau Jawa menyumbang KK Pertanian, KK Buruh Pertanian dan penderita Gizi Buruk terbesar dikuti oleh Pulau Sumatera
2. Untuk Bali Nusra, penderita Gizi Buruk ketiga dengan proporsi KK Buruh Tani dan KK Pertanian sekitar 30%
3. Proporsi KK Buruh Tani terhadap KK Pertanian berbanding lurus kualitas hidup anak di pedesaan, dengan kata lain lahan adalah basis kesejahteraan rakyat pedesaan
Realitas Desa Sektor Pertanian Padi & Palawija menyumbang KK Buruh Tani dan Gizi Buruk terbesar diikuti Perkebunan
Perampasan Tanah Global [diskursus]PENGAMBILALIHAN TANAHH
OpportunityRISK
land grabbing commercial pressure on land
large scale land acquisition
La Via Campesina(FIAN Internasional, Friends of the Earth International, GRAIN, La Via Campesina, Land Research Action Network (LRAN), World Alliance of Mobile Indigenious People (WAMIP), World Rainforest Movement (WRM), GRAIN
IFPRI, WB, FAO, IFAD, UNCTAD Committe on World Food Security,
International Land Coalition (ILC), SWAC, OXFAM, RRI, CDE, CIRAD, GIZ, GIGA, IIED, Asian NGO Coalition (ANGOC)
Risk + Opportunity
Perampasan Tanah Global [diskursus]
I. Land Grabbing (Risk) menempatkan kepentingan komersial dari korporasi sebagai faktor perusak tatanan keadilan agraria dan keadilan lingkungan. Lebih jauh, fenomena land grabbing sebagai bentuk dari akumulasi [kapital] primitif dan pintu gerbang dari kolonialisme. Solusi : Land reform
II. commercial pressure on land (Risk + Opportunity)tekanan komersial akan terus hadir dan investasi asing pada dasarnya tidak perlu di'haram'kan, melainkan hanya perlu diatur untuk memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam skema-skema code of conduct (kode etik) yang mengikat.
III. large scale land acquisition (oppurtunity)menempatkan kepentingan korporasi sebagai peluang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, mendorong pembangunan, dan mencari jalan keluar atas berbagai persoalan yang mereka sebut sebagai “krisis global masa kini” (krisis pangan, krisis bahan bakar, krisis keuangan).
Land = Money = Power = More Land = More Money =More Power = More and more Land
Perampasan Tanah Global [Kontradiksi]No Asumsi Fakta1 Melimpahnya tanah-
tanah idleTanah-tanah yang dianggap 'idle' ini sebenarnyasudah dimanfaatkan
2 Proyek tanah yang baru difokuskan padatanah-tanah marjinal
Investor mentargetkan tanah-tanah yang memilikikualitas terbaik.
3 Proyek membantuketahanan pangandan energi
Mayoritas aktivitas pertanian yang didasarkanpada perjanjian tanah (land deals) digunakanuntuk memenuhi kebutuhan ekspor termasukbahan bakar nabati
4 Proyek membukalapangan pekerjaan
Tenaga kerja lokal tidak dilibatkan dan absen dariproses kontrak yang terjadi
6 Proyekmendatangkanpenghasilan pajak
Pendapatan pajak biasanya hanya dibayarkanketika proyek investasi menguntungkan
• Pada sistem politik dan kekuasaan negara yang tidak demokratik: pencaplokan dilakukandengan menggunakan kekuatan politik, aparatus militer dan negara; extra-legal; denganprasyarat: kekuatan ekonomi beraliansi dengan kekuatan politik dan/atau militer yang menguasai negara
• Pada sistem politik dan kekuasaan yang demokratik: pencaplokan dilakukan denganmenggunakan peraturan perundangan-undangan dan administrasi pertanahan; legal dantransaksi pasar; dengan prasyarat: kekuatan ekonomi beraliansi dengan politisi untukmenciptakan aturan hukum yang memihak korporasi
Mekanisme Land grabbing
Penetapan/perubahanfungsi kawasan,
pemetaan, regulasi/UU
Penerbitan ijin-ijin usaha, hak-hak atas tanah untuk
tujuan komersial, dankontrak-kontrak operasi
bisnis ekstraktif
Transaksi lahan dan/ataualih-penguasaan atas
tanah
Operasiindustri/eksploitasi
Penggusuran, perpindahan warga
setempat/sekitarKejahatan konstitusional, pidana korupsi, maladministrasi
Kejahatan lingkungan, perburuhan, kemanusian, maladministrasi
Sumber : Dianto Bachriadi, 12-21 Desember 2013
Skenario ReformKey questions
(Bernstein) General agricultural and food
markets Newly emerging markets
Who owns what? Most linkages between production, processing, distribution and consumption of food are controlled by food empires
Short circuits are interlinking the production and consumption of food. These short circuits are owned or co-owned by farmers
Who does what? The role of farmers is limited to the delivery of raw materials for the food industry
The role of farmers is extended to embrace on-farm processing, direct selling and the redesign of production processes that better meet consumer expectations
Who gets what? The distribution of Value Added is highly skewed; most wealth is accumulated in food empires
Farmers get a far higher share of the total Value Added
What is done with the surpluses?
Accumulated wealth is used to finance the ongoing imperial conquest (take-over of other enterprises, etc)
Extra income is used to increase the resilience of food production, to strengthen multifunctional farming and to improve livelihoods
Sumber: van der Ploeg (...)
RUU Pertanahan, Solusi asal ...
• Mengatur perihal jaminan dan perlindungan atas tanah garapan rakyat pedesaan, khusus di wilayah pertanian pangan. Jaminan dan perlindungan penguasaan tanah juga berlaku untuk penguasaan kolektif dan komunal.
• Mengatur ulang secara tegas perihal batas minimum dan maksimum penguasaan tanah secara berkeadilan. Penentuan batas minimum di tingkat rumah tangga belum ditentukan
• Menegaskan fungsi sosial dari penguasaan tanah. Menjadikan tanah garapan sebagai komoditi telah mendorong transfer penguasaan kepada kelompok ekonomi kuat dan menciptakan konglomerasi berbasis tanah. Salah satu poin penting adalah memperkuat implementasi UU Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil dalam mengatur posisi tawar bagi hasil bagi buruh tani.
• Mengatur secara jelas terkait fungsi ekologis dari pemanfaatan tanah. Secara operasional, RUU Pertanahan perlu mengatur rencana peruntukkan dan pemanfaatan tanah berdasarkan fungsi tata guna tanah tradisional.
Ketentuan Perundang-undanganMengenai Batas Maksimum
Ketentuan Batas Maksimum Menurut SubyekHak dan Jenis Penggunaan Tanah
Pertanian
UU No. 56 PRP Tahun 1960 Peraturan MNA/Ka BPN No 2/1999
Perorangan Badan Hukum
Belum Ada Peraturan MNA/Ka BPN No 2/1999
Non- Pertanian
Batas Maksimum Penguasaan Tanah Pertanian oleh Perorangan
KEPADATAN PENGGUNAAN
Sawah Tanah Kering
Tidak padat 15 20
Kurang padat 10 12
Cukup padat 7,5 9
Sangat padat 5 6
Berdasarkan UU No. 56 PRP Tahun 1960 (Pasal 1)
Batas Maksimum untuk Satu Perusahaan (Bukan Holding Company)
PENGGUNAANPer
Provinsi di Jawa
Total di Jawa
Per Provinsi di Luar Jawa
Total di Luar Jawa
Irian Jaya
Per Provinsi di
Jawa + Luar Jawa
Di Seluruh Indonesia
Pertanian
Tambak100 1.000 200 2.000 400
Tebu60.000 150.000
Komoditi perkebunan lain20.000 100.000
Non Pertanian
Perumahan permukiman400 4.000
Resort dan perhotelan200 4.000
Kawasan industri400 4.000
Berdasarkan Peraturan MNA/Ka BPN No. 2/1999 tentang Ijin Lokasi
Sumber Bacaan
• Booth, Anne. 2012. The Performance of The Indonesian Agricultural Sector: Twelve Questions and Some Tentative Answers. In Anne Booth, Chris Manning, and Thee Kian Wie, editors. Land, Livelihood, the Economy and the Environmnet in Indonesia: Essays in Honour of Joan Hardjono. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2012.
• Ditsi Carolino. 2010. Walk for Land Walk for Justice, the Story of The Sumilao Farmers in Bukidnon. International Land Coalition
• Li, T.M., 2009a. To Make Live or Let Die? Rural Dispossession and the Protection of the Surplus Population. Antipode 41(s1): 66-93.
• Murray, Colin 2001 Livelihoods research: some conceptual and methodological issues. Background Paper 5, Chronic Poverty Research Centre
• White, Ben. 2009. Melacak nilai lebih : Rejim ketenagakerjaan, rantai komoditi dan bentuk-bentuk peralihan nilai lebih di pedesaan. Bahan Presentasi pada acara Ceramah dan Loka Karya Metodologi Penelitian Agraria, atas kerjasama Sains, STPN, KPM IPB dan HKTI, tanggal 24-25 Juli 2009 bertempat di Aula P4W IPB
• World Bank, 2010. Rising Global Interest in Farmland: Can it Yield Sustainable and Equitable Benefits? Washington, DC: The World Bank.
• World Bank, 2008. The World Development Report (WDR) 2008: Agriculture for DevelopmentWashington, DC: The World Bank.
• Yusuf, M dkk. 2010. “Membaca Ulang Keberadaan Hak Guna Usaha dan Kesejahteraan Rakyat”. Dalam Pengembangan Kebijakan Agraria Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis. Yogyakarta, Indonesia: SAINS dan STPN Press.
“Yang memberi keuntungan bagi si penguasa tanah adalah tenaga kerja, bukan tanahnya! Tanpa tenagakerja, tanah tidak menghasilkan apa-apa! Hanya orang bodoh yang tidak bisa mengerti ini. Kalaumodal disimpan saja dikolong rumah, lihat apa yang dihasilkan, tidak ada ! Bagi saya, semua yang
dihasilkan adalah hasilnya kaum pekerja. Padahal para tuan tanah mengira kami adalah orang bodoh”
[coffee plantation workers, Sao Paulo, Colombia (Stolcke 1995: 69)]
Terima Kasih