1. Manajemen Produk Zahir Syah 1 BAB I PENDAHULUAN Manajemen
pemasaran berusaha untuk dapat meningkatkan kontribusi setiap
produk yang ada bagi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Satu
produk saja tentunya belum dapat menghasilkan penjualan dan laba
yang cukup berarti bagi perusahaan. Setiap perusahaan tentunya
berusaha untuk menawarkan lebih dari satu item atau lini produk dan
setiap item dan lini produk akan dekelola dengnan baik untuk
melayani pasarnya. Gabungan dari produk (product Mix) dengan
portofolio tertentu akan mendorong penciptaan penjualan dan laba
bagi perusahaan secara berarti. Oleh karena itu portofolio produk
yang dimiliki perusahaan akan memberi kontribusi yang penting bagi
kesuksesan perusahaan. Portofolio inilah menjadi salah satu hal
penting dalam penentu kesuksesan pemasaran perusahaan dan menjadi
bagian dari bahasan di dalam sesi ini. Produk adalah segala sesuatu
yang secara potensial bernilai bagi pasar sasaran untuk dapat
memberi manfaat dan kepuasan meliputi objek, jasa, organisasi,
tempat, orang dan ide. Produk inilah yang menjadi penawaran utama
perusahaan pada pasar sasarannya untuk dapat menciptakan transaksi
yang memberikan penerimaan bagi perusahaan. Oleh karena itu
pengelolaan produk menjadi hal yang penting dan strategis di dalam
aktifitas pemasaran. Melaksanakan manajemen produk merupakan bagian
yang terkait dengan pengembangan produk baru. Begitu produk telah
dikembangkan dia akan menjadi bagian dari bauran produk perusahaan
yang akan bekerja untuk menghasilkan penerimaaan perusahaan.
Mengelola portofolio produk merupakan isu pokok yang terdapat di
dalam manajemen produk. Setelah produk dikembangkan dan diputuskan
sebagai salah satu produk yang ditawarkan perusahaan, maka produk
ini akan menjadi salah satu bagian dari sekelompok produk yang ada
dalam menciptakan penerimaan bagi perusahaan. Oleh karena itu perlu
diperhatikan bagaimana produk-produk ini saling memberikan dukungan
satu sama lainnya dan menciptakan kinerja yang terbaik bagi bisnis
perusahaan. Manajemen portofolio produk ini meliputi dua aktifitas
utama yaitu : 1. Mengevaluasi kinerja setiap produk di dalam
portofolio. 2. Mengelola produk dan perubahan strategi produk.
Tanggung jawab untuk pengelolaan produk ini berada pada berbagai
tingkatan organisasi di dalam perusahaan. Terdapat3 tingkatan
manajemen produk di dalam organisasi, yaitu : 1. Product and Brand
Management.
2. Manajemen Produk Zahir Syah 2 Tanggung jawab pada tingkatan
ini meliputi perencanaan, pengelolaan, dan mengkoordinasikan
strategi untuk produk / merek tertentu. Aktifitas ini meliputi
analisis pasar, targeting, positioning, analisis kinerja dan
penyesuaian strategi. Tetapi tingkatan manajemen ini tidak memiliki
wewenang untuk aktifitas manajemen produk melampaui produk/merek
yang menjadi tanggung jawabnya. 2. Product Group / Marketing
Management. Bagi bisnis yang memiliki beberapa produk tentunya
membutuhkan manajer yang mengelola unit bisnis ini untuk
mengkoordinasikan dan meningkatkan kinerja sekelompok produk ini.
3. Product Mix Management. Tanggung jawab hal ini biasanya
diberikan pada pimpinan SBU, tingkat korporasi organisasi, atau tim
eksekutif puncak. Keputusan manajemen tingkat ini, meliputi
keputusan tentang akuisisi produk, prioritas
riset&pengembangan, keputusan produk baru, dan alokasi sumber
daya. Mengevaluasi kinerja portofolio produk menjadi hal yang utama
pada tingkatan ini
3. Manajemen Produk Zahir Syah 3 BAB II KAJIAN TEORI 1.
Pengertian Secara Etimologis menurut kamus Oxford Dictionary,
Manajemen adalah kosa kata yang berasal dari bahasa Perancis kuno,
yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan mengatur.
Sedangkan menurut Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen adalah
sebagai sebuah proses tentang perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai
sasaran (goals) secara efektif dan efisien. Dengan artian bahwa
efektif dengan arti tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan,
sedangkan efisian memiliki arti bahwa tugas yang dilaksanakan dapat
diselesaikan secara benmar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Secara umum dapat diartikan bahwa manajemen merupakan proses
mengkoordinasi seluruh aktivitas yang ada dalam organisasi untuk
mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Beberapa ahli
mendefinisikan pengertian manajemen berbeda-beda. Manajemen
merupakan suatu wadah dalam ilmu pengetahuan sehingga dapat
membuktikan kebenarannya secara umum. (Bangun: 2008: 2). Suatu
proses membuat perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan
mengendalikan berbagai usaha dari anggota organisasi dan
menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran.
Dari pengertian tersebut, manajemen merupakan rangkaian
aktivitas-aktivitas yang dikerjakan oleh anggota organisasi untuk
mencapai tujuannya. (Stoner disitasi Bangun: 2008: 3). sebagai seni
dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini
mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan
organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan
berbagai tugas yang mungkin diperlukan, atau berarti dengan tidak
melakukan tugas-tugas itu sendiri. (Mary Parker Follet:2000:21)
Kotler, Armstrong, Brown, dan Adam (2006) mendefinisikan Produk
(product) sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar
untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang
fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, properti,
organisasi, informasi, dan ide. 2. Ruang Lingkup Produk a. Bauran
Pemasaran
4. Manajemen Produk Zahir Syah 4 Produk (Product) : keragaman
produk, kualitas produk, desain produk, fitur/ciri produk, nama
merek produk, kemasan produk, ukuran produk, pelayanan/dukungan
produk, garansi produk. Harga (Price) : daftar harga, diskon/rabat,
potongan harga khusus, periode pembayaran, syarat kredit. Promosi
(Promotion) : promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan,
kehumasan, pemasaran langsung. Tempat (Place) : saluran pemasaran,
cakupan pasar, lokasi, persediaan, transportasi. Sementara itu,
sebagai tambahan dari 4P di atas, Booms & Bitner telah menambah
3P lagi kepada bauran yang ada yaitu : People, Process dan Physical
Evidence. Penjelasan singkat 3P tambahan ini adalah sebagai berikut
: People, merupakan aset utama dalam industri jasa, terlebih lagi
people yang merupakan karyawan dengan performance tinggi. Kebutuhan
konsumen terhadap karyawan berkinerja tinggi akan menyebabkan
konsumen puas dan loyal. Kemampuan knowledge (pengetahuan) yang
baik, akan menjadi kompetensi dasar dalam internal perusahaan dan
pencitraan yang baik di luar. Faktor penting lainnnya dalam people
adalah attitude dan motivation dari karyawan dalam industri jasa.
Moment of truth akan terjadi pada saat terjadi kontak antara
karyawan dan konsumen. Attitude sangat penting, dapat diaplikasikan
dalam berbagai bentuk, seperti penampilan karyawan, suara dalam
bicara, body language, ekspresi wajah, dan tutur kata. Sedangkan
motivasi karyawan diperlukan untuk mewujudkan penyampaian pesan dan
jasa yang ditawarkan pada level yang diekspetasikan. Process, mutu
layanan jasa sangat bergantung pada proses penyampaian jasa kepada
konsumen. Mengingat bahwa penggerak perusahaan jasa adalah karyawan
itu sendiri, maka untuk menjamin mutu layanan (quality assurance),
seluruh operasional perusahaan harus dijalankan sesuai dengan
sistem dan prosedur yang terstandarisasi oleh karyawan yang
berkompetensi, berkomitmen, dan loyal terhadap perusahaan tempatnya
bekerja. Physical Evidence, building merupakan bagian dari bukti
fisik, karakteristik yang menjadi persyaratan yang bernilai tambah
bagi konsumen dalai perusahaan jasa yang memiliki karakter .
Perhatian terhadap interior, perlengkapan bangunan, termasuk
lightning system, dan tata ruang yang lapang menjadi perhatian
penting dan dapat
5. Manajemen Produk Zahir Syah 5 mempengaruhi mood pengunjung.
Bangunan harus dapat menciptakan suasana dengan memperhatikan
ambience sehingga memberikan pengalaman kepada pengunjung dan dapat
membrikan nilai tambah bagi pengunjung, khususnya menjadi syarat
utama perusahaan jasa dengan kelas market khusus. b. Level Produk
Dalam level produk, setiap tingkat menambah nilai pelanggan yang
lebih besar, dan kelimanya merupakan bagian dari hirarki nilai
pelanggan. 1. Pada tingkat dasar adalah manfaat inti (core
benefit), yakni manfaat atau layanan yang benar-benar dibeli
pelanggan. Contoh : tamu hotel membeli manfaat istirahat dan tidur
2. Pada tingkat kedua, pemasar harus mengubah manfaat inti menjadi
produk dasar (basic product). Contoh : kamar hotel memiliki tempat
tidur, kamar mandi, lemari. 3. Pada tingkat ketiga, pemasar
mempersiapkan produk yang diharapkan (expected product), yakni
sekelompok atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli
ketika membelinya. Contoh : tamu hotel mengharapkan tempat tidur
yang bersih, handuk baru, suasana yang tenang. 4. Pada tingkat
keempat, pemasar menyiapkan produk tambahan (augmented product)
yang melebihi harapan pelanggan. 5. Tingkat kelima, adalah produk
potensial (potential product) yang mencakup semua kemungkinan
tambahan dan transformasi yang mungkin dialami sebuah produk atau
penawaran dimasa depan. Ini adalah tempat dimana perusahaan mencari
cara baru untuk memuaskan pelanggan dan membedakan penawaran
mereka. c. Klasifikasi Produk Pemasar mengklasifikasikan produk
berdasarkan ketahanan/durabilitas, keberwujudan, dan kegunaan
(konsumen atau industri). Setiap jenis produk mempunyai strategi
bauran pemasaran yang sesuai. Ketahanan (Durability) dan
Keberwujudan (Tangibility) Pemasar menggolongkan tiga kelompok
menurut ketahanan dan keberwujudannya: 1. Barang-barang yang tidak
tahan lama (nondurable goods) Adalah barang-barang berwujud yang
biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali penggunaan,
contohnya sabun, gula. Karena barang-barang ini sering dibeli,
6. Manajemen Produk Zahir Syah 6 strategi yang tepat adalah
membuat barang-barang tersebut agar tersedia di banyak lokasi,
hanya menggunakan markup yang kecil, dan beriklan secara
besar-besaran untuk mendorong percobaan dan membangun preferensi.
2. Barang tahan lama (durable goods) Adalah barang-barang berwujud
yang biasanya dapat digunakan untuk waktu lama, contohnya : kulkas,
alat-alat mesin, dan pakaian. Produk-produk tahan lama biasanya
memerlukan penjualan personal dan jasa, menuntut margin yang lebih
tinggi, dan memerlukan garansi penjual yang lebih banyak. 3. Jasa
(services) Adalah produk yang tak berwujud, tak terpisahkan,
bervariasi, dan dapat musnah. Akibatnya, jasa biasanya memerlukan
kendali kualitas, kredibilitas pemasok, dan kemampuan adaptasi yang
lebih besar. Contohnya meliputi salon potong rambut, nasihat hukum,
dan perbaikan peralatan. Klasifikasi Barang Konsumen Pemasar
mengklasifikasikan sejumlah besar barang yang dibeli konsumen
berdasarkan kebiasaan belanja. Barang dibedakan menjadi barang
sehari-hari, belanja, khusus, dan tidak dicari. 1. Barang
sehari-hari (convenience goods) Adalah barang yang dibeli konsumen
dengan segera, dan dengan usaha yang minimum. Contohnya meliputi
minuman ringan, sabun mandi, dan surat kabar. Barang sehari-hari
dapat dibagi lagi menjadi barang kebutuhan pokok, barang impuls,
dan barang darurat. Barang kebutuhan pokok adalah barang yang
dibeli konsumen secara teratur. Contohnya beras, sabun mandi, roti.
Barang impuls adalah barang yang dibeli konsumen tanpa usaha
perencanaan atau pencarian, contohnya permen dan majalah. Sedangkan
barang darurat adalah barang yang dibeli konsumen ketika ada
kebutuhan yang mendesak. Contohnya konsumen membeli payung ketika
turun hujan. Produsen barang impuls dan darurat akan menempatkan
barang-barangnya di gerai dimana konsumen mungkin mengalami
kebutuhan mendesak atau ketertarikan untuk melakukan pembelian. 2.
Barang belanja (shopping goods)
7. Manajemen Produk Zahir Syah 7 Adalah barang yang secara
karakteristik dibandingkan oleh konsumen berdasarkan kecocokan,
kualitas, harga, dan gaya. Contohnya meliputi perabot, pakaian,
handphone, dan peralatan rumah tangga utama. Barang belanja dapat
dibagi menjadi barang belanja homogen dan barang belanja heterogen.
Barang belanja homogen mempunyai kualitas yang serupa tapi harganya
cukup berbeda sehingga memberikan alasan kuat bagi perbandingan
belanja. Sedangkan barang belanja heterogen mempunyai fitur produk
dan jasa yang berbeda yang mungkin lebih penting daripada harga.
Penjual barang belanja heterogen menjual pilihan barang yang luas
untuk memuaskan selera perorangan dan harus mempunyai wiraniaga
yang terlatih dengan baik untuk memberitahu dan memberi nasihat
kepada pelanggan. 3. Barang khusus (specialty goods) Barang khusus
mempunyai karakteristik atau identifikasi merek yang unik dimana
ada cukup banyak pembeli yang bersedia melakukan usaha pembelian
khusus. Contohnya meliputi mobil dan peralatan fotografi. Barang
khusus tidak memerlukan perbandingan; pembeli hanya
menginvestasikan waktu untuk menjangkau penyalur yang menjual
produk-produk yang diinginkan. 4. Barang yang tak dicari (unsought
goods) Adalah barang yang tidak dikenal konsumen atau biasanya
tidak terpikirkan untuk dibeli. Contohnya daerah pemakaman. Barang
yang tidak dicari memerlukan dukungan iklan dan penjualan personal.
Klasifikasi Barang Industri Barang industri dapat diklasifikasikan
berdasarkan biaya relatif mereka dan bagaimana mereka memasuki
proses industri. Barang industri dibedakan menjadi bahan dan suku
cadang, barang modal, serta pasokan dan layanan bisnis. 1. Bahan
dan suku cadang (materials and parts) Adalah barang yang seluruhnya
menjadi bagian dari produk produsen. Bahan dan suku cadang dibagi
menjadi dua kelas, yaitu bahan mentah serta bahan dan suku cadang
manufaktur. Bahan mentah dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu
produk pertanian (gandum, kapas, buah-buahan, dan sayuran) dan
produk alami (ikan, kayu, minyak mentah, bijih besi). Produk
pertanian dipasok oleh banyak produsen,
8. Manajemen Produk Zahir Syah 8 yang menyerahkan produknya ke
perantara pemasaran, dan selanjutnya perantara pemasaran ini
menyediakan jasa pengumpulan, pemeringkatan, penyimpanan,
transportasi, dan penjualan. Sedangkan produk alami biasanya
mempunyai volume yang besar dan nilai unit yang rendah serta harus
dipindahkan dari produsen ke pengguna. Beberapa produsen besar
sering memasarkan produk alami secara langsung ke pengguna
industri. Bahan dan suku cadang manufaktur dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu bahan komponen (besi, benang, semen, kabel) dan
suku cadang komponen (motor kecil, ban). Bahan komponen biasanya
diproses lagi, contohnya benang ditenun menjadi pakaian. Sifat
bahan komponen yang standar biasanya berarti bahwa keandalan
pemasok dan harga merupakan faktor pembelian kunci. Suku cadang
komponen memasuki produk jadi tanpa perubahan bentuk lagi,
contohnya ban dipasang pada mobil. Sebagian besar bahan dan suku
cadang manufaktur dijual secara langsung ke pengguna industri.
Harga dan layanan menjadi pertimbangan pemasaran utama, dan
penetapan merek serta iklan cenderung tidak terlalu penting. 2.
Barang modal (capital items) Adalah barang tahan lama yang
memfasilitasi pengembangan atau pengelolaan produk jadi. Barang
modal mencakup dua kelompok, yaitu instalasi dan peralatan.
Instalasi terdiri dari bangunan dan peralatan berat. Instalasi
biasanya dibeli secara langsung dari produsen, yang tenaga
penjualannya mencakup personal teknis, dan periode negoisasi
panjang sebelum penjualan. Produsen harus bersedia merancang sesuai
spesifikasi dan memasok layanan purnajual. Iklan tidak terlalu
penting dibandingkan penjualan personal. Sedangkan peralatan
meliputi perlengkapan dan peralatan pabrik portabel, serta
perlengkapan kantor. Jenis perlengkapan ini tidak menjadi bagian
dari produk jadi. Mereka mempunyai umur yang lebih pendek
dibandingkan instalasi tetapi umur yang lebih panjang daripada
pasokan operasi. Meskipun beberapa produsen perlengkapan menjual
langsung, mereka lebih sering menggunakan perantara, karena pasar
tersebar secara geografis, pembeli banyak, dan pesanan sedikit.
Kualitas, fitur, harga, dan jasa menjadi pertimbangan utama. Tenaga
penjualan cenderung menjadi lebih penting dibandingkan iklan,
meskipun iklan dapat digunakan secara efektif.
9. Manajemen Produk Zahir Syah 9 3. Layanan bisnis dan pasokan
( supplies and business services) Adalah barang dan jasa jangka
pendek yang memfasilitasi pengembangan atau pengelolaan produk
jadi. Ada dua macam pasokan, yaitu barang pemeliharaan dan
perbaikan (cat, paku, sapu) dan pasokan operasi (pelumas, batubara,
kertas tulis, pensil). Pasokan sama dengan barang sehari-hari,
barang ini biasanya dibeli dengan usaha minimum. Barang-barang ini
biasanya dipasarkan melalui perantara karena nilai unit mereka yang
rendah serta jumlah dan sebaran geografis pelanggan yang besar.
Harga dan jasa menjadi pertimbangan penting, karena pemasok
terstandardisasi dan preferensi merek tidak tinggi. Sedangkan jasa
bisnis meliputi jasa pemeliharaan dan perbaikan (pembersihan
jendela, perbaikan mesin fotokopi) dan jasa penasihat bisnis
(hukum, konsultan manajemen, periklanan). Jasa pemeliharaan dan
perbaikan biasanya dipasok dengan kontrak oleh produsen kecil atau
tersedia dari produsen perlengkapan asli. Jasa nasihat bisnis
biasannya dibeli berdasarkan reputasi dan staf pemasok. d. Sistem
dan Bauran Produk (Product mix) Sistem produk (product system)
adalah sekelompok barang yang berbeda tetapi berhubungan dan
berfungsi dengan cara yang kompatibel. Misalnya, lini produk telpon
pintar dan telpon genggam PalmOne dilengkapi dengan produk yang
dapat dipasang termasuk headset, kamera, keyboard, proyektor
persentasi, buku elektronik, (e-book), pemutar MP3, dan perekan
suara. Bauran Produk disebut juga sebagai variasi produk atau
pilihan produk (product assortment). Bauran Produk adalah suatu set
produk dan unit produk yang ditawarkan penjual kepada pembeli.
Bauran Produk memiliki lebar, panjang, dalam, dan konsistensinya
dalam suatu jajaran lini dari produk perusahaan terkait, artinya
Bauran produk terdiri dari berbagai lini produk. Bauran produk
perusahaan mempunyai lebar, panjang, kedalaman, dan konsistensi
tertentu. Konsep itu di gambarkan dalam tabel dibawah ini : Lebar
bauran produk mengacu pada berapa banyak lini produk berbeda yang
dijual perusahaan pada tabel diatas memperlihatkan lebar bauran
produk yang terdiri dari lima lini. Panjang bauran produk mengacu
pada jumlah total produk dalam bauran. Pada tabel diatas jumlahnya
20. Kita juga dapat menyebutkan panjang rata-rata dari lini.
Kita
10. Manajemen Produk Zahir Syah 10 mendapatkannya dengan
membagi panjang total dengan jumlah lini. Kedalaman bauran produk
mengacu pada banyaknya varian yang ditawarkan masing- masing produk
dalam lini. Bila tide memiliki dua aroma (Mountain Spring dan
Regular), dua formulasi (cair dan bubuk), dan dua aditif (dengan
dan tanpa pemutih), tide mempunyai kedalaman delapan karena ada
delapan varian yang berbeda. Konsistensi dari bauran produk mengacu
seberapa dekat hubungan dari berbagai lini produk pada pengguna
akhir, persyaratan produksi, saluran distribusi, atau dengan cara
lain. Tabel 1. Lebar Bauran Produk dan PanjangLini Produk Untuk
Produk Procter & Gamble (termasuk tanggal peluncuran) Lebar
Bauran Produk Deterjen Pasta gigi Sabun batangan Popok sekali pakai
Produk kertas PANJANG LINI PRODUK Ivory Snow (1930) Gleem (1952)
Ivory (1879) Pampers (1961) Charmin (1928) Dreft (1933) Crest
(1955) Camay (1926) Luvs (1976) Puffs (1960) Tide (1946) Zest
(1952) Bounty (1965) Cheer (1950) Safeguard (1963) Dash (1954) Oil
of Olay (1993) Bold (1965) Gain (1966) Era (1972) Perusahaan
Samsung yang bergerak dalam bidang elektronik : PT. SAMSUNG
INDONESIA Luas bauran : Elektronik dan Teknologi Lebar bauran : PT.
Samsung memproduksi elektronik dalam jajaran lini sbb: 1. Televisi,
Audio dan Video 2. Camera dan Camcorder 3. Home Appliances 4.
Mobile Devices 5. Komputer dan Printer 6. Aksesoris pelengkap
produk Panjang bauran : Panjang dari lini produk / jajaran produk
nomor 1 yaitu Televisi, audio, dan Video. Dimana Panjang Lini
produk ini :
11. Manajemen Produk Zahir Syah 11 1. TV Led, Plasma, LCD 2. TV
SLIMFIT 3. KATEGORI LAIN DARI TV 4. BLUE RAY 5. DVD PLAYER 6. HOME
THEATER Analisis Lini Produk Dalam menawarkan lini produk,
perusahaan biasanya mengembangkan kerangka dasar dan modul yang
dapat ditambahkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang berbeda.
Produsen mobil membuat mobil mereka di sekitar kerangka dasar.
Pembuat rumah memperlihatkan model rumah dimana pembeli dapat
menambahkan fitur tambahan. Pendekatan moduler ini memungkinkan
perusahaan menawarkan keragaman dan menurunkan biaya produksi.
Menejer lini produk harus mengetahui penjualan dan laba setiap item
dalam lini mererka untuk menentukan item mana yang akan dibuat,
dipertahankan, dipanen atau diinvestasikan. Mereka juga harus
memahami profil pasar setiap lini produk. 1. Penjualan dan Laba
Gambar 2. Kontribusi Item Produk Bagi Total Penjualan dan Laba Lini
Produk Pada gambar diatas memperlihatkan laporan penjualan dan laba
untuk lima item lini produk. Item pertama menduduki 50% total
penjualan dan 30% total laba. Dua item pertama menduduki 80% total
penjualan dan 60% total laba. Jika dua item ini tiba-tiba dilukai
oleh pesaing. Penjualan dan profitabilitas lini bisa jatuh.
Item-item ini harus diamati secara cermat dan dilindung. Disisi
lain, item terakhir hanya menghantarkan 5% penjualan dan laba lini
produk. Manajer lini produk dapat 0 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5
PersentaseKonstribusi terhadap PenjualandanLaba Item Produk
Penjualan Laba
12. Manajemen Produk Zahir Syah 12 mempertimbangkan untuk
membuang item ini kecuali item tersebut mempunyai potensi
pertumbuhan yang kuat. Perusahaan dapat mengklasifikasikan
produknya menjadi empat tipe yang menghasilkan berbagai margin
kotor, tergantung pada volume dan promosi penjualan. Untuk
mengilustrasikannya, lihat contoh tentang komputer laptop berikut
ini: Produk inti (core product) Komputer laptop dasar yang
menghasilkan volume penjualan tinggi dan dipromosikan
besar-beasaran tetapi dengan margin rendah karena produk ini
dipandang sebagai komoditas yang tidak terdeferensiasi. Produk
dasar (staples). Item-item dengan volume penjualan rendah dan tanpa
promosi, seperti CPU yang lebih cepat atau memori yang lebih besar.
Item-item ini menghasilkan margin yang lebih tinggi. Produk khusus
(specialties) Item-item dengan volume penjualan rendah tetapi
dipromosikan secara besar-besaran, seperti peralatan pembuat film
digital; atau yang dapat menghasilkan pendapatan jasa, seperti
pengiriman pribadi, instalasi, atau pelatihan di lapangan. Barang
sehari-hari (convience item) Item-item yang dijual dengan volume
tinggi tetapi kurang mendapatkan promosi, seperti tas pembungkus
dan aksesoris, video card atau saound card yang canggih, dan
piranti lunak. Intinya adalah bahwa perusahaan harus menyadari
bahwa item-item ini mempunyai potensi berbeda karena harganya lebih
mahal atau lebih sering diiklankan sebagai cara untuk meningkatkan
penjualan atau margin mereka keduanya. 2. Profil Pasar Gambar 3.
Peta Produk Untuk Produk Lini Kertas Pada gambar di atas perhatikan
perusahaan X dengan lini produk kardus. Dua atribut
13. Manajemen Produk Zahir Syah 13 kertas kardus adalah berat
dan kualitas penyelesaiannya. Kertas biasanya ditawarkan dengan
tingkat berat standar 90, 120, 150 dan 180. Kualitas penyelesaian
ditawarkan pada tingkat rendah, sedang dan tinggi. Pada gambar
diatas memperlihatkan lokasi berbagai item ini produk perusahaan X
dan empat pesaing, A,B,C, dan D. Pesaing A menjual dua item produk
di kelas berat yang sangat tinggi, dengan kualitas penyelesaian
menengah sampai rendah. Pesaing B menjual empat item yang mempunyai
berat dan kualitas penyelesaian bervariasi. Pesaing C menjual tiga
item dimana semakin besar beratnya, semakin baik kualitas
penyelesaian nya. Pesaing D menjual tiga item, semuanya ringan
tetapi mempunyai kualitas penyelesaian yang bervariasi. Perusahaan
X menawarkan tiga item dengan berat dan kualitas yang penyelesaian
yang yang beragam. Peta produk (produk map) memperlihatkan item
pesaing mana yang bersaing dengan barang perusahaan X. Misalnya,
kertas perusahaan X yang ringan dan berkualitas sedang bersaing
dengan kertas pesaing D dan B, tetapi kertasnya yang berat dan
berkualitas sedang tidak mempunyai pesaing langsung. Peta itu juga
mengungkapkan kemungkinan lokasi untuk item baru. Tidak ada
produsen yang menawarkan kertas yang berat dan berkualitas rendah.
Jika X memperkirakan permintaan yang belum terpenuhi yang kuat dan
dapat menghasilkan serta menetapkan harga yang murah untuk kertas
ini, perusahaan X dapat mempertimbangkan untuk menambahkan item ini
pada lininya. Manfaat lain dari pemetaan produk adalah bahwa
pemetaan produk mengidentifikasi segmen pasar. Pada gambar diatas
memperlihatkan kerta, berdasarkan berat dan kualitas, yang disukai
oleh industri percatakan umum, industri tampilan titik pembelian,
dan industri perlengkapan kantor. Peta itu memperlihatkan bahwa
perusahaan X diposisikan dengan baik untuk melayani kebutuhan
industri percetakan umum tetapi kurang efektiv dalam melayani dua
industri lainnya. Analisis lini produk memberikan informasi dua
bidang keputusan kunci panjang lini produk dan penetapan harga
bauran produk. e. Diferensiasi dan Desain Produk Agar dapat
dijadikan merek, produk harus didiferensiasikan. Produk fisik
mempunyai potensi diferensiasi yang beragam. Pada salah satu titik
ekstrem, kita menemukan produk yang memungkinkan sedikit variasi,
tetapi bahkan beberapa diferensiasi dapat dilakukan sehingga
mengukirkan identitas yang berbeda. Pada titik ekstrem lainnya, ada
produk dengan diferensiasi tinggi. Disini penjual menghadapi
14. Manajemen Produk Zahir Syah 14 sejumlah kemungkinan
diferensiasi, termasuk bentuk, fitur, penyesuaian, kualitas
kinerja, kualitas kesesuaian, ketahanan, keandalan, kemudahan
perbaikan, dan gaya. Diferensiasi produk 1. Bentuk (form) Banyak
produk yang dapat didiferensiasikan berdasarkan bentuk (form)
ukuran, bentuk, atau struktur fisik produk. Contohnya beberapa
perusahaan menjual produk minuman ringan dengan bentuk dan ukuran
yang beragam. 2. Fitur (feature) Sebagian besar produk dapat
ditawarkan dengan memvariasikan fitur (feature) yang melengkapi
fungsi dasar mereka. Perusahaan dapat mengidentifikasi dan memilih
fitur baru yang tepat dengan mensurvei pembeli terbaru dan kemudian
menghitung perbandingan nilai pelanggan dengan biaya pelanggan
untuk setiap fitur potensial. Perusahaan juga harus
mempertimbangkan berapa banyak orang yang menginginkan setiap
fitur, berapa lama waktu yang diperlukan untuk memperkenalkannya,
dan apakah pesaing dapat dengan mudah menirunya. Perusahaan juga
harus cermat dalam memprioritaskan fitur-fitur yang tercakup dan
menemukan cara yang jelas untuk memberikan informasi tentang
bagaimana konsumen dapat menggunakan dan memanfaatkan fitur
tersebut. Perusahaan juga harus berfikir berdasarkan kumpulan atau
kemasan fitur. Perusahaan mobil sering membuat variasi dari suatu
model yang sama, hal ini menurunkan biaya manufaktur dan
persediaan. Setiap perusahaan harus memutuskan apakah mereka akan
menawarkan penyesuaian fitur pada biaya yang lebih tinggi atau
beberapa kemasan standar pada biaya yang lebih rendah. 3.
Penyesuaian (customization) Pemasar dapat mendiferensiasikan produk
dengan menyesuaikan produk tersebut dengan keinginan perorangan.
Ketika perusahaan semakin pandai mengumpulkan informasi tentang
pelanggan perorangan dan mitra bisnis (pemasok, distributor,
pengecer), dan ketika pabrik mereka dirancang lebih fleksibel,
mereka telah meningkatkan kemampuan mereka untuk
mengindividualisasikan penawaran pasar, pesan, dan media.
Penyesuaian massal adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kebutuhan setiap pelanggan untuk menyiapkan produk, jasa, program,
dan komunikasi berbasis massal yang dirancang secara
individual.
15. Manajemen Produk Zahir Syah 15 4. Kualitas Kinerja
(performance quality) Sebagian besar produk ditetapkan pada satu
dari empat tingkat kinerja: rendah, rata-rata, tinggi, atau unggul.
Kualitas kinerja adalah tingkat dimana karakteristik utama
beroperasi. Kualitas menjadi dimensi yang semakin penting untuk
diferensiasi ketika perusahaan menerapkan sebuah model nilai dan
memberikan kualitas yang lebih tinggi dengan uang yang lebuh
rendah. Meskipun demikian, perusahaan tidak selalu harus merancang
tingkat kinerja yang setinggi mungkin. Produsen harus merancang
tingkat kinerja yang tepat bagi pasar sasaran dan tingkat kinerja
pesaing. Perusahaan harus mengelola kualitas kinerja sepanjang
waktu. Dengan terus memperbaiki produk, perusahaan dapat
menghasilkan tingkat pengembalian dan pangsa pasar yang tinggi. 5.
Kualitas Kesesuaian (conformance quality) Pembeli mengharapkan
produk mempunyai kualitas kesesuaian yang tinggi, yaitu tingkat
dimana semua unit yang diproduksi identik dan memenuhi spesifikasi
yang dijanjikan. Masalah pada kualitas kesesuaian rendah adalah
bahwa produk itu akan mengecewakan beberapa pembeli. 6. Ketahanan
(durability) Ketahanan yaitu ukuran umur operasi harapan produk
dalam kondisi biasa atau penuh tekanan, merupakan atribut berharga
untuk produk-produk tertentu. Contohnya produk jam tangan dan
laptop. Pembeli biasanya akan membayar lebih untuk produk yang
mempunyai reputasi mengagumkan karena tahan lama. Meskipun
demikian, peraturan ini mempunyai beberapa kualifikasi. Harga
ekstra tidak boleh berlebihan. Selanjutnya, produk tidak boleh
terpapar ketertinggalan teknologi yang cepat. 7. Keandalan
(reliability) Pembeli biasanya akan membayar lebih untuk produk
yang lebih dapat diandalkan. Keandalan adalah ukuran probabilitas
bahwa produk tidak akan mengalami malfungsi atau gagal dalam
periode waktu tertentu. 8. Kemudahan Perbaikan (repairability)
Adalah ukuran kemudahan perbaikan produk ketika produk itu tidak
berfungsi atau gagal. Kemudahan perbaikan yang ideal terjadi jika
pengguna dapat memperbaiki sendiri produk tersebut dengan sedikit
biaya dan waktu. Beberapa produk meliputi fitur diagnostik yang
memungkinkan orang bagian pelayanan
16. Manajemen Produk Zahir Syah 16 memperbaiki masalah lewat
telepon atau memberi nasihat kepada pengguna tentang cara
memperbaikinya. Banyak perusahaan piranti keras dan piranti lunak
komputer menawarkan dukungan teknis lewat telepon, faks, email,
atau percakapan online langsung. 9. Gaya (style) Gaya menggambarkan
penampilan dan rasa produk kepada pembeli. Estetika memainkan peran
kunci dalam merek. Contohnya masing-masing konsumen membeli
handphone yang memang mereka inginkan dan tentunya sesuai selera.
Gaya adalah kelebihan dalam menciptakan perbedaan yang sulit
ditiru. Pada sisi negatifnya, gaya yang kuat tidak selalu berarti
kinerja tinggi. Desain Ketika parsaingan semakin kuat, desain
menawarkan satu cara potensial untuk mendiferensiasikan serta
memposisikan produk dan jasa perusahaan. Dalam pasar yang semakin
cepat ini, harga dan teknologi tidaklah cukup. Desain merupakan
faktor yang sering memberi keunggulan kompetitif kepada perusahaan.
Desain adalah totalitas fitur yang mempengaruhi tampilan, rasa, dan
fungsi produk berdasarkan kebutuhan pelanggan. Bagi perusahaan,
produk yang dirancang dengan baik adalah produk yang mudah dibuat
dan didistribusikan. Bagi pelanggan, produk yang dirancang dengan
baik adalah produk yang penampilannya menyenangkan, mudah dibuka,
dipasang, digunakan, dan diperbaiki. f. Siklus Hidup Produk Sebuah
produk memiliki siklus hidup, berarti menegaskan 4 hal, yaitu : 1.
Produk memiliki umur yang terbatas. 2. Penjualan produk melalui
tahap yang berbeda, masing-masing memberikan tantangan, peluang dan
masalah yang berbeda bagi penjual. 3. Laba naik dan turun pada
berbagai tahap yang berbeda selama siklus hidup produk. 4. Produk
memerlukan strategi pemasaran, keuangan, manufaktur, pembelian dan
sumber daya manusia yang berbeda dalam tiap tahap siklus hidupnya.
Siklus hidup produk terbagi menjadi empat tahap : 1.
Perkenalan.
17. Manajemen Produk Zahir Syah 17 Periode pertumbuhan
penjualan yang lambat saat produk itu diperkenalkan ke pasar. Pada
tahap itu tidak ada laba karena besarnya biaya untuk memperkenalkan
produk. 2. Pertumbuhan. Periode penerimaan pasar yang cepat dan
peningkatan laba yang besar. 3. Kedewasaan Periode penurunan
pertumbuhan penjualan karena produk itu telah diterima oleh
sebagian besar pembeli potensial. Laba stabil atau menurun karena
persaingan yang meningkat. 4. Penurunan. Periode saat penjualan
menunjukkan arah menurun dan laba yang menipis. g. Hirarki Produk
Hirarki Produk membentang dari kebutuhan dasar sampai barang
tertentu yang memuaskan kebutuhan tersebut. Kita dapat
mengidentifikasi enam tingkat hirarki produk dengan menggunakan
asuransi jiwa sebagai contoh: 1. Keluarga Kebutuhan (need family)
Kebutuhan inti yang mendasari keberadaan keluarga produk. Contoh:
Keamanan. 2. Keluarga Produk (Product Family) Semua kelas produk
yang dapat memuaskan kebutuhan inti dengan efektivitas yang masuk
akal. Contoh: tabungan dan penghasilan. 3. Kelas Produk (Product
Class) Kelompok produk di dalam keluarga produk yang dikenal
memiliki fungsional tertentu yang koheren. Dikenal juga sebagai
kategori produk. Contoh: instrumen keuangan. 4. Lini Produk (Produk
line) Kelompok produk di dalam kelas produk yang berhubungan erat
karena mempunyai fungsi yang serupa, dijual kepada kelompok
pelanggan yang sama, dipasarkan melalui gerai atau saluran yang
sama, atau masuk dalam kisaran harga tertentu. Lini produk dapat
terdiri dari berbagai merek, atau satu merek keluarga, atau merek
individu yang sudah di perluas lininya. Contoh: asuransi jiwa. 5.
Jenis Produk (produk type) Sekelompok barang di dalam lini produk
yang berbagi satu dari beberapa kemungkinan bentuk produk. Contoh:
asuransi jiwa berjangka.
18. Manajemen Produk Zahir Syah 18 6. Barang (item) disebut
juga unit penyimpanan stock (stockkeeping unit) atau varian produk
(product varian) Unit yang berbeda di dalam lini produk atau merek
yang dibedakan berdasarkan ukuran, harga, tampilan, atau beberapa
atribut lain. Misalnya: asuransi jiwa berjangka Prudential yang
dapat diperbaharui. h. Penetapan Harga Bauran Produk Kita harus
perhatikan sekilas beberapa masalah penetapan harga bauran produk
dasar berikut ini. Pemasar harus memodifikasi logika penetapan
harga mereka ketika produk itu merupaman bagian dari bauran produk.
Dalam penetapan harga bauran produk (product-mix pricing),
perusahaan mencari sekumpulan harga yang memaksimalkan laba
keseluruhan bauran. Penetapan harga itu sulit karena berbagai
produk mempunyai permintaan dan biaya yang saling terkait dan
terpapar pada berbagai tingkat persaingan. Kita dapat membedakan
enam situasi yang membutuhkan penetapan harga produk terkait,
penetapan harga dua bagian, penetapan harga produk sampingan,
penetapan harga paket produk. Penetapan Harga Lini Produk
Perusahaan biasanya mengembangkan lini produk alih-alih
mengembangkan produk tunggal serta memperkenalkan jenjang harga.
Dalam banyak lini perdagangan, penjual menggunakan titik harga yang
telah ditentukan untuk produk dalam lini mereka. toko pakaian pria
dapat menjual jas pria dengan tiga tingkat harga : $200, $400, dan
$600. Pelanggan akan mengasosiasikan busana bermutu rendah,
rata-rata dan tinggi dengan titik harga itu. Tugas penjual adalah
menentukan perbedaan kualitas anggapan yang mengesahkan perbedaan
harga. Penetapan Harga Fitur Opsional Banyak perusahaan menawarkan
produk opsional, fitur, dan layanan beserta produk utama mereka.
pembeli mobil dapat memesan kendali power window, spion yang dapat
diatur dari dalam, sunroof, dan perlindungan anti maling. Penetapan
harga adalah masalah yang sulit, karena perusahaan harus memutuskan
item mana yang akan dimasukkan dalam harga standar dan mana yang
ditawarkan sebagai pilihan. Selama bertahun-tahun, perusahaan
otomotif AS mengiklankan model ekonomis untuk menarik orang keruang
pamernya, tetapi begitu banyak fitur mobil yang belum dimasukkan
sehingga sebagian besar pembeli yang meninggalkan ruang pamer
menghabiskan ribuan
19. Manajemen Produk Zahir Syah 19 dolar lebih banyak.
Penetapan Harga Produk Terikat Beberapa produk harus menggunakan
produk tambahan, atau produk terikat (captive product). Produsen
alat cukur, telepon digital, dan kamera sering memberi harga rendah
pada produk tersebutdan menetapkan harga tinggi untuk bilah cukur
dan film. AT&T bisa memberi telepon seluler gratis jika
seseorang bersedia membeli layanan telepon selama dua tahun.
Meskipun demikian, ada bahaya dalam menetapkan harga produk terikat
yang terlalu tinggi di purnapasar, jika suku cadang dan pelayanan
terlalu mahal, pemalsuan dan subtituusi dapat mengganggu penjualan.
Sekarang konsumen dapat membeli isi ulang cartridge untuk printer
mereka dari pemasok diskon dan menghemat 20% sampai 30%
dibandingkan mereka harus membeli langsung dari produsen. Penetapan
Harga Dua Bagian Perusahaan jasa terlibat dalam penetapan harga dua
bagian (two-part pricing), yang terdiri dari biaya tetap ditambah
biaya penggunaan variabel. Pengguna telpon membayar biaya bulanan
minimum ditambah biaya tambahan untuk panggilan kedaerah tertentu.
Taman hiburan mengenakan biaya masuk ditambah biaya untuk wahana
dengan nili minimum tertentu. Perusahaan jasa menghadapi masalah
yang sama dengan penetapan harga produk terikat yaitu, seberapa
besar biaya yang dikenakan untuk jasa dasar dan seberapa besar
biaya untuk penggunaan variabelnya. Biaya tetap harus cukup rendah
untuk menghasilkan pembelian jasa; lalu laba dihasilkan dari fee
penggunaan. Penetapan Harga Produk Sampingan Produksi barang
tertentu daging, produk minyak zaitun, dan zar kimia lain sering
menghasilkan sampingan mempunyai nilai bagi sekelompok pelanggan,
produk sampingan tersebut harus ditetapkan harganya berdasarkan
nilainya. Semua laba yang dihasilkan dari produk sampingan akan
mempermudah perusahaan mengenakan harga yang lebih rendah utnuk
produk utamanya jika persaingan memaksa perusahaan melakukannya.
Penetapan Harga Paket Produk Penjual sering memaketkan produk dan
fitur. Pemaketan murni (pure bundling) terjadi ketika perusahaan
menwarkan produk hanya sebagai paket. Perusahaan lama Michael
Ovitz, Artists Managenet Group, hanya akan menyetujui kontrak
seorang aktor jika perusahaan filem juga menerima bakat lain yang
di wakili Ovits (sutradara, penulis,
20. Manajemen Produk Zahir Syah 20 skenario). Ini adalah bentuk
penjualan terikat. Pemaketan campuran (mixed bundling), penjual
menawarkan barang baik secara individu atau dalam satu paket.
Ketika menawarkan paket campuran, penjual biasanya mengenakan harga
yang lebih murah untuk paket dibandingkan jika barang dibeli secara
terpisah. Studi memperlihatkan bahwa ketika kegiatan promosi item
individual dalam paket meningkat, pembeli menganggap ada
penghematan yang lebih sedikit untuk paket dan tidak terlalu mau
membayarnya. Riset ini menyarankan panduan berikut untuk
mengimplementasikan strategi pemaketan dengan benar. Jangan
mempromosikan produk individual dalam satu paket dengan frekuensi
sesering dan semurah paket. Harga paket harus jauh lebih rendah
daripada jumlah seluruh produk individual atau konsumen tidak akan
memperhatikan daya tariknya. Batasi promosi menjadi satu item saja
dalam bauran jika anda masih ingin mempromosikan produk individual.
Opsi lain: mengubah promosi, satu per satu, untuk menghindari
pelaksanaan promosi yang bertentangan. Jika anda memutuskan untuk
menawarkan rabat yang besar pada produk individual, buatlah produk
tersebut menjadi pengecualian absolut dan lakukan dengan berbeda.
Jika tidak, konsumen menggunakan harga produk individual sebagi
referensi eksternal bagi paket yang kemudian kehilangan nilainya.
i. Pengemasan, Pelabelan, Jaminan dan Garansi Sebagian besar produk
fisik harus dikemas dan diberi label. Banyak pemasar menyebut
pengemasan (packaging) sebagai P kelima, beserta harga (Price),
Produk (Product), tempat (Place), dan Promosi (Promotion). Meskipun
demikian, sebagian besar pemasar memperlakukan pengemasan dan
pelebalan sebagai elemen strategi produk. Jaminan dan garansi juga
dapat menjadi bagian penting strategi produk, yang sering tampil
pada kemasan. Pengemasan Kita mendefenisikan pengemasan (Pakaging)
sebagai semua kegiatan merancang dan memproduksi wadah untuk sebuah
produk. Kemasan dapat mencakup sampai tiga tingkat bahan. Cologne
Cool Water bisa dikemas dalam botol (Kemasan primer) yang
diletakkan dalam kotak kardus (kemasan sekunder) di dalam kotak
kardus bergelombang (kemasan pengiriman) yang berisi enam lusin
kotak.
21. Manajemen Produk Zahir Syah 21 Kemasan yang dirancang
dengan baik dapat membangun ekuitas merek dan mendorong penjualan.
Kemasan adalah bagian pertama produk yang dihadapi pembeli dan
mampu menarik atau menyingkirkan pembeli. Kemasan juga mempengaruhi
pengalaman produk konsumen di kemudian hari. Beberpa faktor
mempunyai kontribusi terhadap semakin banyaknya penggunaan kemasan
sebagai alat pemasaran: Swalayan Semakin banyak jumlah produk yang
dijual berdasarkan prinsip swalayan. Di rata-rata pasar swalayan,
yang menyimpan 15000 barang, pembelanja biasanya melewati sekitar
300 barang per menit. Mengingat 50% sampai 70% dari semua pembelian
dilakukan di toko, kemasan yang efektif harus melaksanakan banyak
tugas penjualan: menarik perhatian, menggambarkan fitur produk,
menciptakan keyakinan konsumen, dan membuat kesan keseluruhan yang
menyenangkan. Kekayaan konsumen Peningkatan kekayaan konsumen
berarti konsumen bersedia membayar sedikit lebih besar untuk
kenyamanan, penampilan, keandalan, dan gengsi kemasan yang lebih
baik. Perusahaan dan citra merek Kemasan mempunyai andil terhadap
pengakuan segera atas perusahaan atau merek. Di toko, kemasan merek
dapat menciptakan efek papan iklan yang mudah dilihat, seperti
Garnier Fructis dan kemasan hijau terang mereka di lorong perawatan
rambut. Peluang inovasi Kemasan inovatif dapat membawa manfaat
besar bagi keonsumen dan laba bagi produsen. Perusahaan memasukkan
bahan dan fitur unik seperti lubang dan bukaan yang dapat disegel
kembali. Dari prespektif perusahaan dan konsumen, kemasan harus
mencapai sebuah tujuan: 1. Mengidentifikasi merek 2.
Mengekspresikan informasi deskriptif dan persuasif 3. Memfasilitasi
transportasi dan perlindungan produk 4. Membantu penyimpanan di
rumah 5. Membantu konsumsi produk Untuk mencapai tujuan pemasaran
merek dan memuaskan keinginan konsumen, pemasar harus memilih
komponen estetika dan fungsional kemasan dengan tepat.
Pertimbangan
22. Manajemen Produk Zahir Syah 22 estetika berhubungan dengan
ukuran kemasan serta bentuk, bahan, warna, teks, dan grafis. Warna
biru memberikan kesan sejuk dan tenang, merah dan lemah,
warna-warna pastel memberikan kesan feminim, dan warna gelap
maskulin. Secara fungsional, desain struktural adalah hal penting.
Pelabelan Label bisa berupa gantungan yang ditempelkan pada produk
atau gambar yang dirancang secar rumit dan menjadi bagian kemasan.
Label bisa membawa nama merek saja, atau sejumlah besar informasi.
Bahkan jika penjual memilih label sederhana, hukum mungkin
mensyaratkan lebih banyak. Label melaksanakan beberapa fungsi.
Pertama lebel mengidentifikasi produk atau merek, label juga
memeringkat produk; siapa yang membuatnya, dimana produk itu
dibuat, kapan produk itu dibuat, apa isinya, bagaimana cara
penggunaannya, dan bagaimana cara penggunaanya dengan aman.
Terakhir label dapat mempromosikan produk melalui grafis yang
menarik. Teknologi baru memungkinkan label dibungkus susutkan 360
derajat untuk membungkus wadah dengan grafis yang terang dan
mengakomodasi informasi produk yang lebih banyak pada kemasan,
mengganti label kertas yang diletakkan pada botol. Jaminan dan
Garansi Semua penjual bertanggung jawab secara hukum untuk memenuhi
harapan normal atau rasional pembeli. Jaminan (warranties) adalah
pernyataan resmi kinerja produk yang diharapkan oleh produsen.
Produk dengan jaminan dapat dikembalikan kepada produsen atau
dibawa ke pusat perbaikan untuk diperbaiki, diganti, atau
dikembalikan uangnya. Baik tertulis maupun tersirat, jaminan tunduk
pada hukum. Garansi mengurangi resiko anggapan pembeli. Garansi
menunjukkan bahwa produk itu bermutu tinggi dan bahwa perusahaan
serta kinerja layanannya dapat diandalkan. Garansi bisa sangat
membantu ketika perusahaan atau produk tidak begitu terkenal atau
ketika kualitas produk tidak lebih unggul dari pesaing. 3.
Manajemen Produk A. Portofolio BCG (Boston Consulting Group)
Merupakan perencanaan potofolio model yang dikembangkan oleh Bruce
Henderson dari Boston Consulting Group pada tahun 1970 awal. Hal
ini didasarkan pada pengamatan bahwa unit bisnis perusahaan dapat
digolongkan pada empat kategori
23. Manajemen Produk Zahir Syah 23 berdasarkan kombinasi pada
pertumbuhan pasar dan pangsa pasar relatif terhadap pesaing
tebesar, dengan nama pertumbuhan berbagi dalam bentuk matrik.
Matrik ini memungkinkan perusahaan untuk produk maupun multi divisi
untuk mengelola portofolio bisnis dengan mempertimbangkan posisi
pangsa pasar relative dan tingkat pertumbuhan industri dari
masing-masing divisi atau produk relative terhadap divisi/ produk
lain dalam organisasi. Dua indikator utama yang digambarkan oleh
matrik BCG, yaitu Market Share dan Market Growth. Metode
perencanaan portofolio yang paling baik adalah yang dikembangkan
oleh Boston Consulting Group, sebuah perusahaan konsultasi
manajemen terbuka dan General Electric. ( Kotler dan
Armstrong:2001:57) Matrik BCG memiliki beberapa unsur yaitu :
Tingkat pertumbuhan pasar. Menunjukan tingkat pertumbuhan pasar
dimana bisnis beroperasi. Rentangannya mulai dari 0% sampai dengan
20%. Walaupun rentang yang lebih lebar dapat pula ditunjukkan.
Pertumbuhan pasar diatas 10% termasuk tinggi. Pangsa Pasar Relatif
Pangsa Pasar Relatif (Relatif Market Share) adalah rasio pangsa
pasar suatu bisnis terhadap pangsa pasar yang dipegang oleh
perusahaan pesaing signifikan yang dapat dibandingkan dalam
industri. Hal ini menunjukkan kekuatan perusahaan dalam pasar itu.
Pangsa pasar relatif 0,1 artinya volume penjualan perusahaan hanta
10% dari volume penjualan pimpinan pasar dan 10 artinya unit
tersebut memimpin pasar dengan 10 kali penjualan saingan
terdekatnya. Pangsa pasar relatif dibagi dengan pangsa pasar tinggi
dan pangsa pasar rendah, dibatasi tingkat 1,0. Market Share Untuk
mengetahui market share diperlukan perbandingan antara penjualan
perusahaan dengan penjualan industrinya. Ada empat tahap lokasi
bisnis yang lokasi masing-masing bisnis tersebut menunjukkan
tingkat pertumbuhan pasar dan pangsa pasar relatif. Dalam matrik
BCG terdapat empat posisi bisnis yang masing- masing adalah: Tanda
Tanya (question mark) Menunjukkan suatu bisnis yang beroperasi pada
pasar yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi tetapi pangsa pasar
relatif rendah. Bintang (star) Bintang adalah pimpinan pasar dalam
pasar yang tumbuh cepat. Menggambarkan bisnis yang berada pada
tingkat pertumbuhan pasar yant tinggi dan pangsa pasar relatif
besar. Sapi (cash cow). Apabila pertumbuhan pasar setahun kurang
dari 10%, posisi bintang akan menjadi sapi perahan apabila masih
memiliki pangsa pasar relatif yang besar. Posisi sapi perahan
menunjukkkan bisnis yang tingkat pertumbuhannya relatif rendah,
tetapi menguasai pangsa pasar yang relatif tinggi. Anjing (dog)
Menandakan posisi bisnis yang tingkat
24. Manajemen Produk Zahir Syah 24 pertumbuhan pasarnya rendah
dan pangsa pasarnya kecil. B. Pengembangan Produk Baru. 1.
Pencarian Gagasan. Sumber utama gagasan-gagasan produk baru adalah
dari pasar atau teknologi yang telah ada. Dapat juga berasal dari
observasi terhadap produk-produk sekarang, pendapat para penyalur,
para ahli, pesaing, orang-orang penjualan, dan manajemen puncak.
Identifikasi kebutuhan pasar ini dapat mengarah pada pengembangan
teknologi dan produk baru untuk memenuhinya. 2. Seleksi Produk.
Tidak semua gagasan harus dikembangkan menjadi produk baru. Ada
tiga kriteria : a. Potensi pasar b. Kelayakan finansial c.
Kesesuaian operasi 3. Desain produk pendahuluan. Untuk pengembangan
beberapa alternatif desain yang memenuhi ciri-ciri konseptual
produk terpilih. 4. Pengujian. Pengujian terhadap prototipe yang
ditujukan pada pengujian pemasaran (uji pasar) dan kemampuan
teknikal produk, untuk mendapatkan data tentang pendapat konsumen
terhadap suatu produk baru. 5. Desain akhir. Spesifikasi produk dan
komponennya, serta gambar perakitan disusun, yang memberikan basis
bagi proses produksinya. Sebagai hasil pengujian prototipe,
perubahan-perubahan tertentu mungkin perlu dimasukkan dalam desain
akhir, dan produk hendaknya diuji kembali untuk menjamin nilai
produk. Kategori Produk-produk Baru Istilah tentang produk baru
sering kali membingungkan, karena di dalamnya terkandung berbagai
macam makna yang sangat luas. Sebuah produk dikatakan baru bagi
dunia, bagi pasar, bagi produsen atau penjual atau bebearapa
kombinasi dari kategori di atas. Ada enam kategori produk baru,
yaitu : 1. Baru bagi dunia produk.
25. Manajemen Produk Zahir Syah 25 Produk ini akan menciptakan
suatu pasar yang baru secara keseluruhan Contoh : Telepon,
televisi, komputer dan mesin faksimili. 2. Lini produk baru.
Produk-produk ini belum pernah ditawarkan oleh perusahaan
sebelumnya, disediakan untuk memasuki pasar yang sudah terbentuk.
3. Tambahan dari lini produk yang telah ada. Kategori ini meliputi
produk baru yang merupakan tambahan dari line produk yang sudah ada
sebelumnya. 4. Peningkatan atau perbaikan produk yang telah ada.
Produk baru dan yang dapat berubah secara signifikan. 5.
Memposisikan kembali produk-produk. 6. Produk dengan harga yang
lebih murah. Kategori produk ini mengacu pada produk-produk yang
memiliki kinerja serupa dengan merek yang bersaing dengan harga
yang lebih rendah.
26. Manajemen Produk Zahir Syah 26 BAB III STUDI KASUS / JURNAL
DAN ANALISISNYA 1. Jurnal I Kajian Tingkat Penerapan Manajemen Mutu
Terhadap Kinerja UMKM Sektor Agro Industri Pangan Olahan Nata de
Coco di Kota Bogor Gelombang globalisasi belakangan ini sangat
berdampak pada persaingan bisnis, baik di pasar domestik (nasional)
maupun di pasar internasional/global. Peraturan perdagangan
Internasional yang dikembangkan oleh Wolrd Trade Organization (WTO)
memuat beberapa peraturan perdagangan yang rumit dan ketat. Salah
satunya terfokus pada persyaratan standar mutu internasional yang
mencakup semua sektor rantai produksi agro-industri. Sebagai bahan
pangan, produk Agro-industri di haruskan mempunyai persyaratan
standar yang cukup ketat. Persyaratan standar tersebut bukan hanya
terhadap mutu produknya, sehingga ada beberapa hal yang menjadi
perhatian, yaitu (1) mutu produk, (2) keamanan pangan dan (3)
ketelusuran (traceability). Untuk itu peningkatan terhadap
penerapan standardisasi produk Agro- industri pangan olahan sangat
penting sebagai faktor penguat daya saing produk daerah dan melihat
bagaimana tingkat penerapan manajemen mutu ke dalam operasional
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Pada dasarnya manajemen mutu
sangat diperlukan oleh suatu perusahaan untuk menjamin agar produk
dan jasa yang dihasilkannya selalu memuaskan pelanggan secara
konsisten dari waktu ke waktu. Banyak negara telah mengesahkan
kerangka universal untuk jaminan mutu yang disebut ISO 9000,
serangkaian standar internasional untuk sistem manajemen mutu yang
ditentukan oleh International Organization for Standardization
(ISO) pada tahun 1987 dan direvisi pada akhir tahun 2000 pada akhir
tahun 1999, lebih dari 340.000 organisasi di 150 negara, termasuk
Kajian Tingkat Penerapan Manajemen Mutu PANDJAITAN ET AL Manajemen
IKM 118 Amerika Serikat (AS), dinyatakan secara resmi untuk
menunjukkan komitmennya terhadap mutu. Eropa terus memimpin dalam
jumlah total sertifikasi ISO 9000, tetapi jumlah sertifikasi baru
terbanyak dalam tahun-tahun terakhir ini dipegang oleh AS. ISO 9000
telah menjadi standar yang diakui untuk mengevaluasi dan
membandingkan perusahaan-perusahaan secara global. Lebih banyak
perusahaan AS yang merasakan tekanan untuk berpartisipasi agar
tetap kompetitif dalam pasar internasional. Selain itu, banyak
negara dan perusahaan membutuhkan sertifikasi ISO 9000
27. Manajemen Produk Zahir Syah 27 sebelum menjalankan bisnis
dengan suatu organisasi (Daft, 2006). Menururt Taufik (2008), UMKM
dituntut untuk menghasilkan produk yang memiliki daya saing yang
tinggi antara lain dengan kriteria: (1) produk tersedia secara
teratur dan sinambung, (2) produk harus memiliki mutu yang baik dan
seragam, (3) produk dapat disediakan secara masal. Bagi UMKM yang
berusaha dalam bidang agrobisnis untuk memenuhi persyaratan ini
tidaklah mudah, karena masih besarnya faktor alam dan terbatasnya
teknologi produksi, processing dan sumber daya manusia (SDM).
Tujuan dari kajian ini mengkaji sejauhmana tingkat penerapan
manajemen mutu pada UMKM sektor Agro-industri pangan olahan.
METODOLOGI Lokasi penelitian terhadap industri Nata de Coco
dilaksanakan di wilayah Kota Bogor, merupakan salah satu daerah
agro-industri yang cukup potensial. Kajian ini termasuk jenis
penelitian explanatory dengan pendekatan kuan-titatif, karena
berusaha menjelaskan hubungan antara peubah melalui pengujian
hipotesis (Singarimbun dan Effendi, 1995). Data yang digunakan
secara umum berupa angka-angka yang dihitung melalui uji statistik.
Populasi penelitian tersebar dalam beberapa Kecamatan di Kota Bogor
mempunyai unsur yang heterogen, tersebar dalam beberapa Kecamatan
atau sub populasi, dimana setiap Kecamatan mempunyai UMKM
agro-industri berbeda. Digunakan teknik sampling cluster (Basuki,
2005) untuk menentukan jumlah contoh. Teknik tersebut berupa teknik
pengambilan contoh cluster secara acak berimbang dengan ukuran
contoh ditentukan menurut fraction yang telah ditentukan, dengan
formula sebagai berikut: ni = fi Ni dimana : Ni = banyaknya
populasi dari tahapan ke-i ni = ukuran contoh dari tahapan ke-i fi
= fraksi dari tahapan ke-i Data primer dalam penelitian ini
diperoleh dan dikumpulkan langsung dari lokasi penelitian dengan
kuesioner yang diberikan kepada para responden. Data sekunder
diperoleh dari dokumentasi resmi UMKM Agro-industri pangan olahan,
antara lain profil UMKM, terutama dikaitkan dengan penerapan sistem
manajemen mutu (SMM) dan kinerja perusahaan. Teknik pengumpulan
data melalui (1) Studi pustaka untuk mendapatkan kajian dasar
teoritik yang relevan dengan masalah yang diteliti; (2) Kuesioner
untuk mengetahui persepsi responden terhadap beberapa peubah yang
dipertimbangkan dalam penerapan SMM; (3) Wawancara berupa tanya
jawab secara langsung dengan nara sumber, agar mendapatkan
informasi yang tidak terakomodasi dari kuesioner; serta (4)
Observasi dari dokumen yang ada di masing-masing UMKM yang
berkaitan topik kajian. Teknik pengujian validitas instrumen
meng-gunakan teknik korelasi product moment dari Pearson dengan
tingkat nyata 5% untuk mengetahui keeratan pengaruh antara peubah
bebas dengan peubah terikat dengan cara mengkorelasikan antara skor
item pernyataan terhadap skor total. Apabila nilai total Pearson
correlation > 0,3, atau peluang
28. Manajemen Produk Zahir Syah 28 kurang dari 0,05, maka item
tersebut valid (Arikunto, 2006). Teknik pengujian reliabilitas
menggunakan koefisien alpha cronbach dengan taraf nyata 5%, Jika
koefisien korelasi lebih besar dari nilai kritis atau jika nilai
alpha cronbach lebih besar daripada 0,6 maka item tersebut
dinyatakan reliabel dan sebaliknya bila kurang dari 0,6 menunjukkan
reliabilitas yang buruk. Pengolahan dan analisis data dalam kajian
ini dibagi atas analisis Regresi Linear Berganda dan Analisis
logistik diskriminan. Model analisis regresi linear berganda
adalah: Y = 0 + 1 X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6 + Keterangan : Y
= Kinerja Perusahaan 0 = Konstanta (intersep) 1.. 6= Koefisien
regresi X1 = Operator X2 = Foreman X3 = Inspection Quality Control
(IQC) X4 = Statistik Quality Control (SQC) X5 = Quality Assurance
(QA) X6 = Total Quality Manajemen (TQM) = Galat Analisis logistik
diskriminan digunakan untuk mengkaji hubungan tingkat penerapan
mana-jemen mutu pada UMKM terhadap kinerja UMKM Pengujian hipotesis
pertama atau analisis secara simultan digunakan alat uji koefisien
korelasi berganda (R) dan koefisien determinasi berganda (R2).
Koefisien tersebut digunakan untuk mengetahui keeratan pengaruh
peubah bebas (X) terhadap peubah terikat (Y) secara simultan,
dengan melihat apakah nilai koefisien yang diperoleh berbeda secara
nyata atau tidak dengan menggunakan uji F, yaitu membanding-kan F
hitung dengan F tabel pada tingkat kepercayaan 119 Fhitung = l) - k
- )/(n R - (1k / R22 Keterangan: R2 = koefisien determinasi k =
jumlah peubah bebas n = jumlah contoh F = uji hipotesis Kriteria
penilaiannya adalah: - F hitung > F tabel, maka hipotesis nol
(Ho) ditolak - F hitung < F tabel, maka hipotesis nol (Ho) tidak
ditolak Uji hipotesis kedua dan ketiga atau analisis secara parsial
dan hiptesis ketiga atau analisis pengaruh dominan, dengan
koefisien korelasi parsial (r) atau koefisien regresi berganda ().
Koefisien tersebut merupakan alat uji untuk mengetahui dan mengukur
peubah-peubah yang mempunyai keeratan pengaruh terhadap peubah
terikat (Y) secara parsial. Pengujian ini menggunakan uji t untuk
melihat apakah nilai-nilai koefisien yang diperoleh berbeda secara
nyata atau tidak antara t hitung dan t tabel pada tingkat
kepercayaan 5% (=0,05). Rumus t hitung sebagai berikut: t (i) =
(bi) SE Keterangan: i = koefisien regresi SE (i) = standar error
koefisien regresi Kriteria penilaiannya adalah: a. Menetapkan
peubah yang bermakna dengan membandingkan t hitung dengan t tabel,
apabila t hitung > t tabel, maka nyata. b. Dari peubah yang
bermakna, dipilih peubah yang dominan. Untuk mengetahui seberapa
besar kontribusi masing-masing peubah bebas dan yang paling
menentukan (dominan) pengaruhnya terhadap peubah terikat suatu
model regresi linear, maka digunakan koefisien Beta (Beta
Coefficient) setiap peubah yang tidak
29. Manajemen Produk Zahir Syah 29 distandarisasi (standardized
cofficient). Nilai beta () terbesar menunjukkan bahwa peubah bebas
tersebut mempunyai pengaruh dominan terhadap peubah terikat. HASIL
DAN PEMBAHASAN Analisis penarikan contoh untuk responden Daftar
Industri Pangan di Kota Bogor diolah menggunakan teknik sampling
cluster. Kajian contoh clustering dilakukan berdasarkan tipologi
industri kecil yang didapatkan dari informasi umum (jumlah tenaga
kerja, kapasitas produksi dan nilai investasi). Kajian clustering
dilakukan berdasarkan 3 peubah, yaitu jumlah tenaga kerja,
kapasitas produksi dan nilai investasi kemudian dilakukan 2 kali
pengelompokan dengan analisis discriminant. Pengelompokan pertama
dengan kelompok (dengan 4 klaster) versus tenaga kerja (orang),
kapasitas produksi (ton/tahun) dan nilai investasi (Rp juta)
didapatkan hasil klasifikasi N=26; N Correct=26; dan proportion
correct=1 dengan fungsi linear discriminant =
-260763-103X1+55X2+4X3 Pengelompokan kedua dengan Kelompok 1 versus
tenaga kerja (orang), kapasitas produksi (ton/tahun) dan nilai
investasi (Rp juta) didapatkan hasil klasifikasi N=26; N
Correct=26; dan propor-tion correct=1 dengan fungsi linear
disriminant = -307954-83X1+64X2. Pada pengelompokan kedua dengan
Kelompok 1 didapatkan fungsi Linear discriminant nilai peubah X3=0
yang artinya bahwa nilai investasi tidak mempengaruhi. Dari grafik
dendro-gram dan data industri dihasilkan ada 5 cluster, yaitu
cluster 1 terdiri no 24 dan 25; cluster 2 terdiri dari 7,8 dan 10;
cluster 3 terdiri dari 6 dan 26, cluster 4 terdiri dari 13 dan 19 ,
cluster dan 5 terdiri dari 1-5, 9, 11, 12, 14-18 dan 20- 23. Namun
dari 5 cluster 2 cluster tidak dapat diambil sebagai contoh yaitu
cluster 1 dan 3 karena industri tersebut tidak memproduksi lagi
Nata de Coco di Kota Bogor, sehingga didapatkan beberapa responden
yang berasal dari cluster 2, 3 dan 5, yaitu no 7. KARTA, no 8. AFGI
Indonesia, no 6. Mitra Makmur Perkasa (hasil observasi nama
perusahaan Mitra Makmur Industri), no 1. Rasa Segar dan no 4. Lia
Coco, sehingga jumlah responden yang disurvei berjumlah 5 industri
yang mewakili industri Nata de Coco yang ada di Kota Bogor. Untuk
memudahkan hal tersebut disusun tabel dan grafik masing-masing
industri menurut identifikasi: Lia Coco (LIA), Rasa Segar (RSG),
Mitra Makmur Industri (MMI), AFGI (AFG) dan KARTA (KRT). Analisis
dan Pembahasan Berdasarkan jurnal Kajian Tingkat Penerapan
Manajemen Mutu Terhadap Kinerja UMKM Sektor Agro-Industri Pangan
Olahan Nata de Coco di Kota Bogor, disebutkan bahwa bogor merupakan
salah satu daerah agro-industri yang cukup potensial. Populasi
penelitian tersebar dalam beberapa Kecamatan di Kota Bogor
mempunyai unsur yang heterogen, tersebar dalam beberapa Kecamatan
atau sub populasi, dimana setiap Kecamatan mempunyai UMKM
agro-industri berbeda.
30. Manajemen Produk Zahir Syah 30 UMKM dituntut untuk
menghasilkan produk yang memiliki daya saing yang tinggi antara
lain dengan kriteria: (1) produk tersedia secara teratur dan
sinambung, (2) produk harus memiliki mutu yang baik dan seragam,
(3) produk dapat disediakan secara masal. Bagi UMKM yang berusaha
dalam bidang agrobisnis untuk memenuhi persyaratan ini tidaklah
mudah, karena masih besarnya faktor alam dan terbatasnya teknologi
produksi, processing dan sumber daya manusia (SDM). UMKM harus
berusaha mencapai penerapan standar manajemen mutu yang baik, agar
dapat dihasilkan produk yang berkualitas serta menghasilkan kinerja
yang baik. Tingkat penerapan standar manajemen mutu meliputi
Operator Quality Control (OQC) Foreman Quality Control (FQC)
Inspection Quality Control (IQC) Statistical Quality Control (SQC)
Quality Assurance (QA) Total Quality Management (TQM) Pada tingkat
penerapan manajemen mutu terlihat LIA & RSG berada pada tingkat
pertama, yaitu OQC. Pada tahapan ini operator atau pekerja
bertanggungjawab untuk membuat dan memeriksa sendiri hasil
pekerjaannya. Belum ada sistem yang terkendali untuk menjaga mutu
dalam hal menjamin bahwa sudah dilakukan pemerik-saan terhadap mutu
produk. KRT berada pada tahap penerapan tingkat kedua FQC, di mana
pemilik/ pengelola menunjuk seorang mandor dalam hal mengawasi
pekerjaan dan mutu produk yang dihasilkan. Namun seorang mandor
tidak mampu menangani sejumlah besar pekerja, sehingga perlu
dilakukan spesialisasi dalam hal pengawas-an terhadap karyawan dan
pengawasan terhadap mutu untuk lebih menjamin bahwa produk yang
dihasilkan sesuai dengan spesifikasi. MMI dan AFG pada tingkat
penerapan mutu keempat, yaitu SQC, di mana pemeriksaan tidak
dilakukan pada seluruh produk. Setelah proses diatur secara baku,
maka produk diambil secara sampling. Sistem ini dikenal dengan
Pengendalian Mutu Statistik yang menciri-kan (a) produksi bersifat
missal. (b) pemeriksaan 100% produk tidak memungkinkan untuk
dilak-sanaka. dan (c) menggunakan teknik penarikan contoh dan
grafik kendali. Volume produksi AFG pada tahun 2007 mengalami
peningkatan dari 200 ton/tahun menjadi 500 ton/tahun dengan rataan
produksi 400 ton/ tahun dan trend meningkat 150% selama 3 tahun.
MMI mengalami peningkatan volume produksi pada tahun 2007 dan 2008
dari 200 ton/tahun di tahun 2006 menjadi 300 ton/tahun dan 500
ton/tahun, dengan peningkatan trend volume produksi 100%, dengan
rataan volume produksi 330 ton/tahun. KRT mengalami peningkatan
produksi pada tahun 2008 dari 37 ton/tahun di tahun 2006 menjadi 40
ton/tahun di tahun 2008 dan trend meningkat 4%, dengan rataan
volume produksi 38 ton/tahun. Sementara untuk RSG dan LIA tidak
mengalami peningkatan volume produksi dengan masing-masing volume
produksi, yaitu RSG 20 ton/tahun dan LIA 10 ton/tahun selama 3
tahun. Hubungan Tingkat Penerapan SMM dengan Kinerja perusahaan,
terlihat bahwa tingkat penerapan SMM pada LIA dan RSG pada tahap
penerapan tingkat pertama, yaitu OQC dari 6 tingkat penerapan SMM
dengan kinerja perusahaan terhadap rasio laba atas modal mengalami
penurunan. Penurunan dapat disebabkan seringnya terjadi
ketidaksesuaian terhadap produk akibat pemeriksaan mutu tidak
dilakukannya secara menyeluruh, sehingga rasio laba atas modal
31. Manajemen Produk Zahir Syah 31 menjadi menurun. KRT pada
tahap penerapan pada tingkat kedua, yaitu FOC dari 6 tingkat
penerapan SMM, di mana KRT, sudah melakukan pemeriksaan terhadap
mutu dan pekerjaan dilakukan berdasarkan spesialisasi dan spesialis
diawasi oleh seorang mandor. Namun seorang mandor tidak mampu
menangani sejumlah besar pekerja, sehingga mutu yang dihasilkan
terkadang masih belum sesuai dengan spesifikasi. Hal ini membuat
trend rasio laba atas modal mengalami penurunan, sehingga perlu
pengawasan terpadu untuk menjamin mutu produk dan dapat
mempertahan-kan trend pada posisi growth. MMI pada tahap keempat
penerapan manajemen mutu (SQC), di mana meskipun belum melakukan
sampai proses analisis dengan menggunakan teknik statistik, namun
trend rasio laba atas modal mengalami peningkatan yang sekarang
dalam posisi Growth (pertumbuhan). AFG penerapan manajemen mutunya
di posisi SQC, rasio laba atas modal masih di posisi pengenalan,
karena masih memperkenalkan produk dan masih dibebani biaya
pemasaran. Menurut Hubeis (2007), daur hidup penjualan dan laba
terdiri dari (a) tahap pengenalan (introduction) merupakan periode
di mana laju pertumbuhan penjualan rendah, ketika produk baru
dikenalkan ke pasar. Pada tahap ini laba yang diperoleh negatif,
karena masih dibebani biaya pemasaran yang tinggi; (b) tahap
pertumbuhan (growth) terjadi, jika pasar menerima produk dan laba
yang diperoleh cukup besar; (c) tahap kedewasaan (maturity)
merupakan periode di mana laju pertumbuhan penjualan mulai menurun,
karena hampir semua potensi pasar telah tergarap, sedangkan laba
mulai stabil atau menurun akibat naiknya biaya-biaya pemasaran
untuk memper-tahankan diri dari serangan pesaing; dan (d) tahap
penurunan (decline) terjadi, jika penjualan dan laba tampak
menurun, karena pasar sudah jenuh dan bahkan beralih ke produk lain
yang merupakan substitusinya. Tingkat penerapan menajemen mutu
masih pada tahap relatif rendah, yaitu berada pada Operator QC,
Foreman QC dan SQC, dimana tingkat penerapan manajemen mutu belum
mencapai tingkat TQM. Di sisi industri, tingkat penerapan manajemen
mutu sudah mencapai tahap SQC mengalami peningkatan terhadap
kinerja keuangan maupun non keuangan. TQM atau Total Quality
Management (Bahasa Indonesia: manajemen kualitas total) adalah
strategi manajemen yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran
kualitas pada semua proses dalam organisasi. Sesuai dengan definisi
dari ISO, TQM adalah "suatu pendekatan manajemen untuk suatu
organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi
semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang
melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua
anggota dalam organisasi serta masyarakat." Filosofi dasar dari TQM
adalah "sebagai efek dari kepuasan konsumen, sebuah organisasi
dapat mengalami kesuksesan."
32. Manajemen Produk Zahir Syah 32 2. Jurnal 2 Analisis
ManajemenMutu Terpadu di PT Madu Pramuka Cibubur Jakarta Timur
Dewasa ini Total Quality Management(Manajemen Mutu Terpadu) sebagai
suatu filosofi telah banyak dikenal. Konsep-konsepnya pun
telahbanyak dikemukakan oleh para ahlinya. Akan tetapi, penerapan
konsep-konsep tersebut dalam industri manufaktur maupun industri
jasa tidaklah mudah, karena menghendaki perubahan budaya. Budaya
bahwa mutu produk atau jasa adalah segala-galanya atau budaya
bahwakepuasan pelanggan adalah tujuan utama, masih sulit
dicapai.Fenomena ini juga terjadi di Indonesia. Budaya mengutamakan
kepuasan pelanggan sebagai inti konsep MMT masih sulit diterapkan
pada banyak perusahaan. Kunci sukses penerapan MMT adalah tekad
yang menyeluruh dari pimpinan puncak sampai dengan karyawan
pelaksana. Hambatan utama dalam menerapkan konsep MMT,yaitu MMT
tidak dipahami secara menyeluruh,dianggap sebagai aktivitas yang
membuang-buang waktu, program harus dilaksanakan secara formal dan
dipandang tidak berhubungan dengan orang atau personil. Studi
penerapan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) di sisi lain masih terus
berkembang pada berbagai jenis industri dengan berbagai konteks
penelitian, pendekatan dan filosofinya. Hal ini menunjukkan MMT
makin mempunyai nilai strategis bagi perusahaan. Perusahaan yang
memiliki kompetensi dalam penerapan MMT akan memiliki kinerja
inovasi yang unggul, yang pada akhirnya dapat memenangkan
persaingan (Hung & Suryo, 2004). Penelitian ini merupakan studi
kasus pada sebuah perusahaan manufaktur (PT Madu Pramuka) yang
memproduksi berbagai jenis madu dan hasil ikutan dari peternakan
lebah madu seperti propolis, pollen, royal jelly, apitoksin dan
bibit koloni lebah unggul. Masalah utama yang dihadapi perusahaan
saat ini adalah mengkomunikasikan mutu produk sesuai dengan
persepsi konsumen. Parameter yang dianggap penting dalam menilai
mutu madu produksi PT Madu Pramuka, yaitu kadar air dan keasaman.
Kelembaban udara yang tinggi dan sifat higroskopis madu dapat
menyebabkan kadar air madu meningkat sehingga pada umumnya madu di
Indonesia, terutama di PT Madu Pramuka, mempunyai kadar air yang
cukup tinggi (sekitar 20%-24%). Kadar air madu yang tinggi dapat
merangsang terjadinya proses fermentasi madu yang disebabkan oleh
aktivitas khamir yang terdapat di dalam madu (Almayanthy, 1998).
Hasil akhir dari fermentasi tersebut adalah alkohol dan
karbondioksida. Alkohol yang terbentuk akan mengalami reaksi
lanjutan dan membentuk asam asetat (Gojmerac, 1983). Mutu yang
ingin dipenuhi oleh perusahaan dapat dilihat dari sudut pandang
konsumen sebab
33. Manajemen Produk Zahir Syah 33 konsumen merupakan penilai
akhir dari suatu produk. Kepuasan konsumen bisa terjamin jika
perusahaan menerapkan sistem Manajemen Mutu Terpadu (MMT). Sistem
ini merupakan suatu penerapan metode kualitatif dan sumber daya
manusia (SDM) untuk memperbaiki penyediaan bahan baku, pembiayaan
organisasi, dan semua proses dalam organisasi pada tingkat tertentu
agar kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa yang akan datang
dapat terpenuhi (Ariani, 2002). penelitian ini dilakukan dengan
tujuan (1) mengidentifikasi permasalahanpermasalahan dalam
penerapan MMT dan (2) menganalisis kinerja MMT. Mutu produk
merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan untuk menciptakan
strategi bersaing di era pasar bebas saat ini. Mutu produk yang
bagus dapat menjamin kepuasan konsumen. Jika konsumen merasa puas
atas produk tersebut, maka perusahaan mendapatkan posisi terbaik di
hati konsumen. Manajemen Mutu Terpadu (MMT) merupakan suatu konsep
mutu yang bisa menyebabkan perbaikan efisiensi secara luas. Tujuan
penerapan MMT adalah untuk memberikan kepuasan atas kebutuhan
pelanggan dengan seefisien mungkin dan menguntungkan perusahaan.
Pada kajian ini digunakan metode Proses Hirarki Analitik (PHA)
dengan pertimbangan PT Madu Pramuka dapat menentukan prioritas
masalah (terkait dengan penerapan MMT) yang akan diatasi terlebih
dahulu. Hal ini sesuai dengan keuntungan penggunaan PHA yang
diutarakan oleh Saaty (1993) yaitu PHA memberikan skala untuk
mengukur suatu metode dalam menetapkan prioritas. Hasil analisis
identifikasi masalah MMT menunjukkan pembobotan masalah yang
dihadapi dan penyebab masalahnya. Hasil analisis kinerja MMT
menunjukkan sejauhmana perusahaan telah menerapkan MMT pada seluruh
kegiatannya. Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode Proses
Hirarki Analitik (PHA). Data yang diperoleh diolah dengan metode
PHA yang berbasis pada program komputer Expert Choice versi 2000.
Program ini merupakan program siap pakai yang disusun oleh Asian
Institute of Technology and Microsoft Company. Metode PHA merupakan
sarana untuk memantau dan membimbing prestasi organisasi ke arah
seperangkat tujuan yang dinamis (Saaty, 1993). Dengan PHA, seperti
PT MP, bisa mencapai tujuannya dengan tepat, mengingat tujuannya
yang tidak bersifat statis yaitu kepuasan konsumen. Berikut adalah
kerangka kerja PHA menurut Saaty (1993) yang terdiri atas delapan
langkah utama, yaitu :
34. Manajemen Produk Zahir Syah 34 1) pendefinisian
permasalahan dan merinci pemecahan permasalahan yang diinginkan; 2)
penyusunan struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara
menyeluruh 3). Sebelum menentukan komponenkomponen, konfirmasi
dilakukan dengan pihak perusahaan untuk mengetahui apakah
penyusunan komponen tersebut tepat atau tidak. Tidak ada aturan
khusus dalam menyusun struktur hirarki dari suatu sistem, juga
tidak ada batasan tertentu mengenai jumlah tingkatan struktur
keputusan yang terstratifikasi dan elemen pada setiap tingkat
keputusan; 3) penyusunan matriks banding berpasangan; 4)
pengumpulan semua perhitungan yang diperoleh dari hasil penyusunan
matriks banding berpasangan. Langkah ini membandingkan
elemen-elemen yang ada dalam matriks dengan menggunakan skala
banding berpasangan; 5) pencantuman nilai 1 di sepanjang diagonal
utama; Berikut ini srtuktur hirarki identifikasi masalah dalam
penerapan MMT di PT. Madu Pramuka. Dari identifikasi ini, ditemukan
beberapa temuan sebagai berikut: 1) Mutu
35. Manajemen Produk Zahir Syah 35 Perusahaan harus menjadikan
mutu sebagai strategi usahanya. Hal ini dimaksudkan sebagai
antisipasi atas pemalsuan madu di pasaran dan mengakibatkan
kekurang percayaan masyarakat terhadap produsen . Kriteria masalah
mutu memiliki dua subkriteria, yaitu mutu bahan baku dan mutu
produk. Mutu bahan baku perlu menjadi perhatian utama perusahaan
dibanding mutu produk. Masalah ini disebabkan oleh sarana alat dan
bahan yang kurang lengkap sehingga pengujian mutu bahan baku tidak
dapat dilaksanakan. Pihak manajemen sangat berperan dalam
penyediaan sarana yang diperlukan untuk meningkatkan mutu bahan
baku. 2) Waktu Selanjutanya adalah mutu. Yang secara berurutan
memiliki 3 subktiteria, yaitu waktu pengadaan, waktu penyimpanan,
dan waktu pengemasan. Waktu pengadaan menjadi masalah yang penting.
Hal ini disebabkan perusahaan tidak mempunyai bagian pengadaan
tersendiri sehingga keputusan mengenai jumlah dan waktu pengadaan
diambil oleh direktur. Sebagai akibatnya, ada tenggang waktu antara
laporan kebutuhan bahan dengan pengambilan keputusan oleh direktur
yang menambah waktu pengadaan. Masalah ini juga terkait dengan
faktor keuangan perusahaan, terutama sumber dana. Tingkat penjualan
yang masih rendah mengakibatkan penerimaan yang diperoleh kurang
optimal. Pihak manajemen berperan dalam masalah ini, terutama dalam
menyusun kebijakan mengenai strategi pemasaran. 3) Biaya Setelah
waktu, kriteria masalah yang harus ditangani pihak manajemen adalah
biaya. Subkriteria masalah biaya, yaitu biaya pengadaan (0,068)
perlu menjadi perhatian utama dibanding biaya pengemasan (0,021)
dan penyimpanan (0,011) (Tabel 2). Hal ini disebabkan oleh jarak
tempuh yang jauh untuk mendapatkan bahan baku dan perusahaan tidak
memiliki alat transportasi sendiri, sehingga harus menyewa dari
pihak lain. Pihak manajemen sering memutuskan menambah pembelian
bahan baku melebihi kebutuhan dengan alasan efisiensi biaya
pengadaan. Hal ini menyebabkan terjadi penumpukan bahan baku di
gudang. Pihak manajemen perlu menghitung dengan lebih cermat di
masa mendatang dalam menentukan kebutuhan bahan baku yang optimal
dengan mempertimbangkan biaya penggudangan bahan baku di samping
biaya pengadaan.
36. Manajemen Produk Zahir Syah 36 Implikasi dari Hasil temuan
Kriteria masalah Subkriteria masalah Faktor penyeb ab Subfaktor
penyebab Pelaku MMT Implikasi Mutu Mutu bahan baku Sarana Alat dan
bahan baku Pihak manajemen Penyediaan sarana yang dibutuhkan untuk
pengujian mutu madu secara keseluruhan Mutu produk Sarana Alat dan
bahan baku Pihak operasional Penurunan kadar air madu dan perbaikan
kemasa madu Waktu Waktu pengadaan Keuanga n Sumber dana Pihak
manajemen Penyusunan kebijakan mengenai metode pemasaran yang
tepat. Sehingga meningkatan penjualan Waktu penyimpana n Sarana
Alat dan bahan baku Pihak operasional Penyediaan cooling room untuk
penyimpanan bahan baku Waktu pengemasan Sarana Alat dan bahan baku
Pihak operasional Penyediaan mesin pengemasan otomatis untuk mejaga
kehigienisan produk Biaya Biaya pengadaan Sarana Transporta si
Pihak manajemen Penentuan jumlah bahan baku yang optimal untuk
menghemat trasnportasi Biaya pengemasan Sarana Alat dan bahan baku
Pihak operasional SDM yang serba bisa sangat diperlukan terutama
dalam mendesain kemasan dengan peralatan terbatas Keuanga n Alokasi
dana Pihak manajemen SDM yang serba bisa sangat diperlukan terutama
dalam mendesain kemasan dengan peralatan terbatas Biaya penyimpana
n sarana Transporta si Pihak operasional Pengalokasian dana yang
tepat untuk menyediakan sarana yang diperlukan
37. Manajemen Produk Zahir Syah 37 Setelah identifikasi
masalah, selanjutnya adalah analisis dari struktur kinerja. Berikut
gambar strukturnya: Dari struktur ini, terdapat temuan-temuan hasil
yang dilakukan oleh peneliti, yaitu sebagai berikut: Analisis
kinerja MMT memberikan hasil yang kurang memuaskan. Hal ini
ditunjukkan banyaknya bagian di perusahaan yang masih tergantung
SDM sebagai unsur MMT yang paling berperan. Hanya bagian gudang dan
pengemasan yang mengutamakan standar sebagai unsur MMT yang
berperan penting. Hal ini dapat dipahami karena sejauh ini belum
tercipta persamaan persepsi atas tujuan yang ingin dicapai
perusahaan. Perusahaan secara tertulis masih menggunakan visi dan
misi yang tidak mengarah pada pencapaian kepuasan konsumen, padahal
penerapan konsep MMT membutuhkan transformasi visi. Gaspersz (2002)
mengungkapkan bahwa visi organisasi menyajikan kerangka kerja yang
menuntun suatu nilai dan kepercayaan perusahaan. Visi dan misi
memberikan identitas organisasi dan pemahaman terhadap arah bisnis
yang ingin dicapai. Dari hasil di atas, implikasi yang di dadapat
dari temuan tersebut dari analisis struktur kinerja yaitu sebagai
berikut:
38. Manajemen Produk Zahir Syah 38 Pelaku MMT Unsur MMT
Implikasi direktur SDM Perbaikan kinerja perusahaan dengan
menerapkan prinsip dan unsur MMT sangat diperlukan untuk
menciptakan terciptanya mutu Staf ahli SDM Penambahan ilmu
pengetahuan untuk peningkatan produksi perusahaan Bagian gudang dan
pengemasan Standar Penyusunan standar kerja yang tertulis dan jelas
sehingga semua karyawan bisa melaksanakannya. Bagian pemasaran SDM
Penentuan metode pemasaran yang tepat dan diservikasi produk agar
dapat meningkatkan penjualan Bagian personalia SDM Sistem
perekrutan karyawan perlu diperbaiki dan peningkatan
kesejahteraanya Bagian accounting SDM Perbaikan dan peningkatan
kinerja untukmenghasilkan laporan keuangan yang penting dalam
mengambil keputusan Bagian apitherapy SDM Peningkatan pelayanan dan
fasilitas untuk menciptakan kenyamanan pasien yang sedang berobat.
Bagian umum SDM Pengadaan sarana-sarana yang diperlukan Bagian
diklat SDM Peningkatan pelayanan dan promosi program pelatihan
bekerja sama dengan bagian pemasaran. Bagian keamanan SDM dan
Standar Pembagian tugas yang jelas sangat menunjang perbaikan dan
peningkatan kinerja.
39. Manajemen Produk Zahir Syah 39 3. Jurnal 3 DIVERSIFIKASI
PRODUK DAN REHABILITASI PERKEBUNAN JAMBU METE UNTUK MENINGKATKAN
PENDAPATAN PETANI Luas lahan jambu mete pada tahun 2000 tercatat
sebesar 535,745 Ha, dengan asumsi penelitian terdahulu (Direktorat
Agro Industri 1999) bahwa setiap Kepala Keluarga mempunyai rataan
luas lahan sebesar satu Ha, maka perkebunan jambu mete menopang
hidup lebih dari 2 juta penduduk. Produksi jambu mete nasional saat
ini masih jauh lebih rendah dari India. Perkebunan jambu mete
Indonesia rata-rata hanya mampu memproduksi 200-400Kg per Ha per
tahun, jauh dibawah tingkat produksi India yang mampu mencappai
1200Kg per Ha per tahun. Tingkat produksi jambu mete yang rendah
tentu berpengaruh langsung terhadap pendapatan petani. Gelondong
jambu mete yang dijual dengan harga Rp. 5000 8000/kg hanya mampu
menghasilkan 1,5 juta per tahun, sehingga sangat sulit bagi petani
mengharapkan jambu mete sebagai sumber mata pencaharian utama.
Berbeda cerita apabila petani mampu mengolah sendiri gelondong
jambu mete menjadi kacang jambu mete yang dijual dengan harga Rp.
30.000 45.000/Kg. Proses pengolahan gelondong jambu mete menjadi
kacang jambu mete dinamakan pengancipan, gelondong jambu mete yang
baik (bernas) dapat menghasilkan rendemen kacang jambu mete sebesar
60 80%, namun kenyataannya gelondong jambu mete yang dihasilkan
kebanyakan tidak bernas, sehingga kacang pecah saat proses
pengancipan, hanya menghasilkan rendemen kacang jambu mete sebesar
40%. Gelondong jambu mete yang bernas dapat dihasilkan dari
perbaikan cara penanaman, varietas tanaman jambu mete unggulan,
serta perawatan tanaman. Literatur penanaman jambu mete yang
disarankan pada petani adalah jarak tanam tumbuhan sebesar 6x6m
serta pemangkasan dahan apabila sudah saling bertemunya dahan
antara pohon. Pemupukan serta perawatan sangat penting bagi
produktivitas tanaman jambu mete, namun petani kurang memperhatikan
hal-hal tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas dapat kami
simpulkan beberapa permasalahan petani jambu mete, yaitu 1.
Produksi gelondong jambu mete yang masih sangat rendah
(200-400Kg/Ha/Thn) 2. Harga jual gelondong jambu mete rendah
berkisar antara Rp.5000-8000/kg 3. Kualitas gelondong jambu mete
yang buruk, sehingga untuk diolah menjadi kacang jambu mete hanya
menghasilkan rendemen sebesar 40% 4. Varietas tanaman jambu mete
bukan varietas unggulan, serta perawatan dan cara
40. Manajemen Produk Zahir Syah 40 penanaman yang kurang
diperhatikan petani 5. Pemanfaatan produk sekunder dari tanaman
jambu mete yang belum dimanfaatkan para petani. 6. Pengembangan
kemitraan serta peranan pemerintah yang kurang berpihak terhadap
perkembangan petani jambu mete. Hasil Analisa Alternatif solusi
meningkatkan pendapatan petani jambu mete yang dapat kami simpulkan
dalam jurnal ini antara lain: a. Perbaikan proses pemeliharaan
tanaman jambu mete. Hasil penelitian Dhalimi (2001); Daras (2002)
Zaubin dan Suryadi (2002) menunjukkan bahwa pemeliharaan tanaman
jambu mete meliputi pemangkasan dan pembersihan benalu pada
tumbuhan jambu mete meningkatkan jumlah bunga jambu mete yang telah
terserbuksari secara alami. Pemberian pupuk Urea, SP-36, KCL dari
awal umur tanam hingga diatas tiga tahun secara positif dan
signifikan meningkatkan produksi mencapai 4,70Kg/pohon (Zaubin et
al. 2000). Pada tanaman jenis lokal beusia delapan tahun, dengan
penambahan pemupukan 1kg NPK (1:1:2)/pohon/tahun akan menghasilkan
produksi optimum sebesar 8,90kg/pohon/tahun, atau sekitar
1.780kg/ha/tahun b. Perbaikan jenis varietas tanaman dengan sambung
ulang atau okulasi menggunakan varietas Balakrisnan02 umur 6 tahun,
menghasilkan gelondong bernas sebesar 5,6Kg/tanaman/tahun atau
sekitar 1.120Kg/ha/tahun dengan gelondong jambu mete yang bernas
akan menghasilkan kacang jambu mete yang baik dan berkualitas. c.
Diversifikasi produk hasil dari pohon jambu mete dengan
memanfaatkan produk sekunder yang dapat dihasilkan baik dari buah
semu, gelondong, daun (pucuk), batang kayu dan akar. d. Petani
jambu mete diarahkan untuk dapat mengolah sendiri gelondong jambu
mete menjadi kacang jambu mete, mengingat peningkatan nilai tambah
yang sangat besar dari harga gelondong yang hanya Rp. 5.000,-/kg
menjadi Rp. 30.000,-/kg dengan mengolah gelondong menjadi kacang
jambu mete. Pengolahan ini memerlukan informasi dan peralatan yang
baik sehingga para petani dapat memproduksi sendiri kacang jambu
mete, e. Membangun kemitraan antara koperasi atau kelompok tani
dengan pengusaha atau perusahaan pengolah kacang mete. Kemitraan
diperlukan untuk saling bersimbiosis
41. Manajemen Produk Zahir Syah 41 mutualisme, petani yang
diwakilkan koperasi atau kelompok tani memperoleh informasi serta
peralatan penanganan pasca panen yang baik sehingga perusahaan
pengolah kacang mete mendapatkan produk kacang mete yang
berkualitas, selain itu permintaan pengolahan kacang mete dapat
membuat petani fokus untuk dapat memenuhi jumlah produksi yang
dibutuhkan. Umumnya pengelolaan sisi permintaan masih sangat lemah
sehingga pihak pengusaha diharapkan dapat menjembatani pemasaran
dengan cara menyampaikan pesanan produk kacang mete serta kualitas
yang dibutuhkan pasar. f. Rehabilitasi dan peremajaan tumbuhan
kacang mete yang sudah ada perlu dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas kebun, meliputi teknik budidaya, penjarangan pada
kebun dengan jarak tanam yang rapat, tanaman yang berproduksi
dengan baik dipertahankan dan tanaman yang produksinya rendah
direhabilitasi termasuk pengendalian hama danpenyakit. Peremajaan
adalah penanaman kembali tanaman jambu mete untuk area tanam yang
produktifitasnya sangat rendah dalam keadaan masal atau dibawah
300kg/ha/tahun g. Melakukan koordinasi dengan setiap subsistem yang
berkaitan dengan perkebunan jambu mete. Koordinasi antara setiap
subsistem diperlukan untuk menciotakan suatu wadah ekonomi bersama,
sehingga setiap subsistem dapat manfaat yang setara. Saat ini
subsistem agribisnis budidaya memiliki porsi utama namun hanya
memperoleh nilai tambah ekonomi yang relatif paling kecil. h.
Peranan dan Kebijakan Pemerintah sangat dibutuhkan bagi peningkatan
pendapatan petani jambu mete. Perlu ada kebijakan pemerintah untuk
melindungi perdagangan mete. Di Vietnam misalnya, ekspor gelondong
dikenakan pajak sebesa 4%, sedangkan ekspor kacang mete dibebaskan
dari pajak. Di India pemerintahannya mengarahkan petani untuk
mengolah gelondong jambu mete menjadi kacang mete dengan memberikan
kebebasan bea masuk impor setiap 4kg gelondong jambu mete dengan
mengekspor 1kg kacang mete. Berbeda dengan Indonesia, disinyalir
para produsen kacang mete mendapatkan tekanan berupa bea dan
retribusi produk makanan mewah, sedangkan produksi nasional masih
sangat rendah, tentunya akan berdampak pada harga jual petani yang
semakin rendah. i. Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen 1.
Pohon-pohon harapan dan unggul lokal 2. Perbanyakan dahan melalui
penyambungan
42. Manajemen Produk Zahir Syah 42 3. Pola Rehabilitasi dan
Peremajaan 4. Teknologi Pascapanen 5. Pemangkasan dan Pemupukan 6.
Penyimpanan Benih 7. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
43. Manajemen Produk Zahir Syah 43 Kesimpulan Perkebunan jambu
mete umumnya dikelola oleh rakyat dengan kondisi yang kurang baik,
sehingga produktivitasnya rendah. Teknik budidaya yang diterapkan
petani sangat terbatas, bertolak belakang dengan inovasi dan
teknologi budidaya, pascapanen dan pengolahan sudah relatif tinggi.
Sarana pertanian di lokasi pengembangan mete umumnya masih
memproduksi gelondong saja. Petani masih enggan melakukan
pengolahan kacang mete, dikarenakan produksi gelondong yang tidak
bernas menghasilkan rendemen kacang mete yang rendah Alternatif
untuk para petani dalam meningkatkan pendapatan mencakup strategi
produk dalam diversifikasi produk yang dihasilkan dari berupa
gelondong menjadi kacang mete, diversifikasi produk sekunder jambu
mete dengan memanfaatkan buah semu, daun pucuk, getah, batang kayu
hingga akar pohon menjadi bernilai ekonomis. Strategi produk tentu
harus didukung dengan efektifitas produksi, melalui dukungan
pemerintah, disertai pemanfaatan inovasi dan teknologi budidaya
serta pasca panen kacang mete, petani diharapkan mampu meningkatkan
produktifitas lahan perkebunan jambu mete sekaligus mengolah
sendiri gelondong jambu mete menjadi kacang jambu mete, yang akan
berpengaruh positif terhadap pendapatan petani.
44. Manajemen Produk Zahir Syah 44 DAFTAR PUSTAKA 1. Hoesada,
Yan. 2013. Taksonomi Ilmu Manajemen, Yogyakarta : Penerbit ANDI. 2.
Kotler, P., Keller, KL., (2009) Marketing Management, 13th Ed.
Pearson Education Australia/Prentice Hall. 3. Kotler, P.,
Armstrong, G., Brown, L., and Adam, S. (2006) Marketing, 7th Ed.
Pearson Education Australia/Prentice Hall. 4. Kotler, P. 2004.
Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jilid 1 dan 2. Jakarta :
Indeks Kelompok Gramedia. 5. Handoko, Hani. 2000. Dasar-dasar
Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Satu, Yogyakarta : BPFE. 6.
http://jagb.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi/article/view/3747/2576
7. http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_kualitas_total 8.
Almayanthy, D. 1998. Kualitas madu randu pada suhu penyimpanan yang
berbeda. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor, Bogor. 9. Ariani, D.W. 2002. Manajemen
Kualitas : Pendekatan Sisi Kualitatif. Proyek Peningkatan
Penelitian Perguruan Tinggi. Direktur Jenderal Perguruan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 10. Gaspersz, V. 2002.
Konsep Vincent dalam Manajemen Bisnis Total. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta. 11. Malins, A. & S. Woodhead. 1996. Total
quality management for horticultural products. Fruits. 51: 275-281.
12. Render, B. & J. Haizer. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen
Operasi. (Terjemahan). PT Salemba Emban Patria, Jakarta. 13. Saaty,
T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin.(Terjemahan).
PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. 14. Talavera, M.G.V. 2004.
Development and validation of TQM constructs; the Philippine
experience. Gadjah Mada International Journal of Business. 6:
335-381. 15. Trisyulianti, E. 2005. Desain sistem pakar untuk
kontrol kualitas pakan. Media Peternakan. 28: 136-148.