Upload
fianti-damayanti
View
341
Download
27
Embed Size (px)
Citation preview
MENGAITKAN KASUS
MARSINAH DENGAN HAM
PELANGGARAN
A. Hak Hidup
Hak yang paling dasar ini yaitu hak hidup
tidak didapatkan oleh Marsinah. Ia yang hanya
seorang buruh rendahan tidak dapat
mempertahankan kehidupannya. Bahkan sebelum
ia meninggal dunia, ia disiksa tanpa rasa ampun
yang terbukti dengan hasil otopsi dari RSUD Nganjuk
dan RSUD Dr . Soetomo Surabaya.
“ Hari itu tepatnya pada tanggal 9 Mei 1993, jasad
Marsinah ditemukan tergeletak di sebuah gubuk di
pinggir sawah dekat hutan jati, di dusun Jegong, desa
Wilangan, Kabupaten Nganjuk, sekitar seratus kilometer
dari pondokan Marsinah di pemukiman buruh, desa
Siring, Porong. Jasad Marsinah menyisakan luka di
sekujur tubuhnya, panggul vaginanya hancur dan isi
perutnya penuh dengan darah. Jasad Marsinah menjadi
saksi bisu atas segala siksaan yang dihujamkan ke
Marsinah hingga ia meregang nyawa. ” (kutip salah satu
sumber berita).
Itu merupakan melanggar UUD 1945 Pasal 28 A
yang berbunyi :
“Setiap orang berhak untuk hidup dan
mempertahankan kehidupannya.”
B. Hak Ekonomi
Marsinah pun kehilangan hak ekonominya juga. Kerja
kerasnya bersama dengan teman-temannya berakhir
sia-sia. Jika merujuk pada Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD NRI
1945) jelas bahwa tindakan pabrik CPS tempatnya
bekerja melanggar hak ekonomi Marsinah , khususnya
hak untuk menuntut upah yang sepatutnya.
Hak tersebut secara tersurat ditegaskan dalam
Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi,
“Bahwa setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”
C. Hak Hukum
Marsinah yang sepatutnya mendapatkan hak
yang sama dalam hukum pun harus menelan
kekecewaan. Orang-orang yang seharusnya dihukum
dalam kasus pembunuhannya malah berkeliaran di luar
sana. Tersangka itu tidak jelas mana yang salah dan
mana yang benar. Sudah 21 tahun sejak kejadian
menggenaskan itu namun kasus Marsinah tetap menjadi
misteri. Hukum Indonesia hanya bisa mambisu. Sampai
ada pertanyaan berbunyi :
“Hai Hukum Indonesia, Apakah pembunuhku lelembut?”
Itu merupakan pelanggaran yang
menyangkut UUD 1945 pasal 27 yang berbunyi,
“Segala warga negara bersama
kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahannya dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahannya itu dengan
tidak ada kecualinya.”
Serta UUD 1945 pasal 28 D ayat 1 yang
berbunyi, “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adi serta perlakuan
yang sama di depan hukum.”
D. Hak Peradilan
Hak untuk mendapatkan perlakuan
tata cara peradilan dan perlindungan ini juga tidak
didapatkan oleh Marsinah. Meskipun telah
dilakukan penyelidikan untuk mengusut kasusnya
beberapa kali namun tidak ada tindakan yang
berarti. Awalnya kasus ini hampir menemukan titik
terang dengan menemukan beberapa tersangka.
“Majikannya, pemilik PT CPS, para manajer
perusahaan, bagian personalia, kepala bagian
mesin, dan seorang satpam dan seorang supir
perusahaan disekap dan disiksa Bakorstranasda
selama 19 hari, di bulan Oktober 1993. Mereka
dituduh bersekongkol memperkosa, menganiaya
dan kemudian membunuh Marsinah. Bersama
Danramil Porong, mereka diadili dan diputus
bersalah oleh Pengadilan Militer dan Pengadilan
Negeri Sidoarjo, dan diperkuat Pengadilan
Tinggi Surabaya setahun kemudian.
Meskipun dua tahun kemudian, 3 Mei 1995,
mereka divonis bebas Mahkamah Agung, tapi
ini hanya menunjukkan betapa sistem
peradilan dan hukum kita bukan tempat
untuk menegakkan keadilan.” (kutip salah
satu sumber).
Itu membuktikan bahwa jelas sekali
lemahnya keadilan di Indonesia. Kematian Marsinah
adalah luka yang ditorehkan pada keadilan.
UPAYA (USAHA)
A. Pemerintah
Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk
Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan
Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu
adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit
Reserse Polda Jatim dan beranggotakan
penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel
Brawijaya.
Namun sampai saat ini kasus tersebut
belum tuntas.
Mungkin yang bisa dilakukan untuk
melanjutkan kasus Marsinah sekarang adalah
meminta Komnas HAM menindaklanjuti, karena
Komnas HAM mempunyai wewenang mengusut
kembali kasus Marsinah karena masih
berhubungan dengan kasus-kasus pelanggaran
HAM masa Orde Baru.
B. LSM
Tahun 1993, dibentuk Komite Solidaritas
Untuk Marsinah (KSUM). KSUM adalah komite yang
didirikan oleh 10 LSM. KSUM merupakan lembaga
yang ditujukan khusus untuk mengadvokasi dan
investigasi kasus pembunuhan aktivis buruh
Marsinah oleh Aparat Militer. KSUM melakukan
berbagai aktivitas untuk mendorong perubahan and
menghentikan intervensi militer dalam
penyelesaian perselisihan perburuhan
Munir menjadi salah seorang pengacara buruh PT.
CPS melawan Kodam V/Brawijaya, Depnaker
Sidoarjo dan PT. CPS Porong atas pemutus
hubungan kerja sepihak yang dilakukan oleh aparat
kodim sidoarjo terhadap 22 buruh PT. CPS Porong
yang dianggap sebagai dalang unjuk rasa.
C. Pendapat Sendiri
Perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak
untuk menuntaskan kasus ini. Memang tidak mudah
dan pasti banyak resikonya, tapi kalau kasus seperti
ini saja tidak terselesaikan, bagaimana dengan
kasus-kasus yang lain. Sudah 21 tahun kasus ini
belum menemukan titik terang, dan seakan
sekarang telah dilupakan.
Pemerintah seharusnya melakukan penyelidikan lagi dengan lebih detail dan mengutus berbagai pihak untuk saliNg membantu, seperti Komnas HAM dan lembaga-lembaga lainnya yang bersangkutan.
LSM juga seharusnya bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk menuntaskan kasus tersebut. Juga masyarakat yang lain terutama yang tau asal-usul kasus tersebut juga diharapkan bersedia membantu. Jika semuanya kompak dan ada saling keterbukaan dalam bekerja sama menyelesaikan kasus tersebut, maka mungkin saja kasus itu akan menemukan titik terang.
HAMBATANA. Sosial
Sulitnya menyelesaikan kasus ini
dikarenakan kurangnya keaktifan dan partisipasi
masyarakat pada masa orde baru yang lalu. Dan
meskipun kasus itu diusut lagi pada masa reformasi,
tetap saja tidak membuahkan hasil karena sudah
terlalu lama dan para penguasa yang terlibat sudah
semakin rapi menyembunyikan kebenaran yang ada.
B. Hukum
Hambatan lain yang meliputi kasus Marsinah
yaitu dalam bidang Hukum. Penguasa militer pusat
bahkan sempat menyusun skenario peradilan untuk
menyelubungi kasus Marsinah. Kepolisian setempat
pun juga menyidik para tersangka palsu sebagai
bagian dari drama peradilan para penguasa.
Skenario peradilan palsu ini berhasil digagalkan
ketika Mahkamah Agung menyatakan para tersangka
bebas karena tidak terbukti melakukan pembunuhan
terhadap Marsinah.
Kuburan Marsinah yang sempat
dibongkar beberapa kali untuk penyelidikan tidak
membuahkan hasil. Membongkar kasus Marsinah
sama halnya dengan membongkar para penguasa,
elit politik, aparat hukum, dan pemodal, sehingga
tak heran bila sulit dilakukan.