Upload
agus-murdadi
View
78
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
FILSAFAT ISLAM
MAKALAH PRESENTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan
mata kuliah Etika dan Filsafat Komunikasi (Ruang AD 401-1)
Disusun oleh kelompok 4:
ATRIA ARIESTIYANI 44113110066
VICKY AMELIA CORINNA 44113110074
AGUS MURDADI 44113110086
DICKY YUDHA 441131100XX
4411311XX
Dosen pengampu:
Christina Arsi Lestari, S.Ikom., M.Ikom.
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah
yang berjudul "Filsafat Islam." Selama pembuatan makalah pun kami juga mendapat banyak
dukungan dan juga bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu kami haturkan banyak terima
kasih kepada:
- Ibu Christina Arsi Lestari, S.Ikom., M.Ikom. selaku dosen pengampu mata kuliah Etika
dan Filsafat Komunikasi yang telah memberikan bimbingan, saran, dan juga inspirasi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun dari para pembaca yang budiman sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini kedepannya. Terima kasih.
Jakarta, September 2016
Penyusun
2 | P a g e
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................6
1.4 Manfaat.............................................................................................................................6
BAB II.............................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.............................................................................................................................7
2.1 Pengertian Filsafat Islam...................................................................................................7
2.1.1 Apa itu Filsafat Islam.................................................................................................7
2.1.2 Peran Filsafat Islam dalam Dunia Modern..............................................................16
2.1.3 Filsafat Islam di Indonesia.......................................................................................18
BAB III.........................................................................................................................................20
PENUTUP....................................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................21
3 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filsafat islam merupakan salah satu bidang studi islam yang keberadaannya telah
menimbulkan pro dan kontra. Sebagian mereka yang berpikiran maju dan bersifat liberal
cenderung mau menerima pemikiran filsafat Islam. Sedangkan bagi mereka yang bersifat
tradisional yakni yang berpegang teguh pada doktrin ajaran Al-qur’an dan Al-hadits secara
tekstual, cenderung kurang mau menerima filsafat, bahkan menolaknya. Dari kedua kelompok
tersebut nampak kelompok terakhir masih cukup kuat pengaruhnya di masyarakat dibandingkan
dengan kelompok pertama. Kajian filsafat islam baru di lakukan sebagian mahasiswa pada
jurusan tertentu di akhir abad ke-20 ini. Sedangkan pada masyarakat secara umum seperti yang
terjadi di kalangan pesantren, pemikiran filsafat masih di anggap terlarang, karena dapat
melemahkan iman. Kalau pun di pesantren di ajarkan logika, yang pada hakikatnya merupakan
ilmu yang mengajarkan cara berpikir filosofis, namun hal ini tidak di terapkan, melainkan hanya
semata-mata sebagai hafalan.
Berbagai analisis tentang penyebab kurang di terimanya filsafat dikalangan masyarakat Islam
Indonesia pada umumnya adalah karena pengaruh pemikiran Al-Ghazali yang di anggapnya
sebagai pembunuh pemikiran filsafat. Anggapan ini selanjutnya telah pula dibantah oleh
pendapat lain yang mengatakan penyebabnya bukanlah Al-Ghazali, melainkan sebab-sebab lain
yang belum jelas.
Selanjutnya saat ini kajian dan penelitian filsafat telah banyak di lakukan, walaupun dalam cara
melihatnya masih di jumpai kekaburan. Amin Abdullah misalnya, mengatakan adanya kekaburan
dan kesimpangsiuran yang patut disayangkan didalam cara berpikir kita, tidak terkecuali di
perguruan tinggi dari kalangan akademis. Tampaknya, kita sulit membedakan antara Filsafat dan
Sejarah Filsafat, antara Filsafat Islam dan Sejarah Filsafat Islam. Biasanya, kita korbankan kajian
filsafat, karena kita selalu dihantui oleh trauma sejarah pada abad pertengahan, ketika sejarah
filsafat islam diwarnai oleh pertentangan pendapat dan perhelatan pemikiran antara Al-Ghazali
(1058-1111 M) dan Ibn Sina (980-1037 M) yang sangat menentukan jalananya sejarah pemikiran
umat islam. Al-Ghazali mewakili golongan Ahli Sunnah, yakni pendukung setia Asy’Ariyah,
4 | P a g e
sedangkan Ibn Sina mewakili pandangan filosof muslim. Meskipun orang sering mensitir
ungkapan Hadits bahwa perbedaan pendapat dikalangan umat merupakan
rahmat, namun ternyata kita tidak terbiasa menghadapi pertentangan pendapat dengan kepala
dingin. Kita lebih terbiasa berpegang pada pendapat bahwa pemahaman kita atas suatu
pandangan hidup dan cara berpikir tertentu sebagai sesuatu yang “mutlak” dan sudah “steril”,
sehingga sulit diharapkan dapat terserapi oleh pendapat lain yang barangkali juga ada
manfaatnya. Cara berpikir kita sangat diwarnai oleh pepatah: “ibarat orang melihat hutan,
tertutup oleh sebatang pohon”. secara utuh dan secara jernih isi hutan yang serba beraneka
ragam, baik alam fauna maupun floranya, belum lagi menyebut pemandangan indah dan alam
pegunungan yang kadang ada ditengah hutan. Karena tertutup oleh sejarah filsafat islam yang
penuh pro dan kontra, kita tidak dapat melihat substansi filsafat sebagaimana adanya. Cara
berpikir dan cara pendekatan seperti itu, sudah barang tentu, sangat mempertumpul pisau kita
dan bahkan merendahkan cakrawala pemikiran kita sendiri. Bukannya secara kebetulan,
wawasan pemikiran kita dalam memprediksi kedepan dan mengambil suatu kesimpulan
permasalahan seringkali meleset. Hal ini antara lain di sebabkan karena logika dan tata cara
berpikir yang bnar yang merupakan inti kajian filsafat, jarang atau tidak pernah di perkenalkan di
SLTA maupun Perguruan Tinggi, apalagi di pesanter-pesantren.
Barangkali kita sepakat bahwa dengan mengkaji metodelogi penelitian filsafat yang dilakukan
para ahli, kita ingin kembali meraih kejayaan islam di bidang ilmu pengetahuan sebagaimana
yang pernah di alami di zaman klasik. Hal ini terasa lebih diperlukan pada saat bangsa Indonesia
menghadapi tantangan zaman pada era globalisasi yang demikian berat.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam pembahasan ini banyak yang dapat kita ketahui dan menimbulkan banyak
pertanyaan, antara lain:
1. Apa itu filsafat Islam ?
2. Sejarah singkat Filsafat Islam?
3. Ruang Lingkup Filsafat Islam?
5 | P a g e
1.3 Tujuan Penulisan
Dalam hal ini, tentu kita mempunyai tujuan mengenai penulisan ini, diantaranya kita ingin tahu
tentang pemikiran para Filsafat Islam, dan perlu kita ketahui bersama bahwa Filsafat Islam tidak
kalah pelosof Barat, terutama dalam hal filsafat atau pemikiran.
1.4 Manfaat
Setiap sesuatu yang kita pelajari pasti akan berdampak pada perkembangan pengetahuan kita,
termasuk dalam pembahasan kita ini yaitu “Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya.” Kita
bisa mengambil pembelajaran dalam hal pemikiran para filsuf Islam, baik dalam bidang tasawuf,
jiwa, politik dan banyak lagi yang lainnya.
6 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat Islam
2.1.1 Apa itu Filsafat Islam
A. Apakah yang disebut Filsafat Islam?
a. Secara etimologis filsafat berasl dari bahsa Arab yaitu falsafah.Kata falsafah inipun berasal
dari bahasa Yunani yaitu dari kata philosophia.Philos berarti cinta, suka.Sophia berarti
pengetahuan, ilmu, kebijaksanaan.Jadi Philosophia berarti cinta pengetahuan atau cinta pada
kebijaksanaan.
b. Dilihat dari segi praktis filsafat berarti alam berpikir atu alam pikiran. Filsafat adalah suatu
ilmu yang merupakan hasil akl manusia yang memikirkan dan mencari hakikat kebenaran segala
sesuatu.
c. Menurut Al-Farbi (wafat 350 M),filasafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan
bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
d. Prof. Dr. Fuad Hasan (guru besar Psikologi UI) menyilmpulkan bahwa Filsafat adalah suatu
ikhtiar untuk berpikir radikal.
e. Menurut H. Hasbulah Bakri, Filsafat adalah Ilmu yang mempelajari,menyelidiki dan mencoba
menjawab masalah-masa;ah yang tidak dapat di jawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena
masalah tersebut berad diluar jangkauan ilmu pengetahuan biasa
f. Plato (427 SM-347 SM),filsuf Yunani murid Socrates dan guru Aristoteles. Ia mengatakan
bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat
mencapai kebenaran asli).
g. Aristoteles (382Sm-322 Sm) :Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang
didakamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika (menyelidiki segala asas dan sebab segala benda.
7 | P a g e
Definisi-definisi tersebut merupakan definisi filsafat secara umum. Adapun definisi filsafat Islam
lebih terfokus pada apakh filsafat Islam itu bisa di sebut sebagai filsafat Arab atau tidak.berikut
ini adalah beberapa definsis filsafat Islam.
a. Menurut Mustofa Abdul Razik, Filsafat Islam adlah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan
dibawah naungan negara Islam, tanpa memandang agama dan bahasa pemilknya. Pengertian ini
diperkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menulis
kitan-kitab filsafat yang bersifat kritis itu henndaknya dimasukkan ke dalam Filsafat Islam.
b. Dr. Ibrahim Madzkur mengatakan :Filsafat Arab bukanlah produk suatu umat atu ras.Dia
mengatakan, Fisafat Islam mencakup segala studi filsofis yang ditulis di bumi Islam baik itu
hasil karya orang Yahudi atau Nasrani.
c. Dr. Sidi Gazalba mendefinisikan filsafat Islam sebagai hasil pikiran manusi yang digerakkan
oleh naqli (al-quran dan Sunnah). Disebuit jug sebagai ilmu untuk membuktikan kebenaran
whyu dan sunnah yang memberikan keteranagn, ulasan tafsiran denagn pemikaran budi yang
mempunya sistem, radikal, dan global (umum).
d. Menurut Fuad Al-Akhwani, Filsafat Islam adalah pembahasan meliputi berbagai soal alam
semesta dan bermacam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama
lahirnya agama Islam.
Adapun definisi filsafat menurt tokoh filsafat pada awal masuknya filsafat ke dalam
ranah berfikir orang islam adalah sebagai berikut :
a. Al-Kindi
Al-Kindi mendefinisikan filsafat dari berbagai sudut pandang,namun Ia lebih menspesifikasikan
filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu yang abadi dan besifat menyeluruh (umum),
baik esensinya maupu kausa-kausanya.Defiisi ini di ambil dari sudut pandang materinya.
b. Al-Farabi
Al-Farabi mendefinisikn filsafat sebagai : Al Ilmu bilmaujudaat bima Hiya Al Maujudaat,yaitu
suatu ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnay dari segala yang ada ini.
8 | P a g e
Al Farabi berusaha memadukan beberapa aliran filsafat fal safah al taufiqhiyah atau wahdah ala
falsafah yang bebrkembang sebelumnya, terutama pemikiran Plato, Aristoteles, dan Plotinus,
juga antara agama dan filsafat.
Al farabi berpandapat bahwa pada hakikatnya filsafat itu adalah satu kesatuan, oleh karena itu
para filosof besar harus menyatujui bahwa satu-satunya tujuan adalah mencari kebenaran.
c. Ikhwan Al-Shafa’
Ikhwan Al-Shafa’ adalah golongan dalam filsafat yang menyatakan filsafat itu bertingkat-
tingkat,yaitu:
1. Cinta ilmu
2. mengetahui hkikat wujud-wujud menurut kesanggupan manusia
3. berkata dan berbuat sesuai dengan ilmu.
4. Ibnu Rusyd
Aliran filsafat Ibn Rusyd adalah rasional. Ia menjunjung tinggi akal fikiran dan menghargai
peranan akal, karena dengan akal fikiran itulah manusia dapat menafsirkan alam maujud. Akal
fikiran bekerja atas dasar pengertian umum (ma¡¦ani kulliyah) yang didalamnya tercakup semua
hal ihwal yang bersifat partial (juz¡¦iyah). Ia menjelaskan bahwa kuliyyat adalah gambaran akal,
tidak berwujud kenyataan diluar akal.
e. Ibu Maskawih
Maskawih membedakan antar pengertian hikmah dan filsafat. Menurutnya, hikmah adalah
keutamaan jiwa yang cerdas (aqilah) yang mampu membedakan mana yang bak dan man yang
buruk.
Mengenai filsafat Ia tidak memberikan pengertian secara tegas.Ia membagi filsafat menjadi dua
bagian yaitu teoritis dan praktis. Teoritis merupakan kesmpurnaan manusia yang mengisi
potensinya untuk dapat mengetahui segala sesuatu sehingga dengan kesempurnaan ilmunya itu
pikrannya benar. Sedangkan bagia praktis merupakan kesempurnan manusia yang mengisi
potensinya untk dapat melakukan perbuatan-perbuatan moral.
9 | P a g e
f. Suhrowardi Al-Maqtul
Pandangan Suhrowardi terhadap metafisika dan cahaya pada dasarnya tetap bersifat immaterial.
Entitas yang pertama yang diciptakan Tuhan adalah akal pertama, kemudian melalui proses
emanasi timbul akal kedua dan seterusnya.
g. Ibnu Sina
Dari Tuhanlah kemajuan yang mesti, mengalir intelegensi pertama sendirian karena hanya dari
yang tunggal. Yang mutlak, sesuatu yang dapat mewujud. Tetapi sifat ontelegensi pertama tidak
selamanya mutlak satu, karena ia bukan ada dengan sendirinya, ia hanya mungkin dan
kemungkinannnya itu diwujudkan oleh Tuhan. Berkat kedua sifat itu, yang sejak saat itu
melingkupi seluruh ciptaan di dunia, intelgensi pertama memunculkan dua kewujudan yaitu:
1. Intelegensi kedua melalui kebaikan ego tertinggi dari adanya aktualitas.
2. Lingkungan pertama dan tertingi berdasarkan segi terendah adanya, kemungkinan
alamiyah. Dua proses pamancaran inii berjalan terus sampai kita mencapai intelegensi
kesepuluh yang mengatur dunia ini, yang oleh kebanyakan filosuf muslim disebut sebagai
malaikat Jibril.
h. Al-Ghazali
Pada mulanya ia berangggapan bahwa pengetahuan itu adalah hal-hal yang dapat ditangkap oleh
panca indra. Tetapi kemudian ternyata bahwa baginya panca indra juga berdusta. Karena tidak
percaya pada panca indra, al Ghazali kemudian meletakan kepercayaannya kepada akal. Alasan
lain yang membuat al Ghazali terhadap akal goncang, karena ia melihat bahwa aliran-aliran yang
mengunakan akal sebagai sumber pengetahuan, ternyata menghasilkan pandangan-pandangan
yang bertentangan, yang sulit diselesaikan dengan akal.
Lalu al Ghazali mancari ilm al yaqini yang tidak mengandung pertentangan pada dirinya. Tiga
bulan kemudian Allah memberikan nur yang disebut juga oleh Al Ghazali sebagai kunci ma¡¦rifat
ke dalam hatinya. Dengan demikian bagi Al Ghazali intuisi lebih tinggi dan lebih dipercaya
daripada akal untuk menangkap pengetahuan yang betul-betul diyakini.
10 | P a g e
i. Ibnu Thufail
Ibn Thufail menunjukkan jalan untuk sampai kepada objek pengetahuan yang maha tingi atau
Tuhan. Jalan pertama melalui wahyu, dan jalan kedua adalah melalui filsafat. Ma’rifat melalui
akal ditempuh dengan jalam keterbukaan, mengamati, meneliti, mancari, mencoba,
membandingkan, klasifikasi, generalisasi dan menyimpulkan. Jadi ma’rifah adalah sesuatu yang
dilatih mulai dari yang kongkrit berlanjut kepada yang abstrak. Dan khusus menuju global.
Seterusnya dilanjutkan dengan perenungan yang terus menerus. Ma’rifah melalui agama terjadi
lewat pemahaman wahyu dan memahami segi batinnya dzauq. Hasilnya hanya bisa dirasakan,
sulit untuk dikatakan. Tidak heran kalau muncul syatahat dari mulut seorang sufi. Jadi proses
yang dilalui ma’rifat semacam ini tidak mengikuti deduksi atau induksi, tetapi bersifat intuitif
lewat cahaya suci.
j. Ibnu ‘Arabi
Filsafat Ibn ‘Arabi tentang wujud (realitas) Tuhan, alam semesta, dan manusia.
-Pengertian Wahdat al wujud. Terdiri dari dua kata, yaitu: wahdat (sendiri, tunggal,kesatuan)
sedangkan wujud (ada). Dengan demikian Wahdat al wujud berarti kesatuan wujud.
– Kata al wahdah digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sufistik sebagai suatu kesatuan
antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan format (bentuk), antara yang nampak (lahir) dan
yang batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi hakikatnya qadim dan berasal dari
Tuhan.
k. Mulla Shadra
Ia mendefinisikn filsafat dalam dua bagian utama.yang pertma adalah bagian teoritis yang
mengacu pada pengetahuan tentang segala sesuatu sebagaiman adanya, dan yang kedua yaitu
bagian praktis yang mengacu pada pencapaian kesempurnaan-kesempyrnan yang cocok bagi
jiwa.
l. Muhammad Iqbal
– Agama ialah suatu konsep dari suatu pengalaman yang kompleks, sebagian bersifat rasional,
etik, dan sebagian lagi bersifat spiritual.
11 | P a g e
– Agama bukan semata-semata hanya pikiran atau cuma perasaan juga bukan sekedar tindakan
tetapi merupakan ekspresi manusia secara keseluruhan, karenanya agama tak bertentangan
dengan filsafat, bahkan merupakan suatu segi yang penting dari pengalama total, tentang realitas
yang harus dirumuskan oleh filsafat.
Dalam buku Mulyadhi Kartanegara yang berjudul Gerbang Kearifan, beliau
mendiskusikan beberapa pandangan sarjana tentang istilah filsafat Islam. Ada yang mengatakan
bahwa Islam tidak pernah dan bisa memiliki filsafat yang independen. Adapun filsafat yang
dikembangkan oleh para filosof Muslim adalah pada dasarnya filsafat Yunani, bukan filsafat
Islam. Ada lagi yang mengatakan bahwa nama yang tepat untuk itu adalah filsafat Muslim,
karena yang terjadi adalah filsafat Yunani yang kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh para
filosof Muslim.
Ada lagi yang mengatakan bahwa nama yang lebih tepat adalah filsafat Arab, dengan
alasan bahwa bahasa yang digunakan dalam karya-karya filosofis mereka adalah bahasa Arab,
sekalipun para penulisnya banyak berasal dari Persia, dan namanama lainnya seperti filsafat
dalam dunia Islam.
Adapun beliau sendiri cenderung pada sebutan filsafat Islam (Islamic philosophy),
dengan setidaknya 3 alasan:
1. Ketika filsafat Yunani diperkenalkan ke dunia Islam, Islam telah mengembangkan sistem
teologi yang menekankan keesaan Tuhan dan syari’ah, yang menjadi pedoman bagi
siapapun. Begitu dominannya Pandangan tauhid dan syari’ah ini, sehingga tidak ada
suatu sistem apapun, termasuk filsafat, dapat diterima kecuali sesuai dengan ajaran pokok
Islam tersebut (tawhid) dan pandangan syari’ah yang bersandar pada ajaran tauhid. Oleh
karena itu ketika memperkenalkan filsafat Yunani ke dunia Islam, para filosof Muslim
selalu memperhatikan kecocokannya dengan pandangan fundamental Islam tersebut,
sehingga disadari atau tidak, telah terjadi “pengislaman” filsafat oleh para filosof Muslim.
2. Sebagai pemikir Islam, para filosof Muslim adealah pemerhati filsafat asing yang kritis.
Ketika dirasa ada kekurangan yang diderita oleh filsafat Yunani, misalnya, maka tanpa
ragu-ragu mereka mengkritiknya secara mendasar. Misalnya, sekalipun Ibnu Sina sering
dikelompokkan sebagai filosof Peripatetik, namun ia tak segan-segan mengkritik
12 | P a g e
pandangan Aristoteles, kalau dirasa tidak cocok dan menggantikannnya dengan yang
lebih baik. Beberapa tokoh lainnya seperti Suhrawardi, Umar b. Sahlan al-Sawi dan Ibn
Taymiyyah, juga mengkriktik sistem logika Aristotetles. Sementara al-‘Amiri mengkritik
dengan pedas pandangan Empedokles tentang jiwa, karena dianggap tidak sesuai dengan
pandangan Islam.
3. Adanya perkembangan yang unik dalam filsafat islam, akibat dari interaksi antara Islam,
sebagai agama, dan filsafat Yunani. Akibatnya para filosof Muslim telah
mengembangkan beberapa isu filsafat yang tidak pernah dikembangkan oleh para filosof
Yunani sebelumnya, seperti filsafat kenabian, mikraj dsb.
B. Sejarah Singkat Timbulnya Filsafat Islam
Sejarah filsafat bermula di pesisir Samudra Mediterania bagian Timur pada abad ke-6 SM. Sejak
semula filsafat ditandai dengan rencana umat manusia untuk menjawab persoalan seputar alam,
manusia, dan Tuhan. Itulah sebanya filsafat pada gilirannya mampu melahirkan sains-sains
besar, seperti fisika, etika, matematika dan metafisika yang menjadi batu bata kebudayaan dunia.
Cara pemikiran Filsafat secara teknis muncul pada masa permulaan jayanya Dinasti Abbasiyah.
Di bawah pemerintahan Harun al ¡Vrasyid, dimulailah penterjemahan buku-buku bahasa Yunani
kedalam bahasa Arab. Orang-orang banyak dikirim ke kerajaan Romawi di Eropa untuk membeli
manuskrip. Awalnya yang dipentingkan adalah pengetahuan tentang kedokteran, tetapi kemudian
juga pengetahuan-pengatahuan lain termasuk filsafat.
Penterjemahan ini sebagian besar dari karangan Aristoteles, Plato, serta karangan mengenai
Neoplatonisme, karangan Galen, serta karangan mengenai ilmu kedokteran lainya, yang juga
mengenai ilmu pengetahuan Yunani lainnya yang dapat dibaca alim ulama Islam. Tak lama
kemudian timbulah para filosof-filofof dan ahli ilmu pengetahuan terutama kedokteran di kalam
umat Islam.
Ketika filsafat bersentuhan dengan Islam maka yang terjadi bahwa filsafat terinspirasi oleh
pokok-pokok persoalan yang bermuara pada sumber-sumber Wahyu Islam. Semua filosof
muslim seperti al Kindi, al Farabi, Ibn Sina, Mulla Sadra,Suhrawardi dan lain sebagainya hidup
13 | P a g e
dan bernafas dalam realitas al Quran dan Sunnah. Kehadiran al Quran dan Sunnah telah
mengubah pola berfilsafat dalam konteks Dunia Islam. Realitas dan proses penyampaian al
Quran merupakan perhatian utama para pemikir Islam dalam melakukan kegiatan berfilsafat.
C. Lingkup Filsafat Islam
Berbeda dengan lingkup filsafat modern, filsafat Islam, sebagaimana yang telah
dikembangkan para filosof agungnya, meliputi bidang-bidang yang sangat luas, seperti logika,
fisika, matematika dan metafisika yang berada di puncaknya. Seorang filosof tidak akan
dikatakan filosof, kalau tidak menguasai seluruh cabang-cabang filosofis yang luas ini.
D. Pandangan Filsafat yang Holistik
Satu hal lagi yang perlu didiskusikan dalam mengenal filsafat Islam ini adalah
pandangannya yang bersifat integral-holistik.Integrasi ini, sebagaimana yang telah saya jelaskan
dalam karya saya yang lain Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik, terjadi pada berbagai
bidang, khususnya integrasi di bidang sumber ilmu dan klasifikasi ilmu. Filsafat Islam mengakui,
sebagai sumber ilmu, bukan hanya pencerapan indrawi, tetapi juga persepsi rasional dan
pengalaman mistik. Dengan kata lain menjadikan indera, akal dan hati sebagai sumber-sumber
ilmu yang sah. Akibatnya terjadilah integrasi di bidang klasifikasi ilmu antara metafisika, fisika
dan matematika, dengan berbagai macam divisinya. Demikian juga integrasi terjadi di bidang
metodoogi dan penjelasan ilmiah. Karena itu filsafat Islam tidak hanya mengakui metode
observasi, sebagai metode ilmiah, sebagaimana yang dipahami secara eksklusif dalam sains
modern, tetapi juga metode burhani, untuk meneliti entitasentitas yang bersifat abstrak, ‘irfani,
untuk melakukan persepsi spiritual dengan menyaksikan (musyahadah) secara langsung entitas-
entitas rohani, yang hanya bisa dianalisa lewat akal, dan terakhir bayani, yaitu sebuah metode
untuk memahami teks-teks suci, seperti al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, filsafat Islam
mengakui kebasahan observasi indrawi, nalar rasional, pengalaman intuitif, dan juga wahyu
sebagai sumbersumber yang sah dan penting bagi ilmu.
14 | P a g e
Hal ini penting dikemukakan, mengingat selama ini banyak orang yang setelah menjadi
ilmuwan, lalu menolak filsafat dan tasawuf sebagai tidak bermakna. Atau ada juga yang telah
merasa menjadi filosof, lalu menyangkal keabsahan tasawuf, dengan alasan bahwa tasawuf
bersifat irrasional. Atau ada juga yang telah merasa menjadi Sufi lalu menganggap tak penting
filsafat dan sains. Dalam pandangan filsafat Islam yang holistik, ketiga bidang tersebut diakui
sebagai bidang yang sah, yang tidak perlu dipertentangkan apa lagi ditolak, karena ketiganya
merupakan tiga aspek dari sebuah kebenaran yang sama. Sangat mungkin bahwa ada seorang
yang sekaligus saintis, filosof dan Sufi, karena sekalipun indera, akal dan hati bisa dibedakan,
tetapi ketiganya terintegrasi dalam sebuah pribadi. Namun, seandainya kita tidak bisa menjadi
sekaligus ketiganya, seyogyanya kita tidak perlu menolak keabsahan dari masing-masing bidang
tersebut, karena dalam filsafat Islam ketiga unsur tersebut dipandang sama realnya.
E. Tujuan, Fungsi, dan Manfaat Filsafat
Menurut Harold H. Titus,filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam semesta,
makna dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah control, dan tujuan seni adalah kreativitas,
kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan fisafat adalah pengertian
dan kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr. Oemar A.Hoesin mengatakan: ilmu memberi kepada kita pengetahuan, dan filsafat
member hikmah. Filsafat member kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang
tersusun dengan tertib, akan kebebaran.
Radhakrishnan dalam bukunya, History of philosophy menyebutkan: tugas filsafat bukan
lah sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup ,melainkan membimbingnya maju.
Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan
menentukan jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk
menopang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadi penggolongan-penggolongan
berdasarkan nation, ras dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal,baik dalam lingkungannya maupun
dalam semangatnya.
15 | P a g e
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat
kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berfikir) etika (berprilaku), maupun metafisiska
(hakikat keaslian).
2.1.2 Peran Filsafat Islam dalam Dunia Modern
a. Menjawab Tantangan Kontemporer
Pada saat ini, dalam pandangan Beliau (Mulyadhi Kartanegara), umat Islam telah dilanda
berbagai persoalah ilmiah filosofis, yang datang dari pandangan ilmiah-filosofis Barat yang
bersifat sekuler. Berbagai teori ilmiah, dari berbagai bidang, fisika, biologi, psikologi, dan
sosiologi, telah, atas nama metode ilmiah, menyerang fondasi-fondasi kepercayaan agama.
Tuhan tidak dipandang perlu lagi dibawa-bawa dalam penjelasan ilmiah. Misalnya bagi Laplace
(w. 1827), kehadiran Tuhan dalam pandangan ilmiah hanyalah menempati posisi hipotesa. Dan
ia mengatakan, sekarang saintis tidak memerlukan lagi hipotetsa tersebut, karena alam telah bisa
dijelaskan secara ilmiah tanpa harus merujuk kepada Tuhan. Baginya, bukan Tuhan yang telah
bertanggung jawab atas keteraturan alam, tetapi adalah hukukm alam itu sendiri. Jadi Tuhan
telah diberhentikan sebagai pemelihara dan pengatur alam. Demikian juga dalam bidang biologi,
Tuhan tidak lagi dipandang sebagai pencipta hewan-hewan, karena menurut Darwin (w. 1881),
munculnya spesies-spesies hewan adalah karena mekanisme alam sendiri, yang ia sebut sebagai
seleksi alamiah (natural selection).
Menurutnya hewan-hewan harus bertransmutasi sendiri agar ia dapat tetap survive, dan
tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Ia pernah berkata, “kerang harus menciptakan engselnya
sendiri, kalau ia mau survive, dan tidak karena campur tangan sebuah agen yang cerdas di luar
dirinya. Oleh karena itu dalam pandangan Darwin, Tuhan telah berhenti menjadi pencipta
hewan. Dalam bidang psikologi, Freud (w. 1941) telah memandang Tuhan sebagai ilusi. Baginya
bukan Tuhan yang menciptakan manusia, tetapi manusialah yang menciptakan Tuhan. Tuhan,
sebagai konsep, muncul dalam pikiran manusia ketika ia tidak sanggup lagi menghadapi
tantangan eksternalnya, serti bencana alam dll maupun tantangan internalnya, ketergantungan
psikologis pada figur yang lebih dominan. Sedangkan Emil Durkheim, menyatakan bahwa apa
yang kita sebut Tuhan, ternyata adalah masyarakat itu sendiri yang telah dipersonifikasikan dari
nilai-nilai sosial yang ada.
16 | P a g e
Dengan demikian jelaslah bahwa, dalam pandangan sains modern Tuhan tidak memiliki
tempat yang spesial, bahkan lama kelamaan dihapus dari wacana ilmiah. Tantangan yang lain
juga terjadi di bidang lain seperti bidang spiritual, ekonomi, ekologi dll. Tentu saja tantangan
seperti ini tidak boleh kita biarkan tanpa kritik, atau respons kritis dan kreatif yang dapat dengan
baik menjawab tantangan-tantangan tersebut secara rasional dan elegan, dan tidak semata-mata
bersifat dogmatis dan otoriter. Dan di sinilah beliau melihat bahwa filsafat Islam bisa berperan
sangat aktif dan signifikan.
b. Filsafat sebagai Pendukung Agama
Berbeda dengan yang dikonsepsikan al-Ghazali, di mana filsafat dipandang sebagai
lawan bagi agama, beliau (Mulyadhi Kartanegara) melihat filsafat bisa kita jadikan sebagai mitra
atau pendukung bagi agama. Dalam keadaan di mana agama mendapat serangan yang gencar
dari sains dan filsafat modern, filsafat Islam bisa bertindak sebagai pembela atau tameng bagi
agama, dengan cara menjawab serangan sains dan filsafat modern terhadap agama secara
filosofis dan rasional. Karena menurut hemat saya tantangan ilmiah-filosofis harus dijawab juga
secara ilmiah-filosofis dan bukan semata-mata secara dogmatis. Dengan keyakinan bahwa Islam
adalah agama yang menempatkan akal pada posisi yang terhormat, saya yakin bahwa Islam, pada
dasarnya bisa dijelaskan secara rasional dan logis.
Selama ini filsafat dicurigai sebagai disiplin ilmu yang dapat mengancam agama. Ya,
memang betul. Apaalagi filsafat yang selama ini kita pelajari bukanlah filsafat Islam, melainkan
filsafat Barat yang telah lama tercerabut dari akar-akar metafisiknya. Tetapi kalau kita betul-
betul mempelajari filsafat Islam dan mengarahkannya secara benar, maka filsafat Islam juga
adalah sangat potensial untuk menjadi mitra filsafat atau bahwan pendukung agama. Di sini
filsafat bisa bertindak sebagai benteng yang melindungi agama dari berbagai ancaman dan
serangan ilmiah-filosofis seperti yang saya deskrisikan di atas.
Serangan terhadap eksistensi Tuhan, misalnya dapat dijawab dengan berbagai argumen
adanya Tuhan yang telah banyak dikemukakan oleh para filosof Muslim, dari al-Kindi, Ibn Sina,
Ibn Rusyd dll., seperti yang telah saya jelaskan antara lain dalam buku saya Menembus Batas
Waktu. Serangan terhadap wahyu bisa dijawab oleh berbagai teori pewahyuan yang telah
17 | P a g e
dikemukakan oleh banyak pemikir Muslim dari al-Ghazali, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Taymiyyah,
Ibn Rusyd, Mulla Shadra dll.
2.1.3 Filsafat Islam di Indonesia
a. Masa Lalu
Filsafat Islam belum begitu dikenal di Indonesia, karena memang filsfat Islam baru
diperkenalkan ke publik pada tahun 70-an oleh almarhum Prof. Dr. Harun Nasution dalam
bukunya yang terkenal Falsafah & Mistisime dalam Islam, yang diterbitkan Bulan Bintang pada
tahun 1973. Dalam buku ini pak Harun telah memperkenalkan 6 filosof Muslim yang terkenal
yaitu al-Kindi, al-Razi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd, setelah sebelumnya ia membicarakan
tentang “Kontak Pertama antara Islam dan ilmu pengetahuan serta falsafah Yunani.” Dalam buku
ini pak Harun dengan singkat tetapi esensial memperkenalkan biografi dan ajaran para filosof
Muslim tersebut, sehingga para mahasiswa Muslim, khususnya mahasiswa IAIN di seluruh
Indonesia, telah menyadari keberadaan filsafat Islam yang sebelumnya hampir tidak pernah
diperkenalkan kepada mereka. Dan dengan dijadikannya buku tersebut sebagai buku wajib, maka
pak Harun boleh dikata telah berhasil memperkenalkan filsafat Islam di Indonesia ini.
Tetapi karena buku ini merupakan satu-satunya buku yang digunakan dalam matakuliah
filsafat Islam selama puluhan tahun, maka timbul kesan yang keliru bahwa seakan filsafat Islam
hanya menghasilkan 6 orang filosof sebagaimana yang diperkenalkan oleh Pak Harun di atas.
Untunglah pada tahun 1987 Pustaka Jaya telah menerbitkan sebuah buku terjemahan yang bagus
dan komprehensif tentang filsafat Islam karangan Majid Fakhry yang berjudul Sejarah Filsafat
Islam, yang diterjemahkan oleh (Mulyadhi Kartanegara), sehingga dengan demikian sadarlah
kita bahwa filsafat Islam telah melahirkan bukan hanya 6 filosof, sebagaimana yang telah
diperkenalkan oleh Pak harun, tetapi puluhan bahkan mungkin ratusan para filosof yang tidak
kalah hebatnya daripada filosof-filosof yang telah diperkenalkan sebelumnya.
Buku ini menjelaskan filsafat Islam dari sudut historis, yang meliputi paparan tentang
perkembangan filsafat sebelum Islam, pada masa awal Islam, masa pertengahan dan masa
modern. Dan buku ini telah menikmati posisi yang penting di universitas-universitas Islam,
sebagai buku daras yang tak ada duanya pada saat itu. Mahasiswa Muslim sangat diuntungkan
dengan kehadiran karya terjemahan ini, karena ia telah banyak mengubah persepsi yang keliru
18 | P a g e
tentang filsafat Islam dari sudut lingkup, rentangan waktu, ajaran dll. Dengan buku ini pula kita
menjadi sadar bahwa ternyata filsafat Islam tidak berhenti pada Ibn Rusyd sebagaimana
dikesankan setelah membaca buku pak harun, tetapi terus hidup dan berlangsung hingga saat ini.
b. Masa Kini
Yang di maksud dengan masa kini, adalah kurang lebih periode sepuluh tahun terkahir
dari sekarang. Pada saat ini kita telah menikmati banyak informasi tentang filsafat Islam.
Diterjemahkannya buku yang diedit oleh M.M. Syarif yang berjudul, History of Muslim
Philosophy secara parsial ke dalam bahasa Indonesia telah memperkaya khazanah filsafat Islam
di Indonesia. Tetapi tambahan informasi yang sangat signifikan terjedi setelah penerbit Mizan
menerjemahkan karya besar dalam sejarah filsafat Islam yang diedit oleh Nasr dan Oliver
Leaman, yang berjudul A History of Islamic Philosophy ke dalam bahasa Indonesia, dengan
judul Ensiklopedia Filsafat Islam (dua jilid). Berbagai karya filosofis yang lebih spesifik
(misalnya yang membahas tentang pemikiran para filosof tertentu) juga telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia, seperti The Philosophy of Mulla Sadra yang ditulis oleh Fazlur
Rahman, yang membahas beberapa aspek dari pemikiran Mulla Shadra, atau Knowledge and
Illumination, karangan Hussein Ziai, yang membicarakan secara khusus filsafat iluminasi
Suhrawardi. Namun sejauh ini, informasi ini lebih bersandar pada terjemahan dari karya asing,
dan bukan karangan sarjana Muslim Indonesia sendiri.
Sedikit sekali karya filsafat Islam yang ditulis oleh para penulis negeri ini. Ada misalnya
buku 5 tentang Suhrawardi yang ditulis oleh sdr Amroeni, khususnya kritik Suhrawardi terhadap
filsafat peripatetik,atau yang ditulis oleh M. Iqbal tentang Ibn Rusyd, sebagai bapak
rasionalisme. Namun tulisan-tulisan tersebut masih bersifat studi tokoh, dan pada dasarnya
diadaptasi dari sebuah tesis atau disertasi. Tidak banyak penulis Muslim Indonesia yang menulis
buku pengantar terhadap filsafat Islam yang bersifat independen, kecuali pak Haidar Bagir
dengan Buku Saku Filsafat Islam-nya, dan beliau (Mulyadhi Kartanegara) sendiri dengan
Gerbang Kearifan-nya.
19 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dunia Islam telah berhasil membentuk suatu filsafat yang sesuai dengan prinsip-prinsip
agama dan keadaan masyarakat Islam sendiri. Nama Al-Kindi adalah merupakan nama yang
diambil dari nama sebuah suku, yaitu : Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan
Kindah, yang berlokasi di daerah selatan Jazirah Arab dan mereka ini mempunyai kebudayaan
yang tinggi.
Mengenai filsafat dan agama, Al-Kindi berusaha mempertemukan amtara kedua hal ini;
Filsafat dan agama. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau
ilmu yang paling mulia dan paling tinggi martabatnya. Dan agama juga merupakan ilmu
mengenai kebenaran, akan tetapi keduanya memiliki perbedaan.
20 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
http://balaghyelrasyid.blogspot.com/2013/02/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
http://gudangmakalahku.blogspot.com/2013/06/makalah-filsafat-islam.html
Mulyadhi Kartanegara, Masa Depan Filsafat Islam “antara cita dan fakta”..Sebuah Paper
Sudarsono, Ilmu Filsafat – Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta : 2001
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta : 1996
21 | P a g e