Click here to load reader
Upload
laili-aidi
View
7.479
Download
48
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Please contact me trough lailiaidi at gmail.com for further corespondency
Citation preview
1
DIKTAT PANJAT TEBING
(ROCK CLIMBING)
ASTACALA Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam ITTelkom
2
Judul Buku :
Diktat Rock Climbing (Panjat Tebing) Edisi Beta Release, 2009
Bahasa Indonesia
Penulis :
Laili Aidi (A – 062 – Kabut Fajar)
Dokumen ini dikeluarkan Oleh :
BADAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN
ASTACALA
Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam ITTelkom
Gd. Student Center, Lantai 1 Ruang 103
Kampus ITTelkom Jl. Telekomunikasi 1 Dayeuh Kolot 40257
Bandung, Jawa Barat
Telp (022) 7564108 ext 2021
Website http://www.astacala.org
3
Lucy Creamer on Flying Buttress Direct, (HVS 5b), Stanage Edge,
Peak District, UK. Photo: Simon Carter, wild country cam book
4
Ketentuan Penggunaan Seluruh atau sebagian isi tulisan yang ada di dalam dokumen ini dapat digunakan,
disebarluaskan, dijadikan sebagai sumber acuan (referensi) secara bebas bagi
yang membutuhkan isi tulisan ini bukan untuk tujuan komersial (non profit),
dengan syarat tidak menghapus, merubah atau menghilangkan atribut atau
pernyataan penulis.
Seluruh materi dari tulisan dibuat untuk kalangan sendiri dengan skenario latihan
yang sesuai dengan kebutuhan. ASTACALA tidak bertanggung jawab apabila
terjadi kecelakaan pada kegiatan di lapangan yang mempergunakan tulisan ini
sebagai referensi dan atau tidak dikonsultasikan dahulu dengan Badan Pendidikan
dan Latihan ASTACALA.
Hak cipta dan intelektual terdapat pada penulis dan tidak diperbolehkan
melakukan penulisan ulang, kecuali melakukan konfirmasi dan mendapatkan izin
tertulis dari Penulis dan / atau Badan Pendidikan dan Latihan ASTACALA. Apabila
akan menggunakan dan / atau melakukan penulisan ulang ataupun memberikan
saran atas dokumen ini, dapat menghubungi ASTACALA dengan alamat :
ASTACALA PMPA ITTelkom
Gd. Student Center, Lantai 1 Ruang 103
Kampus ITTelkom Jl. Telekomunikasi 1 Dayeuh Kolot 40257
Bandung, Jawa Barat
Telp (022) 7564108 ext 2021
Website www.astacala.org
Bandung, Agustus 200
Badan Pendidikan dan Latihan
ASTACALA
xxxx
A – 0xx – xxxxx
5
Daftar Isi KETENTUAN PENGGUNAAN ........................................................................................ 4 DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 5 1. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 6 2. KLASIFIKASI PANJAT TEBING ......................................................................... 17
2.1 KLASIFIKASI ................................................................................................................ 17 2.2 GRADING ..................................................................................................................... 20
3. ALAT ............................................................................................................................. 24 3.1 ALAT ............................................................................................................................ 24 3.2 PENGGUNAAN DAN PERAWATAN ................................................................................. 37
4. ETIKA ........................................................................................................................... 40 5. PENGENALAN TEBING DAN TEKNIK DASAR ............................................... 42
5.1 KOMPONEN DASAR ..................................................................................................... 42 5.2 KARAKTERISTIK TEBING ............................................................................................. 43 5.3 TEKNIK PEMANJATAN .................................................................................................. 45 5.4 BOULDERING ............................................................................................................... 47 5.5 BUILDERING ................................................................................................................ 47
6. SIMPUL ......................................................................................................................... 48 6.1 JENIS SIMPUL ............................................................................................................. 48 6.2 PENGURANGAN KEKUATAN TALI ................................................................................ 52
7. TEKNIK LANJUT ........................................................................................................ 54 7.1 MANAJEMEN PEMANJATAN .......................................................................................... 54 7.2 ABA – ABA PEMANJATAN ............................................................................................ 54 7.3 PROSEDUR PEMANJATAN ............................................................................................ 55 7.4 LEADING ...................................................................................................................... 57 7.5 BELAYING .................................................................................................................... 61 7.6 RAPELLING / ABSEILING ............................................................................................ 62
8.LINTASAN..................................................................................................................... 65 8.1 PEMBUATAN LINTASAN ............................................................................................... 65 8.2 TOPO MAP ................................................................................................................... 66
9. VERTICAL RESCUE ................................................................................................. 67 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 70 TENTANG PENULIS ....................................................................................................... 71
17
2. Klasifikasi Panjat Tebing
Climbing isn’t safe; it’s dangerous. You can make it safer but you cannot make it safe.
With this awareness your attention is focused effectively on the situation and the consequences.
You’ll be less likely to feel safe and protected, and therefore act in ways that keep you as safe as possible
Feeling Safe is Dangerous, Arno Ilgner
2.1 Klasifikasi
1. Free Climbing
Teknik memanjat tebing dengan menggunakan alat-alat hanya untuk pengaman
saja, tidak langsung mempengaruhi gerakan Climber / menambah ketinggian.
Sebaiknya dilakukan oleh dua orang. Climber naik secara bergiliran, Leader
(membuat jalur) dan Belayer (pengaman).
2. Free Soloing
Merupakan bagian dari free climbing, tetapi Climber menghadapi segala resiko
seorang diri yang dalam pergerakannya tidak memerlukan bantuan peralatan
pengaman. Untuk melakukan hal ini seorang Climber harus benar-benar
mengetahui segala bentuk rintangan atau bentuk pergerakan yang akan dilakukan
pada rute yang akan dilaluinya. Bahkan kadang harus dihafalkan dahulu segala
gerakan baik tumpuan atau pegangan, sehingga hal ini biasanya dilakukan pada
rute yang pernah dilalui.
3. Artifisial Climbing
Adalah Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, karena sering
sekali dihadapi medan yang kurang / tidak memberikan tumpuan atau peluang
gerak yang memadai misalkan ada medan yang blank. Biasanya Pemanjatan ini
dilakukan berkelompok dengan tugas yang jelas antara Leader dan Belayer .
18
Berdasarkan sistem belay / fall protection, panjat tebing terbagi dalam
beberapa ketegori :
1. Gym Climbing
Pada tipe ini, Belayer ada di bawah (ground) dengan tali dibelokan oleh sistem
anchor (pullay atau carabiner) diatas climber. Jika climber jatuh maka berat climber
tadi akan dibelokan oleh sistem anchor yang lalu ditahan oleh Belayer .
2. Top Roping
Pada tipe ini, Belayer ada di atas (top) yang melakukan belay terhadap tali
yang menuju climber ke bawah. Untuk mengurangi beban yang ditahan Belayer
ketika climber jatuh, biasanya dibuat sistem pengaman pembantu (pembelokan
atau pengalihan beban).
3. Lead Climbing
Pada tipe ini, tali tidak menjulur ke jangkar pengaman di puncak tebing
melainkan dari Belayer langsung ke climber. Pada saat climber mulai memanjat,
Belayer mengulurkan tali, kemudian pada interval ketinggian tertentu (misalnya
setiap 3 meter) climber terus memasang alat pengaman, jika dia jatuh maka
Belayer akan mengunci tali pengaman dan climber akan menggantung pada tali
yang mengulur keatas ke alat pengaman terakhir yang dia pasang. Terbagi 2 :
a. Sport Climbing
Adalah suatu Pemanjatan yang lebih menekankan pada faktor olahraganya.
Pemanjatan dipandang seperti halnya olahraga yang lain, yaitu untuk menjaga
kesehatan. Pada Sport climbing rute yang dipanjat umumya telah bolted (pada
interval ketinggian tertentu ada hanger pada dinding tebing).
b. Traditional / Trad / Adventure Climbing
Adalah suatu Pemanjatan yang lebih menekankan pada faktor petualangan.
Pada Trad Climbing, dinding tebing bersih dari bolts dan hangers, tidak enggak
ada pengaman buatan yang dipasang pada dinding. Biasanya dilakukan oleh
dua orang. Climber harus membawa alat pengaman sendiri dan memasangnya
pada saat memanjat. Ketika tali sudah hampir habis, Leader membuat stasiun
belay untuk membelay Climber kedua. Climber yang sebelumnya mem-belay
Climber pertama mulai memanjat tebing dan membersihkan (mengambil
kembali) alat pengaman yang dipasang di dinding tebing oleh Climber pertama.
19
Berdasarkan tingkat kesulitan, panjat tebing dapat dibagi dalam 2 kategori :
1. Crag Climbing, merupakan panjat bebas, dan dalam
pelaksanaannya dapat dilakukan dengan dua cara :
a. Single pitch climbing : dalam Pemanjatan ini
tidak diperlukan dengan berhenti di tengah untuk
mengamankan orang kedua.
b. Multi pitch climbing : Pemanjatan ini dilakukan
pada tebing yang lebih tinggi dan diperlukan
pergantian Leader . Tiap Climber memulai dan
mengakhiri pada teras memadai untuk
mengamankan diri dan untuk mengamankan orang
kedua (second man)
2. Big Wall Climbing, merupakan jenis Pemanjatan di tempat yang lebih tinggi
dari Crag Climbing dan membutuhkan waktu berhari-hari, peralatan yang cukup
dan memerlukan pengaturan tentang jadwal Pemanjatan, makanan,
perlengkapan tidur, dll. Terdapat 2 sistem yang digunakan dalam Pemanjatan
Big Wall yaitu :
a. Alpine System / Alpine Push / Siege Tactic
Dalam alpine push, Climber selalu ada di tebing dan tidur di tebing. Jadi
segala peralatan dan perlengkapan serta kebutuhan untuk Pemanjatan
dibawa ke atas. Climber tidak perlu turun sebelum pemanjatan berakhir.
20
Pemanjatan ini baru dianggap berhasil apabila semua Climber telah
mencapai puncak.
b. Himalayan System / Himalayan Tactic
Sistem pemanjatan yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga
untuk mencapai sasaran (puncak) diperlukan waktu yang lama. Pemanjatan
Big Wall yang dilakukan sampai sore hari, setelah itu Climber boleh turun ke
base camp untuk istirahat dan pemanjatan dilanjutkan keesokan harinya.
Sebagian alat masih menempel di tebing untuk memudahkan pemanjatan
selanjutnya. Pemanjatan tipe ini biasanya terdiri atas beberapa kelompok
dan tempat-tempat peristirahat. Sehingga dengan berhasilnya satu orang
dari seluruh tim, berarti pemanjatan ini sudah berhasil untuk seluruh tim.
Perbedaan dari Alpine System dan Himalayan System adalah :
Alpine System Himalayan System
1. Alat yang digunakan lebih sedikit
1. Alat yang dibutuhkan lebih banyak
dan waktu Pemanjatan lebih lama
2. Waktu istirahat sedikit 2. Waktu istirahat banyak
3. Perlu load carry 3. Tidak memerlukan load carry
4. Pemanjatan berhasil ketika seluruh
tim berhasil
4. Pemanjatan sudah dikatakan
berhasil ketika salah satu anggota
tim berhasil
2.2 Grading
Seperti dalam olahraga lainnya, seseorang atlit dapat diukur kemampuannya
pada suatu tingkat pertandingan. Sebagai contoh, pemain catur dengan elorating
dibawah 2000 tidak akan dapat mengikuti turnamen tingkat Gand Master. Dalam
panjat tebingpun terdapat klasifikasi tebing berdasarkan tingkat kesulitannya,
dengan demikian kita dapat mengukur sampai di mana kemampuan kita.
Beberapa jenis pengukuran kesulitan tebing:
1. French Grading System
Mengacu pada kesulitan saat pemanjatan dihitung berdasarkan pergerakan dan
panjang / tinggi bidang panjat, ini berbeda dari kebanyakan cara penentuan
tingkat kesulitan lainnya yg mengacu pada area tersulit (single move). Tingkat
kesulitan disini menggunakan sistem penomoran yg dimulai dengan nomor 1
21
[very easy] dengan sistem terbuka yg memungkinkan penambahan huruf
dibelakang angka, contoh : 1, 2, 4a, 4b, 7c, dst dan tambahan “+” yang dapat
digunakan untuk mendeskripsikan tingkat kesulitan lebih. Banyak negara-
negara eropa yang menggunakan sistem yang sama tapi tidak berarti dengan
tingkat kesulitan yang sama pula.
2. Ewbank system
Digunakan di Australia, New Zealand, dan Afrika Selatan, dibuat pada masa
pertengahan tahun 1960 oleh John Ewbank (John Ewbank juga
mengembangkan open ended “M” system untuk aid climbing). Sistem
penomoran Ewbank dimulai dari angka 1 (di area tersebut kita dapat berjalan
walaupun dalan teori) sampai angka 34.
3. Yosemite Decimal System
Digunakan di Amerika yg dengan cepat menyebar ke Canada dan daerah
Amerika lainnya. Sistem ini mengacu pada 5 tingkat dibuat oleh Sierra Club :
• Kelas 1 Cross Country Hiking : Perjalanan biasa tanpa membutuhkan
bantuan tangan untuk mendaki / menambah ketinggian.
• Kelas 2 Scrambling : Sedikit dengan bantuan tangan, tanpa tali.
• Kelas 3 Easy Climbing : Secara scrambling dengan bantuan, dasar teknik
mendaki (climbing) sangat membantu, untuk Climber yang kurang
pengalaman dapat menggunakan tali.
• Kelas 4 Rope Climbing with belaying : Belay (pengaman) dipasang pada
anchor (titik tambat) alamiah atau buatan, berfungsi sebagai pengaman.
• Kelas 5, dibagi menjadi 11 tingkatan (5.1 sampai 5.14), Semakin tinggi
angka di belakang angka 5, berarti semakin tinggi tingkat kesulitan tebing.
Pada kelas ini, runners dipakai sebagai pengaman.
• Kelas A. Untuk menambah ketinggian, seseorang Climber harus
menggunakan alat. Dibagi menjadi lima tingkatan (A1 sampai A5). Contoh :
Pada tebing kelas 5.4 tidak dapat dilewati tanpa bantuan alat A2, tingkat
kesulitan tebing menjadi 5.4 - A2.
4. British Grading System
Untuk traditional climbing dalam teorinya ada 2 bagian : tingkat secara sifat &
tingkat secara praktek. Untuk sport climbing menggunakan standar Franch
Grading System yg biasa ditulis denga huruf “F” UIAA. UIAA Grading System
merupakan standar internasional, sistem ini biasa dipakai di Jerman Barat,
Australia dan Swiszerland. Penomerannya menggunakan angka romawi, dimulai
22
dari angka I [easy] sampai X [hard] dengan penambahan + untuk tingkat
kesulitan diatasnya, tingkat tersulit adalah XII.
5. Brazilian Grade System
Hmpir sama dengan French System, tapi dengan menerapkan penyesuaian
grading 1 - 2sup [very easy], 3 - 5 [easy] dengan maksimum tingkat 12.
Penambahan "sup" (superior) digunakan untuk tingkat 1 - 6, dan French
Standard "a", "b" and "c" adalah penambahan untuk tingkat 7 - 12. 7a pada
French System hampir sama dengan 8a pada Brazilian System.
6. Alaska Grading System
Tingkat kesulitan diukkur dari angka 1 - 6, dan mengacu pada faktor kesulitan,
tinggi dan dan komitmen. Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Boyd N.
Everett, Jr. pada tahun 1966.
• Alaska Grade 1 : Cimb requires one day only, no technical (fifth-class)
climbing.
• Alaska Grade 2 : Either a moderate fifth-class one-day climb,
straightforward multiday nontechnical climb.
• Alaska Grade 3 : Either a serious fith-class one-day climb, a multiday climb
with some technical elements.
• Alaska Grade 4 : Multiday, moderately technical climb.
• Alaska Grade 5 : Multiday, highly technical climb.
• Alaska Grade 6 : Multiday, extremely technical climb.
Tanda plus (+) digunakan untuk tingat kesulitan lebih. Perlu di ingat pasa
system ini kemungkinan tingkat kesulitan yg dimaksud adalah adanya
Pemanjatan pada salju atau glacier dan pada suhu dingin.
23
7. Alpine Grading System
Digunakan di New Zeland pada area pegunungan Alpine di sebelah selatan dan
utara. Sistem penomoran menggunakan open ended, dihitung berdasarkan
kaktor penentu seperti : Techical Difficulty, Objective Danger, Length dan
Access.
• Grade 1 – 3 : An easy scramble.
• Grade 4 – 6 :Technical climbing, must be able to place rock and ice gear
quickly and efficiently. Often involves a long day.
• Grade 7 : Vertical ice / rock dimana mungkin tidak ada cukup pengaman /
proteksi.
70
Daftar Pustaka Attaway, Stephen W. - . “Rope System Analysis”. New South Wales : Oberon
State Emergency Service
ASC. 2004. ”Diktat Pelatihan Dasar Susur Goa”. Jogjakarta : Acintyacunyata
Speleological Club (Tidak diterbitkan)
ASTACALA. 2002. “Diktat Pendidikan Dasar Astacala”. Bandung : Badan
Pendidikan dan Latihan ASTACALA (Tidak Diterbitkan)
CDEM. 2001. “General Rescue Manual”. New Zeland : New Zealand Civil Defence
Emergency Management
GEGAMA. 2004. ”Materi Dasar Kepecintaalaman”. Yogyakarta : mahasiswa
Pecinta Alam Fakultas Geografi (Tidak diterbitkan)
Laidlaw, Kenneth N. 2002. “Considerations For Rope Rescue in 2002”.
http://basarc.org/papers/roperescue/RopeRescue2002.pdf
PACI. 2005. ”Mechanical Advantage (hauling)”. Profesional Association
Climbing Instructur
Sheehan B.E, Alan. “Vector Analysis for Vertical Rescue”. URL
http://recycle.subterra.or.id (Arikel Terjemahan)
Rizaldi, Ahmad dan Setyo Ramadi. ”Panjat Tebing”. URL
http://www.mapalaui.com
Rescue 3 International. “Instruction Phylosophy”. URL http://www.rescue3.com
WANADRI. 1996. “Diktat Pendidikan Dasar Wanadri”. Bandung : Badan
Pendidikan dan Latihan WANADRI (Tidak Diterbitkan)
Warild, Allan. “Vertical”. URL http://www.caves.com
-. “5 Komponen Dasar Panjat Tebing”. URL http://www.tebingcadas.com
-. “Alat Belay dan Rapel”. URL http://www.tebingcadas.com
-. “Aneka Panjat Tebing”. URL http://www.tebingcadas.com
-. “Gerak, Gaya dan Tehnik memanjat”. URL http://www.tebingcadas.com
-. ”Perawatan Sepatu Panjat Tebing”. URL http://www.tebingcadas.com
-. ”Petzl Catalog 2006”. URL http://www.petzl.com
-. “Sejarah Dan Perjalanan Climbing”. http://www.majestic-55.or.id
-. “Simpul dan Tali-temali”. URL http://www.tebingcadas.com
-. “Sepatu Panjat Tebing”. URL http://www.tebingcadas.com
-. “Tali Kernmantel (Kernmantle)”. URL http://www.tebingcadas.com
-. ”The Cam Book”. URL http://www.wildcountry.com
-. “Yang harus diperhatikan oleh para Pemanjat Tebing “. URL
http://www.tebingcadas.com
-. -. URL http://www.rockclimbing.com
71
Tentang Penulis
Lahir sebagai anak kembar dari 6 bersaudara di Padang,
19 Mei 1984 dengan nama lengkap Laili Aidi. Adek
menyelesaikan pendidikan di banyak tempat : Dilli – Timor
Leste, Padang, Bukittinggi, Solok dan Bandung.
Menjadi Anggota ASTACALA melalui Pendidikan Dasar
ASTACALA XII tahun 2003 dengan nomor anggota AM –
018 – Kabut Fajar dan selanjutnya mengikuti seluruh
rangkaian Pendidikan Lanjut yang dilaksanakan Badan
Pendidikan dan Latihan ASTACALA tahun 2003 hingga
2004, Adek bersama 2 rekan lain menempuh perjalanan wajib Anggota Muda
dengan pendakian dan pendataan jalur gunung diatas 3000 mdpl di Gunung Slamet
– Jawa Tengah, Agustus 2004.
Sejak 2005, turut serta merintis cabang kegiatan dan Divisi penelusuran gua
(caving) ASTACALA. Resmi menjadi Anggota Penuh ASTACALA dengan nomor
anggota A - 062 – Kabut Fajar pada tahun 2006, dan bergabung dengan Dewan
Pengurus ASTACALA periode 2005 – 2007 sebagai Badan Pendidikan dan Latihan,
selanjutnya memegang amanah sebagai Ketua ASTACALA periode kepengurusan
2007 - 2009. Saat ini bekerja sebagai Software Developer, mengisi waktu dengan
menulis artikel sambil mencoba menyelesaikan buku ke - 3. Untuk kepentingan
korespondensi bagi perbaikan dokumen ini, Adek dapat dihubungi pada alamat