View
39
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
kolektor surya pemanas air dengan sudut kemiringan bervariasi, serta variasi debit aliran yang berbeda, untuk memperoleh nilai efisiensi dari kolektor surya plat datar
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Water Heater Tenaga Surya
Water heater tenaga surya (solar water heater) merupakan water
heater yang menggunakan energi matahari sebagai sumber energi
penghasil panasnya. Jenis yang satu ini memang paling hemat listrik
karena menggunakan tenaga matahari sebagai sumber panas, tetapi
harga jenis ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan tipe
lainnya. Solar water heater sangat cocok untuk daerah tropis yang
dilimpahi sinar matahari sepanjang tahun. Tipe ini tidak memerlukan
biaya operasional yang besar karena menggunakan tenaga surya
yang tersedia secara gratis. Water heater tenaga surya ini memiliki
beberapa komponen penting diantaranya :
- Tangki penampung air, berfungsi menyimpan air - Panel
kolektor penyerap sinar matahari, terdiri dari plat alumunium
yang dilindungi pabel kaca setebal 5 mm dan terpasang di
atap
- Pipa-pipa air panas, berfungsi untuk mengalirkan air panas
dari tangki ke kran air yang terpasang di rumah
Panel kolektor water heater tenaga surya, selain menggunakan
sinar matahari, water heater tenaga surya masih memerlukan energi
listrik untuk menyalakan pompa yang mengalirkan air ke kran serta
menyalakan pemanas cadangan (electric heater) saat sinar matahari
8
tidak memadai untuk memanaskan air (karena cuaca mendung atau
hujan). Untuk menggunakan water heater tenaga surya, diperlukan
ruang di atas atap yang cukup luas. Kemiringan atap harus sesuai
dengan spesifikasi produknya. Apabila kemiringan atap tidak
memenuhi syarat harus dipasang rangka tambahan untuk peletakan
panel kolektornya.
Kelebihannya yaitu Ramah terhadap lingkungan karena
memanfaatkan energi tak terbataskan (matahari) dan hemat biaya
operasional karena hanya mengeluarkan saat menyalakan pemanas
cadangan (electric heater) yang membutuhkan listrik.
Kekurangannya yaitu Harga relatif mahal dan proses
pemasangan instalasinya rumit karena membutuhkan panel
surya yang ditempatkan di atap, sehingga memerlukan biaya
tambahan
B. Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas
Mekanisme perpindahan panas dalam alat pengering gabah
melibatkan tiga macam proses perpindahan kalor yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi.
1. Konduksi
Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bertemperatur
tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah pada suatu benda
medium yang bersinggungan secara langsung. Laju perpindahan
panas dinyatakan dengan hukum Fourier (J.P. Holman, 1988) :
9
watt) ....................................... (2.1)
Dimana :
k= konduktivitas termal (W/m K)
A= luas penampang yang tegak lurus aliran kalor (m2)
= gradien temperatur dalam arah aliran panas (K/m)
2. Konveksi
Perpindahan panas secara konveksi terbagi menjadi 2 bagian
yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Konveksi alami jika
gerakan dari fluida adalah karena perbedaan temperatur pada fluida
tersebut. Pada konveksi paksa gerakan pada fluida terjadi karena
adanya paksaan dari luar, alat yang sering digunakan misalnya
blower atau pompa.
Pada umumnya perpindahan panas secara konveksi dapat
dinyatakan melalui persamaan (J.P. Holman, 1988):
Q= h A(Tw – T ) (Watt) ........................ (2.2)
Dimana :
h = koefisien perpindahan panas secara konveksi (W/m2.K)
A= luas permukaan yang kontak dengan fluida (m2)
Tw= suhu permukaan yang kontak dengan fluida (K)
T= suhu fluida (K)
10
3. Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah perpindahan panas yang
disebabkan oleh adanya radiasi elektromagmetik yang
dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya. Perpindahan
panas radiasi antara dua buah benda ideal atau hitam (J.P.
Holman, 1988) adalah
Q= σ A(T41 – T4
2 ) (Watt) .......................... (2.3)
Di mana :
σ = konstanta Stefan Boltzmann = 5,6697 x 10 -8 W/m2K4
A= luas permukaan yang kontak dengan fluida (m2)
T1= suhu permukaan benda yang terkena radiasi (K)
T2 = suhu permukaan benda hitam (K)
C. Energi Surya
Sejarah peradaban manusia mencatat bahwa tenaga surya
sangat berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan manusia dan
lingkungan sejak awal kehidupan di dunia ini. Ribuan tahun silam
radiasi surya dapat menghasilkan bahan bakar fosil kita kenal
sekarang sebagai minyak bumi dan sangat bermanfaat bagi manusia.
Juga bagi irigasi dan sumber tenaga listrik. Radiasi yang sangat
berpengaruh terhadap proses. Fotosintesis yang merupakan dasar
dari proses pertumbuhan segala jenis tumbuh–tumbuhan yang ada di
dunia ini. Pengaruh dari matahari dapat pula menimbulkan gelombang
lautan, energi petir, dan energi angin.
11
1. Matahari
Matahari adalah bola besar dengan diameter 1.39 x 106 km
yang terdiri dari atas lapisan gas yang sangat panas, mengandung
80% H2, 19% He. Makin ke pusat semakin panas. Temperatur kulit
luar 5760 K dan temperatur di pusat di perkirakan 20 x106 K.
(Syukri Himran, 2005).
Radiasi yang berasal dari ekivalen dengan radiasi yang
berasal dari benda hitam pada temperatur 5760 K. Bumi berputar
pada porosnya sambil mengitari matahari pada orbit yang
berbentuk elips antara sumbu mayor dan minor 1.7 %. Matahari
berputar pada sumbunya sama dengan satu kali dalam sebulan.
Diameter bumi 1.27 x 10 4 km. Bumi mengitari matahari satu kali
dalam sehari (24 jam). Matahari berada pada salah satu titik fokus
di mana jarak terdekat antara bumi dan matahari 1.45 x108 km
pada jarak (21 Desember) dan sejauh 1.49 x 106 (pada 22 Juni).
Oleh karena jarak antara bumi dan matahari sangat jauh (rata –
rata 1.47 x 108 km), sinar matahari yang berasal dari kedua sisi
bola matahari membuat sudut 32o tiba di bumi, sehingga sinar
matahari yang tiba di bumi hamper sejajar. Sumbu bumi (polar/axis)
membuat sudut tetap sebesar 23.5o dengan garis normal pada
lintasan elips. (Syukri Himran, 2005).
12
2. Rapat Massa Matahari
Matahari adalah bola besar dengan massa kira-kira 1024 ton
dan diameter 1,39x109 m, yang terdiri atas lapisan gas yang sangat
panas mengandung 80% H2, 19% He. Temperatur pada kulit
luarnya 5760 K dan temperatur bagian inti diperkirakan bervariasi
antara 8 x 106 sampai 40 x 106 K dan massa jenisnya kira-kira 100
kali massa jenis air. Matahari mempunyai rapat massa (density)
dengan besaran yang sangat bervariasi. Hal ini karena kondisi
matahari itu sendiri yang terdiri dari kumpulan awan gas di mana
partikel-partikel yang berada dekat intinya selalu mengadakan
proses kontraksi grafitasi. Rapat massa terbesar berada pada
intinya sampai dengan kira-kira sejauh 0.23 R dari intinya di mana
besarnya berkisar antara 80 sampai dengan 100 kali lebih besar
dari rapat massa dari air atau sebesar 100 gr/cm3. Pada jarak 0.23
R sampai dengan 0.7 R, besar rapat massa berkurang dan
besarnya sekitar 10-8 gr/cm3. (Duffie, A. John., Beckman, A. William,
1980).
Matahari dapat dianggap sebagai reaktor peleburan unsur
gas. Beberapa reaksi termonuklir pada inti matahari dipercaya
sebagai sumber energi radiasi matahari. Salah satu proses
terpenting adalah pada waktu Hidrogen bereaksi membentuk
Helium dimana massa Helium lebih kurang dari massa Hidrogen
13
dan sebagian massa yang hilang pada reaksi tersebut itulah yang
diubah menjadi energy.
Gambar 2.1 Struktur Matahari
Sumber : Duffie, A. John.,Beckman, A. William (1980).
Skema struktur matahari diperlihatan pada gambar 2.1.
diperkiraan sekitar 90% energi dihasilkan pada bagian yang
jaraknya 0-0.23 R, yang merupakan 40% dari massa matahari.
Pada jarak 0.7 R dari pusat, temperatur dan massa jenisnya
berkurang sekitar 130.000 K dan 70 Kg/m3, disinilah proses
konversi mulai berlangsung dan daerah 0.7-1.0 R dikenal dengan
daerah konversi. (Duffie, A. John.,Beckman, A. William, 1980).
Lapisan luar dari daerah konversi disebut photosphere. Tepi
dari photosphere tampak jelas, meskipun kedatangnya kecil.
Lapisan ini tidak tembus cahaya yang tersusun atas gas yang
terionisasi serta dapat terserap dan dipancarkan sebagai spektrum
radiasi yang berkelanjutan. Photosphere merupakan sumber
14
terbesar dari radiasi matahari (Duffie, A. John., Beckman, A.
William, 1980).
Di luar photosphere terdapat lapisan gas dingin dengan jarak
beberapa ratus kilometer disebut lapisan reversing. Di luar lapisan
tersebut terdapat lapisan cromosphere dengan jarak 10.000 km.
Lapisan ini adalah lapisan gas dengan temperatur sedikit lebih
tinggi dibanding photosphere dengan kepadatan yang rendah.
Lapisan berikutnya adalah corona dengan kepadatan yang sangat
rendah dan temperatur yang lebih tinggi (106 K). (Duffie, A.
John.,Beckman, A. William, 1980).
3. Radiasi Matahari
a. Radiasi matahari di luar atmosfir bumi (Extra terrestrial solar
radiation)
Laju energi yang di pancarkan 3.8 x 1014 kW, dan karena
energi tersebut terdifusi sehingga dari jumlah tersebut hanya 1.7
x 1014 kW diterima oleh bumi. Hal ini di sebabkan oleh pengaruh
putaran bumi pada porosnya, peredaran bumi pada lintasannya,
gas – gas di angkasa. Dari pengukuran menunjukkan bahwa laju
energi di luar atmosfer bumi tetap dan di namakan tetapan solar
Isc = 1353 kW/m2. Tetapan solar adalah laju energi yang di terima
matahari oleh luas permukaan 1 m2 yang tegak lurus pada sinar
matahari. Pada jarak rata–rata antara bumi dan matahari. Oleh
karena bumi mengitari matahari pada lintasan yang berbentuk
15
elips maka jarak antara bumi dan matahari berubah sepanjang
tahun. (Syukri Himran, 2005).
b. Radiasi matahari pada permukaan bumi
Besarnya radiasi yang tiba pada permukaan bumi telah
mengalami pengurangan yang disebabkan oleh pemantulan dan
penyebaran di atmosfer sebelum mencapai bumi, seperti yang
terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Radiasi pada permukaan bumi.
Sumber : Reddy, T.A.,Ph. Bouix (1986).
Radiasi yang tak mengalami perubahan arah disebut
Radiasi Sorot (Beam Radiation), sedangkan radiasi yang telah
mengalami perubahan arah karena pemantulan dan penyebaran
disebut Radiasi Difusi (Diffuse Radition). Jumlah dari Radiasi
Sorot dan Radiasi Difusi disebut Radiasi Global.
Radiasi matahari merupakan bentuk radiasi thermal yang
terdistribusi dengan panjang gelombang khusus yang untuk
sampai ke bumi sangat tergantung pada kondisi atmosfer, ozon,
uap air, debu, CO2, awan, serta sudut datang terhadap
16
permukaan bumi. Faktor yang mempengaruhi besar radiasi yang
sampai kepermukaan bumi adalah:
1. Letak dan kondisi geografis suatu daerah
2. Waktu penyinaran matahari
3. Perbedaan iklim
4. Kandungan atmosfer (debu, uap air), bahan polusi dan
partikel-partikel
5. Radiasi ekstraterestrial
Gambar 2.3. Pyranometer dan Pyrheliometer.
Sumber : Frank Kreith (1978).
Pengukuran intensitas radiasi matahari dilakukan dengan
menggunakan alat Pyranometer dan Pyrheheliometer, lihat
gambar 2.3. Untuk mengukur radiasi global dan radiasi difusi
adalah Pyranometer. Bila terpasang horizontal dan menghadap
ke atas, radiasi yang terukur adalah radiasi global.Bila alat
tersebut digunakan dengan perlengkapan tudung maka yang
diukur adalah radiasi difusi. Untuk mengukur radiasi sorot
digunakan alat Pyrheliometer. Sensor pada alat tersebut
17
senantiasa diarahkan pada sinar matahari, sehingga radiasi
difusi terhalang dan yang terukur adalah radiasi sorot. Intensitas
yang dipakai pada pengambilan data untuk perhitungan
digunakan alat Pyranometer. (Syukri Himran, 2005).
Ada tiga macam cara radiasi matahari / surya sampai ke
permukaan bumi yaitu :
1. Radiasi langsung (Beam / Direct Radiation).
Adalah radiasi yang mencapai bumi tanpa perubahan arah
atau radiasi yang diterima oleh bumi dalam arah sejajar sinar
datang.
2. Radiasi hambur (Diffuse Radiation).
Adalah radiasi yang mengalami perubahan akibat
pemantulan dan penghamburan.
3. Radiasi total (Global Radiation).
Adalah penjumlahan radiasi langsung dan radiasi hambur.
Misalnya data untuk suatu permukaan miring yang
menghadap tanah tertutup salju serta menerima komponen
radiasi karena pemantulan harus dirinci dulu kondisi saljunya
yaitu sifat pantulannya (reflektansi). Karena itu radiasi total pada
suatu permukaan bidang miring bisaanya dihitung. Radiasi
matahari yang tersedia dipermukaan bagian luar atmosfir bumi
adalah sekitar 136 W/m2 dan sekitar sepertiga dari jumlah ini
berhamburan pada saat melewati atmosfir bumi. Jumlah total
18
radiasi yang mencapai bumi dipengaruhi oleh beberapa
komponen antara lain komponen radiasi langsung (direct
radiation) komponen radiasi penyebaran (diffuse radiation) dan
komponen radiasi pantulan (reflected radiation). Besarnya radiasi
langsung pada permukaan yang tegak lurus dengan cahaya
matahari tergantung pada waktu dari tahun, waktu dari hari dan
garis lintang permukaan dan kondisi atmosfir.
Komponen radiasi penyebaran disebabkan adanya energi
matahari yang berhamburan seperti adanya penyerapan dan
pemantulan atmosfir sebelum mencapai permukaan bum. Ozon
diatmosfir menyerap radiasi matahari dengan panjang
gelombang yang pendek (ultraviolet), sedangkan karbon dioksida
dan uap air menyerap sebagian radiasi dengan panjang
gelombang yang lebih panjang (inframerah). Selain pengurangan
radiasi bumi yang langsung atau sorotan penyerapan tersebut,
masih ada radiasi yang disebarkan oleh molekul-molekul gas,
debu dan uap air untuk mencapai atmosfir sebelum mencapai
bumi sebagai radiasi sebaran.
Untuk mendapatkan radiasi yang maksimum, biasanya alat
pengumpul panas atau kolektor yang digunakan diarahkan
dengan kemiringan tertentu. Besarnya radiasi pada bidang
miring ini dapat dihitung berdasarkan data hasil pengukuran
dengan menggunakan alat berupa :
19
1. Pyrheliometer, alat ini digunakan untuk mengukur radiasi
langsung.
2. Piranometer, alat ini digunakan mengukur radiasi global.
3. Alat perekam sinar matahari, alat ini digunakan mengukur
jumlah jam matahari bersinar cerah.
Radiasi pada bidang miring sangat dipengaruhi oleh
karakteristik dari permukaan disekitarnya dan sesuai dengan
kondisi yang ada, maka radiasi total pada permukaan miring
merupakan komponen dari radiasi langsung, radiasi sebaran dan
radiasi pantulan.
Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap radiasi
pada bidang miring antara lain :
1. Sudut jam (Hour angle) ω
Ukuran sudut terhadap besaran waktu, di mana 15o/Jam
berdasarkan atas waktu nominal dalam sehari (24 Jam)
dibutuhkan oleh matahari sekali bergerak mengitari bumi
dengan sudut 360o. Persamaan untuk menghitung sudut jam
(Syukri Himran, 2005) yaitu :
ω(o) = (12t) 15.........................................................(2.5 )
di mana t menunjukkan waktu matahari.
Untuk menentukan waktu matahari, matahari fiktif akan
bergerak dengan kecepatan beraturan sepanjang equator
dengan kecepatan 360o per 24 jam, yang berarti 15o per jam.
20
Matahari nyata disebut persamaan waktu (time equator)
dinyatakan sebagai simbol E. Dalam penggunaan data
radiasi, bisaanya radiasi per jam, digunakan waktu lokal
(standar). Perlu dilakukan konversi dari waktu lokal ke waktu
matahari dengan menggunakan dua macam koreksi.Koreksi
pertama adalah koreksi akibat perbedaan antara bujur lokasi
(pengamatan) dengan bujur waktu standar. Matahari
memerlukan waktu 4 menit untuk melintasi 1o bujur. Koreksi
kedua adalah karena adanya pertubasi dalam kecepatan
rotasi bumi dinyatakan dalam suatu persamaan waktu
(equation of time) sehingga hubungan antara waktu matahari
dengan waktu standar dapat dituliskan sebagai berikut (Duffie,
A. John., Beckman, A. William, 1980) :
.....................................t = waktu standar + 4 ( Lst – Lloc ) + E
(2.12)
dimana :
t = Waktu matahari
Lst = standar meridian untuk zona waktu lokal
Lloc = lokasi garis bujur
E = persamaan waktu
= (9.87 sin 2B – 7.53cosB – 1.5 sin B)
21
……………………………….(2.6)
dimana :
n = menyatakan hari, 1 ≤ n ≤ 365
2. Sudut deklinasi matahari
Merupakan sudut kemiringan bumi terhadap matahari
akibat rotasi bumi pada arah sumbu axis bumi - matahari : -
23.45°, 23.45°. Menurut Copper (1969), sudut deklinasi
matahari dinyatakan dengan persamaan (Duffie, A. John.,
Beckman, A. William, 1980) yaitu :
.............................................(2.7)
dimana n menyatakan nomor urut hari dalam satu
tahun yang diawali dengan nomor urut 1 untuk tanggal 1
Januari.
3. Sudut altitude (altitude angel)
Sudut altitude dari suatu tempat di bumi adalah sudut
yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan pusat bumi
dengan lokasi dan proyeksi garis tersebut pada equator.
Untuk menghitungnya digunakan hukum cosinus segitiga
bola (Syukri Himran, 2005) :
sin α = sin Ø sin δ + cos Ø cos δ cos ω...........................(2.8)
22
Dua buah karakteristik sudut orientasi permukaan bidang
miring di bumi adalah :
1. Sudut kemiringan bidang terhadap horizontal (β), merupakan
sudut antara permukaan bidang dan bidang datar. Sudut ini
bernilai positif bila permukaannya menghadap ke selatan.
2. Sudut azimuth ( ), merupakan sudut bidang horizontal yang
dibentuk oleh proyeksi sinar matahari pada bidang datar dan
garis antara-selatan. Sudut tersebut bernilai positif bila diukur
dari selatan ke barat, dengan rumus (Syukri Himran, 2005) :
...............................................................(2.9)
3. Sudut tiba (incidence angel), pada suatu bidang adalah sudut
yang dibentuk oleh sinar matahari dan garis normal pada
permukaan bidang Beberapa persamaan penting yang
berhubungan dengan sudut tiba yang berguna dalam
perencanaan untuk pemanfaatan energi matahari (Syukri
Himran, 2005) sebagai berikut :
a) Bidang datar vertikal/horizontal menghadap selatan, = 0o
Sudut tiba untuk posisi bidang vertikal β = 90o
cos θ = - sinδ cosØ + cosδ sinØ cos cosω+ cosδ +sin + sinω
Untuk posisi horizontal β = 00
cos θ = cos δ cos Ø cos ω + sin δ sin Ø............................(2.10)
b) Bidang datar miring menghadap selatan,
23
= 0o cos θ = cos(Ø-β) cos δ cos ω + sin (Ø - β) sin δ
Bidang datar miring menghadap Utara: =180o
cosθ = cos(Ø + β)cos δ . cosω + sin(Ø + β) . sinδ .............(2.11)
c) Persamaan umum untuk bidang datar :
cosθ = sinδ sin Ø cosβ – sinδ cosØ sin β cos + cosδ cosØ
cosβ cos ω + cosδ sinØ sinβ cos cosω .........................+
cosδ sinβ sin sinω...........................................................(2.12)
c. Radiasi matahari pada bidang miring
Umumnya pemanfaatan energi matahari adalah kolektor
yakni untuk mengabsorpsi radiasi. Kolektor terpasang miring,
sehingga diperlukan perhitungan fluks yang tiba di permukaan
miring. Fluks tersebut adalah jumlah radiasi sorot dan difusi yang
jatuh langsung ke permukaan dan radiasi direfleksi yang berasal
dari sekitar (Syukri Himran, 2005).
Gambar 2.4. Radiasi pada bidang miring.
Sumber : Syukri Himran (2005).
24
1. Radiasi sorot
Rasio antara fluks radiasi sorot pada permukaan miring dan
radiasi sorot pada permukaan datar dinamakan faktor
kemiringan radiasi sorot, Rb. Untuk permukaan miring
menghadap ke selatan γ = 180o, (Syukri Himran, 2005)
persamaannya adalah :
……( 2.13)
Sedangkan untuk permukaan miring menghadap utara untuk
γ = 0
o
adalah:
.... ............… (2.14)
2. Radiasi difusi
Untuk faktor kemiringan Rd radiasi difusi adalah rasio fluks
radiasi difusi pada bidang miring terhadap fluks radiasi difusi
pada permukaan datar. Rd bergantung pada distribusi radiasi
difusi lengkungan langit dengan radiasi difusi bagian langit
25
yang terlihat oleh permukaan miring. Untuk permukaan
menghadap ke utara untuk γ = 0o (Syukri Himran, 2005) maka:
................................................................... (2.15)
3. Fluks pada permukaan miring
Fluks IT yang jatuh pada permukaan setiap saat adalah
(Syukri Himran, 2005) :
IT = Ib Rb +Id Rd + (Ib + Id) Rr...............................................(2.16)
dimana :
Ib= Radiasi sorot per Jam
Rb = Faktor kemiringan radiasi sorot
Id= Radiasi difusi per Jam
Rd = Faktor kemiringan radiasi difusi
Rr = Faktor kemiringan Radiasi refleksi
Jika fluks IT dikalikan dengan transmisivitas absorptivitas (τα)
maka fluks yang diserap oleh sel surya dinyatakan dengan S
dengan persamaan (Syukri Himran, 2005) berikut :
Dengan (α) = 1.01 x α ....................................... (2.17)
Dimana jumlah radiasi sorot dengan radiasi difusi sama
dengan intensitas matahari, maka IT = IG
S = IT x (τα) .....................................(2.18)
26
D. Kolektor Surya Pelat-V
Kolektor surya pelat-V adalah suatu bentuk khusus alat penukar
panas di mana perpindahan panas radiasi memegang peranan sangat
penting. Apabila pada pesawat penukar panas konvensional, energi
panas dipindahkan antar fluida dan radiasi bukanlah suatu hal penting
maka pada kolektor surya plat-V, energi dipindahkan dari sumber energi
radiasi yang berjarak tertentu, dan melalui prinsip konversi fotothermal,
energi radiasi matahari diubah menjadi energi panas.
Prinsip konversi fotothermal dapat dijelaskan dengan fenomena
efek rumah kaca (greenhouse effect) radiasi yang menimpa permukaan
tutup transparan kolektor surya pelat datar, sebagian besar menembus
penutup kolektor dan diserap pelat-V yang bertindak sebagai pengumpul
(absorber) energi. Pelat yang telah menyerap energi ini lalu bertindak
sebagai sumber radiasi dengan memancarkan radiasi gelombang
panjang yang tidak dapat menembus kaca. Dengan adanya radiasi yang
terperangkap dalam rumah kaca, maka udara yang berada dalam ruang
kaca mengalami pemanasan sehingga temperatur dalam ruang kaca
meningkat dan lebih tinggi daripada temperatur sekeliling. Kolektor
surya pelat-V dirancang untuk penggunaan energi pada temperatur
moderat. Untuk keperluan temperatur kerja yang lebih tinggi, digunakan
kolektor konsentrasi. Pada umumnya kolektor surya pelat-V digunakan
untuk pemanas air, pemanas ruang, pengkondisian udara, dan proses
pengeringan. Kolektor ini tidak memerlukan alat pengarah matahari, jadi
27
posisi kolektor relative tetap. Oleh karena itu secara mekanik, kolektor
surya plat-V lebih sederhana daripada kolektor konsentrasi dan
perawatannya lebih mudah.
1. Bagian-Bagian Utama Kolektor Surya Pelat-V
Secara umum, kolektor surya plat-V terdiri alas bagian-bagian
utama, sebagai berikut :
a. Pelat penyerap, berfungsi untuk menyerap energi radiasi yang
diteruskan oleh penutup transparan. Bahan pelat yang digunakan
adalah tembaga, baja, aluminium, seng yaitu logam yang memiliki
konduktivitas yang tinggi. Bisaanya permukaan pelat dicat hitam
buram untuk meningkatkan kemampuan serapnya. Apabila yang
digunakan adalah tembaga atau baja maka dapat diberi lapisan
khusus yang dapa meningkatkan kemampuan penyerapan radiasi
sekaligus meminimumkan emisi.
b. Saluran alir (flow passage), sebagai tempat jalannya fluida kerja
dalam kolektor. Apabila fluida kerjanya air, saluran berupa pipa-pipa
yang dilekatkan pada eplat kolektor atau sudah menjadi satu bagian
dari pelat penyerap. Bila fluida kerjanya udara, saluran alir berupa
suatu ruang di antara plat penyerap dan penutup transparan.
c. Penutup transparan, terbuat dari bahan semitransparan yang dapat
meneruskan sebagian besar energi radiasi. Fungsinya adalah untuk
mengurangi kehilangan panas konveksi dan radiasi ke sekeliling.
Bahan yang digunakan umumnya kaca atau bisa juga plastik.
28
Penutup bisa terdiri dari satu atau beberapa lapis kaca.
d. Insulator, yaitu alat penyekat terbuat dari bahan dengan sifat
konduktivitas rendah. Sesuai dengan namanya, fungsinya sebagai
penyekat untuk meminimalkan kehilangan panas pada bagian
bawah kolektor.
e. Kerangka atau kotak penyangga, sebagai tempat atau wadah
kolektor.
2. Radiasi Optik Pada Kolektor Surya Pelat-V Antara Penutup Dan
Pelat Penyerap
Radiasi yang menembus penutup semitransparan akan
diteruskan sampai menimpa eplat penyerap, dimana sebagian
diserap dan sebagian lainnya dipantulkan kembali ke penutup.
Namun seluruh radiasi tidak hilang karena beberapa dipantulkan
kembali ke plat penyerap. Gambar 2.7 menunjukan teknik ray
tracing untuk mendapatkan sifat radiasi gabungan antara penutup
dan pelat. Sifat gabungan ini disebut transmittance-absorptance
product (), dimana adalah transmitivitas penutup dan adalah
absorbtivitas plat penyerap.
29
Gambar 2.5 Penyerapan Radiasi Surya oleh Pelat Kolektor
Sumber : Duffie & W.A. Beckman, 1991
Energi radiasi yang datang diserap oleh pelat sebesar dan
(1-) bagian dipantulkan kembali ke penutup. Selanjutnya (1-)d
bagian dipantul kembali ke plat penyerap, d menyatakan reflektansi
penutup oleh radiasi difusi yang datang dari bawah dan besarnya
(Duffie & W.A. Beckman 1980):
d = 1 - r ................................................ (2.19)
Nilai r untuk indeks bisa medium kaca n = 1.526 dapat dilihat
pada gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6 Nilai transmitansi dipantulkan untuk jumlah kaca
1,2,3 dan 4 yang mempunyai indek bias medium kaca n = 1.526.
Sumber : Duffie & W.A. Beckman, 1980
30
Tabel 2.1. Indeks Refraksi Rata-rata Spectrum Matahari untuk
beberapa jenis material penutup
Begitu seterusnya terjadi pemantulan radiasi sampai diperoleh
besaran energi yang diserap (Duffie & W.A. Beckman 1980).
(2.20)
Harga () pada kenyataannya kira-kira lebih besar 1% dari
harga dikali , maka persamaan (2.27) menjadi (Duffie & W.A.
Beckman 1980) :
.............................................................(2.21)
Persamaan ini dapat digunakan untuk mengestimasi
transmittance dan absorptance product.
3. Penyerapan Radiasi Oleh Plat-V
31
Radiasi surya yang tiba pada suatu permukaan terdiri dari tiga
bagian yaitu radiasi beam, difusi dan radiasi yang dipantulkan dari
tanah. Oleh karena itu penyerapan radiasi, S pada kolektor surya
pelat-V dapat dihitung secara terpisah menurut distribusinya maka
radiasi surya yang diserap kolektor dinyatakan dengan (Duffie &
W.A. Beckman 1991) :
(2.22)
Subskrip b, d dan g secara berurutan menyatakan beam,
diffuse dan ground reflekted. Faktor adalah faktor bentuk
dari kolektor terhadap langit dan adalah faktor bentuk dari
kolektor terhadap tanah.
Berdasarkan pengertian dari produk transmitansi-absorptansi
di atas, maka jumlah radiasi datang IT pada permukaan yang
diserap oleh kolektor surya plat-V sebesar (Duffie & W.A. Beckman
1991):
S = ()av × IT ............................................................(2.23)
Energi berguna kolektor tertinggi ketika radiasi langsung tinggi
dan sebagai pendekatan saat data IT diketahui, dapat diasumsikan
(Duffie & W.A. Beckman 1991) :
()av 0.96×()..............................................................(2.24)
Sebenarya sifat transmitivitas dan absorptivitas adalah fungsi
32
dan sudut insiden, namun pada umumnya, untuk menyederhanakan
perhitungan, maka harga dan diambil sesuai dengan harga sifat
penutup dan pelat penyerap.
4. Keseimbangan Energi Pada Kolektor Surya Pelat-V
Keseimbangan energi pada kolektor surya pelat-V dapat
dinyatakan dalam distribusi energi surya yang datang dalam bentuk
energi berguna, kerugian optis, dan kehilangan panas. Sejumlah
fluks energi radiasi yang datang pada suatu kolektor sebagian besar
diserap oleh pelat penyerap tiap satuan luas kolektor, S setelah
sebelumnya mengalami pengurangan energi karena sifat optis
penutup dari pelat. Energi panas yang hilang dari kolektor
disebabkan adanya konduksi, konveksi dan radiasi, dinyatakan
dengan koefisien kehilangan panas total (overall) UL dikalikan
dengan selisih antara temperatur pelat rata-rata Tpm dengan
temperatur ambien Ta. Jumlah energi berguna Qu dari kolektor
dengan luasan Ac dapat dinyatakan dalam persamaan
keseimbangan energi sebagai berikut (Duffie & W.A. Beckman
1980):
Qu = Ac ×(S - UL(Tpm – Ta)).................................................(2.25)
Dimana :
Qu= jumlah energy yang berguna (W)
Ac = luas kolektor (m2)
Tpm= temperatur pelat rata-rata (0C)
33
Ta= temperatur ambient (0C)
S= besarnya radiasi yang diterima oleh kolektor surya pelat
datar (W/m2)
qi= UL × (Tpm – Ta)
= kehilangan panas secara konveksi dan radiasi dari bagian
atas (W/m2)
Persamaan ini dapat diformulasikan kembali untuk
memperoleh persamaan keseimbangan energi yang dinyatakan
dalam temperatur fluida masuk. Adalah lebih mudah untuk
menentukan temperatur fluida masuk daripada temperatur rata-rata,
karena temperatur pelat merupakan fungsi desain kolektor yang sulit
untuk ditetapkan.
Sejumlah asumsi dapat digunakan dalam analisis dan
perhitungan kolektor surya pelat-V untuk dijadikan sebagai dasar
perhitungan tanpa mengaburkan kondisi fisik dasar, yaitu :
a. Kondisi steady state.
b. Tidak ada penyerapan energi panas melalui kaca penutup.
c. Aliran panas yang melalui kaca penutup dan bidang penyerap
dari kolektor adalah satu dimensi sejajar sinar datang.
d. Kehilangan panas antara bagian atas dan bagian bawah
pelat penyerap diabaikan.
e. Properti tidak berpengaruh pada temperatur.
f. Langit dapat dianggap sebagai benda hitam untuk radiasi
34
infra merah.
g. Efek debu dan kotoran pada kolektor diabaikan.
h. Energi radiasi yang diserap oleh pelat penyerap adalah
uniform.
5. Koefisien Kehilangan Panas Total Kolektor
Suatu persamaan empiris untuk menghitung Ut secara manual
maupun dengan komputer telah dikembangkan oleh Klein (1979).
Persamaan ini dapat dengan baik digunakan pada temperatur pelat
rata-rata dari temperatur ambient hingga 200 0C dengan kesalahaan
kira-kira 0,3 W/m2.0C (Syukri Himran, 2005).
(2.26)
Dimana :
Ut= koefisien kehilangan panas bagian atas (W/m2.0C)
f = (1 + 0.089hw – 0.1166 hw εp)(1 + 0.07899 N)
C= 520 (1 – 0,0000512) untuk 00 < < 700
N= jumlah kaca penutup
= emisivitas pelat absorber (0.1p0.95)
εg= emisivitas kaca
ε= 0.43(1 – 100/Tpm)
35
= sudut kemiringan pelat absorber (00900)
Tpm= Temperatur rata-rata pelat absorber (K)
Ta= Temperatur udara sekitar (K)
hw= koefisien perpindahan panas pada angin (W/m2.0C)
Koefisien kehilangan panas bagian bawah dinyatakan oleh Ub
................................................(2.27)
Dimana :
Ub = koefisien kehilangan panas bagian bawah (W/m2.0C)
k= konduktivitas termal insulator (W/m.0C)
δb= tebal insulator (m)
Koefisien kehilangan panas sisi dinyatakan oleh Us
............................................................(2.28)
Us = koefisien kehilangan panas sisi (W/m2.0C)
L1= panjang pelat absorber (m)
L2= lebar pelat absorber (m)
L3= tinggi kontener (m)
δs= tebal insulator (m)
6. Efisiensi Kolektor
Efisiensi dari kolektor dapat dihitung dengan persamaan
(Syukri Himran, 2005) :
36
.....
(2.29)
Dimana :
c = efisiensi kolektor
Qu= panas yang diserap oleh kolektor (W)
GT= Ac × IT = Radiasi yang tiba pada kolektor (W)
Recommended