View
47
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO A BLOK 22
Disusun oleh : Kelompok 1
Inne Fia Mariety 04111001005
Farida Chandradewi 04111001006
Nurul Hayatun Nupus 04111001008
M. Agung Wijaksana 04111001009
Maulia Wisda Era Chresia 04111001010
Rizky Permata Sari 04111001013
Melinda Rachmadianty 04111001014
Fitri Hidayati 04111001015
Meylinda 04111001028
Restya Fitriani 04111001033
Vindy Cesariana 04111001037
Rahman Ardiansyah 04111001055
Dwi Jaya Sari 04111001056
Neni Septria Ningsih 04111001058
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2013
PESERTA DISKUSI
Moderator : Rahman Ardiansyah
Sekretaris : Restya Fitriani
Anggota : Inne Fia Mariety
Farida Chandradewi
Nurul Hayatun Nupus
M. Agung Wijaksana
Maulia Wisda Era Chresia
Rizky Permata Sari
Melinda Rachmadianty
Fitri Hidayati
Meylinda
Vindy Cesariana
Dwi Jaya Sari
Neni Septria Ningsih
2
DAFTAR ISI
Halaman judul 1
Daftar Isi 3
Kata Pengantar 4
Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri
1. Skenario................................................................................................................. 5
2. Klarifikasi Istilah................................................................................................... 6
3. Identifikasi Masalah.............................................................................................. 7
4. Analisis Masalah.................................................................................................... 7
5. Sintesis................................................................................................................... 29
6. Restrukturisasi Masalah dan Penyusunan Kerangka Konsep................................ 57
Kesimpulan 58
Daftar Pustaka 59
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tutorial blok 18 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar
tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat
dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 4 tutorial, dan
juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan
ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi
revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Palembang, 28 Juni 2013
Penyusun
4
Skenario A Blok 22 Tahun 2013
Mrs. Zainab, a 50-year-old woman, came to Moh. Hoesin hospital with chief complain of
weakness. She also had palpitation and nausea sometimes. She had history of eight times
spontaneous labor. She had been suffering from hematoschezia frequently since 1 year ago
and her doctor said that she had haemorhoid. She seldom ate vegetables and fruits.
Physical examination :
Weight : 50kg, height : 155 cm
General appearance : pale, fatique
Vital sign : HR : 114 X/minute, RR : 30 x/minute, temp : 36,6oC, BP : 100/70 mmHg
Head : cheilitis positive, tongue : papil atrophy
No lympadenopathy
Abdomen : no epigastric pain, liver and spleen non palpable
Extremitas : koilonychia negative
Laboratory :
Hb 4,8 g/dL, Ht 15 vol%, RBC 2.500.000/mm3 WBC 7.000/mm3, trombosit 480.000/mm3, RDW 20%
Blood smear : anisocytosis, hypocrome microcyter, poikilocytosis
Faeces: hookworm’s eggs negatif
Additional examination:
Serum Iron is 16 µg/dL
Total Iron-binding capacity is 420 µg/dL
Ferritin is 8 ng/ml
5
I. Klarifikasi istilah
a. Palpitation : perasaan berdebar
b. Nausea : sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium dan abdomen
dengan kecenderungan untuk muntah
c. Hematoschezia : defekasi feses berdarah
d. Weakness : kelemahan
e. Haemorhoid : prolaps bantalan anus menyebabkan perdarahan dan pembengkakan
yang nyeri pada kanalis analis
f. Cheilitis : peradangan pada bibir
g. Koilonychia : kuku sendok
h. Papil atrophy : mengecilnya papil lidah
i. Anisocytosis : adanya eritrosit yang menunjukkan berbagai macam ukuran di dalam
darah
j. RDW (red cell distribution width) : perbedaan ukuran atau luas eritrosit
k. Hypocrome microcyter
l. Poikilocytosis : adanya eritrosit dengan keragaman bentuk yang abnormal di dalam
darah
m. Lymphadenopathy : penyakit pada kelenjar limfe, biasanya ditandai dengan
pembengkakan
n. Serum iron : fe dalam plasma atau fe yang diikat oleh transferrin
o. TIBC : jumlah dari penambahan serum iron dengan UIBC (kemampuan transferin
untuk mengikat fe yang ada dalam serum)
p. Ferritin : kompleks besi atau ferritin yang merupakan bentuk utama penyimpanan besi
di dalam tubuh
q. Spontaneous labor : persalinan normal
6
II. Identifikasi masalah
1. Mrs. Zainab, a 50-year-old woman, came to Moh. Hoesin hospital with chief
complain of weakness
2. She also had palpitation and nausea sometimes
3. She had history of eight times spontaneous labor and She had been suffering from
hematoschezia frequently since 1 year ago and her doctor said that she had
haemorhoid. She seldom ate vegetables and fruits.
4. Physical examination
5. Laboratory
6. Additional
III. Analisis masalah
a. Mrs. Zainab, a 50-year-old woman, came to Moh. Hoesin hospital with chief
complain of weakness
i. Etiologi weakness secara umum TYA,MEY
Penyebab umum:
1. Anemia dari berbagai penyebab
2. Hipotiroidisme
3. Gangguan Paru-paru atau Jantung yang menyebabkan Hipoxia
jaringan
4. Penyakit DM (jangka panjang)
Penyebab lelah dalam kasus ini adalah anemia
ii. Mekanisme weakness (sesuai skenario)
Hematoschezia + riwayat partus spontan delapan kali + jarang makan sayur
dan buah banyak kehilangan darah/ perdarahan kronis menurunnya
cadangan besi gangguan pembentukan HB saturasi oksigen menurun
pembakaran gula dan lemak menjadi energi menurun ( oksigen
dibutuhkan untuk pembakaran makanan menjadi energi) energi menurun
lelah ( weakness)
Energi menurun aktivasi reaksi aneorobic penumpukan asam laktat
lelah
7
b. She also had palpitation and nausea sometimes
i. Etiologi palpitasi secara umum
1. Memiliki gangguan emosional, misalnya kecemasan tinggi. Hal ini
terjadi sebagai reaksi tubuh terhadap peningkatan hormone kortisol
yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal saat tubuh mengalami stress.
2. Anemia. Gangguan oksigenasi jaringan membuat tubuh berkompensasi
untuk meningkatkan frekuensi jantung untuk memenuhi oksigen dan
nutrisi.
3. Kelainan-kelainan pada jantung yang menyebabkan aritmia, misalnya
ada gangguan pada katup katup jantung atau pembuluh darah yang
memperdarahi jantung.
4. Obat-obatan. Beberapa suplemen herbal memiliki efek samping yang
menyebabkan peningkatan frekuensi jantung .
5. Gangguan hormon, contoh pada kasus hipertiroid
6. Caffein
7. Hypoglicaemia
ii. Mekanisme palpitasi (sesuai skenario)
Dalam melakukan aktivitas seluler tubuh kita membutuhkan oksigen yang
akan dipasok oleh hemoglobin dalam darah. Pada kasus anemia didapatkan
kadar Hb (pengangkut SDM) yang rendah. Keadaan ini dapat memacu
terjadinya hipoksia pada tingkatan sel dan jaringan. Mekanisme
homeostasis tubuh untuk menanggulanginya dengan cara meningkatkan
jumlah darah yang beredar yaitu meningkatkan kerja jantung. Bila hal ini
berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama maka jantung
kita akan mengalami perubahan bentuk berupa pembesaran otot jantung
(hipertrofi) karena dipakai berlebihan. Namun sayangnya hal ini berakibat
buruk pada jantung kita, masa kompensasi ini juga ada waktunya sampai
di mana jantung kita tidak dapat lagi berkompensasi dan mengalami yang
kita sebut gagal jantung.
Pada kasus ini palpitasi merupakan kompensasi dari terjadinya anemia.
8
iii. Etiologi nausea secara umum
- Kehamilan
- Keracunan makanan
- Efek samping obat seperti antibiotic
- Gangguan psikologis
- Trauma kepala dan peningkatan tekanan intracranial.
- Penyakit hati
- Pancreatitis
- Anemia
- Acute myocardial infacrtion
iv. Mekanisme nausea (sesuai skenario)
Keadaan anemia defisiensi besi yang dipacu oleh timbulnya perdarahan
terus-menerus (kronik) akibat adanya internal hemorrhoid pada Mrs.
Zainab, otomatis menyebabkannya mengalami deplesi cadangan besi serta
mengganggu eritropoiesis defisiensi besi sintesis Heme menurun Hb
yang mengikat oksigen pun menurun sangat mempengaruhi oksigenasi
ke organ-organ vital seperti halnya gaster yang lama-kelamaan memicu
timbulnya hipoksia pada gaster skaligus juga terjadi hipomotility pada
gaster sehingga makanan lebih lama dan berdampak timbulnya mual atau
nausea
c. She had history of eight times spontaneous labor and She had been suffering from
hematoschezia frequently since 1 year ago and her doctor said that she had
haemorhoid. She seldom ate vegetables and fruits.
i. Dampak delapan kali partus spontan , hubungkan dengan anemia dan
hemoroid pada kasus ini?
Hemoroid merupakan distensi vena di daerah anus. Hal yang
menyebabkan hemoroid post partum adalah:
o Makin besarnya uterus seorang wanita hamil akan menekan vena pelvis dan
vena cava inferior yang merupakan vena terbesar pada bagian tubuh sebelah
kanan yang menerima darah dari ekstremitas bawah. Hal ini menyebabkan
9
peningkatan tekanan vena di bawah uterus yaitu sekitar anus sehingga vena
melebar.
o Pada masa kehamilan, hormone progesterone meningkat yang dapat
menyebabkan vena relaksasi yang sangat rentan untuk membengkak dan
melebar
Hormone progesterone juga dapat merangsang adanya konstipasi dengan
memperlambat laju saluran pencernaan
o Pada proses persalinan, wanita hamil sering mengejan yang dapat
menyebabkan peningkatan pembuluh darah vena sehingga terjadi distensi
vena.
Dari keadaan diatas, ditambah lagi dengan riwayat partus nyonya Zainab
sebanyak 8 kali, dapat disimpulkan bahwa pasien menderita hemorrhoid
postpartum. Hemorrhoid ini menyebabkan adanya pendarahan terus menerus
yang keluar dari anus yang dalam kasus ini ditandai dengan adanya
hematoschezia (feses berdarah merah segar). Pendarahan terus menerus dalam
jangka waktu yang lama mengakibatkan pasien anemia defisiensi besi.
Selain itu, Perempuan kehilangan jumlah yang bervariasi darah selama
persalinan, namun 1 dari 20 wanita justru kehilangan lebih dari 1.000 mL darah
(berpotensi lebih dari 20% dari darah dalam tubuhnya). Kehilangan darah dari
1.000 mL menghitung dengan kerugian besi diperkirakan 500 mg. Hal ini
umumnya diperkirakan bahwa setengah dari kasus anemia pada kehamilan
terkait dengan kekurangan zat besi. Setelah melahirkan akan terjadi kekurangan
zat besi karena dengan kehilangan darah. Jika hamil lagi dalam waktu satu
tahun, maka kehamilan terjadi pada tingkat zat besi yang rendah, dan yang
sangat dapat meningkatkan risiko anemia defisiensi besi.
ii. Dampak jarang makan sayur dan buah dengan anemia dan hemoroid pada
kasus ini ?
Kebiasaan jarang makan buah dan sayur merupakan faktor resiko
terjadinya hemorrhoid. Kandungan serat yang minim menyebabkan proses
BAB menjadi sulit, lebih banyak mengejan , tekanan intra abdomen
meningkat. Bila hal ini terjadi lama,dapat menyebabkan hemorrhoid yang
10
kemudian berlanjut pada perdarahan.Perdarahan umumnya merupakan
tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh faeces yang keras.
Yang lebih sering terjadi adalah perdarahan kronis dan apabila berulang
dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak
bisa mengimbangi jumlah yang keluar.
iii. Etiologi hematoschezia secara umum?
- Adanya luka atau pendarahan di lambung atau usus.
- Tukak lambung .
- Wasir / Hemoroid
- Disentri.
- Minuman beralkohol
iv. Mekanisme hematoschezia (sesuai skenario)
Patofisiologi hematoschezia pada hemoroid adalah akibat dari kongesti
vena yang disebabkan oleh gangguan venous rektum dan vena
hemoroidalis. Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau
inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/
pencetus dan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Faktor risiko
hemoroid antara lain factor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola
buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu
lama duduk di jamban sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan
intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan
(disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia
tua, konstipasi kronik,diare kronik atau diare akut yang berlebihan,
hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makan makanan
berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi.
Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini
membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps. Perdarahan
umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat trauma oleh
feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas
pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai
11
air toilet menjadi merah. Kadang perdarahan hemoroid yang berulang
dapat berakibat timbulnya anemia berat
v. Hubungan hematoschezia satu tahun yang lalu dengan keluhan pada
kasus?
Hematoschezia merupakan defekasi feses berdarah. Hal ini bisa
menyebabkan perdarahan yang menahun yang mengakibatkan kehilangan
besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun,
keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance.
Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan
absorbs besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
negative. Apabila jumlah besi menurun terus makan eritropoesis semakin
terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul
anemia hipokromik mikrositer. Pada saat itu juga apabila kadar
hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl dapat timbul gejala berupa badan
lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang, dsb
vi. Etiologi dan mekanisme hemoroid
Etiologi
Penyebab terjadinya hemoroid antara lain:
1. Terlalu banyak duduk
2. Diare menahun/kronis
3. Kehamilan: disebabkan oleh karena perubahan hormon
4. Keturunan penderita wasir
5. Hubungan seks tidak lazim (perianal)
6. Penyakit yang membuat penderita mengejan
7. Sembelit/ konstipasi/ obstipasi menahun
8. Penekanan kembali aliran darah vena
9. Melahirkan
10. Obesitas
11. Usia lanjut
12. Batuk berat
13. Mengangkat beban berat
14. Tumor di abdomen/usus proksimal
12
Mekanisme:
Faktor penyebab faktor-faktor hemoroid adalah mengedan saat defekasi,
konstipasi menahun, kehamilan dan obesitas. Keempat hal diatas
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal lalu di transmisikan ke
derah anorektal dan elevasi yang tekanna yang berulang-ulang
mengakibatkan vena hemoroidalis mengalami prolaps. Hasil di atas
menimbulkan gejala gatal atau priritus anus akibat iritasi hemoroid dengan
feses, perdarahan akibat tekanan yang terlalu kuat dan feses yang keras
menimbulkan perdarahan, dan ada udema dan peradangan akibat infeksi
yang terjadi saat ada luka akibat perdarahan. Proses di atas menimbulkan
diagnosa gangguan intregritas kulit, nyeri, kekurangan volume cairan, dan
kelemahan .
d. Physical examination
i. Interpretasi dan mekanisme abnormal:
1. Weights, height, pale, fatique
IMT = BB/Tb2(m) = 50/1.552(m) = 20.82 (normal)
Pale = akibat dari anemia maka tubuh akan mengkompensasi
dengan cara pembuluh darah perifer akan vasokontriksi untuk tetap
mempertahankan suplai darah ke oragan vital.
Fatique = berkurangnya jumlah hemoglobin akan menurunkan
suplai oksigen ke kejaringan dan membuat kebutuhan oksigen dan
karbohidrat tidak adekuat sehingga pada pasien tampak lelah.
2. Vital sign (HR,RR,Temp,BP)
Parameter
Normal
Data pada
KasusInterpretasi
HR60-100
x/minute
114
x/minuteTakikardi
RR16-24
x/minute30 x/minute Takipneu
Temperature 36,5-37.2 0C 36,6 0C Normal
BP 120/80 100/70 Normal
13
mmHg mmHg (Rendah)
Mekanisme abnormal
Takikardi : anemia konsentrasi O2 ↓ terdeteksi
kemoreseptor kompensasi peningkatan denyut jantung
Takipneu : anemia konsentrasi O2 ↓ terdeteksi
kemoreseptor stimulasi pusat pernapasan di medula
peningkatan kecepatan & kedalaman pernapasan
BP : Jika terjadi anemia maka tubuh tidak bisa memproduksi sel
darah merah yang cukup sehingga menyebabkan tekanan darah
menjadi rendah atau menurun
3. Head, tongue
Head : cheilitis positive,
Interpretasi :
(Abnormal) Angular cheilitis yaitu adanya keradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
Gejala khas pada Anemia Defisiensi Besi.
Mekanisme :
Keadaan defisiensi besi menyebabkan keutuhan jaringan epitel
berkurang. Mukokutan junction merupakan daerah peralihan antara
kulit dan mukosa mulut dengan epitel mukosa yang lebih tipis
dibanding epitel kulit sehingga menyebabkan area ini rentan
terhadap terjadinya angular cheilitis. Proses terjadi angular cheilitis
pada awalnya, jaringan mukokutan di sudut - sudut mulut menjadi
merah, lunak dan berulserasi. Selanjutnya, fisura – fisura
eritematosa menjadi dalam dan melebar beberapa dari sudut mulut
ke kulit sekitar bibir atau berulserasi dan mengenai mukosa bibir
dan pipi dalam bentuk abrasi linear.
tongue : papil atrophy
14
Interpretasi :
(Abnormal) Atrofi papil lidah yaitu permukaan lidah menjadi licin
dan mengkilap karena papil lidah menghilang. Gejala khas pada
Anemia Defisiensi Besi
Mekanisme :
Lidah merupakan organ tubuh yang paling peka terhadap perubahan
yang terjadi di dalam tubuh Papila filiformis adalah bagian yang
paling peka terhadap rangsangan dan perubahan sistemik, karena
vaskularisasi mikro papila filiformis yang berbentuk loop, sehingga
jika terdapat gangguan pada sistem vaskularisasi akan berpengaruh
juga terhadap papilanya. Pada ADB, terjadi defisiensi besi yang
menyebabkan aliran darah berkurang ke organ dan jaringan
termasuk jaringan-jaringan dilidah sehingga menyebabkan atrofi.
4. Abdomen, ekstremitas
no epigastric pain, liver and spleen non palpable
Untuk liver dan spleen yang tidak teraba berarti tidak ada aktivitas
yang berlebihan dari liver dan spleen untuk membentuk eritrosit
dan penghancuran eritrosit ( bukan anemia hemolitik). Tidak ada
epigastric pain menandakan tidak ada kerusakan organ dalam( liver,
gastro, pankreas) misalnya seperti gastro, jika terdapat gangguan
pada gastrointestinal maka akan terjadi gangguan pada gastroferitin
yang berfungsi untuk mengikat Fe dan menyalurkannya ke dalam
usus. Pada pasien ini tidak terdapat kerusakan pada mekanisme
tersebut.
Kuku : no koinilicia
Kuku sendok karena defisiensi besi, sehingga deposit Fe untuk
pembentukan kuku berkurang. Pada pasien ini belum saja
bermanifestasi ke daerah kuku. Karena biasanya manifestasi ini
muncuk sekitar 5 – 10 tahun berikutnya
e. Laboratory
15
i. Interpretasi dan mekanisme abnormal:
1. Hb, Ht, RBC, WBC, Trombosit, RDW
Pemeriksaan Lab Kasus Normal Interpretasi
Hb 4,8 mg/dl 12-14 mg/dl Anemia
Ht 15 vol % 35-45 vol % Menurun
RBC 2.500.000/mm3 4,5-5,5
juta/mm3
Rendah
WBC 7.000/mm3 5.000-
10.000/mm3
Normal
Trombosit 480.000/mm3 250.000-
400.000/mm3
Meningkat
RDW 20% 11-15% Meningkat
Mekanisme abnormal:
• Hematoschezia sejak 1 tahun lalu dan grand multipara (faktor risiko)
pengeluaran besi dalam tubuh ↑ Cadangan besi tubuh ↓ bahan untuk
pembentukan Hb ↓, Ht ↓ Hb ↓, Ht ↓
• Hematoschezia sejak 1 tahun lalu banyaknya darah yang keluar
tubuh melakukan kompensasi dengan meningkatkan trombosit.
• Hematoschezia sejak 1 tahun lalu dan grand multipara (faktor risiko)
pengeluaran besi dalam tubuh ↑ Cadangan besi tubuh ↓ bahan untuk
pembentukan Hb ↓ Hb ↓ stabilitas membrane RBC terganggu RBC ↓
saat terdesak melewati kapiler bentuk dan ukurannya menjadi bermacam-
macam anisositosis (RDW ↑) dan poikilositosis.
2. Blood smear
16
Anisocytosis: Adanya eritrosit pada darah yang menunjukan variasi
ukuran yang besar sekali.
Mekanisme abnormal:
Anisocytosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Peningkatan
anisocytosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution
width). Proses terjadinya anisocytosis itu pula sejalan dengan
poikilocytosis.
Poikilocytosis: Adanya eritrosit dengan keragaman bentuk eritrosit
yang abnormal dalam darah.
Mekanisme abnormal:
Adanya anemia defisiensi besi menyebabkan kecepatan
pembentukan RBC dalam proses eritropoesis meningkat karena
kebutuhan tubuh sehingga dihasilkanlah RBC yang bentuk dan
keragaman yang abnormal dengan ukuran yang bervariasi
(anisopoikilocytosis).
Hypochrome microcyter: Penurunan hemoglobin dalam eritrosit
sehingga warnanya jadi pucat dan berukuran kecil serta abnormal.
Mekanisme abnormal:
Hemoroid hematoschezia perdarahan kronis kehilangan
besi kronis deplesi cadangan besi eritropoesis defisiensi besi
sintesis heme Hb menurun sehingga sel darah merah yang
terbentuk menjadi kecil dan pucat anemia hipokrom mikrositik
MCV, MCH dan MCHC menurun
3. Faeces
hookworm’s eggs negatif
interpretasi : Normal, keterangan mungkin untuk menyingkirkan
etiologi bukan karena infeksi cacing tambang.
17
ii. Gambaran morfologi dari blood smear
Normositik Normokrom Mikrositik Hipokrom = SDM yang kecil
dan pucat, sel tampak sebagai sebuah
cincin
Makrositik
Perhatikan 3S :
•size (ukuran)
Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
•shape (bentuk)
•staining (warna eritrosit).
18
iii. Indikasi pemeriksaan dari blood smear dan faeces
INDIKASI PEMERIKSAAN APUSAN DARAH TEPI:
menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritosit, leukosit, dan
trombosit dan mencari adanya parasit seperti malaria, tripanasoma,
microfilaria dan lain sebagainya. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas
dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil yang baik
INDIKASI PEMERIKSAAN FESES :
- Adanya diare dan konstipasi
- Adanya ikterus
- Adanya gangguan pencernaan
- Adanya lendir dalam tinja
- Kecurigaan penyakit gastrointestinal
- Adanya darah dalam tinja
iv. cara pemeriksaan lab yang lain yang mendukung penegakan diagnosis
(MCV,MCH,MCHC) dicari nilai normalnya
Pemeriksaan lab yang dapat membantu diagnosa ialah pemeriksaan
apusan darah atau blood smear, dimana kita juga menghitung nilai dari
MCV, MCH dan MCHC:
MCV (Mean Corpuscular Volume) atau Volume Eritrosit Rata-rata (VER)
nilai normal 80-95 fL
MCV = Ht x 10 = 15 x 10 = 60 fl
E 2,5
Interpretasi : Mikrositer
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) atau Hemogobin Eritrosit Rata-
rata (HER)
nilai normal 27-34 pg
MCH = Hb x 10 = 4,8 x 10 = 19,2 pg
19
E 2,5
Interpretasi : Hipokrom
MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) atau Konsentrasi
Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER)
nilai normal 32-36%
MCHC = Hb x 100% = 4,8 x 100% = 32%
Ht 15
Interpretasi : Anemia Hipokrom Mikrositer
f. Additional examination
i. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari serum Iron, total Iron-binding
capacity, feritin
Parameter
Normal
Data pada
KasusInterpretasi Keterangan
Iron serum50 - 150
µg/dl16µg/dl menurun
Pada anemia
defisiensi zat besi
akibat turunnya kadar
besi dalam tubuh
Total iron-
binding
capacity
250 to 370
µg/dl420 µg/dl meningkat
Meningkat,
menandakan
terjadinya anemia
defisiensi zat besi.
Dimana pengikat besi
menumpuk akibat
tidak adanya besi yang
dapat diikat.
Ferritin20-200
ng/l8 ng/ml menurun
g. Additional
20
i. Penegakan diagnosis dan pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan
laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap
pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang
dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah
memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah
menentukkan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi
dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80fl
dan MCHC <31% dengan salah satu dari a,b,c, atau d.
a. Dua dari tiga parameter dibawah ini:
- Besi serum <50 mg/dl
- TIBC >350 mg/dl
- Saturasi transferin: <15%, atau
b. Feritin serum <20 mg/l, atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain)
menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau
d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi
yang lain setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih
dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab
defisiensi besi. Tahap ini sering merupakan proses yang rumit yang
memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang
sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang
membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik sekitar 20%
kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.
Untuk pasien dewasa, fokus utama adalah mencari sumber perdarahan.
Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan
masa reproduksi anamnesis tentang menstruasi sangat penting, kalau perlu
dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk laki-laki dewasa di Indonesia
21
dilakukan feses untuk mencari telur cacing tambang. Jika ditemukan infeksi
ringan tidaklah serta merta dianggap sebagai penyabab utama ADB, harus
dicari penyebab lainnya. Titik kritis cacing tambang sebagai penyebab
utama jika ditemukan telur per gram feses (TPG) > 2000 pada perempuan
dan > 4000 pada laki-laki, tetapi hubungan ini lebih lemah pada perempuan.
Anemia akibat cacing tambang sering disertai pembengkakan parotis
dan warna kuning pada telapak tangan. Pada pemeriksaan laboratorium,
disamping tanda-tanda defisiensi besi yang disertai adanya eosinofilia.
Jika tidak ditemukan perdarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah
samar (occult blood test) pada feses. Dan jika terdapat indikasi, dilakukan
endoskopi saluran pencernaan atas dan bawah
ii. DD dan WD
II. Kasus Anemia
Defisiensi Besi
Anemia
Chronic
Disease
Thalasemia
Lemah + + + +
Pale and
fatigue
+ + + +
Hepar dan lien Non
palpable
- - +
Cheilitis + + - -
Koilonychia - + - -
Hb ↓ + + + +
Hipokrom
mikrositer
+ + + +
MCV ↓ ↓ ↓ ↓
MCH ↓ ↓ ↓ ↓
Besi Serum ↓ ↓ N/↑ N/↑
22
TIBC ↑ ↑ N N
Working diagnosis
Ny. Zainab, 50 tahun menderita Anemia defisiensi besi et causa
pendarahan kronis hemoroid.
i. Epidemiologi
30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya
adalah anemia defisiensi besi. Prevalensi anemia defisiensi besi di
Indonesia belum ada data yang pasti, Martoatmojo et al memperkirakan
ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil
serta 46-92% pada wanita hamil. Sedangkan angka kejadian anemia di
Indonesia berdasarkan SKRT 1995 pada anak usia kurang dari 5 tahun
adalah 40,5 %, dan 47,2% pada usia 5-9 tahun serta 10-14 tahun.
ii. Etiologi
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh
karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi
akibat perdarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID,
kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
c. Saluran kemih: hematuria.
d. Saluran nafas: hemoptisis.
2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan
(asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang
rendah.
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan.
23
4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau
dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi),
polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
5. Penurunan pengambilan besi
6. Makanan kaya gandum, rendah daging, Pica, Orang lanjut usia dan
orang miskin, Penggemar makanan tertentu, Malabsorpsi
iii. Patofisiologi
Perdarahan menahun → kehilangan besi → cadangan besi menurun
Jika berlanjut :
Cadangan besi menjadi kosong
Penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang
Gangguan pd bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi
Eritropoiesis semakin terganggu
Kadar Hb mulai turun
Deplesi besi: cadangan besi menurun tapi penyediaan besi utk eritropoesis belum
terganggu
Eritropoesis def besi: cadangan besi kosong, penyediaan besi utk eritropoesis
terganggu, tp belum timbul anemia
Anemia def besi: cadangan besi kosong, disertai anemia
iv. Manifestasi klinis
1.Gejala umum anemia
Deplesi besi ↓ ferritin serum
↑ absorbs besi
Eritropoiesis defisiensi besi
↓ saturasi besi↑ TIBC
Anemia defisiensi besihipokrom mikrositer
24
Anemia secara klinis dapat memberikan beberapa gambaran, yang disebut
sebagai sindroma anemia yakni badan lemah, letih, lesu, cepat lelah, mata
berkunang-kunang, telinga sering berdenging. Namun, biasanya, gejala
simptomatis ini ditemukan apabila kadar Hb < 7 g/dl.Pada pemeriksaan
fisik ditemukan anemis pada konjutiva dan jaringan bawah kuku.
2.Gejala khas defisiensi besi
Atrofi papil lidah ; permukaan lidah licin, mengkilap karena papil lidah
hilang
Stomatitis angularis ; radang pada sudut mulut
Disfagia akibat kerusakan epitel hipofaring
Koilonichya ; kuku sendok ( spoon nail ), kuku rapuh, bergaris-garis
vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok
Atrofi mukosa gaster
Pica ; makan yang tidak lazim seperti tanah liat, es, lem dll
Sindrom Plummer atau sindrom Paterson Kely adalah kumpulan gejala
yang terdiri dari anemia hipokrom mikrositer,atrofi papil lidah dan
disfagia.
3.Gejala penyakit dasar
Gejala klinis tergantung pada penyeakit dasar yang menyertai. Pada anemia
yang disebabkan oleh penyakit cacing tambang, ditemukan dyspepsia,
parotis membengkak, dan kulit telapak tangan kuning seperti jerami. Pada
anemia akibat perdarahan kronik akibat kanker kolon akan ditemukan
keluhan BAB .
v. Tata laksana
Anemia :
- Terapi kausal : tergantung etiologi
25
- Iron therapy :
a. Terapi besi oral
Efektif, murah, aman
o Ferrous sulfate : 3x200mgà absorbsi 50mg besi à meningkatkan eritropoesis 2-
3x normal
Diberikan 3-6 bulan setelah cadangan besi normal.
Diberikan saat perut kosong, dgn penambahan vit C
Efek samping: mual, muntah, konstipasi
o Carbonyl iron : 1 tab PO tid, 3-6 mg/kg/d PO tid
o Dextran-iron : 2 mL/d IV/IM, 5-10 kg : 1 mL
b. Terapi besi parenteral sangat efektif, tapi mahal, resiko besar sehingga
diberikan dengan indikasi tertentu.
Indikasi :
o Intoleransi terhadap pemberian besi oral
o Kepatuhan thd obat rendah
o Gangguan pencernaan seperti kolitis ulseratif yg kambuh bila diberi besi
o Penyerapan besi terganggu, misal gastrektomi
o Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak, misal teleangiectasia
o Kebutuhan besi yg besar dlm waktu pendek : hamil trimester 3 & sbelum
operasi
o Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia
gagal ginjal kronik / akibat penyakit kronik
• Preparat parenteral:
– Tujuan: mengembalikan kadar Hb dan mengisi besi 500-1000mg, rumus:
– Rumus kebutuhan besi =
(15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
• Tersedia:
– Iron dextran complex (50mg/ml besi)
– Iron sorbitol citric acid complex
– Iron ferric gluconate & iron sukrose
• Efek samping : fleblitis, hitam di tempat penyuntikan IM, sakit kepala,
flushing, mual, muntah, nyeri perut, sinkop, anafilaktik syok.
- Terapi lain :
26
o Transfusi packed RBC jika : Hb <8, atau jika perdarahan hebat, hipoxia hebat,
dan masalah kardiovaskular, kehamilan trimester akhir, preoperasi,Peny jantung
anemi dg ancaman payah jantung , Anemia Simptomatik yang sangat menyolok ,
Memerlukan peningkatan Hb yang cepat ,Jenis darah: PRC
o Diet : gizi tinggi dan tinggi protein hewani
Makan sumber besi : daging, hati, ikan
Hindari penghambat penyerapan besi : susu, alkohol
Minum asam ascorbat saat makan
Hemorroid :
1. Non farmakolgi terapi : serat
2. Farmakologi : anti hemoroid, obat laxatif
3. Konsultasi utk tindakan operasi
vi. Pencegahan
1. Pendidikan kesehatan:
a.Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan
lingkungan kerja, misalnya pemakainan alas kaki sehingga dapat
mencegah penyakit cacing tambang.
b. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang
membantu absorbsi besi.
2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber dari perdarahan
kronik yang paling sering terjadi di daerah tropis.
3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profiaksis pada segmen
penduduk yang rentan, seperti pada ibu hamil dan anak balita.
4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi.
vii. Komplikasi
- Insufisiensi koroner dan iskemik miokard
- Squamous sel karsinoma
- Atropic gastritis
- Nyeri neurologis
- Numbness
- Pseudo tumor cerebri
- IQ pada anak anemi lebih rendah dibanding anak yang tidak anemia
27
- Infark miokardium
- Dekompensatio cordis
- Kerusakan struktur : koilonychia, stomatitis angularis
- Perforasi ulkus lambung
viii. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad fungsional : Bonam
ix. KDU
4A
III. Hipotesis :
Ny. Zainab menderita anemia defisiensi besi akibat hemoroid
IV. Sintesis :
a. Anemia (hipokrom mikrositer)
Anemia Mikrositik Hipokrom
28
Anemia mikrositik hipokrom dapat disebabkan karena
a. Kehilangan besi (perdarahan menahun)
b. Asupan yang tidak adekuat / absorbsi besi yang kurang
c. Kebutuhan besi yang meningkat (pada masa kehamilan dan prematuritas)
Kemungkinan yang terjadi pada anemia mikrositik hipokrom adalah
a. anemia defisiensi besi (gangguan besi)
b. anemia pada penyakit kronik (gangguan besi)
c. thalasemia (gangguan globin)
d. anemia sideroblastik (gangguan protoporfirin)
Patofisiologi anemia mikrositik hipokrom
Tergantung dari penyebabnya
1. Anemia defisiensi besi terjadi dalam 3 tahap
Tahap 1 (tahap prelaten), dimana yang terjadi penurunan hanya kadar feritin
(simpanan besi)
Tahap 2 (tahap laten), dimana feritin dan saturasi transferin turun (tetapi Hb masih
normal)
Tahap 3 (tahap def. besi), dimana feritin, saturasi transferin dan Hb turun (eritrosit
menjadi mikrositik hipokrom)
2. Anemia pada penyakit kronis
Anemia ini biasanya bersifat sekunder, dalam arti ada penyakit primer yang
mendasarinya. Perbedaan anemia ini dengan anemia defisiensi besi tampak pada
feritin yang tinggi dan TIBC yang rendah
3. Anemia sideroblastik
Terjadi karena adanya gangguan pada rantai protoporfirin. Menyebabkan besi
yang ada di sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam eritrosit
yang baru terbentuk dan menumpuk pada mitokondria perinukleus.
4. Thalasemia
29
Terjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia dapat terjadi karena
sintesis hb yang abnormal dan juga karena berkurangnya kecepatan sintesis rantai
alfa atau beta yang normal.
Epidemiologi
Anemia defisiensi besi di Indonesia hampir sama prevalensinya antara laki-laki,
wanita dan wanita hamil.Sedangkan di negara barat, anemia defisiensi besi paling
banyak terjadi pada wanita hamil.
Thalasemia. Frekuensi gen thalasemia di Indonesia berkisar 3-10% . Kelainan ini
kebanyakan di daerah tropis dan subtropis. Namun sekarang sudah menyebar
secara herediter ke seluruh dunia.
Sintesa, Fungsi, dan Cara Kerja Hb
Hb (hemoglobin) terdiri dari Heme dan Globin. Heme terdiri dari Fe dan
protoporfirin sedangkan Globin terdiri dari sepasangang rantai a dan non-a.
Fungsi dan cara kerja Hb adalah berikatan dengan O2 membentuk
oksihemoglobin untuk dikirim ke jaringan. Reduce hemoglobin (hemoglobin yang
melepaskan ikatannya dengan O2) merupakan bentuk ikatan hemoglobin yang
normal. Ikatan hemoglobin yang abnormal misalnya sulfhemoglobin,
methemoglobin, carboksihemoglobin
Pemeriksaan Laboratorium yang mendukung
Untuk anemia mikrositik hipokrom, dilakukan pemeriksaan NER (Nilai eritrosit
rata-rata) yang terdiri dari VER, HER, KHER
1. VER (Volume Eritrosit Rata-rata). Yaitu perbandingan nilai hematokrit dengan
jumlah eritrosit (dalam juta) x 10. Satuannya fL. Nilai normalnya 80-98 fL.
Jika lebih besar dari pada normal : eritrositnya makrositer
Jika lebih kecil dari pada normal : eritrositnya mikrositer.
2. HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata). Yaitu perbandingan nilai hemoglobin
dengan jumlah eritrosit (dalam juta ) x 10 . Satuannya pg. Nilai normalnya 27-32
pg
Jika lebih kecil dari normal biasanya eritrosit hipokrom
30
3. KHER (Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata). Yaitu perbandingan nilai
hemoglobin dengan nilai hematokrit x 100. Satuannya g/dL. Nilai normalnya 31-
35 g/dL.
Jika lebih kecil dari normal biasanya eritrosit hipokrom.
Kalau perhitungan sudah menunjukan bahwa eritrosit mikrositik hipokrom, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan apus darah tepi untuk melihat morfologi darah
tepi.
Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan ialah SI, TIBC, Saturasi transferin,
feritin serum dan elektroforesis Hb.
Biasanya elektroforesis Hb lebih menunjukan untuk sindrom talasemia.
Penatalaksanaan Anemia Mikrositik Hipokrom
1. Anemia defisiensi besi
a. terapi besi oral
Ferro sulfat, mengandung 67mg besi
Ferro glukonat, mengandung 37 mg besi.
b. terapi besi parenteral
biasa digunakan untuk pasien yang tidak bisa mentoleransi penggunaan besi oral.
Besi-sorbitol-sitrat diberikan secara injeksi intramuscular.
Ferri hidroksida-sukrosa diberikan secara injeksi intravena lambat atau infuse
c. Pengobatan Lain
Diet, diberikan makanan bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari protein
hewani
Vitamin C diberikan 3 x 100mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
Transfusi darah, pada anemia def. Besi dan sideroblastik jarang dilakukan (untuk
menghindari penumpukan besi pada eritrosit)
2. Anemia pada penyakit kronik. Tidak ada pengobatan khusus yang mengobati
penyakit ini, sehingga pengobatan ditujukan untuk penyakit yang mendasarinya.
Jika anemia menjadi berat, dapat dilakukan transfusi darah dan pemberian
eritropoietin.
31
3. Anemia sideroblastik. Penatalaksanaan anemia ini dapat dilakukan dengan
veneseksi dam pemberian vit b6 (pyridoxal fosfat). Setiap unit darah yang hilang
pada veneseksi mengandung 200-250 mg besi.
4. Thalasemia. Transfusi darah dapat dilakukan untuk mempertahankan kadar Hb
>10 g/dL.
Tetapi transfusi darah yang berulang kadang mengakibatkan penimbunan besi,
sehingga perlu dilakukan terapi kelasi besi
b. Anemia defisiensi besi
Defenisi
Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya
zat besi.
Seorang anak yang mula-mula berada di dalam keseimbangan besi kemudian menuju ke
keadaan anemia defisiensi besi akan melalui 3 stadium yaitu:
Stadium I : Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi di dalam depot. Keadaan ini
dinamakan stadium deplesi besi. Pada stadium ini baik kadar besi di dalam
serum maupun kadar hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot
dapat ditentukan dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sumsum
tulang. Disamping itu kadar feritin/saturasi transferin di dalam serumpun dapat
mencerminkan kadar besi di dalam depot.
Stadium II : Mulai timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di dalam serum
mulai menurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih normal.
Keadaan ini disebut stadium defisiensi besi.
Stadium III : Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai oleh
penurunan kadar hemoglobin MCV, MCH, MCHC disamping penurunan
kadar feritin dan kadar besi di dalam serum.
32
Epidemiologi
Sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya adalah anemia
defisiensi besi. Prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia belum ada data yang pasti,
Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan
tidak hamil serta 46-92% pada wanita hamil. Sedangkan angka kejadian anemia di Indonesia
berdasarkan SKRT 1995 pada anak usia kurang dari 5 tahun adalah 40,5 %, dan 47,2% pada
usia 5-9 tahun serta 10-14 tahun.
Etiologi
Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut
melampaui kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi jika bukan pada anemia
yang nyata, biasanya dijumpai pada bayi dan remaja dimana merupakan masa terbanyak
penggunaan zat besi untuk pertumbuhan. Neonatal yang lahir dari perempuan dengan
defisiensi besi jarang sekali anemis tetapi memang memiliki cadangan zat besi yang rendah.
Bayi ini tidak memiliki cadangan yang diperlukan untuk pertumbuhan setelah lahir. ASI
merupakan sumber zat besi yang adekuat secara marginal.
Berdasarkan data dari “the third National Health and Nutrition Examination Survey”
( NHANES III ), defisiensi besi ditentukan oleh ukuran yang abnormal dari serum ferritin,
transferring saturation, dan/atau erythrocyte protophorphyrin.
Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut
melampaui kecepatan asimilasinya.
Penyebab defisiensi besi antara lain:
Peningkatan penggunaan zat besi
- Percepatan pertumbuhan pascanatal
- Percepatan pertumbuhan remaja
Kehilangan darah fisiologik
- Menstruasi
- Kehamilan
Kehilangan darah patologis
- Perdarahan saluran makanan
- Perdarahan genitourinarius
- Hemosiderosis paru
- Hemolisis intravascular
33
Penurunan pengambilan besi
- Makanan kaya gandum, rendah daging
- Pica
- Orang lanjut usia dan orang miskin
- Penggemar makanan tertentu
- Malabsorpsi à gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.
Faktor Resiko
Wanita menstruasi
Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat
Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan daging dan
telur selama bertahun-tahun.
Menderita penyakit maag.
Penggunaan aspirin jangka panjang
Colon cancer
Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan brokoli dan
bayam.
Gejala Klinis
Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh gejala dan
apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak. Beberapa gejalanya
antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas
pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).
Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama adalah sel dari
sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya banyak tanda dan gejala
anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini:
34
o Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar dan lunak, muncul secara sporadis.
o Stomatitis angular ; erosi, kerapuhan dan bengkak di susut mulut.
o Atrofi lambung dengan aklorhidria ; jarang
o Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada defisiensi zat besi jangka panjang.
o Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.
o Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.
Satu gejala aneh yang cukup karakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica, dimana
pasien memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap bahan seperti
tepung (amilofagia), es (pagofagia), dan tanah liat (geofagia). Beberapa dari bahan ini,
misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran makanan, sehingga
memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang menyedihkan adalah meningkatnya absorpsi
timbal oleh usus halus sehingga dapat timbul toksisitas timbal disebabkan paling sedikit
sebagian karena gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf, proses yang didukung oleh
defisiensi zat besi.
Patogenesis
Di negara maju, defisiensi besi dari makanan jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya
anemia. Besi dalam makanan terdapat pada daging khusunya hati. Sumber besi ini lebih baik
daripada sayuran, telur atau produk susu.
Penyebab utama anemia defisiensi besi adalah perdarahan kronik, biasanya dari uterus atau
saluran cerna. Patogenesanya terbagi atas tiga fase:
1. Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted
state ataunegative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin
serum, peningkatan absorbs besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum
tulang negatif.
2. Apabila kekurangan besi berlanjut terus, maka cadangan besi menjadi kosong sama
sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan
pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut iron
deficient erythropoesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit.
Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat.
Parameter spesifik ialah kadar reseptor transferin dalam serum yang meningkat.
3. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis akan makin terganggu sehingga
kadar hemoglobin akan menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer.
35
Disebut juga iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada
epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel
mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.
Diagnosis
Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Anamnesis bertujua untuk
mengeksplorasi riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat gizi,
anamnesis mengenai lingkungan, paparan terhadap zat kimia fisik, atau riwayat pemakaian
obat tertentu. Pemeriksaan fisik terhadap pasien pada konjungtiva mata, warna kulit, kuku,
mulut, dan papil lidah apakah terdapat gejala umum anemia/ sindrom anemia.Secara
laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria
diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :
1. Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber perdarahan.
2. Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC tinggi.
3. Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-)
4. Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.
Diagnosis Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH
menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor.
RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks
eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar
hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok
karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik
mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat
hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan
36
thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia.
Pada kasusankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast
basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.
3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350
mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya
sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi
besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat
menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang
rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau
meningkat pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop,
pemeriksaan ginekologi.
DIAGNOSIS BANDING
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :
Hb A2 meningkat
Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
2. Anemia kaena infeksi menahun :
Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik
mikrositik.
Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
37
3. Keracunan timah hitam (Pb) :
Terdapat gejala lain keracunan P.
Terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang.1
Anemia sideroblastik :
PENATALAKSANAAN
1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
2. Pemberian preparat Fe :
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi
elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi
ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
3. Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum
Meckel.
4. Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari
hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).2,4
38
TERAPI
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap
anemia difesiensi besi dapat berupa :
Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau
tidak maka anemia akan kambuh kembali.
Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :
1. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan
aman.preparat yang tersedia, yaitu:
A. Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif).
Dosis: 3 x 200 mg.
B. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga
lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
C. Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
1. Intoleransi oral berat; Kepatuhan berobat kurang;
2. Kolitis ulserativa;
3. Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).
Prognosis
Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan
sebagai berikut :
- Diagnosis salah
- Dosis obat tidak adekuat
- Preparat Fe tidak tepat atau kadaluarsa
- Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap
39
- Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (infeksi,
keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal,penyakit tiroid,penyakit defisiensi vitamin B12,
asam folat ).
- Gangguan absorpsi saluran cerna
c. Metabolisme besi
PENDAHULUAN
Besi adalah sebuah nutrien esensial yang diperlukan oleh setiap sel manusia.
Sebagai logam transisi dengan nomor atom 26 dan berat atom 55,85, besi dapat
berperan sebagai pembawa oksigen dan elektron serta sebagai katalisator untuk
oksigenisasi, hidroksilasi dan proses metabolik lainnya, melalui kemampuannya
berubah bentuk antara fero (Fe2+) dan fase oksidasi Fe3+. Besi ditransportasi dan
disimpan bukan sebagai kation bebas tapi dalam bentuk
Fe yang terikat. Besi ionik dapat berpartisipasi dalam berbagai reaksi yang
menghasilkan radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak sel. Adanya
penurunan atau peningkatan besi dalam tubuh mungkin menghasilkan efek yang
signifikan secara klinis. Jika terlalu sedikit besi yang ada (defisiensi besi) akan
terjadi pembatasan sintesis komponen yang mengandung besi aktif sehingga
secara normal mungkin berbahaya. Demikian pula jika terlalu banyak besi
terakumulasi (kelebihan besi) dan melebihi kapasitas tubuh untuk mentransport
dan menyimpannya akan menimbulkan toksisitas besi yang selanjutnya memicu
terjadinya kerusakan dan kematian
Strutur protein transportasi
Bagian A adalah struktur apotransferin. Secara skematik struktur apotransferin
terdiri atas cincin polipeptid yang terbagi dalam dua lobus, masing-masing
berbentuk elip dan mengandung single iron-binding site yang ditampilkan dengan
sebuah tanda titik. Setiap lobus disusun dengan dua domain yang berbeda, diberi
label I dan II. Selain itu dikenal juga adanya dua lobus yaitu lobus N-terminal dan
C-terminal. Bagian B adalah reseptor transferin. Skema di atas menampilkan
reseptor transferin di atas permukaan sel. Transferin reseptor merupakan dimer
glikoprotein transmembran terdiri atas dua subunit yang identik dihubungkan
40
dengan ikatan disulfide. Transferin reseptor bersifat ampipatik dengan ekor
sitoplasmik hidrofilik yang kecil dan domain ekstraseluler hidropilik yang luas.
Reseptor dapat mengikat dua molekul transferin (Beutler at al, 2000).
Mekanisme Molekuler dari Ambilan Besi Seluler
Ambilan besi sel melalui transferrintransferrinreseptor terjadi melalui proses
endositosis. Jalur utama peran transferin, reseptor transferin dan feritin dalam
penyimpanan dan penyediaan besi seluler ditunjukkan secara sistematik pada
gambar 2. Gambar 2 menunjukkan distribusi besi ke sel secara skematik yang
dimulai dengan terikatnya satu atau dua molekul transferin mono atau diferik pada
reseptor transferin dan proses ini tergantung energi dan suhu serta selesai dalam
waktu 2-3 menit. Pada pH plasma netral, kompleks transferin-besi jauh lebih
stabil dengan mengikatkan transferin pada reseptor transferin baik untuk transferin
monoferik maupun diferik. Efisiensi dari distribusi besi ke sel tergantung pada
jumlah transferin plasma mono dan diferik yang ada. Pada keadaan erytropoesis
normal dan saturasi transferin normal yaitu sekitar 33%, afinitas tertinggi dari
reseptor untuk transferin diferik menghasilkan aliran besi yang banyak ke sel,
dengan dilengkapi empat atom besi pada tiap siklusnya. Saat saturasi tranferin
sekitar 19%, besi dalam jumlah sama dihantarkan melalui transferin mono atau
diferik, sementara pada saturasi yang rendah, kebanyakan besi dihantarkan dari
bentuk monoferik (Beutler atal, 2000).
Peranan Reseptor Tranferin dalam Melepaskan Besi dari Transferin di dalam
Endosome Reseptor transferin memainkan peran penting dalam pelepasan besi
dari kedua transferrin pada saat endosom berada dalam pH asam (Beutler at al,
2000). Pada saat pH 5,6, besi akan terlepas dari sisi N-terminal transferin. Hal ini
berbeda dengan yang terjadi pada sel eritroid, dimana besi telepas dari kedua sisi
transferin dalam waktu 2- 3 menit. Tampaknya interaksi antara reseptor transferin
dengan transferin mempengaruhi pelepasan besi. Pada pH 5,6, besi dilepaskan
dari transferrin monoferik dan bentuk N-terminal (FeNTf) 3 kali lebih cepat
daripada C-terminal (FeCTf). Ikatan dengan reseptor transferin sedikit
mempengaruhi pelepasan FeN Tf namun terjadi peningkatan pada sisi C-terminal.
Ikatan reseptor transferin pada pH 5,6 mengubah kedua sisi transferin yang
mengikat besi dimana besi pada lobus N-terminal bersifat stabil, tidak pada sisi C-
41
terminal. Reseptor transferin yang terikat transferin dalam endosomal
mempengaruhi jumlah besi yang dilepaskan dari transferin dalam sel eritroid,
selain itu juga meminimalkan perbedaan antara sisi C-terminal dan N-terminal
(Beutler at al, 2000).
Transport Besi Melewati Membran Endosom melalui Nramp2
Setelah dilepaskan besi harus ditransportasikan melewati membran endosomal.
Pergerakan besi keluar endosom dan absorsinya di usus, diperantarai oleh Nramp2
(Natural resistance-assosiated macrophage protein 2) yaitu protein pengangkut
besi transmembran
(Beutler at al, 2000; Hoffman, 2000).
Mekanisme Kembalinya Komplek Reseptor transferin-Transferin ke Permukaan
Sel.
Keasaman dalam endosom meningkatkan afinitas apotransferrin terhadap reseptor
transferin
sehingga menghasilkan kompleks apotransferinreseptor transferin dan selanjutnya
di hantarkan ke permukaan sel endosom. Paparan dengan pH plasma
menyebabkan apotransferin kehilangan afinitasnya terhadap reseptor transferin
sehingga terlepas dari membran endosom. Hal ini memungkinkan apotransferin
dan reseptor transferin bisa digunakan kembali (Beutler at al, 2000; Hoffman,
2000).
Pengaturan, Penyimpanan dan Ambilan Besi Seluler
Di dalam sel, IRP-1 dan IRP-2 tersedia untuk mengatur penyimpanan dan ambilan
besi melalui pengontrolan translasi untuk sintesis reseptor transferin dan feritin.
Sintesis reseptor transferin disesuaikan dengan jumlah citoplasmic transferin
reseptor mRNA. Regio 3’ yang tidak ditranslasikan (3’ UTR) dari reseptor
transferin mRNA mengandung 5 IRE. Ikatan IRP dengan IRE pada 3’ UTR
memperlambat degradasi dan meningkatkan konsentrasi cytoplasmic transferrin
receptor mRNA serta jumlah sintesis reseptor transferin. Dengan meningkatnya
jumlah reseptor sel, ambilan besi meningkat. Sintesis ferritin dikontrol (tanpa
42
mengubah jumlah ferritin yang ada) dengan menekan translasi ferritin mRNA.
Regio 5’ yang tidak ditranslasikan (5’ UTR) dari ferritin mRNA mengandung IRE
tunggal. Ikatan antara IRP-IRE menghentikan translasi ferritin mRNA sehingga
sedikit ferritin yang diproduksi dan sekuester besi dikurangi. Pengaturan besi
intrasel dilakukan oleh IRP sehingga menghasilkan
efek yang berlawanan terhadap sintesis reseptor transferin dan ferritin. Penurunan
besi intraseluler menyebabkan peningkatan proporsi tingginya afinitas IRP.
Peningkatan IRP-IRE meningkatkan produksi reseptor transferin tapi menurunkan
feritin. Meningkatnya besi intrasel menyebabkan terangkainya 4Fe-4S dengan
kehilangan aktivitas binding IRP-1 dan untuk IRP-2 akan menyebabkan
proteolisis yang spesifik. Sedikit IRP yang terikat IRE akan menurunkan produksi
reseptor transferin dan meningkatkan produksi ferritin. Keseimbangan dan efek
berlawanan ini mengubah ambilan besi dan penyimpanannya oleh IRP dalam
rangka mempertahankan homeostasis besi intraseluler tetap konstan dan dapat
berrespon pada oksidatif stres serta inflamasi. IRP juga terikat pada Functional
IRE pada 5’ UTR dari mRNA yang ada pada sintesis erytroidspecifik- d-amino
levolinic acid (eALAS) dan mitokondrial aconitase serta menghambat sintesisnya
dibawah kondisi kekurangan besi, berkaitan dengan penggunaan besi dan energi
seluntuk mengatur homeostasis besi (Beutler at al, 2000; Hoffman, 2000).
Siklus Besi dalam Tubuh
Konsentrasi besi tubuh normal adalah 40- 50 mg Fe/Kg BB dimana laki-laki lebih
besar dari perempuan. Kebanyakan besi yang ada berupa senyawa dengan
berikatan pada protein tertentu, bukan dalam bentuk logam bebas. Besi ditransport
dalam bentuk ikatan dengan transferin plasma dan transferin cairan ekstrasel.
Jumlah besi sekitar 5-6 mg Fe/Kg pada wanita, 10-12 mg Fe/Kg pada laki-laki
disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin, dalam hepatosit, makrofag
dihati, sumsum tulang, limpa dan otot sebagai persiapan saat kehilangan darah
(Bakta, 2000). Besi diet yang diserap usus kemudian diikat oleh transferin plasma.
Pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg, jumlah besi-transferin dalam
plasma sekitar 3 mg, meskipun besi harian yang ditransport melalui cara ini lebih
dari 30 mg. Sebagian besar besi ± 24 mg/hari berada di prekursor erythroid
sumsum tulang, dan sebagian besar dari jumlah ini yaitu sekitar 17 mg/hari
menjadi hemoglobin di dalam erithrosit disirkulasi yang nantinya akan
dikatabollisme oleh makrofag dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Besi
43
kemudian dilepaskan dari hemoglobin dan kembali ke transferin plasma. Beberapa
dari besi dalam erythroid sumsum tulang sekitar 7 mg Fe/ hari dikatabolisme
langsung oleh makrofag karena fagositosis pada prekursor erythroid yang
terganggu atau perpindahan dari feritin erytrosit menyebabkan makrofag
mengembalikan besi ke transferin plasma ± 22 mg Fe/hari. Besi dalam erytron
yang mengalami pergantian berasal dari beberapa besi yang baru diabsorpsi dari
GI tract dan dari fraksi minor sekitar 2 mg Fe/hari besi Hb yang masuk ke plasma
melalui enukleasi normoblas atau hemolisis intravaskuler. Selanjutnya akan
terikat dengan haptoglobin/ hemopexin dan dihantarkan ke hepatosit (Andrew,
1999).
Keseimbangan Besi dalam Tubuh
Keseimbangan besi ditentukan oleh perbedaan antara asupan besi dan keluaran
besi dari tubuh. Jika persediaan besi tubuh menurun maka absorpsinya meningkat,
sebaliknya absorbsi akan meningkat jika persediaan besi tubuh menurun. Besi
yang diserap usus atau dikeluarkan setiap hari berkisar antara 1-2 mg. Besi heme
dan nonheme diabsorpsi melalui brush border pada usus kecil bagian atas.
Absorpsi besi yang terkandung dalam diet, ditentukan oleh jumlah dan bentuk
besi, komposisi diet dan faktor gastro intestinal (GI tract). Besi heme biasanya
terkandung sedikit dalam diet namun absorpsinya sekitar 20-30%. Kebanyakan
besi yang terkandung dalam diet berupa besi non heme yaitu sekitar 90% dan
absorpsinya dipengaruhi oleh keseimbangan antara inhibitor seperti phytate, tanat,
fosfat dan ditingkatkan oleh asam amino dan asam askorbat. Biasanya kurang dari
5% besi non heme yang terabsorpsi. Ketersediaan besi juga dipengaruhi oleh
faktor gastrointestinal seperti sekresi gaster, gerakan usus dan akibat dari operasi
atau penyakit usus.
Absorpsi besi diatur oleh sel mukosa usus kecil bagian proksimal. Regulasi
mokusal dari absorpsi besi mungkin terjadi melalui satu atau lebih langkah berikut
ini yaitu: (1) mukosa mengambil besi yang melewati vili dan membran, (2) retensi
besi dalam mukosa, (3) pemindahan besi dari sel mukosa ke plasma. Secara umum
mekanisme absorpsi besi melalui sel mukosa ini mampu memenuhi kebutuhan
cadangan besi dan tingkat eritropoesis dimana absorpsi meningkat jika cadangan
besi menurun dan aktivitas eritropoesis meningkat. Sekitar 3,5mg Fe/hari
diabsorpsi dari diet dengan bioavalaibilitas yang cukup dan pada fase defisiensi
44
besi Gambar 3. Keseimbangan besi tubuh (Andrew, 1999) terdapat faktor yang
meningkatkan absorpsi besi (Andrew, 1999).
Absorbsi Besi
Besi diet yang berasal dari makanan diserap dalam usus. Proses absorbsi besi
dalam usus
terdiri atas 3 fase yaitu fase luminal, fase mukosal dan fase sistemik atau
korporeal (Bakta, 2000). Pada fase luminal ikatan besi dari bahan makanan
dilepaskan atau dirubah menjadi bentuk terlarut dan terionisasi. Kemudian besi
dalam bentuk feri (Fe3+)direduksi menjadi bentuk fero (Fe2+) sehingga siap
diserap usus. Dalam proses ini getah lambung dan asam lambung memegang
peranan penting. Absorbsi paling baik terjadi pada duodenum dan jejenum
proksimal. Hal ini dihubungkan dengan jumlah reseptor pada permukaan usus dan
pH usus. Di dalam usus, besi akan dibedakan menjadi besi non haem dan besi
haem. Kedua jenis besi ini mempunyai sifat sangat berbeda. Besi haem diserap
secara langsung, tidak dipengaruhi oleh bahan penghambat atau pemacu dan
presentase absorbsinya besar yaitu 4 kali dari besi non haem. Sedangkan absorbsi
besi non haem sangat dipengaruhi oleh zat pengikat (ligand) yang dapat
menghambat ataupun memacu absorbsi. Senyawa besi haem terdapat dalam
daging, ikan dan hati. Besi haem ini diserap secara utuh dan setelah berada dalam
epitel usus (enterosit) akan dilepaskan dari rantai porfirin oleh ensim
haemoxygenase, kemudian ditransfer ke dalam plasma atau disimpan dalam
ferritin. Persentase besi yang diserap sangat tinggi yaitu 10-25%.Penyerapan besi
non haem sangat dipengaruhi oleh adanya zat-zat yang mempertahankan besi tetap
dalam keadaan terlarut. Bahan ini disebut zat pemacu atau promoter atau
enhancer. Sedangkan zat penghambat atau inhibitor adalah zat yang membentuk
kompleks yang mengalami presipitasi sehingga besi sulit diserap. Bahanbahan
yang bekerja sebagai pemacu utama ialah. daging, ikan dan hati, asam askorbat
atau vitamin C. Beberapa bahan yang terdapat dalam daging yang dikenal sebagai
meat factor seperti asam amino, cysteine dan glutathion dapat meningkatkan
absorbsi besi melalui pembentukan soluble chelate yang mencegah polimerisasi
dan presipitasi besi. Asam askorbat merupakan bahan pemacu absorbsi yang
sangat kuat yang berfungsi sebagai reduktor yang dapat mengubah feri menjadi
fero, mempertahankan pH usus tetap rendah sehingga mencegah presipitasi feri
dan bersifat sebagai monomeric chelator yang membentuk iron-ascorbate chelate
45
yang lebih mudah diserap. Zat penghambat absorbsi besi sebagian besar terdapat
dalam makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Penghambat paling kuat
ialah senyawa polifenol seperti tanin dalam teh. Teh dapat menurunkan absorbsi
sampai 80 % sebagai akibat terbentukknya kompleks besi-tanat. Kopi juga
mengandung polipenol tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan
dengan teh. Bahan penghambat lain ialah phytate, bekatul, kalsium, posfat, oksalat
dan serat (fibre) yang dapat membentuk kompleks polemer besar. Fase absorbsi
yang ke dua adalah fase mukosal. Pada fase mukosal besi diserap secara aktif
melalui reseptor. Jika dosis terlalu besar besi akan masuk secara difusi pasif.
Dalam sel enterosit besi akan diikat oleh suatu karier protein spesifik dan
ditransfer melalui sel ke kapiler atau disimpan dalam bentuk feritin dalam
enterosit kemudian dibuang bersamaan dengan deskuamasi epitel usus. Susunan
karier protein ini belum diketahui dengan pasti. Ada yang menduga sebagai suatu
transferin like protein. Pada fase sistemik (korporeal) besi yang masuk ke plasma
diikat oleh apotransferin menjadi transferin dan diedarkan ke seluruh tubuh,
terutama ke sel eritroblast dalam sumsum tulang. Semua sel mempunyai reseptor
transferin pada permukaannya. Transferin ditangkap oleh reseptor ini dan
kemudian melalui proses pinositosis (endositosis) masuk dalam vesikel
(endosome) dalam sel. Akibat penurunan pH, besi, transferin dan reseptor akan
terlepas dari ikatannya. Besi akan dipakai oleh sel sedangkan reseptor dan
transferin dikeluarkan dan dipakai ulang. Besar kecilnya penyerapan besi oleh
usus ditentukan oleh faktor intraluminal dan faktor regulasi eksternal. Faktor
intraluminal ditentukan oleh jumlah besi dalam makanan, kualitas besi (besi haem
atau non haem), perbandingan jumlah pemacu dan penghambat dalam makanan.
Faktor regulasi luar ditentukan oleh cadangan besi tubuh dan kecepatan
eritropoesis.
46
d. Hemoroid
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih pembuluh darah vena
hemoroidales pada poros usus dan anus yang disebabkan karena otot & pembuluh
darah sekitar anus atau dubur kurang elastis sehingga cairan darah terhambat dan
membesar. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan dimana limbah
(tinja, kotoran) keluar dari dalam tubuh. Rektum merupakan bagian dari saluran
pencernaan diatas anus, dimana tinja disimpan sebelum dikeluarkan dari tubuh
melalui anus. Hemoroid bisa mengalami peradangan, menyebabkan terbentuknya
bekuan darah (trombus), perdarahan atau akan membesar dan menonjol keluar.
Wasir yang tetap berada di anus disebut hemoroid interna (wasir dalam) dan wasir
yang keluar dari anus disebut hemoroid eksterna(wasir luar).
Hemoroid atau ”wasir (ambeien)” merupakan vena varikosa pada kanalis ani.
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada sekitar
35% penduduk berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak
mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman
(Price dan Wilson, 2006).
Di atas umur 50 tahun, hemoroid sangat sering terjadi. Hemoroid seringkali
dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang dihubungkan
dengan diare, sering mengejan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor
rectum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan
hemoroid.
Komplikasi dapat menyebabkan nyeri hebat, gatal, dan perdarahan rectal
(Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya hemoroid antara lain:
1. Terlalu banyak duduk
2. Diare menahun/kronis
3. Kehamilan: disebabkan oleh karena perubahan hormon
4. Keturunan penderita wasir
5. Hubungan seks tidak lazim (perianal)
6. Penyakit yang membuat penderita mengejan
7. Sembelit/ konstipasi/ obstipasi menahun
47
8. Penekanan kembali aliran darah vena
9. Melahirkan
10. Obesitas
11. Usia lanjut
12. Batuk berat
13. Mengangkat beban berat
14. Tumor di abdomen/usus proksimal
PATOFISIOLOGI
Hemoroid adalah bantalan jaringan ikat dibawah lapisan epitel saluran anus.
Sebagai bantalan, maka ia berfungsi untuk:
Mengelilingi dan menahan anastomosis antara arteri rektalis superior dengan vena
rektalis superior, media, dan inferior
Mengandung lapisan otot polos di bawah epitel yang membentuk masa bantalan
Memberi informasi sensorik penting dalam membedakan benda padat, cair, atau
gas
Secara teoritis, manusia memiliki tiga buah bantalan pada posterior kanan,
anterior kanan, dan lateral kiri.
Kelainan-kelainan bantalan yang terjadi adalah pembesaran, penonjolan keluar,
trombosis, nyeri, dan perdarahan yang kemudian disebut/menjadi ciri dari
hemoroid.
KLASIFIKASI
Berdasarkan vena yang terkena, hemoroid dibedakan menjadi 2 :
1. hemoroid interna apabila yang melebar adalah vena hemoroidalis superior.
2. hemoroid externa bila yang membesar adalah vena hemoroidalis inferior.
Hemoroid externa diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut
berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya
merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena
ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Bentuk kronis biasanya
merupakan skuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan
kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah (Price dan
Wilson, 2006).
48
Hemoroid interna dikelompokkan dalam derajat I, II, III, dan IV. Pada derajat I
hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa nyeri pada waktu defekasi.
Pada stadium ini tidak terdapat prolaps dan pada pemeriksaan anoskopi terlihat
hemoroid yang membesar menonjol ke dalam lumen. Hemoroid derajat II
menonjol melalui canalis analis tetapi dapat kembali secara spontan. Pada derajat
III penonjolan dapat kembali dengan pendorongan sesudah defekasi. Pada derajat
IV penonjolan tidak dapat didorong masuk (Syamsuhidajat, 1997).
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis, yaitu:
Derajat I: bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus.
Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop;
Derajat II: pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri
ke dalam anus secara spontan.
Derajat III: pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari.
Derajat IV: prolaps hemoroid yang permanen, rentan, dan cenderung untuk
mengalami trombosis atau infark.
Untuk melihat risiko perdarahan, hemoroid dapat dideteksi olek adanya stigmata
perdarahan berupa bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas
hemoroid.
GAMBARAN KLINIS
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid. Darah yang keluar
berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis
pada feses sampai terlihat menetes. Manifestasi lainnya antara lain perasaan tidak
nyaman pada anus, pengeluaran lendir, anemia sekunder, bila sudah derajat II ke
atas timbul prolaps (Syamsuhidajat, 1997).
KOMPLIKASI
Komplikasi hemoroid yang sering terjadi adalah pendarahan, trombosis, dan
strangulasi. Hemoroid yang mengalami strangulasi adalah hemoroid yang
mengalami prolapsus di mana suplai darah dihalangi oleh sfingter ani.
49
DIANOSIS BANDING
Diagnosis hemoroid dibuat dengan inspeksi dan proktoskopi. Bila hemoroid dan
pendarahan terjadi pada penderita usia pertengahan dan usia lanju, perlu bagi
dokter untuk menyingkirkan kanker (Price, 1995).
Perdarahan rectum juga ditemukan pada karsinoma kolorectum, penyakit
divertikel, polip, kolitis ulserosa, angiodisplasia, dan kolitis Crohn (Hadi, 1997).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasar manifestasi klinis dan beberapa pemeriksaan
seperti:
1. pada pemeriksaan fisik akan tampak kelainan khas.
2. rectal toucher untuk menyingkirkan karsinoma rectum.
3. anoskopi dan proktosigmoidoskopi (Syamsuhidajat, 1997).
Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan bedah.
1. Penatalaksanaan Medis
Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat
hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau klien yang menolak operasi.
a. Non-farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki
defekasi.
Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum,
perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel
ManagementProgram (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin
feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting).
Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam
air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja
yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat
menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.
b. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan
gejala.
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
1. Obat yang memperbaiki defekasi
50
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja
(stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain
psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang
berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi
bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan
meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat
kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).
2. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau
kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan
Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi
radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC,
Scheriproct.
3. Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena
hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari
jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh
darah.
4. Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2
tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala
inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
c. Minimal Invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan
tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain skleroterapi
hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser. Dilakukan jika pengobatan
farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil.
2. Penatalaksanaan Tindakan Operatif
Ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna atau semua derajat
hemoroid yang tidak berespon terhadap pengobatan medis.
o Prosedur ligasi pita karet
o Hemoroidektomi kriosirurgi
o Laser Nd: YAG
51
o Hemoroidektomi
3. Penatalaksanaan Tindakan non-operatif
o Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tekhnik terbaru
yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya
o Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan
berdarah. Membantu mencegah prolaps.
Nursing Assesment:
o Personal Hygiene yang baik terutama didaerah anal
o Menghindari mengejan selama defekasi
o Diet tinggi serat
o Bedrest/tirah baring untuk mengurangi pembesaran hemoroid
I. PENCEGAHAN
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemoroid antara lain:
1. Jalankan pola hidup sehat
2. Olah raga secara teratur (ex.: berjalan)
3. Makan makanan berserat
4. Hindari terlalu banyak duduk
5. Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll.
6. Hindari hubunga seks yang tidak wajar
7. Minum air yang cukup
8. Jangan menahan kencing dan berak
9. Jangan menggaruk dubur secara berlebihan
10. Jangan mengejan berlebihan
11. Duduk berendam pada air hangat
12. Minum obat sesuai anjuran dokter
e. Hematopoiesis
52
Hemopoesis atau hematopoiesis ialah proses pembentukan darah. Tempat hemopoesis pada manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur :
Janin : umur 0-2 bulan (kantung kuning telur)
umur 2-7 bulan (hati, limpa)
umur 5-9 bulan (sumsum tulang)
Bayi : Sumsum tulang
Dewasa. : vertebra, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, sacrum
dan pelvis, ujung proksimal femur.
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada sumsum tulang. Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan :
1. Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)
Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel darah, termasuk eritrosit, lekosit, trombosit, dan juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti fibroblast. Sel induk yang paling primitif sebagai pluripotent (totipotent) stem cell.
Sel induk pluripotent mempunyai sifat :
53
a. Self renewal : kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga tidak akan pernah habis meskipun terus membelah;
b. Proliferative : kemampuan membelah atau memperbanyak diri;
c. Diferensiatif : kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel dengan fungsi-fungsi
tertentu.9
Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoetik dapat dibagi menjadi :
a. Pluripotent (totipotent)stem cell : sel induk yang mempunyai yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.
b. Committeed stem cell : sel induk yang mempunyai komitmet untuk berdiferensiasi melalui salah satu garis turunan sel (cell line). Sel induk yang termasuk golongan ini ialah sel induk myeloid dan sel induk limfoid.
c. Oligopotent stem cell : sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi hanya beberapa jenis sel. Misalnya CFU-GM (colony forming unit-granulocytelmonocyte) yang dapat berkembang hanya menjadi sel-sel granulosit dan sel-sel monosit.
d. Unipotent stem cell : sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi satu jenis sel saja. Contoh CFU-E (colony forming unit-erythrocyte) hanya dapat menjadi eritrosit, CFU-G (colony forming unit-granulocyte) hanya mampu berkembang menjadi granulosit.
2. Lingkungan mikro (microenvirontment) sumsum tulang
Lingkungan mikro sumsum tulang adalah substansi yang memungkinkan sel induk tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini meliputi :
a) Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang
b) Sel-sel stroma :
i. Sel endotel
ii.Sel lemak
iii. Fibroblast
iv. Makrofag
v. Sel reticulum
c) Matriks ekstraseluler : fibronektin, haemonektin, laminin, kolagen, dan proteoglikan.
Lingkungn mikro sangat penting dalam hemopoesis karena berfungsi untuk :
a. Menyediakan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh peredaran darah mikro dalam sumsum tulang.
54
b. Komunikasi antar sel (cell to cell communication), terutama ditentukan oleh adanya adhesion molecule.
c. Menghasilkan zat yang mengatur hemopoesis : hematopoietic growth factor, cytokine, dan lain-lain.
3. Bahan-bahan pembentuk darah
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah :
1. Asam folat dan vitamin B12 : merupakan bahan pokok pembentuk inti sel.
Besi : sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.
Cobalt, magnesium, Cu, Zn.
Asam amino.
Vitamin lain : vitamin C. vitamin B kompleks dan lain-lain10
4. Mekanisme regulasi
Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas pertumbuhan sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke darah tepi sehingga sumsum tulang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan tepat. Produksi komponen darah yang berlebihan ataupun kekurangan (defisiensi) sama-sama menimbulkan penyakit. Zat-zat yang berpengaruh dalam mekanisme regulasi ini adalah :
a. Faktor pertumbuhan hemopoesis (hematopoietic growth factor) :
i. Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)
ii. Granulocyte colony stimulating factor (G-CSF)
iii. Macrophage-colony stimulating factor (M-CSF)
iv. Thrombopoietin
v. Burst promoting activity (BPA)
vi. Stem cell factor (kit ligand)
55
Mrs. Zainab 50 tahun mengalami heomoroidPartus 8x Jarang konsumsi sayur dan buah
Hematoschezia (pendarahaan kronis)
Anemia Defisiensi Besi
b. Sitokon (Cytokine) seperti misalnya IL-3 (interleukin-3), IL-4, IL-5, IL-7, IL-8, IL-9, IL-9, IL-10.
Growth factor dan sitokin sebagian besar dibentuk oleh sel-sel darah sendiri, seperti limfosit, monosit, atau makrofag, serta sebagian oleh sel-sel penunjang, seperti fibroblast dan endotil. Sitokin ada yang merangsang pertumbuhan sel induk (stimulatory cytokine), sebagian lagi menekan pertumbuhan sel induk (inhibitory cytokine). Keseimbangan kedua jenis sitokin ini sangat menentukan proses hemopoesis normal.
c. Hormon hemopoetik spesifik yaitu Erythrpoietin : merupakan hormon yang dibentuk diginjal khusus merangsang precursor eritroid.
d. Hormon nonspesifik
Beberapa jenis hormone diperlukan dalam jumlah kecil untuk hemopoesis, seperti :
i. Androgen : berfungsi menstimulasi eritropoesis.
ii. Estrogen : menimbulkan inhibisi eritropoesis.
iii. Glukokortikoid.
iv. Growth hormon
v. Hormone tiroid
Dalam regulasi hemopoesis normal terdapat feed back mechanism : suatu mekanisme umpan balik yang dapat merangsang hemopoesisjika tubuh kekurangan komponen darah (positive loop) atau menekan hemapoesis jika tubuh kelebihan komponen darah tertentu (negative loop)
IV. Kerangka konsep
56
V. Kesimpulan
Ny. Zainab, 50 tahun menderita Anemia defisiensi besi et causa pendarahan kronis
hemoroid.
57
VI. Daftar Pustaka
Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Bakta, I Made dkk..2006.Anemia Defisiensi Besi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
3 Edisi IV. Jakarta : FK UI Press
Bakta, I Made.2006.Pendekatan Terhadap Pasien Anemia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 3 Edisi IV. Jakarta : FK UI Press
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC
58
Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance,
andcauses in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC
http://fbry.ohlog.com/gejala-anemia.oh145800.html
http://www.babycenter.com/0_postpartum-hemorrhoids_11708.bc
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-391-62850896-tesis.pdf
http://www.scribd.com/doc/57690264/Anemia-Defisiensi-Besi
Lisna, E. 2008. Atrofi Papila pada Lidah.Universitas Sumatera Utara (diakses pada 19
Desember 2013 dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/8292)
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Tim Blok Hematologi.2009.Buku Panduan Blok Hematologi.Surakarta:FK UNS
Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023
59
Recommended