View
226
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
otitis
Citation preview
Analisa Resep
OTITIS MEDIA AKUT
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh :
DWI HIDAYANTI
I1A099080
Pembimbing :
Dra. SULISTIANINGTYAS, Apt
LABORATORIUM FARMASI KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
Agustus 2006
BAB I
PENDAHULUAN
Obat berperan penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan
pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan
obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga
diperlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat untuk suatu penyakit,
dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan, efek samping, interaksi antar
obat dan dari segi ekonomi. (1)
Obat yang diberikan kepada penderita harus dipesankan dengan
menggunakan resep. Satu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu
penderita. Resep selain permintaan tertulis kepada apoteker juga merupakan
perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan keahlian dokter dalam
menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Selain sifat-
sifat obat yang diberikan dan dikaitkan dengan variabel dari penderita, maka
dokter yang menulis resep idealnya perlu pula mengetahui penyerapan dan nasib
obat dalam tubuh, ekskresi obat, toksikologi serta penentuan dosis regimen yang
rasional bagi setiap penderita secara individual. Resep juga perwujudan hubungan
profesi antara dokter, apoteker dan penderita (1,2).
A. Definisi dan Arti Resep
Definisi
Menurut SK. Mes. Kes. No. 922/Men.Kes/ l.h menyebutkan bahwa resep
adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada
1
Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku(1).
Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam
bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita(2).
Arti Resep(1)
1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi
profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat
obat), dan penderita (yang menggunakan obat).
2. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka
isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar
pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional.
B. Kertas Resep(2)
Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar
10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada
penderita memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon
hendaknya dihindarkan.
Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman
untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius.
Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor
urut pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah
2
lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat
berita acara pemusnahan seperti diatur dalam SK.Menkes RI
no.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek.
C. Kelengkapan Resep(2)
Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk
dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yang lengkap terdiri atas:
1. Superscriptio, yang terdiri :
- Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula
dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.
- Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.
- Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti “harap diambil”.
2. Inscriptio
Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya
a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :
Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat
pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari
beberapa bahan.
Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;
adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna
atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)
3
Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep
berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya
konstituens obat minum air.
b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk
bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan
(tetes, milimeter, liter).
Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang
dimaksud ialah “gram”
3. Subscriptio
- Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki, misalnya f.l.a.
pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer.
4. Signatura
- Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan
bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya
disingkat S.
5. Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi
penderita, dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan
memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.
6. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang
menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat
suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh
dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan
paraf saja.
4
D. Seni dan Keahlian Menulis Resep yang Tepat dan Rasional(1,2)
Penulisan resep adalah “tindakan terakhir” dari dokter untuk penderitanya,
yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang
akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik atau kausal. Penulisan resep
yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu
banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat
dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara
individual (1).
Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis
secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini
perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya
hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda (2).
Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima
tepat, ialah sebagai berikut : (2)
1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko,
rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.
2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan
toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rectal, local), factor
penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas,
sensitivitas individu dan patofisiologi).
3. Tepat bentuk sediaan obat; menetukan bentuk sediaan berdasarkan efek
terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis,
dan harga murah.
5
4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya
kerja obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur,
defekasi, dan lain-lain).
5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengam keadaan penderita yaitu bayi,
anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.
Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut (2):
Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan
Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain
Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu
Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki
Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat
dihindarkan.
6
BAB II
ANALISA RESEP
Contoh Resep dari Poliklinik THT
7
A. Keterangan Resep
Klinik : THT RSUD Ulin Banjarmasin
Tanggal : 10 Juli 2006
Nama Pasien : Tn. Liansyah
Umur : 33 tahun
No. RMK : 64-33-40
Alamat : Kelayan A Gg. Papadaan Rt.4 Banjarmasin Selatan
Pekerjaan : Swasta
Diagnosa : Otitis Media Akut
B. Analisa Resep
I. Penulisan Resep
Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 11 cm dan
panjangnya 21 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan
panjang 15-18 cm(2) Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang
digunakan pada resep ini, lebarnya sudah ideal tapi masih terlalu panjang.
Penulisan pada resep ini sulit dibaca dan kurang jelas. Pada penulisan
resep yang benar tulisan harus dapat dibaca dengan jelas agar tidak terjadi
kesalahan dalam pemberian obat.
II. Kelengkapan Resep
1. Superscriptio
- Identitas dokter berupa nama, unit di Rumah Sakit dan dokter penulis
resep ini sudah dicantumkan dan diberi tanda tangan dengan jelas.
8
- Nama kota serta tanggal resep sudah ditulis oleh dokter.
- Tanda R/ juga sudah tercantum pada resep ini.
2. Inscriptio
a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari Remedium Cardinale, yaitu;
antibiotik (Streptomycin, Sanpicillin, Otopain); dan Remedium Adjuvans,
yaitu antiinflamasi (Ocuson) dan dekongestan (Tremenza).
b) Resep ini tidak dicantumkan satuan berat. Pada penulisan resep yang benar
harus mencantumkan satuan berat sediaan.
3. Subscriptio
- Resep ini menggunakan bentuk resep formula spesialistis, sehingga cara
pembuatan tidak dicantumkan, akan tetapi bentuk sediaan yang
dikehendaki tidak dicantumkan. Seharusnya bentuk sediaan ditulis
sebelum jumlah sediaan yang diinginkan. Bentuk sediaan yang ditulis
hanya streptomycin injeksi berupa flas.
4. Signatura
- Tanda signa (S) pada setiap jenis obat yang tertulis telah dicantumkan
walaupun tulisannya kurang jelas karena terlihat seperti garis miring.
- Pada resep ini tidak dicantumkan waktu pemberian obat, misalnya : p.c,
a.c, atau d.c
5. Identitas pasien
Nama penderita sudah ditulis namun umur dan alamat tidak ada. Seharusnya
identitas penderita ditulis lengkap agar resep tidak tertukar saat pengambilan
dan mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat penderita.
9
III.Obat yang Digunakan
a) Streptomycin
Merupakan aminoglikosida, diperoleh dari Streptomyces griseus. Senyawa
ini berkhasiat bakterisid terhadap banyak kuman Gran negatif dan Gram positif,
termasuk M. tuberculosa dan beberapa M. atipis. Streptomisin khusus aktif
terhadap mycobakteria ekstraseluler yang sedang membelah aktif dan pesat.
Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan
jalan pengikatan pada RNA ribosomal. (3)
Resorpsinya diusus buruk sekali, maka hanya diberikan sebagai injeksi
intramuskular. Obat ini diberikan secara intramuskuler dengan dosis 15 mg/kg,
maksimal 1 gram perhari. Untuk berat badan kurang dari 50 kg atau usia lebih
dari 40 tahun, diberikan 500-750 mg/hari. Untuk pengobatan intermitten yang
diawasi, streptomisin diberikan 1 g tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi
750 mg tiga kali seminggu bila berat badan kurang dari 50 kg. Untuk anak
diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-20 mg/kg tiga kali seminggu untuk
pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam plasma harus diukur terutama untuk
pasien dengan gangguan fungsi ginjal. (3,4)
Pada resep ini streptomisin injeksi diberikan sebanyak 3 flas, berarti bila
dosis yang diberikan 1 gram perhari, maka resep ini diberikan untuk 3 hari; dan
pemberian i.m.m (in mane medici) atau berikan pada dokter/ditangan dokter,
sehingga pemberian suntikan streptomisin harus dilakukan oleh dokter atau tenaga
medis.
10
b) Sanpicillin
Berisi ampisilina trihidrat setara dengan ampisilina anhidrat 250 mg; 500
mg/kapsul; 125 mg/5 ml sirop kering; 250 mg/5 ml sirop kering forte. Penisilin
spectrum luas ini aktif terhadap kuman Gram-positif dan sejumlah kuman Gram-
negatif. Diindikasikan untuk infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis,
bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore. Hati-hati penngunaannya pada
penderita dengan riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada
glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS. Kontraindikasi pada
pasien hipersensitivitas terhadap penisilin. Dosis oral : 0,25-1 gram tiap 6 jam,
diberikan 30 menit sebelum makan, karena adanya makanan dalam saluran cerna
akan menghambat absorbsi obat. Anak dibawah 10 tahun : setengah dosis dewasa.
(3,5)
Pada resep ini tidak disebutkan bentuk sediaan dan satuan berat yang
diinginkan. Frekuensi pemberiannya sudah sesuai yaitu 4 x sehari 1 tablet selama
5 hari, akan tetapi waktu pemberiannya tidak disebutkan.
c) Tremenza
Tiap tablet berisi Pseudoefedrina HCl 60 mg, triprolidina HCl 2,5 mg.
Cara kerja sebagai dekongestan hidung, yang menyebabkab venokonstriksi dalam
mukosa hidung melalui reseptor 1 sehingga mengurangi edema mukosa yang
bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang. Dosis oral 3-4 kali sehari 1 tablet. (5)
Pada resep ini tidak disebutkan bentuk sediaan obat. Frekuensi
pemberiannya kurang, yaitu hanya hanya 2 x sehari 1 tablet, selama 5 hari.
11
d) Ocuson
Tiap tablet : Betametason 0,25 mg, deksklorfeniramina maleat 2 mg.
Betametason mempunyai daya antiinflamasi. Dosis oral 0,5-8 mg sehari sesudah
makan pagi. Kadar puncaknya dalam darah baru tercapai sesudah 6-8 jam (per
oral). Sedangkan deksklorfeniramina maleat memiliki daya kerja antihistamin dan
efek meredakan batuk yang cukup baik. Dosis oral 3 dd 12,5-25 mg. Dosis ocuson
untuk dewasa adalah 3-4 kali sehari 1-2 tablet setelah makan dan saat akan tidur,
tidak lebih dari 8 tablet sehari.(4,5)
Pada resep ini frekuensi pemberian kurang, yaitu hanya 2 x sehari 1 tablet.
Waktu pemberian tidak disebutkan.
e) Otopain
Tiap ml obat tetes : Polimiksina B sulfat 1.000.000 UI, neomisin sulfat 0,5
g, fludrokortison asetat 0,1 g, lidokain HCl 4 g, air, propilen glikol, gliserin
hingga 100 ml. Zat ini banyak digunakan secara topical pada otitis media
dikombinasikan dengan antibiotik lain untuk memperlambat timbulnya resistensi
dan memperluas daya kerjanya. Hindari pemakaian berkepanjangan karena ada
sedikit risiko meningkatnya ototoksisitas bila ada perforasi gendang telinga. Dosis
2-4 kali sehari 4-5 tetes. (4,5)
Pada resep ini frekuensi pemberian sudah sesuai yaitu 3 x sehari, tetapi
tidak jelas berapa tetes yang diberikan.
12
IV. Interaksi Obat
Obat yang diberikan pada kasus ini yaitu 3 jenis antibiotik, antiinflamasi,
dan dekongestan. Pemberian streptomisin injeksi dan otopain dapat meningkatkan
efek samping terjadinya ototoksisitas.
V. Efek Samping Obat
1) Streptomisin
Ototoksisitas, nefrotoksisitas, reaksi anafilaktik, agranulositosis, anemia
aplastik, dan demam obat.
2) Sanpicillin
Mual, diare, ruam, kadang-kadang terjadi colitis karena antibiotik.
3) Tremenza
Takikardia, peningkatan tekanan darah, stimulasi SSP.
4) Ocuson
Muskuletal : otot lemas, miopati steroid; gangguan saluran pencernaan;
system saraf : kejang, tekanan intrakranial meningkat; gangguan cairan dan
elektrolit; Endokrin : insufisiensi adrenal.
5) Otopain
Sensitivitas setempat, ototoksik
VI. Analisa Diagnosa
Data yang diperoleh dari status pasien tidak diketahui anamnesa dan
pemeriksaan fisik secara pasti, namun diagnosa yang ditegakkan adalah otitis
media akut (OMA). Otitis media adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
13
mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
Otitis media disebabkan oleh bakteri piogenik seperti Streptococcus hemolitikus,
Stafilococcus aureus, Pneumokokus, Hemofilus influenza, E. colli, S.
anhemolyticus, P. vulgaris, dan P. aeruginosa.(7,8)
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas
menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba
Eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalah
infeksi saluran napas atas. Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit
dan umur pasien. (7,8)
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium
awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Terapi OMA : (7,8)
1. Stadium oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan
negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes telinga HCl efedrin
0,5% untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis
untuk anak di atas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati.
Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman, bukan oleh virus atau alergi.
2. Stadium Presupurasi.
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila membran
timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
14
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
3. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, harus dilakukan miringotomi bila membran timpani masih
utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
4. Stadium perforasi
Terlihat secret banyak keluar, kadang terasa berdenyut. Diberikan obat cuci
telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3
minggu. Biasanya secret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri
dalam 7-10 hari.
5. Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, secret tidak ada lagi, dan
perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Resep yang diberikan pada kasus ini terdiri dari 2 jenis antibiotik sistemik
(Streptomisin injeksi dan Sanpicillin), antibiotik local (otopain), antiinflamasi
(Ocuson), dan dekongestan sistemik (Tremenza). Berdasarkan keterangan di atas,
maka kemungkinan pasien datang pada stadium presupurasi. Penggunaan 2 jenis
antibiotik sistemik tidak rasional, sebaiknya cukup diberikan antibiotik oral saja.
Streptomisin injeksi tidak perlu diberikan karena selain harganya mahal,
15
pemberiannya juga sulit, harus dokter atau tenaga medis yang menyuntikkan obat
tersebut. Berdasarkan keterangan di atas, pemberian kortikosteroid tidak
diindikasikan, akan tetapi mungkin dapat diberikan untuk mengatasi inflamasi
sehingga diharapkan dapat mengurangi produksi sekret telinga.
BAB III
16
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa resep diatas dapat diambil kesimpulan bahwa resep
yang dibuat belum rasional, dan berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka :
1. Obat
Obat yang diberikan tidak tepat. Pemberian 2 jenis antibiotik sistemik sangat
tidak rasional.
2. Dosis
Pada resep ini dosis yang diberikan kurang tepat.
3. Tepat bentuk sediaan
Bentuk sediaan yang diberikan secara umum sudah tepat sesuai dengan
keadaan pasien, akan tetapi bentuk sediaan injeksi kurang tepat.
4. Waktu penggunaan obat
Pada resep ini tidak dituliskan kapan obat ini diminum, sehingga dapat
mengurangi tujuan pengobatan.
Sedangkan kelengkapan lain yang perlu ditulis adalah :
Identitas pasien seperti umur dan alamat.
Usulan Resep
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja. Jakarta, 2001
18
PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN
RUMAH SAKIT UMUM “ULIN”BANJARMASIN
Nama Dokter : dr Dwi Hidayanti Tanda Tangan DokterNIP : 145 037 204 UPF/Bagian : THT
Kelas I/II/III/Utama
Banjarmasin, 10 Juli 2006
R/ Sanpicillin tab 500 mg No. XX
S 4 d.d tab 1 a.c (o.6.h)
R/ Otopain guttae auric No. I
S 3 d.d gtt 4
R/ Tremenza tab No. XV
S 3 d.d tab 1 p.c
R/ Ocuson tab No. XV
S 3 d.d tab 1 p.c
Pro : Liansyah
Umur : 33 tahun
Alamat : Kelayan A Gg. Papadaan Rt.4 Banjarmasin
2. Joenoes, Nanizar Zaman. Ars Prescribendi – Penulisan Resep yang Rasional 1. Airlangga University Press. Surabaya, 1995.
3. Darmansjah, I dkk. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Depkes RI Dirjen POM. Jakarta, 2000.
4. Tjay dan Kirana. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta, 1991
5. Winotopradjoko, M dkk. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Akarta, Volume 39, 2004.
6. Ganiswarna, S.G (ed). Farmakologi dan Terapi edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995.
7. Mansjoer, A dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Media Aesculapius FKUI. Jakarta, 1999.
8. Soepardi E, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Edisi Keempat. FKUI. Jakarta, 2000.
19
Recommended