View
222
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
ANALISIS PENGELUARAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI DI INDONESIA (1975 – 2004)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Koperasi
Oleh:
YUSUP HERPIN NURHAYADI
NIM: 011324018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI KOPERASI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
ii
SKRIPSI
ANALISIS PENGELUARAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI DI INDONESIA (1975 – 2004)
Oleh:
YUSUP HERPIN NURHAYADI
NIM: 011324018
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I
Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si Tanggal, 12 Oktober 2006
Pembimbing II
Drs. P. A. Rubiyanto Tanggal, 6 November 2006
iii
SKRIPSI
ANALISIS PENGELUARAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI DI INDONESIA (1975 – 2004)
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Yusup Herpin Nurhayadi
NIM: 011324018
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
pada tanggal 24 Januari 2007
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua Drs. Sutarjo Adisusilo, J.R .........................
Sekretaris Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si .........................
Anggota Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si .........................
Anggota Drs. P. A. Rubiyanto .........................
Anggota Dra. Widanarto.P, S.Pd., M.Si .........................
Yogyakarta, 24 Januari 2007
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph.D
iv
Motto
Janganlah manjakan dirimuDengan bermalas-malasan
Tetapi bangunlah dari mimpi danBekerjalah membangun harapan
Menjadikan angan-angan menjadi kenyataan.
Oleh : Yusup Herpin
Perjalanan kehidupan diduniaSeperti orang yang tidur dalam mimpiTetapi ketika bangun dari tidurnya
Orang baru menyadari perjalanannya masih panjang
Oleh : Yusup Herpin
Ketika satu pintu tertutup pintu lain terbuka namun terkadang kitamelihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga
kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka.
Oleh : Alexeder Graham Bell.
Sesuatu hasil pekerjaan jangan dianggap sia-siaKarena orang yang menganggap sia-sia berarti
Tidak mesyukuri karya karunia yang dberikan Tuhan
Oleh : Yusup Herpin
Lukis dan goreskanlah kenginan dalam setiap langkahHidupmu karena setiap goresan-goresan akan memberi
Makna dalam lebaran kehidupanmu
Oleh : Yusup Herpin.
Berguna bagi diri sendiri dan orang lainMerupakan prinsip hidup yang perlu ditanamkan pada setiap insani
v
PERSEMBAHAN
Tetesan air embunMenhiasi dedaunanMenjadikan awal di pagi hariMenyelimuti kesejukan hati
Indahnya duniaMempercantik alam semestaAdanya cakrawalaMerupakan saksi adanya manusia
Gemerciknya air sungaiMeramaikan suasana tiraniHamparan pasir dipantaiMenggambarkan sisi insani
Udara dinginBerhembus diantara kegelapanMenunggu suara-suara pengertianTentang kebijaksaan dan kebenaraan
By: Yusup Herpin.
Aku persembahkan karya sederhana ini dengan penuh cinta dan
kasih kepada:
Bunda Maria dan Allah Bapa di surga.
Kedua orang tuaku tersayang: Antonius Mulyadi dan Tukilah terima
kasih atas semua cinta, doa, pengorbanan, dan motivasi yang tiada
terkira.
Kakakku tercinta: Mateus Wiwit Kustiyadi dan Dwi Pangestu .
Adek Tersayang Rekha Melia Putri Winona.
v
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 24 Januari 2007
Penulis
Yusup Herpin Nurhayadi
vii
ABSTRAK
ANALISIS PENGELUARAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DIINDONESIA (1975 – 2004)
OlehYusup Herpin Nyrhayadi
Universitas Sanata DharmaNIM: 011324018
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh pengeluaranpendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka pendek, (2)mengetahui pengaruh pengeluaran pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi diIndonesia dalam jangka menengah dan panjang.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang mencobamengungkap dan menggambarkan fakta mengenai pengaruh dari pengeluaranpendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 1975 – 2004.Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data kuantitatif yang bersifattime series yaitu data pengeluaran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi daritahun 1975 – 2004 yang dikutip dari Badan Pusat Statistik. Data yang diperolehdalam penelitian ini dianalisis dengan regresi linieritas.
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa:1 Pengeluaran pendidikan dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi.2 Pengeluaran pendidikan dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi.3 Pengeluaran pendidikan dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi.
viii
ABSTRACTAN ANALYSIS OF EDUCATION EXPENDINTURE AND ECONOMIC
GROWTH IN INDONESIA (1975 – 2004)By
Yusup Herpin NurhayadiSanata Dharma University
NIM: 011324018
This research aims to know (1) the effect of education expenditure towardseconomic growth in Indonesia in a short term and (2) the effect of educationexpenditure towards growth in Indonesia in middle and long term.
This is a descriptive research that tries to reveal and describe the fact aboutthe effect of education expenditure towards economic growth in Indonesia in 1975– 2004. Kinds of data which taken in this research are quqntitative time serieswhich cover education expenditure and economic growth from 1975 to 2004. Thisdata taken from Statistic Center Bord. The technique of data analysis is LinearRegression Menthod.
The result of the research analysis show that short term, middle termand even long term of education expenditure don’t haveany effect toward economic growth in Indonesia from 1975 to 2004.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis haturkan kepada Allah Bapa di surga atas
terselesaikannya penyusunan skripsi dengan judul ”ANALISIS
PENGELUARAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI
INDONESIA (1975 - 2004) Adapun tujuan penulisan skripsi adalah guna
memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Ekonomi Koperasi, Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas berkat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan.
2. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo, J.R. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial.
3. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Ekonomi Koperasi.
4. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan
sabar telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun skripsi ini.
5. Bapak Drs. P. A. Rubiyanto selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar
pula telah membimbing hingga skripsi ini selesai.
x
6. Bapak Y. M. V. Mudayen, S.Pd sebagai Dosen Tamu yang telah banyak
memberikan masukan dan saran kepada Penulis.
7. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si. yang telah memberikan banyak
masukan, saran dan dorongan kepada Penulis.
8. Mbak Titin, Mbak Aris, dan Bapak Wawiek selaku Petugas Sekretariat
Pendidikan Ekonomi Koperasi terima kasih atas doa, dorongan, dan
kesabarannya dalam menghadapi ”keluhan-keluhan” mahasiswa.
9. Keluarga besar “UNIVERSTAS SANATA DHARMA”karyawan dan
segenap mahasiswa yang selama ini selalu mendukung penulis, “matur
nuwun gih dateng sedayane”.
10. Temen-temen PEK 2001 tetap stay cool oce.
11. Temen-temen senasib gak sepenanggungan: Joyo,Sinto,Hohok,Kaka,Hari,Si
Phe,Agung, masih banyak lagi yang gak dapat Saya sebutkan satu per satu.
Thank’s 4 everything ’n keep fight.......
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga
masih perlu dikaji dan dikembangkan lebih lanjut. Oleh karena itu, Penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif. Akhir kata Penulis
berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Penulis
Yusup Herpin Nurhayadi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Tahun 1975 -2004 ............. 13
Tabel 2.2 : Penduduk dan Angkatan Kerja Indonesia Tahun 1975 – 2000 .... 28
Tabel 2.3 : Anggaran Pembangunan Pendidikan Per Jenis Sekolah Tahun
1990 - 2004 .................................................................................. 42
Tabel 2.4 : Anggaran Pembangunan Pendidikan Per jenis Sekolah
Tahun 1990 - 2004 ........................................................................ 43
Tabel 2.5 : Anggaran Pembangunan Pendidikan Per Jenis
Sekolah Tahun 1990 -2004 ..................... …………………… 43
Tabel 3.1 : Data Pertumbuhan Ekonomi dan pengeluaran Pendidikan
dalam satu tahun untuk waktu jangka pendek tahun 1975 - 2004.. 55
Tabel 3.2 : Data Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran pendidikan
dalam satu tahun untuk waktu jangka menengah
tahun 1975 -2004.......................................................................... 57
Tabel 3.3 : Data Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran pendidikan
dalam satu tahun untuk waktu jangka panjang tahun 1975 -2004 . 58
Tabel 3.4 : Pengukuran Autokorelasi .............................................................. 61
Tabel 4.1 : Deskriftif Hipotesis Pertama ......................................................... 68
Tabel 4.2 : Koefisien Korelasi Hipotesis Pertama .......................................... 69
Tabel 4.3 : Regresi Sederhana Hipotesis Pertama........................................... 69
Tabel 4.4 : Uji f Hipotesis Pertama ................................................................. 70
Tabel 4.5 : Uji t Hipotesis Pertama ................................................................. 70
Tabel 4.6 : Deskriftif Hipotesis Kedua............................................................ 71
Tabel 4.7 : Koefisien Korelasi Hipotesis Kedua ............................................. 72
Tabel 4.8 : Regresi Sederhana Hipotesis Kedua ............................................. 73
Tabel 4.9 : Uji t Hipotesis kedua..................................................................... 74
Tabel 4.10 : Uji t Hipotesis kedua.................................................................... 74
Tabel 4.11 : Deskriftif Hipotesis ketiga ........................................................... 75
Tabel 4.12 : Koefisien Korelasi Hipotesis ketiga............................................. 75
Tabel 4.13 : Regresi Sederhana Hipotesis ketiga............................................. 75
xi
Tabel 4.14 : Uji f Hipotesis ketiga ................................................................... 76
Tabel 4.15 : Uji t Hipotesis ketiga ................................................................... 75
Tabel 4.16 : Data Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengeluaran Pendidikan
dalam satu Tahun untuk waktu jangka pendek tahun 1975-2004. 80
Tabel 4.17 : Anggaran Pendidikan terhadap APBN ........................................ 83
Tabel 4.18 : Anggaran Yang Dianjurkan UNDP Perjenis Pengeluaran........... 85
Tabel 4.19 : Pengalokasian APBN untuk Berbagai Sektor.............................. 87
Tabel 4.20 : Struktur Pengangguran Menurut pendidikan Tertinggi Tahun
2002.............................................................................................. 94
Tabel 4.21 : Pertumbuhan Tingkat Sekolah dan Pertumbuhan Lima
Benua di Dunia............................................................................. 95
xii
xix
GAMBAR
Gambar 1: ....................................................................................................... 47
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama hampir setengah abad, perhatian utama masyarakat dalam
ekonomi di dunia tertuju pada cara untuk mempercepat tingkat pertumbuhan
pendapatan nasional. Para ekonom dan politisi dari semua negara sangat
mendambakan dan berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi
(economic growth) untuk menghadapi era globalisasi dengan
mengumpulkan data-data statistiknya yang berkenaan dengan tingkat
pertumbuhan GNP relatifnya. Karena pertumbuhan ekonomi merupakan
tema sentral dalam kehidupan ekonomi semua negara di dunia dewasa ini.
Akumulasi modal capital accumulation terjadi apabila sebagian
dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan
memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. Investasi dalam
pembinaan sumber daya manusia dapat meningkatkan kualitas modal
manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama
terhadap angka produksi pendidikan formal, program pendidikan dan
pelatihan dalam kerja atau magang, kursus-kursus dan aneka pendidikan
informal lainnya perlu lebih diefektifkan untuk mencetak tenaga-tenaga
terdidik dan sumber daya manusia yang terampil melalui investasi langsung
dalam pembangunan.
2
Logika konsep investasi dalam pembinaan sumber daya manusia
dan penciptaan modal manusia (human capital) jelas dapat dianalogikan
dengan peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya tanah melalui
investasi strategis. Artinya pihak-pihak pelaku investasi harus bersedia
mengorbankan atau mengurangi konsumsi mereka pada saat sekarang ini
demi memperoleh konsumsi yang lebih baik di kemudian hari, seperti
mengorbankan pendapatan yang diperoleh saat ini untuk mengambil
pendidikan lanjutan dan bahwasanya pertumbuhan penduduk merupakan
faktor positif dalam pembangunan ekonomi.
Sumber-sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi adalah adanya
investasi- investasi yang mampu memperbaiki kualitas modal atau sumber-
sumber daya manusia dan fisik yang selanjutnya berhasil meningkatkan
kualitas sumber daya produktif yang bisa menaikkan produktivitas seluruh
sumber daya melalui penemuan-penemuan baru, inovasi dan teknologi.
Pertumbuhan sumber daya ternyata tidak selalu merupakan syarat mutlak
bagi adanya pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, mengingat
pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara lebih baik ternyata juga
dapat meningkatkan output meskipun demikian dalam jangka panjang
peningkatan kualitas sumber daya yang ada serta investasi baru yang
memperbanyak kualitas sumber dayanya jelas merupakan syarat mutlak
untuk mempercepat pertumbuhan output nasional.
3
Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan
kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk
menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan
kapasitas ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau
penyesuaian-penyesuaian teknologi intitusional dan ideologis terhadap
berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 1989 : 210).
Untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan pengembangan
sumber daya manusia yang andal untuk melaksanakan dan mengembangkan
berbagai kegiatan pembangunan baik dalam sektor publik maupun sektor
swasta, sehingga nasib bangsa dapat diselamatkan Untuk itu perlu
peningkatan kualitas sumber daya manusia yaitu pemberian investasi dalam
sistem dan penunjang pendidikan agar semakin berkualitas mutu
intelektualnya.
Logika ekonomi yang terkandung dalam persamaan agar bisa
tumbuh dengan pesat maka setiap perekonomian haruslah menabung dan
menginvestasikan sebanyak mungkin bagian dari GNP-nya. Semakin
banyak yang dapat ditabung dan kemudian diinvestasikan, maka laju
pertumbuhan perekonomian akan semakin cepat. Akan tetapi tingkat
pertumbuhan aktiva yang dapat dijangkau pada setiap tingkat tabungan dan
investasi banyaknya tambahan satu unit investasi dapat diukur dengan
kebalikan rasio modal output (K) karena rasio yang sebaliknya yakni (1/K)
adalah rasio output modal atau rasio output investasi. Selanjutnya dengan
mengalihkan tingkat investasi baru (S:1/Y) dengan tingkat produktivitasnya
4
(1/K) maka akan didapat tingkat pertumbuhan dimana pendapatan nasional
atau GNP akan naik.
Teori pertumbuhan neoklasik pada awalnya bertumpu pada
peningkatan modal dan tenaga kerja sebagai sumber-sumber pertumbuhan
ada perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi tingkat penambahan modal
dan angkatan kerja disadari bahwa ada unsur lain yang mempengaruhi
pertumbuhan perbedaan ini yang merupakan faktor residual dan dinamakan
total factor productivity (TFP) adalah hasil dari penerapan teknologi dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) atas dasar itu,
berkembanglah konsep mengenai modal manusia human capital.
Berbagai teori mencoba menjelaskan keterkaitan antara
pengembangan sumber daya alam, aplikasi teknologi dan pertumbuhan
ekonomi kaum neoklasik yang diprakarsai oleh Solow berpendapat bahwa
teknologi dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat eksogen yang datang
dari luar sistem ke dalam proses produksi ( Jhingan, 1990 : 350).
Apabila pengetahuan baru dan keterampilan terkandung pada
peningkatan teknologi pengetahuan dan cara-cara baru dalam proses
produksi maka keberhasilan pembangunan akan ditentukan oleh proses
akumulasi dari kualitas sumber daya manusia(SDM) (Becker, Murphy dan
Tamura, 1990).
Banyak studi empiris dilakukan untuk melihat kaitan antara
kualitas sumber daya manusia(SDM) dan pertumbuhan. Denison, misalnya
5
menemukan adanya sumbangan yang besar dari peningkatan years of
schooling terhadap pertumbuhan di AS Barro (1991) serta pendidikan dan
investasi yang cukup besar untuk pendidikan pada tahun 60-an merupakan
faktor yang penting dalam menjelaskan variasi pertumbuhan negara-negara
di dunia selama 30 tahun terakhir ini. Negara maju memperlihatkan bahwa
kualitas sumber daya manusia(SDM) menyumbangkan secara cukup berarti
bagi pertumbuhan sumbangan itu kira-kira sama dengan sumbangan
physical capital (Jhingan, 2000 : 533).
Pendapat Becker bahkan menunjukan adanya estimasi bahwa
sekitar 80 % asset atau kekayaan di Amerika Serikat dan negara-negara
maju terdiri atas modal manusia. Untuk mencapai tujuan pembangunan
bangsa yang maju dan mandiri mengharuskan dikembangkan konsep
pembangunan yang bertumpu pada manusia dan masyarakatnya dititik
beratkan pembangunan di bidang ekonomi seiring dengan kualitas sumber
daya manusia ( Jhingan, 2000 : 529).
Dalam perkembangannya akhir-ahkir ini pendidikan bahkan
dianggap sebagai sarana ampuh investasi sumber daya manusia (SDM)
dalam rangka mempersiapkan masa depan generasi muda ke arah mencapai
kemampuan dan daya saing bangsa pada lingkungan global.
Pergeseran pandangan ini penting untuk dikaji sehingga dapat
mendorong timbulnya pemikiran-pemikiran baru melalui analisis kebijakan
pembangunan pendidikan untuk waktu selanjutnya dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Perkembangan pendidikan di Indonesia selama
6
masa ini boleh dikatakan belum memiliki wujud yang jelas, upaya yang
sistematis untuk terus mencari bentuk sistem pendidikan nasional
sebagaimana diamanatkan oleh UUD 45 bahwa hanya terdapat satu sistem
pendidikan nasional yang diatur oleh undang-undang belum diwujudkan
secara tegas, sehingga kebijaksanaan pembangunan sistem pendidikan
belum berhasil diwujudkan.
Sebab masih ada beberapa faktor yang mempengaruhi misalnya,
terdapat berbagai gejala rendahnya efesiensi dalam pengelolaan
administrasi. Kegiatan administrasi pada tingkat makro dan mikro masih
sangat lemah mengakibatkan tidak efisiensi dan belum efektifnya
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Kurangnya efiensinya
kegiatan administrasi tersebut antara lain tercermin dari lemahnya
infrastruktur yang mencakup kelembagaan, ketenagaan, perlengkapan dan
biaya pendukung sehingga dengan adanya peningkatan biaya investasi
pendidikan untuk pertumbuhan ekonomi.
Dalam teori Sylwester, negara yang mencurahkan banyak
perhatian terhadap publie education mempunyai tingkat ketimpangan
pendapatan rendah. Pertumbuhan ekonomi dan kemajuan serta dinamika
ekonomi bersumber dari dalam unsur mewujudkan diri dalam efesiensi dan
produktifitas masyarakarat, sehingga makin besar peran di dalam
pembangunan yaitu peningkatan sumber daya manusia dengan tingginya
kualitas pendidikan ( Todaro, 1989 : 354)
7
Dalam pembangunan di suatu negara agar dapat berkembang perlu
perubahan jangka panjang secara berlahan dan mantap yang terjadi melalui
kenaikan tabungan dan penduduk dikaji dengan pendapatan nasional
perkapita. Menurut Buchanan dan Ellis, perkembangan berarti
mengembangkan potensi pendapatan nyata negara-negara terbelakang
dengan menggunakan investasi yang akan melahirkan berbagai perubahan
dan memperbesar sumber-sumber produktif yang pada gilirannya menaikan
pendapatan nyata per-orang (Jhingan,1988:2).
Untuk melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian perlu melihat
bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke
waktu dalam proses kenaikan output per kapita jangka panjang. Sebab
kenaikan output per kapita selama satu atau dua tahun belum bisa
menunjukan kecenderungan yang jelas karena suatu perekonomian tumbuh
apabila dalam jangka waktu lama ( 10,20, atau 50 tahun, atau bahkan lebih
lama lagi mengalami kenaikan output per kapita untuk menunjukan
kecenderungan yang jelas menaik.
Maka dikatakan, pertumbuhan terjadi dipengaruhi faktor pendidikan
dalam kualitas sumber daya manusianya yang menetukan kenaikan output
per kapita jangka panjang dan penjelasan mengenai bagaimana faktor
tersebut berinteraksi dengan faktor satu sama lain, sehingga terjadi proses
pertumbuhan (Budiman,2000:15).
Banyak penelitian membuktikan bahwa pendidikan memang
memiliki pengaruh yang positif terhadap promosi pertumbuhan ekonomi.
8
Sebab tersedianya tenaga-tenaga kerja terampil dan terdidik sebagai syarat
penting berlangsungnya pembangunan ekonomi secara berkesinambungan
sama sekali tidak di ragukan. Apa yang dapat berfungsi secara baik
sehingga nanti paling diperlukan di sini adalah struktur biaya dan rasangan
insentif yang dapat berfungsi baik sehingga nantinya mampu
mengalokasikan sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan dan
kesempatan yang ada ke dalam berbagai segmen perekonomian. Dari uraian
diatas penulis melakukan penelitian mengenai “Analisis Pengeluaran
Pendidikan Dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1975-2004”
dilihat dari segi kebijakan makro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengajukan permasalahan
sebagai berikut :
1. Apakah pengeluaran pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
di Indonesia dalam jangka pendek ?
2. Apakah pengeluaran pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
di Indonesia dalam jangka menengah dan panjang ?
C. Batasan masalah
Dalam pembahasan ini penulis memberikan batasan sebagai berikut :
1. Penelitian ini di fokuskan pada variabel pengeluaran pendidikan sebagai
sumbangan terbesar dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama
tahun 1975 sampai 2004.
9
2. Karena keterbatasan waktu penelitian ini dilakukanan hanya untuk melihat
manfaat pengeluaran pendidikan dalam jangka pendek, jangka menengah
dan jangka panjang.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan pengeluaran
pendidikan sebagai bentuk campur tangan pemerintah di Indonesia
merupakan sesuatu yang harus dilakukan karena akan memberikan
dampak terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara di era globalisasi ini.
E Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Bagi pihak yang berwenang dalam mengambil keputusan Bapenas
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan yang dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan pemecahan masalah yang
dihadapi masyarakat.
2. Penulis
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta menjadi
bahan perbandingan antara teori-teori yang diperoleh selama masa kuliah
dengan praktek nyata.
3. Pemerintah atau Depdiknas
Penelitian ini dapat mengetahui manfaat pengeluaran pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi selama 30 tahun.
10
4. Universitas
Penelitian ini diharapkan menambah kepustakaan dan dapat di pergunakan
sebagai pengantar bagi penelitian selanjutnya.
11
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Pertumbuhan Ekonomi dan SDM
Selama lima puluh tahun terakhir ini, perhatian utama masyarakat
perekonomian dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat pertumbuhan
pendapatan nasional para ekonom dan politisi dari semua negara, baik negara
kaya maupun miskin yang menganut sistem kapatalis, sosialis maupun
campuran semua mendambakan dan menomorsatukan pertumbuhan ekonomi
economic growth. Pada setiap akhir tahun masing-masing negara selalu
mengumpulkan data-data relatifnya dan dengan penuh harapan mereka
menantikan munculnya angka-angka pertumbuhan yang membesarkan hati.
Pengejaran pertumbuhan merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi
semua negara di dunia dewasa ini. Pemerintahan di negara manapun dapat
segera jatuh apabila hanya berdasarkan tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan
ekonomi yang dicapainya dalam catatan statistik nasional.
Sebagai salah satu indikator kemakmuran masyarakat pertumbuhan
ekonomi menjadi target penting yang harus dicapai di dalam proses
pembangunan ekonomi. Karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan
pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada awal
pembangunan ekonomi suatu negara lebih berorientasi pada masalah
pertumbuhan (Tambunan, 2001 : 2).
12
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB atau PNB
tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau
tidak dengan demikian. Meskipun laju pertumbuhan ekonomi atau kenaikan
PDB tidak secara otomatis meningkatkan kemakmuran masyarakat namun hal
tersebut tetap merupakan unsur penting dalam setiap program pembangunan.
Berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ekonom Bank Dunia telah
mencatat peranan penting pertumbuhan ekonomi dalam meningkatkan
kemakmuran masyarakat ( Todaro, 2000 : 211).
Selain itu pertumbuhan ekonomi yang cepat dan distribusi pendapatan
yang lebih merata tidak harus dipisahkan, tetapi kedua-duanya harus
dijadikan sebagai tujuan pembangunan (Suparmoko, 1994 : 4).
13
Tabel 2.1Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1975-2004
Tahun Pertumbuhan Ekonomi
1975 1,51976 1,71977 1,71978 2,71979 2,41980 5,7
1981 7,81982 2,2
1983 4,31984 6,11985 1,91986 5,91987 4,91988 5,81989 7,51990 7,1
1991 6,61992 6,51993 7,31994 7,51995 8,11996 8,01997 7,51998 -13,71999 0,82000 3,92001 3,32002 3,62003 4,12004 4,6
Sumber BPS
14
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi
a. Model pertumbuhan neo klasik solow berpegang teguh pada konsep
skala hasil yang terus berkurang (diminishing returns) dari input
tenaga kerja dan modal, jika keduanya di analisis secara bersamaan
atau sekaligus kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu
untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan
tinggi rendahnya pertumbuhan itu sendiri oleh Solow maupun para
teoritis lainnya diasumsikan bersifat eksogen atau tidak dipengaruhi
oleh faktor-faktor lainnya. Menurut teori neo klasik, faktor-faktor
produksi yang dianggap sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
output adalah jumlah tenaga kerja dan kapital (model) kapital bisa
dalam bentuk finance atau barang modal (seperti mesin) penambahan
jumlah tenaga dan kapital dengan faktor-faktor lain, misalnya tingkat
produktifitas dari masing-masing faktor produksi tersebut atau secara
keseluruhan tetap menambah output yang dihasilkan.
Persentase pertumbuhan output bisa lebih besar (increasing return to
scale) sama (constant return to scale) atau lebih kecil (decreasing
return to scale) dibandingkan persentase pertumbuhan jumlah dari
kedua faktor produksi tersebut. Namun, model pertumbuhan yang
didasarkan pada model pertumbuhan neo klasik ini memiliki
kelemahan. Model tersebut tidak bisa menerangkan kenapa dibanyak
negara di dunia pertumbuhan ekonominya jauh lebih tinggi daripada
yang diperkirakan di model ini. Hal di atas bisa terjadi karena model
15
pertumbuhan neo klasik tersebut hanya melihat pada satu sumber
pertumbuhan saja, yakni kontribusi dari peningkatan jumlah faktor-
faktor produksi. Dengan demikian banyak faktor lain yang tidak
dimasukkan ke dalam model tersebut ternyata sangat menentukan laju
pertumbuhan ekonomi di banyak negara. Salah satunya yang paling
penting adalah teknologi, dalam model di atas faktor teknologi
dianggap konstan sehingga tidak di masukan ke dalam model.
Pertumbuhan ekonomi dilihat dari sisi As atau produksi dipengaruhi
oleh aliran pemikiran, yaitu teori neo klasik dan teori modern
(Tambunan, 2001 : 6).
b. Teori modern (Alex Inkeles dan H. Smith) dengan adanya kelemahan
pada model di atas maka muncul model pertumbuhan ekonomi
modern atau endogenous growth model yang mencakup aspek-aspek
endogenitas dan eksternalitas di dalam proses pembangunan ekonomi.
Sifat keberadaan teknologi tidak lagi dianggap konstan tetapi
merupakan salah satu faktor produksi yang berdiri sendiri dan
dinamis, demikian juga halnya dengan faktor manusia. Tenaga kerja di
dalam fungsi produksi tidak lagi merupakan faktor yang eksogen
tetapi bisa berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi Endegenous growth model sangat relevan untuk
menganalisis laju serta pola pertumbuhan ekonomi di Indonesia
terutama karena dampak dari kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan serta peningkatan kualitas sumber daya manusia
16
terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi (Tambunan,
2001: 9).
c. Menurut Alek Inkeles dan David H. Smith pada dasarnya juga
berbicara tentang pentingnya faktor manusia sebagai komponen
penting penopang pembangunan. Pembangunan bukan sekedar
perkara pemasokan modal dan teknologi saja tetapi dibutuhkan
manusia yang dapat mengembangkan sarana material tersebut supaya
menjadi produktif oleh Inkeles disebut sebagai manusia modern.
Dari hasil penelitiannya, Inkeles dan Smith menjumpai bahwa
memang pendidikan adalah yang paling efektif untuk mengubah
manusia. Dampak pendidikan tiga kali lebih kuat dibandingkan
dengan usaha-usaha lainnya, pengalaman kerja dan pengenalan
terhadap media massa merupakan cara kedua yang efektif. Penemuan
ini mendukung pendapat Daniel Lerner yang menekankan pentingnya
media massa sebagai lembaga yang mendorong proses modernisasi.
Teori modernisasi juga didasarkan pada faktor-faktor non-material
sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide atau alam pikiran.
Faktor-faktor ini menjelma dalam alam psikologi individu, atau nilai-
nilai kemasyarakatan yang menjadi orientasi penduduk dalam
memberikan arah kepada tingkah lakunya. Faktor-faktor non-material
atau ide ini dianggap sebagai faktor yang mandiri bisa dipengaruhi
secara langsung melalui hubungan dengan dunia ide yang lain. Karena
itu, pendidikan menjadi salah satu cara yang sangat penting untuk
17
mengubah psikologi seseorang atau nilai-nilai budaya sebuah
psikologi yang ada dalam masyarakat (Tambunan, 2001: 14).
c Model teori Kuznests, menurut Kuznests pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan
berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas
itu menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya
kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh
adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuian teknologi, institusional
(kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan
yang ada.
Menurut Profesor Kuznets mengemukan enam karakteristik atau ciri
proses pertumbuhan ekonomi yang bisa ditemui di hampir semua
negara yang sekarang maju, sebagai berikut :
1) Tingkat pertumbuhan output per kapita dan pertumbuhan
penduduk yang tinggi.
2) Tingkat kenaikan produktivitas faktor total yang tinggi.
3) Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi.
4) Tingkat trasformasi sosial dan ideologi yang tinggi.
5) Adanya kecenderungan negara-negara yang mulai atau sudah ada
perekonomian untuk pemasaran dan sumber bahan baku yang
baru.
6) Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya
mencapai sekitar sepertiga bagian penduduk dunia.
18
Menurut Kuznests, pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan
total dalam suatu negara, semakin besar pendapatan nasional semakin
besar volume pekerjaan yang dihasilkannya. Volume pekerjaan
tergantung pada permintaan efektif yang terdiri dari permintaan
konsumsi dan permintaan investasi . Kenaikan investasi menyebabkan
naiknya pendapatan dan karena pendapatan meningkat muncul
permintaan yang lebih banyak atas barang konsumsi yang pada
gilirannya menyebabkan kenaikan pada pendapatan dan pekerjaan
hubungan ini disebut multiplier K oleh Kuznests.
d. Model pertumbuhan (Harrod, Domar), menurut beliau untuk memacu
pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baru yang merupakan
tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal. Pengembangan
teori pertumbuhan endogen untuk meningkatkan perhatian yang lebih
besar terhadap pembangunan manusia. Apabila pengetahuan dan cara-
cara baru dalam proses produksi maka keberhasilan pembangunan
akan ditentukan oleh proses akumulasi dan kualitas sumber daya
manusia (Becker, Murphy dan Tamura, 1990 : 56). Inti dari model
pertumbuhan Harrod Domar adalah suatu relasi jangka pendek antara
peningkatan investasi (pembentukan kapital) dan pertumbuhan
ekonomi. Dua variabel inti dari model ini adalah pembentukan kapital
investasi dan ICOR incremental capital ratio model Domar lebih
memfokuskan pada laju pertumbuhan investasi( I / I ). Investasi ( I )
ditetapkan harus tumbuh atas suatu persentase yang konstan sejak
19
marginal propensity to save yakni rasio dari pertumbuhan tabungan (s)
terhadap peningkatan pendapatan (y) dan ICOR kedua-duanya konstan
(Tambunan, 2001:10). Model Harrod Domar lebih menekankan pada
pertumbuhan pendapatan (output) jangka panjang (growth path )
dalam modelnya, laju pertumbuhan keseimbangan yang membuat
besarnya tabungan yang direncanakan selalu sama dengan besarnya
investasi yang direncanakan. Teori Harrod Domar merupakan
perluasan dari analisis Kuznests mengenai kegiatan ekonomi secara
nasional dan masalah tenaga kerja. Analisis Kuznests dianggap tidak
lengkap karena tidak membicarakan masalah-masalah ekonomi jangka
panjang sedangkan teori Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat
yang diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang
dalam jangka panjang, dengan kata lain teori ini berusaha menunjukan
syarat yang dibutuhkan agar perekonomian bisa tumbuh dan
berkembang dengan mantap steady growth (Arsyad 1999 : 64).
Secara sederhana teori Harrod-Domar adalah pada saat ada
keseimbangan pada tingkat full emploment income maka untuk
memelihara keseimbangan dari tahun ke tahun di butuhkan jumlah
pengeluaran karena investasi itu harus cukup untuk menghisap
kenaikan output yang ditimbulkan karena adanya penduduk yang
bertambah (Irawan dan Suparmoko, 1979 : 50 ).
e. Teori Adam Smith, menurut Adam Smith tentang proses pertumbuhan
ekonomi yaitu antara lain(Arsyad, 1999: 55) :
20
1. Sumber daya alam yang tersedia.
Menurut Smith sumber daya alam yang tersedia merupakan
wadah paling mendasar dari kegiatan suatu masyarakat. Jumlah
sumber daya alam yang tersedia merupakan batas maksimum bagi
pertumbuhan suatu perekonomian, maksudnya jika sumber daya
ini belum digunakan sepenuhnya maka jumlah penduduk dan stok
modal yang ada yang akan memegang peranan dalam
pertumbuhan output, tetapi pertumbuhan output tersebut akan
berhenti jika semua sumber daya alam tersebut telah digunakan
secara penuh.
2. Sumber daya insani (jumlah penduduk )
Sumber daya insani (jumlah penduduk) mempunyai peranan
yang pasif dalam proses pertumbuhan output, maksudnya jumlah
penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga
kerja dari suatu masyarakat.
3. Stok barang modal yang ada
Stok modal merupakan unsur produksi yang secara aktif
menentukan tingkat output peranannya sangat sentral dalam proses
pertumbuhan output, jumlah dan tingkat pertumbuhan output
tergantung pada pertumbuhan stok modal (batas maksimum dari
sumber daya alam).
21
4 Pertumbuhan penduduk
Menurut Adam Smith jumlah penduduk akan meningkat jika
tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah subsistem
yaitu tingkat upah yang pas-pasan untuk hidup. Tingkat upah yang
berlaku menurut Adam Smith ditentukan oleh tarik menarik
antara kekuatan permintaan dan penawaran tenaga kerja, tingkat
upah yang tinggi akan meningkat jika permintaan akan tenaga
kerja tumbuh lebih cepat dari pada penawaran tenaga kerja,
sementara itu permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh stok
modal dan tingkat output masyarakat oleh karena itu, laju
pertumbuhan permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh laju
pertumbuhan stok modal dan laju pertumbuhan output (Arsyad,
1999 : 55-57).
2. SDM Sebagai Faktor Produksi Penentu Pertumbuhan Sesuai Teori.
Sumber daya manusia merupakan faktor utama dalam lapangan kerja
karena dengan sumber daya manusia yang rendah maka semakin banyak
tenaga kerja yang tidak terpakai. Pertumbuhan ekonomi yang kurang
seimbang baik antar sektor maupun antar golongan akan menimbulkan
ketimpangan dalam produktivitas tenaga kerja. Tenaga kerja produktif
merupakan akar terbentuknya manusia mandiri, manusia yang dapat
mendorong dirinya sendiri serta membangun keluarga sejahtera hasil karya
mereka akan memberikan landasan kesejahteraan masyarakat masa kini
ataupun masa depan karena besarnya hasil karya tersebut menentukan tidak
22
hanya tingkat konsumsi saat ini tetapi juga tabungan untuk kesejahteraan
masa depan ( Wiryatnaya.2005 : 314-318).
Semua ahli ekonomi klasik meramalkan timbulnya keadaan stationer
pada akhir proses pemupukan modal. Sekali keuntungan mulai menurun,
proses ini akan berlangsung terus sampai menjadi nol, pertumbuhan
penduduk dan pemupukan modal berhenti dan tingkat upah mencapai
tingkat kebutuhan hidup minimal (Jhingan,1990: 138).
Malthus menunjukan adanya korelasi khusus antara pertumbuhan
penduduk dan persediaan makanan. Menurutnya, jika pertumbuhan
penduduk dibiarkan tak terkendali maka akan melampui pertumbuhan
modal dan juga sarana bagi kebutuhan hidup. Dalam garis besar, teori
klasik pembangunan ekonomi dapat dinyatakan demikian: kenaikkan
keuntungan yang diharapkan dapat menaikan investasi sehingga menambah
stok modal dapat mendorong penyempurnaan teknik untuk mengundang
pertumbuhan penduduk menyebabkan permintaan produksi makanan naik
dengan menggunakan buruh dan modal tambahan (Jhingan, 1990 :139-140).
Menurut (Keynes), adanya hubungan antara kenaikan investasi dan
pendapatan disebut multiplier K adalah kenaikan investasi menyebabkan
pendapatan meningkat menyusul permintaan yang lebih banyak atas barang
konsumsi pada gilirannya menyebabkan kenaikan pada pendapatan dan
pekerjaan. Akibatnya kenaikan tertentu pada investasi menyebabkan
kenaikan berlipat pada pendapatan melalui kencenderungan berkonsumsi
apabila kecenderungan marginal berkonsumsi turun berkat adanya kenaikan
23
pendapatan, maka diperlukan suntikan investasi dengan dosis besar guna
memperoleh tingkat pendapatan dan pekerjaan yang lebih tinggi dalam
perekonomian (Jhingan,1990 : 168 ).
Harrod-Domar dalam teorinya lebih menitikberatkan bahwa
akumulasi kapital mempunyai peranan ganda, yaitu menimbulkan
pendapatan dan menaikkan kapasitas produksi dengan cara memperbesar
persediaan kapital. Misalnya ketika ada keseimbangan pada tingkat full
employment income maka untuk memelihara keseimbangan setiap tahun
dibutuhkan pengeluaran karena investasi harus cukup untuk menaikan
output yang timbulkan (Irawan dan Suparmoko,1979 : 51).
Bahwa perekonomian menghadapi suatu persoalan bila tidak
cukup investasi hari ini, maka pengangguran akan terjadi sekarang tetapi
bila ada investasi pada hari ini, maka besok pagi dibutuhkan investasi yang
lebih banyak dari pada hari ini untuk menaikkan permintaan sehingga
kapasitas produksi yang bertambah dapat digunakan dan kapasitas
menganggur idea capacity yang berlebihan dapat dihindarkan besok pagi.
Sebab bila permintaan tidak dicukupi maka akan menyebabkan turunnya
investasi dan akan terjadi depresi hari lusa untuk dapat tinggal landas
(Irawan dan Suparmoko,1979 : 57).
Menurut (Adam Smith), berbicara tentang pentingnya faktor
manusia sebagai komponen penting penopang pembangunan karena
pembangunan bukan sekedar perkara pemasokan modal dan teknologi saja,
tetapi dibutuhkan manusia yang dapat mengembangkan sarana material
24
tersebut supaya menjadi produktif. Untuk ini dibutuhkan manusia modern
dengan ciri-ciri keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi
ke masa sekarang dan masa depan punya kesanggupan merencanakan
percaya bahwa manusia bisa mengusai alam dan bukan sebaliknya. Artinya,
dengan memberikan lingkungan yang tepat setiap orang bisa diubah menjadi
manusia modern setelah dia mencapai usia dewasa ( Arief Budiman,
2000: 34).
Menurut Adam Smith bahwa pendidikan adalah paling efektif
untuk mengubah manusia, dampak pendidikan tiga kali lebih kuat
dibandingkan dengan usaha-usaha lainnya, kemudian pengalaman kerja dan
pengenalan terhadap media massa merupakan cara kedua yang efektif untuk
mendorong proses modernsasi (Arief Budiman, 2000 :35).
3. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia atau human resaurces mengandung dua
pengertian yaitu pertama adalah sumber daya manusia (SDM) mengandung
pengertiaan usaha kerja atau jasa yang diberikan dalam proses produksi.
Dalam hal ini sumber daya manusia mencerminkan kualitas usaha yang
diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang
pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari (1) golongan yang
bersekolah, (2) golongan yang mengurus rumah tinggal dan (3) golongan
lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok
angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja.
25
Oleh sebab itu, kelompok ini sering juga dinamakan sebagai potensil
labor force.
Banyak studi empiris dilakukan untuk melihat kaitan antara kualitas
sumber daya manusia dan pertumbuhan. Denison (1962 : 34) misalnya
menemukan adanya sumbangan yang besar dari peningkatan years of
secholl terhadap pertumbuhan di Amerika Serikat, serta Mankiw Romer dan
Weil (1992:68) menyatakan bahwa partisipasi pendidikan dan investasi
yang cukup besar untuk pendidikan pada tahun 60-an merupakan faktor
penting dalam menjelaskan variasi pertumbuhan negara-negara di dunia
selama 30 tahun terakhir ini. Mereka memperlihatkan bahwa kualitas
sumber daya manusia menyumbang secara cukup berarti bagi pertumbuhan
adalah physical capital .
Kinerja pembangunan amat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusia, sebab salah satu faktor dinamika dalam perkembangan ekonomi
jangka panjang berpangkal pada hal ini. Kualitas pendidikan harus
diprioritaskan untuk meningkatkan sumber daya manusia serta peningkatan
mutu sumber daya manusia pada umumnya. Angkatan kerja pada khususnya
dipengaruhi oleh ketrampilan teknis keahlian profesional dan kecerdasan
akademis serta hubungan ini, muncul arti paham tentang beban
ketergantungan dependency burden yaitu penduduk tergantung dari hasil
produksi angkatan kerja ataupun memenuhi kebutuhan hidup bagi penduduk
secara menyeluruh sehingga pertumbuhan ekonomi akan berjalan lancar.
Tenaga kerja = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja
26
Dalam hubungan dengan permasalahan di atas bidang pendidikan dan
pelatihan mengambil peranan kunci perkembangannya selama dua
dasawarsa yang lalu menunjukan kemajuan yang pesat terutama dari segi
kesempatan yang semakin meluas diselenggarakan di sektor publik.
Menurut Ricardo peranan akumulasi modal dan kemajuan teknologi
adalah cenderung meningkatkan produktivitas tenaga kerja artinya bisa
memperlambat bekerjanya The law of diminishing returns yang pada
gilirannya akan memperlambat pula penurunan tingkat hidup ke arah tingkat
hidup minimal. Menurut (Solow-Swan), tentang pertumbuhan ekonomi
berpandangan pada anggapan yang mendasari analisis klasik yaitu
perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh full
employment dan kapasitas peralatan modal akan tetap separuhnya
digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain sampai dimana
perekonomiaan akan berkembang tergantung pada pertambahan penduduk
akumulasi kapital. Faktor-faktor yang berpengaruhi terhadap pertumbuhan
ekonomi suatu masyarakat adalah:
a. Akumulasi modal
Akumulasi modal akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan
sekarang yang ditabung dan kemudian diinvestasikan untuk
memperbesar output pada masa datang dan investasi di bedakan menjadi
beberapa jenis yaitu :
1) Investasi di sektor produktif (Direclty Productive Activities) adalah
peningkatan stok modal capital stock, fiskal suatu negara dengan
27
jumlah nilai riil bersih dari semua barang-barang modal produktif
secara fiskal sehingga pada gilirannya akan memungkinkan negara
tersebut lebih besar.
2) Investasi infrastuktur sosial dan ekonomi social overhead capital
yaitu jalan raya dan listrik, yang akan mempermudah dan
mengintegrasikan kegiatan ekonomi.
3) Investasi insani Human Huestmant adalah memperbaiki sumber
daya manusia dan akan mempunyai pengaruh sama atau bahkan
lebih besar terhadap produksi.
Semua jenis investasi di atas menyebabkan terjadinya akumulasi modal,
akumulasi itu menyangkut antara konsumsi sekarang dan konsumsi
masa akan datang memberikan hasil yang sedikit untuk sekarang tetapi
hasilnya akan lebih banyak nantinya.
b. Perkembangan Sumber Daya Manusia
1) Penduduk, Tenaga kerja dan Angkatan kerja.
Penduduk Indonesia termasuk ke empat terbesar di dunia setelah
Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat.
Penduduk Indonesia bertambah dari 118,4 juta dalam 1971 menjadi
146,8 juta orang dalam tahun 1980, menjadi 179,2 juta orang dalam
1990, menjadi 194,8 juta orang dalam tahun 1995. Laju
pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi yaitu 2,1 % dalam
tahun 1961-1971, menjadi 2,3 % dalam tahun 1971-1980. Dalam
tahun 1980-1990, laju pertumbuhan penduduk turun menjadi
28
2 % dan diperkirakan menjadi 1,7 % dalam tahun 1990-2000.
Dengan demikian, penduduk Indonesia diperkirakan bertambah
menjadi 222,8 juta tahun 2000.
Tabel 2.2Penduduk dan Angkatan Kerja Indonesia
Tahun 1971-2000( Dalam juta x 1000)
Tahun Penduduk Tenaga Kerja Angkatan Kerja
1971
1976
1980
1985
1990
1995
2000
118.368
130.284
146.777
164.047
179.248
194.755
222.753
80.507
91.106
104.353
120.380
135.040
152.515
170.647
41.261
50.089
52.421
63.826
73.914
86.361
101.626
Sumber data BPS.Jakarta
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk tersebut, tenaga kerja
juga meningkat. Tenaga kerja bertambah dari 104,4 juta dalam tahun
1980 menjadi 135 juta tahun 1990 menjadi sekitar 170,6 juta orang
dalam tahun 2000. Dengan demikian jelas bahwa semakin besar
jumlah penduduk semakin besar pula penyediaan tenaga kerja dan
angkatan kerja. Jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar
serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di satu negara
sebenarnya tidak perlu menjadi masalah bila daya dukung ekonomi
efektif di negara cukup kuat memenuhi berbagai macam kebutuhan
masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja.
29
Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan
dengan kenaikan jumlah angkatan kerja Labor Force secara
tradisional dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang
pertumbuhan ekonomi. Artinya semakin banyak angkatan kerja
berarti semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar
domestik. Pertumbuhan penyediaan sumber daya bukan syarat
diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi jangka pendek, karena
pemanfaatan sumber daya menganggur yang ada bisa menaikan
tingkat output secara substansial. Namun demikian dalam jangka
panjang perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya seperti
halnya investasi baru dirancang untuk mempercepat pertumbuhan
output nasional.
2) Struktur Umur
Penduduk Indonesia termasuk dalam golongan struktur
umur muda, artinya hanya sebagian kecil penduduk produktif yang
menghasilkan barangan jasa, sedangkan sebagian besar penduduk
berada dalam kelompok umur yang membutuhkan pelayanan.
Misalnya dalam tahun 1980, terdapat 22,4 juta atau 15,1 %
penduduk Indonesia dalam kelompok umur di bawah lima tahun.
Dalam kelompok umur 5-19 tahun atau usia sekolah terdapat 5,28
juta atau 35,7 %. Sebagian besar mereka membutuhkan fasilitas
pendidikan. Dalam kelompok umur 20 - 29 tahun terdapat 25,4 juta
atau 17,1 % sebagian besar mereka merupakan angkatan kerja yang
30
baru masuk pasar kerja dan umumnya belum mempunyai
pengalaman kerja. Dengan kata lain sebagaimana dapat disimpulkan
bahwa struktur penduduk usia muda :
a) Berarti bahwa hanya sebagian kecil penduduk yang produktif
menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
banyak orang dan di pihak lain.
b) Menggambarkan besarnya tuntutan akan penyediaan fasilitas
kesehatan.
c) Menggambarkan besarnya tuntutan akan penyediaan fasilitas
pendidikan
d) Menggambarkan besarnya tuntutan akan penyediaan kesempatan
kerja untuk tenaga muda yang belum berpengalaman.
Struktur penduduk dalam umur muda seperti yang kita
saksikan dalam awal tahun 1980-an, adalah akibat pertumbuhan
penduduk yang terjadi terutama sejak kemerdekaan. Setelah selesai
perang aksi pertama dan kedua tahun-tahun permulaan 1950-an
kehidupan keluarga mulai normal, angka perkawinan bertambah
dan angka kelahiran melonjak tinggi. Orang yang lahir dalam
tahun 1950-an menjadi cukup dewasa untuk kawin dalam tahun
1970-an. Mereka yang kawin dalam tahun 1970-an mempunyai
anak dalam umur sekolah dalam tahun 1980-an. Dengan
peningkatan program-program keluarga berencana dan perbaikan
fasilitas kesehatan, akan terjadi peningkatan harapan hidup.
31
Proporsi penduduk dalam kelompok umur lebih dari 50 tahun akan
sedikit meningkat, berarti kerucut struktur penduduk dalam tahun
2000 akan nampak lebih tumpul dari pada kerucut struktur
penduduk tahun 1980.
B. Pengeluaran Pemerintah Untuk Bidang Pendidikan
Investasi dapat dilakukan bukan saja dalam bidang usaha seperti
biasanya, akan tetapi juga di bidang sumber daya manusia yaitu sejumlah
dana yang dikeluarkan dan kesempatan memperoleh penghasilan lebih tinggi
untuk mampu mencapai tingkat konsumsi lebih tinggi pula, investasi yang
demikian dinamakan human capital
Pengeluaran pemerintah meliputi semua pengeluaran pemerintah di
mana pemerintah secara langsung menerima balas jasanya. Pengeluaran
pemerintah ini bersifat eksogen yang tinggi rendahnya ditentukan oleh
pemerintah. Tinggi rendahnya tingkat pengeluaran pemerintah tersebut tidak
ditentukan oleh besarnya pendapatan nasional namun pengeluaran pemerintah
tersebut akan mempengaruhi tingkat pendapatan nasional yang pada akhirnya
akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Di banyak negara
perkembangan pendidikan formal adalah investasi dan konsumen terbesar
anggaran pemerintah bangsa-bangsa yang miskin telah mengivestasikan
sejumlah uang yang sangat besar untuk bidang pendidikan.
Pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor penting dalam
pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan latihan tidak hanya
menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan ketrampilan bekerja
32
dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja. Walaupun sistem
pendidikan sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, namun baru sejak
tahun 1940-an orang mulai sadar akan hubungan pendidikan dan latihan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Di samping adanya kebutuhan-kebutuhan perencanaan sumber daya
manusia man power yakni untuk mendapatkan tenaga-tenaga kerja terdidik
berbagai tingkatan dalam rangka menyelenggarakan segenap kegiatan
pembangunan para anggota masyarakat sendiri baik yang kaya maupun
miskin, telah melakukan tekanan-tekanan, politis yang sangat kuat terhadap
pemerintah bagi penyediaan dan perluasan fasilitas sekolah.
Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berfaedah bagi
perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum.
Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan
pendapatan dan produktivitas masyarakat. Pendidikan merupakan jalan
menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi,
sedangkan kegagalan membangunan pendidikan akan melahirkan berbagai
problem krusial (Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi: Amich, Kompas 3
Mei 2005).
Badan Pusat Statistik (BPS) secara kontinyu setiap tahunnya
mengumpulkan data mengenai pendidikan, salah satunya melalui Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Beberapa informasi tentang pendidikan
yang dikumpulkan dalam Susenas antara lain mengenai penduduk usia
sekolah tahun 2003 ada sebanyak 75,65 juta orang atau 35,29 % dari total
penduduk Indonesia, diantara penduduk usia sekolah ( 7-24 tahun ) terdapat
33
sebanyak 60,92 % masih berstatus sekolah. Salah satu ukuran mendasar
bidang pendidikan adalah tingkat buta huruf, persentase penduduk berusia 10
tahun keatas yang buta huruf mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Kondisi ini terjadi baik didaerah perkotaan maupun pedesaan dan pada setiap
kelompok umur, persentase penduduk berusia 10 tahun keatas yang buta huruf
di daerah pedesaan (12,16 persen) hampir tiga kali lipat lebih besar di
bandingkan daerah perkotaan (4,91 persen) di daerah perkotaan mulai
kelompok umur 25-29 tahun persentase penduduk yang buta huruf sudah
dibawah 1 persen, sedangkan di pedesaan berkisar antara 1,71 % sampai
dengan 3,43 % pada kelompok umur yang sama. Pada tahun ajaran 2002/2003
di tingkat sekolah dasar (SD), terjadi peningkatan jumlah murid dan jumlah
guru dibandingkan dengan tahun ajaran 2001/2002, sedangkan jumlah sekolah
mengalami penurunan berbeda dengan tingkat sekolah dasar (SD), pada
tingkat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) jumlah sekolah mengalami
peningkatan, sedangkan jumlah murid dan guru mengalami penurunan, untuk
tingkat sekolah menengah umum (SMU) baik jumlah murid, guru maupun
sekolah mengalami peningkatan. Data perguruan tinggi dimana jumlah
perguruan tinggi swasta pada tahun ajaran 2002/2003 masih lebih banyak
dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri, demikian pula untuk jumlah
mahasiswanya (mahasiswa negeri 918.276 orang dan mahasiswa swasta
1.926.351 orang ). Untuk tenaga edukatif pada perguruan tinggi negeri ada
sebanyak 53.717 orang dan swasta 156.493 orang).
34
Memasuki abab ke-21, paradigma pembangunan yang merujuk
knowledge-based economy tampak kian dominan paradigma ini menegaskan
tiga hal. Pertama, kemajuan teknologi. Kedua, hubungan kausalitas antara
pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi kian kuat dan solid. Ketiga,
pendidikan menjadi penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi, yang
mendorong proses transformasi struktural berjangka panjang. Sebagai
ilustrasi. Jepang adalah negara Asia pertama yang menjadi pelopor
pembangunan perekonomian berbasis ilmu pengetahuan. Setelah Jepang,
menyusul negara-negara Asia Timur lain seperti Singapura, China, Taiwan,
Hongkong dan Korea Selatan (Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi :
Amich, Kompas , 3 Mei 2005).
Mencermati kontribusi pendidikan terhadap pembangunan ekonomi
dengan melihat perbandingan antara Korea mewakili Asia serta Kenya dan
Zimbabwe mewakili Afrika. Pilihan tiga negara ini menarik karena semula
Korea, yang secara ekonomi tertinggal, ternyata mampu mengungguli dan
kemudian meninggalkan kedua negara Afrika itu. Beberapa indikator ekonomi
makro menunjukkan perubahan amat signifikan antara ketiga negara berbeda
benua itu. Yang-Ro Yoon, seorang peneliti ekonomi Bank Dunia,
mengemukkan sejumlah temuan menarik berdasarkan observasi di tiga negara
itu. Pada dekade 1960-an GNP per kapita Korea hanya 87 dollar AS,
sementara Kenya 90 dollar AS, memasuki dekade 1970-an GNP per kapita
Korea mulai meningkat menjadi 270 dollar AS, namun masih lebih rendah
dibandingkan Zimbabwe yang telah mencapai 330 dollar AS (Pendidikan dan
Pembangunan Ekonomi: Amich, Kompas, Selasa, 3 Mei 2005).
35
Memasuki dekade 1980-an, pembangunan ekonomi di Korea
berlangsung amat intensif dan pesat. Bahkan antara periode 1980 dan 1996
dapat dikatakan sebagai masa keemasan saat negeri ginseng itu mampu
melakukan transformasi ekonomi secara fundemental. Pada tahun-tahun itu
pertumbuhan ekonomi Korea melesat jauh meninggalkan Kenya dan
Zimbabwe (Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi : Amich, Kompas 3
Mei 2005).
Salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi di Korea adalah
komitmen kuat dalam membangun pendidikan. Berbagai studi menunjukkan,
basis pendidikan di Korea memang amat kokoh, pemerintah Korea
mengambil langkah-langkah ekspansif antara 1960-an dan 1990-an guna
memperluas akses pendidikan bagi segenap warga negara. Program wajib
belajar pendidikan dasar universal basic education sudah dilaksanakan sejak
lama dan berhasil ditunjukan tahun 1965, sementara Indonesia baru mulai
tahun 1984. Sedangkan wajib belajar jenjang SLTP berhasil dicapai tahun
1980-an dan jenjang SLTA juga hampir bersifat universal pada periode yang
sama, yang menakjubkan pada jenjang pendidikan tinggi juga mengalami
ekspansi besar-besaran lebih dari setengah anak-anak usia sekolah pada level
ini telah memasuki perguruan tinggi (Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi:
Amich, Kompas, 3 Mei 2005).
Komitmen pemerintah Korea terhadap pembangunan pendidikan itu
tercermin pada publik exspendinture. Pada tahun 1959, anggaran untuk
pendidikan mencapai 15 % dari total belanja negara, guna mendukung
yuniversal basic education dan terus meningkat secara reguler menjadi 23 %
tahun 1971. Menyadari bahwa pendidikan dasar merupakan bagian dari
36
publik good, tercemin pada social return, maka pemerintah Korea
mengalokasikan anggaran untuk pendidikan dasar jauh lebih besar
dibandingkan level menengah dan tinggi. (Pendidikan dan Pembangunan
Ekonomi: Amich, 3 mei, 2005).
Bercemin pada pengalaman Korea, pemerintah Indonesia harus
mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya membangun pendidikan
nasional. Investasi di bidang pendidikan secara nyata berhasil mendorong
kemajuan ekonomi menciptakan kesejahteraan sosial (Pendidikan dan
Pembangunan Ekonomi: Amich, 3 Mei 2005).
Peran pendidikan bahasa teknisnya modal manusia (human capital )
dalam pertumbuhan ekonomi memang belum terlalu lama dalam literatur teori
pertumbuhan ekonomi. Adalah Lucas (1990) serta Mankiw, Romer dan Weil
(1992) merevisi teori pertumbuhan neo klasik dari Solow (1956) yang
legendaris itu. Dalam studi-studinya, mereka menunjukkan bahwa teori Solow
yang standar hanya mampu menjelaskan bagaimana perekonomian sebuah
negara bisa tumbuh, tetapi tidak cukup mampu menjelaskan kesenjangan
tingkat pendapatan per kapita antar negara di dunia, baru ketika variabel
modal manusia diikut sertakan dalam perhitungan sebagian dari kesenjangan
itu bisa dijelaskan (Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan: Ari
A. Perdana, Kompas, Jumat, 18 Maret 2005).
Namun, sejumlah misteri masih tersisa tingkat pendidikan di negara-
negara berkembang sebenarnya mengalami peningkatan drastis pada tahun
1960-1999. Easterly (2001) menunjukkan bahwa median angka partisipasi
sekolah dasar meningkat dari 88% menjadi 90% sementara untuk sekolah
menengah dari 13% menjadi 45% selanjutnya jika di tahun 1960 hanya 28%
37
negara di dunia yang angka partisipasi sekolah dasarnya mencapai 100% di
tahun 1990 menjadi lebih dari separuhnya (Pendidikan, Pertumbuhan
Ekonomi dan Pemerataan: Ari A. Perdana, Kompas, Jumat 18 Maret 2005).
Nyatanya kenaikan drastis dari tingkat pendidikan di negara-negara
berkembang tidak menjelaskan kinerja pertumbuhan ekonominya, ambil
contoh Africa. Antara tahun 1960 hingga tahun 1985 pertumbuhan tingkat
sekolah di benua itu tercatat lebih dari 4 % per tahun. Kenyatanya ekonomi
negara-negara Africa hanya tumbuh 0,5% per tahun, itupun karena ada
keajaiban ekonomi di Africa yaitu Botswana dan Lesotho (Pendidikan,
Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan: Ari A, Perdana, Kompas, Jumat, 18
Maret 2005).
Kebanyakan negara Africa lain justru mencatat pertumbuhan negative
dalam periode tersebut kasus ekstrim dialami Senegal yang mengalami
pertumbuhan angka sekolah hampir 8 % per tahun, tetapi memiliki
pertumbuhan ekonomi yang negatif (Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi dan
Pemerataan : Ari A Perdana, Kompas, Jumat, 18 Maret 2005).
Dalam periode yang sama negara-negara Asia Timur mengalami laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan angka
partisipasi sekolah. Namun, perbedaan keduannya tidak sama banyak, hanya
4,2% dibandingkan dengan 2,7%. Artinya, jika pendidikan adalah rahasia
untuk pertumbuhan ekonomi, perbedaan itu seharusnya lebih besar
(Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan: Ari A. Perdana,
Kompas, Jumat 18 Maret 2005).
Selain tidak bisa menjelaskan kinerja pertumbuhan ekonomi,
pendidikan juga tidak berhasil menjelaskan fenomena membesarkan
38
kesenjangan dalam pendapatan per kapita. Prithett (2003), menunjukkan
terjadinya konvergensi tingkat pendidikan antar negara di dunia. Sepanjang
1960-1995, deviasi standar dalam tingkat pendidikan turun dari 0,94 menjadi
0,56 tetapi disaat yang sama, deviasi standar untuk pendapatan per kapita
antar negara meningkat dari 0,93 menjadi 1,13 (Pendidikan, Pertumbuhan
Ekonomi,dan Pemerataan: Ari A. Perdana, Kompas, Jumat 18 Maret 2005).
Asumsi dasar dalam menilai kontribusi pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kesenjangan adalah pendidikan
meningkatkan produktivitas pekerja. Jika produktivitas pekerja meningkat,
pertumbuhan ekonomi akan meningkat(Pendidikan Pertumbuhan Ekonomi,
dan Pemerataan: Ari A. Perdana, Kompas, Jumat, 18 Maret 2005).
Di sisi lain kenaikan produktivitas berarti kenaikan penghasilan, selalu
di asumsikan bahwa manfaat dari kenaikan pendidikan secara agregat akan
lebih besar bagi kelompok miskin. Dengan demikian, jika tingkat pendidikan
meningkat, penghasilan kelompok miskin juga akan tumbuh lebih cepat dan
pada akhirnya ketimpangan akan mengecil (Pendidikan,Pertumbuhan
Ekonomi dan Pemerataan: Ari A. Perdana, Kompas, Jumat, 18 Maret 2005).
Masalahnya, asumsi demikian tidak selalu bisa menjadi generalisasi.
Manfaat dari pendidikan dalam hal kenaikkan produktivitas dan penghasilan
kelompok miskin juga akan lebih cepat dan pada akhirnya ketimpangan akan
mengecil. (Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pemerataan:Ari A.
Perdana, Kompas, Jumat 18 Maret 2005).
Masalahnya, asumsi demikian tidak selalu menjadi generalisasi.
Manfaat dari pendidikan dalam hal kenaikan produktivitas dan penghasilan
pekerja hanya berlaku untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu. Akibatnya,
39
kenaikan tingkat pendidikan belum tentu memberikan manfaat terhadap
pertumbuhan dan pemerataan terutama jika kita berbicara mengenai manfaat
pendidikan bagi kelompok termiskin (Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi, dan
Pemerataan: Ari A. Perdana, Kompas, Jumat, 18 Maret 2005).
Studi dari Foster dan Resenzweig (1995) mengenai dampak dari
pendidikan terhadap petani di India semasa revolusi hijau bisa memberikan
sedikit gambaran. Studi sektor pertanian di negara seperti India (juga
Indonesia) sangat relevan dalam wacana pembangunan ekonomi karena
mayoritas penduduk, termasuk mereka yang masuk dalam kelompok
termiskin ada di sektor ini (Peendidikan, Pertumbuhan Ekonomi dan
Pemerataan : Ari A. Perdana, Kompas, Jumat, 18 Maret 2005).
Dalam studi itu petani yang memiliki pendidikan dasar memang jauh
lebih produktif daripada yang tidak pernah sekolah. Namun, tak ada
perbedaan signifikan antara pendidikan menengah dan hanya pendidikan
dasar (Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan : Ari A. Perdana,
Kompas, Jumat, 18 Maret 2005).
Selain itu, di daerah yang kondisi alam dan geografisnya jelek,
seringkali produktivitas lebih ditentukan oleh pengalaman bukan pendidikan.
Bagi petani di tempat-tempat seperti ini, pergi ke sekolah selain tidak banyak
bermanfaat juga membuat mereka kehilangan sekian tahun pengalaman
bekerja di sawah (Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan: Ari A,
Perdana,, Kompas, Jumat,18 Maret 2005).
Orang bisa mendebat balik, dengan pendidikan seseorang bisa
mengalami mobilitas sosial, mereka tak harus terus menjadi petani dan orang
miskin jika mengenyam pendidikan. Itulah masalahnya, di banyak negara
40
perkembangan lain mobilitas sosial tidak selalu dimungkinkan. Di India kasta
adalah salah satu hambatan mobilitas sosial, selain banyak hambatan lain. Di
Indonesia korupsi sudah mengakar hingga ke tingkat penerimaan pegawai,
bisa jadi alasan lain mengapa mobilitas sosial relatif sulit terjadi (Pendidikan,
Pertumbuhan Ekonomi, dan Pemerataan: Ari A. Perdana, Kompas, Jum’at, 18
Maret 2005).
Ada banyak hal lain yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan, dengan kata lain pendidikan bukanlah mantra ajaib
konsekuensinya intervensinya, pemerintah dalam bidang ini juga harus
dilakukan secara hati-hati( Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi dan
Pemerataan: Ari A. Perdana, Kompas, Jumat, 18 Maret 2005).
Bentuk kehati-hatian adalah tidak terjebak untuk mengukur peranan
pemerintah dari besarnya alokasi anggaran pendidikan. Anggaran memang
penting tetapi bukan pada seberapa besar tetapi untuk apa (Pendidikan,
Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan : Ari A. Perdana, Kompas, Jumat, 18
Maret 2005).
Flimer dan Pritchett (1997) menemukan bahwa di beberapa negara,
meskipun kebanyakan guru dibayar terlalu murah, tambahan anggaran untuk
peralatan dan gedung memberikan hasil lebih besar(Pendidikan, Pertumbuhan
Ekonomi dan Pemerataan : Ari A. Perdana, Kompas, Jumat 18 Maret 2005).
Dalam hal ke tingkat pendidikan mana anggaran harus diloloskan,
Booth (2000) menuliskan bahwa di Indonesia pada tahun 1980-1990-an,
subsidi pemerintah yang terlalu besar bagi pendidikan tinggi menyebabkan
koefisien gini meningkat. Alasannya, lulusan perguruaan tinggi adalah yang
41
paling diuntungkan dari boom ekonomi periode itu (Pendidikan, Pertumbuhan
Ekonomi dan Pemerataan : Ari A. Perdana, Kompas, Jumat 18 Maret 2005).
Selain soal anggaran, tingkat pendidikan di suatu negara mungkin
menghadapi masalah lain di luar pendanaan. Di sini di butuhkan intervensi
pemerintah yang spesifik untuk mengatasi masalah-masalah itu. Contohnya,
di Kenya ditemukan bahwa rendahnya kualitas pendidikan dasar disebabkan
oleh kurangnya nutrisi murid sekolah dasar akibat penyakit cacingan.
Pembagian obat cacing bagi murid sekolah dasar ternyata lebih efektif dalan
meningkatkan kualitas pendidikan di sana (Pendidikan, Pertumbuhaan
Ekonomi dan Pemerataan: Ari A. Perdana, Kompas, Jumat 18 Maret 2005).
Oleh sebab itu pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia perlu mengambil langkah-langkah strategis dalam
upaya membangun pendidikan nasional, investasi di bidang pendidikan secara
nyata berhasil mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan
sosial.
Untuk itu, investasi didukung pembiayaan memadai untuk menunjang
dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan memberikan fasilitas
pendidikan baik sarana maupun prasarana, terutama yang diperuntukan bagi
penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun,
mengikuti agenda Millenium Development Goals (MDGs). Tahun 2015
pemerintah Indonesia harus menjamin bahwa seluruh anak usia sekolah dasar
akan memperoleh pendidikan dasar bersamaan dengan itu, akses ke
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi juga harus diperluas, guna
mendukung upaya yang menciptakan knowledge society yang menjadi basis
ekselarasi pembangunan di masa depan.
42
Tiga dasawarsa terahkir ini tingkat pengeluaran pemerintah di negara -
negara berkembang khususnya Indonesia untuk bidang pendidikan melonjak
sangat tajam. Angka persentase anggaran pendidikan terhadap pendapatan
nasional maupun terhadap anggaran belanja nasional meningkat dengan pesat
Tabel 2.3Anggaran Pembangunan Pendidikan Per Jenis Sekolah
Tahun 1990/1991 – 2004/2005(Data Dalam Juta Rupiah)
Jenis 90/91 91/92 92/93 93/94 94/95
SD 300.354 600.429 1119.253 1486 765
SMP 2865.378 4405.256 7504.6 7504.6 16046
SMU 2185.837 5281.594 6513.783 6416.97 7480
SMK 3.370 4400 3996.572 7865 11554
D III 93.289 166 205 553 645
Universitas 1924.25 4151.605 3535.892 3931 3931
Jml 10739.106 19004.884 22806.158 22806.158 27756.57
Jml nas 299341 79415551 53538783 1650228 1805443
Sumber Bapenas.2000
Tabel 2.4Anggaran Pembangunan Pendidikan Per Jenis Sekolah
Tahun 1990/1991 – 2004/2005(Data Dalam Juta Rupiah
Jenis 95/96 96/97 97/98 98/99 99/00
SD 795 850 957 838 1298
SMP 12583 15210 17783 18700 10568
SMU 3110 5690 6291 4932 2990
SMK 9819 9169 10628 7097 5800
D III 2207 1359 1662 1342 1000
Universitas 6488 6900 6950 5459 8954
Jml 35002 39178 44271 38368 30610
Jml nas 919979 1049236 1273230 1082960 790686
Sumber Bapenas.2000
43
Tabel 2.5Anggaran Pembangunan Pendidikan Per Jenis Sekolah
Tahun 1990/1991 – 2004/2005(Data Dalam Juta Rupiah)
Jenis 0/01 02/03 03/04 04/05
SD 795 850 957 838
SMP 12583 15210 17783 18700
SMU 3110 5690 6291 4932
SMK 9819 9169 10628 7097
D III - 86 567 79 583 92 788
Universitas 251 134 163 859 123 226 144 463
Jml 289 099 269 415 245 857 385 418
Jml nas 5 813 231 9 132 104 9 820 011 10 251 351
Sumber Bapenas.2000
1. Teori Pengeluaran Pemerintah
a. Adolph Wagner, mengamati dalam aktivitas pemerintah yang cenderung
meningkat dengan membandingkan pengeluaran pemerintah terhadap
produk nasional dinamakan hukum aktivitas pemerintah selalu
meningkat (law of ever increasing state activity). Menurut Wagner, ada
lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat,
kenaikan tingkat pendapatan masyarakat urbanisasi yang menggiring
pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi dan ketidakefisienan
birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah(Dumairy,1997:162).
b. Teori WW.Rostow dan R.A. Musgrave, menghubungkan pengeluaran
pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi pada tahap awal
perkembangan ekonomi rasio pengeluaran pemerintah terhadap
pendapatan nasional relatif besar karena pada tahap awal pemerintah harus
44
menyediakan sarana dan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan
ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu
pertumbuhan ekonomi agar dapat lepas landas. Dalam suatu proses
pembangunan, menurut Musgrave rasio investasi total terhadap PDB
semakin besar tapi rasio investasi pemerintah terhadap PDB akan
mengecil, sementara itu Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut
pembangunan ekonomi terjadi peralihan aktivitas pemerintah dari
penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran-pengeluaran untuk layanan
sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Rostow dan Musgrave melandasi
pendapatan berdasarkan pengamatan terhadap pengalaman pembangunan
ekonomi di banyak negara (Dumairy, 1997 : 163 ).
c. Teori Human Capital
Asumsi dasar teori human capital adalah bahwa seseorang dapat
meningkatkan penghasilan melalui peningkatan pendidikan, setiap
tambahan satu tahun sekolah berarti di satu pihak meningkatkan
kemampuan kerja dan tingkat penghasilan selama satu tahun dalam
sekolah tersebut, disamping penundaan menerima penghasilan tersebut
orang yang melanjutkan sekolah harus membayar biaya secara langsung
seperti uang sekolah, pembelian buku-buku dan alat-alat sekolah,
tambahan biaya transportasi dan lain-lain.
Maka jumlah penghasilan yang diterima seumur hidupnya, dihitung dalam
nilai sekarang atau Net Present Value adalah:
45
40 V(t)
Y(sla) = ................................................................ (4.1)
t- 0 ( 1+ r )
di mana Y (sla) adalah nilai sekarang atau Net Present Value dari arus
penghasilan seumur hidup, V(t) adalah besarnya penghasilan pada tahun t,
dan r adalah tingkat diskonto (discount rate) yang menggambarkan time
prefence seseorang atas konsumsi barang saat sekarang dibandingkan
dengan satu tahun yang akan datang.
d. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rrate of Return dari melanjutkan sekolah dalam waktu tertentu
adalah tingkat diskonto yang mempersamakan hasil dari melanjutkan
sekolah tersebut dengan biaya total. Biaya total untuk melanjutkan
sekolah adalah jumlah biaya tidak langsung opportunity cost dan biaya
langsung, jadi dari persamaan dapat dirumuskan bahwa IRR dari sarjana
muda adalah tingkat diskonto yang membuat:
40 V(t) 3 C(t) 40 W(t) ____ + ____ = ____ ................(4.4)t = 0 (1+ r )¹ t + 0 (1+ r)¹ t = 4 (1 + r )¹
dimana V (t) adalah tingkat penghasilan seorang tamatan SLTA pada
tahun t, C (t) biaya melanjutkan sekolah pada tahun t, dan W (t) adalah
tingkat penghasilan seorang sarjana muda pada tahun t. Diasumsikan
bahwa menjadi sarjana muda memerlukan 4 tahun setelah SLTA dan
berpenghasilan selama 36 tahun. Tamatan SLTA berpenghasilan selama
40 tahun.
46
2. Biaya dan Hasil
Pada beberapa tahun antara 1970-an sampai 1980-an bermunculan
serangkaian studi perbandingan komprehensif yang mampu memberikan
data-data rinci mengenai ketimpangan penyediaan biaya pendidikan.
Jika jumlah penghasilan rata-rata dijadikan indikator untuk tingkat
produktifitas relatif maka besarnya perbedaan atau selisih antara penghasilan
relatif dengan biaya relatif atas penyelenggaraan pendidikan tinggi
mengisyaratkan bahwa pemerintahan selama ini terlalu menitik beratkan
pengembangan pendidikan tinggi dan secara relatif kurang memperhatikan
pengembangan pendidikan dasar dan menengah. Investasi yang selama ini
dikucurkan oleh pemerintah kurang efesien, namun data komperatif tersebut
tidak harus ditafsirkan sebagai isyarat pasti bahwa sekolah dasar harus lebih
diutamakan dari pada perguruan tinggi.
Meskipun banyak kajian empiris pada dekade 1980-an dan 1990-an
mengungkapkan bahwa tingkat pengembangan investasi yang paling baik
(secara individual maupun sosial) bersumber dari tingkat pendidikan dasar,
Namun, anggapan masyarakat yang terlalu menganggungkan lamanya
pendidikan baru berhasil dipatahkan oleh penelitian empiris-empiris yang
dilakukan oleh Behrman dan Birdsall, Penelitian mereka secara jelas
membuktikan bahwa paling menentukan rasio pendapatan (produktivitas)
dengan pendidikan bukanlah panjang pendeknya masa belajar melainkan
kualitas pendidikan. lmplikasinya pemerintah harus memusatkan
anggarannya untuk meningkatkan mutu sekolah-sekolah yang sudah ada serta
47
membatasi perluasan jumlah sekolah-sekolah baru untuk meningkatkan
sumber daya manusianya.
3. Manfaat Biaya Sosial dan Biaya Individual
Biaya sosial adalah biaya aportunitas yang harus ditanggung oleh
masyarakat seluruhnya sebagai akibat dari adanya keinginan atau kesediaan
masyarakat tersebut untuk membiayai perluasan pendidikan tinggi yang
mahal dengan dana yang mungkin akan menjadi lebih produktif apabila
digunakan pada sektor - sektor ekonomi lain. Biaya-biaya pendidikan
individual private costs of education yakni yang harus ditanggung oleh si
anak didik dan keluarganya sendiri justru akan meningkat secara lebih lambat
atau bahkan bisa jadi akan mengalami penurunan
Manfaat individual yang diharapkan dan biaya individual yang aktual
dihubungkan dengan waktu yang dihabiskan untuk bersekolah, sebab
semakin tinggi pula penghasilan yang diharapkannya untuk memaksimalkan
selisih antara pendapatan yang diharapkan dengan biaya-biaya yang
diperkirakan akan muncul tingkat pengembalian individual dari investasi
pendidikan private rate of return to investment in education.
Secara umum, ketimpangan atau perbedaan antara manfaat dan biaya
sosial disatu sisi dengan manfaat biaya individu sebenarnya telah diciptakan
secara artifisial melalui kebijakan-kebijakan pemerintah dan swasta yang
kurang tepat seperti terus dipertahankannya selisih upah, selektivitas
pendidikan yang berlebihan, serta penentuan (graha pricing) jasa pendidikan
yang tidak tepat, akibatnya, persepsi individu mengenai pendidikan jauh
melampui nilai sosialnya sementara angka pengangguran terus melonjak,
48
perhatian individu terus terarah ke pencapaian tingkat pendidikan yang lebih
tinggi. Apa yang diperlukan disini adalah struktur biaya dan rasangan insentif
yang dapat berfungsi secara baik sehingga nantinya mampu mengalokasikan
sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan dalam
berbagai segmen perekonomiaan.
C. Penelitian Terdahulu
1 Judul : Pengaruh rasio kapital tenaga kerja tingkat pendidikan
stok kapital dan pertumbuhan penduduk terhadap tingkat
pertumbuhan GDP Indonesia.
Penulis : Neni Pancawati, Universitas Gajah Mada.
Ringkasan: penelitian ini meneliti tentang rasio kapital tenaga kerja
yang terdistribusi masing-masing tenaga kerja dalam suatu proses
produksi. Pembesaran ini mengindikasikan bahwa proses produksi
berjalan ke arah produksi bersifat padat modal. Pada sisi lain, gejala
ini menerangkan tentang investasi yang dimaksud dapat berupa
meningkatnya pengeluaran untuk membiayai pendidikan dan latihan
bagi tenaga kerja. Dengan pemahaman demikian, sangat logis bahwa
dalam kurun waktu 30 tahun (1968-1997) peningkatan rasio kapital
tenaga kerja yang berlangsung secara konsisten akan meningkatkan
produktivitas tenaga kerja yang kemudian tampak meningkatkan
produktivitas tenaga kerja yang tampak pada peningkatan GDP setiap
tahunnya.
Dalam penelitian ini diperoleh fakta bahwa pertumbuhan output
GDP artinya bahwa walaupun penduduk bertambah banyak dan
49
penduduk yang bertambah dapat diserap pada berbagai satuan
pendidikan formal yang akan diperoleh tampaknya tidak signifikan
terhadap peningkatan produktivitas. Implikasi yang dapat ditarik dari
hasil penelitian tersebut adalah diperlukan upaya untuk merevitalisasi
sektor pendidikan formal, sehingga output pendidikan formal
memiliki kemampuan yang dapat diandalkan untuk mendorong
peningkatan output atau sesuai dengan tuntutan perkembangan
ekonomi gejala semacam ini menuntut kehati-hatian dalam
menginterprestasikan bahwa hasil regresi tersebut mengandung arti
pendidikan tidak berpengaruh terhadap produktivitas, karena masih
terdapat variabel lain yang menjembatani pengaruh pendidikan
terhadap produktivitas.
2. Judul: Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi Regional di
Indonesia
Penulis : Haryo Kuncoro, Mahasiswa program doktor ekonomi
PPS UGM.
Dalam penelitian ini penulis mencoba menelusuri aspek teori dan
bukti empiris mengenai pertumbuhan dan pemerataan pendapatan .
Dari survey di atas dapat disimpulkan bahwa konvergensi
pertumbuhan ekonomi masih menjadi teka-teki yang sangat
menantang bagi akademis dan ahli ekonomi pembangunan. Dari sisi
teoritis, konvergensi pendapatan perkapita lintas daerah masih
menjadi perdebatan antara Mashab neo klasik dan aliran the new
50
economic growth. Secara empiris realisasi konvergensi tersebut masih
menghadapi banyak kendala yang substansial.
Amplikasi untuk kasus Indonesia dengan mengambil periode 1983-
1999 menunjukkan adanya kencenderungan konvergensi kecepatan
konvergensi pendapatan perkapita riil lintas propinsi rata-rata
mencapai angka-angka persen pertahun berarti untuk mencapai
kemerataan distribusi pendapatan regional diperlukan waktu
setidaknya 25 tahun. Itupun jika kondisi-kondisi dan lingkungan
perekonomian terus berlanjut seperti yang ada pada masing-masing
periode regresi maka the half life of convergence yaitu waktu yang
diperlukan untuk menutup setengah dari kesenjangan awal akan
semakin berat setidak-tidaknya 25 tahun untuk mencapai
konvergensi.
D. Kerangka Berpikir.
Selama bertahun-tahun lamanya, pemikiran yang mengatakan bahwa
perluasan pendidikan senantiasa mendukung dan dalam beberapa kasus
tertentu bahkan menentukan tingkat pertumbuhan GNP tidak pernah
dipermasalahkan. Nalarnya cukup sederhana, hampir semua negara-negara
dunia ketiga sangat kekurangan tenaga ahli maupun semi ahli. Tanpa adanya
tenaga-tenaga tersebut yang disediakan melalui sistem pendidikan formal
maka negara-negara berkembang termasuk Indonesia tidak akan mempunyai
kader pimpinan dan generasi penerus yang handal untuk melaksanakan dan
mengembangkan berbagai kegiatan pembangunan baik disektor publik
51
maupun di sektor swasta, sehingga nasib bangsa secara keselurahan akan
terancam.
Data-data statistik yang serba mengesankan dan berbagai studi
kualitatif mengenai asal mula pertumbuhan ekonomi di negara-negara barat
memperlihatkan bahwa bukan pengembangan modal fisik yang telah memacu
pertumbuhan ekonomi, melainkan pengembangan sumber daya manusia
(faktor residual dalam perhitungan fungsi produksi secara ekonometri) hal itu
yang selama ini merupakan motor penggerak kemajuan ekonomi negara-
negara maju. Bangsa Indonesia harus berani menginvestasikan dana untuk
mencetak dan membangun modal manusia (human capital) secara terencana
seperti halnya mengembangan modal fisik infrastruktur untuk menghasilkan
kader-kader pimpinan-pimpinan yang cakap guna mengembangkan tugas-
tugas besar pembangunan.
Peningkatan jumlah anak didik secara besar-besaran dipandang
sebagai suatu cara terbaik untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja selama
dekade 1950-an dan 1960-an dan walaupun sangat sulit untuk dicatat dalam
suatu dokumen statistik, nampaknya perluasan kesempatan bersekolah dalam
segala tingkatan telah mendorong pertumbuhan ekonomi secara agresif
melalui (1) terciptanya angkatan kerja yang lebih produktif karena bekal
pengetahuan dan ketrampilan mereka lebih baik, (2) tersedianya kesempatan
kerja yang lebih luas, (3) terciptanya suatu kelompok pimpinan yang terdidik
untuk mengisi lowongan jabatan di unit usaha, lembaga, perusahaan dan
organisasi milik pemerintahan dan swasta yang ditinggalkan oleh para pekerja
52
asing dan berbagai lowongan profesi yang lainnya dan (4) tersedianya
berbagai program pendidikan dan pelatihan mulai dari yang ditunjukan untuk
memberantas buta huruf dan memberikan ketrampilan dasar sampai dengan
yang dimaksud untuk membina sikap-sikap modern dan data yang ada
membuktikan bahwa pendidikan memang memiliki pengaruh positif terhadap
promosi pertumbuhan ekonomi.
Bahwasanya tersedianya tenaga-tenaga kerja terampil dan terdidik
sebagai syarat penting berlangsungnya pembangunan ekonomi secara
berkesinambungan sama sekali tidak perlu diragukan. Maka diperlukan
investasi yang perlu ditanamkan dalam jangka panjang dalam kurung waktu
30 tahun karena investasi pendidikan tidak dapat dimanfaatkan dalam jangka
pendek untuk mendukung proses pembangunan karena yang ditekankan
sumber daya manusianya. Penilaian apa pun atas peranan pendidikan dalam
proses pembangunan ekonomi hendaknya tidak semata-mata didasarkan pada
analisis data-data statistik atas pertumbuhan agregat.
E. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap
permasalahan yang dihadapi dan harus dibuktikan melalui data yang
terkumpul. Dalam kamus politik, hipotesis adalah sesuatu yang dianggap
benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat meskipun kebenarannya masih
harus dibuktikan secara teoritis dapat diajukan hipotesis sebanyak-banyaknya
sesuai dengan hakekat rasional yang bersifat pluralistik. Hipotesis akan
ditolak bila salah dan diterima bila fakta - faktanya membenarkan.
53
1. Pengeluaran pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di
Indonesia dalam jangka pendek.
2 Pengeluran pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di
Indonesia dalam jangka menengah dan panjang.
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Deskriptif
Yaitu suatu penelitian yang terbatas pada usaha mengungkapkan suatu
masalah dan keadaan sebagai mana adanya sehingga hanya bersifat
sekedar mengungkapkan fakta atau suatu penelitian yang bertujuan untuk
melukiskan atau memanfaatkan peristiwa dari objek penelitian dengan
tidak menambah atau mengurangi hasil penelitian (APTIK, 1990,9).
2. Studi Expost Facto
Yaitu sebuah metode pengumpulan data setelah semua kejadian yang
dipersoalkan berlangsung, data yang diperoleh tidak dapat dimanipulasi
(Departemen P & K,1985:14).
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu :
1 Variabel bebas (Independent Variabel)
Variabel bebas atau Independen Variabel (x) adalah variabel yang
menjelaskan atau mempengaruhi variabel terikat .Dalam penelitian ini
variabel bebasnya adalah pengeluaran pendidikan .Yang dimaksud
pengeluaran pendidikan di sini adalah pengeluaran dana dari APBN oleh
pemerintah dalam meningkatkan kualiatas pendidikan di Indonesia.
55
2. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat atau dependent variabel (y) adalah variabel
yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam
penelitian ini variabel terikatnya adalah pertumbuhan ekonomi.Yang
dimaksud pertumbuhan di sini adalah peningkatan perekonomian.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis data yang diperlukan
Data kuantitatif
Yaitu data yang berupa angka-angka serta dapat dihitung dan
diselidiki secara langsung dengan model matematika.
2. Sumber data
Data sekunder
Yaitu data yang telah diolah menjadi suatu informasi yang bersifat
praktis dan disajikan secara sistematis oleh suatu pihak baik itu pihak
internal maupun pihak eksternal. Dan dalam penelitian ini diperoleh
dari pihak internal dari Badan Pusat Statistik yaitu; data pengeluaran
pendidikan tahun 1975-2004 dan data pertumbuhan ekonomi di
Indonesia tahun 1975-2004.
Sebab perhatian pemerintah dalam peningkatan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi baru adanya kebijakan dimulai pada tahun tujuh
puluhan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusianya
melalui peningkatan dana pendidikan anggaran pengeluaran negara
dan untuk melihat output perkapitanya yang menunjukkan
56
kecenderungan untuk naik atau turun agar proses pertumbuhan
ekonomi diamati dalam jangka panjang. Dalam penelitian, penulis
membedakan data menjadi tiga bagian, yaitu data untuk waktu jangka
pendek, data untuk waktu jangka menengah dan data untuk waktu
jangka panjang sebagai berikut:
Tabel 3.1Data Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran Pendidikan
dalam satu tahun untuk waktu jangka pendekTahun 1975 - 2004
Tahun Pertumbuhan Ekonomi(%)
Tahun Pengeluaran pendidikan(Millyar)
1976 1,7 1975 39,41977 1,7 1976 106,41978 2,7 1977 10,61979 2,4 1978 215,81980 5,7 1979 318,61981 7,8 1980 524,71982 2,2 1981 689,01983 4,3 1982 679,01984 6,1 1983 1003,71985 1,9 1984 1021,71986 5,9 1985 1314,0
1987 4,9 1986 13651988 5,8 1987 13591989 7,5 1988 23271990 7,1 1989 26831991 6,6 1990 20651992 6,5 1991 25031993 7,3 1992 3002
1994 7,5 1993 35651995 8,1 1994 30611996 8,0 1995 33591997 7,5 1996 3970
57
1998 -13,7 1997 46771999 0,8 1998 83612000 3,9 1999 83812001 3,3 2000 53972002 3,6 2001 97012003 4,1 2002 113072004 4,6 2003 15058
0 0 2004 15339Sumber BPS
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa data pertumbuhan ekonomi Indonesia
dan pengeluaran pendidikan dalam satu tahun untuk waktu jangka pendek dari
tahun 1975 sampai 2004 yang dikutip dari Badan Pusat Statistik.
Tabel 3.2Data Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran Pendidikandalam satu tahun untuk waktu jangka menengah
Tahun 1975 - 2004
Tahun Pertumbuhan Ekonomi(%)
Tahun Pengeluaran Pendidikan(Milyar)
1978 2.7 1975 39,4
1981 7.8 1978 215,8
1984 6.1 1981 689,0
1987 4.9 1984 1021,7
1990 7.1 1987 1359
1993 7.3 1990 2065
1996 8.0 1993 3565
1999 0.8 1996 3970
2002 3.6 1999 8381
2005 0 2002 11307
Sumber BPS
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa data pertumbuhan ekonomi Indonesia
dan pengeluaran pendidikan dalam satu tahun untuk waktu jangka menengah dari
tahun 1975 sampai 2004 yang dikutip dari Badan Pusat Statistik.
58
Tabel 3.3
Data Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran Pendidikandalam satu tahun untuk waktu jangka panjang
Tahun 1975 - 2004
Tahun Pertumbuhan Ekonomi
(%)
Tahun Pengeluaran Pendidikan
(Milyar)
1980 5.7 1975 39,4
1985 1.9 1980 524,7
1990 7.1 1985 1314,0
1995 8.1 1990 2065
2000 3.9 1995 3359
2005 0 2000 5397
Sumber BPS
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa data pertumbuhan ekonomi Indonesia
dan pengeluaran pendidikan dalam satu tahun untuk waktu jangka panjang dari
tahun 1975 sampai 2004 yang dikutip dari Badan Pusat Statistik.
D. Teknik Pengumpulan Data.
Dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan menyalin data yang relevan dengan
penelitian. Data yang diperoleh adalah data tentang pengeluaran
pendidikan, perkembangan sumber daya manusia dan pertumbuhan
ekonomi yang ada di Badan Pusat Statistik Indonesia.
59
E. Teknik Analisis Data.
1. Syarat Regresi.
Data menganalisis data peneliti menggunakan persamaan regresi. Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan regresi antara
lain uji normalitas dan uji lineritas.
a) Pengujian Normalitas
Pengujian normalitas digunakan untuk mengetahui apakah skor-skor
dalam sampel dapat secara masuk akal dianggap berasal dari suatu
populasi dengan distribusi teoritis (Sidney Siegel 1997:59). Dalam
pengujian normalitas peneliti menggunakan uji One Smirnov karena uji
ini dapat digunakan pada sampel besar dan kecil. Untuk mengetahui
apakah sebaran data tersebut normal atau tidak didasarkan pada
ketentuan sebagai berikut :
1) Jika Probabilitas Asymplot > 0,05 berarti sebaran data normal.
2) Jika Probabilitas Asymplot < 0,05 berarti sebaran data tidak normal.
b) Uji Linieritas
Uji ini dilaksanakan untuk mengetahui apakah masing-masing
variabel bebas mempunyai hubungan liner atau tidak dengan variabel
terikat.
Adapun rumus linieritas sebagai berikut :
F reg = RK reg
RK reg
60
Keterangan :
F reg = harga bilangan F untuk garis regresi
RK reg = rerata kuadrat garis reg
RK res = rerata kuadrat residu
Kriteria pengujian linieritas yaitu jika F hit > F tab dengan taraf signifkan
5% dengan k lawan n-k-1, maka kedua variebel dinyatakan mempunyai
hubungan yang linier.
2 .Asumsi Klasik
Asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah regresi yang
tersebut mengalami penyimpangan atau tidak. Ada tiga macam asumsi
yang harus dipenuhi antara lain :
a. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah pada
persamaan regresi tersebut terjadi heteroskedasitas atau tidak.
Heteroskedastisitas maksudnya variasi residual tidak sama untuk semua
pengamatan, jika pengamatan semakin besar akan mengakibatkan
residual yang semakin besar pula.
Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi
linier yaitu bahwa variasi ini tidak berlaku lagi, estimasi koefiesien akan
menjadi kurang akurat.
Heteroskedastisitas dapat didekteksi dengan Spearman’s rho dengan
ketentuan jika tingkat signifikan koefisien korelasi <1 berarti tidak
terjadi heteroskedastisitas ( Sudjana, 1996: 58).
61
b . Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh dipengaruhi oleh data sebelumnya. Jika diterjadi autokorelasi
dapat dikatakan bahwa koefisien estimasi yang diperoleh kurang akurat,
selain itu t tidak berlaku lagi.
Menurut Ali gafari autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan
uji Durbin -Watson dengan kriteria sebagai berikut :
Tabel : 3.4Pengukuran Autokorelasi.
D -W KesimpulanKurang dari 1,1 Ada autokorelasi1,2 –1,54 Tidak ada autokorelasi1,55 – 2,90 Tanpa kesimpulan2,47 – 2,90 Tanpa kesimpulanLebih dari 2,91 Ada autokorelasi
3. Uji Hipotesis.
a. Analisa regresi sederhana
Anaslisa regresi linier sederhana digunakan untuk mengalami pengaruh
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat adapun langkah
langkah sebagai berikut :
b.Menguji Hipotesis
Dalam pengujian hipotesis ini menggunakan analisa regresi sederhana
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
62
1.Perumusan Hipotesis
Ho : = 0 , pengeluaran pendidikan tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ha : ≠ 0, pengeluaran pendidikan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Mencari persamaan regresi linier (Sudjana, 1996 : 315)
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan
metode kuadrat terkecil (Least Square Method). Adapun persamaan
regresinya adalah sebagai berikut :
Y = a + bx
Keterangan :
Y = pertumbuhan ekonomi.
a = kostanta
b = slope yaitu koefisien kecondongan garis regresi.
x = pengeluaran pendidikan
Dalam penelitian ini, penulis membedakan tiga model regresi yaitu :
a) Model regresi untuk jangka pendek
Y= a + b(– 1 )
Keterangan :
Y = pertumbuhan ekonomi.
a = kostanta
b = slope yaitu koefisien kecondongan garis regresi.
63
x = pengeluaran pendidikan
= tahun
1 = waktu untuk satu tahun dalam pengeluaran pendidikan
b) Model regresi untuk jangka menengah
Y= a + b( – 3 )
Keterangan :
Y = pertumbuhan ekonomi.
a = kostanta
b = slope yaitu koefisien kecondongan garis regresi.
x = pengeluaran pendidikan
= tahun
3 = waktu untuk tiga tahun dalam pengeluaran pendidikan
c) Model regresi untuk jangka panjang
Y= a + b(– 5 )
Keterangan :
Y = pertumbuhan ekonomi.
a = kostanta
b = slope yaitu koefisien kecondongan garis regresi.
x = pengeluaran pendidikan
= tahun
5 = waktu untuk lima tahun dalam pengeluaran pendidikan
64
Untuk menentukan besarnya koefisien dapat dilakukan rumus sebagai
berikut :
a = (Y² n ²²
b = n )n ²-(²
Menentukan koefisien korelasi antara variabel bebas dengan variabel
terikat dengan menggunakan teknik koefisien korelasi produk momen
dengan menggunakan teknik koefisien korelasi produk momen dengan
rumus sebagai berikut :
rx.y = n
√{ n{² - (x)²}{nY²-(ΣY²)}Keterangan :
r = koefisien korelasi
x = pengeluaran pendidikan
y = pertumbuhan ekonomi
n = jumlah sampel
3. Menguji kesignifikan koenfisien korelasi dengan membuktikan apakah
hipotesis dapat diterima atau tidak maka diadakan uji signifikan 5 %
rumus yang digunakan untuk mengetahui apakah secara statistik
pengeluaran pendidikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi,
dilakukan pengujian terhadap koefisien garis regresi dengan T-tes, sebagai
berikut (Sudjana,1989 :380).
65
t = r √n - 2
√1 - r²
Keterangant = harga tes yang dicari
r = koefisien korelasi
n = jumlah sampel
Apabila t hitung > tabel 5 %, maka ada korelasi yang signifikan, sebaliknya
jika t hitung < t tabel 5 % , maka korelasi yang terjadi tidak signifikan.
66
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data
Dalam penelitian ini data akan dianalisis menggunakan regresi
sehingga untuk dapat menggunakan rumus ini maka data akan dibagi
menjadi tiga tahap sebagai berikut :
1. Uji Prasyarat regresi
Untuk dapat menggunakan persamaan regresi, maka data harus
memenuhi syarat-syarat regresi yaitu sebagai berikut:
a. Uji Normalitas Data
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa dengan
pertumbuhan ekonomi (Y) dengan N : 30, mean : 4,234, standar
deviasi : 4,0856, minimum : -13, 7 dan maksimum 8,1 dan dari
uji one sampel keseluruhan diperoleh nilai Asymp. Sig adalah
0,260. sedangkan pengeluaran pendidikan (X) dengan N : 30,
mean : 3753,430, standar deviasi = 4308,3879, minimum 39,4
dan maksimum 15339,0 dan dari uji One sampel keseluruhan
diperoleh nilai Asym.sig adalah 0,117.
Keputusan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1) Pertumbuhan: dengan nilai Asmyt.sig 0,260. berarti
probalitas 0,260 > 0,05 dengan demikian data pertumbuhan
ekonomi dalam penelitian ini adalah normal.
67
2) Pengeluaran pendidikan: dengan Asym.sig 0,117, berarti
probalitas 0,117 > 0,05 dengan 0,05 dengan demikian data
pengeluaran pendidikan dalam penelitian ini adalah
normal.
b. Uji Linearitas
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data
mempunyai hubungan yang linear atau tidak dari perhitungan
diketahui F hitung adalah 2,718, maka Ftabel pada tingkat
signifikansi 0,05 (95% ) dengan nemurator (dalam variabel -1) =
dan penemator (jumlah cacat/kasus – jumlah variabel ) = (30-2)
= 28, maka diperoleh nilai F tabel 4,20. Jadi F hitung 2,718 < Ftabel
4,20, dengan demikian kedua variabel dinyatakan mempunyai
hubungan yang linear.
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik di tujukan untuk mengetahui apakah regresi yang
digunakan mengalami penyimpangan atau tidak. Uji asumsi klasik
dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu sebagai berikut :
a. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini dimaksukan untuk mengetahui apakah data yang
akan diteliti untuk semua pengamatan tidak sama. Dari hasil
perhitungan di ketahui bahwa korelasi untuk variabel pertumbuhan
ekonomi dan pengeluaran pendidikan didapat angka koefisien
68
korelasi 0,034 karena angka tersebut 0,034 < 1 berarti data tidak
terjadi heterokedastisitas.
b. Uji Auto Korelasi
Uji ini ditujukan untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh dipengaruhi data sebelumnya. Dengan uji Durbin Watson
diperoleh angka 1,467 terletak diantara angka 1,2 – 1,54 sehingga
dikatakan bahwa data-data dalam penetian ini tidak ada
autokorelasi.
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
sederhana, dimana dalam pengujian akan dibagi dalam jangka waktu
pendek, menengah dan panjang.
a. Pengaruh pengeluaran pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi
dalam jangka pendek (1 tahun).
1) Deskriptif statistik dan korelasi.
Tabel 4.1Deskritif statistik hipotesis pertama.
Descriptive Statistics
4.193 4.1293 303753.430 4308.3879 30
PRTMBHANPNGLARAN
Mean Std. Deviation N
69
Tabel 4.2Koefisien korelasi hipotesis pertama
Correlations
1.000 -.188-.188 1.000
. .160.160 .
30 3030 30
PRTMBHANPNGLARANPRTMBHANPNGLARANPRTMBHANPNGLARAN
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
PRTMBHAN PNGLARAN
Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut:
- Tabel di atas menunjukan bahwa : pertumbuhan ( Y) dengan
(N) : 30, mempunyai nilai rata – rata ( mean): 4,193, standar
deviasi (SD) : 4,1293 sedangkan pengeluaran pendidikan (X)
dengan (N) : 30, mempunyai nilai rata-rata (mean): 3753,430,
standar deviasi ( SD) : 4308,3879
- Nilai koefisien korelasi antara pertumbuhan dan pengeluaran
sebesar -0,188 dengan tingkat signifikasi koefisien korelasi
adalah 0,160 sehingga nilai P 0,160 > 0,05, dengan demikian
antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pendidikan tidak
mempunyai hubungan erat dan nyata.
2) Regresi sederhana Model Summary.
Tabel 4.3Regresi sederhana hipotesis pertama.
Model Summaryb
.188a .035 .001 4.1273 1.467Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), PNGLARANa.
Dependent Variable: PRTMBHANb.
70
Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut:
Dari tabel di atas menunjukan bahwa nilai R square sebesar
0,035 yang artinya 3,5 % pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat
dijelaskan oleh variabel pengeluaran pendidikan sedangkan
sisanya (100 % - 3,5 % = 96,5% dijelaskan sebab lain.
3) Anova b dan Koefisiens
Tabel 4.4Uji f hipotesis pertama
ANOVAb
17.502 1 17.502 1.027 .319a
476.977 28 17.035494.479 29
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), PNGLARANa.
Dependent Variable: PRTMBHANb.
Tabel 4.5Uji t hipotesis pertama
Coefficientsa
4.870 1.007 4.837 .000
.000 .000 -.188 -1.014 .319
(Constant)PNGLARAN
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: PRTMBHANa.
Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut:
- Dari tabel di atas menunjukan nilai F hitung sebesar 1,027 dengan
tingkat signifikasi 0,319 sehingga probabilitas 0,319 > 0,05, jadi di
katakan bahwa model regresi tidak dapat dipakai untuk
memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
71
- Persamaan regresi yang diperoleh adalah :
Y : 4,870 + 0,001 X
Dengan nilai statistik t hitung sebesar -1,014, maka statistik
tabel dengan signifikasi (∞) = 5 % dk : n -2 = 30 - 2 = 28
diperoleh t tabel = 2,048
4) Keputusan
Dari analisis data terlihat bahwa t hitung -1,014< t tabel 2,048
berarti Ho diterima atau koefisien regresi tidak signifikan atau
pengeluaran tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka pendek.
b. Pengaruh pengeluaran pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi
dalam jangka menengah (3 tahun).
1) Deskriptif statistik dan Korelasi.
Tabel 4.6Deskritif statistik hipotesis kedua.
Descriptive Statistics
4.832 2.9336 103261.290 3769.4272 10
PERTMBHNPNGLUARN
Mean Std. Deviation N
72
Tabel 4.7Koefisien korelasi hipotesis kedua.
Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut:
- Tabel di atas menunjukan bahwa :pertumbuhan (Y) dengan (N) :
10, mempunyai nilai rata-rata ( mean): 4,832, standar deviasi (SD):
2,9336, sedangkan pengeluaran pendidikan (X) dengan ( N): 10,
mempunyai nilai rata-rata (mean) : 3, standar deviasi ( SD) :
3769,4272.
- Nilai koefisien korelasi antara pertumbuhan dan pengeluaran
sebesar -0,603 dengan tingkat signifikasi koefisien korelasi adalah
0,333 sehingga nilai P 0,333 > 0,05, dengan demikian antara
pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pendidikan tidak
mempunyai hubungan erat dan nyata.
Correlations
1.000 -.603-.603 1.000
. .033.033 .
10 1010 10
PERTMBHNPNGLUARNPERTMBHNPNGLUARNPERTMBHNPNGLUARN
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
PERTMBHN PNGLUARN
73
2) Regresi sederhana Model Summary
Tabel 4.8Regresi sederhana hipotesis kedua.
Model Summaryb
.603a .363 .283 2.4832 2.348Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), PNGLUARNa.
Dependent Variable: PERTMBHNb.
Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut:
Dari tabel di atas menunjukan bahwa nilai R square sebesar
0,363 yang artinya 36,3 % pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat
dijelaskan oleh variabel pengeluaran pendidikan sedangkan sisanya
(100 % - 36,3 % = 66,4 % dijelaskan sebab lain.
3. Anova b dan Koefisiens
Tabel 4.9Uji f hipotesis kedua.
ANOVAb
28.122 1 28.122 4.561 .065a
49.330 8 6.16677.452 9
Regression
ResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), PNGLUARNa.
Dependent Variable: PERTMBHNb.
74
Tabel 4.10Uji t hipotesis kedua.
Coefficientsa
6.361 1.063 5.986 .000
.000 .000 -.603 -2.136 .065
(Constant)PNGLUARN
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: PERTMBHNa.
Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut:
- Dari tabel di atas menunjukan nilai F hitung sebesar 4,561 dengan
tingkat signifikasi 0,065 sehingga probilitas 0,065 > 0,05, jadi
dikatakan bahwa model regresi tidak dapat dipakai untuk
memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
- Persamaan regresi yang diperoleh adalah :
Y : 6,361 – 0,001 X
Dengan nilai statistik t hitung sebesar – 2,136, maka nilai statistik
tabel dengan signifikasi (∞) = 5 % dk : n – 2 = 8 diperoleh t tabel =
2; 306.
4) Keputusan
Dari analisis data terlihat bahwa t hitung - 2,136 < t tabel 2,306, berarti
Ho diterima atatu koefisien regresi tidak signifikan atau pengeluaran
tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia dalam jangka menengah.
75
c. Pengaruh pengeluaran pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang (5 tahun).
1) . Deskriptif statistik dan Korelasi.
Tabel 4.11Deskritif statistik hipotesis ketiga.
Descriptive Statistics
4.450 3.1150 62116.517 1989.9908 6
PERTMBHNPNGLUARN
Mean Std. Deviation N
Tabel 4.12Koefisien korelasi hipotesis ketiga.
Correlations
1.000 -.521-.521 1.000
. .145.145 .
6 66 6
PERTMBHNPNGLUARNPERTMBHNPNGLUARNPERTMBHNPNGLUARN
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
PERTMBHN PNGLUARN
Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut:
- Tabel diatas menunjukan bahwa pertumbuhan (Y) dengan (N) : 6,
mempunyai nilai rata – rata ( mean) : 4,450, standar deviasi (SD):
3,1150, sedangkan pengeluaran pendidikan (X) dengan ( N): 6,
mempunyai nilai rata-rata mean : 2116,517, standar deviasi ( SD) :
1989,9908.
- Nilai koefisien korelasi antara pertumbuhan dan pengeluaran sebesar
-0,0521 dengan tingkat koefisien 0,145 sehingga nilai P – 0,145 >
0,05, dengan demikian antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran
pendidikan tidak mempunyai hubungan erat dan nyata.
76
2) Regresi sederhana Model Summary
Tabel 4.13Koefisien korelasi hipotesis ketiga.
Model Summaryb
.521a .271 .089 2.9736 1.788Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), PNGLUARNa.
Dependent Variable: PERTMBHNb.
Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut:
Dari tabel di atas menunjukan bahwa nilai R square sebesar 27,1 yang
artinya 27,1 % pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dijelaskan oleh
variabel pengeluaran pendidikan sedangkan sisanya (100 % - 27,1 %
= 72,9 % dijelaskan sebab lain
3) Anova b dan Koefisiens
Tabel 4.14Uji f hipotesis ketiga
ANOVAb
13.146 1 13.146 1.487 .290a
35.369 4 8.84248.515 5
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), PNGLUARNa.
Dependent Variable: PERTMBHNb.
77
Tabel 4.15Uji t hipotesis ketiga
Coefficientsa
6.175 1.864 3.313 .030-.001 .001 -.521 -1.219 .290
(Constant)
PNGLUARN
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: PERTMBHNa.
Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut:
- Dari tabel di atas menunjukan nilai F hitung sebesar 1,487 dengan
tingkat signifikasi 0,290 sehingga probilitas 0,290 > 0,05, jadi
dikatakan bahwa model regresi tidak dapat dipakai untuk
memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
- Persamaan regresi yang diperoleh adalah :
Y : 6,175 – 0,001 X
Dengan nilai statistik t hitung sebesar – 1,219, maka nilai statistik
tabel dengan signifikasi (∞) = 5 % dk : n – 2 = 8–2 = 4 diperoleh
t tabel = 2,776.
4) Keputusan
Dari analisis data terlihat bahwa t hitung -1,219 < t tabel 2,776, berarti
Ho diterima atau koefisien regresi tidak signifikan atau pengeluaran
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia dalam jangka panjang
78
B . Pembahasan
Berdasarkan pada analisis data di atas, dapat akan diuraikan berbagai
fakta dan alasan-alasan yang terkait dengan seberapa besar pengaruh pengeluaran
pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pengaruh dari pengeluaran
pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dilihat dalam tiga
kurun waktu, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Untuk
dapat melihat jelas dengan mengenai pengaruh pengeluaran pendidikan(X)
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (Y), dalam masing-masing kurun waktu
dapat dilihat pada uraian, sebagai berikut:
1. Pengaruh Pengeluaran Pendidikan (X) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia (Y) dalam Jangka Pendek.
Dari hasil analisis data dengan menggunakan uji t, menunjukkan
bahwa nilai t hitung -1,014 < t tabel 2,048 hal ini berarti bahwa pengeluaran
pendidikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam
jangka pendek. Dalam hasil signifikasi koefisien korelasi P 0,319 > 0,05 dapat
dikatakan juga antara pengeluaran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi
Indonesia tidak mempunyai hubungan erat dan nyata dalam jangka pendek.
Beberapa faktor yang menyebabkan pengeluaran pendidikan (x) tidak
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka pendek, adalah
sebagai berikut:
79
a. Investasi pendidikan pengaruhnya belum bisa dilihat dalam kurun waktu
jangka pendek.
Investasi pendidikan terutama dalam usaha peningkatan kualitas
sumber daya manusia (SDM) merupakan sarana yang strategis dalam
upaya mencapai target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran pendidikan yang dianggarkan pemerintah, sebenarnya di
tujukan untuk mencapai dan membiayai program-program pendidikan
baik jangka panjang atau jangka pendek agar dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi. Namun kenyataanya, pengeluaran pemerintah
dalam bidang pendidikan tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
dalam jangka pendek. Hal ini terjadi karena, investasi pendidikan
hasilnya belum bisa dinikmati dan dirasakan dalam waktu yang hanya
1 tahun.
80
Tabel 4.16Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran Pendidikan
dalam satu tahun untuk waktu jangka pendekTahun 1975 - 2004
TahunPertumbuhan
Ekonomi(%)
TahunPengeluaranpendidikan
(Milyar rupiah)1976 1,7 1975 39,4
1977 1,7 1976 106,41978 2,7 1977 210,21979 2,4 1978 215,81980 5,7 1979 318,61981 7,8 1980 524,71982 2,2 1981 689,01983 4,3 1982 679,01984 6,1 1983 1003,71985 1,9 1984 1021,71986 5,9 1985 1314,01987 4,9 1986 13651988 5,8 1987 13591989 7,5 1988 23271990 7,1 1989 16831991 6,6 1990 20651992 6,5 1991 25031993 7,3 1992 30021994 7,5 1993 35651995 8,1 1994 30611996 8,0 1995 33591997 7,5 1996 39701998 -13,7 1997 46771999 0,8 1998 83612000 3,9 1999 83812001 3,3 2000 53972002 3,6 2001 97012003 4,1 2002 113072004 4,6 2003 15058
0 0 2004 15339Sumber BPS
81
Dari tabel di atas dapat dilihat bagaimana pengeluaran pendidikan
tidak mampu menaikkan presentase pertumbuhan ekonomi Indonesia per
tahun (jangka pendek), bahkan pengeluaran pendidikan pada tahun 1997
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia turun menjadi
–13,7 % kemudiaan baru naik 2 tahun kemudian yaitu pada tahun 1999,
itupun hanya 0,8 %. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa dalam jangka
pendek pengaruh dari pengeluaran pendidikan tidak dapat dilihat. Contoh
program pendidikan yang dibiayai pemerintah pada tahun anggaran 2005,
misalnya program pendidikan tinggi, dalam rangka meningkatkan
perluasan layanan pendidikan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang
memenuhi kebutuhan pasar kerja dan mengembangkan Iptek ( APBN,
2005: 112-113). Program tersebut dibiayai dengan pengeluaran pada tahun
anggaran 2005, hasil yang diharapkan dari program tersebut adalah para
sarjana yang siap kerja dengan ketrampilan memadai didukung
penguasaan teknologi. Hasil investasi tersebut tidak akan dapat dilihat
hanya dalam waktu 1 tahun ( 2006) karena, paling tidak membutuhkan
waktu 4 -5 tahun agar dapat menjadi sarjana dan kemudian baru mencari
kerja. Hasil yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dilihat dari
penyerahan tenaga kerja terdidik diantara lapangan pekerjaan yang ada.
Dari contoh ini, jelaslah bahwa pengeluaran pendidikan tidak dapat dilihat
pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka
pendek (1 tahun).
82
b. Rendahnya alokasi anggaran pendidikan per tahun.
Rendahnya alokasi anggaran pendidikan selalu menjadi pembicaraan
dan perdebatan masyarakat. Banyak kalangan menghendaki anggaran
pendidikan dinaikkan guna peningkatan kualitas dan perluasan akses dunia
pendidikan. Perundang-undangan negara Indonesia ini bahkan sudah
mengakomodasikan tuntutan ini, tuntutan tentang pengalokasian anggaran
pendidikan telah tertuang dalam amademen UUD 1945 pasal 31 Ayat (2),
yang berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya”. Pernyataan ini diperkuat pada Ayat
(4), “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20 % dan anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional”. Dalam Undang-undang No.20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 3 Ayat (3),
menyatakan bahwa” Setiap warga negara usia wajib belajar berhak
mendapatkan pelayanan program wajib belajar yang bermutu tanpa
dipungut biaya”.
Walaupun perundang-undangan telah menyatakan dengan tegas,
namun realita yang ada berbeda sama sekali. Keadaan seperti ini bisa
terjadi karena pemerintah sebagai lembaga eksekutif tidak konsisten untuk
menjalankan peraturan perundangan yang telah ditetapkan, dan yang lebih
parah kenyataan ini didukung oleh lembaga negara yang seharusnya
menjadi wakil rakyat yaitu DPR. Hal yang menggambarkan bahwa
83
pemerintah dan DPR tidak konsisten adalah hasil komitmen pada bulan
Juli 2005 yang menghasilkan kesepakatan kenaikkan dan peningkatan
pelaksanaan anggaran pendidikan. Menurut kesepakatan tersebut, realisasi
anggaran pendidikan dengan target 20 % dari APBN akan dilaksanakan
antara pemerintah dan DPR tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.17Realisasi Anggaran Pendidikan Terhadap APBN
No Tahun Persen Anggaran Pendidikan Terhadap APBN
1 2004 6,6 %2 2005 9,29 %3 2006 12,01 %4 2007 14,69 %5 2008 17,40 %6 2009 20,10 %
Sumber: Jawa Pos, kamis 21 Juli 2005.
Dari tabel di atas terlihat bagaimana realisasi anggaran 20 %
baru akan dilaksanakan pada tahun 2009, kesepakatan tersebut
didasarkan pada basis data APBN pada tahun 2004 yang diiringi
dengan kenaikkan anggaran rata-rata 2,7 % per tahun. Pada tahun 2004
dan 2005 terlihat bahwa anggaran pendidikan kita kurang dari 10 %
total anggaran yang ada. Dengan anggaran pendidikan yang relatif
kecil, akan mengakibatkan kemampuan untuk membiayai program-
program pendidikan menjadi terhambat. Anggaran pendidikan sangat
penting dan strategis dalam upaya pembangunan sumber daya manusia,
sebagai salah satu komponen pendorong pertumbuhan ekonomi negara.
Anggaran pendidikan Indonesia dari tahun ke tahun belum pernah satu
kalipun melebihi 10 % dari total pengeluaran, hal ini mengakibatkan
84
pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek menjadi terbengkalai. Dari
tahun 1975-2004 kenaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia per
tahunnya rata-rata –0,3 %, hal ini terjadi karena kemampuan membayar
dari anggaran pendidikan sangat rendah.
c. Sistem penganggaran pendidikan yang kurang demokratis.
Anggaran pendidikan harus dipandang sebagai ideologi masa
depan dan sarana yang ampuh untuk mewujudkan kemakmuran bangsa
dengan mewujudkan keadilan dan pemerataan kesempatan pendidikan.
Namun Indonesia belum dapat mewujudkan cita-cita tersebut, dikarenakan
sistem penganggaran pendidikan yang kurang demokratis dan berkeadilan.
Selama ini sistem pembiayaan dalam anggaran pendidikan kita kurang
bahkan tidak memperhitungkan keadilan semua lapisan masyarakat.
Dimana, belum semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh pendidikan dasar. Anggaran pendidikan lebih memihak pada
sebagian kecil masyarakat saja, anggaran pendidikan per tahun yang relatif
kecil dirasa kurang mencapai sasaran, karena sistem penganggaran
pendidikan yang demokratis harus memperhitungkan kemampuan
ekonomi masyarakat yang berbeda-beda sebagai suatu kenyataan yang
tidak dapat diubah. Menurut UNDP (United Nations Development
Programme), Indonesia harus mengeluarkan lebih banyak lagi anggaran
pendidikan untuk tiap tahunnya agar dapat membiayai program-program
dan mengejar ketinggalan dengan negara-negara tetangga.
85
Tabel 4.18Anggaran Yang Dianjurkan UNDP Perjenis Pengeluaran.
Anggaran TahunanIndonesia
Anggaran AnjuranUNDP
JenisPengeluaran
(Rptrilun)
% GDP
Kenaikan YangDibutuhkan( Rp triliun) ( Rp
triliun)% GDP
Pangan 4,8 0,27 -1,1 3,7 0,2Kesehatan 8,4 0,47 5,2 13,6 0,77Pendidikandasar
33,0 1,84 25,0 58,0 3,24
keamananfisik
7,5 0,42 20,9 28,4 1,59
Total 53,7 3,00 50,0 103,7 5,89Sumber: UNDP, 2004
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa UNDP menganjurkan
anggaran pendidikan dasar Indonesia dinaikkan, dari 33,0 trilliun dengan
GDP 0,42% membutuhkan kenaikkan sebesar 25 trilliun sehingga menjadi
58,0 trilliun dengan GDP sebesar 3,24%. Bila anggaran pendidikan per
tahun tidak dinaikkan dan disusun secara demokratis maka pertumbuhan
ekonomi dalam jangka pendek tidak akan terwujud.
2. Pengaruh Pengeluaran Pendidikan (x) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia (Y) Dalam Jangka Menengah.
Dari hasil analisis data dengan menggunakan uji t , menunjukkan bahwa
nilai t hitung – 2,136 < t tabel 2,306,hal ini berarti bahwa pengeluaran
pendidikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia
dalam jangka menengah. Dari hasil signifikan koefisien korelasi P 0,484 >
0,05, yang artinya antara pengeluaran pendidikan tidak mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah, hal ini diakibatkan
karena:
86
a. Rendahnya posisi tawar ( Bargaining Positions) sektor pendidikan
diantara seluruh sektor yang berebut anggaran.
Kecilnya anggaran pendidikan di Indonesia selain disebabkan
kurangnya kemampuan membayar, yang rendah juga karena rendahnya
posisi tawar( Bargaining Position) sektor pendidikan di antara seluruh
sektor dalam bidang pembangunan yang berebut anggaran. Anggaran
pendapatan dan belanjan negara, selain untuk membiayai sektor pendidikan
juga untuk membiayai sektor lain seperti, pariwisata, industri, kesehatan,
transportasi, pertanian dan lain-lain. Untuk sektor pendidikan anggaran yang
diberikan dari tahun ke tahun tidak lebih 10 % dari total anggaran. Untuk
tahun anggaran 2005, sektor pendidikan hanya memperoleh senilai Rp
21,585 triliun, sedangkan untuk sektor lain bisa 2 sampai 3 kali lipat dari
sektor pendidikan. Rendahnya posisi tawar di sektor pendidikan yang saling
berebut anggaran disebabkan karena investasi dalam pendidikan tidak
efektif untuk mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
Indonesia dalam jangka pendek, hal ini berarti mendukung dan memperkuat
teori dari Adam Smith yang menyatakan bahwa permasalahan bidang
pengeluaran pendidikan perkembangannya akan terlihat dalam kurun waktu
lebih dari dua dasawarsa atau lebih dari satu tahun, sehingga investasi dalam
bidang pendidikan akan lebih strategis dalam upaya mencapai target-target
pembangunan jangka panjang.
87
Tabel 4.19Pengalokasian APBN Untuk Berbagai Sektor
Dalam Pembangunan Tahun 2005.No Sektor Pendidikan Alokasi APBN Alokasi
APBN( Rp triliun) % (persen)
1 Industri 47,125 20,012 Pariwista 43,611 18,913 Pertanian 44,205 19,504 Pendidikan 21,585 9,295 Kesehatan 19,751 8,26 Infra struktur 8,167 4,87 Pertahanan keamanan 28,165 15,458 Transportasi 4,415 2,339 Dan lain-lain 4,459 2,41
+_ 221,614 100 %Sumber: BPS, tahun 2005.
Dari tabel di atas terlihat bagaimana anggaran sektor pendidikan
berada di bawah sektor industri, pariwisata, pertanian dan pertahanan
keamanan. Sektor industri, pariwisata pertanian mempunyai posisi tawar
yang kuat dalam berebut anggaran dibanding pendidikan. Hal ini terjadi
karena untuk menanamkan modal dalam sektor industri, pariwisata dan
pertanian mempunyai pengaruh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
yang lebih cepat terlihat dibandingkan sektor pendidikan. Sektor industri
akan menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran, sektor
pariwisata akan menyerap devisa dan meningkatkan pendapatan serta sektor
pertanian sebagai pendukung industri sehingga ketiga sektor ini mempunyai
posisi kuat dalam tawar menawar anggaran dibanding pendidikan.
88
b. Ketidakadilan dan ketidakmerataan anggaran pendidikan.
Diatas telah diungkapkan bahwa anggaran pendidikan bangsa
Indonesia ini tidak lebih 10 % dari total anggaran untuk setiap tahunnya.
Kenyataan bahwa anggaran yang dimiliki sektor pendidikan sangat kecil
sehingga tidak cukup untuk membiayai program yang ada. Hal ini
diperparah dengan pengalokasian anggaran yang tidak adil dan merata.
Akibat dari ketidakadilan dan ketidakmerataan anggaran pendidikan, maka
peran sebagai sektor pendorong pertumbuhan ekonomi relatif kecil
dibandingkan sektor lain karena output sektor pendidikan yang tidak
berkualitas sebagai dampak mutu dari program pendidikan yang rendah.
Pemerataan dan keadilan seharusnya tidak diartikan bahwa pemerintah
membagi habis fasilitas pendidikan secara merata ke setiap daerah dari
sumber yang terasa semakin kecil, tetapi juga tidak berarti pendidikan harus
diskriminatif. Rencana strategis pendidikan Indonesia yang membagi
pelayanan pendidikan dalam jalur pendidikan formal mandiri dan formal
standar, serta jalur pendidikan non formal. Jalur pendidikan formal mandiri
di khususkan bagi mereka yang mampu secara akademik dan finansial, di
buka kesempatan bagi mereka yang tidak mampu secara finansial, untuk
masuk jalur dengan melalui program beasiswa.
Adapun jalur formal standar yang sebagian besar didanai negara di
peruntukkan bagi mereka yang tidak mampu secara finansial, dengan
memberikan program ketrampilan dan diarahkan untuk mencari kerja.
Kebijakan ini akan semakin memperlebar kesenjangan antara sekolah kaya
89
dan sekolah miskin yang ada saat ini. Kenyataan itu telah membuat garis
pemisah antara anak-anak bangsa dari segmen masyarakat kaya dan
masyarakat miskin, anak-anak dari keluarga kaya berkumpul di sekolah-
sekolah unggulan yang mampu menyedot dana besar sehingga mampu
menyelenggarakan pendidikan yang bermutu. Diskriminasi dalam
pelayanan pendidikan yang tertuang dalam rencana strategis Indonesia
hanya akan menciptakan ketidakadilan, bila hal ini terus berlangsung maka
peran pendidikan yang hanya mempunyai angggaran terbatas, sebagai salah
satu komponen pendorong pertumbuhan ekonomi tidak akan terlihat
Gambar No 1.Jalur dan Bentuk Pendidikan
Jalurformalmandiri TK
Jalurformalstandar
Jalurnonformal
SD SMP SMA/SMK
PT Politeknik
PT Riset
TK SD SMP
PAUD Paket A Paket B
Kursus dan pelatihan kerja
Paket C
PHB
SMA/SMK
Kursus ketrampilan estetis
Kursus etika, kepribadian dan agama
90
3. Pengaruh Pengeluaran Pendidikan (X) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia (Y) dalam Jangka Panjang.
Dari hasil analisis data dengan menggunakan uji t , menunjukkan bahwa
nilai t hitung –1,219 < t tabel 2,776 yang artinya pengeluaran pendidikan tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.
Dari hasil signifikasi koefisien korelasi P – 0,118 > 0,05 dapat dikatakan juga
antara pengeluaran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak
mempunyai hubungan erat dan nyata dalam jangka panjang. Beberapa faktor
yang menyebabkan pengeluaran pendidikan (x) tidak mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia (y) dalam jangka panjang, adalah sebagai
berikut:
a. Inefisiensi Pengalokasian Anggaran.
Masalah efisiensi adalah menyangkut bagaimana cara memanfaatkan
dana yang ada untuk dapat membiayai berbagai program dan jenis
kegiatan dalam menyelenggarakan pendidikan secara jangka panjang
ternyata pengeluaran pendidikan tidak mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi Indonesia, hal ini terjadi karena masalah jumlah anggaran
pendidikan yang terbatas diperparah dengan adanya pengalokasian dan
pemanfaatan anggaran yang tidak efisien dan tepat sasaran. Banyak
berbagai program yang seharusnya bukan menjadi prioritas justru
diperhatikan sehingga tidak mendatangkan manfaat dan daya guna,
sehingga anggaran yang dikeluarkan sia-sia.
91
Banyaknya gedung-gedung sekolah dasar yang roboh dan tidak
layak pakai, banyaknya anak usia wajib belajar yang tidak sekolah karena
kurangnya dana dan masih banyak masalah lagi yang merupakan wujud
bahwa sampai saat ini kita belum mampu membuat skala prioritas dengan
baik. Selama ini anggaran pendidikan yang terbatas tersebut, banyak
menguap sia-sia karena dialokasikan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat,
penyusunan kurikulum baru seperti kurikulum KBK adalah salah satu
contoh program yang tidak mendatangkan manfaat padahal biaya yang
dikeluarkan sangat besar. Dengan pelaksanaan program pendidikan yang
tidak memperhatikan skala prioritas, mengakibatkan sumbangan sektor
pendidikan untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia
sangat rendah.
b. Program-program pendidikan yang menjadi target jangka panjang
banyak terbengkelai.
Investasi dalam bidang pendidikan sebenarnya sangat strategis
dalam upaya mencapai target-target dalam pembangunan jangka panjang
dan pertumbuhan ekonomi. Namun kenyataan yang ada program-program
pendidikan yang dibiayai anggaran pendidikan tidak mempunyai pengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu jangka panjang. Hal
ini terjadi karena banyak program-program pendidikan mengalami
kegagalan dan terbengkelai, kekurangan tangguhan manusia Indonesia saat
ini merupakan akibat dari perjalanan sektor pendidikan 15 sampai dengan
20 tahun yang telah silam. Selama ini bangsa Indonesia kurang serius
92
mengurus dalam mengerjakan berbagai program pendidikan yang telah
ditargetkan, beberapa contoh program yang telah menyedot biaya yang
besar dan ternyata gagal diantaranya adalah: program wajib belajar 9 tahun
dan proyek penyusunan kurikulum berbasis kompetensi. Program wajib
belajar 9 tahun dapat dikatakan sebagai produk gagal, karena tujuan
program ini yaitu untuk perluasan dan pemerataan pendidikan dasar tidak
tercapai. Kegagalan program ini dapat dilihat dengan masih banyaknya
anak-anak usia sekolah dasar yang belum dan tidak bisa bersekolah
dengan alasan tidak mampu membayar, banyak juga anak-anak yang putus
sekolah karena alasan harus bekerja. Kegagalan program ini, dalam jangka
panjang akan membuat jumlah pengangguran yang tinggi. Hal ini terjadi
karena, sumber daya manusia Indonesia berkualitas rendah sebagai akibat
tidak mengenyam pendidikan, dengan pengangguran yang tinggi maka
pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terhambat.
Program penyusunan kurikulum berbasis kompetensi dapat
dikatakan terbengkelai bahkan gagal, tujuan dari program ini adalah
menyusun kurikulum yang meletakkan dasar-dasar pendidikan pada
pengembangan kompetensi dan kreatifitas siswa sedangkan posisi guru
hanya sebagai fasilitator. Namun, kenyataan yang ada program ini
mengalami kegagalan karena sulit untuk dilakukan. Kegagalan program ini
selain menghabiskan anggaran yang sangat besar, juga mengakibatkan
pelaksanaan proses belajar mengajar menjadi terhambat. Dampak
kegagalan program pendidikan dapat dilihat pada permasalahan sumber
93
daya manusia(SDM) Indonesia yang semakin kompleks, yaitu jumlah
pengangguran yang besar baik dari tenaga kerja dengan pendidikan rendah
maupun pendidikan tinggi.
Dengan melihat uraian di atas, jelas bahwa pengeluaran pendidikan
tidak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia baik
dalam kurun waktu jangka pendek, jangka menengah maupun jangka
panjang. Faktor-faktor yang menyebabkan pengeluaran pendidikan tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 3 (tiga)
kurun waktu dapat di simpulkan sebagai berikut:
1. Rendahnya alokasi anggaran pendidikan pertahun.
2. Investasi pendidikan pengaruhnya belum bisa dilihat dalam jangka
pendek.
3. Sistem penganggaran yang kurang demokratis.
4. Rendahnya posisi tawar (Bargaining position) sektor pendidikan
diantara seluruh sektor yang berebut anggaran.
5. Ketidak adilan dan ketidak merataan anggaran pendidikan.
6. Inefisiensi pengalokasian angggaran.
7. Program-program pendidikan yang menjadi target jangka panjang
banyak terbengkelai.
4. Berbagai permasalahan sumber daya manusia Indonesia sebagai bukti
konkret kegagalan sektor pendidikan.
Secara absolut jumlah pengangguran terus meningkat dengan jumlah
diatas 10 juta jiwa pada tahun 2005. Disamping jumlah pengangguran yang
94
besar, kita juga dihadapkan pada fakta bahwa pengangguran tidak hanya
melanda tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah tetapi juga menimpa
tenaga kerja dengan tingkat pendidikan tinggi.
Tabel 4.20
Struktur Pengangguran Menurut Pendidikan Tertinggi Tahun 2002.
No
TingkatPendidikan
Strukturkerja
Strukturkerja
Struktrpekerja
Strukturpekerja
StrukturPengangguranterbuka
Strukturpengangguran terbuka
Juta % Juta % Juta %1 SD dan
SDKebawah
59,05 58,6 55,84 60,9 3,22 35,3
2 SLTP 17,49 17,4 15,34 16,7 2,15 23,53 SMA 12,21 12,4 10,07 11,0 2,14 23,44 SMK 7,21 7,1 6,02 6,6 1,11 12,25 Diploma
/ Akademi2,21 2,2 1,96 2,1 0,25 2,7
6 Universitas 2,69 2,7 2,42 2,6 0,26 2,8Jumlah 100,77 100,0 91,65 100,0 9,13 100,0
Sumber BPS Tahun 2002
Bila kita perhatikan tabel di atas terlihat bahwa pengangguran dengan
tingkat pendidikan tinggi melebihi 0,5 juta orang, sementara tingkat
pendidikan di negara Indonesia ini masih tergolong rendah. Implikasi dari
pengangguran terdidik tidak sederhana dibandingkan dengan dampak dari
pengangguran yang tidak terdidik. Pengangguran terdidik memiliki
ekspetasi dan aspirasi yang relatif tinggi. Selain menimbulkan dampak
ekonomi seperti tidak digunakannya sumber daya secara optimal, juga
memiliki dampak politik dan keamanan.
Permasalahan diatas sebenarnya bukan suatu yang tiba-tiba, melainkan
negara saat ini sedang menuai hasil jangka panjang atas kegagalan
pendidikan. Selama ini pemerintah kurang serius mengurus masalah
95
pendidikan dan sekarang ini negara Indonesia sedang dihadapkan dengan
zaman pemerintahan yang belum mau mengalokasikan anggaran pendidikan
dalam jumlah yang memadai seperti negara-negara maju.
5. Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi Perbandingan
Internasional.
Dari hasil penelitian ini terlihat bagaimana pengeluaran pendidikan
ekonomi negara, pengeluaran pendidikan hanya berperan kecil dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hasil dari penelitian ini
sejalan dengan pendapat dari Ari A Perdana dalam Kompas ( 18 Maret 2005),
yang menyatakkan bahwa peningkatan pengeluaran pendidikan tidak cukup
mampu menjelaskan kinerja pertumbuhan ekonomi.
Kenyataan ini yang muncul di negara-negara berkembang adalah
tingkat pendidikan yang berhasil diraih tidak mampu menjelaskan bagaimana
pertumbuhan ekonomi negara dapat dipacu. Perbandingan tersebut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.21Pertumbuhan Tingkat Sekolah dan Pertumbuhan Ekonomi Lima Benua di Dunia
Tahun 2000 –2005.No Nama Benua Pertumbuhan
tingkat sekolah %pertahun.
Pertumbuhanekonomi %pertahun.
1 Afrika 14 % 2 %2 Asia Timur 4,2 % 2,7 %3 Asia Tenggara 3,8 % 0,5 %4 Asia Selatan 3,9 % 1,3 %5 Asia Barat 7,4 % 2,4 %6 Eropa 5,1 % 3,9 %7 Amerika 6,3 % 3,0 %8 Australia 7,8 % 2,1 %
Sumber : http // Asal Berita. 12Juli 2004. com .id.
96
Dari tabel diatas dapat dilihat bagaimana pertumbuhan tingkat sekolah
dibeberapa benua tidak mampu menerangkan pertumbuhan ekonomi. Hal
tersebut dapat dilihat di benua Afrika, dimana pertumbuhan tingkat sekolah di
benua itu tercatat 14 % per tahun, nyatanya ekonomi negara-negara dibenua
tersebut hanya tumbuh 2 % saja. Dalam kurun waktu yang sama negara-
negara Asia Timur pertumbuhan ekonominya yaitu sekitar 4,2 % dan 2,7 %.
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan mengapa bidang pendidikan tidak
cukup mampu menjelaskan kinerja pertumbuhan.
a. Adanya asumsi penilaian kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan
ekonomi dan pengeluaran kesenjangan adalah pendidikan meningkatkan
produktivitas kerja, jika produktivitas kerja meningkat, maka
pertumbuhan juga meningkat.
b. Asumsi bahwa kenaikan pendidikan secara bersama-sama akan
berpengaruh pada kelompok miskin, maksudnya adalah jika tingkat
pendidikan meningkat penghasilan kelompok miskin juga akan tumbuh
dengan cepat, dan akhirnya pertumbuhan ekonomi juga meningkat.
Masalahnya, asumsi demikian tidak selalu bisa dijadikan patokan, hal
ini terjadi karena manfaat dari pendidikan dalam hal kenaikkan produktivitas
dan penghasilan pekerja hanya berlaku untuk jenis-jenis pekerjaan tersebut.
Akibatnya, kenaikkan pendidikan belum tentu memberikan manfaat terhadap
pertumbuhan dan pemerataan, sebenarnya pendidikan dan kebijakan
pendidikan yang diterapkan pemerintah semua negara termasuk Indonesia
97
ditunjukan untuk kemampuan masyarakat. Namun dari peristiwa yang terjadi
menyebabkan kontribusi positif pendidikan tidak terlalu besar dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, pendidikan bukanlah
satu-satunya alat sehingga pemerintah perlu berhati-hati. Bentuk kehati-hatian
adalah tidak terjebak untuk mengukur peranan pemerintah dari besarnya
alokasi anggaran pendidikan, anggaran memang penting tetapi bukan pada
seberapa besar jumlah anggaran yang dikeluarkan melainkan untuk apa,
anggaran harus dialokasikan pada jalur yang benar.
6. Peran Swasta dalam Pengeluaran Pendidikan untuk meningkatkan
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.
Selama ini peran swasta dalam membiyai pendidikan di Indonesia masih
terkesan pilih kasih hanya sekolah-sekolah yang telah memiliki nama dan
kualitas yang mau di biayai oleh swasta. Hal ini terkait dengan bisnis dan
keuntungan , swasta yang relatif mempunyai modal atau biaya yang berlimpah
tentunya akan lebih memilih menanamkan modal atau dananya untuk
membangun sekolah swasta terkenal daripada sekolah negeri. Hal ini terjadi
karena swasta akan memperoleh keuntungan yang besar karena sekolah yang
di bangun swasta akan di masuki anak-anak dari kalangan menengah keatas
sehingga modal yang ditananam swasta akan bertambah. Namun swasta jarang
atau bahkan belum terlihat perannya sama sekali untuk mengeluarankan
modalnya guna membiayai sekolah negeri atau sekolah lain yang kurang
mendatangkan keuntungan. Dari kenyataan ini dapat di ketahui bahwa dunia
pendidikan di Indonesia belum dianggap sebagai masalah bersama, terbukti
98
dengan adanya peran swasta yang masih pilih-pilih dan menganggap dunia
pendidikan sebagai ajang mencari keuntungan. Bila hal ini terjadi terus
menerus maka sangat wajar bila dunia pendidikan kita tidak berkembangan,
karena hanya sekolah tertentu yang maju.
99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat
disusun kesimpulan sebagai berikut:
1 Pengeluaran pendidikan (X) dalam jangka pendek tidak mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia (Y). Hal ini karena faktor-faktor sebagai berikut:
a. .Investasi pendidikan pengaruhnya belum bisa terlihat dalam waktu jangka
pendek.
Investasi pendidikan terutama dalam usaha peningkatan kuantitas
sumber daya manusia (SDM) merupakan sarana yang strategis dalam upaya
mencapai target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, namun pengaruh
atau output investasi pendidikan baru bisa dilihat 3-5 tahun kemudian.
b. Rendahnya Alokasi Anggaran Pendidikan Pertahun.
Anggaran pendidikan Indonesia dari tahun ketahun belum pernah satu
kalipun melebihi 10 % dari total pengeluaran. Hal ini mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek menjadi terlambat. Dengan
anggaran yang relatif kecil, akan mengakibatkan kemampuan dalam
membiayai program-program pendidikan menjadi terhambat.
c. Sistem penganggaran pendidikan yang kurang demokratis.
Sistem pembiayaan dalam anggaran pendidikan negara Indonesia ini
kurang bahkan tidak memperhitungkan keadilan bagi semua lapisan
100
masyarakat. Anggaran pendidikan per tahun yang relatif kecil dirasa kurang
mencapai sasaran, karena sistem penganggaran negara Indonesia belum
memperhitungkan kemampuan ekonomi masyarakat yang majemuk.
Anggaran pendidikan lebih memihak pada sebagian kecil masyarakat saja.
2. Pengeluaran Pendidikan (X) dalam jangka menengah tidak mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia (Y). Hal ini terjadi karena faktor-faktor, sebagai
berikut:
a. Rendahnya posisi tawar (Bargaining position) sektor pendidikan diantara
seluruh sektor yang berebut anggaran.
Rendahnya posisi tawar sektor pendidikan ketika berebut anggaran
disebabkan investasi dalam bidang pendidikan kurang efektif dalam
mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka
dekat. Sektor lain seperti pariwisata, pertanian dan industri mempunyai posisi
kuat dalam tawar menawar anggaran dikarenakan mempunyai sumbangan
terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih cepat
dibandingkan sektor pendidikan.
b. Ketidakadilan dan ketidakmerataan anggaran pendidikan.
Kenyataan bahwa anggaran yang dimiliki sektor pendidikan kecil
sehingga tidak cukup untuk membiayai program yang ada, diperparah dengan
pengalokasian anggaran yang tidak adil dan merata. Akibat dari ketidak
adilan dan ketidak merataan anggaran pendidikan, maka perannya sebagai
sektor pendorong pertumbuhan ekonomi relatif kecil. Ketidak adilan dalam
101
anggaran pendidikan terlihat dari rencana strategis Indonesia dalam
pendidikan.
3. Pengeluaran Pendidikan (X) dalam jangka panjang tidak mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia (Y). Hal ini terjadi karena faktor-faktor, sebagai
berikut:
a. Inefisiensi pengalokasian anggaran.
Selama ini anggaran pendidikan negara Indonesia yang terbatas, banyak
menguap sia-sia karena dialokasikan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
Banyaknya gedung-gedung sekolah dasar yang roboh dan tidak layak,
banyaknya anak usia wajib belajar yang tidak sekolah menjadi bukti bahwa
sampai saat ini bangsa Indonesia belum mampu membuat skala prioritas
dengan baik.
b. Program-program pendidikan yang menjadi target jangka panjang banyak
yang terbengkelai.
Program pendidikan yang menjadi target jangka pnajang banyak yang
memenuhi kegagalan program tersebut, maka peran sektor pendidikan dalam
usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan terlihat.
Beberapa program yang mengalami kegagalan misalnya program pendidikan
dasar 9 tahun dan penyusunan kurikulum berbasis kompetensi.
4. Masalah sumber daya manusia sebagai bukti kongkrit kegagalan sektor pendidikan
adalah jumlah pengangguran yang terus meningkat dengan jumlah yang terus
meningkat dengan jumlah diatas 10 juta jiwa pada tahun 2005. Disamping jumlah
102
pengangguran yang besar, bangsa ini juga dihadapkan pada faktor bahwa
pengangguran tidak hanya melanda tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah
tetapi pada tingkat pendidikan tinggi. Bahkan pengangguran dengan tingkat
pendidikan tinggi telah melebihi angka 0,5 juta orang.
B. Saran
Terkait dengan berbagai masalah yang ditemukan dalam penelitian ini, maka
penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Pemerintah.
a. Pemerintah diharapkan mempunyai komitmen yang jelas mengenai kebijakan
pendidikan yang lebih konsisten dan sekaligus dapat mewujudkan demokrasi
pendidikan yang harus didukung oleh sistem pembiayaan yang demokratis
dan berkeadilan.
b. Pemerintah diharapkan meningkatkan nilai anggaran sampai menimal 20%
dari total pengeluaran. Hal ini juga perlu di dukung dengan penganggaran
yang berorientasi pada efisiensi dan efektivitas anggaran, penyusunan
anggaran terpadu yang tidak lagi mengenal anggaran pembangunan dan
anggaran rutin oleh pemerintah perlu di dukung.
c. Pemerintah di harapkan menerapkan disiplin anggaran yang di lakukan secara
ketat sehingga masalah alokasi dana yang tidak sesuai target dapat dihindari.
Dengan kata lain pemerintah harus mampu membuat skala prioritas dan
menentukkan program utama agar sasaran yang telah ditetapkan dapat
tercapai.
103
d. Pemerintah diharapkan berhati-hati, agar tidak terjebak untuk mengukur
peranan pemerintah dari besar atau kecilnya anggaran. Hal yang perlu
dilakukan adalah bercermin kepada peristiwa-peristiwa di beberapa negara
yang terpatok pada besar nilai anggaran. Aggaran memang penting tetapi
untuk apa anggaran itu dipakai, bukan seberapa besar jumlah anggaran yang
dikeluarkan oleh pemerintah.
2. Swasta
a. Bagi pihak swasta hendaknya lebih merata dalam mengeluarankan atau
menanamkan modalnya di dunia pendidikan, tidak perlu pilih kasih agar
pendidikan di Indonesia dapat maju dan dapat merata mengenyam
pendidikan.
Pemerintah hendaknya lebih serius dalam menangani dunia pendidikan, biaya
jangan hanya untuk sekolah terkenal saja.
3. Masyarakat.
a. Hendaknya masyarakat lebih kritis dan jeli dalam mengawasi kinerja
pemerintah terutama dalam pengalokasian anggaran. Hal ini perlu
dilakukan agar anggaran pendidikan yang jumlahnya kecil tidak banyak
menguap sia-sia.
b. Masyarakat perlu mendukung program-program pemrintah agar dapat
terealisasi secara benar sesuai tujuan yang dapat mencerdaskan dan
mensejahterakan generasi penerus bangsa untuk melanjutkan pembangunan
bangsa Indonesia yang lebih baik dan maju.
104
4. Peneliti selanjutnya.
Untuk penelitian selanjutnya penulis mengharapkan supaya para peneliti
dalam penelitaian lebih cermat dan teliti terutama tentang pertumbuhan
ekonomi sehingga dapat mengungkapkan realita yang ada untuk membantu
pemerintah membenahi keadaan demi kemajuan pembangunan bangsa yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2002 Paradikma Baru Pendidikan Nasional Rekontruksi danDemokratisas Jakarta, Kompas Media Nusantara.
Arsyad, Lincolin. 1988. Ekonomi Pembangunan edisi 2 (kedua), Yogyakarta,STIE YKPN.
Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan edisi 4 (empat), Yogyakarta,STIE YKPN.
Amich, 2005. “Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi,” Kompas 3 Mei.Yogyakarta.
A Perdana, Ari,” Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan”, Jum’at 18Maret Kompas, Yogyakarta.
Aptik, 1990. Pengantar Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Budiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta, PT. GramediaPustaka Utama.
Djojohadikusumo,1987. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar TeoriEkonomi Pertumbuhan Dan Ekonomi PembangunanYogyakarta,LP 3 ES.
Echols dan Shadily. 2000, Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. GramediaPustaka Utama.
Ismawan, Bambang, 2002.”Ekonomi Rakyat Membenahi Pendidikan Nasional”Makalah dipresentasikan Untuk Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat,No.1, 22 Januari 2002, Jakarta.
Irawan, Suparmoko, 1979. Ekonomi Pembangunan edisi 3 (ketiga), Yogyakarta,BPFE UGM.
Iman, Ghosali. 2001, Aplikasi Multivariata Dengan Program SPSS. BadanPenerbit Universitas Dipenonegoro, Semarang.
Jhingan, M,L. 1990, Ekonomi Pembangunan dan Perencanan, Jakarta, JarawaliPers.
Mankiw, Gregory. 1968. Teori Ekonomi Makro, Jakarta: Balai Pustaka.
Noporin, 1985. Ekonomi Moneter edisi kedua, BPFE, Yogyakarta.
Pratikraya, A. 1993. Seri Kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Jakarta: Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Santoso, Singgih. 2000. Mengolah Data Statistik Secara Profesional, Jakarta:Efek Media Komputindo.
Sidney, S.1997. Statistik Non Parametrik, Gramedia. Jakarta.
Sindhunata. 2000. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Yogyakarta: PenerbitKanisius.
Sudjana. 1996. Teknik Analisa Regresi Dan Korelasi. Bandung , Tarsito.
Subagyo, Pangestu dan Djarwanto. 1996. Statistik Deskritif, Yogyakarta: PenerbitFakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada
.Sugiono. 2003. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. ALVABETA.
Suharsih, 2004. “Pelestarian Lingkungan Hidup Dalam Upaya PeningkatanKesejahteraan Manusia”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 8, No. 2,Juni 2004, hal. 19.
Suharsimi, Arikunto. 1990. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukirno, Sadono. 2001. Pengantar Teori Mikroekonomi (Edisi Kedua). Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Supriyoko, Ki. 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Luhur Taman Siswa,Yogyakarta.
Todaro, P. Michael, 1989. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga edisi 3( ketiga jilid 1). Jakarta, Erlangga.
Todaro, P. Michael, 2004. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga edisi 8( kedelapan). Jakarta, Erlangga.
Wiryatnaya. 2005. ”Upaya Konkret Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia DalamPersepektif Humanisme Dan Kemadanian”. Cakrawala Volume 2, No. 2,April 2005: 135-157.
World Bank. 2002. “Liberalisme Ekonomi, Ketimpangan Regional danPemberdayaan Masyarakat Miskin”. Jurnal Ekonomi Pembangunan,Vol. 8, No. 2, Juni 2004, hal. 86.
UNDP, 2003. “United Nations Development Programme dalam Laporan HumanDevelopment Report”. www.Google.Com.
http://Asal Berita. 12 Juli 2004. com. Id.
Recommended