View
195
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
atresia bilier
Citation preview
ATRESIA BILIER
(A. Dhini Alfiandari, Baharaini, Luthfi Attamimi)
I. PENDAHULUAN
Atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau
keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran
empedu. Hal ini terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga
menyebabkan hambatan aliran empedu.1,2,3
Kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kolestasis yang harus
segera mendapat terapi bedah bahkan transplantasi hati pada kebanyakan bayi
baru lahir. Jika tidak segera dibedah, maka sirosis bilier sekunder dapat terjadi.
Pasien dengan Atresia Bilier dapat dibagi menjadi 2 kelompok yakni, Atresia
Bilier terisolasi (Tipe perinatal) yang terjadi pada 65-60% pasien, namun menurut
Hassan dan William, presentasenya dapat mencapai 85-90% pasien (bukti atresia
diketahui pada minggu ke 2-8 pasca lahir), dan pasien yang mengalami situs
inversus atau polysplenia/asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lainnya
(Tipe Janin), yang terjadi pada 10-35% kasus (bukti atresia diketahui < 2 minggu
pasca lahir). Atresia Bilier adalah alasan paling umum untuk transplantasi hati
pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat.1,2,4,7
1
Gambar 1: Atresia Biliaris2
Kelainan patologi sistem bilier ekstrahepatik berbeda-beda pada setiap
pasien. Namun jika disederhanakan, maka kelainan patologis itu dapat
diklasifikasikan berdasarkan lokasi atresia yang sering ditemukan:(1)
- Tipe 1: terjadi atresia pada ductus choledocus
- Tipe II: terjadi atresia pada ductus hepaticus communis, dengan stuktur
kistik ditemukan pada porta hepatis
- Type III (ditemukan pada >90% pasien): terjadi atresia pada ductus
hepaticus dextra dan sinistra hingga setinggi porta hepatis.
Varian-varian di atas tidak boleh disamakan dengan hipoplasia bilier
intrahepatis yang tidak dapat dikoreksi meskipun dengan pembedahan sekali pun.2
II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian dari Atresia Bilier (AB) di USA sekitar 1:15.000 kelahiran,
dan didominasi oleh pasien berjenis kelamin wanita.7 Dan didunia angka kejadian
Atresia Bilier tertinggi di Asia, dengan perbandingan bayi-bayi di negara Cina
lebih banyak dibandingkan Bayi di Negara Jepang.2
2
Dari segi gender, Atresia Bilier lebih sering ditemukan pada anak
perempuan. Dan dari segi usia, lebih sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir
dengan rentang usia kurang dari 8 minggu.2 Insidens tinggi juga ditemukan pada
pasien dengan ras kulit hitam yang dapat mencapai 2 kali lipat insidens bayi ras
kulit putih.2,7
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier
377 (34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin defisiensi 189
(17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus
koledokus 34 (3,1%).8
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun
1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal
kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus
koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1
(1,04%).8
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KANTUNG DAN SALURAN EMPEDU
Sistem bilier ekstrahepatik dibentuk oleh:
1. Vesica Fellea
Adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50
ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Panjang
kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap yang
disebabkan warna cairan empedu yang dikandungnya. Terdiri atas fundus,
corpus dan collum.5
3
- Fundus vesica fellea berproyeksi didepan dinding abdomen terdapat
pada perpotongan dari arcus costalis dextra (cartilago ke-9)
dilateralnya ada m. rectus abdominis dextra atau linea mediana
dextra.
- Corpus-nya berhubungan dengan facies visceralis hepar.
- Collum akan melanjutkan diri sebagai ductus cysticus, juga memiliki
tonjolan seperti kantung yang disebut Hartmann’s pouch. Ductus
cysticus kemudian akan bertemu dengan ductus hepaticus
communis.5
2. Ductus Cysticus
Ductus Cysticus merupakan lanjutan dari vesica fellea, terletak
pada porta hepatis. Panjangnya kira-kira 3 – 4 cm. Pada porta hepatis
ductus cysticus mulai dari collum vesicae fellea, kemudian berjalan ke
postero-caudal di sebelah kiri collum vesicae fellea. Lalu bersatu dengan
ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus.5
Mucosa ductus ini berlipat-lipat terdiri dari 3 – 12 lipatan,
berbentuk spiral yang pada penampang longitudional terlihat sebagai
valvula, disebut valvula spiralis [Heisteri]. 5
3. Ductus Hepaticus
Ductus hepaticus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister
bersatu membentuk ductus hepaticus communis pada porta hepatis dekat
pada processus papillaris lobus caudatus. Panjang ductus hepaticus
communis kurang lebih 3 cm. Terletak di sebelah ventral a.hepatica
4
propria dexter dan ramus dexter vena portae. Bersatu dengan ductus
cysticus menjadi ductus choledochus. 5
4. Ductus Choledochus
Ductus Choledocus mempunyai panjang kira-kira 7 cm, dibentuk
oleh persatuan ductus cysticus dengan ductus hepaticus communis pada
porta hepatis. Di dalam perjalanannya dapat di bagi menjadi tiga bagian,
sebagai berikut : 5
1. Bagian yang terletak pada tepi bebas ligamentum hepatoduodenale,
sedikit di sebelah dextro-anterior a.hepatica communis dan vena
portae;
2. Bagian yang berada di sebelah dorsal pars superior duodeni, berada di
luar lig.hepatoduodenale, berjalan sejajar dengan vena portae, dan
tetap di sebelah dexter vena portae ;
3. Bagian caudal yang terletak di bagian dorsal caput pancreatik, di
sebelah ventral vena renalis sinister dan vena cava inferior. Pada caput
pancreatik ductus choledochus bersatu dengan ductus pancreaticus
Wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding
posterior pars descendens duodeni membentuk suatu tonjolan ke
dalam lumen, disebut papilla duodeni major.
5
6
Gambar 2. Anatomi dari Kantung empedu, Vesica biliaris17
Fungsi Vesica Fellea
1. Menyimpan empedu.
Dalam keadaan normal, musculus sphincter ductus choleidochi dan
muskulus sphincter ampula berkontraksi sehingga empedu yang disekresi
dari hepar secara terus-menerus akan mengalami refluks atau masuk ke
dalam kandung empedu melalui ductus cysticus.5
2. Konsentrasi empedu.
Kandung empedu melakukan konsentrasi cairan empedu dengan cara
menyerap cairan dan elektrolit melalui mukosanya.5
3. Mekanisme kontrol.
7
Pengeluaran cairan empedu dikontrol oleh cholecystokinin. Masuknya
lemak ke dalam mucosa duodenum. Hormon ini akan merangsang kontraksi
otot dari dinding kantung empedu. Peningkatan tekanan ini akan
menyebabkan terbukanya sphincter ductus choledochus disamping juga
karena adanya penurunan tonus otot sphincter karena aktivitas nervus vagus,
sehingga cairan empedu akan masuk ke duodenum.5
IV. ETIOLOGI
Etiologi dari .Atresia Bilier belum diketahui secara pasti, cukup banyak
spekulasi mengenai hal tersebut. Teori dasar yang berkembang adalah kesalahan
embryogenik yang menetap pada oklusi bilier cabang ekstrahepatik, namun
terbantahkan dengan tidak adanya penyakit kuning pada kelahiran, dan bukti
histologis saluran bilier paten yang semakin menghilang selama bulan-bulan
pertama kehidupan. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan,
yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17,18 dan 21; serta
terdapatnya anomali organ pada 10 – 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian
besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang
merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.7
Ada 2 tipe Atresia Bilier yakni bentuk "janin", yang muncul segera setelah
lahir dan biasanya memiliki kongenital anomali pada organ lainnya seperti pada
hati, limpa, dan usus, dan bentuk "perinatal", terlihat ikterik beberapa minggu
setelah kelahiran yang lebih khas dan akan jelas terlihat pada minggu kedua
sampai keempat pasca kelahiran.1,3
8
Atresia bilier bukanlah penyakit keturunan. Hal ini dibuktikan dengan
adanya kasus bayi lahir kembar identik dengan hanya satu anak yang memiliki
penyakit ini. Atresia bilier paling mungkin disebabkan oleh suatu peristiwa yang
terjadi selama hidup janin atau sekitar waktu kelahiran. Kemungkinan untuk
"memicu" hal tersebut bisa saja salah satu atau kombinasi dari faktor-faktor
berikut: 1
- infeksi virus atau bakteri, implikasi reovirus
- masalah dengan sistem kekebalan tubuh
- komponen abnormal empedu
- kesalahan dalam perkembangan hati dan saluran empedu
V. KLASIFIKASI ATRESIA BILIER
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
Klasifikasi Penjelasan Gambar
I Atresia (sebagian atau
total) duktus bilier
komunis, segmen
proksimal paten.
9
IIa Obliterasi duktus hepatikus
komunis (duktus bilier
komunis, duktus cystikus,
dan kandung empedu
semuanya normal)
IIb Obliterasi duktus
bilierkomunis, duktus
hepatikus komunis, duktus
cystikus. Kandung empedu
normal.
III Semua sistem duktus bilier
ekstrahepatik mengalami
obliterasi, sampai ke hilus.
Gambar 3: Gambaran klasifikasi Atresia Bilier menurut Kasai.
10
VI. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Atresia bilier juga belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan
gambaran histopatologik, diketahui bahwa atresia bilier terjadi karena proses
inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan duktus bilier ekstrahepatik
mengalami kerusakan secara progresif. Pada keadaan lanjut proses inflamasi
menyebar ke duktus bilier intrahepatik, sehingga akan mengalami kerusakan yang
progresif pula. Meskipun gambaran histopatologik atresia bilier sudah dipelajari
secara ekstensif dalam specimen bedah yang telah dieksisi dari system bilier
ekstrahepatik bayi yang telah mengalami portoenterostomy, namun pathogenesis
kelainan ini masih belum sepenuhnya dipahami. 2,5
Hasil penelitian terbaru telah mempostulasikan malformasi kongenital pada
sistem ductus bilier sebagai penyebabnya. Tapi bagaimana pun juga kebanyakan
bayi baru lahir dengan Atresia Bilier, ditemukan lesi inflamasi progresif yang
menandakan telah terjadi suatu infeksi dan/atau gangguan agen toksik yang
mengakibatkan terputusnya duktus biliaris.2
Pada tipe III, varian histopatologis yang sering ditemukan, sisa jaringan
fibrosis mengakibatkan sumbatan total pada sekurang-kurangnya satu bagian
sistem bilier ekstrahepatik. Duktus intrahepatik, yang memanjang hingga ke porta
hepatis, pada awalnya paten hingga beberapa minggu pertama kehidupan tetapi
dapat rusak secara progresif oleh karena serangan agen yang sama dengan yang
merusak ductus ekstrahepatik maupun akibat efek racun empedu yang tertahan
lama dalam ductus ekstrahepatik.2
11
Peradangan aktif dan progresif yang terjadi pada pengrusakan sistem bilier
dalam penyakit Atresia Bilier merupakan suatu lesi dapatan yang tidak melibatkan
satu faktor etiologik saja. Namun agen infeksius dianggap lebih memungkinkan
menjadi penyebab utamanya, terutama pada kelainan atresia yang terisolasi.
Beberapa penelitian terbaru telah mengidentifikasi peningkatan titer antibodi
terhadap retrovirus tipe 3 pada pasien - pasien yang mengalami atresia.
Peningkatan itu terjadi pula pada rotavirus dan sitomegalovirus.2
VII. DIAGNOSIS
A. GAMBARAN KLINIS
- Anamnesis
Gambaran klinis bayi yang mengalami Atresia Bilier sangat mirip
dengan kolestasis, tanpa dilihat dari etiologinya . Gejala utamanya
antara lain ikterus yang bisa muncul segera atau beberapa minggu
setelah lahir, urin yang menyerupai teh pekat dan feses warna
dempul. Pada kebanyakan kasus, Atresia Bilier ditemukan pada
bayi yang aterm, meskipun insidens yang lebih tinggi lagi
ditemukan pada yang BBLR (bayi berat lahir rendah). Pada
kebanyakan kasus, feses akolik tidak ditemukan pada minggu
pertama kehidupan. Tapi beberapa minggu setelahnya. Nafsu
makan, pertumbuhan dan pertambahan berat badan biasanya
normal.2,4,9
- Pemeriksaan Fisis
12
Pemeriksaan fisik tidak dapat mengidentifikasi semua kasus
Atresia Bilier. Tidak ada temuan patognomonik yang dapat
digunakan untuk mendiagnosisnya. Beberapa tanda klinis yang
dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik Atresia Bilier, antara lain:2
- Hepatomegali dapat ditemukan lebih dahulu pada palpasi
abdomen. Splenomegali juga dapat ditemukan, dan apabila
sudah ada splenomegali, maka kita dapat mencurigai telah
terjadi sirosis dengan hipertensi portal.
- Ikterus yang memanjang pada neonatus, lebih dari 2 minggu
- Pada pasien dengan sindrom asplenia, dapat ditemukan garis
tengah hepar pada palpasi di area epigastrium.
- Ada kemungkinan terjadi kelainan kongenital lain seperti
penyakit jantung bawaan, terutama apabila ditemukan bising
jantung pada pemeriksaan auskultasi. 2,4,9,18
B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Serum bilirubin (total dan direk): hiperbilirubinemia terkonjugasi,
didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin terkonjugasi lebih dari 2
mg/dL atau lebih dari 20% total bilirubin.2,4,10
Bayi dengan Atresia Bilier menunjukkan peningkatan moderat
pada bilirubin total, yang biasanya antara 6-12 mg/dl, dengan fraksi
terkonjugasi mencapai 50-60% dari total bilirubin serum.2
13
Memeriksa kadar alkaline phosphatase (AP), 5' nucleotidase,
gamma-glutamyl transpeptidase (GGTP), serum aminotransferases
dan serum asam empedu.2,3,4
Pada semua tes ini, terjadi peningkatan baik dalam hal sensitivitas
maupun spesifitas. Sayangnya, tidak ada satu pun pemeriksaan
biokimia yang dapat membedakan secara akurat antara Atresia Bilier
dengan penyebab kolestasis lain pada neonatus.2
Sebagai tambahan terhadap hiperbilirubinemia terkonjugasi
(temuan universal terhadap semua bentuk kolestasis neonatus),
abnormalitas pemeriksaan enzim termasuk peningkatan level AP.
Pada bebrapa kasus, peningkatan AP akibat sumber skeletal dapat
dibedakan dengan yang berasal dari hepar dengan menghitung fraksi
spesifik hati, 5` nucleotidase.2
GGTP merupakan protein membrane integral pada kanalikuli
bilier dan mengalami peningkatan pada kondisi kolestasis. Kadar
GGTP berhubungan erat dengan kadar AP dan mengalami
peningkatan pada semua kondisi yang berkaitan dengan obstruksi
bilier. Tapi bagaimana pun juga terkadang kadar GGTP normal pada
beberapa bentuk kolestasis akibat kerusakan hepatoseluler.2
Kadar aminotransferase tidak terlalu menolong dalam
menegakkan diagnosis secara khusus, meskipun peningkatan kadar
alanine transferase (>800 IU/L) mengindikasikan kerusakan
14
hepatoseluler yang signifikan dan lebih konsisten pada kondisi
sindrom hepatitis neonatus.2,4
C. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
- Ultrasonography / Color Doppler Ultrasonography
Sindrom kolestasis neonatus dapat dibedakan dengan
anomali sistem bilier ekstrahepatik dengan menggunakan US,
terutama kista koledokal. Saat ini, diagnosis kista koledokal harus
dibuat dengan menggunakan US fetal in utero.2,4,10
Pada Atresia Bilier, US dapat menunjukkan ketiadaan
kantung empedu dan tidak berdilatasinya jalur bilier. Sayangnya,
sensitifitas dan spesifisitas temuan ini, bahkan untuk di pusat
pemeriksaan yang berpengalaman, tidak mencapai 80%. Karena
alasan ini, US dianggap tidak menunjang untuk mengevaluasi
Atresia Bilier.2
Gambar 4. Color Doppler US images in a 32-day-old girl with BA. (a) The presence of hepatic arterial flow (arrow) extended to the hepatic surface. (b) An arterial waveform
was seen in the enlarged vessel at the hepatic surface.11
15
Gambar 5. Tampak bayangan echo inhomogen pada tekstur hepar, dan dinding yang jelas pada common bile duct (CBD) (panah)12
Gambar 6: Atresia biliaris dan kista sentral. Sonogram oblique yang menggambarkan atresia biliaris dan kista sentral besar pada porta hepatis. 12
- Hepatobiliary scintiscanning (HSS)
Hepatobiliary scintigraphy selama beberapa tahun
digunakan sebagai modalitas untuk mendiagnosis atresia bilier.13
Sensitivitas dari scintigraphy untuk mendiagnosis Atresia bilier
terlihat cukup tinggi dari 2 retrospektif (83% sampai 100%),
16
dengan secara nyata pasien yang terkena tidak menunjukkan
eksresi. Akan tetapi spesifitas dari modalitas in sedikit berkurang
yakni sekitar 33% sampai 80%.10
Jika ekskresi dari radiotracer terlihat/keluar dari diagnosis
atresia bilier dapat dikeluarkan. Namun jika radiotracer tidak
terlihat dalam 24 jam ataupun setelahnya (seperti gambar dibawah
ini), dapat dicurigai atresia bilier.13
- Magnetic Resonance Cholangiography (MRC)
MRCP adalah modalitas pencitraan sangat handal invasif
untuk diagnosis atresia bilier Saluran empedu extrahepatic
termasuk kandung empedu, saluran kistik, saluran empedu umum,
dan saluran hepatik umum divisualisasikan. Saluran empedu
17
Gambar 7 : HSS pada pasien dengan Atresia Bilier yang menunjukkan tidak adanya ekskresi marker ke usus dalam 24 jam.14
extrahepatic, kecuali kandung empedu, tidak digambarkan. MRCP
memiliki akurasi 98%, sensitivitas 100% dan spesifisitas 96%,
untuk diagnosis atresia bilier sebagai penyebab ikterus kolestasi.15
Gambar 8. Perempuan 14 tahun dengan Atresia bilier dan transplantasi hepar. Gambaran intensitas maksimum pada Magnetic resonance cholangiography memperlihatkan batu
bilier (panah) pada proksimal dari duktus hepatikus kiri.15
18
Gambar 9. Pada Atresia Bilier tipe 1, pada MRC (A) tampak ductuli intrahepatic yang hipoplastic (white arrows), yang dapat terlihat pada cholangiography.16
Gambar 10. Anak laki-laki berusia 1 tahun dengan atresia bilier dan menolak untuk tindakan operasi. Gambaran intensitas maksimum pada magnetic resonance
cholangiography (MRC) tampak dilatasi dari duktus hepatis kiri (*) dan kanan (#) dengan tidak tampak duktus biliaris 15
Gambar 11: Tanda panah pada gambar menunjukkan area triangular MRC yang memiliki intensitesa tinggi namun tidak menunjukkan adanya sistem duktus ekstrahepatik pada
bayi baru lahir.13
19
Gambar 12. Magnetic resonance cholangiography shows grade II periportal thickening in 57-day-old girl with biliary atresia. 16
- Cholangiography Intraoperatif
Pemeriksaan ini secara definitif dapat menunjukan kelainan
anatomis traktus biliaris. Kolangiografi intraoperatif dilakukan
ketika biopsi hati menunjukkan adanya etiologi obstruktif.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode memasukkan kontras ke
dalam saluran empedu lalu kemudian difoto X-Ray ketika
laparotomi eksploratif dilaksanakan. Pemeriksaan ini dilakukan
ketika pemeriksaan biopsi dan scintiscan gagal menunjukkan hasil
yang adekuat.2,10
20
Gambar 13. Kolangiogram intraoperatif menggambarkan pengisian kista dan dilatasi sedang duktus intrahepatis tapi tidak ada hubungan langsung ke duodenum.13
D. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGIS
- Biopsi hati perkutaneus
Biopsi perkutaneus hati diketahui sebagai teknik
paling terpercaya dalam mengevaluasi kolestasis neonatus.
Tingkat morbiditasnya rendah pada pasien yang tidak
mengalami koagulopati. Ketika diperiksa oleh patolog yang
berpengalaman, suatu spesimen biopsi yang adekuat, dapat
membedakan penyebab kolestasis akibat gangguan
obstruksi dengan hepatoseluler, dengan tingkat sensivisitas
dan spesifisitas mencapai 90% untuk Atresia Bilier.2,4
21
Gambar 14. Photomicrograph reveals dilated hepatic arteries (arrowhead) in the hepatic subcapsular area. (Trichrome stain; original magnification,_100.).11
Pada beberapa kondisi kolestasis, termasuk Atresia Bilier,
dapat menunjukan perubahan pola histolpatologis. Sehingga perlu
dilakukan biopsi serial dengan interval 2 minggu untuk mencapai
diagnosis yang definitif. 2
- Temuan Histologis
Meskipun ada yang fakta yang menyebutkan bahwa Atresia
Bilier dapat terjadi karena faktor ontogenik dan dapatan, namun
tidak ada temuan histologis kualitatif yang dapat menunjukkan
karakteristik perbedaan keduanya. Spesimen bedah menunjukkan
spektrum abnormalitas, termasuk inflamasi aktif yang disertai
degenerasi duktus biliaris, suatu reaksi inflamasi kronik yang
disertai proliferasi elemen duktus dan glandular serta fibrosis.
22
Progresifitas kelainan ini dapat dikonfirmasi melalui gambaran
histologisnya.2,4
Gambar 15: The pathological examination shows hepatocanalicular and ductular cholestasis and inflammatory reaction around cystic bile duct.20
Bukti adanya obstuksi pada traktus biliaris menentukan
apakah bayi membutuhkan laparatomi eksplorasi dan kolangiografi
intraoperatif. Proliferasi portal duktus biliaris, pengisian empedu,
fibrosis portal-portal dan reaksi inflamasi akut merupakan
karakteristik temuan penyebab obstruksi pada kolestasis
neonatus.2,4
Pewarnaan Periodic Acid-Schiff (PAS) pada jaringan biopsi
dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis defisiensi
alpha1-antitrypsin dengan adanya temuan intraseluar berupa
granul-granul PAS-positif yang resisten terhadap pecernaan oleh
diastase.2,11
23
E. DIAGNOSIS BANDING
NEONATAL HEPATITIS
Dari neonatal Hepatitis didapatkan gambaran: Echogenecity dari hepar
dan peningkatan ukuran namun dapat juga normal. Duktus biliaris dan
gallbladder tampak normal, mungkin saja gallbladder dapat menjadi kecil
ketika fungsi dari sel-sel hepar menurun bahkan menghilang.17
`
Gambar 16 : (A) Magnetic Resonance Cholangiography (MRC) yang memperlihatkan grade II penebalan pertportal pada bayi perempuan berusia 57 hari dengan Atresia Bilier.
(B) Magnetic Resonance Cholangiography (MRC) yang memperlihatkan grade I penebalan pertportal pada bayi perempuan berusia 63 hari dengan neonatal hepatitis16
F. PENATALAKSANAAN
- Konsultasi
Evaluasi kolestasis neonatal dapat dilakukan di pelayanan kesehatan
primer dengan bergantung pada rehabilitasi temuan laboratorium. Tes non-
bedah dan eksplorasi bedah lainnya hanya dapat dilakukan di pusat
24
pelayanan kesehatan yang berpengalaman menangani kelainan seperti ini.
Dokter umum tidak boleh menunda diagnosis atresia bilier. Bila ditemukan
bayi yang dicurigai menderita icterus obstruktif, maka haus segera di rujuk
ke dokter subspesialis.2
- Terapi Bedah
Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
atresia bilier hasilnya meragukan, maka Fitzgerald menganjurkan
laparatomi eksplorasi pada keadaan sebagai berikut:
Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direk> 4 mg/dl atau terus
meningkat, meskipun telah diberikan fenobarbital atau telah dilakukan
uji prednison selama 5 hari.
Gamma-GT meningkat > 5 kali (normal
Tidak ada defisiensi alfa-1 antitripsin
Pada sintigrafi hepatobilier tidak ditemukan ekskresi ke usus.
Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan, maka segera dilakukan
intervensi bedah portoenterostomi terhadap atresia bilier yang correctable
yaitu tipe I dan II. Pada atresia bilier yang non-correctable terlebih dahulu
dilakukan laparatomi eksplorasi untuk menentukan patensi duktus bilier
yang ada di daerah hilus hati dengan bantuan frozen section. Bila masih
ada duktus bilier yang paten, maka dilakukan operasi Kasai. Tetapi
meskipun tidak ada duktus bilier yang paten, tetap dikerjakan operasi
Kasai dengan tujuan untuk menyelamatkan penderita (tujuan jangka
pendek) dan bila mungkin untuk persiapan transplantasi hati (tujuan
25
jangka panjang). Ada peneliti yang menyatakan adanya kasus-kasus atresia
bilier tipe III dengan keberhasilan hidup > 10 tahun setelah menjalani
operasi Kasai. 3,19
Di negara maju dilakukan transplantasi hati terhadap penderita:
- Atresia bilier tipe III
- Yang telah mengalami sirosis
- Kualitas hidup buruk, dengan proses tumbuh kembang yang sangat
terhambat
- Pasca operasi portoenterostomi yang tidak berhasil memperbaiki
aliran empedu.3,19
Gambar 17. Type 4: hepatic portoenterostomy (Kasai’s procedure). 3
G. PROGNOSIS
Sebelum ditemukan transplantasi hati sebagai terapi pilihan pada anak
dengan penyakit hati stadium akhir, angka kelangsungan hidup jangka panjang
pada anak penderita Atresia Bilier yang telah mengalami portoenterostomy
26
adalah 47-60% dalam 5 tahun dan 25-35% dalam 10 tahun. Keberhasilan
operasi portoenteromtomy dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain :
- Umur pada waktu dioperasi, lebih awal lebih baik. Bila operasi
dilakukan pada usia <8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%,
sedangkan bila operasi dilakukan pada usia >8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 34,43%
- Gambaran anatomi duktus biliaris ekstra hepatik
- Ukuran duktus biliaris daerah ekstra hepatik
- Ada tidaknya cirrhosis hepatis
- Adanya kolangitis
- Kemungkinan dapat dilakukannya transplantasi hati
Sepertiga dari semua pasien yang telah melakukan operasi
portoenterotomy , mengalami gangguan aliran empedu setelah mendapat terapi
bedah, sehingga anak-anak ini terpaksa menderita komplikasi sirosis hepatis
pada beberapa tahun pertama kehidupan mereka meskipun transplantasi hati
sudah dilakukan. Komplikasi yang dapat terjadi setelah portoenterostomi
antara lain kolangitis (50%) dan hipertensi portal (>60%).2
27
Recommended