View
216
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
DIABETES MELLITUS
A. PENGERTIAN
Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani diabainein, "tembus" atau
"pancuran air", dan kata Latin mellitus, "rasa manis") yang umum dikenal
sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia
(peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama
setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (A, Silvia
Prince, 2005)
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit
kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya
gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak
mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. (A, Silvia
Prince, 2005)
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang
bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan
insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin
berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah. (Syaifuddin, H, 2006)
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Suddarth, Brunner, 2002)
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM). Dahulu dikenal
dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada
pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan
mempertahankan hidup.
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM). Dahulu
dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD), terbagi dua yaitu :
- Non obesitas
- Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas,
tetapi biasanya karena resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
3. Diabetes mellitus tipe lain
Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan
hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,
kelainan genetik dan lain-lain.
Obat-obat yang dapat menyebabkan hiperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM/diabetes selama kehamilan) karena
intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam
NIDDM. Pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon
pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon
ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
(Suddarth, Brunner, 2002)
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta
penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk terjadinya diabetes tipa II dibandingkan dengan golongan
Afro-Amerika). (Suddarth, Brunner, 2002)
Patofisiologi
1. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pan-kreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiper-glikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlabihan
diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan dieresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolis -me protein
dan lemak yang menyebabkan penu-runan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan seera makan (Polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kele-mahan.
2. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang
berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insuliin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mence -gah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini ter-jadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi
pe-ningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II.
Pathway
Defisiensi Insulin
glukagon↑ pemakaian glukosa oleh sel
glukoneogenesis hiperglikemia
lemak protein glycosuria
ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis
ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi
↓ pH Hemokonsentrasi
Asidosis Trombosis
Aterosklerosis
(Suddarth, Brunner, 2002)
Mual muntah
Ggn Nutrisi Kurang dari kebutuhan Koma
Kematian
Makrovaskuler Mikrovaskuler
Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Miokard Infark Stroke Gangren
Retinopati diabetik
Ggn. Penglihatan Gagal Ginjal
Resiko cidera
Nefropati
Ggn Integritas Kulit
Kekurangan volume cairan
Kelelahan
Manifestasi Klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
klien mengeluh banyak kencing.
Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak
minum.
Polifagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.
Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya
akan berada sampai pada pembuluh darah.
Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini
disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain
yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh
selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk
yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM
walaupun banyak makan akan tetap kurus
Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
Hal yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat
perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas.
Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer)
dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
(Suddarth, Brunner, 2002)
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal
yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena
itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang pada pasien DM usia lanjut
dapat berubah tiba-tiba apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi
insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul
keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi,
kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala
yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan
berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala
kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral
tampak lebih jelas. (Sudoyo, W Aru, 2006)
C. DATA FOKUS DAN MASALAH KEPERAWATAN
Data Fokus (Pengkajian)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit DM seperti klien
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur
atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
Aktivitas/ Istirahat
Letih, lemah, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
Integritas Ego
Stress, ansietas
Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
< 100
< 90
<110
< 90
110-199
90-199
110-125
90-109
>200
>200
>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl. (Suddarth, Brunner, 2002)
Masalah Keperawatan yang Sering Muncul
1. Kekurangan volume cairan
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Kelelahan atau intoleransi aktivitas
4. Gangguan integritas kulit
D. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah
untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan
kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan
terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes
tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan
intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.
Pada penderita dengan diabetes mellitus harus pantang gula dan makanan
yang manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada
penderita diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan)
yaitu :
J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis)
Diet pada penderita diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara
lain :
a. Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak
30 %, protein 20 %.
b. Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %.
c. Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %.
d. Diet B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal
ginjal.
Indikasi diet A
Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.
Indikasi diet B
Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :
Kurang tahan lapan dengan dietnya.
Mempunyai hyperkolestonemia.
Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami
Cerobrovaskuler acident (cva) penyakit jantung koroner.
Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik
tetapi
Belum ada nefropati yang nyata.
Telah menderita diabetes dari 15 tahun
Indikasi diet B1
Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu
penderita diabetes terutama yang :
Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
Masih muda perlu pertumbuhan.
Mengalami patah tulang.
Hamil dan menyusui.
Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
Menderita tuberkulosis paru.
Menderita penyakit graves (morbus basedou).
Menderita selulitis.
Dalam keadaan pasca bedah.
Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan
protein kadar tinggi.
Indikasi B2 dan B3
Diet B2
Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens
kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt.
Sifat-sifat diet B2
Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein
kurang.
Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20
% lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial.
Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori /
hari.
Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.
Diet B3
Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang
klibers kreatininnya kurang dari 25 MI/mt
Sifat diet B3
Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari)
Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
Hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 / hari. (bila tidak akan
merubah jumlah protein)
Tinggi karbohidrat dan rendah lemak
Dipilih lemak yang tidak jenuh
Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang
dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah
makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi
dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB.
Penyuluhan kesehatan.
Untuk meningkatkan pemahaman maka dilakukan penyuluhan melalui
perorangan antara dokter dengan penderita yang datang. Selain itu juga
dilakukan melalui media-media cetak dan elektronik. (Suddarth, Brunner,
2002)
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic ditandai
dengan turgor kulit buruk, takikardi, pengisian kapiler lambat
2. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak
ditandai dengan tonus otot lemah, penurunan berat badan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik ditandai dengan ketidakmampuan melakukan rutinitas
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer).
F. INTERVENSI
No. Diagnosa Keperawatan dan Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional
1. Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan diuresis osmotic ditandai dengan
turgor kulit buruk, takikardi, pengisian
kapiler lambat
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam, kebutuhan cairan atau
hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat
dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer dapat diraba, turgor kulit dan
pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat
secara individu dan kadar elektrolit dalam
batas normal.
- Pantau tanda-tanda vital.
- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor
kulit, dan membran mukosa.
- Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.
- Pantau masukan dan keluaran, catat berat
jenis urine.
- Timbang berat badan setiap hari.
- Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai
indikasi
- Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh
hipotensi dan takikardia.
- Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi,
atau volume sirkulasi yang adekuat.
- Demam, menggigil, dan diaferesis
merupakan hal umum terjadi pada proses
infeksi. Demam dengan kulit yang
kemerahan, kering, mungkin gambaran dari
dehidrasi.
- Memberikan perkiraan kebutuhan akan
cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
- Memberikan hasil pengkajian yang terbaik
dari status cairan yang sedang berlangsung
dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
- Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada
derajat kekurangan cairan dan respons pasien
2 Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan penurunan masukan
oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak ditandai
dengan tonus otot lemah, penurunan
berat badan
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam, masalah gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
teratasi, dengan kriteria hasil :
Kriteria Hasil
Pasien dapat mencerna
jumlah kalori atau nutrien yang tepat
Berat badan stabil atau
penambahan ke arah rentang
biasanya
- Timbang berat badan setiap hari atau sesuai
indikasi.
- Identifikasi makanan yang
disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan
etnik/kultural.
- Libatkan keluarga pasien pada perencanaan
makan sesuai indikasi.
- Tentukan program diet dan pola makan
pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan oleh pasien.
- Observasi tanda-tanda hipoglikemia,
seperti perubahan tingkat kesadaran,
dingin/lembab, denyut nadi cepat, lapar dan
pusing.
- Kolaborsi dalam memerikan pengobatan
insulin secara teratur sesuai indikasi.
- Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
(termasuk absorbsi dan utilisasinya).
- Jika makanan yang disukai pasien dapat
dimasukkan dalam perencanaan makan,
kerjasama ini dapat diupayakan setelah
pulang.
- Meningkatkan rasa keterlibatannya;
memberikan informasi pada keluarga untuk
memahami nutrisi pasien.
- Mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
- Secara potensial dapat mengancam
kehidupan, yang harus dikali dan ditangani
secara tepat.
- Insulin reguler memiliki awitan cepat dan
karenanya dengan cepat pula dapat
membantu memindahkan glukosa ke dalam
sel.
3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan - Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan - Pendidikan dapat memberikan motivasi
penurunan produksi energi metabolic
ditandai dengan ketidakmampuan
melakukan rutinitas
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam, pasien dapat
melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat
kemampuannya secara optimal
Kriteria Hasil:
Mengungkapkan peningkatan tingkat
energi.
Menunjukkan perbaikan kemampuan
untuk berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan.
aktivitas.
- Berikan aktivitas alternatif dengan periode
istirahat yang cukup.
- Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan
tekanan darah sebelum/sesudah melakukan
aktivitas.
- Tingkatkan partisipasi pasien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
toleransi.
untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah.
- Mencegah kelelahan yang berlebihan.
- Mengindikasikan tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi secara fisiologis
- Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri
yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi.
4 Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer)
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam angguan integritas
kulit dapat berkurang atau
- Observasi tanda-tanda infeksi dan
peradangan seperti demam, kemerahan,
adanya pus pada luka , sputum purulen,
urin warna keruh dan berkabut.
- Tingkatkan upaya pencegahan dengan
melakukan cuci tangan yang baik, setiap
kontak pada semua barang yang
- Pasien masuk mungkin dengan infeksi yang
biasanya telah mencetus keadaan ketosidosis
atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
- Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil
Kondisi luka menunjukkan adanya
perbaikan jaringan dan tidak
terinfeksi
berhubungan dengan pasien termasuk
pasien nya sendiri.
- Pertahankan teknik aseptik pada prosedur
invasif (seperti pemasangan infus, kateter
folley, dsb).
- Berikan perawatan kulit dengan teratur dan
sungguh-sungguh. Masase daerah tulang
yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen
kering dantetap kencang (tidak berkerut).
- Posisikan pasien pada posisi semi fowler.
- Pasang kateter / lakukan perawatan
perineal dengan baik.
.
- Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi.
- Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan
menjadi media terbaik bagi pertumbuhan
kuman.
- Sirkulasi perifer bisa terganggu yang
menempatkan pasien pada penigkatan risiko
terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi dan
infeksi.
- Memberikan kemudahan bagi paru untuk
berkembang, menurunkan terjadinya risiko
hipoventilasi.
- Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran
kemih
- Penanganan awal dapat membantu mencegah
timbulnya sepsis
DAFTAR PUSTAKA
A, Silvia Prince. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC
E, Doengoes Marilym. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Suddarth, Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Sudoyo, W Aru. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Syaifuddin, H. 2006. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC
Recommended