View
223
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu wujud pelaksanaan demokrasi di Indonesia adalah melalui
Pemilihan Umum. Pemilihan Umum dilaksanakan untuk memilih Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Untuk pelaksanaan
Pemilihan Umum telah dijelaskan dan diatur secara jelas dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan wujud demokrasi
selanjutnya dilaksanakan melalui Pemilihan Umum untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden sebagaimana yang diatur dengan Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan
pelaksanaan wujud demokrasi di Daerah adalah melalui pelaksanaan
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih Gubernur, Bupati dan
Walikota sebagaimana yang telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
2
Walikota Menjadi Undang-Undang. Pilkada merupakan suatu penerapan
sistem demokrasi yang mengusung asas kebebasan dalam pelaksanaannya
harus menjamin bahwa seluruh rakyat Indonesia memiliki hak yang sama
untuk diwakili oleh orang-orang yang mereka pilih. Melalui Pemilihan
Kepala Daerah secara langsung diharapkan dapat menghasilkan figur
kepemimpinan yang aspiratif, berkualitas, berintegritas dan legitimate serta
akuntabel.
Pilkada merupakan bentuk implementasi demokrasi yang mutlak
dilaksanakan untuk mewujudkan pemerintahan yang berdasarkan asas
demokrasi dengan menjunjung tinggi hukum dan nilai-nilai demokrasi yang
ada. Ketentuan pelaksanaan pemilihan ini berawal dengan terbitnya Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
yang telah diatur dalam Pasal 56 ayat (1) dan (2) sehingga menjadi sebagai
titik awal perubahan besar yang terjadi pada sistem demokrasi pemerintahan
negara Indonesia, dimana untuk pertama kalinya Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang dilaksanakan oleh
Komisi Pemilihan Umum sebagai Penyelenggara sebagaimana yang diatur
dengan Pasal 57 ayat (1) sampai (7). Untuk pertama kali penyelenggaraan
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dilaksanakan pada tahun 2005.
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah adalah untuk memilih Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil
Walikota. Untuk pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2015
sudah diatur dengan aturan baru yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
3
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi
Undang-Undang, sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang.
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum sebagaimana yang telah
diatur dengan jelas dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Tugas dan Wewenang KPU dan KPU
Kab./Kota. Mekanisme pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah adalah diikuti
oleh peserta pemilihan dengan mendaftarkan pasangan calon oleh Partai
Politik atau Gabungan Partai Politik dan pasangan calon perseorangan yang
didukung oleh sejumlah orang.
Partai Politik adalah suatu organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal (1) angka 1 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2008.
4
Keberadaan Partai Politik mempunyai peranan yang sangat penting
dalam setiap sistem demokrasi. Partai Politik memainkan peran penghubung
yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga
negara. Partai Politik membuka kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat untuk
berpartisipasi dalam kegiatan politik dan pemerintahan yang merupakan suatu
implementasi dari tujuan dan fungsi Partai Politik yang dijelaskan dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Ramlan Surbakti, mendefinisikan bahwa Partai Politik merupakan
kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan
dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, yang berusaha mencari dan
mempertahankan kekuasaan melalui Pemilihan Umum guna melaksanakan
alternatif kebijakan.1
Secara organisasi Partai Politik terdiri atas ; a) organisasi tingkat
pusat; b) organisasi tingkat provinsi; dan c) organisasi tingkat kabupaten/kota.
Untuk organisasi tingkat pusat disebut dengan Dewan Pengurus Pusat (DPP)
atau sebutan lain dan berkedudukan di Ibukota Negara, organisasi tingkat
provinsi disebut dengan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) atau sebutan lain
yang berkedudukan di ibukota provinsi, organisasi tingkat Kabupaten/Kota
disebut Dewan Pengurus Daerah (DPD) atau sebutan lain dan berkedudukan
di ibukota Kabupaten/Kota, sedangkan organisasi tingkat kecamatan atau
1 Ramlan Subekti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta, 1992, hlm. 116.
5
sebutan lain dan berkudukan di ibukota Kecamatan sebagaimana yang telah
diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1-3).
Sebagai suatu organisasi, Partai Politik secara ideal dimaksudkan
untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu,
dan memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing. Peran
Partai Politik sebagai sarana rekrutmen melakukan seleksi terhadap kader-
kader yang dipersiapkan, serta perjuangan untuk penempatan kader yang
berkualitas, berdedikasi, dan memiliki kredibilitas yang tinggi serta mendapat
dukungan dari masyarakat pada jabatan-jabatan politik yang bersifat strategis.
Dalam proses Pemilihan Kepala Daerah yang berperan aktif adalah
Partai Politik. Partai Politik adalah institusi yang dianggap penting dan sine
qua non (harus ada) dalam sistem demokrasi modern saat ini. Karena Partai
Politik memainkan peran penting dan menjamin adanya partisipasi politik,
sekaligus juga persaingan politik.2
Pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan secara langsung oleh rakyat
telah menjadi mekanisme baru dalam menerapkan sistem demokrasi di suatu
negara. Melalui Pemilihan Kepala Daerah langsung berarti mengembalikan
hak-hak dasar masyarakat di Daerah untuk berpartisipasi dalam proses
politik. Dengan menerapkan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung
mampu memberikan ruang yang luas bagi partisipasi politik masyarakat
untuk menentukan Kepala Daerah sesuai dengan harapan dan keinginan
rakyat pada umumnya.
2 Firmanzah, Marketing Politik; Antara Pemahaman dan Realitas, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 43.
6
Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai
Politik pada Pasal 29 ayat (2) menyebutkan bahwa proses rekrutmen oleh
Partai Politik harus dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan
AD dan ART serta perundang-undangan yang berlaku.3 Rekrutmen politik
secara demokratis mempunyai makna yaitu berlandaskan pada nilai-nilai dan
prinsip demokrasi yaitu kebebasan, kesamaan atau keadilan dan kedaulatan
suara mayoritas. Sedangkan makna keterbukaan diartikan sebagai upaya
Partai Politik untuk menerima semua golongan atau kelompok masyarakat
untuk bergabung dengan partainya dan mengikuti pembinaan serta proses
kaderisasi diinternal partai.
Pada Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2015 yang lalu, di
Sumatera Barat ada 14 (empat belas) Daerah yang melaksanakan Pilkada
yang terdiri dari 1 (satu) Daerah Propinsi dan 13 (tiga belas) Daerah
Kabupaten/Kota. Dari 13 Daerah Kabupaten/Kota, salah satunya adalah
Daerah Kabupaten Padang Pariaman untuk memilih Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati. Untuk dapat mengikuti Pilkada langsung
tersebut maka Partai Politik harus mempersiapkan calon-calon terbaik dari
partai guna dapat memenangkan Pilkada tersebut.
Ada 11 (sebelas) Dewan Pengurus Daerah atau sebutan lain Partai
Politik di Kabupaten Padang Pariaman yang mengikuti Pilkada tahun 2015.
Dari sebelas DPD Partai Politik, tidak satupun Partai Politik yang dapat
mengusung atau mendaftarkan pasangan calon sendiri sebagai peserta
3 Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, Pasal 29 ayat 2.
7
pemilihan karena masing-masing Partai Politik tidak memenuhi syarat
pencalonan. Ketentuan ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2015 Pasal 40 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut :
Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan
calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau
25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam
pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Daerah yang
bersangkutan.
Sedangkan untuk calon perseorangan untuk Kabupaten Padang
Pariaman dengan jumlah penduduk sebanyak 458.083 jiwa, maka prosentase
dukungannya sebanyak 8,5% (delapan setengah persen) atau setara dengan
38.937 dukungan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang Pasal 42
ayat 6 dinyatakan bahwa pendaftaran pasangan calon Gubernur dan calon
wakil gubernur, pasangan calon Bupati dan calon Wakil Bupati, serta
pasangan calon Walikota dan calon Wakil Walikota oleh gabungan Partai
Politik ditandatangani oleh para Ketua Partai Politik dan para Sekretaris
Partai Politik di tingkat Provinsi atau para Ketua Partai Politik dan para
Sekretaris Partai Politik di tingkat Kabupaten/Kota disertai Surat Keputusan
masing-masing Pengurus Partai Politik di tingkat Pusat tentang persetujuan
atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik di tingkat Provinsi
dan/atau Pengurus Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota.
8
Untuk mengikuti pelaksanaan Pilkada dimaksud, masing-masing
Dewan Pengurus Daerah Partai Politik di Kabupaten Padang Pariaman telah
melakukan rekrutmen bakal calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Dari pelaksanaan rekrutmen sesuai ketentuan dimaksud, maka didaftarkan
pasangan calon oleh gabungan Parati Politik sebanyak 2 (dua) pasangan calon
yaitu pasangan calon atas nama Drs. Ali Mukhni – Suhatri Bur, SE, MM yang
diusung oleh DPD Partai Politik atau sebutan lain yaitu Partai PKB, PKS,
Demokrat, PAN, Gerindra dan Golkar. Sedangkan untuk pasangan calon
lainnya adalah atas nama Alfikri Mukhlis – Yulius Danil yang diusung oleh
DPD Partai Politik atau sebutan lain yaitu Partai NasDem dan Hanura. Untuk
pasangan calon dari perseorangan sampai batas akhir penutupan pendaftaran
sesuai tahapan tidak ada yang mendaftar.
Hal ini sudah dinyatakan secara jelas bahwa proses rekrutmen bakal
calon Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah memang dimulai dari pengurus
Partai Politik ditingkat Daerah baik tingkat Provinsi maupun di tingkat
Kabupaten/Kota. Namun keputusan akhir sebagai penetapan bakal calon yang
defenitif belum dapat dipastikan, karena kewenangan persetujuan berada di
Pengurus Partai Politik tingkat Pusat (DPP). Bisa saja terjadi calon yang
ditetapkan dan diusulkan oleh DPD Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota
bisa berubah karena tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Pengurus
Partai Tingkat Pusat. Kemungkinan berubah juga bisa dipengaruhi oleh
sejauh mana hubungan komunikasi dan lobi bakal calon terhadap Pengurus
Partai Tingkat Pusat.
9
Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan penulis dilapangan
terhadap partai PKB dan PKS Kabupaten Padang Pariaman pada Pilkada
tahun 2015 yang lalu, dimana dalam melaksanakan rekrutmen bakal calon
menggunakan proses yang berbeda diantara kedua partai tersebut. Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Padang Pariaman menyatakan dalam
rekrutmen calon, dibuka melalui pendaftaran calon, selanjutnya calon tersebut
difasilitasi untuk berkoordinasi dengan pengurus DPW sampai ke tingkat
pengurus DPP untuk mendapatkan rekomendasi. Sedangkan pada Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Padang Pariaman, proses rekrutmen
bakal calon dimulai dengan rapat internal partai, setelah itu dibuka
pendaftaran calon dan dilanjutkan dengan Musyawarah Pimpinan (Muspim)
partai. Hasil dari Muspim dilaporkan ke pengurus DPP melalui pengurus
DPW Propinsi Sumatera Barat.
Berdasarkan hasil pengamatan dan observasi terhadap 2 (dua0 Partai
Politik tersebut diatas, dapat diasumsikan bahwa Partai Politik di Daerah
dalam proses rekrutmen peserta (calon) dalam pemilihan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah untuk mendapatkan rekomendasi dari pengurus DPP
belum terlihat sampai sejauhmana kewenangan yang dimilikinya. Partai
Politik di Daerah dapat dikatakan hanya sebatas menerima, memproses,
menilai serta memfasilitasi calon sampai ke pengurus DPP melalui pengurus
DPW propinsi. Dilain pihak adakalanya calon dapat secara langsung
berkoordinasi dan melakukan lobi-lobi terhadap pengurus DPP sehingga
kemungkinan usulan dari pengurus Partai Politik Daerah dapat berubah.
10
Hal ini menyebabkan situasi ketergantungan Partai Politik didaerah
sebagai implikasi dari manajemen kepartaian yang sentralistik dan bercorak
patron client yang terlihat pada dua fenomenologis internal kepartaian yaitu
konteks rotasi kepemimpinan partai dan perhelatan Pilkada dalam penentuan
kandidat Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.4
Dalam konteks pencalonan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah, desain ketergantungan Partai Politik di daerah terhadap pusat
hirarkinya di Jakarta, dimana pada umumnya dilembagakan melalui
perangkat peraturan internal (Anggaran Dasar) partainya. DPC/DPD/DPW
biasanya hanya diberikan kewenangan melakukan proses pendaftaran secara
administratif atau yang lazim disebut sebagai tahap penjaringan para bakal
kandidat Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sementara kewenangan
pengambilan keputusan siapa diantara para bakal kandidat yang berhasil
dijaring itu ditetapkan sebagai calon defenitif tetap berada ditangan DPP
partai. Pengambilan keputusan oleh DPP untuk penetapan calon defenitif
seringkali tidak mendasarkannya pada integritas dan kompetensi serta
dukungan masyarakat. Melainkan lebih menekankan pada hubungan dan
komunikasi pribadi bakal calon dengan pengurus DPP serta kemampuan
finansial yang dipersiapkan sebagai ongkos dalam perhelatan Pilkada.
Penelitian terdahulu mengenai rekrutmen politik dan pragmatisme
politik sudah pernah diteliti oleh peneliti lain. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Helmi Mahadi tahun 2011 bersumber dari jurnal yang
4 Agus Sutisna, “Desentralisasi Partai Politik Dalam Kerangka Otonomi Daerah”, dalam
http://www.academia.edu/20220565, April 2015 diakses 25 Oktober 2016, hlm. 5.
11
berjudul “Pragmatisme Politik; Proses Rekrutmen Politik PDIP pada Pilkada
Kabupaten Sleman” dan penelitian oleh Afifa Wakhidatul bersumber dari
jurnal Universitas Negeri Semarang Tahun 2011 yang berjudul
“Implementasi Fungsi Partai Politik Sebagai Sarana Rekrutmen Politik pada
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kabupaten Semarang”
Penelitian yang akan dilakukan saat ini berbeda dengan penelitian-
penelitian sebelumnnya, hal ini dapat dilihat dari perbedaan segi
permasalahan, kerangka teori serta studi kasus yang digunakan. Dalam
penelitian ini penulis ingin melihat seberapa jauh kewenangan Dewan
Pengurus Daerah Partai Politik dalam melakukan rekrutmen bakal calon
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada Pilkada serentak Tahun 2015
oleh DPD atau sebutan lain Partai Politik di Kabupaten Padang Pariaman.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk
meneliti “Kewenangan Dewan Pengurus Daerah Partai Politik Dalam
Melakukan Rekrutmen Bakal Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah” (Studi Kasus di Kabupaten Padang Pariaman).
B. Perumusan Masalah
Melihat luasnya cakupan masalah yang menyangkut persoalan
rekrumen politik oleh Partai Politik, maka penulis membatasi penelitian ini
pada persoalan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah proses rekrutmen bakal calon Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah oleh DPD Partai Politik Kabupaten Padang Pariaman
pada Pilkada Tahun 2015.
12
2. Bagaimana kewenangan DPD Partai Politik Kabupaten Padang Pariaman
terhadap rekrutmen bakal calon yang diusulkan untuk dapat disetujui dan
mendapat rekomendasi dari DPP.
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian yang akan peneliti lakukan
adalah bertujuan :
1. Untuk mengetahui proses rekrutmen bakal calon Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah oleh DPD Partai Politik Kabupaten Padang
Pariaman pada Pilkada Tahun 2015.
2. Untuk mengetahui seberapa jauh kewenangan DPD Partai Politik
Kabupaten Padang Pariaman dalam rekrutmen bakal calon Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk dapat memberikan kontribusi
atau meyakinkan pengurus DPW sehingga mendapat rekomendasi
atau persetujuan dari DPP.
D. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memberikan
sumbangan pemikiran serta memberikan inspirasi kepada Partai Politik
dan elite politik lokal terkait pelaksanaan rekrutmen, model penetapan
calon dan kewenangan pengurus Partai Politik Daerah untuk mendapat
rekomendasi dari DPP terhadap bakal calon Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah dari DPD Partai Politik di Kabupaten Padang Pariaman
Provinsi Sumatera Barat.
13
2. Penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmiah tentang kewenangan
pengurus DPD Partai Politik Kabupaten Padang Pariaman dalam
melakukan rekrutmen calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau pengetahuan
bagi Partai Politik ataupun masyarakat tentang sistem seleksi, model
penetapan dan kewenangan pengurus Partai Politik Daerah dalam
menentukan bakal calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta
faktor-faktor yang menjadi kriteria Partai Politik dalam penetapan calon
Kepala Daerah.
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
a. Kerangka Teoritis
1. Teori Kewenangan
Menurut Kamus Praktis Bahasa Indonesia yang disusun oleh
A.A Waskito, kata kewenangan memiliki arti hak dan kekuasaan yang
dipunyai untuk melakukan sesuatu. Istilah kewenangan tidak dapat
disamakan dengan istilah urusan karena kewenangan dapat diartikan
sebagai hak dan atau kewajiban untuk menjalankan satu atau beberapa
fungsi manajemen (pengaturan, perencanaan, pengorganisasian,
pengurusan dan pengawasan) atas suatu objek tertentu yang ditangani
oleh pemerintahan. Cheema dan Rondinelli dalam buku
Decentralization in Developing Countries : A Review of Recent
Experience yang dikutip oleh Agussalim mengatakan bahwa
kewenangan lebih tepat diartikan dengan authority sedangkan Hans
14
Antlov dalam bukunya Federation of Intent in Indonesia 1945-1949
menggunakan istilah power.5
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Pasal 1
ayat (5) menyatakan bahwa Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara
lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya pada Pasal 8 ayat (1) dan
(2) Undang-Undang tersebut dinyatakan Setiap Keputusan dan/atau
Tindakan harus ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang berwenang. Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dalam menggunakan Wewenang wajib berdasarkan :
a) peraturan perundang-undangan;
b) Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan
dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan wajib
mencantumkan atau menunjukkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar Kewenangan dan dasar dalam
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
Kewenangan diperoleh melalui Atribusi, Delegasi, dan/atau Mandat.6
Menurut Bagir Manan wewenang dalam bahasa hukum tidak
sama dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk
5 Agussalim, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia,
2007, hlm. 95 6 Ibid, hlm. 9.
15
berbuat dan tidak berbuat. Wewenang sekaligus berarti hak dan
kewajiban.7 Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan
wewenang yang dimiliki seorang pejabat atau institusi menurut
ketentuan yang berlaku, dengan demikian kewenangan juga
menyangkut kompetensi tindakan hukum yang dapat dilakukan
menurut kaedah-kaedah formal, jadi kewenangan merupakan
kekuasaan formal yang dimiliki oleh pejabat atau institusi.
2. Teori Kedaulatan Rakyat
Menurut Khairul Fahmi orang yang pertama kali dianggap
membahas persoalan kedaulatan adalah Jean Bodin seorang ahli
negara berkebangsaan Perancis. 8
Bodin dinilai sebagai peletak dasar
filosofis dari pengertian kedaulatan yang bersifat absolut. Bodin
pulalah yang menggunakan istilah kedaulatan itu dalam hubungannya
dengan negara, yakni sebagai ciri negara, sebagai atribut negara yang
membedakan negara dari persekutuan-persekutuan lainnya.9
Selanjutnya ajaran Bodin tentang kedaulatan dikembangkan
oleh John Austin seorang ahli hukum berkebangsaan Inggris.10
Austin
menekankan pendapatnya pada kemandirian politik suatu bangsa,
dimana suatu bangsa memiliki kebebasan dan berdaulat.
7 Nurmayani, Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung, Bandarlampung. 2009.
hlm. 26. 8 Khairul Fahmi, Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat, PT. RasjaGrafindo Persada,
Jakarta, 2011, hlm. 22. 9 Ibid, hlm. 23.
10 Ibid, hlm. 23.
16
Sedangkan menurut H. Salim ada dua pengertian kedaulatan
yaitu kedaulatan dalam arti sempit dan luas.11
Kedaulatan dalam arti
sempit adalah kekuasaan tertinggi suatu negara, sedangkan kedaulatan
dalam arti luas adalah hak khusus untuk menjalankan kewenangan
tertinggi atas suatu wilayah atau suatu kelompok orang, seperti negara
atau daerah tertentu. Istilah kedaulatan dalam bahasa Indonesia berarti
kekuasaan atau dinasti pemerintahan. Kedaulatan umumnya
dijalankan oleh pemerintah atau lembaga politik sebuah negara.
Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang kekuasaan
tertinggi dalam suatu negara digolongkan menjadi empat teori
meliputi 12
:
1. Teori kedaulatan tuhan;
2. Teori kedaulatan negara;
3. Teori kedaulatan hukum; dan
4. Teori kedaulatan rakyat.
Namun menurut pendapat ahli yang lain yang dikemukakan
oleh Hamid S. Attamimi yang diamini oleh J.Asshiddiqie menyatakan
bahwa ajaran tentang kedaulatan terdiri dari 13
:
1. Teori kedaulatan Tuhan;
2. Teori kedaulatan raja;
3. Teori kedaulatan negara;
11
H. Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2012, hlm. 127. 12
Ibid, hlm.129. 13
Khairul Fahmi, Op, Cit, hlm. 24.
17
4. Teori kedaulatan rakyat.
5. Teori kedaulatan hukum
Berkaitan dengan permasalahan penelitian ini, dari beberapa
teori yang diekemukakan teori diatas, maka teori yang dianggap
relevan dan akan dijelaskan adalah teori tentang kedaulatan rakayat.
Ide dasar teori kedaulatan rakyat sangat sederhana, bahwa rakyatlah
yang menjadi sumber kekuasaan tertinggi dalam suatu negara – yang
lain tidak. Rakyat berkuasa independen atas dirinya sendiri.14
Ide
kedaulatan rakyat ini lahir sebagai reaksi atas teori kedaulatan raja
yang kebanyakan menghasilkan monopoli dan penyimpangan
kekuasaan yang akhirnya menyebabkan tirani dan kesengsaraan
rakyat.
Perkembangan dari ajaran kedaulatan rakyat ini semakin
berkembang sehingga dapat mengilhami munculnya Revolusi
Perancis, sehingga kemudian menguasai seluruh duania dalam bentuk
“mitos abad ke-19” yang memuat paham kedaulatan dan perwakilan.15
Mayoritas dari beberapa negara dengan tegas mencantumkan dalam
konstitusinya masing-masing bahwa kedaulatan berada ditangan
rakyat dan kekuasaan pemerintah bersumber pada kehendak rakyat.
Dalam teori ini kepala negara dipilih dari rakyatlah yang merupakan
pemegang kedaulatan tertinggi.16
14
Ibid, hlm. 27. 15
Ibid, hlm. 29. 16
Ibid, hlm. 30.
18
Menurut H. Salim bahwa teori kedaulatan rakyat dikemukakan
oleh J.J. Rousseau dan Immanuel Kant.17
J.J. Rousseau
mengemukakan pendapatnya tentang teori kedaulatan rakyat sebagai
berikut : “Kedaulatan rakyat itu pada prinsipnya merupakan cara atau
sistem mengenai pemecahan sesuatu soal menurut cara atau sistem
tertentu yang memenuhi kehendak umum. J.J. Rousseau
memfokuskan kedaulatan rakyat pada kehendak umum”. Kehendak
umum yang dimaksud disini adalah kesatuan yang dibentuk oleh
individu dan mempunyai kehendak. Jadi kehendak umum hanyalah
khayalan saja yang bersifat abstrak dan kedaulatan itu adalah
kehendak umum”.
Sementara Immanuel Kant mengemukakan pendapatnya
tentang teori kedaulatan rakyat adalah “tujuan negara adalah
menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warga negaranya.
Dalam pengertian kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas-
batas perundang-undangan, sedangkan yang membuat undang-undang
adalah rakyat sendiri. Undang-undang merupakan penjelmaan
kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah yang mewakili
kekuasaan tertinggi atau kedaulatan”.
17
Salim, Op. Cit, hlm. 132.
19
Fokus pandangan Immanuel Kant bahwa kekuasaan yang
tertinggi dalam suatu negara adalah pada rakyat. Rakyatlah yang akan
membuat undang-undang. Kedaulatan rakyat mempunyai makna : 18
1. Kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat
2. Kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat
3. Pemerintah atau penguasa bertanggung jawab kepada rakyat
dan bekerja untuk kesejahteraan rakyat.
3. Teori Desentralisasi
Desentralisasi pada dasarnya adalah pelimpahan atau
penyerahan kekuasaan atau wewenang di bidang tertentu secara
vertikal dari institusi/lembaga/pejabat yang lebih tinggi kepada
institusi/ lembaga/fungsionaris bawahannya sehingga yang
diserahi/dilimpahi kekuasaan wewenang tertentu itu berhak bertindak
atas nama sendiri dalam urusan tertentu tersebut.
Berikut pengertian desentralisasi menurut bebepara ahli yaitu
Soenobo Wirjosoegito19
memberikan definisi “Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi
kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri
dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil
keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang
yang terjadi dari itu”.
18
Ibid, hlm. 133. 19
http://digilib.uinsby.ac.id/3610/3/Bab%203.pdf tanggal 5 Desember 2016
20
Selanjutnya DWP. Ruiter mengungkapkan bahwa menurut
pendapat umum desentralisasi terjadi dalam 2 (dua) bentuk, yaitu
desentralisasi teritorial dan fungsional, yang dijabarkan sebagai
berikut: “Desentralisasi teritorial adalah memberi kepada kelompok
yang mempunyai batas-batas teritorial suatu organisasi tersendiri,
dengan demikian memberi kemungkinan suatu kebijakan sendiri
dalam sistem keseluruhan pemerintahan. Sedangkan desentralisasi
fungsional adalah memberi kepada suatu kelompok yang terpisah
secara fungsional suatu organisasi sendiri, dengan demikian memberi
kemungkinan akan suatu kebijakan sendiri dalam rangka sistem
pemerintahan”.
Kemudian Rondinelli dan Cheema, mendefinisikan
desentralisasi sebagai transfer perencanaan, pengambilan keputusan
dan atau kewenangan administrasi dari pemerintah pusat kepada
organisasi pusat di daerah, unit administrasi lokal, organisasi semi
otonomi dan parastatal (perusahaan), pemerintah daerah atau
organisasi non pemerintah. 20
Perbedaan konsep desentralisasi ditentukan terutama
berdasarkan tingkat kewenangan untuk perencanaan, memutuskan dan
mengelola kewenangan yang ditransfer oleh pemerintah pusat dan
besaran otonomi yang diterima untuk melaksanakan tugas-tugas
tersebut. Selanjutnya, Rondinelli, Nellis dan Cheema mendefinisikan
20
Ibid, hlm. 15.
21
dekonsentrasi adalah penyerahan sejumlah kewenangan dan tanggung
jawab administrasi kepada cabang departemen atau badan pemerintah
yang lebih rendah.
Pendapat ahli lain dikemukan oleh Conyers, mengemukakan
desentralisasi dapat dimengerti dalam dua jenis yang berbeda yang
mendasarkan pada berbagai literatur berbahasa Inggris, yakni
devolution yang menunjuk pada kewenangan politik yang ditetapkan
secara legal dan dipilih secara lokal; dan deconcentration yang
menunjuk pada kewenangan administratif yang diberikan pada
perwakilan badan-badan pemerintah pusat.
Kemudian pendapat lainnya Fortman dalam Bryant,
menekankan bahwa : Desentralisasi juga merupakan salah satu cara
untuk mengembangkan kapasitas lokal.21
Kekuasaan dan pengaruh
cenderung bertumpu pada sumber daya. Jika suatu badan lokal
diserahi tanggung jawab dan sumber daya, kemampuannya untuk
mengembangkan otoritasnya akan meningkat. Jika pemerintah lokal
semata-mata ditugaskan untuk mengikuti kebijakan nasional, para
pemuka dan warga masyarakat akan mempunyai investasi kecil saja
didalamnya.
Selanjutnya mengutip pendapat Riggs dalam Sarunjang,
menyatakan bahwa desentralisasi mempunyai dua makna :
21
Ibid, hlm. 19
22
a. Pelimpahan wewenang (delegation) yang mencakup penyerahan
tanggung jawab kepada bawahan untuk mengambil keputusan
berdasarkan kasus yang dihadapi, tetapi pengawasan tetap berada
ditangan pusat.
b. Pengalihan kekuasaan (devolution) yakni seluruh tanggung jawab
untuk kegiatan tertentu diserahkan penuh kepada penerima
wewenang.
b. Kerangka Konseptual
1. Pengertian Partai Politik
Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi, Partai
Politik merupakan bagian instrumen bagi masyarakat. Partai Politik
dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk berkompetisi dan
mengendalikan sistem politik suatu negara tersebut melalui penguasaan
jabatan politik yang ada.
Menurut Carl J. Friedrich dalam Miriam Budihardjo, Partai
Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan merebut dan mempertahankan pengawasan terhadap
pemerintah. 22
Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik
adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai dan citacita yang sama. Partai Politik
adalah kendaraan untuk mencapai tujuan politik. Partai Politik
diterjemahkan sebagai organisasi yang dibentuk oleh sekelompok
22
Miriam Budiharjho, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta,
2004, hlm. 161
23
warga negara secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-
cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik
anggotanya, masyarakat, bangsa dan negara serta memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Berbagai definisi tentang Partai Politik menurut para ahli seperti
Gabriel Almond dalam Mochtar Mas’oed, yang mendefinisikan Partai
Politik sebagai organisasi manusia yang didalamnya terdapat
pembagian tugas dan petugas untuk mencapai suatu tujuan, mempunyai
ideologi, mempunyai program politik sebagai pencapaian tujuan secara
lebih pragmatis sesuai dengan tahapan jangka pendek dan jangka
panjang serta mempunyai ciri keinginan untuk berkuasa. 23
Dengan
demikian, setiap organisasi yang memenuhi kriteria tersebut dapat
diartikan sebagai Partai Politik.
Dalam konteks Partai Politik di Indonesia sendiri, Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, menyebutkan
bahwa Partai Politik sebagai suatu organisasi yang memiliki tujuan
untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggotanya.
Pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
menjelaskan bahwa Partai Politik adalah organisasi yang bersifat
nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan
23
Mochtar Mas’oed & Collin Mc. Andrews. Perbandingan Sistem Politik, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 1989, hlm. 29.
24
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
Partai Politik dapat berarti organisasi yang mempunyai basis
ideologi yang jelas, dimana setiap anggotanya mempunyai pandangan
yang sama dan bertujuan untuk merebut kekuasaan atau mempengaruhi
kebijakan negara baik secara langsung maupun tidak langsung serta ikut
pada sebuah mekanisme Pemilihan Umum.
Secara umum Partai Politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-
cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh
kekuasaan politik dan kedudukan politik yang biasanya dengan cara
konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Partai Politik
adalah organisasi yang berusaha menghimpun kekuatannya dari
dukungan rakyat pemilih dan berusaha mendudukkan atau
menempatkan anggotanya pada jabatan-jabatan politik untuk
mempertahankan eksistensinya.
2. Fungsi Partai Politik
Sebagai sarana rekrutmen Partai Politik berfungsi untuk mencari
dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegitan
politik sebagai calon Kepala Daerah dari partai. Miriam Budiardjo24
24
Miriam Budiharjho, Op. Cit, hlm. 408
25
juga mengatakan rekrutmen politik sangat berkaitan dengan masalah
seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal maupun
kepemimpinan nasional. Fungsi partai sebagai rekrutmen politik adalah
untuk melaksanakan rekrutmen politik yang adil, transparan, dan
demokratis pada dasarnya untuk memilih orang-orang yang berkualitas
dan mampu memperjuangkan nasib rakyat untuk kesejahteraan,
menjamin keamanan dan kenyamanan hidup bagi setiap warga negara.
Dalam perspektif memahami Partai Politik, terdapat beberapa
fungsi Partai Politik yang tidak dapat dipisahkan. Dalton dan Martin P
Wattenberg dalam Sigit Pamungkas25
membagi sejumlah fungsi partai
menurut bagiannya yakni sebagai berikut :
1. Fungsi partai dielektorat
Pada bagian fungsi partai ini menunjuk pada penampilan Partai
Politik dalam menghubungkan individu dalam proses demokrasi.
Terdapat 4 fungsi partai yang masuk dalam fungsi partai dielektorat
yaitu :
a. Menyederhanakan pilihan bagi pemilih
b. Pendidikan warga Negara
c. Membangkitkan simbol indentifikasi dan loyalitas
d. Mobilisasi rakyat untuk berpartisipasi
2. Fungsi partai sebagai organisasi. Pada fungsi ini lebih melekatkan
fungsi Partai Politik sebagai organisasi politik ataupun proses-
25
Sigit Pamungkas, Partai Politik, Teori & Praktik di Indonesia, Perum Griya Saka
Permai, Yogyakarta, 2011, hlm.15-20
26
proses yang terjadi dalam Partai Politik tersebut. Dalam fungsi ini
terdapat empat fungsi yakni :
a. Sarana rekrutmen kepemimpinan politik dan mencari jabatan
publik
b. Pelatihan elit politik ataupun kaderisasi
c. Pengartikulasian kepentingan politik
d. Pengagregasian kepentingan politik
3. Fungsi partai dipemerintahan. Pada fungsi ini partai bermain dalam
pengelolaan dan penstrukturan persoalan-persoalan pemerintah.
Pada bagian ini terdapat tujuh fungsi yakni :
a. Menciptakan mayoritas pemerintahan
b. Pengorganisasian pemerintah
c. Implementasi tuntutan kebijakan
d. Mengorganisasikan ketidaksepakatan dan oposisi
e. Menjamin tanggung jawab tindakan pemerintah
f. Kontrol administrasi terhadap pemerintah
g. Memperkuat stabilitas pemerintahan
Dalam konteks Partai Politik di Indonesia, Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik Pasal 11, menjelaskan
bahwa fungsi Partai Politik adalah sebagai berikut :
1. Sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar
menjadi warga negara Indonesia yang sadar hak dan kewajibannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
27
2. Sarana menciptakan iklim yang kondusif bagi persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
3. Sarana penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik
masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara.
4. Sarana partispasi politik bagi warga negara Indonesia.
5. Sarana rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik
melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan keadilan dan
kesetaraan gender.
3. Rekrutmen Politik
a. Pengertian Rekrutmen Politik
Menurut Ramlan Surbakti rekrutmen politik sebagai seleksi
dan pemilihan atau pengangkatan seseorang atau sekelompok
orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem-sistem
politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.26
Menurut fungsi ini semakin besar fungsinya maka Partai Politik itu
merupakan partai tunggal seperti dalam sistem politik otoriter, atau
partai mayoritas dalam badan permusyawaratan rakyat sehingga
berwenang untuk membentuk pemerintahan dalam sistem politik
yang demokratis.
Fungsi rekrutmen merupakan fungsi dari mencari dan
mempertahankan kekuasaan. Selain itu fungsi rekrutmen politik
sangat penting bagi keberlangsungan Partai Politik. Dari
26
Ramlan Surbekti, Op. Cit, hlm. 118.
28
pernyataan diatas, tujuan dari rekutmen politik adalah pengisian
jabatan politik dengan melibatkan partisipasi masyarakat untuk
berperan aktif dalam kegiatan politik. Rekrutmen politik juga
diharapkan mampu menciptakan suatu sistem politik yang dapat
memberikan pelayanan dan perlindungan bagi masyarakat. Untuk
memperoleh hal tersebut aktor-aktor yang berkecimpung di
dalamnya harus memiliki kualitas yang mumpuni serta melalui
proses seleksi yang didasarkan pada latar belakang yang jelas.
Tujuannya adalah agar rekrutmen yang dihasilkan untuk mengisi
jabatan politik mampu menjadi pelayan dan pelindung masyarakat.
Artinya agar kepentingan masyarakat dapat diperjuangkan.
b. Sistem Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik memegang peranan penting dan setiap
Partai Politik menganut mekanisme rekrutmen yang berbeda-beda.
Anggota yang direkrut adalah yang memiliki suatu kemampuan
yang sangat dibutuhkan untuk menempati jabatan politik pada
pemerintahan. Berbicara hal tersebut Partai Politik juga memiliki
sistem rekrutmen yang berbeda-beda antara satu partai dengan
partai lainnya. Pola perekrutan politik disesuaikan dengan AD/ART
dan kebijakan partai masing-masing. Tahapan-tahapan dalam
rekrutmen politik sangat berhubungan dengan pengorganisasian
Partai Politik, tahapan-tahapan dari rekrutmen politik tersebut
29
mempunyai pola yang berbeda-beda antara partai yang satu dengan
partai yang lainnya.
Menurut Czudnowski dalam Fadillah Putra27
mengemukakan model yang digunakan Partai Politik dalam
rekrutmen politik antara lain :
1. Rekrutmen Terbuka.
Syarat dan prosedur untuk menampilkan seseorang
tokoh dapat diketahui secara luas. Dalam hal ini Partai Politik
berfungsi sebagai alat bagi elit politik yang berkualitas untuk
mendapatkan dukungan masyarakat. Cara ini memberikan
kesempatan bagi rakyat untuk melihat dan menilai kemampuan
elit politiknya. Dengan demikian cara ini sangat kompetitif.
Jika dihubungkan dengan paham demokrasi, maka cara ini
juga berfungsi sebagai sarana rakyat mengontrol legitimasi
politik para elit.
2. Rekrutmen Tertutup.
Berlawanan dengan sistem rekrutmen terbuka dalam
rekrutmen tertutup, syarat dan prosedur pencalonan tidak dapat
secara bebas diketahui umum. Partai berkedudukan sebagai
promotor elit yang berasal dari dalam tubuh partai itu sendiri.
Cara ini menutup kemungkinan bagi anggota masyarakat untuk
melihat dan menilai kemampuan elit yang ditampilkan. Dengan
27
Fadillah Putra, Op. Cit, hlm. 103.
30
demikian cara ini kurang kompetitif. Hal ini menyebabkan
demokrasi berfungsi sebagai sarana elit memperbaharui
legitimasinya.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
masalah secara yuridis sosiologis, artinya penelitian terhadap
permasalahan yang dilakukan secara sosiologis atau memperhatikan dan
pranata-pranata sosial lainnya.28
Dapat juga diartikan penelitian hukum
yuridis sosiologis (empiris), yaitu suatu penelitian yang menggunakan
bahan kepustakaan atau data sekunder sebagai data awal yang kemudian
dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan.29
Dalam hal ini metode
pendekatan yang dialakukan akan menitikberatkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang dikaitkan dengan kenyataan yang
ada dalam praktek dan aspek-aspek sosial yang berpengaruh.
Penelitian yang akan dilakukan bersifat deskriptif, karena dari hasil
penelitian ini akan diperoleh gambaran atau lukisan faktual mengenai
keadaan objek yang diteliti.30
2. Sumber Data dan Jenis Data
Dalam penelitian sumber dan jenis data yang akan dipergunakan
adalah sebagai berikut :
28
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, 1982, hlm.
15 29
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo,
Jakarta, 2006, hlm. 133. 30
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2008, hlm. 10.
31
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
sumbernya melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam
bentuk dokumen yang kemudian diolah oleh peneliti.31
Data jenis ini
diperoleh secara langsung dari lapangan dengan mewawancarai
pengurus Partai Politik yang menjadi sampel penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang didapat dari dokumen-dokumen
resmi, buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan dan objek
penelitian, hasil penelitian dan peraturan perundang-undangan.32
Data
sekunder ini diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan
(library research).
Data-data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini berupa
bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan objek permasalahan
penelitian seperti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier.33
1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat
mengikat, terdiri dari :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
31
Soerjono Soekanto, Op. Cit, hlm. 10. 32
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 106 33
Amirudin dan Zainal Asikin, Op. Cit. hlm. 106
32
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 beserta perubahan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik
c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum
d. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan
e. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 beserta perubahan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang
f. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Politik
2) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan, mengenani bahan hukum sekunder berupa buku-buku,
makalah, jurnal dan pendapat yang sudah dipublikasikan melalui
internet;
3) Bahan Hukum Tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti kamus besar Bahasa Indonesia, kamus
hukum, internet dan sebagainya.
3. Jenis-Jenis Alat Pengumpul Data
a. Wawancara
Wawancara (interview) adalah metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan tatap muka dan tanya jawab langsung antara
33
pengumpul data dan peneliti terhadap narasumber (informan).
Sebelum wawancara dilakukan, terlebih dahulu disiapkan pedoman
wawancara yang memuat daftar pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian. Wawancara dilakukan secara
terstruktur dan bersifat terbuka, kemudian penulis juga dapat
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lain yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian. Pada penelitian ini yang berkedudukan
sebagai interviewer dan informan adalah 2 (dua) DPD Partai Politik
pengusung pasangan calon Drs. Ali Mukhni – Suhatri Bur, SE, MM
yaitu DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan DPC Partai
Kebangkitan Bangsa Kabupaten Padang Pariaman. Selanjutnya 2
(dua) DPD Partai pengusung pasangan calon Alfikri Mukhlis – Yulius
Danil yaitu DPD Partai NasDem dan DPC Partai Hanura Kabupaten
Padang Pariaman.
b. Studi Dokumen
Dalam tahap studi dokumen ini dihimpun data-data dari berbagai
bahan dan literatur-literatur yang relevan dan berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.
4. Teknik Sampling
a. Populasi
34
Populasi adalah keseluruhan dari himpunan subjek dengan ciri
yang sama.34
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek dari
permasalahan penelitian adalah pengurus Partai Politik Dareah
Kabupaten Padang Pariaman. Sedangkan yang menjadi populasi dari
penelitian ini sesuai permasalahan adalah seluruh pengurus DPD
Partai Politik Kabupaten Padang Pariaman yang memiliki kursi di
DPRD Kabupaten Padang Pariaman yaitu sebanyak 11 (sebelas)
DPD/DPC Partai Politik yang memenuhi syarat dan ikut serta pada
Pilkada tersebut.
b. Sampel
Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi,
dalam suatu penelitian, pada umumnya observasi tidak dilakukan
terhadap populasi, akan tetapi dilakukan pada sampel.35
Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probality
sampling yakni pengambilan sampel, dimana semua keputusan
terletak ditangan peneliti. Jenis non probality sampling yang penulis
gunakan adalah Porposive Sampling karena dalam penelitian ini
penulis memilih sampel berdasarkan pertimbangan/penelitian
subjektif yang penulis temui di lokasi penelitian.36
Dari 11 (sebelas) buah pengurus Partai Politik peserta Pilkada
Kabupaten Padang Pariaman sebagai populasi dari penelitian. Sebagai
34
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007,
hlm. 118 35
Ibid, hlm. 119 36
Burhan Ashofa, Metode Peneltian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm. 91
35
sampel, peneliti menunjuk dan menetapkan 4 (empat) buah DPD/DPC
Partai Politik pengusung bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Padang
Pariaman sebagai sampel penelitian yaitu DPD/DPC Partai Keadilan
Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai NasDem dan Partai
Hanura. Keempat partai ini ditunjuk dan ditetapkan sebagai sampel
karena dianggap dapat memberikan jawaban dan gambaran terhadap
permasalahan penelitian.
5. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data
Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul baik data
penelitian lapangan (data primer) maupun data-data sekunder, maka
data tersebut diolah pertama kali dengan cara editing. Proses ini
merupakan penelitian kembali terhadap data yang terkumpul berupa
catatan-catatan, berkas-berkas dan informasi yang dikumpulkan oleh
pencari data atau peneliti sehingga diharapkan dapat meningkatkan
mutu kehandalan (reliabilitas) yang akan dianalisis.37
Kemudian data
yang telah didapat dilapangan terlebih dahulu dilakukan pengendalian
terlebih dahulu untuk mengetahui apakah data-data yang diperoleh
sudah memenuhi dan mendukung untuk pemecahan masalah sesuai
dengan tujuan penelitian yang telah di rumuskan.
37
Ronny Harnitijo Soemitro, Op. Cit, hlm. 15
36
b. Analisis Data
Dalam melakukan analisa data digunakan teknik analisa
kualitatif yaitu data-data yang didapat dianalisis dengan kata-kata
untuk menjawab dan menjelaskan permasalahan penelitian
berdasarkan teori dan faktor yang didapat dilapangan sehingga pada
akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan untuk menjawab
permasalahan tersebut
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan tesis ini terdiri dari empat (4) bagian
meliputi rangkaian yang dimulai dari :
1. Bab I : Pendahuluan
Merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori dan
konseptual, metode penelitian dan sistematika penulisan.
2. Bab II : Tinjauan Pustaka
Pada bab ini akan diuraikan tinjauan umum tentang permasalahan
penelitian berdasarkan teori dan penelitian terdahlu yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian.
3. Bab III : Hasil dan Pembahasan
Dalam bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian yaitu
pembahasan tentang proses rekrutmen dan kewenangan yang dilakukan
Partai Politik Daerah dalam menentukan calon Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah (Studi di Kabupaten Padang Pariaman).
37
4. Bab IV : Penutup
Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran
dari peneliti terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan
diberikan atas jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan dari
permasalahan penelitian. Disamping kesimpulan juga diberikan saran
terhadap hasil penelitian yang berguna sebagai masukan terutama bagi
penulis maupun pembaca.
Recommended