View
220
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penggunaan obat tradisional di masyarakat meningkat dari 15,6% pada
tahun 2000 menjadi 31,7% pada tahun 2001 (Supardi 2003). Tingginya minat
masyarakat terhadap pengobatan menggunakan obat tradisional merupakan
tantangan bagi farmasis untuk dapat senantiasa mengembangkan produk yang
berasal dari alam yang aman, efektif dan dapat diterima masyarakat.
Fitoestrogen merupakan istilah yang digunakan untuk bahan tanaman yang
memiliki sifat estrogenik. Isoflavon merupakan salah satu golongan fitoestrogen.
Isoflavon dapat digunakan untuk mengatasi efek samping dari menopause pada
wanita. Senyawa isoflavon banyak ditemukan dalam tumbuhan Fabaceae
(Dewick, 2002). Bengkoang merupakan tumbuhan yang termasuk dalam famili
Fabaceae. Ekstrak etil asetat umbi bengkoang dengan dosis 200 mg/KgBB, 400
mg/KgBB, 800 mg/KgBB yang diberikan secara oral kepada tikus betina galur
Sprague-Dawley terbukti dapat berefek signifikan dalam mencegah kerapuhan
tulang pada tikus yang mana efeknya sama dengan efek yang diberikan oleh
estradiol (Nurrochmad, dkk., 2010).
Umbi bengkoang memiliki masa simpan yang terbatas, sehingga mudah
busuk dan tidak dapat dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang. Adanya
formulasi dari umbi bengkoang menjadi suatu sediaan farmasetis dapat mengatasi
hal tersebut. Selain itu, dengan dilakukannya formulasi, kenyamanan dan
2
kemudahan dalam penggunaan umbi bengkoang untuk mengatasi efek kurang
menyenangkan dari menopause dapat ditingkatkan.
Kapsul merupakan sediaan farmasi yang sering digunakan dan lebih
mudah dibuat dengan biaya produksi yang lebih sedikit dibandingkan dengan
pembuatan tablet (Tunsirikongkon, A., dkk., 2013). Formulasi umbi bengkoang
menjadi suatu sediaan kapsul dapat mempermudah dalam penggunaan, juga dapat
menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari obat yang diisikan kedalam kapsul
(Voight, 1994).
Ekstrak kering bengkoang yang dihasilkan sudah memiliki bahan
pengering berupa aerosil dan amilum. Adanya aerosil pada ekstrak menyebabkan
ekstrak memiliki ukuran yang halus sehingga sifat alirnya cenderung kurang baik.
Dalam melakukan formulasi sediaan kapsul, diperlukan eksipien seperti bahan
pengisi, bahan penghancur dan bahan pelicin (Augsburger & Hoag, 2008). Bahan
pengisi berfungsi agar jumlah serbuk yang diisikan ke dalam cangkang kapsul
dapat memenuhi volume kapsul sehingga tidak ada udara di dalam kapsul yang
dapat menyebabkan kapsul menjadi lebih cepat rusak, selain itu penambahan
bahan pengisi dapat memperbaiki sifat alir dari ekstrak bengkoang. Ukuran
partikel ekstrak bengkoang yang halus menyebabkan ekstrak akan memiliki
kecenderungan untuk berkumpul dan membentuk partikel yang lebih besar dan
lebih sulit dihancurkan sehingga diperlukan bahan penghancur agar kapsul lebih
mudah hancur dan waktu hancurnya dapat memenuhi persyaratan yang
ditetapkan. Bahan pelicin berfungsi untuk memudahkan proses pengisian granul
ke dalam cangkang kapsul.
3
Bahan pengisi yang digunakan adalah laktosa. Laktosa merupakan bahan
pengisi yang banyak dipakai, karena tidak bereaksi dengan hampir semua bahan
obat. Formulasi obat menggunakan laktosa umumnya menunjukan laju
penglepasan obat yang baik, granulnya cepat kering dan harganya murah
(Lachman, 1994). Amilum manihot digunakan sebagai bahan penghancur, amilum
manihot dipilih karena paling umum digunakan sebagai bahan penghancur dan
harganya paling murah (Lachman, 1994). Dengan penggunaan eksipien berupa
laktosa dan amilum manihot diharapkan produk suplemen ekstrak bengkoang
yang dihasilkan harganya dapat bersaing dengan produk-produk fitoestrogen lain
yang ada di pasaran.
Berdasarkan penjelasan tersebut, perlu dilakukan optimasi formula kapsul
ekstrak bengkoang dengan variasi kadar bahan pengisi laktosa dan bahan
penghancur amilum manihot agar didapatkan kapsul ekstrak bengkoang yang
memiliki sifat fisik yang baik.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh variasi laktosa sebagai bahan pengisi dan amilum
manihot sebagai bahan penghancur terhadap sifat fisik granul dan kapsul
ekstrak bengkoang?
2. Bagaimana komposisi laktosa dan amilum manihot yang optimum dalam
formulasi kapsul ekstrak bengkoang berdasarkan SLD?
4
3. Bagaimana pengaruh proses formulasi dan penyimpanan kapsul ekstrak
bengkoang terhadap kestabilan kandungan senyawa aktif dan sifat fisik kapsul
ekstrak bengkoang?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh variasi laktosa sebagai bahan pengisi dan amilum
manihot sebagai bahan penghancur terhadap sifat fisik granul dan kapsul
ekstrak bengkoang.
2. Mengetahui komposisi laktosa dan amilum manihot yang optimum dalam
formulasi kapsul ekstrak bengkoang berdasarkan SLD.
3. Mengetahui pengaruh proses formulasi dan penyimpanan kapsul ekstrak
bengkoang terhadap kestabilan kandungan senyawa aktif dan sifat fisik kapsul
ekstrak bengkoang.
D. Tinjauan Pustaka
1. Bengkoang (Pachyrhizus erosus (L.) Urban)
a. Klasifikasi tanaman
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobinota
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Mangoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
5
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Pachyrhizus
Spesies : Pachyhizus erosus (L.) Urban
(Backer dan Brink, 1965)
b. Nama daerah dan nama umum
Aceh : Singkuwang
Sunda : Bangkowang
Bima : Buri
Indonesia : Bangkuang, Bengkuang, Bengkoang
Inggris : Yam bean
Thailand : Man kaeo, hua pae kkua
(Heyne, 1987)
c. Kegunaan
Bengkoang telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di
Indonesia diantaranya sebagai bahan kosmetik pemutih dan tabir surya, di
konsumsi secara langsung dengan garam, atau diolah menjadi rujak
(Lukitaningsih, 2009). Bengkoang juga dapat digunakan untuk makanan
program diet karena kandungan nutrisinya yang banyak dan beragam
(Noman, dkk., 2007).
d. Kandungan kimia
Bengkoang memiliki kandungan air yang tinggi, serta mengandung
karbohidrat, serat dan protein, serta sedikit kandungan lipid. Kandungan
6
mikro dan makro nutrien yang ada di dalam umbi bengkoang menjadikan
umbi bengkoang merupakan bahan makanan yang potensial untuk
dijadikan sumber kalium, natrium, fosfor, kalsium, tiamin, riboflavin,
piridoksin, niasin dan asam folat (Noman, dkk., 2007).
Lukitaningsih (2009) telah melakukan isolasi dan elusidasi
senyawa yang terdapat dalam bengkoang. Senyawa lipid terdapat pada
fraksi petroleum eter, yaitu 9,12-tricosandiene; trilinolein; ß-sitosterol;
stigmasterol; hexadecyl pentanoate serta asam palmitat. Senyawa
isoflavonoid dan derivatnya (daidzein;daidzein-7-O-ß-glucopyranose; 5-
hydroxyldaidzein-7-O-ß-glucopyranose; (8,9) furanylpterocarpan-3-ol)
dan dihydro-furane-2,5-dione dalam jumlah cukup besar serta sedikit ß-
sitosterol dan stigmasterol terdapat pada fraksi etil asetat. Struktur kimia
daidzein dapat dilihat pada gambar 1.
e. Efek farmakologi
Ekstrak etil asetat umbi bengkoang dengan dosis 200 mg/KgBB,
400 mg/KgBB, 800 mg/KgBB yang diberikan secara oral kepada tikus
betina galur Sprague-Dawley terbukti dapat berefek signifikan dalam
Gambar 1. Struktur Kimia Isoflavon (Dewick, 2002)
7
mencegah kerapuhan tulang pada tikus yang di ovariektomi yang mana
efeknya sama dengan efek yang diberikan oleh estradiol (Nurrochmad,
dkk., 2010).
2. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
3. Granul
Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran atau granul
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Metode granulasi basah
merupakan proses perubahan serbuk halus menjadi granul dengan bantuan bahan
pengikat. Pemilihan larutan pengikat yang cocok dan jumlahnya tepat akan
mengubah serbuk-serbuk halus menjadi bentuk granul yang mudah mengalir.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan granul dengan metode
granulasi basah adalah sebagai berikut (Augsburger & Hoag, 2008):
1) Penimbangan dan pencampuran bahan
2) Pembuatan granulasi basah
3) Pengayakan adonan lembab menjadi granul
4) Pengeringan
5) Pengayakan kering
6) Pencampuran bahan pelicin
8
Metode granulasi basah dapat meningkatkan kohesifitas dari serbuk,
sehingga bahan aktif obat dengan dosis besar dapat diperbaiki sifat alir dan
kohesinya, untuk obat dengan bahan aktif dosis rendah dapat diperoleh distribusi
dan keseragaman campuran yang baik, serta dapat menghindari kemungkinan
terjadinya segregasi serbuk dalam campuran homogen bahan obat.
Pemeriksaan sifat fisik granul dilakukan terhadap granul yang telah
terbentuk untuk menjamin bahwa granul telah memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan. Pemeriksaan yang umumnya dilakukan meliputi:
a. Sifat alir
Sifat alir granul merupakan hal yang penting dalam produksi
sediaan padat. Sifat alir dari material yang akan dimasukan ke dalam
cangkang kapsul berhubungan dengan keseragaman bobot sediaan dan
akhirnya akan mempengaruhi keseragaman zat aktif. Sifat alir dari
suatu granul dapat diketahui dengan 2 cara, yaitu dengan pengukuran
langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung
menggunakan metode corong, sedangkan pengukuran cara tidak
langsung menggunakan sudut diam (angle of repose) dan pengetapan
(tapping) (Sulaiman, 2007).
b. Kadar air
Kadar air merupakan hal yang perlu diperhatikan, kadar air yang
tinggi dalam suatu kapsul dapat bereaksi dengan cangkang kapsul dan
membuat kapsul memiliki kestabilan yang jelek (Tunsirikongkon, A.
dkk., 2013). Kadar air berperan penting dalam suatu sediaan, karena
9
jumlah air dapat mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi pada suatu
sediaan (Kailaku dkk., 2012). Kadar air yang rendah pada suatu
sediaan akan memiliki stabilitas yang lebih baik (Kunle dkk., 2012).
c. Daya serap
Daya serap bahan terhadap air berpengaruh terhadap proses
hancurnya kapsul. Proses disintegrasi tidak dapat terjadi jika air tidak
masuk kapsul (Sulaiman, 2007). Selain itu, daya serap juga dapat
mempengaruhi kelembaban massa kapsul. Daya serap terhadap air
dapat dinyatakan sebagai:
1. Kecepatan penyerapan air, yaitu banyaknya air yang diserap
per satuan waktu;
2. Kapasitas penyerapan air, yaitu banyaknya air yang diserap
per satuan berat bahan.
4. Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat
juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. Ukuran cangkang kapsul keras
bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor paling besar (000).
Umumnya, ukuran nomor 00 adalah ukuran terbesar yang dapat diberikan kepada
pasien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Kapsul gelatin keras terdiri dari dua bagian yaitu bagian tutup dan induk.
Umumnya, ada lekuk khas pada bagian tutup dan induk, untuk memberikan
penutupan yang baik sehingga dapat mencegah terbukanya cangkang kapsul yang
10
telah diisi selama transportasi dan penanganan. Kapsul cangkang keras biasanya
terbuat dari gelatin berkekuatan gel relativ tinggi. Kapsul cangkang keras dapat
juga mengandung zat warna yang diizinkan atau zat warna dari berbagai oksida
besi, bahan opak seperti titanium dioksida, bahan pendispersi, bahan pengeras
seperti sukrosa dan pengawet. Biasanya bahan-bahan ini mengandung air antara
10% dan 15% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran atau granul.
Dalam pengisian kapsul gelatin keras, bagian tutup dan induk cangkang
dipisahkan dahulu sebelum diisi. Formulasi serbuk sering membutuhkan
penambahan zat pengisi, lubrikan dan glidan pada bahan aktif untuk
mempermudah proses pengisian kapsul. Disintegran dapat ditambahkan ke dalam
formulasi serbuk untuk memudahkan deagregasi dan dispersi gumpalan kapsul
dalam saluran cerna (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Pemeriksaan sifat fisik kapsul dilakukan untuk menjamin bahwa kapsul
yang terbentuk telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemeriksaan
yang umumnya dilakukan meliputi:
a. Uji keseragaman bobot
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian keseragaman bobot
sediaan kapsul yang dihasilkan. Dalam peraturan BPOM Republik
Indonesia nomor 12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional
disebutkan bahwa, untuk sediaan kapsul yang berisi obat tradisional
kering maka dari 20 kapsul, tidak lebih dari 2 kapsul yang masing-
masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari
11
10% dan tidak satu kapsulpun yang bobot isinya menyimpang dari bobot
isi rata-rata lebih besar dari 25%.
b. Uji keragaman sediaan
Keragaman sediaan didefinisikan sebagai derajat keseragaman
jumlah zat aktif dalam suatu sediaan. Keseragaman sediaan ditetapkan
dengan salah satu dari dua metode, yaitu keragaman bobot dan
keseragaman kandungan. Metode keseragaman kandungan dapat
digunakan untuk semua kasus. Uji keragaman bobot diterapkan pada
bentuk sediaan berikut:
(B1) Larutan dalam wadah satuan dosis dan dalam kapsul lunak;
(B2) Sediaan padat (termasuk serbuk, granul dan sediaan padat
steril) yang dikemas dalam wadah dosis tunggal dan tidak mengandung
zat tambahan aktif atau inaktif;
(B3) Sediaan padat (termasuk sediaan padat steril) yang dikemas
dalam wadah dosis tunggal, dengan atau tanpa zat tambahan aktif atau
inaktif, yang disiapkan dari larutan asal dan dibeku-keringkan dalam
wadah akhir dan pada etiket dicantumkan metode pembuatan; dan
(B4) Kapsul keras, tablet tidak bersalut atau tablet salut selaput,
mengandung zat aktif 25 mg atau lebih yang merupakan 25% atau lebih
terhadap bobot, satuan sediaan atau dalam kasus kapsul keras, kandungan
kapsul, kecuali keseragaman dari zat aktif lain yang tersedia dalam
bagian yang lebih kecil memenuhi persyaratan keseragaman kandungan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
12
c. Uji waktu hancur
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu
hancur yang tertera dalam masing-masing monografi. Uji waktu hancur
tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.
Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang tertinggal
pada kasa alat uji merupaka masa lunak yang tidak mempunyai inti yang
jelas, kecuali bagian dari penyalut atau cangkang kapsul yang tidak larut
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Dalam peraturan BPOM nomor 12 tahun 2014 tentang persyaratan
obat tradisional disebutkan waktu hancur dari sediaan kapsul kurang dari
atau sama dengan 30 menit.
5. Bahan tambahan dalam pembuatan kapsul
Dalam memilih bahan tambahan pada suatu formulasi, didasarkan pada
sifat kompatibel dengan zat aktif, efek pada efikasi dan biaya (Niazi, 2009).
Bahan tambahan yang biasa digunakan adalah:
a. Bahan pengisi
Bahan pengisi merupakan bahan tambahan dalam pembuatan
kapsul yang sifatnya inert yang digunakan untuk memperbaiki
karakteristik serbuk yang akan diisikan ke dalam kapsul juga untuk
mengisi volume kapsul agar penuh (Allen, 2011). Bahan pengisi
ditambahkan ketika jumlah bahan aktif sedikit atau sifat fisik granulnya
kurang baik. Zat aktif yang kelarutan di dalam airnya rendah dapat
bermasalah terkait bioavaibilitasnya, sehingga diperlukan pengisi yang
13
sifatnya larut air. Bahan pengisi yang larut air contohnya adalah laktosa,
sukrosa, manitol dan sorbitol. Bahan pengisi yang tidak larut air
contohnya adalah kalsium sulfat, kalsium karbonat, amilum,
microcrystalline cellulos, dan lain-lain (Niazi, 2009).
b. Bahan penghancur
Bahan penghancur atau disintegran merupakan bahan berbentuk
padat yang dapat diterima di dalam suatu formulasi secara farmasetis.
Bahan penghancur digunakan untuk membantu proses penghancuran
sediaan farmasetis di dalam tubuh. Bahan penghancur yang biasa
digunakan adalah amilum, selain itu alginic acid, microcrystalline
cellulose dan croslinked povidone juga biasa digunakan sebagai bahan
penghancur (Niazi, 2009). Penambahan bahan penghancur pada sediaan
kapsul berguna untuk membantu proses penghancuran dan distribusi obat
yang ada di dalam kapsul di lambung (Allen, 2011).
c. Bahan pelicin
Berdasarkan fungsinya, bahan pelicin dibagi menjadi 3 yaitu
sebagai lubrikan, glidan dan antiadheren. Contoh dari bahan pelicin
adalah kalsium stearat, magnesium stearat, asam stearat (Niazi, 2009).
Formulasi serbuk kering membutuhkan penambahan zat pengisi, lubrikan
dan glidan pada bahan aktif untuk mempermudah pengisian kapsul.
Formulasi dan derajat kepadatan, dapat mempengaruhi laju pelepasan
obat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Penambahan
lubrikan atau glidan seperti silikon dioksida, magnesium stearat, kalsium
14
stearat, asam stearat atau talk (0,25% - 1%) di campuran serbuk yang
akan diisikan ke dalam kapsul dapat memperbaiki sifat alir serbuk (Allen,
2011). Campuran logam alkali stearat – talk (1:9) biasa digunakan untuk
memperbaiki sifat alir dari suatu granul (Voight, 1994).
d. Bahan pengikat
Bahan pengikat adalah bahan yang dapat meningkatkan adhesifitas
terhadap serbuk selama proses granulasi. Bahan pengikat yang baik tidak
akan mengurangi laju pelepasan obat dari suatu sediaan. Bahan pengikat
yang biasa digunakan adalah pasta amilum, povidon, larutan gula (25% -
50%), metil selulosa (3%), microcrystalline cellulose dan lain-lain. Jika
bahan obat yang diformulasikan merupakan bahan yang tidak tahan
terhadap air dapat digunakan bahan pengikat yang menggunakan pelarut
non-air atau dry binder (Allen, 2011).
6. Monografi bahan
a. Laktosa
Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk
anhidrat atau monohidrat. Laktosa berbentuk serbuk kering atau massa
hablur yang keras, berwarna putih atau putih krem, tidak berbau, rasa
sedikit manis, stabil di udara tetapi mudah menyerap bau. Laktosa mudah
larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air yang mendidih
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Struktur kimia
laktosa monohidrat dapat dilihat pada gambar 2.
15
Laktosa banyak digunakan sebagai pengisi dalam sediaan kapsul
dan tablet. Laktosa juga dapat digunakan pada sediaan injeksi intravena.
Laktosa dapat memberikan efek yang kurang baik kepada orang yang
memiliki intoleransi terhadap laktosa, hal tersebut disebabkan kurangnya
jumlah enzim laktase yang ada di usus kecil (Edge, S., dkk., 2009).
b. Amilum manihot
Amilum dapat digunakan sebagai bahan pengikat, bahan pengisi dan
bahan penghancur. Sebagai bahan pengikat biasanya amilum dibuat
dalam bentuk pasta dengan konsentrasi 3-20% b/b, pada granulasi basah
konsentrasi yang biasa digunakan adalah 5-10%. Sebagai bahan
penghancur biasanya digunakan amilum dengan konsentrasi 3-25%
dengan konsentrasi yang biasa digunakan adalah 15%, pada penggunaan
amilum sebagai bahan penghancur, proses granulasi menjadi sangat perlu
diperhatikan agar dapat menghindari sifat alir yang jelek dan proses
segragasi akibat penggunaan amilum (Hӓusler, O., 2009).
Amilum manihot atau pati singkong adalah pati yang diperoleh dari
umbi akar Manihot utillissima Pohl (familia Euphorbiaceae). Mekanisme
amilum manihot sebagai penghancur yaitu dapat mengembang ketika
Gambar 2. Struktur Kimia Laktosa Monohidrat (Edge S., dkk., 2009)
16
kontak dengan air kemudian terjadi perubahan volume dan selanjutnya
akan pecah. Pemeriannya berupa serbuk sangat halus, putih, praktis tidak
larut dalam air dingin dan dalam etanol (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2014).
c. Magnesium stearat
Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan
campuran asam-asam organik padat yang didapat dari lemak terutama
terdiri dari magnesium asetat dan magnesium palmitat. Magnesium
stearat merupakan serbuk halus, berwarna putih, bau lemah khas, mudah
melekat dikulit. Magnesium stearat tidak larut dalam air, etanol, dan eter
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
d. Talk
Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang
mengandung sedikit alumunium silikat. Talk berupa serbuk hablur sangat
halus, putih atau putih kelabu, berkilat, mudah melekat pada kulit dan
bebas dari butiran (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
7. Simplex Lattice Design (SLD)
Simplex Lattice Design (SLD) merupakan suatu metode analisis statistik
yang dapat digunakan untuk memprediksi profil sifat campuran bahan. Profil
tersebut dapat digunakan untuk memprediksi perbandingan komposisi campuran
bahan yang memberikan sifat optimum. Desain percobaan ini digunakan untuk
campuran antara bahan dalam sediaan padat, semi padat atau pelarut. Sehingga,
SLD dapat digunakan untuk melakukan optimasi komponen bahan pengisi dan
17
bahan penghancur pada formulasi kapsul. Syarat untuk dapat dilakukannya
metode SLD ini adalah jumlah proporsinya harus nol atau positif, dan jumlah
proporsi campuran bahan sama dengan satu. Persamaan yang diperoleh dari SLD
dapat mengikuti model desain, antara lain : linear, kuadratik, kubik, dan spesial
kubik.
Sistem dengan dua komponen ditunjukan dengan persamaan (1).
Y = b1 (X1) + b2 (X2) + b12 (X1)(X2) .......................................... (1)
Keterangan:
Y = Respon
X1, X2 = Fraksi dari tiap komponen, dimana (X1) + (X2) = 1
b1, b2 = Koefisien regresi dari X1, X2 dengan model desain linear karena
tidak ada interaksi antar komponen
b12 = Koefisien regresi dari interaksi X1+ X2 dengan model desain
kuadratik
Analisis data dilakukan menggunakan piranti lunak Design Expert 7.
Langkah pertama yaitu dimasukan variabel-variabel yang akan digunakan,
kemudian data yang telah didapatkan dimasukan ke dalam program untuk
selanjutnya diolah. Setelah itu, akan didapatkan formula optimum yang
disarankan oleh program, dilakukan verifikasi terhadap formula optimum. Hasil
verifikasi dibandingkan dengan hasil prediksi. Dari perbandingan tersebut akan
diketahui perbedaan antara hasil verifikasi dan hasil prediksi apakah berbeda
bermakna atau berbeda tidak bermakna sehingga dapat disimpulkan apakah data
yang dihasilkan valid atau tidak valid (Armstrong & James, 1986).
8. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi merupakan teknik pemisahan dengan menggunakan fase
diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar dan Rohman,
18
2007). Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode kromatografi
yang banyak digunakan untuk menganalisis suatu obat atau melakukan preparasi
pembuatan obat dengan cepat. Metode KLT banyak dilakukan karena waktu yang
dibutuhkan untuk mengidentifikasi kandungan dalam suatu obat pendek, KLT
tidak hanya digunakan untuk analisis secara kualitatif tetapi juga digunakan untuk
analisis semi kuantitatif, KLT juga dapat menampilkan profil finger print dari
suatu obat yang dianalisis sehingga dapat mengidentifikasi kemurnian dari suatu
obat, lalu dengan adanya proses pemisahan, KLT dapat digunakan untuk
menganalisis kombinasi obat dan preparasi fitokimia (Wagner, 2001).
Parameter KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua
senyawa dikatakan identik apabila memiliki nilai Rf yang sama jika diukur pada
kondisi KLT yang sama. Untuk melakukan analisis kuantitatif dengan KLT dapat
dilakukan pengukuran bercak secara langsung pada lempeng menggunakan teknik
densitometri. Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluorosensi.
Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya, monokromator untuk
memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada
lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Gandjar & Rohman, 2007).
E. Landasan Teori
Pemanfaatan bengkoang sebagai fitoestrogen masih belum banyak
dilakukan dan diketahui oleh masyarakat. Oleh sebab itu perlu dilakukannya
formulasi terhadap ekstrak bengkoang menjadi sediaan farmasetis sehingga lebih
mudah dalam penggunaannya dan lebih dapat diterima oleh masyarakat. Salah
19
satu sediaan yang mudah digunakan, sudah dikenal dan menjadi banyak pilihan
masyarakat adalah kapsul. Kapsul didefinisikan sebagai sediaan padat yang terdiri
dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Kapsul cangkang keras biasanya diisi
dengan serbuk, butiran atau granul.
Berdasarkan sifat fisik serbuknya, ekstrak kering bengkoang merupakan
serbuk yang sangat halus sehingga membuat ekstrak kering bengkoang memiliki
sifat alir yang kurang baik. Ukuran ekstrak kering yang sangat halus juga
menyebabkan kecenderungan serbuk untuk saling berkumpul sehingga dapat
mempersulit proses penghancuran sediaan dan menyebabkan waktu hancur dari
sediaan menjadi relatif lebih lama.
Untuk memperbaiki hal-hal tersebut, diperlukan formulasi ekstrak kering
dengan penambahan berbagai eksipien di antaranya zat pengisi dan zat
penghancur. Dalam penelitian ini digunakan bahan pengisi laktosa. Laktosa
merupakan bahan pengisi yang paling banyak digunakan dan harganya murah.
Penambahan bahan pengisi dapat memperbaiki daya kohesi sehingga dapat
memperbaiki sifat alir granul (Lachman, 1994).
Eksipien lain yang digunakan adalah amilum manihot yang berfungsi
sebagai bahan penghancur. Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan
pecahnya kapsul ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan. Amilum
manihot merupakan jenis bahan penghancur yang paling umum dipakai dan
harganya paling murah (Lachman, 1994). Amilum merupakan bahan yang
sifatnya higroskopis (Hausler, 2009) dan memiliki nilai susut pengeringan 5,04%
20
(lampiran 8) yang mana lebih tinggi dari nilai susut pengeringan laktosa yaitu
0,8% (lampiran 7). Laktosa dapat mempengaruhi respon sifat alir dan amilum
dapat mempengaruhi respon kadar air, daya serap serta waktu hancur kapsul.
Amilum mempengaruhi lebih banyak respon dibanding laktosa. Penambahan
amilum dalam jumlah maksimum diharapkan dapat memberikan formula
optimum kapsul ekstrak bengkoang sesuai yang diinginkan.
Laktosa banyak dipakai dalam formulasi karena tidak bereaksi dengan
hampir semua bahan obat, baik yang digunakan dalam bentuk hidrat atau anhidrat
(Lachman, 1994). Amilum manihot merupakan bahan yang inkompatibel dengan
zat pengoksidasi kuat (Hausler, 2009). Hal ini berarti kedua eksipien inert
terhadap daidzein yang ada di dalam ekstrak bengkoang. Analisis kualitatif
menggunakan KLT dilakukan terhadap sediaan kapsul ekstrak bengkoang untuk
mengetahui pengaruh proses formulasi dan penyimpanan selama satu bulan
terhadap kandungan senyawa aktif daidzein.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dilakukan penelitian optimasi formula
kapsul ekstrak bengkoang menggunakan Simplex Lattice Design (SLD), guna
mengetahui jumlah bahan pengisi dan bahan penghancur yang paling optimum
untuk formulasi kapsul ekstrak bengkoang.
F. Hipotesis
1. Peningkatan jumlah laktosa dapat meningkatkan sifat alir granul, sedangkan
peningkatan jumlah amilum manihot dapat meningkatkan kadar air, daya
serap granul, dan waktu hancur kapsul.
21
2. Formula kapsul optimum akan dihasilkan dengan jumlah laktosa terkecil
dalam rentang SLD dan amilum manihot dengan jumlah terbesar dalam
rentang SLD.
3. Proses formulasi dan penyimpanan kapsul ekstrak bengkoang selama 1 bulan
tidak mempengaruhi kandungan senyawa aktif dan sifat fisik kapsul ekstrak
umbi bengkoang.
Recommended