View
228
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia saat ini banyak sekali terjadi persaingan usaha antar para
pedagang. Mulai dari pedagang elektronik, makanan, minuman, dan lain
sebagainya. Terutama di wilayah Malang sendiri sudah banyak pedagang yang
membuka warung di tempat strategis seperti halnya di daerah Terminal,
Stasiun dan juga tempat wisata yang ada di Malang Raya.1
Perdagangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kegiatan
perekonomian suatu negara. Giatnya aktivitas perdagangan suatu negara
menjadi indikasi tingkat kemakmuran masyarakatnya serta menjadi tolok ukur
tingkat perekonomian negara itu sendiri. Sehingga bisa dibilang perdagangan
merupakan urat nadi perekonomian suatu negara. Melalui perdagangan pula
suatu negara bisa menjalin hubungan diplomatik dengan negara tetangga
sehingga secara tidak langsung perdagangan juga berhubungan erat dengan
dunia politik.2 Perdagangan atau perniagaan adalah kegiatan tukar menukar
barang atau jasa atau keduanya yang berdasarkan kesepakatan bersama bukan
pemaksaan.3 Perdagangan atau perniagaan pada umumnya ialah pekerjaan
membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang
itu ditempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud untuk
1 Pemerintah Kota Malang. Sejarah Malang. http://malangkota.go.id. diakses tanggal 13
Februari 2017
2 Indah F. Pengertian dan Definisi Perdagangan. https://carapedia.com. diakses tanggal 27
Maret 2017
3 Maliki. Pengertian Perdagangan. https://id.wikipedia.org. diakses tanggal 27 Maret 2017
2
memperoleh keuntungan. Dalam Buku I Bab 1 Pasal 2 sampai dengan Pasal 5
Kitab Undang Undang Hukum Dagang diatur tentang perdagang dan perbuatan
perdagangan. Perdagang adalah orang yang melakukan perbuatan perdagangan
sebagai pekerjaan sehari-hari (Pasal 2 Kitab Undang Undang Hukum Dagang).
Pengertian perdagangan atau perniagaan dalam Pasal 3 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang adalah membeli barang untuk dijual kembali dalam jumlah
banyak atau sedikit, masih berupa bahan atau sudah jadi, atau hanya untuk
disewakan pemakaiannya. Perbuatan perdagangan dalam pasal ini hanya
meliputi perbuatan membeli, tidak meliputi perbuatan menjual. Menjual adalah
tujuan dari perbuatan membeli, padahal menurut ketentuan Pasal 4 Kitab
Undang Undang Hukum Dagang perbuatan menjual termasuk juga dalam
perbuatan perdagangan.4 Perbuatan perdagangan dalam Pasal 4 Kitab Undang
Undang Hukum Dagang meliputi:
a) Kegiatan jasa komisi;
b) Jual beli surat berharga;
c) Perbuatan para pedagang, pemimpin bank, bendahara, makelar;
d) Pemborongan pekerjaan bangunan, makanan dan minuman keperluan kapal;
e) Ekspedisi dan pengangkutan barang dagangan;
f) Menyewakan dan mencarterkan kapal;
g) Perbuatan agen, muat bongkar kapal, pemegang buku, pelayan, pedagang,
urusan dagang para pedagang;
4 Abdulkadir Muhammad. 2010. Hukum perusahaan Indonesia. Cetakan ke-4. PT. Citra
Aditya Bakti. Bandung. Hal.13.
3
h) Semua asuransi.
Ketentuan Pasal 4 Kitab Undang Undang Hukum Dagang memperluas
pengertian perbuatan perdagangan yang dirumuskan dalam Pasal 3 Kitab
Undang Undang Hukum Dagang. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk
menyempurnakan ketentuan diatas maka perbuatan perdagangan juga
dirumuskan dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 1
butir 1 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
(Kepmenperindag) Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga
Usaha Perdagangan, perdagangan adalah kegiatan jual beli barang dan/atau
jasa yang dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan pengalihan hak atas
barang dan/atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi. Kegiatan
perdagangan tentu saja mencakup juga kegiatan jual beli, karena pada dasarnya
jual beli merupakan bagian dari perdagangan.5
Perdagangan merupakan faktor yang penting untuk mencapai
kebahagiaan dalam kehidupan. Perdagangan merupakan “jembatan” antara
sesama individu yang saling membutuhkan antara satu sama lain dan tidak
dapat dipisahkan dan juga merupakan jembatan antara dunia penelitian dengan
praktek perdagangan yang dilaksanakan. Dalam zaman yang modern ini
perdagangan adalah pemberian perantara kepada produsen dan konsumen
untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan
memajukan pembelian dan penjualan itu.6 Pengertian perdagangan menurut
5 Gunawan Widjaja. 2003. Jual Beli. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal. 7.
6 C.S.T. Kansil. 1994. Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. Cetakan ke II.
Sinar Grafika. Jakarta. Hal. 1.
4
para ahli yaitu perdagangan menurut Marwati Djoened7 adalah kegiatan
ekonomi yang mengaitkan antara para produsen dan konsumen. Sebagai
kegiatan distribusi, perdagangan menjamin peredaran, penyebaran, dan
pemyediaan barang melalui mekanisme pasar. Sedang menurut Eeng Ahman &
Epi Indriani8, perdagangan adalah kegiatan tukar - menukar atau transaksi jual
beli antara dua pihak atau lebih. Menurut Bambang Prishardoyo, Agus
Trimarwanto dan Shodiqin9, perdagangan merupakan salah satu jenis kegiatan
perusahaan karena menggunakan faktor-faktor produksi (sumber daya) untuk
menyediakan atau meningkatkan pelayanan umum.10
Perkembangan kuliner di Indonesia cukup tua. Memang tidak ada catatan
sejarah yang pasti. Tapi kita bisa membagi dalam beberapa fase yang biasanya
dipengaruhi oleh budaya yang sedang berkembang saat itu. Dalam garis
besarnya fase perkembangan dibedakan atas 3 fase, yaitu:
1) Fase pertama yang bisa jadi disebut original food adalah zaman kerajaan
besar di nusantara sebelum kedatangan penjajah. Jenis hidangan yang
populer diwarnai oleh ciri makanan yang dikukus, dibungkus daun pisang
serta bahan baku utamanya adalah beras dan umbi-umbian. Jajan pasar
dalam bentuk kukus adalah peninggalan masa lalu yang masih bisa dijumpai
sampai saat ini.
2) Fase kedua, multiculture food, dimana hidangan sudah dipengaruhi oleh seni
memasak para pendatang utamanya Belanda, China dan Arab. Di beberapa
7 Marwati Djoened dalam buku Indah F. Loc.cit.
8 Eeng Ahman & Epi Indriani. Ibid.
9 Bambang Prishardoyo, Agus Trimarwanto & Shodiqin. Ibid.
10 Indah F. Loc.cit.
5
pusat kota besar beredar jenis hidangan akulturasi yang merupakan
campuran hidangan lokal dengan Belanda semacam bistik, sosis solo,
bergedel atau rissole. Sementara di perpaduan antara budaya setempat
dengan China menghasilkan hidangan peranakan. Beberapa hidangan yang
masih populer semacam mie, siomay atau bakwan adalah makanan yang
dibawa oleh pendatang China. Sementara pengaruh Arab banyak terasa di
perkampungan muslim. Hidangan yang khas semacam biriyani atau gulai
merupakan contoh perpaduan tersebut. Tentu saja, proses tersebut
mengalami penyeuaian sehingga hasilnya tidak sama dengan negara
asalnya. Tentu saja mie di Indonesia berbeda dengan mie di China.
Begitupun steak di Belanda berbeda dengan bistik di Solo misalnya.
3) Fase ketiga adalah kuliner kontemporer yang banyak dipengaruhi oleh
industri makanan yang mengarah pada instan (fast food). Seni kuliner fase
ini dikuasai oleh industri besar yang menyuplai makanan berupa gaya hidup
yang instan, demikian juga dengan restoran besar multinasional
mempengaruhi cara hidang dan makan. Pada fase ini kuliner tradisional
kurang diinati karena propaganda barat yang mencoba menyeragamkan seni
masak, cara menghidangkan dan cara makan.
Perkembangan kuliner di Indonesia diwarnai oleh ketiga fase tersebut
yang sampai sekarang masih banyak peminatnya. Umurnya sudah puluhan
bahkan ratusan tahun. Ada yang masih asli namun seiring perkembangan,
masakan tradisional mengalami beberapa perubahan dan penyesuaian baik dari
6
penampilan, komposisi, memasaknya, cara hidangan bahkan cara
menyantapnya.11
Seorang pakar kuliner Nusantara, William Wongso yang dihubungi via
pesan elektronik mengatakan, perkembangan kuliner lokal semakin
berkembang pesat. William mengatakan jika dibandingkan dengan 10 tahun
belakangan, kuliner Indonesia kini semakin jauh dikenal dan diapresiasi di
dalam negeri. “Kesadaran masyarakat Indonesia sekarang jauh lebih tinggi atas
apresiasi tradisi kuliner dibanding 10 tahun lalu,” kata pria ramah yang
mendedikasikan diri untuk kuliner lokal ini. Kabar baik jika kenyataannya di
dalam negeri, kuliner Nusantara semakin diakui dan dihargai. Karena sudah
seharusnya kuliner Indonesia menajdi tuan rumah di negeri sendiri, hal ini yang
tentu saja diharapkan sejak lama. Tapi lain ceritanya jika di luar negeri,
William yang bolak-balik mengikuti festival kuliner Nusantara di berbagai
negara ini mengatakan kuliner Indonesia masih kurang bergaung. “Untuk luar
negeri masih sangat minim, sejalan dengan minimnya rumah makan khas
Indonesia yang mapan,” pungkas William.12
Bintang.com, Jakarta. Sukses dengan bisnis oleh-oleh Malang yang
diberinama Malang Strudel, aktor Teuku Wisnu mulai mengembangkan sayap
bisnisnya. Belum lama ini ia membuka sebuah resto dengan nama Malang
Bistro. Lokasi resto tersebut, berada di lantai 2 outlet Malang Strudel, yang
berada di Jalan Ardimulyo nomor 18, Singosari-Malang. Tidak sendirian,
11 Yuyun Alamsyah. Bangkitnya Bisnis Kuliner Tradisional. PT. Gramedia. Jakarta. Hal. 5-6.
12 Devi Setya Lesatari. Perkembangan Kuliner Indonesia menurut Pakar Kuliner William
Wongso. http://lifestyle.okezone.com. diakses tanggal 27 Maret 2017
7
suami Shireen Sungkar ini menggandeng chef ternama Haryo Pramoe untuk
meramu seluruh menu menjadi nikmat. Menanggapi Wisnu, Chef Haryo
mengungkapkan, bahwa dirinya ingin menyajikan dan memberikan makanan
yang terbaik kepada masyarakat sekitar maupun wisatawan di Kota Malang.
Salah satunya adalah, dengan membuat makanan yang memiliki bahan dasar
organik dan yang terpenting tidak mengandung kimia. Sejak soft opening pada
Minggu (26/6/2016) lalu, Malang Bistro memberikan promo diskon 50%, bagi
siapa pun yang mengikuti akun instagram dan facebook Malang Bistro. Wisnu
dan Haryo juga memberikan konsep yang nyaman kepada para pelanggannya
dalam menikmati hidangannya. “Semoga kolaborasi saya dan Cheff Haryo di
Malang akan bisa menjadi the next Malang Strudel. Malang Bistro bisa
menjadi ikonik Malang Raya yang bisa mensupport pariwisata di Malang.”
Harap Wisnu yang kini memelihara jenggot ini.13
MERTOYUDAN – Ketika hendak merancang bisnis baru, para pebisnis
pemula biasanya melakukan studi dan kajian untuk mengetahui prospek usaha
terbaik dan paling menguntungkan. Tak jarang mereka memilih usaha kuliner
mengingat keuntungan cepat yang mungkin didapat. Manajer Oto Production,
Sriyono mengatakan, semua calon pengusaha menginginkan kegiatan usaha
yang ideal berdasarkan prinsip ekonomi. “Jawaban pertama yang akan muncul
dalam benak kita adalah bisnis kuliner. Ada banyak alasan mengapa kuliner
kian digemari,” kata Sriyono. Menurut Sriyono, hal ini didasari fakta bahwa
bisnis kuliner memberikan imbal balik keuntungan yang menggiurkan. Bisnis
kuliner jika dijalankan dengan benar dan strategi yang bagus akan berkembang
secara cepat. Ini bisa menjadi salah satu alasan mengapa memilih bisnis
kuliner. Disebutkan, meski peluang bisnis kuliner sangat lebar, tidak semua
orang sukses melakukannya. Hal ini karena model bisnis ini tak hanya butuh
kemampuan memanfaatkan kesempatan, namun juga kemauan, dan Kesiapan.
“Bisnis kuliner memang gurih tapi Anda harus tahu resepnya. Supaya Anda
13 Edi Suherli. Teuku Wisnu Mantab Berbisnis Kuliner di Malang. http://www.bintang.com.
diakses tanggal 27 Maret 2017
8
yakin dan mantap menjalani bisnis kuliner ikuti seminar gurihnya bisnis
kuliner,” kata Sriyono.
Gelar Seminar Ketua Panitia Penyelenggara Seminar Kuliner Yasin
Awan Wiratno menambahkan, Oto Production akan menggelar seminar dengan
tema “Gurihnya Bisnis Kuliner” dengan pembicara Cak Eko. Cak Eko
merupakan juara Wirausaha Mandiri, pemilik Oleh2 Jakarta Lapis Lenong,
Resto Steakologi, Bakso Malang Cak Eko 176 Cabang, serta mentor bisnis
kuliner nasional. Dijelaskan, Yasin Awan Wiratno seminar diselenggarakan di
Hotel Grand Artos Magelang Sabtu 16 Januari 2016 dengan HTM Rp 100 ribu.
Tiket bisa didapatkan di Resto Brambang Salam Tempuran, Toko Buku Jaya
Magelang dan RM Podhojoyo Muntilan. “Cak Eko akan membahas strategi
membuka bisnis kuliner agar bisa langsung ramai pembeli, sekaligus cara
mengelola bisnis kuliner yang baik dan benar serta cara mengembangkan bisnis
kuliner dengan berbagai strategi. Kita bisa memilih model kemitraan, francise,
BO, maupun cabang,” kata dia.14
Dalam hal ini, para pelaku usaha atau yang akrab biasa disebut sebagai
pedagang (seller) tersebut memiliki beragam trik yang digunakan untuk
memikat hati para pelanggannya atau konsumen. Sekarang ini, makanan tidak
lagi dipandang hanya sebagai sumber kalori, protein, vitamin dan mineral.
Lebih dari itu zat-zat yang terkandung dalam makanan yang bermutu tinggi
dapat berperan besar dalam meningkatkan ketajaman daya pikir dan
kecerdasan, serta penting artinya bagi kepekaan kita terhadap rasa seni,
budaya, keindahan serta religi. Pangan tidak hanya berpengaruh pada mutu
keadaan fisik tetapi juga mutu kehidupan dan keluhuran manusia.15
Menurut kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, makanan
didefinisikan sebagai segala bahan yang kita makan atau masuk ke dalam
tubuh yang membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberi tenaga atau
14 Eka P. Bisnis Kuliner Makin Diminati. http://berita.suaramerdeka.com. diakses tanggal 27
Maret 2017
15 Munif Arifin. Kriteria Sehat Warung Makan. http://helpingpeopleideas.com. diakses
tanggal 12 Februari 2017
9
mengatur semua proses dalam tubuh. Sedangkan definisi penyelenggaraan
adalah proses mengurus dan mengusahakan sesuatu sehingga penyelenggaraan
makanan dapat didefinisikan sebagai proses mengurus dan mengusahakan
makanan.16
Robert Ferber17
mengatakan bahwa sebagai ciri-ciri khas yang
menentukan seorang konsumen berkenaan dengan perilaku berbelanja adalah
pendapatan. Dengan melihat peluang di atas langkah awal yang ditempuh oleh
pengusaha adalah menentukan lokasi tempat usahanya. Faktor lokasi
merupakan hal yang penting bagi suatu usaha jasa. Sinubo Sinukarto18
mengemukakan bahwa ciri umum lokasi yang baik untuk usaha jasa makanan
misalnya bertempat dekat dengan konsumen, dan berikan pelayanan yang
sebaik-baiknya kepada konsumen agar konsumen tak lari ke orang lain dan
permintaan tetap tinggi. Namun perlu diketahui bahwa pelayanan saja tidak
cukup untuk menjaring konsumen tetapi perlu juga memperhatikan selera.
Sejak lahir masing-masing orang punya selera sendiri, selera itu dipelajari oleh
simbol-simbol budaya dan ketersediaan bahan baku disertai lingkungan hidup
kita. Dalam manajemen pemasaran kita mengenal doktrin consumer's taste
yang merupakan bagian dari perilaku konsumen yaitu buatlah apa yang
diinginkan konsumen bukan apa yang kamu ingin dan bisa membuatnya
16 Ibid.
17 Robert Ferber dalam buku Bambang Sugeng Dwiyanto. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Perilaku Konsumen Warung Lesehan Di Kota Yogyakarta. Yogyakarta. Jurnal
Maksipreneur. Vol. 5 No. 1. Fakultas Ekonomi. UP45. Hal. 76-77.
18 Sinobu Sinukarto. Ibid. Hal. 77.
10
artinya ikutilah pasar. Parlin19
juga berpendapat jualah makanan yang
kebetulan saat itu sedang mengundang seleranya. Masalah kebersihan juga
menjadi faktor penting yang selahi diparhatikan dalam memulai bisnis
makanan. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Anni Iwasaki20
bahwa,
orang Jepang umumnya sangat bersih, mereka tidak bisa makan di restoran-
restoran yang apa adanya. Misalnya taplak meja tidak disetrika ataun mejanya
dekil, pelayanan tidak rapi, menyuguhkan makanan sambil berbicara atau
tertawa, piring dan sendok harus tampak baru dan bersih. Di lain pihak Ki
Mangun Atmojo21
berpendapat para pengunjung lesehan juga banyak yang
menaruh minat cukup besar terhadap rekreasi/hiburan, terbukti masih
seringnya para pengamen dicarter oleh salah satu pengunjung.
Berdasarkan pengamatan penulis, sekarang ini perkembangan bisnis
kuliner baik berupa Rumah Makan ataupun Restoran ditemukan beberapa
Rumah Makan ataupun Restoran yang tidak mencantumkan daftar harga pada
daftar menu.
TIMESINDONESIA, BATU: Pemerintah Kota Wisata Batu
mewajibkan semua tempat makan harus mencantumkan harga makanan yang
menjadi menu mereka. Hal ini untuk menambah kenyamanan bagi para
wisatawan.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Wisata Batu,
Abdillah Alkaf mengatakan dengan mencantumkan harga makanan akan
membuat wisatawan tidak merasa tertipu.
"Kalau ada harga makanannya, wisatawan tahu kemampuannya untuk
beli makanan apa," ujarnya. Selasa (24/11/2015).
Sebelumnya, dalam rencana untuk meningkatkan kenyamanan kepada
wisatawan terkait makanan, diusulkan untuk menstandartkan harga makanan,
namun dari hasil kajian hal itu tidak memungkinkan.
19 Parlin. Ibid.
20 Anni Iwasaki. Ibid.
21 Ki Mangun Atmojo. Ibid.
11
"Misalnya, sama-sama soto, tapi yang satu dagingnya banyak, satunya
dagingnya sedikit. Hal ini tidak bisa disamakan," jelasnya.
Dengan pertimbangan tersebut, Pemerintah akan membuat aturan dengan
mengharuskan harga makanan tertera. "Dan aturan tersebut nantinya dalam
bentuk Peraturan Walikota (Perwali)," tandasnya.
Rencananya aturan tersebut akan mulai berlaku pada tahun 2016
mendatang.22
Selanjutnya faktor yang tidak kalah pentingnya yaitu harga. Apabila
konsumen melakukan pembelian, faktor harga merupakan faktor yang cukup
mempengaruhi pertimbangan konsumen melakukan pembelian. Hal ini sejalan
dengan pendapat Chairul Hidayat23
bahwa restoran tidak semata berpegang
pada mutu produk, pelayanan dan kebersihan, tetapi juga memperhatikan
masalah harga. Akan tetapi saat ini banyak pelaku bisnis kuliner yang tidak
mencantumkan harga pada daftar menu di suatu pelaku bisnis kuliner
seringkali membuat masyarakat merasa dirugikan karenanya. Pada dasarnya,
konsumen harus mendapat informasi yang sejelas-jelasnya terkait dengan menu
yang diberikan mulai dari harga, kualitas dan lain sebagainya. Seperti yang
tertuang dalam pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa Hak Konsumen adalah hak untuk
memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
ANYER BANTEN, bisniswisata.co: Adanya Seorang pengguna
Facebook yang mengunggah sebuah bon atau kuitansi pembayaran makanan
yang diakuinya berada di sebuah restoran di Anyer dengan nominal fantastis
ini menghebohkan jagad maya. Di kuitansi tersebut ada tujuh menu makanan
dan minuman yang dipesan. Namun, harga tiap makanan terbilang sangat
22 Wahyu Nurdiyanto. Rumah Makan di Batu Wajibkan Cantum Harga Makanan. 2015.
http://m.timesindonesia.co.id. diakses tanggal 10 Maret 2017
23 Chairul Hidayat. Op.Cit.
12
mahal. Yaitu dua ikan bakar dihargai Rp 400 ribu, 1 cumi saos tiram Rp 180
ribu, 3 cah kangkung Rp 200 ribu, 1 baso sapi Rp 20 ribu, 2 nasi putih Rp 90
ribu, 2 lalap + sambal Rp 30 ribu, dan 1 es teh manis Rp 80 ribu. Jumlah total
yang harus dibayar oleh pemesan adalah Rp 1 juta. Demikian tulis pemilik
akun Facebook bernama Dewi Kabisat Andriyani di bawah unggahan kuitansi
seperti dikutip merdeka.com, Jumat (5/9/2014).24
Kemudian dalam Pasal 7 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen menuliskan bahwa Kewajiban Pelaku Usaha
adalah beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
SURYAMALANG.COM, BATU - Sejumlah pedagang kaki lima (PKL)
nekat menerapkan harga lebih mahal pada wisatawan hanya untuk dapat
untung lebih banyak. Mereka beralasan, wisatawan yang datang berkunjung ke
Kota Wisata Batu tidak setiap hari datang.
"Jadi kan tidak apa-apa kali-kali dapat harga mahal mamin di sini. Kan
mereka lagi berwisata sehingga persiapan duitnya pasti banyak," kata Sumiati,
salah satu PKL penjual minuman di Kota Batu, Minggu (27/3/2016).
Oleh karena itu, dikatakan Sumiati, pihaknya tidak akan memasang info
harga minuman yang dijualnya. Apalagi sebagai PKL bermotor akan sulit
membawa papan info harga.25
Dapat dilihat dari kasus-kasus diatas bahwa para pelaku usaha yang
menjualkan barang dagangan tersebut sudah banyak merugikan konsumen atau
masyarakat dengan tidak mencantumkan daftar harga pada menu suatu pelaku
bisnis kuliner. Dengan adanya kasus tersebut sudah terlihat bahwa tidak adanya
iktikad baik dari para pelaku usaha atau pedagang tersebut. Dari pihak
pemerintah Kota Malang juga seharusnya melakukan pengawasan serta
penegasan terhadap pemilik pelaku bisnis kuliner (dalam hal ini adalah Rumah
Makan kelas Menengah) supaya mereka memiliki iktikad baik dalam
24 Yeffi Rahmawati. Hati-hati, Harga Makanan di Restoran Kawasan Wisata Anyer
Fantastis. http://bisniswisata.co.id. diakses tanggal 24 Oktober 2016
25 Ahmad Amru Muiz. Hati-hati Beli Makanan di Lokasi Wisata Kota Batu, Ada Permainan
Harga. http://suryamalang.tribunnews.com. diakses tanggal 24 Oktober 2016
13
menjalankan usahanya. Sehingga antara pelaku usaha dan juga konsumen
merasa adil dan nyaman.
Dituliskan dalam Pasal 7 huruf a Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen bahwa kewajiban pelaku usaha adalah
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Sedang dalam Pasal 10
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen huruf
a, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau
membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau
tarif suatu barang dan/atau jasa.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang
Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Indonesia Romawi II huruf
A SE BI mengatur bahwa, setiap pelaku usaha di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia wajib mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya
dalam Rupiah dan dilarang mencantumkan harga barang dan/atau jasa dalam
Rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation). Kemudian
dalam Romawi II huruf B angka 5 menerangkan bahwa, kewajiban dan
larangan sebagaimana dimaksud dalam huruf A antara lain berlaku untuk:
1. label harga, seperti label harga yyang tercantum pada barang
2. biaya jasa (fee), seperti fee agen dalam jual beli properti, jasa
kepariwisataan, jasa konsultan
3. biaya sewa menyewa, seperti sewa apartmen, rumah, kantor, gedung, tanah,
gudang, kendaraan
14
4. tarif, seperti bongkar muat peti kemas di pelabuhan atau tarif tiket pesawat
udara, kargo
5. daftar harga, seperti daftar harga menu restoran
6. kontrak, seperti klausul harga atau biaya yang tercantum dalam kontrak atau
perjanjian
7. dokumen penawaran, pemesanan, tagihan, seperti klausul harga yang
tercantum dalam faktur, delivery order, purchase order, dan/atau
8. bukti pembayaran, seperti harga yang tercantum dalam kuitansi.
Dan Pasal 11 PBI Nomor 17/3/PBI/2015 Bab V mengenai Pencantuman
Harga Barang dan/atau Jasa yaitu, dalam rangka mendukung pelaksanaan
kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1),
pelaku usaha wajib mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya dalam
Rupiah. Pengenaan sanksi tertuang dalam Pasal 19 PBI Nomor 17/3/PBI/2015,
pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam
Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan kewajiban penyampaian
laporan, keterangan, dan/atau jasa data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
tidak memuat definisi mengenai hukum perlindungan konsumen tetapi memuat
perumusan mengenai perlindungan konsumen yaitu sebagai “segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan
kepada konsumen”. Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.
15
Di dalam Penjelasan Pasal 2 UUPK disebutkan bahwa perlindungan konsumen
diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan
dalam pembangunan nasional.26
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan
Konsumen, telah menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen. Sebelum
adanya Undang-Undang ini, banyak masyarakat yang memandang bahwa
kedudukan konsumen begitu lemah dan pelaku usaha kurang memperhatikan
hak-hak konsumen. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, serta peraturan lain yang berkaitan dengan upaya
perlindungan konsumen dirasakan belum cukup. Dalam Pasal 1338
KUHPerdata menerangkan bahwa, semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu
perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk
itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Maka dari itu,
untuk menghindari adanya kerugian yang dirasakan konsumen sebagai pelaku
bisnis kuliner memberikan pelayanan dengan baik dan dengan adanya iktikad
baik. Sehingga tidak ada pihak yang akan merasa dirugikan.
Di Indonesia khususnya di lingkungan pelaku ekonomi, keberadan etika
bisnis tampaknya masih merupakan suatu konsep. Naskah Kode Etik
Pengusaha Indonesia sejak tahun 1989 telah disetujui oleh rapim Kadin (Kamar
26 Celina Tri Kristiyanti. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Edisi l. Cetakan ke-1.
Jakarta. Sinar Grafika. Hal. 120.
16
Dagang dan Industri) untuk disosialisasikan dan ditegakkan di lingkungan
pengusaha, namun dalam tataran praktis masyarakat dengan mata telanjang
telah melihat kekotoran sepak terjang pengusaha-pengusaha Indonesia dalam
melakukan aktivitas bisnisnya. Menurut I.S. Susanto27
, dimensi etik di
kalangan bisnis sangat tipis bahkan terabaikan. Di dalam suatu negara yang
masyarakatnya beragama, mempunyai ideologi Pancasila dan masih
menjunjung nilai moral, kondisi tersebut tampak sangat memprihatinkan.28
Berbicara masalah bisnis seringkali dekspresikan sebagai suatu urusan
atau kegiatan dagang. Kata “bisnis” itu sendiri diambil dari bahasa Inggris
Business yang berarti kegiatan usaha. Secara luas, kata bisnis sering diartikan
sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan
secara teratur dan terus-menerus, yaitu berupa kegiatan mengadakan barang-
barang atau jasa-jasa maupun fasilitas-faslitas untuk diperjualbelikan,
dipertukarkan atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.29
Berdasarkan uraian permasalahan pada latar belakang dan beberapa
alasan tersebut diatas, maka mendorong penulis untuk mengadakan penelitian
hukum yang berjudul: “Pelaksanaan Iktikad Baik Oleh Pelaku Bisnis
Kuliner Yang Tidak Mencantumkan Daftar Harga Ditinjau Dari Pasal 7
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(Studi kasus di Kota Malang)”
27 I.S. Susanto dalam buku Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamadji. 2009. Hukum
Ekonomi Sebagai Panglima, Cetakan ke-1. Sidoarjo. Masmedia Buana Pustaka. Hal. 111.
28 Ibid.
29 Richard Burton Simatupang. 2007. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Cetakan Ke-2. Jakarta.
PT. Rineka Cipta. Hal.1.
17
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, adapun masalah yang akan dibahas
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan iktikad baik oleh pelaku bisnis kuliner yang tidak
mencantumkan daftar harga ditinjau oleh Pasal 7 UU Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen?
2. Bagaimana kendala dan solusi melaksanakan iktikad baik oleh pelaku bisnis
kuliner?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan iktikad baik yang tidak mencantumkan
daftar harga.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh Dinas
Perdagangan Kota Malang terhadap pelaku bisnis kuliner yang tidak
mencantumkan daftar harga.
D. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan dari penelitian ini, maka penulis berharap penelitian
ini bisa memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran dan
pengetahuan tambahan dibidang perlindungan konsumen, sehingga dapat
dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah yang berkaitan dengan hukum
18
dan diharapkan dapat dijadikan acuan untuk menciptakan regulasi baru
dibidang hukum terutama dalam perlindungan konsumen.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
supaya lebih berhati-hati dalam memilih pelaku bisnis kuliner. Terutama
terhadap pelaku bisnis kuliner yang tidak mencantumkan daftar harga pada
menu, guna terhindar dari tagihan (bill) yang tidak diinginkan yang dapat
merugikan konsumen itu sendiri.
3. Manfaat Akademik
Untuk mendapatkan gelar kesarjanaan Ilmu Hukum S-1 di Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Malang.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
pengembanganan keilmuan Hukum Perdata atau Bisnis khususnya pada bidang
Perlindungan Konsumen di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Malang terkait dengan adanya iktikad baik oleh pelaku bisnis kuliner dalam
menjalankan usahanya.
F. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data yang valid terkait dengan permasalahan yang
diuraikan diatas, maka penulis memerlukan suatu metode penulisan hukum
yang meliputi:
19
1. Metode Pendekatan
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian
masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai
tujuan penelitian atau penulisan.30
Metode pendekatan yang digunakan
dalam menyusun penelitian hukum ini menggunakan yuridis sosiologis
yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata masyarakat
atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan
fakta (fact-finding), yang kemudian menuju pada identifikasi (problem-
identification) dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah
(problem-solution).31
Pendekatan sosiologi hukum akan dapat memahami
persoalaan hukum dalam masyarakat lebih empirik dan komprehensif, tidak
tekstual, namun kontekstual mengimbangi kondisi sosio-kultural
masyarakatnya. Dalam kajian sosiologi hukum, pendekatan ini berusaha
memahami hukum secara senyatanya (quid facta), bukan seharusnya (quid
juri). Pendekatan sosiologi hukum merupakan kajian hukum dilihat dari
perspektif sosiologis.32
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah
pelaku bisnis kuliner di Kota Malang, sedang yang menjadi objeknya ialah
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pelaku usaha atau pelaku bisnis
kuliner. Dinas Perdagangan menjadi objek hukum dari Undang-Undang,
30 Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Penerbit Citra
Aditya Bakti. Hal. 112.
31 Soerjono Soekanto. 1982. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press. Hal. 10.
32 Umar Sholahudin. 2011. Hukum dan Keadilan Masyarakat (Merombak pendekatan Hukum
Yuridis-Normatif, Membangun Pendekatan Yuridis-Sosiologis). Malang. Intrans-Publishing. Hal.
3.
20
karena Dinas Perdagangan yang melakukan pengawasan terhadap pelaku
bisnis kuliner.
2. Sumber Jenis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa jenis data, yaitu
sebagai berikut:
a. Data Primer
Jenis data primer adalah jenis data primer yang langsung dari sumber
utama tanpa adanya perantara, yang didapat melalui proses interview
atau wawancara pada tempat yang diteliti.
1) Wawancara
Data yang didapatkan dari responden atau pihak-pihak yang terkait
permasalahan dalam penelitian ini. Data yang didapatkan yaitu ilmu
yang mana langsung diperoleh dalam pengamatan atas obyek
penelitian mengenai permasalahan yang ada dalam penelitian ini.
2) Dokumen
Studi Dokumentasi melalui dokumen atau arsip-arsip dari pihak yang
terkait dengan cara mencatat atau meringkas dokumen-dokumen. Data
yang didapatkan dari penelitian ini seperti hasil rekaman selama
wawancara, foto, dll.
b. Data Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah publikasi tentang hukum seperti studi
kepustakaan, jurnal, skripsi terdahulu, internet, dan perundang-undangan
termasuk hasil penelitian-penelitian sebelumnya.
21
3. Teknik Pengumpulan Jenis Data
Teknik yang dipergunakan untuk melakukan pengumpulan bahan oleh
penulis adalah dengan pengamatan langsung yang berupa observasi ke
beberapa pelaku bisnis kuliner dan melakukan wawancara ke Dinas
Perdagangan dan juga ke beberapa pelaku bisnis kuliner yang tidak
mencantumkan daftar harga disertai dengan dokumentasi. Dan juga dengan
melakukan studi kepustakaan (study research) serta pencarian istilah-istilah
melalui kamus atau ensiklopedia yang terkait dengan penelitian tersebut.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Yaitu memperoleh dan mengumpulkan data melalui Tanya jawab, dialog
atau diskusi dengan responden dari penelitian ini, yaitu:
1) Ibu Luh Putu Eka W, selaku staf bagian Perlindungan Konsumen di
Dinas Perdagangan Kota Malang.
2) Kepada 5 (lima) pelaku bisnis kuliner kelas menengah yang tidak
mencantumkan daftar harga pada daftar menunya. Kelas menengah
yang dimaksud oleh penulis adalah Rumah Makan yang memiliki
tempat permanen, memiliki lahan parkir yang cukup luas, transportasi
yang digunakan oleh konsumen, harga makanan dan minuman,
tingkat keramaian dan lain sebagainya.
22
b. Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data-data yang dimiliki oleh pihak terkait serta
ditambah dengan hasil dokumen baik dalam bentuk tulisan, foto, video
atau rekaman suara dalam hal berkenaan dengan proses penelitian ini.
c. Studi Kepustakaan
Yaitu dengan melakukan penelusuran dan pencarian bahan-bahan
kepustakaan dari berbagai literatur atau buku-buku, atau studi internet
ataupun jurnal.
4. Teknik Analisa Jenis Data
Seluruh data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis deskriptif
kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan,
menguaraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan penelitian
hukum. Penelitian-penelitian kualitatif yakni penelitian-penelitian tersebut
harus mampu menjelaskan secara cukup rinci tentang metode-metode dan
prosedur-prosedur untuk memungkinkan peniruan (replikasi) penelitian.33
Sedangkan, Penelitian Kualitatif adalah deskriptif. Data Deskriptif adalah
Data yang dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar
daripada angka-angka. Hasil penelitian tertulis berisi kutipan-kutipan dari
data untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi.34
Dari
penjabaran pengertian mengenai metodologi penulisan yang akan dilakukan
dalam penelitian ini menjadikan peneliti mengaplikasikan metode-metode
33 Hartono. 2002. Bagaimana Menulis Tesis “Petunjuk Komprehensif tentang Isi dan
Proses”. Malang. UUM Press. Hal. 7.
34 Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta. PT Raja Grafindo
Persada. Hal. 3.
23
yang ada dalam teori dengan hasil penelitian serta mengambil data dari hasil
penelitian yang dilakukan di beberapa pelaku bisnis kuliner yang tidak
mencantumkan daftar harga.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis membagi dalam IV Bab
dan masing-masing bab terdiri atas sub yang bertujuan agar mempermudah
pemahamannya. Adapaun sistematika penulisannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat 8 sub bab yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, jadwal
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan lebih dalam mengenaik teori-teori yang melandasi penulisan
dan pembahasan yang berkaitan dengan judul. Teori ini diperleh dari studi
kepustakaan dan digunakan sebagai kerangka untuk memudahkan penulisan
penelitian.
BAB III PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan pembahasan permasalahan yang diangkat oleh penulis.
Dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan tinjauan yuridis sosiologis
i’tikad baik pelaku usaha yang tidak mencantumkan daftar harga pada menu.
BAB IV PENUTUP
Recommended