View
111
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
3
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN
SYSTEM PERNAFASAN
(EFUSI PLEURA DAN KANKER PARU)
A. KONSEP DASAR EFUSI PLEURA
1. DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbs di kapiler dan pleura viseralis
(Arif Mutaqqin, 2008,126).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa
adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
2. ETIOLOGI
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
a. Transudat dapat disebabkan oleh oleh suatu kelainan pada tekanan normal
di dalam paru-paru. Biasanya pada gagal jantung kongestif, sirosis hepatis
dan asites, hipoproteinemia pada nefrotik sindrom, obstruksi vena cava
superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal, dan atelektasis
akut.
3
4
b. Eksudat disebabkan oleh Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur,
parasit, dan abses) dan neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma,
dan leukemia).
c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tmor, trauma, infark
paru, dan tuberculosis.
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :
a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava
superior.
b. Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang
menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan
berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:
a. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
b. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya
hipoproteinemia)
c. Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
d. Berkurangnya absorbsi limfatik
3. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip
plasma (eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan
ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (efek
samping dari) peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi
pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien
dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura
5
ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat
memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya
menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada dalam
pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk
ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis
karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan
pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya efusi
pleura. Peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya
reabsorbsi. Hal tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan
onkotik intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan oleh protein).
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan
tergantung atas kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas
pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-
paru cenderung untuk rekoil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang
secara maksimal melainkan cenderung untuk mengempis).
6
4. PATHWAYS
5. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi
unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan
yang spesifik dengan penyakit penyebabnya. Akan tetapi efusi yang
bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit berikut: Kegagalan jantung
7
kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus
systemic, tumor dan tuberkolosis.
Berdasarkan jenis cairannya dibedakan menjadi:
a. Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi
karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah: pecahnya
sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya
ke dalam rongga pleura kebocoran aneurisma aorta (daerah
yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga pleura gangguan pembekuan darah.
Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna,
sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum
atau selang.
b. Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika
pneumonia atau abses paru menyebar ke dalam rongga pleura.
Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
1) Pneumonia
2) Infeksi pada cedera di dada
3) Pembedahan dada
4) Pecahnya kerongkongan
5) Abses di perut.
c. Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada)
disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama
di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran
karena adanya tumor.
8
6. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit
dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan
batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang
luas akan menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau
menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan
bunyi datar, pekak saat diperkusi. Egofoni akan terdengar di atas area
efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil
sampai sedang, dipsnea mungkin saja tidak terdapat. Berikut tanda dan
gejala:
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit
karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit
hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam,
menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas
tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi
jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk
akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat.
Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis
Ellis Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi
redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga
9
Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi
pleura. Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada,
ultrasound, pemeriksaan fisik, dan torakosentesis. Cairan
pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan Gram,
basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah
merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase,
laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-
sel malignan, dan pH. Biopsi pleura mungkin juga
dilakukan.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium :
a. Rontgen dada : Rontgen dada biasanya merupakan langkah
pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang
hasilnya menunjukkan adanya cairan.
b. CT scan dada: CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru
dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses
paru atau tumor
c. USG dada: USG bisa membantu menentukan lokasi dari
pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa
dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis : Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya
dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh
cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan
melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam
rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
10
e. Biopsi:Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan
penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan
pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
f. Analisa cairan pleura : Efusi pleura didiagnosis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto
thoraks.
g. Bronkoskopi : Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu
menemukan sumber cairan yang terkumpul.
8. PENATALASANAAN MEDIS
Pengelolaan efusi pleura di tujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan
pengososngan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan
thorakosentesis adalah :
a. Menghilangkan sesak nafas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura
b. Bila terapy spesifik pda penyakit primer tidak efektif atau gagal
c. Bila terjadi reakumulasi cairan
Pengambiolan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000
cc, karena pangambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan
dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang
ditandai dengan batuk dan sesak.
Kerugian thorakosentesis adalah :
a. Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam
cairan pleura
b. Dapat menimbulkan infeksi dirongga pleura
c. Dapat terjadio pneumotoraks
11
B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA
1. PENGKAJIAN
a) Identitas klien
Identitas ada 2 klien dan penanggung jawab yang harus di ketahui
perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama
atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan, pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan.
b) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
c) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat
pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang
telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhannya tersebut.
12
d) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan pula keadaan atau penyakit – penyakit yang
pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan
tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis
paru yang kembali aktif.
e) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura
seperti kanker paru, asma, TB, dsb.
f) Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan
yang dilakukan terhadap dirinya.
g) Data dasar
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop,
hipertensi/hipotensi, DVJ
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infuse
5. nyeri/kenyamanan
13
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat
oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu,
abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada
dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus
menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea
terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama
(paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan
pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat,
krepitasi subkutan
h) Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi : peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan yang
disertai penggunaan otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan
ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada
sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris, (cembung
pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan
sputum purulen.
Palpasi : pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra
lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR
cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu. Fremitus
tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Perkusi : Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka
14
akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi : Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya
ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja
akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan
tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-
kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut
egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol,
1995,79).
2) B2 (Blood)
Inspeksi : perlu diperhatikan letak ictus cordis normal yang
berbeda pada ISC 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1
cm. pemeriksaan ini bertujuan ntuk mengetahui ada tidaknya
pergeseran jantung.
Palpasi : dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung (heart
rate) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya
denyut jantung dan memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus
coris.
Perkusi : dilakukan untuk menentukan batas jantung daerah
mana yang terdengar pekak. Ha ini bertujuan untuk
menentukan apakah terjadi pergeseran jantung karena
pendorongan cairan efusi pleura.
Auskultasi : dilakukan unuk menentukan bunyi jantung I dan
II tunggal atau gallop dan adakah bnyi jantung III yang
merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
15
3) B3 ( Brain)
Pada saat dilakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji,
setelah sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS untuk
menentukan apakah klien berada dalam keadaan compos
mentis, somnolen, atau koma. Selain itu fungsi-fungsi sensorik
juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan, dan pengecapan.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam
hubungannya engan intake cairan.
5) B5 (Bowel)
Pada saat inspeksi hal yang perlu diperhatikan adalah apakah
abdomen membuncit atau datar tepi perut menonjol atau tidak,
umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi
ada tidaknya benjolan atau massa. Pada klien biasanya
didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu makan,
dan penurunan berat badan.
6) B6 (Bone)
Hal yang perlu diperhatikan adalah adakah edema peritibial,
feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer, serta dengan pemeriksaan capillary refill time.
Selanutnya dilakukan pemeiksaan kekuatan tot untuk kemudian
dibandingkan antra bagian kiri dan kanan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan efusi pleura antara lain :
16
a. Diagnosa keperawatan pre-op
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan
cairan dalam rongga pleura
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran
alveolar-kapiler.
3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga
pleura.
4. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
secara mendadak ditandai dengan demam.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia. akibat sesak nafas
sekunder terhadap penekanan struktur abdomen.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan
kelelahan/kelemahan.
7. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk
yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana
lingkungan
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, patofisiologis efusi
pleural, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang
terpajang informasi.
b. Diagnosa keperawatan post-op
1) Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan
water seat drainase (WSD))
2) Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan
terapi torakosintesis.
3) Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi
torakosintesis.
17
3. RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas :
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan
cairan dalam rongga pleura
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran
alveolar-kapiler.
3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga
pleura.
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana
tindakan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah
masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan
dalam rongga pleura.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil :
a. Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas
normal.
b. Pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya
akumulasi cairan.
18
c. Bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi :
a. Identifikasi faktor penyebab.
Rasional :
Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan
jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang
tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan
setiap perubahan yang terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman
pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi
duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional :
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan
respon pasien).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional :
Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian
paru-paru.
19
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang
efektif.
Rasional :
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih
efektif.
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan
obat-obatan serta foto thorax.
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto
thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran
alveolar- kapiler.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pertukaran gas dalam alveoli adekuat.
Kriteria hasil:
a. Akral hangat
b. Tidak ada tanda sianosis
c. Tidak ada hipoksia jaringan
d. Saturasi oksigen perifer 90%
e. Tidak ada gejala disstres pernafasan
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional :
20
Manifestasi distress pernafasan tergantung pada/indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b. Awasi frekuensi jantung/irama
Rasional :
Takikardi biasanya ada sebagai akibat demam tetapi dapat
sebagai respons terhadap hipoksemia.
c. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku, cacat
adanya sianosis ferifer (kuku) atau sianosis sentral
(sirkumoral).
Rasional :
Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau rsepon tubuh
terhadap demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga,
membrane mukosa, dan kulit sekitar mulut (membrane hangat)
menunjukkan hipoksemia sistemik.
d. Kaji status mental
Rasional :
Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat
menunjukkan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
e. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan
kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil.
Rasional :
Demam tinggi (umumnya pada pneumonia bacterial dan
influenza) sangat meningkatkan kebutuhan metabolic dan
kebutuhan oksigen dan menggagu oksigenasi metabolic.
f. Observasi penyimpangan kondisi, cacat hipotensi, banyaknya
jumlah sputum merah muda/berdarah, pucat, sianosis,
perubahan tingkat kesadran, dipsnea berat,
gelisah.
Rasional :
21
Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada
pneumonia dan membutuhkan intervensi medic segera.
g. Kolaborasi
1) Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan
PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode
yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
2) Awasi Analisa Gas Darah, nadi oksimetri.Rasional :
Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi
paru.
3. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nyeri dada klien hilang.
Kriteria hasil :
Pasien mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol
serta tampak rileks.
Intervensi :
a. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri
dada tersebut
Rasional :
Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
b. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi
Rasional :
Membantu mengurangi rasa nyeri.
c. Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional :
Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.
22
4. EVALUASI
a. Tercapainya ketidakefektifan pola pernafasan (pola nafas
normal), tidak adanya penumpukkan cairan dalam rongga
pleura, sianosis tidak ada dan tidak ada gejala hipoksia dan
tidak adanya sesak.
b. Tercapai ventilasi yang adekuat dan oksigenasi jaringan
dengan GDA dalam rentang normal dan tidak adanya gejala
disstres pernapasan.
c. Tidak adanya nyeri.
C. KONSEP DASAR KANKER PARU
1. DEFINISI
Kanker paru adalah abnormalitas dari sel-sel yang mengalami
proliferasi dalam paru (underwood, patologi, 2000)
Kanker paru adalah tumbuhnya keganasan yang berasal dari sel
efitel dan sistem pernapasan bagian bawah yang bersifat efitelia serta
berasal dari mukosa percabangan broncus ( sylvia,1995:843 )
Kanker paru adalah tumor paru ganas primer yang berasal dari
saluran nafas ( Taprani 1996:234 )
Kanker paru merupakan keganasan pada jaringan paru (price,
patofisiologi, 1995)
Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpilkan kanker paru
merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam
paru dan tumbuhnya keganasan yang berasal dari sel epitel.
23
2. ETIOLOGI
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui,
tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam
peningkatan insiden kanker paru :
a. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan
statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat
(lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru
(karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai
kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan.
Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan
perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon
karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok
yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
b. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari
50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya
bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga
merupakan agen etiologi operatif.
c. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan
karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput).
Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang –
orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga
mengalami peningkatan insiden.
d. Polusi udara.
24
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru
yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan
walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan
uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
e. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam
kanker paru, yakni :
1) Proton oncogen.
2) Tumor suppressor gene.
3) Gene encoding enzyme
f. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten,
seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena
kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
3. PATOFISIOLOGI
Kanker paru merupakan tumbuhnya sel epitel dalam sistem
pernafasan bagian bawah yang berasal percabangan bronkus dan
diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan karsino genetik
diantaranya rokok yang mengandung neutal fraktion dan basik fraktion,
polusi udara, faktor genetik, terpajan zat karsinogen, dan diit yang tidak
baik.
Bahan bahan tersebut masuk kesaluran pernafasan dan menyebar
melalui alveolus, lobus paru, dan jaringan paru sehingga merangsang
pertumbuhan sel yang abnormal kemudian terjadilah tumor paru sehingga
disana terjadidiantaranya mtatase pada bagian-bagian paru seperti pada
bagian traktus superior pada kerja silia menurun dan muskularis disaluran
pernafasan disana terdapat penumpukan sekret maka terjadi sesak nafaf.
25
Terjadinya metastase didaerah paru plura dinding paru, tulang, atau
syaraf, dicolumna vetebralis torakal dan lumbal dapat terjadi infasi pad
asyaraf nyeri kronik dan keterbatasan gerakan dinding dada sehingga
sekret tidak bisa dikeluarkan dan tertelan ditraktus digestifus maka
mengakibatkan mual.
Pada lobus paru mak dilakukan tindakan medis yaitu pembedahan
(lobustomi) pada bagian lumbal atau columna vetebralisyang akan
mengakibatkan klien eterbatasan gerak.
Metastase epiglotis mengakibatkan suara serak, tidak jelas dan
hilang dan pada metastase sistem peredaran darah dapat mengenai kerja
jantung pada arteri koronaria sehingga terjadi infark miokard, gangguan
fungsi jantung dan penurunan kerja jantung
Metastase pada pleura dinding paru, tulang dan saraf, dikolumna
vetebralis toraka dan lumbal dapat terjadi infasi pada saraf, nyeri kronik
dan keterbatasan dinding dada sehingga sekret tidak bisa dikeluarkan dan
tertelan sehingga mengakibatkan mual
4. PATHWAYS
26
5. KOMPLIKASI
a. Hematorak
b. Peneumutorak
c. Empiema
d. Endokarditis
e. Abses paru
f. Atetektasis
g. Efusi pleura
h. Sindroma vena superior
i. Sidrom penekanan tulang belakang
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
27
a. Radiologi.
1) Foto Thorax Posterior-Anterior (PA) dan lateral serta
Tomografi dada
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat
mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk,
ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada
bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau
vertebra.
2) Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
b. Laboratorium.
1) Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
2) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan ventilasi.
3) Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum
pada kanker paru).
c. Histopatologi.
1) Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan
pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik
dapat diketahui).
2) Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer
dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
28
3) Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih
baik dengan cara torakoskopi.
4) Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah
bening yang terlibat.
5) Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila
bermacam-macam prosedur non invasif dan invasif
sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
d. Pencitraan
1) CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru
dan pleura.
2) MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS.Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan
angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik
pada pasien maupun keluarga.
29
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal
sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen
darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
( Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, Rencana Asuhan
Keperawatan, 2000 Pembedahan)
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru
lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak
terkena kanker.
a. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru
atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak
semua lesi bisa diangkat.
c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus,
bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru;
infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
d. Resesi segmental
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
e. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau
penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan
pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji
(potongan es).
f. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura
viscelaris)
30
g. Radiasi
Radioterapi adalah penggunaan sinar pengion dalam
upaya mengobati penderita kanker. Prinsip radioterapi
adalah mematikan sel kanker dengan memberikan dosis
yang tepat pada volume tumor / target yang dituju dan
menjaga agar efek radiasi pada jaringan sehat disekitarnya
tetap minimum
h. Kemoterafi.
Kemoterapi adalah upaya untuk membunuh sel-sel
kanker dengan mengganggu fungsi reproduksi sel.
Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan
jalan memberikan zat/obat yang mempunyai khasiat
membunuh sel kanker.
D. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER
PARU.
1. PENGKAJIAN.
a. Identitas
Dibagi menjadi 2, yaitu: identitas pasien serta identitas
penanggungjawab. Dari identitas berisi tentang biodata diri lengkap,
seperti : nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama, suku
bangsa, diagnose medis, tanggal dan jam masuk pasien serta nomer
registrasi. Dalam identitas penanggungjawab ditambah dengan
hubungan dengan pasien.
b. Keluhan Utama
31
Perasaan lemah, Sesak nafas, nyeri dada, Batuk tak efektif, Serak,
haus, Anoreksia,disfalgia, berat badan menurun, Peningkatan
frekuensi/jumlah urine, dan takut.
c. Riwayat Kesehatan Pasien
Riwayat kesehatan dibagi menjadi 3 , yaitu : riwayat kesehatan
sekarang , dahulu , dan keluarga.
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
pusing,nyeri dada, mudah lelah,palpitasi
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
apakah pernah sebelumnya menderita penyakit disritmia, obat-
obat apa saja yang digunakan untuk mengatasi
disritmia ,penggunaan obat-obatan anti aritmia dan penggunaan
obat digitalis.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
adakah keluarga menderita penyakit kronis dan menular ,
seperti : jantung, asma, diabetes mellitus, TBC, dll.
d. Data Fokus
1. Aktivitas/ istirahat.
Gejala: Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan
rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2. Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung: gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
32
3. Eliminasi.
Gejala: Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan
hormonal, tumor epidermoid)
4. Makanan/ cairan.
Gejala: Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan. Kesulitan menelan. Haus/ peningkatan
masukan cairan.
Tanda: Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava),
edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid).
5. Nyeri/ kenyamanan.
Gejala: Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak
selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat
dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau
adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
6. Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan
atau produksi sputum, nafas pendek. Pekerja yang terpajan
polutan, debu industry, serak, paralysis pita suara. Adanya
riwayat merokok
33
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja,Peningkatan fremitus
taktil (menunjukkan konsolidasi) Krekels/ mengi pada
inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/
mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang
mengalami lesi).
7. Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau
karsinoma)Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan
hormonal, karsinoma sel kecil)
8. Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma
sel
besar)Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil).
e. Pemeriksaan fisik fokus pada kanker paru menurut Arif Muttaqin
(2008: 201-202), yaitu :
B1 (Breathing)
1) Inspeksi
secara umum biasanya klien tampak kurus, terlihat batuk, dengan/tanpa
peningkatan produksi sekret. Pergerakan dada biasanya asimetris
apabila terjadi komplikasi efusi pleura dengan hemoragi. Nyeri dada
dapat timbul dalam berbagai bentuk tetapi biasanya dialami sebagai
rasa sakit atau tidak nyaman akibat penyebaran neoplastik ke
mediastinum. Selain itu, dapat pula timbul nyeri pleuritis bila terjadi
serangan sekunder pada pleura akibat penyebaran neoplastik atau
pneumonia.
P : Provoking Incident (pemicu)
34
Q : Quality or Quantity (kualitas)
R : Regioin (area)
S : Severity ot pain (skala nyeri)
T : Time (kapan keluhan sering muncul).
Skala nyeri :
Rentang Karakteristik
0 Tidak nyeri
1 Nyeri ringan
2 Nyeri sedang
3 Nyeri hebat
4 Nyeri sangat hebat
5 Nyeri paling hebat
Gejala-gejala umum seperti anoreksia, lelah, dan berkurangnya berat
badan merupakan gejala-gejala lanjutan.
2) Palpasi
pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil premitus biasanya menurun.
3) Perkusi
pada perkusi, didapat suara normal sampai hipersonor.
4) Auskultasi didapat bunyi stidor lokal, wheezing unilateral didapat
apabila karsinoma melibatkan penyempitan bronkhus dan ini
merupakan tanda khas pada tumor bronkhus. Penyebaran lokal tumor
keseluruh mediastinum dapat menimbulkan suara serak akibat
terserangnya saraf rekuren, terjadi disfagia, akibat ketelibatan esofagus,
dan paralisis hemidiafragma akibat keterlibatan saraf frenikus.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.
a. Preoperasi
1) Kerusakan pertukaran gas b/d hipoventilasi.
35
2) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan jumlah
secret paru, meningkatnya tahanan jalan napas
3) Ansietas b/d perubahan status kesehatan, takut mati
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan b/d kurang
informasi
b. Pasca Operasi
1) Kerusakan pertukaran gas b/d pengangkatan jaringan paru,
gangguan suplai oksigen,
2) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d viskositas secret,
keterbatasan gerakan dada, kelemahan
3) Nyeri akut b/d trauma jaringan, insisi bedah
4) Ansietas b/d perubahan status kesehatan, ancaman kematian
3. RENCANA KEPERAWATAN
a. Preoperasi
DX 1
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat
dengan GDA dalam rentang normaldan bebas gejala distress
pernapasan.
2) Klien berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi :
1) Kaji status pernapasan, catat peningkatan
frekwensi. Rasionalnya dispneu merupakan kompensasi adanya
tahan jalan napas
2) Catat ada tidaknya bunyi tambahan. Rasionalnya bunyi napas
dapat menurun. Krekles adalah bukti peningkatan cairan dalam
36
area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas
membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya
tahanan atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan
mucus atau edema serta tumor.
3) Kaji adanya sianosis. Rasionalnya penurunan oksigenasi
bermakna terjadi sebelum sianosis.
4) Kolaborasi pemberian oksigen. Rasionalnya memaksimalkan
sediaan oksigen sesuai kebutuhan tubuh.
Dx.2
Kriteria hasil :
1) Hilangnya dispneu
2) Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih
3) Mengeluarkan secret tanpa kesulitan
4) Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki atau
mempertahankan jalan napas
Intervensi :
1) Catat perubahan dan upaya pola
napas. Rasionalnya penggunaan otot interkostal/abdominal dan
pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernapas.
2) Observasi penurunan ekspansi dinding
dada. Rasionalnya ekspansia dada sehubungan dengan
akumulasi cairan, edema dan secret pada lobus.
3) Catat karakteristik batuk juga produksi dan karakteristik
sputum. Rasionalnya karakteristik batuk dapat berubah
tergantung pada penyebebnya, sputum bila ada mungkin
banyak, merah atau purulen.
37
4) Pertahankan posisi tubuh atau kepala dan gunakan alat bantu
napas sesuai kebutuhan.Rasionalnya menudahkan memelihara
jalan napas atas paten.
5) Kolaborasi pemberian bronkodilator (aminofilin, albuterol dll).
Awasi untuk efek samping merugikan dari obat (takikardi,
hipertensi, insommnia dan tremor). Rasionalnya obat diberkan
untuk menghialngkan spasme bronkus, menurunkan viskositas
secret, memperbaiki venrilasi dan memudahkan pengeluaran
secret.
DX. 3
Kriteria Hasil :
1) Mengakui dan mendiskusikan rasa takutnya
2) Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun
3) Menunjukkan pemecahan masalah
Intervensi:
1) Obserfasi peningkatan gelisah, emosi
labil. Rasional memburuknya penyakit dapat menyebabkan /
meningkatkan ansietas.
2) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit
rangsangan. Rasionalnyamenurunkan ansietas dengan
meningkatkan relaksasi dan penghematan energy.
3) Tunjukkan/bantu dengan teknik
relaksasi . rasionalnya memberikan kesempatan bagi pasien
untuk menangani ansietasnya sendir idan merasa terkontrol.
4) Identifikasi presepsi klien terhadap ancaman yang
ada. Rasionalnya membantu pengenalan ansietas/takut dan
mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu klien.
5) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan
perasaan. Rasionalnyamerupakan langkah awal dalam
mengatasi perasaan.
38
Dx. 4
Kriteria hasil :
1) Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi
2) Menggambarkan/ menyatakan diet, obat dan program aktifitas
3) Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang
memerlukan perhatian medic.
Intervensi :
1) Bantu klien untuk belajar memenuhi kebutuhannya. Berikan
informasi yang jelas dan ringkas pada klien. Rasionalnya untuk
meningkatkan konsentrasi dan energy untuk penerimaan tugas
baru.
2) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang
obat. Rasionalnya pemberian instruksi penggunaan obat yang
aman membantu pasien untuk mengikuti dengan tepet program
pengobatan.
3) Kaji konseling nutrisi tentang kebutuhan makanan dan kalori
klien. Rasionalnyapasien dengan pernapasan berat biasanya
mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga
memerlukan peningkatan nutrisis untuk proses penyembuhan.
4) Berikan pedoman untuk aktifitas. Rasionalnya pasien tidak
boleh terlalau lelah dan mengimbangi periode istirahat dan
aktifitas untuk meningkatkan stamina dan menjegak kebutuhan
oksigen yang berlebihan.
b. Pasca Operasi
Dx. 1
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jarinhan
adekuat degan gda dlam rentang normal
2) Bebas gejala distress pernapasan
39
Intervensi :
1) Catat frekwensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan.
Obserfasi penggunaan otot bantu napas dan perubahan
kulit. Rasionalnya pernapasan meningkat sebagai akibat nyeri
atau sebagai akibat mekanisme kompensasi awal terhadap
hilangnya jaringan paru.
2) Auskultasi paru untuk gerakan udara dan bunyi napas tidak
normal.Rasionalnya konsolidasi dan kurangnya gerakan udara
pada sisi yang dioperasi noemal pada pasien pneumonoktomi.
Namun pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara
normal pada lobus yang masih ada.
3) Pertahankan kepatenan jalan napas pasien dengan memberikan
posisi, pengisapan dan penggunaan alat bantu
pernapasan. Rasionalnya obstruksi jalan napas mempengaruhi
ventilasi yang dapat mengganggu pertukaran gas.
4) Bantu dengan latihan napas dalam dan napas mulut dengan
tepat. Rasionalnya meningkatkan ventilasi maksimal dan
oksigenasi serta mencegah atelektasis.
Dx. 2
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan patensi napas dengan cairan secret mudah
dikeluarkan, bunyi napas jelas dan pernapasan tidak bising.
Intervensi :
1) Auskultasi dada untuk karakterisitik bunyi napas dan adanya
secret. Rasionalnya pernapasan bising, rinki dan mengi
menunjukkan tertahannya secret dan obstruksi jalan napas.
2) Bantu pasien /instruksikan untuk napas dalam efektif dan batuk
dengan posisi duduk dan menekan daerah insisi. Rasionalnya
posisis duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan
penekanan menguatkan upaya batuk untuk mobilisasi dan
pembuangan secret.
40
3) Obserfasi jumlah dan karakteristik sputum. Rasionalnya
peningkatan jumalah secret tidak berwarna/berair awalnya
normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
4) Dorong masikan cairan peroral (2500 ml/hari). Rasionalnya
hidrasi adekuat untuk mempertahankan secret
hilang/peningkatan pengeluaran
5) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran dan analgetik
sesuai indikasi. Rasionalnya menghilangkan spasme bronkus
untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan
menurunkan viskositas secret.
Dx. 3
Kriteria hasil :
1) Klien melaporkan nyeri hilang/terkontrol
2) Tampak rileks dan istirahat dengan baik
3) Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan
Intervensi :
1) Tanyakan pasien tentang nyeri, tentukan karakteristik nyeri
(skala 0-10). Rasionalnya membantu evaluasi gejala nyeri
karana kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien
dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk
evaliasi keefektifan analgesic dan meningkatkan control nyeri.
2) Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri
pasien. Rasionalnya ketidaksesuaian antara petunjuk verbal
/nonverbal dapat memberikan pentunjuk derajat nyeri,
kebutuhan/kekefektifan intervensi.
3) Catat kemungkinan penyebab nyeri. Rasionalnya insisi
posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi
anterolateral.
41
4) Dorong klien untuk menyatakan perasaannya tentang
nyeri. Rasionalnya takut dapat meningkatkan tegangan otot dan
meningkatkan ambang presepsi nyeri
Dx.4
Kriteria hasil :
1) Mengakui dan mendiskusikan masalah
2) Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan
tampak rileks
Intervensi :
1) Evaluasi tingkat pemahaman pasien atau orang terdekat tentang
penyakit klien.Rasionalnya pasien dan orang terdekat
mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi
adanya perubahan pola hidup
2) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan
dikuatkan. Rasionalnya bila penyangkalan ekstrim atau
ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan
3) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan
jujur. Rasionalnyamenurunkan presepsi kesalahan interpretasi
terhadap informasi.
Recommended