View
7
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang berbahaya dan
mengerikan karena tidak dapat di perkirakan kapan terjadi. Semua kerusakan akibat
gempa bumi tercatat pada sejarah. Gempa bumi menyebabkan banyak kematian dan
kerusakan hingga hari ini. Pada hakikatnya gempa bumi adalah getaran dari kulit
bumi yang bersifat sementara dan kemudian menyebar ke segala arah.
Pergerakan benua dan samudra terjadi akibat penimbunan energi elastik
atau strain yang berasal dari gempa bumi secara kontinuitas dalam waktu yang
lama. Kulit bumi bergerak secara menerus walaupun sangat kecil. Pergerakan
tersebut menghasilkan getaran tetapi tidak dikatakan gempa bumi karena sifat
getarannya terus menerus karena sifat getaran gempa bumi memiliki waktu awal
dan akhir terjadinya (waktu berlangsung) sangat jelas.
2.1.1. Elastic Rebound Theory
Terdapat teori yang dikenal dengan “Elastic Rebound Theory” yang dimana
teori ini menjelaskan bahwa distorsi serta tegangan dan regangan yang terkait di
lapisan luar bumi menumpuk seiring dengan perjalanan waktu sampai akhirnya
tekanan di beberapa lokasi menjadi cukup tinggi untuk memecah batu penyebabnya
sehingga tergeser di sepanjang beberapa bidang sesar yang sudah ada sebelumnya.
Pergeseran pada satu titik menyebabkan meningkatnya tegangan pada batu
didekatnya sehingga pergeseran tersebut merambat cepat di sepanjang bidang
patahan yang menghasilkan pantulan regangan elastis seketika. Energi regangan
yang terakumulasi di batuan kemudian melepaskan dan merambat ke segala arah
dari sumber dalam bentuk gelombang kejut (Taranath, 1988).
7
Gambar 2.1. Elastic Rebound Theory
Sumber: www.youtube.com/watch?v=eIph_0oU9uQ
2.2. Struktur Tahan Gempa
Pada umumnya struktur bangunan normal seperti gedung, perkantoran,
bangunan sekolah, toko, dan sebagainya tidak perlu didesain untuk menahan gaya
gempa kuat dengan respon elastik tanpa mengalami kerusakan. Ketika struktur
berespon elastis maka diperlukan dimensi dan kekuatan struktur yang besar dan
bernilai tidak ekonomis. Hal ini dikarenakan dalam merencanakan struktur tersebut
tahan terhadap gempa kuat yang terjadi dalam kurun waktu 500 tahun atau hanya
beresiko 10%. Sehingga saat gempa kuat terjadi resiko kerusakan mungkin terjadi
tetapi tanpa keruntuhan struktur pada tingkat desain tertentu agar tidak jatuhnya
korban jiwa. Korban jiwa merupakan hal utama yang harus dicegah saat
perencanaan struktur tahan gempa.
Struktur tahan gempa bukan struktur yang mampu menahan gaya gempa
dengan baik sehingga mencegah terjadinya kerusakan pada struktur, namun lebih
kepada bagaimana kemampuan respon struktur terhadap gaya gempa. Perencanaan
struktur dengan kriteria pembebanan gempa yang sesuai dengan peraturan desain
seismik yang berlaku, kemudian permodelan struktur yang dikombinasikan dengan
elemen struktur tambahan (penahan lateral) untuk meningkatkan ketahanan gempa,
selanjutnya melakukan analisa dengan sejumlah metode untuk mengukur kinerja
8
dalam merespon gempa. Tujuan dari desain struktur tahan gempa adalah untuk
meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan akibat beban gempa, membatasi
ketidaknyamanan yang terjadi akibat gempa, dan menjamin tetap berlangsungnya
fungsi vital dari bangunan itu sendiri. Perilaku struktur harus bersifat daktail agar
dapat bertahan/ merespon gaya gempa yang kuat sehingga dapat menoleransi gaya
yang timbul setelah struktur mencapai kondisi ultimit.
Berdasar model performance base design tentang kriteria desain banguan
tahan gempa saat ini yang dirancang pertama kali oleh FEMA 349 Action Plan on
Performance Based Design. PBD menetapkan 4 (empat) kriteria desain bagi
bangunan tahan gempa, yaitu:
Operational : Bangunan diharapkan tetap beroperasi setelah
terjadinya gempa.
Immediate Occupancy : Bangunan diharapkan dapat segera digunakan/
dihuni kembali.
Life Safety : Kerusakan bangunan dirancang agar tidak
sampai menimbulkan korban jiwa.
Collapse Prevention : Boleh terjadi kerusakan pada struktur, namun
tidak hingga terjadi keruntuhan total.
Penerapan kriteria desain diatas tergantung pada rasio umur rencana bangunan
terhadap kala ulang gempa rencana.
Gambar 2.2. Hubungan Gaya Gempa dengan Kriteria Desain Struktur Tahan Gempa
Sumber: google.com//
9
2.3. Teori & Analisa Dinamika Struktur
Menurut Budio (2018), dinamika adalah perubahan atau variasi terhadap
waktu dalam konteks gaya yang bekerja (eksitasi) pada struktur. Beban dinamis
dapat berupa variasi besaran (magnitude), arah (direction) atau posisi (point of
application) berubah terhadap waktu. Respon struktur terhadap beban dinamik
seperti lendutan dan tegangan yang memilki besaran berdasar perubahan waktu.
Gambar 2.3. Balok kantilever dengan (a) beban statis dan (b) beban dinamis.
Sumber: Budio, 2018
Permodelan matematis merupakan hal yang paling diperlukan dalam analisa
dinamis. Untuk mempermudah secara keseluruhan disederhanakan dalam bentuk
diagram alir pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Diagram Alir Analisa Dinamis
Sumber: Budio, 2018
10
Pada permodelan analitis dapat terdiri dari gambar dari model analitis,
asumsi sederhana yang dibuat untuk menyederhanakan suatu sistem, dan daftar
parameter desain. Sedangkan dalam permodelan analitis dibagi menjadi dua
kategori dasar yaitu:
a. Model berkesinambungan (continues model)
b. Model diskrit (discrete-parameter model)
Model berkesinambungan (continues model) memiliki jumlah derajat
kebebasan (Number of Degree of Freedom) tak berhingga. Namun dengan proses
idealisasi, sebuah model matematis dapat mereduksi jumlah derajat kebebasan
menjadi suatu jumlah diskrit.
Gambar 2.5. Model analitis berkesinambungan dan diskrit pada sebuah balok kantilever
Sumber: Budio, 2018
Model berkesinambungan pada gambar 2.5(a) menunjukan jumlah derajat
kebebasan tak berhingga, sedangkan model diskrit pada gambar 2.5 (b) dan (c)
ditunjukan dengan model massa terkelompok (lumped-mass model) dimana massa
terbagi rata dari sistem dianggap sebagai massa titik atau partikel.
11
2.3.1. Degree of Freedom
Degree of freedom merupakan jumlah koordinat bebas yang menetapkan
susunan atau posisi sistem pada setiap saat.
Gambar 2.6. Beberapa model struktur dengan derajat kebebasan SDOF (Single Degree of
Freedom) dan MDOF (Multi Degree of Freedom). Sumber: Budio, 2018
2.3.2. Dinamika Karakteristik Struktur
Struktur dinamik dapat dipertimbangkan sebagai bahan belajar struktur
dalam kesetimbangan dinamis. Yang dimana dalam bentuk matematis adalah
persamaan gerak. Pada persamaan kesetimbangan statik menjelaskan kesetimbang-
an antara gaya dalam struktur dan gaya luar yang bekerja pada struktur. Persamaan
gerak menjelaskan kesetimbangan gaya dalam dan gaya luar serta inersia dan efek
redaman. Model matematis struktur dinamis terdiri dari 4 (empat) elemen yaitu:
massa, elastisitas, redaman, dan perpindahan.
12
Gambar 2.7. Sistem satu derajat kebebasan dan diagram free body massa balok
Sumber: Chen and Scawthron, 2003
Pada gambar diatas menunjukkangaya gaya yang bekerja pada suatu masa.
Gaya yang bekerja diarah perpindahan derajat kebebasan termasuk beban kerja p(t)
dan tiga gaya menghasilkan: inersia fI, redaman fD, gaya pegas fs. dimana persamaan
untuk gaya gaya terserbut dituliskan menjadi:
𝑓𝐼 + 𝑓𝐷 + 𝑓𝑠 = 𝑝(𝑡) (1)
Pada setiap gaya diwakili pada sisi kiri persamaan adalah fungsi dari
perpindahan u, atau turunannya.
Gaya inersia:
𝑓𝐼 = 𝑚. �̈� (2)
Gaya redaman
𝑓𝐷 = 𝑚. �̇� (3)
Gaya pegas
𝑓𝑠 = 𝑘. 𝑢 (4)
Yang kemudian jika disubtitusikan persamaan diatass maka persamaan
menjadi:
𝑚. �̈� + 𝑚. �̇� + 𝑘. 𝑢 = 𝑝(𝑡) (5)
2.4. Perilaku Bangunan Tinggi terhadap Gempa Bumi
Perilaku bangunan tinggi saat gempa bumi yang menjadi permasalahan
adalah getaran yang diterjadi. Pergerakan dasar tidak merusak bangunan seperti
hantaman bola pada dinding maupun tekanan eksternal seperti angin, tetapi lebih
disebabkan oleh gaya dalam yang disebabkan oleh getaran dari massa bangunan.
13
Gerakan seismik tanah menyebabkan struktur bergetar dan menghasilkan
amplitudo atau simpangan yang terjadi pada gedung. Sehingga objek dari desain
gempa bumi adalah bangunan tidak seharusnya menjadi bahaya bagi kehidupan jika
terjadi guncangan yang kuat. Setiap struktur memiliki frekuensi yang biasa dikenal
sebagai natural frequency. Jika gempa bumi terjadi memiliki frekuensi yang sama
dengan atau mendekati frekuensi bangunan maka akan mengakibatkan resonansi
yang menyebabkan besarnya amplitudo akan semakin besar. Amplitudo yang
dimaksud disini adalah simpangan yang terjadi pada struktur.
Gambar 2.8. Analogi frekuensi
Sumber: www.google.com
2.5. Core Wall
Core wall merupakan salah satu tipe dinding geser (shear wall) yang berupa
inti pada suatu struktur yang biasanya digunakan pada bagian elektrikal, mekanikal,
dan mobilitas vertikal seperti tangga dan elevator. Dinding geser tipe ini (core wall)
memiliki keuntungan untuk menahan gaya geser dan momen pada kedua arah dan
juga puntir. Core wall merupakan salah satu sistem penahan gaya lateral yang
sering digunakan karena mudahnya sumber material yang dibutuhkan. Namun
kekurangan dalam penggunaan dinding geser adalah berat sendiri dari struktur
tersebut karena besarnya dimensi dan volume yang dibutuhkan apabila struktur
tersebut memiliki ketinggian yang besar.
14
Gambar 2.9. Contoh perletakan core wall pada struktur bangunan
Sumber: Taranath, 1998
2.6. Sistem Belt Truss
Konsep yang relatif baru yang telah berevolusi dalam dua dekade terakhir
adalah menggunakan rangka pada inti yang terikat yang dikombinasikan dengan
kolom eksterior. Sistem ini merukapan belt truss. Belt truss merupakan salah satu
sistem penaham gaya lateral yang pada penggunaannya kolom eksterior terikat oleh
breising pada satu lantai atau lebih. Sehingga fungsi dasar kolom untuk mendukung
beban gravitasi, kolom juga berfungsi menahan gerakan lateral bangunan. Sistem
belt truss umumnya digunakan sebagai salah satu sistem struktural pada bangunan
gedung tinggi agar efektif mengontrol simpangan akibat beban lateral. Sehingga,
selama beban lateral kecil atau sedang akibat beban angin bahkan gempa bumi
resiko kerusakan struktural dan non-struktural dapat diminimalisir. Untuk
bangunan bertingkat tinggi terutama di zona aktif seismik atau beban angin yang
15
dominan, sistem ini dapat dipilih sebagai sistem penahan gaya lateral yang sesuai
untuk menambah kekakuan struktur (Taranath, 1998).
Gambar 2.10. Struktur dengan Sistem Belt truss
Sumber: www.google.com
2.6.1. Perilaku Sistem Belt Truss
Penggunan sistem ini berupa kolom diikat atau tersambung dengan belt
truss dimana untuk menambah kekakuan. Cara kerja dari sistem belt truss ialah
ketika struktur mengalami beban lateral besar, seperti gempa bumi. Sistem belt
truss berfungsi sebagai menambah kekakuan struktur dan mengurangi rotasi dan
tekukan yang terjadi pada core wall. Jadi ketika bangunan mengalami beban lateral,
aksi dari belt truss menahan tekuk pada core wall seperti memasukkan titik infleksi
pada kurva defleksi. Pembalikkan dalam lengkungan defleksi mengurangi gerakan
lateral di bagian atas struktur yang diberikan sistem belt truss. Umumnya
peningkatan dapat mencapai 25-30% dalam kekakuan jika dibandingkan dengan
sistem struktur tanpa belt truss karena kolom eksterior bekerja dengan terikat
dengan belt truss untuk menahan beban lateral (Taranath, 1998).
Sistem Belt Truss diilustrasikan berupa peran penting yang dapat dimainkan
oleh inti dan terhubung dengan sendi pada kolom di bagian luar gedung yang
memungkinkan desain fasad terbuka dengan skema struktur keseluruhan. Selain
16
menjadi efisien dalam menahan beban lateral, juga dapat memberikan tambahan
untuk menyamakan pemendekan diferensial kolom eksterior yang dihasilkan dari
suhu dan ketidakseimbangan beban aksial antara kolom inti dan eksterior.
penempatan rangka kaku di bagian atas bangunan menghilangkan gerakan
diferensial antara kolom interior dan eksterior dalam ekspansi dan pengekangan
ketegangan ketika kolom dalam kondisi tekan.
Gambar 2.11. (a) Defleksi pada inti berupa kantilever; (b) pembalikkan tekuk oleh cap dan belt
truss
Sumber: Taranath, 1998
Pada gambar 2.11. menjelaskan perilaku dari sistem topi breising. Pada
gambar 2.11. (a) menunjukkan suatu struktur bangunan dengan sistem core wall/
braced wall. Jika diasumsi hanya inti bangunan yang terdapat pengaku lateral, maka
perilaku dari inti bangunan menyerupai dengan kantilever bebas. Ketika inti
bangunan dihubungkan dengan kolom eksterior dengan sistem cap dan belt truss,
inti bangunan tidak bebas berotasi pada ujung atas seperti kondisi kantilever bebas.
Sistem tidak seperti kondisi murni kantilever bebas karena pada bagian atas terjepit
seperti pada bagian dasar sehingga menghasilkan defleksi berbentuk kurva s dengan
titik infleksi sepert gambar 2.11. (b). Efek dari aksi kombinasi ini untuk mengurangi
momen tekuk pada inti bangunan dan juga meminimalisir delfeksi; Besarnya
reduksi simpangan tergantung pada kekakuan dari inti, rangka breising, dan besar
penampangnya.
17
Dalam pendekatan penyelesaian dilakukannya studi perilaku kantilever
terjepit untuk beberapa titik spring diletakkan. Analisa permodelan dengan spring
dilakukan pada ujung ketinggian, ¾ ketinggian, ½ ketinggian, dan ¼ ketinggian.
Gambar 2.12. Perilaku kantilever terjepit pada penahan pegas, x = 0
Sumber: Taranath, 1998
Pada kasus 1 (gambar 2.12) spring pada Z = L. rotasi yang sesuai dengan
kondisi pada Z = L dapat ditulis seperti dibawah ini:
𝜃𝑊 − 𝜃𝑆 = 𝜃𝐿 (6)
Dimana:
𝜃𝑊 = rotasi kantilever pada Z = L karena beban lateral seragam W, rad.
𝜃𝑆 = rotasi karena pegas penahan pada Z = L, rad.
𝜃𝐿 = Rotasi akhir dari kantilever pada Z = L, rad.
Jika pada kantilever dengan inersia (I) dan modulus elastis (E) seragam dan
beban lateral (W). maka dapat diperoleh persamaan:
𝜃𝑊 =
𝑊𝐿3
6𝐸𝐼
(7)
Jika M1 dan K1 menunjukkan momen dan kekakuan pegas pada Z = L (Pers.
6), maka dapat dituliskan kembali menjadi:
𝑊𝐿3
6𝐸𝐼−
𝑀1𝐿
𝐸𝐼=
𝑀1
𝐾1
(8)
18
Kemudian disederhanakan menjadi:
𝑀1 =
𝑊𝐿3/6𝐸𝐼
1 𝐾1⁄ + 𝐿/𝐸𝐼
(9)
Simpangan yang dihasilkan ∆1 pada puncak atap bangunan dapat diperoleh
dengan superposisi defleksi kantilever karena beban eksternal seragam W dan
defleksi karena momen yang disebabkan oleh pegas.
∆1= ∆𝑙𝑜𝑎𝑑 − ∆𝑠𝑝𝑟𝑖𝑛𝑔 (10)
=
𝑊𝐿4
8𝐸𝐼−
𝑀1𝐿2
2𝐸𝐼
∆1=
𝐿2
2𝐸𝐼 (
𝑊𝐿2
4− 𝑀1) (11)
Gambar 2.13. Perilaku kantilever terjepit pada penahan pegas, x = 0.25L
Sumber: Taranath, 1998
Pada kasus 2 (gambar 2.13) Gambaran umum untuk delfeksi lateral y untuk
kantilever seragam yang diberikan beban lateral seragam diberikan dengan:
𝑦 =
𝑊
24𝐸𝐼(𝑥4 − 4𝐿3𝑥 + 3𝐿4)
*(12)
*Dengan x dihitung dari puncak atas.
Penurunan terhadap terhadap x, gambaran secara umum untuk kemiringan
kantilever diberikan dengan:
𝑑𝑦
𝑑𝑥=
𝑊
6𝐸𝐼(𝑥3 − 𝐿3) (13)
19
Kemiringan pada pegas disubtitusikan dengan Z= 3L/4, yaitu x = L/4 pada
persamaan (13) sehingga,
𝑑𝑦
𝑑𝑥(𝑎𝑡 𝑧 =
3𝐿
4) =
𝑊
6𝐸𝐼(
𝐿3
64− 𝐿3) =
𝑊𝐿3
6𝐸𝐼𝑥
63
64 (14)
Dengan menggunakan M2 dan K2 sebagai notasi momen dan kekakuan
pegas pada Z = 3L/4, persamaan pada lokasi kedua dapat ditulis dengan:
𝑊𝐿3
6𝐸𝐼(
63
64) −
𝑀2
𝐸𝐼(
3𝐿
4) =
𝑀2
𝐾2 (15)
Dengan K2 = 4K1/3, maka M2 dapat ditulis menjadi:
𝑀2 = (
𝑊𝐿3/6𝐸𝐼
1/𝐾1 + 𝐿/𝐸𝐼 )
63/64
3/4= (
𝑊𝐿3/6𝐸𝐼
1/𝐾1 + 𝐿/𝐸𝐼) 1.31 (16)
Melihat pada persamaan M1 (Pers.9), maka jika disubtitusikan menjadi
𝑀2 = 1.31 𝑀1 (17)
Simpangan diberikan dengan hubungan:
∆2=
𝑊𝐿4
8𝐸𝐼−
𝑀23𝐿
4𝐸𝐼(𝐿 −
3𝐿
8) (18)
atau
∆2=𝐿2
2𝐸𝐼(
𝑊𝐿2
4− 1.23 𝑀1) (19)
Gambar 2.14. Perilaku kantilever terjepit pada penahan pegas, x = 0.50L
Sumber: Taranath, 1998
20
Pada kasus 3 (gambar 2.14), dengan pegas Z = L/2. Rotasi pada Z = L/2
yang disebabkan oleh beban eksternal W dapat disamakan seniali dengan:
7𝑊𝐿3
48𝐸𝐼−
𝑀3𝐿
2𝐸𝐼=
𝑀3
𝐾3
(20)
Dengan menggunakan M3 dan K3 sebagai notasi momen dan kekakuan
pegas pada Z = L/2, dengan K3 = 2K1, dihasilkan M3 sebgai berikut:
𝑀3 = (
𝑊𝐿3/6𝐸𝐼
1/𝐾1 + 𝐿/𝐸𝐼 ) ×
7
4
(21)
Kemudian disubtitusikan dengan persamaan (9) pada pers M1, maka:
𝑀3 = 1.75 𝑀1 (22)
Simpangan diberikan dengan hubungan:
∆3=
𝑊𝐿4
8𝐸𝐼−
𝑀3𝐿
2𝐸𝐼(𝐿 −
𝐿
4) (23)
atau
∆2=𝐿2
2𝐸𝐼(
𝑊𝐿2
4− 1.31 𝑀1) (24)
Gambar 2.15. Perilaku kantilever terjepit pada penahan pegas, x = 0.25L
Sumber: Taranath, 1998
Pada kasus 4 (gambar 2.15), dengan pegas Z = L/4. Rotasi pada Z = L/4
yang disebabkan oleh beban eksternal W dapat disamakan senilai dengan:
𝑊𝐿3
6𝐸𝐼(
37
64) −
𝑀4𝐿
4𝐸𝐼=
𝑀4
𝐾4 (25)
21
Dengan menggunakan M4 dan K4 sebagai notasi momen dan kekakuan
pegas pada Z = L/4, dengan K4 = 4K1, dihasilkan M4 sebgai berikut:
𝑀4 = (
𝑊𝐿3/6𝐸𝐼
1/𝐾1 + 𝐿/𝐸𝐼 ) ×
4 . 37
64 (26)
Kemudian disubtitusikan dengan persamaan (9) pada pers M1, maka:
𝑀4 = 2.3 𝑀1 (27)
Simpangan diberikan dengan hubungan:
∆4=
𝑊𝐿4
8𝐸𝐼−
𝑀4𝐿
4𝐸𝐼(𝐿 −
𝐿
8) (28)
atau
∆4=𝐿2
2𝐸𝐼(
𝑊𝐿2
4− 𝑀1) (29)
Belt truss merupakan breising yang hanya mampu menerima gaya aksial
yang terjadi pada struktur. Untuk mengontrol penampang belt truss menggunakan
SNI 1729-2015 tentang Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural yang
diatur pada pasal D dan E.
2.6.2. Kondisi Tarik Aksial
Pada komponen struktur terjadi kondisi gaya aksial tarik maka perlu
dilakukan analisa untuk mengontrol agar dapat berfungsi dengan baik yang akan
dibahas pada sub bab dibawah ini.
2.6.2.1 Pembatasan Kelangsingan Komponen Tarik Aksial
Berdasar SNI 1729-2015 Pasal D menjelaskan pada kelangsingan untuk
komponen struktur dalam tarik rasio kelangsingan L/r lebih baik tidak melebihi 300
2.6.2.2 Kekuatan Tarik
Berdasar SNI 1729-2015 menjelaskan pada kekuatan tarik desain harus
diambil nilai terendah yang diperoleh dari keadaan batas leleh tarik pada
penampang bruto dan keruntuhan tarik pada penampang neto.
22
Untuk leleh tarik pada penampang bruto
𝑃𝑛 = 𝐹𝑦𝐴𝑔 (30)
dengan 𝜃𝑡= 0.9
Untuk keruntuhan tarik pada penapang neto
𝑃𝑛 = 𝐹𝑢𝐴𝑒 (31)
dengan 𝜃𝑡= 0.75
Dimana:
𝐴𝑒 = 𝐴𝑛𝑈 (32)
Keterangan
𝐴𝑒 = Luas neto efektif penampang (mm2)
𝐴𝑛 = Luas neto penampang. (mm2)
𝐴𝑔 = Luas bruto penampang. (mm2)
𝐹𝑦 = Tegangan leleh minimum yang disyaratkan. (MPa)
𝐹𝑢 = Kekuatan tarik miimum yang disyaraknan. (MPa)
U = Faktor Shear lag, yang ditentukan seperti pada tabel 2.1.
2.6.3. Kondisi Tekan Aksial
Dalam analisa komponen struktur belt truss ditentukan pemeriksaan
penampang sesuai dengan tabel 2.2.
2.6.3.1 Pembatasan Kelangsingan Komponen Tekan Aksial
Berdasar SNI 1729 tahun 2015 dalam merancang komponen struktur tekan
perhitungan kelangsingan komponen struktur, KL/r, sebaiknya tidak melebihi 200.
Dimana untuk nilai faktor panjang efektif, K, ditentukan pada tabel 2.3.
23
Tabel 2.1. Faktor Shear lag untuk Sambungan pada Komponen Struktur Tarik Kasus Deskripsi Elemen Faktor Shear lag, U Contoh
1
Semua komponen struktur tarik dimana beban tarik
disalurkan secara langsung ke setiap dari elemen
profil melintang melalui sarana penyambung/las
(kecuali seperti Kasus 4, 5 dan 6)
U = 1.0 -
2
Semua komponen struktur tarik, kecuali pelat dan
PSB, dimana beban tarik disalurkan ke beberapa
tetapi tidak semua dari elemen profil melintang
melalui sarana penyambung atau las longitudinal
atau melalui las longitudinal dalam kombinasi
dengan las transversal. (Secara alternatif, untuk W,
M, S dan HP, Kasus 7 dapat digunakan. Untuk baja
siku, Kasus 8 dapat digunakan)
𝑈1 − 𝑋/𝑙
3
Semua komponen struktur tarik dimana beban tarik
hanya disalurkan melalui las transversal ke
beberapa tetapi tidak semua dari elemen profil
melintang.
U= 1.0 Dan
An= Luas elemen
yang disambung
langsung
-
4 Pelat dimana beban tarik disalurkan melalui hanya
las longitudinal.
l ≥2w ... U= 1.0
2w>l≥1.5w ..U= 0.87
1.5w> l≥w U= 0.75
5 PSB Bundar dengan sebuah pelat buhul konsentris
tunggal
6 PSB Persegi
Dengan sebuah pelat buhul
konsentris tunggal
Dengan dua sisi pelat buhul
7
Bentuk W, M, S
atau HP atau T
memotong dari
bentuk-bentuk ini
(Jika U dihitung
dalam Kasus 2, nilai
yang lebih besar
diizinkan untuk
digunakan).
Dengan sayap disambung-
kan dengan 3/ lebih sarana
penyambung per baris di
arah pembebanan
bf ≥ 2/3d ...U = 0,90
bf < 2/3d ...U = 0,85
-
Dengan badan disambung-
kan dengan 4/ lebih sarana
penyambung per baris di
arah pembebanan
U = 0.70 -
8
Siku tunggal dan
ganda (Jika U
dihitung dalam
Kasus 2, nilai yang
lebih besar
diizinkan
untuk digunakan).
Dengan 4 atau lebih sarana
penyambung per baris di
arah pembebanan
U = 0.80 -
Dengan 3 sarana
penyambung perbaris di
arah pembebanan
(Dengan lebih sedikit dari 3
sarana penyambung
perbaris di arah pembe-
banan, gunakan Kasus 2).
U = 0.60 -
l = panjangan sambungan, in. (mm); w = lebar pelat, in. (mm);
x = eksentrisitas sambungan, in. (mm);
B = lebar keseluruhan dari komponen struktur PSB persegi, diukur 90o terhadap bidang dari sambungan,
in. (mm);
H = tinggi keseluruhan dari komponen struktur PSB persegi, diukur pada bidang sambungan, in. (mm)
Sumber: SNI 1729-2015
24
Tabel 2.2. Rasio Tebal terhadap lebar: Elemen Tekan Komponen Struktur Menahan Tekan Aksial
Kasus Deskripsi elemen
Rasio
tebal
terhadap
lebar
Batasan
rasio
tebal
terhadap
lebar
Contoh
Ele
men
tan
pa
pen
gak
u
1
Sayap dari Profil I canai
panas, pelat yang
diproyeksikan dari profil I
canai panas; kaki berdiri
bebas dari sepasang siku
disambung dengan kontak
menerus, sayap dari kanal,
dan sayap dari T
b/ t
2
Sayap dari profil I
tersusun dan pelat atau
kaki siku yang
diproyeksikan dari
profil I tersusun
b/t
3
Kaki dari siku tunggal,
kaki dari siku ganda
dengan pemisah, dan
semua elemen tak
diperkaku lainnya
b/t
4 stem dari T d/t
5 badan dari profil I simetris
ganda dan kanal h/tw
6
dinding PSB persegi dan
boks dari ketebalan
merata
b/t
7
Pelat penutup sayap dan
pelat diafragma antara
deretan sarana
penyambung atau las
b/t
8 Semua elemen diperkaku
lainnya b/t
9 PSB bulat D/t
Sumber: SNI 1729-2015
25
Tabel 2.3. Penentuan Nilai Faktor Panjang Efektif, K
Buckled shape of
column is shown by
dashed line
Theoretical K value 0.5 0.7 1.0 1.0 2.0 2.0
Recommended design
value when ideal
conditions are
approximated
0.65 0.60 1.2 1.0 2.10 2.0
End condition code
Rotation fixed and translation fixed
Rotation free and translation fixed
Rotation fixed and translation free
Rotation free and translation free
Sumber: Rommel, 2017
2.6.3.2 Analisa Tekan Aksial
Berdasar SNI 1729 tahun 2015 dalam merancang komponen struktur
terhadap kuat tekan desain mengacu pada prosedur yang ditentukan pada tabel 2.4.
2.7. Analisa Ketahanan Gempa
Pada analisa ketahanan gempa terdapat beberapa ketentuan yang harus
diketahui untuk merancangan desain bangunan tahan gempa yang akan dijelaskan
pada sub bab dibawah ini.
2.7.1. Kategori Resiko dan Faktor Keutamaan Gempa
Berdasar SNI 1726-2012 Pada saat merencanakan struktur bangunan perlu
menentukan kategori resiko yang ditentukan berdasarkan jenis pemanfaatan
struktur tersebut. Sedangkan faktor keutamaan gempa digunakan untuk
mengamplifikasi beban gempa rencana sehingga dapat meminimalisir kerugian/
kerusakan yang timbul. Penentuan kategori resiko dan faktor keutamaan gempa
disajikan pada tabel 2.5.
26
Tabel 2.4. Tabel Pemilihan untuk Penerapan Profil Bab E
Penampang Melintang
Tanpa Elemen Langsing Dengan Elemen Langsing
Penampang
pada
Bab E
Keadaan
Batas
Penampang
pada
Bab E
Keadaan
Batas
E3
E4
FB
TB E7
LB
FB
TB
E3
E4
FB
FTB E7
LB
FB
FTB
E3 FB E7 LB
FB
E3 FB E7 LB
FB
E3
E4
FB
FTB E7
LB
FB
FTB
E6
E3
E4
FB
FTB
E6
E7
LB
FB
FTB
E5 - E5 -
E3 FB N/A N/A
Bentuk tidak simetris
selain siku tunggal E4 FTB E7
LB
FTB
FB = tekuk lentur, TB = tekuk torsi, FTB = tekuk torsi-lentur, LB = tekuk lokal
Sumber: SNI 1729-2015
27
Tabel 2.5. Kategori Resiko dan Faktor Keutamaan Gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
Resiko
Faktor Keutamaan
Gempa
Gedung dan non gedung yang memliki resiko rendah
terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan,
termasuk, antara lain:
a. Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan
perikanan.
b. Fasilitas sementara
c. Gudang penyimpanan
d. Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
I 1,00
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam
kategori resiko I, III, IV, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
a. Perumahan
b. Rumah toko dan rumah kantor
c. Pasar
d. Gedung perkantoran
e. Gedung apartemen/ rumah susun
f. Pusat perbelanjaan/ mall
g. Bangunan industry
h. Fasilitas manufaktur
i. Pabrik
II 1,00
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi
terhadap jiwa manusia pada say terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
a. Bioskop
b. Gedung pertemuan
c. Stadion
d. Fasilitas kesehatan yang memiliki unit bedah dan unit
gawat darurat
e. Fasilitas penitipan anak
f. Penjara
g. Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori
resiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan
dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal
terhadap kehiduan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
a. Pusat pembangkit listrik biasa
b. Fasilitas penanganan air
c. Fasilitas penanganan limbah
d. Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk kategori
resiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas
manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggu-
naan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya,
bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang
mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau
peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai
batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan
cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi
kebocoran.
III 1.25
28
Lanjutan Tabel 2.5. Kategori Resiko dan Faktor Keutamaan Gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
Resiko
Faktor Keutamaan
Gempa
Gedung dan non gedungn yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang
penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
a. Bangunan-bangunan monumental
b. Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
c. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
fasilitas bedah dan unit gawat darurat
d. Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan
tempat perlindungan darurat lainnya
e. Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
f. Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
listrik, tangka air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau
struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam
kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi saat keadaan
darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan ntuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lain yang termasuk kedalam kategori
resiko IV.
IV 1.50
Sumber: SNI 1726-2012
2.7.2. Klasifikasi Situs
Berdasar SNI 1726-2012 tipe kelas situs diklasifikasikan berdasar sifat-sifat
tanah pada situs yang disajikan pada tabel 2.6.
Tabel 2.6. Klasifikasi Situs Kelas Situs �̅�𝑺 (m/detik) �̅� atau 𝑵𝒄𝒉 �̅�𝒘 (kPa)
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras, sangat
padat dan batuan lunak) 350 sampai 750 >50 ≥100
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
SE (tanah lunak)
<175 <15 <50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3m tanah dengan
karakteristik sebagai berikut:
Indeks plastisitas, PI >20
Kadar air, w ≥40%
Kuat geser niralir �̅�𝑀 < 25kPa
Kelas Situs �̅�𝑺 (m/detik) �̅� atau 𝑵𝒄𝒉 �̅�𝒘 (kPa)
SF (tanah khusus, yang
membutuhkan
investigasi geoteknik
spesifik dan analisis
respons spesifik situs
yang mengikuti 6.10.1
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari
karakteristik berikut:
Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah
likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah
Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H>3m)
Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H>7.5m dengan Indeks
Plastisitas PI>75)
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H>35m dengan
�̅�𝑀<50kPa
Sumber: SNI 1726-2012
29
2.7.3. Faktor Amplifikasi Situs
Berdasar SNI 1726-2012 faktor amplifikasi percepatan pada getaran periode
pendek (Fa) dan faktor amplifikasi percepatan pada getaran perioda 1 detik (Fv)
yang ditentukan dengan perumusan dibawah ini.
𝑆𝑀𝑆 = 𝐹𝑎. 𝑆𝑠 (33)
𝑆𝑀1 = 𝐹𝑉 . 𝑆1 (34)
Pada koefisien situs diperoleh berdasar pada tabel 2.7 dan tabel 2.8.
Tabel 2.7. Koefisien Situs Fa
Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada
perioda pendek, T=0.2 detik, Ss
Ss ≤ 0.25 Ss = 0.5 Ss = 0.75 Ss = 1.0 Ss ≥ 1.25
SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
SC 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0
SD 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0
SE 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9
SF SSb
Sumber: SNI 1726-2012
Tabel 2.8. Koefisien Situs Fv
Kelas Situs
Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada
perioda pendek, T=1 detik, S1
S1 ≤ 0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.3 S1 = 0.4 S1 ≥ 0.5
SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
SC 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3
SD 2.4 2 1.8 1.6 1.5
SE 3.5 3.2 2.8 2.4 2.4
SF SSb
Sumber: SNI 1726-2012
2.7.4. Parameter Percepatan Spektral Desain
Pada parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek (SDS) dan
perioda 1 detik (SD1) ditentukan dengan persamaan dibawah ini.
𝑆𝐷𝑆 =2
3𝑆𝑀𝑆 (35)
𝑆𝐷1 =2
3𝑆𝑀1 (36)
30
2.7.5. Kategori Desain Seismik
Berdasar SNI 1726-2012, pada menentukan kategori desain seismik
ditentukan berdasar parameter respons percepatan yang disajikan pada tabel 2.9 dan
tabel 2.10.
Tabel 2.9. Kategori desain seismik berdasar parameter respon percepatan
pada periode pendek
Nilai SDS Kategori risiko
I atau II atau III IV
SDS > 0.167 A A
0.167 ≤ SDS < 0.33 B C
0.33 ≤ SDS < 0.50 C D
0.50 ≤ SDS D D
Sumber: SNI 1726-2012
Tabel 2.10. Kategori desain seismik berdasar parameter respon percepatan
pada periode 1 detik
Nilai SD1 Kategori risiko
I atau II atau III IV
SD1 < 0.167 A A
0.067 ≤ SD1 < 0.133 B C
0.133 ≤ SD1 < 0.200 C D
0.20 ≤ SD1 D D
Sumber: SNI 1726-2012
2.7.6. Spektrum Respons Desain
Berdasar SNI 1726-2012, spektrum respons dalam menentukan kurva harus
mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk periode T < T0, spektrum respons percepatan (Sa) diambil berdasar
persamaan:
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 (0.4 + 0.6
𝑇
𝑇0)
(37)
b. Untuk periode T0 ≤T≤ Ts, spektrum respons percepatan (Sa) sama dengan
SDS.
c. Untuk periode Ts < T, spektrum respons percepatan (Sa), diambil berdasar
persamaan:
31
𝑆𝑎 =
𝑆𝐷1
𝑇
(38)
Keterangan:
SDS = parameter respoms spektral percepatan desain pada periode pendek
SD1 = parameter respons spektrall percepatan desain pada periode 1 detik
T = periode getar fundamental struktur
T0 = 0.2𝑆𝐷1
𝑆𝐷𝑆
TS = 𝑆𝐷1
𝑆𝐷𝑆
Gambar 2.16. Spektrum respons desain
Sumber: SNI 1726-2012
2.7.7. Pemilihan Sistem Struktur
Berdasar SNI 1726-2012 dalam pemilihan sistem struktur, nilai R, Cd, dan
Ω0 disesuaikan dengan sistem penahan gaya gempa yang digunakan ditentukan
berdasar tabel 2.12.
2.7.8. Simpangan Antar Lantai
Berdasar SNI 1726-2012, dalam mengontrol simpangan antar lantai (storey
drift) terdapat ketentuan yang diatur pada peraturan tersebut. Pada parameter
respons yang ditinjau harus dikombinasikan dengan metode akar jumlah kuadrat
(SRSS) atau metode kombinasi kuadrat lengkap (CQC) yang harus dihitung sesuai
persamaan berikut:
32
𝛿𝑥 = 𝐶𝑑 . 𝛿𝑥𝑒
𝐼𝑒 (39)
Dimana:
𝐶𝑑 = faktor pembesaran delfleksi
𝛿𝑥𝑒 = defleksi pada lokasi lantai yang ditinjau diakbatkan gaya gempa lateral
𝐼𝑒 = faktor keutamaan struktur
Gambar 2.17. Penentuan simpangan antar lantai
Sumber: SNI 1726-2012
Simpangan antar lantai tingkat desain tidak boleh melebihi batas simpangan
antar lantai ijin seperti tabel 2.11.
Tabel 2.11. Simpangan Antar Lantai Ijin
Struktur Kategori Resiko
I atau II III IV
Struktur, selain dari struktur dinding geser batu bata, 4
tingkat atau kurang dengan dinding interior, partisi,
langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah
didesain untuk mengakomodasi simpangan antar lantai
tingkat.
0,025hsx c 0,020 hsx 0,015 hsx
Struktur dinding geser kantilever batu batad 0,010 hsx 0,010 hsx 0,010 hsx
Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 hsx 0,007 hsx 0,007 hsx
Semua struktur lainnya 0,020 hsx 0,015 hsx 0,010 hsx
Sumber: SNI 1726-2012
Keterangan:
hsx : tinggi tingkat dibawah tingkat x.
33
Tabel 2.12. Faktor R, Cd, Dan Ω0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Sistem penahan penahan gaya seismik
Koefisien
modifikasi
respons,
Ra
Faktor
kuat
lebih
sistem,
Ω0R
Faktor
pembesaran
defleksi,
Cdh
Batasan sistem struktur
dan batasan tinggi
struktur, hc (m)
Kategori desain seismik
B C Dd Ed Fe
A. Sistem dinding penumpu
Dinding geser beton bertulang khusus 5 2½ 5 TB TB 48 48 30
Dinding geser beton bertulang biasa 4 2½ 4 TB TB TI TI TI
Dinding geser beton polos didetail 2 2½ 2 TB TI TI TI TI
Dinding geser beton polos biasa 1½ 2½ 1½ TB TI TI TI TI
Dinding geser pracetak menengah 4 2½ 4 TB TB 12k 12k 12k
Dinding geser pracetak biasa 3 2½ 3 TB TI TI TI TI
Dinding geser batu bata bertulang khusus 5 2½ 3½ TB TB 48 48 30
Dinding geser batu bata bertulang menengah 3½ 2½ 2¼ TB TB TI TI TI
Dinding geser batu bata bertulang biasa 2 2½ 1¾ TB 48 TI TI TI
Dinding geser batu bata polos detail 2 2½ 1¾ TB TI TI TI TI
Dinding geser batu bata polos biasa 1½ 2½ 1¼ TB TI TI TI TI
Dinding geser batu bata polos prategang 1½ 2½ 1¾ TB TI TI TI TI
Dinding geser batu bata ringan (AAC) bertulang biasa 2 2½ 2 TB 10 TI TI TI
Dinding geser batu bata ringan (AAC) polos biasa 1½ 2½ 1½ TB TI TI TI TI
Dinding rangka ringan (kayu) dilapisi dengan panel struktur kayu yang ditujukan untuk
tahanan geser, atau dengan lembaran baja. 6½ 3 4 TB TB 20 20 20
Dinding rangka ringan (baja canai dingin) yang dilapisi dengan panel struktur kayu
yang ditujukan untuk tahanan geser, atau dengan lembaran baja 6½ 3 4 TB TB 20 20 20
Dinding rangka ringan dengan panel geser dari semua material lainnya 2 2½ 2 TB TB 10 TI TI
Sistem dinding rangka ringan (baja canai dingin) menggunakan breising strip datar 4 2 3½ TB TB 20 20 20
34
Lanjutan Tabel 2.12. Faktor R, Cd, Dan Ω0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Sistem penahan penahan gaya seismik
Koefisien
modifikasi
respons,
Ra
Faktor
kuat lebih
sistem,
Ω0R
Faktor
pembesaran
defleksi,
Cdh
Batasan sistem struktur dan
batasan tinggi struktur, hc (m)
Kategori desain seismik
B C Dd Ed Fe
B. Sistem rangka bangunan
Rangka baja dengan breising eksentris 8 2 4 TB TB 48 48 30
Rangka baja dengan breising kosentris khusus 6 2 5 TB TB 48 48 30
Rangka baja dengan breising kosentris biasa 3¼ 2 3¼ TB TB 10j 10j TIj
Dinding geser beton bertulang khusus 6 2½ 5 TB TB 48 48 30
Dinding geser beton bertulang biasa 5 2½ 4½ TB TB TI TI TI
Dinding geser beton polos detail 2 2½ 2 TB TI TI TI TI
Dinding geser beton polos biasa 1½ 2½ 1½ TB TI TI TI TI
Dinding geser pracetak menengah 5 2½ 4½ TB TB 12k 12k 12k
Dinding geser pracetak biasa 4 2½ 4 TB TI TI TI TI
Rangka baja dan beton komposit dengan breising eksentris 8 2 4 TB TB 48 48 30
Rangka baja dan beton komposit dengan breising konsentris khusus 5 2 4½ TB TB 48 48 30
Rangka baja dan beton komposit dengan breising konsentris biasa 3 2 3 TB TB TI TI TI
Dinding geser pelat baja dan beton komposit 6½ 2½ 5½ TB TB 48 48 30
Dinding geser baja dan beton komposit khusus 6 2½ 5 TB TB 48 48 30
Dinding geser baja dan beton komposit biasa 5 2½ 4½ TB TB TI TI TI
Dinding geser batu bata bertulang khusus 5½ 2½ 4 TB TB 48 48 30
Dinding geser batu bata bertulang menengah 4 2½ 4 TB TB TI TI TI
Dinding geser batu bata bertulang biasa 2 2½ 2 TB 48 TI TI TI
Dinding geser batu bata polos didetail 2 2½ 2 TB TI TI TI TI
Dinding geser batu bata polos biasa 1½ 2½ 1¼ TB TI TI TI TI
Dinding geser batu bata prategang 1½ 2½ 1¾ TB TI TI TI TI
Dindingrangka ringan (kayu) 7 2½ 4½ TB TB 22 22 22
Dinding rangka ringan (baja canai dingin) yang dilapisi dengan panel struktur kayu
yang dimaksudkan untuk tahanan geser, atau dengan lembaran baja 7 2½ 4½ TB TB 22 22 22
Dinding rangka ringan dengan panel geser dari semua material lainnya 2½ 2½ 2½ TB TB 10 TB TB
Rangka baja dengan breising terkekang terhadap tekuk 8 2½ 5 TB TB 48 48 30
Dinding geser pelat baja khusus 7 2 6 TB TB 48 48 30
35
Lanjutan Tabel 2.12. Faktor R, Cd, Dan Ω0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Sistem penahan penahan gaya seismik
Koefisien
modifikasi
respons,
Ra
Faktor
kuat lebih
sistem,
Ω0R
Faktor
pembesaran
defleksi,
Cdh
Batasan sistem struktur dan
batasan tinggi struktur, hc (m)
Kategori desain seismik
B C Dd Ed Fe
C. Sistem rangka pemikul momen
Rangka baja pemikul momen khusus 8 3 5½ TB TB TB TB TB
Rangka batang baja pemikul momen khusus 7 3 5½ TB TB 48 30 TI
Rangka baja pemikul momen menengah 4½ 3 4 TB TB 10h,i TIh TIi
Rangka baja pemikul momen biasa 3½ 3 3 TB TB TIh TIh TIi
Rangka beton bertulang pemikul momen khusus 8 3 5½ TB TB TB TB TB
Rangka beton bertulang pemikul momen menengah 5 3 4½ TB TB TI TI TI
Rangka beton bertulang pemikul momen biasa 3 3 2½ TB TI TI TI TI
Rangka baja dan beton komposit pemikul momen khusus 8 3 5½ TB TB TB TB TB
Rangka baja dan beton komposit pemikul momen menengah 5 3 4½ TB TB TI TI TI
Rangka baja dan beton komposit terkekang parsial pemikul momen 6 3 5½ 48 48 30 TI TI
Rangka baja dan beton komposit pemikul momen biasa 3 3 2½ TB TI TI TI TI
Rangka baja canai dingin pemikul momen khusus dengan pembautan 3½ 3o 3½ 10 10 10 10 10
D. Sistem ganda dengan rangka pemikul momen khusus yang mampu menahan
paling sedikit 25% gaya gempa yang ditetapkan
1. Rangka baja dengan breising eksentris 8 2½ 4 TB TB TB TB TB
2. Rangka baja dengan breising konsentris khusus 7 2½ 5½ TB TB TB TB TB
3. Dinding geser beton bertulang khusus 7 2½ 5½ TB TB TB TB TB
4. Dinding geser beton bertulang biasa 6 2½ 5 TB TB TI TI TI
5. Rangka baja dan beton komposit dengan breising eksentris 8 2½ 4 TB TB TB TB TB
6. Rangka baja dan beton komposit dengan breising konsentris khusus 6 2½ 5 TB TB TB TB TB
7. Dinding geser pelat baja dan beton komposit 7½ 2½ 6 TB TB TB TB TB
8. Dinding geser baja dan beton komposit khusus 7 2½ 6 TB TB TB TB TB
9. Dinding geser baja dan beton komposit biasa 6 2½ 5 TB TB TI TI TI
10. Dinding geser batu bata bertulang khusus 5½ 3 5 TB TB TB TB TB
11. Dinding geser batu bata bertulang menengah 4 3 3½ TB TB TI TI TI
12. Rangka baja dengan breising terkekang terhadap tekuk 8 2½ 5 TB TB TB TB TB
13. Dinding geser pelat baja khusus 8 2½ 6½ TB TB TB TB TB
36
Lanjutan Tabel 2.12. Faktor R, Cd, Dan Ω0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Sistem penahan penahan gaya seismik
Koefisien
modifikasi
respons,
Ra
Faktor
kuat lebih
sistem,
Ω0R
Faktor
pembesaran
defleksi,
Cdh
Batasan sistem struktur dan
batasan tinggi struktur, hc (m)
Kategori desain seismik
B C Dd Ed Fe
E. Sistem ganda dengan rangka pemikul momen menengah mampu
menahan paling sedikit 25% gaya gempa yang ditetapkan
1. Rangka baja dengan breising konsentris khusus 6 2½ 5 TB TB 10 TI TIh,k
2. Dinding geser beton bertulang khusus 6½ 2½ 5 TB TB 48 30 30
3. Dinding geser batu bata bertulang biasa 3 3 2½ TB 48 TI TI TI
4. Dinding geser batu bata bertulang menengah 3½ 3 3 TB TB TI TI TI
5. Rangka baja dan beton komposit dengan breising konsentris khusus 5½ 2½ 4½ TB TB 48 30 TI
6. Rangka baja dan beton komposit dengan breising biasa 3½ 2½ 3 TB TB TI TI TI
7. Dinding geser baja dan betonkomposit biasa 5 3 4½ TB TB TI TI TI
8. Dinding geser beton bertulang biasa 5½ 2½ 4½ TB TB TI TI TI
F. Sistem interaktif dinding geser-rangka dengan rangka pemikul
momen beton bertulang biasa dan dinding geser beton bertulang biasa 4½ 2½ 4 TB TI TI TI TI
G. Sistem kolom kantilever didetail untuk memenuhi persyaratan untuk:
1. Sistem kolom baja dengan kantilever khusus 2½ 1¼ 2½ 10 10 10 10 10
2. Sistem kolom baja dengan kantilever biasa 1¼ 1¼ 1¼ 10 10 TI TIh,i TIh,i
3. Rangka beton bertulang pemikul momen khusus 2½ 1¼ 2½ 10 10 10 10 10
4. Rangka beton bertulang pemikul momen menengah 1½ 1¼ 1½ 10 10 TI TI TI
5. Rangka beton bertulang pemikul momen biasa 1 1¼ 1 10 TI TI TI TI
6. Rangka kayu 1½ 1½ 1½ 10 10 10 TI TI
H. Sistem baja tidak didetail secara khusus untuk ketahanan seismik,
tidak termasuk sistem kolom kantilever 3 3 3 TB TB TI TI TI
Sumber: SNI 1726: 2012
37
2.8. Beban Struktur
Beban pada struktur bangunan merupakan salah satu faktor penting dalam
merencanakan pembangunan suatu struktur. Hal ini karena struktur yang di desain
harus mampu menerima beban-beban yang bekerja pada struktur. Sehingga struktur
akan aman terhadap deformasi, perpindahan, dan gaya dalam yang terjadi akibat
beban bekerja. Salah satu peraturan yang mengatur tentang pembebanan adalah SNI
1727 tahun 2013 tentang Pembebanan Minimum untuk Perancangan Bangunan
Gedung dan Struktur Lain. Dalam peraturan tersebut terdapat beberapa beban yang
diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang akan dijelaskan pada sub bab 2.8.1;
2.8.2; dan 2.8.3.
2.8.1. Beban Mati
Beban mati adalah berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap,
beban yang dimasuk seperti segala unsur tambahan, dinding, balok, kolom atap,
plafond, finishing, mesin-mesin, dan peralatan yang tidak dapat dipisahkan pada
gedung tersebut. Berat sendiri struktur juga merupakan beban mati yang bekerja
akibat adanya gravitasi bumi.
2.8.2. Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang terjadi akibat oleh pemakaian, penggunaan,
dan/atau penghunian suatu gedung yang bersifat berpindah-pindah dan tidak tetap.
Beban berat manusia dan beban-beban pada lantai yang berasal dari pergerakan
barang yang berpindah dalam suatu waktu merupakan termasuk beban penggunaan.
Salju dan air hujan juga termasuk beban hidup karena memiliki kurun waktu
tertentu. Bekerjanya beban hidup ini dapat dari segala arah dan bentuknya dapat
berupa beban konsentrat, distribusi merata, distribusi tidak merata,
benturan/hantaman, dan getaran/akselerasi.
Pada tabel 2.13 merupakan beban hidup terdistribusi merata minimum dan
beban hidup terpusat minimum yang berlaku dalam mendesain pembebanan pada
perencanaan bangunan gedung.
38
Tabel 2.13. Beban Hidup Terdistribusi Merata Minimum dan Beban Hidup Terpusat Minimum
Hunian atau penggunaan Merata
psf (kN/m2)
Terpusat
lb (kN)
Apartemen (lihat rumah tinggal)
Sistem lantai akses
Ruang kantor
Ruang komputer
50 (2,4)
100 (4,79)
2 000 (8,9)
2 000 (8,9)
Gudang persenjataan dan ruang latihan 150 (7,18)a
Ruang pertemuan
Kursi tetap (terikat di lantai)
Lobi
Kursi dapat dipindahkan
Panggung pertemuan
Lantai podium
100 (4,79)a
100 (4,79)a
100 (4,79)a
100 (4,79)a
150 (7,18)a
Balkon dan dek
1,5 kali beban
hidup untuk
daerah yang
dilayani. Tidak
perlu melebihi
100 psf
(4,79 kN/m2)
Jalur untuk akses pemeliharaan 40 (1,92) 300 (1,33)
Koridor
Lantai pertama
Lantai lain
100 (4,79) sama
seperti pelayanan
hunian kecuali
disebutkan lain
Ruang makan dan restoran 100 (4,79)
Hunian (lihat rumah tinggal)
Ruang mesin elevator 300 (1,33)
Konstruksi pelat lantai finishing ringan 200 (0,89)
Jalur penyelamatan terhadap kebakaran
Hunian satu keluarga saja
100 (4,79)
40 (1,92)
Tangga permanen Lihat pasal 4.5
Garasi/Parkir
Mobil penumpang saja
Truk dan bus
40 (1,92)
Susuran tangga, rel pengamandan batang pegangan Lihat pasal 4.5
Helipad
60
(2,87) Tidak boleh
direduksi
e,f,g
Rumah sakit:
Ruang operasi, laboratorium
Ruang pasien
Koridor diatas lantai pertama
60 (2,87)
40 (1,92)
80 (3,83)
1000 (4,45)
1000 (4,45)
1000 (4,45)
Hotel (lihat rumah tinggal)
Perpustakaan
Ruang baca
Ruang penyimpanan
Koridor di atas lantai pertama
60 (2,87)
150 (7,18) a, h
80 (3,83)
1000 (4,45)
1000 (4,45)
1000 (4,45)
Pabrik
Ringan
Berat
125 (6,00)a
250 (11,97)a
2000 (8,90)
3000(13,40)
39
Lanjutan Tabel 2.13. Beban Hidup Terdistribusi Merata Minimum dan Beban Hidup Terpusat
Minimum
Hunian atau penggunaan Merata
psf (kN/m2)
Terpusat
lb (kN)
Gedung perkantoran:
Ruang arsip dan komputer harus dirancang untuk beban
yang lebih berat berdasarkan pada perkiraan hunian
Lobi dan koridor lantai pertama
Kantor
Koridor di atas lantai pertama
100 (4,79)
50 (2,40)
80 (3,83)
2000 (8,90)
2000 (8,90)
2000 (8,90)
Lembaga hukum
Blok sel
Koridor
40 (1,92)
100 (4,79)
Tempat rekreasi
Tempat bowling, Kolam renang, dan penggunaan yang sama
Bangsal dansa dan Ruang dansa
Gimnasium
Tempat menonton baikterbuka atau tertutup
Stadium dan tribun/arena dengan tempat duduk tetap
(terikat pada lantai)
75 (3,59)a
100 (4,79)a
100 (4,79)a
100 (4,79)a,k
60 (2,87)a,k
Rumah tinggal
Hunian (satu keluarga dan dua keluarga)
Loteng yang tidak dapat didiami tanpa Gudang
Loteng yang tidak dapat didiami dengan Gudang
Loteng yang dapat didiami dan ruang tidur
Semua ruang kecuali tangga dan balkon
Semua hunian rumah tinggal lainnya
Ruang pribadi dan koridor yang melayani mereka
Ruang publika dan koridor yang melayani mereka
10 (0,48)l
20 (0,96)m
30 (1,44)
40 (1,92)
40 (1,92)
100 (4,79)
Atap
Atap datar, berbubung, dan lengkung
Atap digunakan untuk taman atap
Atap yang digunakan untuk tujuan lain
Atap yang digunakan untuk hunian lainnya
Awning dan kanopi
Konstruksi pabrik yang didukung oleh struktur rangka
kaku ringan
Rangka tumpu layar penutup
Semua konstruksi lainnya
Komponen struktur atap utama, yang terhubung langsung
dengan pekerjaan lantai
Titik panel tunggal dari batang bawah ranga atap atau
setiap titik sepanjang komponen struktur utama yang
mendukung atap diatas pabrik, gudang, dan perbaikan
garasi
Semua komponen struktur atap utama lainnya
Semua permukaan atap dengan beban pekerja
pemeliharaan
20 (0,96)
100 (4,79)
Sama seperti
hunian dilayani
5 (0,24) tidak
boleh direduksi
5 (0,24) tidak
boleh direduksi dan
berdasarkan luas
tributari dari atap
yang ditumpu oleh
rangka
20 (0,96)
i
200 (0,89)
2000 (8,9)
300 (1,33)
300 (1,33)
40
Lanjutan Tabel 2.13. Beban Hidup Terdistribusi Merata Minimum dan Beban Hidup Terpusat
Minimum
Hunian atau penggunaan Merata
psf (kN/m2)
Terpusat
lb (kN)
Sekolah
Ruang kelas
Koridor di atas lantai pertama
Koridor lantai pertama
40 (1,92)
80 (3,83)
100 (4,79)
1000 (4,5)
1000 (4,5)
1000 (4,5)
Bak-bak/scuttles, rusuk untuk atap kaca dan langit-langit
yang dapat diakses 200 (0,89)
Pinggir jalan untuk pejalan kaki, jalan lintas kendaraan, dan
lahan/jalan untuk truk-truk 250 (11,97) 8000 (35,6)
Tangga dan jalan keluar
Rumah tinggal untuk satu dan dua keluarga saja
100 (4,79)
40 (1,92)
300r
300r
Gudang diatas langit-langit
Gudang penyimpan barang sebelum disalurkan ke pengecer
(jika diantisipasi menjadi gudang penyimpanan, harus
dirancang untuk beban lebih berat)
Ringan
Berat
20 (0,96)
125 (6,00)a
250 (11,97)
Toko
Eceran
Lantai pertama
Lantai diatasnya
Grosir, di semua lantai
100 (4,79)
75 (3,59)
125 (6,00)a
1000 (4,45)
1000 (4,45)
1000 (4,45)
Penghalang kendaraan Lihat Pasal
4.5
Susuran jalan dan panggung yang ditinggikan (selain jalan
keluar) 60 (2,87)
Pekarangan dan teras, jalur pejalan kaki 100 (4,79)
Sumber: SNI 1727-2013
2.8.3. Beban Gempa
Beban gempa adalah beban yang terjadi karena adanya pergerakan tanah
yang terproses secara alami dibawah struktur suatu gedung atau bangunan. Dalam
menghitung beban gempa terdapat beberapa cara antara lain statik ekivalensi (static
equivalent, static linear), repons spektrum (response spectrum, dynamic linear),
push over, dan riwayat waktu (time history, dynamic non-linear). Dalam
merencanakan beban gempa mengacu pada peraturan SNI 1726 tahun 2012 yang
akan dibahas pada sub bab 2.9.1.
41
2.8.4. Kombinasi Beban
Kombinasi beban merupakan suatu cara untuk merancang beban yang
bekerja pada struktur sedemikian rupa sehingga gedung mampu menerima dan
memikul beban yang lebih besar daripada beban layan atau beban aktual agar
terhindar dari kegagalan struktur. Persyaratan berdasar SNI 2847: 2013 Pasal 9.2
besarnya kuat perlu (U) yang dihitung sebagai kondisi paling kritis merupakan yang
harus dipikul suatu elemen struktur adalah sebagai berikut:
U = 1.4D (40)
U = 1.2D + 1.6L + 0.5(Lr atau R) (41)
U = 1.2D + 1.6(Lr atau R) + (1.0L atau 0.5W) (42)
U = 1.2D + 1.0W + 1.0L + 0.5(Lr atau R) (43)
U = 1.2D + 1.0E + 1.0L (44)
U = 0.9D + 1.0W (45)
U = 0.9D + 1.0E (46)
2.9. Metode Respon Spektrum
Menurut Chen dan Scawthon (2003) menjelaskan bahwa metode respon
spektrum dapat digunakan dalam penentuan perkiraan respons maksimum pada
sistem MDOF tanpa melakukan dengan analisa riwayat waktu. Analisa spektrum
respons terdiri dari tiga langkah yaitu:
a. Analisis modal, yaitu, penentuan mode getaran alami dan frekuensi terkait.
b. Penentuan respons maksimum dalam setiap moda, modal respon, termasuk
dalam analisis yang melibatkan penentuan nilai maksimum dari koordinat
modal, ηimax, selama durasi dari pemuatan gempa untuk setiap moda.
c. Kombinasi respons modal untuk memperoleh perkiraan respons maksimum.
Respon modal maksimum untuk moda i, ηimax perpindahan respons
spektrum, Sd(ωi), disajikan pada persamaan 47.
𝜂𝑖𝑚𝑎𝑥 =𝛽
𝑀𝑖∗ 𝑆𝑑 . (𝜔𝑖) (47)
42
Perpindahan vektor relatif (deformasi), uimax berhubungan dengan respon
puncak maksimum moda i, maka persamaan menjadi:
𝑢𝑖𝑚𝑎𝑥 = 𝜑𝑖 . 𝜂𝑖𝑚𝑎𝑥 = 𝜑𝑖
𝛽
𝑀𝑖∗ 𝑆𝑑 . (𝜔𝑖) (48)
Nilai maksimum dari jumlah respon seperti perpindahan relatif, gaya-gaya
elemen, dan reaksi respon pada moda i dapat dengan mudah ditentukan berdasarkan
pada deformasi (uimax). Pada umumnya, respon maksimum uimax tidak terjadi pada
titik yang sama bersamaan untuk semua moda i= 1,… , n, dan semua kombinasi
modal maksimum hanya dapat perkiraan respons aktual maksimum.
Metode yang relatif sederhana dan praktis, didukung oleh probabilistik
untuk menghitung perkiraan jumlah respons maksimum adalah prosedur square-
root-of-the-sum-of-the-squares (SRSS). Jika qimax adalah nilai maksimum kuantitas
respons, (contoh: gaya geser elemen) karena moda i, perkiraan maksimum kuantitas
karena respons dalam semua moda yang termasuk dalam analisis, i= 1,... , n, adalah:
𝑞𝑚𝑎𝑥 = √∑ 𝑞𝑖𝑚𝑎𝑥2
𝑁
𝑖=1
(49)
Beberapa skema lainnya tentang kombinasi respons modal telah
dikembangkan seperti The Complete Quadratic Combination (CQC) terutama
memprediksi respons total lebih akurat dibandingkan prosedur SRSS pada situasi
dimana sistem memiliki jarak moda yang dekat. Keuntungan dari metode respons
spektrum adalah kemampuan memperoleh perkiraan yang baik secara umum pada
respons gempa yang multi derajat tanpa perlu menganalisa dengan riwayat waktu
penuh. Metode respons spektrum merupakan fitur standar dalam program analisa
struktural. Respons spektra untuk keperluan desain ditentukan pada kode desain
dan respons spektra untuk gempa utama yang dihitung dari rekaman akselerogram
dan disediakan untuk penggunaan umum.
43
2.9.1. Analisis Metode Respons Spektrum
Dalam melakukan analisa pehitungan struktur menggunakan metode
respons spektrum menggunakan SNI 1726 tahun 2012 dimana dijelaskan seperti
pada sub bab dibawah ini.
2.9.1.1. Jumlah Ragam
Analisis harus dilakukan untuk menentukan ragam getar alami untuk
struktur. Analisis harus menyertakan jumlah ragam (mode shape) aga memperoleh
partisipasi massa ragam terkombinasi lebih dari 90% (sembilan puluh persen) dari
massa aktual dalam setiap arah horisontal dari respons yang ditinjau oleh
permodelan struktur.
2.9.1.2. Parameter Respons Ragam
Nilai untuk masing-masing parameter desian terkait gaya yang ditinjau,
termasuk simpangan antar lantai tingkat, gaya dukung, dan gaya elemen struktur
individu untuk masing-masing ragam respons harus dihitung menggunakan properti
masing-masingr agam dan spektrum respons dibagi dengan kuantitas (R/Ie). Nilai
untuk perpindahan dan kuantitas simpangan antar lantai harus dikalikan dengan
kuantitas (Cd /Ie).
2.9.1.3. Parameter Respons Terkombinasi
Nilai untuk masing-masing parameter yang ditinjau, ayng dihitung untuk
berbagai ragam, harus dikombinasikan menggunakan metode akar kuadrat jumlah
kuadrat (SRSS) atau metode kombinasi kuadrat lengkap (CQC), sesuai dengan SNI
1726. Metode CQC harus digunakan untuk masing-masing nilai ragam dimana
ragam berjarak dekat mempunyai korelasi silang yang signifikan di antara respons
translasi dan torsi.
44
2.9.1.4. Skala Nilai Desain Untuk Respons Terkombinasi
Geser Dasar (V) harus dihitung dalam masing-masing dua arah horizontal
orthogonal menggunakan perioda fundamental struktur yang dihitung T dalam
masing-masing arah dan prosedur.
2.9.1.5. Skala Gaya
Jika periode fundamental yang dihitung melebihi CuTa, maka CuTa harus
digunkana sebagai pengganti dari T dalam arah itu, Kombinasi respons untuk geser
dasar ragam (Vt) < 85% geser dasar yang dihitung (V) menggunakan prosedur gaya
lateral ekivalen, maka gaya harus dikalikan dengan 0,85 𝑉
𝑉𝑡.
2.9.1.6. Skala Simpangan Antar Lantai
Jika respons terkombinasi untuk geser dasar ragam (Vt) < 85% dari CsW,
maka simpangan antar lantai harus dikalikan dengan 0,85𝐶𝑠.𝑊
𝑉𝑡.
2.9.1.7. Pengaruh P-Delta
P-Delta merupakan salah satu efek kedua yang terjadi pada struktur atau
biasa dikenal dengan “geometric nonlinearity effect”. Hal ini karena berhubungan
dengan jumlah lantai/ketinggian pada suatu struktur, semakin tinggi struktur maka
semakin terpengaruh dengan P-Delta. P-Delta sendiri adalah efek nonlinear yang
terjadi pada setiap struktur yang dimana elemennya terjadi gaya aksial.
Gambar 2.18. P-Delta pada kolom
Sumber: CSI Analysis Reference Manual, 2017.
45
Pengaruh p-delta pada geser dan momen dan simpangan antar lantai yang
timbul pada bangunan tinggi harus diperhitungkan apabila koefisien stabilitas (𝜃)
lebih dari 0,1.
𝜃 = 𝑃𝑥 . ∆ . 𝐼𝑒
𝑉𝑥 . ℎ𝑠𝑥 . 𝐶𝑑 (50)
Dimana:
𝜃 = koefisien stabilitas
𝑃𝑥 = beban desain vertikal total pada dan diatas tingkat x
∆ = simpangan antar lantai tingkat desainm terjadi secara serentak dengan Vx
𝐼𝑒 = faktor keutamaan hunian
ℎ𝑠𝑥 = gaya geser seismik yang bekerja antara tingkat x dan x - 1
𝐶𝑑 = faktor pembersaran defleksi
Namun nilai koefisien stabilitas tidak boleh melebihi 𝜃𝑚𝑎𝑥 yang ditentukan
pada persamaan .
𝜃𝑚𝑎𝑥 = 0,5
𝛽 . 𝐶𝑑 ≥ 0,25 (51)
Dimana:
𝜃𝑚𝑎𝑥 = koefisien stabilitas maksimum
𝛽 = rasio kebutuhan geser terhadap kapasitas geser untuk tingat x dan x - 1
𝐶𝑑 = faktor pembessaran defleksi
Recommended