View
119
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
hfhffhfhf
Citation preview
BAB IIBAB II
TINJAUAN PUSTAKATINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan menjelaskan tentang pedoman yang akan digunakan dalam
bab selanjutnya dengan tujuan agar perhitungan yang dilakukan nantinya akan dapat
menghasilkan output seperti yang diharapkan. Penjelasan tentang hal tersebut akan
dijelaskan secara garis besar seperti di bawah ini.
1. Penjelasan tentang berbagai macam sistem jaringan drainasi yang ada dan
dipergunakan di Indonesia yaitu : sistem handil, sistem anjir, sistem garpu dan
sistem sisir.
2. Analisa hidrologi, dalam subbab ini membahas tentang pedoman atau tinjauan
pustaka yang digunakan untuk menganalisa data hidrologi. Tujuan dari analisa
ini untuk memperoleh besarnya curah hujan rancangan, curah hujan andalan dan
curah hujan efektif. Adapun yang temasuk di dalam analisa hidrologi tersebut
antara lain sebagai berikut :
2.1. Uji konsistensi data (Rescaled Adjusted Partial Sum)
2.2. Uji abnormalitas data (uji Inlier-Outlier)
2.3. Perhitungan curah hujan rencana. Metode yang digunakan adalah Log
Pearson Tipe III.
2.4. Uji kesesuaian distribusi, uji ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran
dari suatu distribusi yang dipilih yaitu Log Pearson Tipe III. Dalam hal
ini uji kesesuaian distribusi yang digunakan adalah uji Smirnov
Kolmogorov dan uji Chi Kuadrat.
2.5. Perhitungan curah hujan andalan
2.6. Perhitungan curah hujan efektif
3. Analisa klimatologi, analisa ini digunakan untuk mengetahui besarnya
evapotranspirasi yang terjadi. Adapun yang termasuk dalam analisa klimatologi
adalah sebagai berikut :
3.1. Perhitungan besarnya evapotranspirasi potensial yang terjadi. Dalam
studi akhir ini menggunakan dua metode yaitu metode Penmann dan
metode Blaney Criddle.
3.2. Penetapan evapotranspirasi potensial rerata.
4. Analisa kebutuhan air, analisa ini dilakukan untuk menghitung besarnya
kebutuhan air di lahan pertanian yang harus tersedia di intake. Adapun hal-hal
yang termasuk di dalam analisa kebutuhan air adalah sebagai berikut :
4.1. Perhitungan kebutuhan air tanaman
4.2. Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan
4.3. Perhitungan kebutuhan air untuk penggantian lapisan air
4.4. Perhitungan kebutuhan air kotor di sawah
4.5. Perhitungan kebutuhan air bersih di sawah
4.6. Perhitungan kebutuhan air di intake
5. Analisa modulus drainase, subbab ini akan menjelaskan tentang perhitungan
debit yang harus dibuang dari lahan yang menjadi lokasi studi yaitu di daerah
Talingke Kecamatan Tasik Payawan Kabupaten Katingan Propinsi Kalimantan
Tengah. Perhitungan debit yang dilakukan berdasarkan pada besarnya curah
hujan yang turun.
6. Analisa dimensi saluran, subbab ini menjelaskan tentang dimensi saluran yang
akan direncanakan disesuaikan dengan besarnya debit buangan lahan akibat
pengaruh hujan dan akibat pasang surut sungai Katingan mengingat lokasi studi
berkarakteristik lahan pasang surut.
7. Analisa hidrolika, analisa hidrolika digunakan untuk mengetahui profil aliran
yang terjadi pada sistem jaringan drainasi yang direncanakan. Dalam studi ini
digunakan perangkat lunak Hec-Ras 3.1.3 untuk mengetahui profil aliran yang
terjadi. Dalam subbab ini akan menjelaskan langkah-langkah dalam analisa
hidrolika dengan menggunakan HEC RAS 3.1.3 diantaranya :
7.1. Memulai HEC RAS 3.1.3
7.2. Pembuatan File Baru
7.3. Memasukkan Data Geometri
7.4. Memasukkan Data Debit (Unsteady Flow) dan Kondisi Batas
7.5. Pemrosesan Data
7.6. Hasil Pemrosesan Data
8. Analisa stabilitas saluran rencana, analisa ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat stabilitas dari saluran rencana yang ada di lokasi studi di daerah
Talingke. Untuk mempermudah analisa stabilitas digunakan program GEO
SLOPE. Program GEO SLOPE adalah perangkat lunak (software) yang sering
digunakan dalam analisa stabilitas. Kelebihan program GEO SLOPE terletak
pada tampilannya yang menarik dan lebih mendetail daripada perangkat lunak
lain yang sejenis yaitu P SLOPE. Dalam subbab ini akan menjelaskan langkah-
langkah dalam analisa stabilitas dengan menggunakan program GEO SLOPE
diantaranya :
8.1. Memulai GEO SLOPE
8.2. Pengaturan Lembar Kerja Baru
8.3. Menggambar Bentuk Saluran
8.4. Menganalisa Saluran
8.5. Memasukkan Data Geometri Saluran
8.6. Menentukan Keruntuhan Yang Terjadi
8.7. Memproses Data dan Hasil
9. Sistem tata air, dalam subbab ini akan membahas tentang pintu air yang
digunakan di lahan. Diantaranya pintu otomatis, pintu sorong dan pintu skot
balok.
Untuk lebih jelasnya mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam studi akhir ini
dapat dilihat pada uraian-uraian teori di bawah ini :
2.1. Jaringan Tata Air Lahan Rawa
Pemilihan jenis sistem jaringan tata air yang akan digunakan nantinya
bergantung pada karakteristik lokasi studi tersebut. Karakteristik tersebut terutama yang
berkaitan dengan kondisi topografi lokasi dan letak sungai sebagai hilir dari saluran
drainasi rencana nantinya.
2.1.1. Sistem Handil
Sistem handil merupakan sistem tata air tradisional yang rancangannya sangat
sederhana berupa saluran yang menjorok masuk dari muara sungai. (Noor, 2001).
Umumnya handil memiliki lebar 2-3 m, dalam 0,5-1 m dan panjang masuk dari muara
sungai 2-3 km. Jarak antar handil satu dengan yang lainnya berkisar 200-300 m.
Adakalanya panjang handil ditambah atau diperluas sehingga luas yang dikembangkan
dapat mencapai 20-60 Hektar (Idak, 1982 dan Noorsyamsi et al., 1984).
Selain sebagai saluran pengaliran, handil juga berfungsi sebagai saluran drainasi.
Bentuk dari sistem ini biasanya di pinggir handil dibuat saluran-saluran yang tegak
lurus sehingga suatu handil dengan jaringan saluran-salurannya menyerupai bangunan
sirip ikan atau tulang daun nangka.untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1.
Sebuah handil umumnya digali dan dimanfaatkan secara gotong royong oleh 7-10
orang. (Noor, 2001).
Karakteristik utama dari sistem handil ini mengandalkan apa yang telah
diberikan alam berupa tenaga pasang surut untuk mengalirkan air sungai ke saluran-
saluran handil dan parit kongsi, kemudian mengeluarkannya ke arah sungai jika surut.
Kelebihan sistem handil :
1. Sistem ini dapat digunakan sebagai jaringan pengairan/drainasi.
2. Dapat dimanfaatkan sebagai alur transportasi untuk dilewati sejenis sampan atau
perahu kecil.
Kelemahan sistem handil :
1. Hanya cocok dikembangkan untuk skala pengembangan yang relatif kecil dan hanya
dapat menjangkau luas areal yang terbatas.
2. Seringkali timbul masalah titik aliran mati (air diam, tidak bergerak) pada ujung
saluran.
3. Dengan adanya pengembangan saluran-saluran baru yang bedekatan dengan handil
mempengaruhi luapan pasang dari sungai. Muka air pasang pada handil menjadi
lebih dangkal karena dasar saluran handil lebih tinggi daripada saluran-saluran baru
sehingga, fungsi handil menjadi terganggu.
Gambar 2.1. Sistem HandilSumber : Noor, 2001 : 105
2.1.2. Sistem Anjir
Sistem anjir disebut juga dengan sistem kanal yaitu sistem air dengan pembuatan
saluran besar yang dibuat untuk menghubungkan antara dua sungai besar. Saluran yang
dibuat dimaksudkan untuk dapat mengalirkan dan membagikan air yang masuk dari
sungai untuk pengairan jika terjadi pasang dan sekaligus menampung air limpahan
(drainasi) jika surut melalui handil-handil yang dibuat sepanjang anjir. Dengan
1. Handil utama (2-3 km)2. Handil kecil3. Sungai
1
2
3
demikian, air sungai dapat dimanfaatkan untuk pertanaman secara lebih luas dan
leluasa.
Dengan dibuatnya anjir, maka daerah yang berada di kiri dan kanan saluran
dapat diairi dengan membangun handil-handil (saluran tersier) tegak lurus kanal, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2. Perbedaan waktu pasang dari dua sungai
yang dihubungkan oleh sistem anjir ini diharapkan akan diikuti oleh perbedaan muka air
sehingga dapat tercipta suatu aliran dari sungai yang muka airnya lebih tinggi ke sungai
yang rendah.
Kelebihan sistem anjir :
1. Dengan dibuatnya anjir, maka daerah yang berada di kiri dan kanan saluran dapat
diairi dengan membangun handil-handil (di saluran tersier) tegak lurus kanal.
2. Adanya anjir ini menimbulkan lalu lintas transportasi air antara dua kota menjadi
lebih ramai sehingga mendorong pembangunan daerah karena terjadinya
peningkatan arus pertukaran barang dan jasa.
Kelemahan sistem anjir :
1. Terjadi aliran balik pada bagian tengah saluran (kanal) penghubung dari air yang
semestinya dibuang mengalir masuk kembali akibat didorong oleh gerakan pasang.
2. Di wilayah yang berpotensi sulfat asam terjadi kontak antara sedimen air sungai
dengan sedimen asam yang mengandung kadar Al tinggi sehingga menimbulkan
keracunan pada tanaman dan biota air lainnya (Notohadiprawiro, 1996).
Gambar 2.2. Sistem AnjirSumber : Noor, 2001 : 105
2.1.3. Sistem Garpu
Sistem garpu adalah sistem tata air yang dirancang dengan saluran-saluran yang
dibuat dari pinggir sungai masuk menjorok ke pedalaman berupa saluran navigasi dan
saluran primer, kemudian disusul dengan saluran sekunder yang dapat terdiri atas dua
saluran bercabang sehingga jaringan berbentuk menyerupai garpu. Ukuran lebar saluran
1. Handil-handil2. Anjir (28 km)3. Sungai
1
23
3
primer antara 10-20 m dan dalam sebatas di bawah batas pasang minimal. Ukuran lebar
saluran sekunder antara 5-10 m (Notohadiprawiro,1996). Pada setiap ujung saluran
sekunder sistem garpu dibuat kolam yang berukuran luas sekitar 90.000 m2 (300 m x
300 m) sampai dengan 200.000 m2 (400 m x 500 m) dengan kedalaman antara 2,5-3 m.
Pada setiap jarak 200-300 m sepanjang saluran primer/sekunder dibuat saluran tersier
(Noor, 2001 : 103).
Kelebihan sistem garpu :
1. Pada ujung saluran sekunder sistem garpu biasanya dibuat kolam, yang berfungsi
untuk menampung sementara unsur dan senyawa beracun pada saat pasang,
kemudian diharapkan keluar mengikuti surutnya air.
2. Luasan lahan yang dapat dikembangkan dari sistem garpu dapat berkisar 10 ribu
hektar.
Kelemahan sistem garpu :
1. Biaya yang relatif mahal dalam pemeliharaan kolam.
2. Terjadinya aliran mati pada bagian ujung-ujung saluran yang menjadikan aliran air
tidak sempurna.
3. Mutu air sepanjang saluran sekunder pada sistem garpu yang menuju ke arah kolam
makin asam sehingga pada kolam penampungan menjadi sumber asam (Anwar et
al., 1994).
Gambar 2.3. Sistem GarpuSumber : Noor, 2001 : 105
2.1.4. Sistem Sisir
Sistem sisir merupakan pengembangan sistem anjir yang dialihkan menjadi satu
saluran utama atau dua saluran primer yang membentuk sejajar sungai. Pada sistem sisir
tidak dibuat kolam penampung pada ujung-ujung saluran sekunder sebagaimana pada
sistem garpu. Sistem saluran dipisahkan antara saluran pemberi air dan drainasi. Pada
1. Saluran Primer2. Saluran Sekunder3. Saluran Tersier4. Kolam5. Sungai1
2
3
4
5
setiap saluran tersier dipasang pintu air yang bersifat otomatis (aeroflapegate). Pintu
bekerja secara otomatis mengatur tinggi muka air sesuai dengan pasang dan surut
(Noor, 2001 : 104).
Kelebihan sistem sisir :
1. Panjang saluran sekunder pada sistem sisir dapat mencapai 10 km.
2. Pada sistem sisir tidak dibuat kolam penampung pada ujung-ujung saluran sekunder
sebagaimana pada sistem garpu sehingga dalam perencanaannya lebih ekonomis.
Kelemahan sistem sisir :
1. Terjadinya air mati (dead water) di tengah-tengah saluran primer.
2. Endapan yang tinggi pada ujung saluran primer sehingga diperlukan suatu usaha
pengerukan yang dilakukan secara rutin untuk mempertahankan sistem kinerja
jaringan tata air yang baik.
Gambar 2.4. Sistem SisirSumber : Noor, 2001 : 105
Dari penjelasan sebelumnya, jaringan tata air yang akan digunakan dalam studi
akhir ini adalah sistem tata air sisir dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Meskipun lokasi studi dipengaruhi oleh pasang surut, namun pasang surut yang
terjadi tidak menyebabkan pirit. Hal ini disebabkan karena pasang surut yang terjadi
bukan karena pengaruh air laut melainkan akibat pengaruh sungai sehingga tidak
memerlukan kolam penampung pada ujung saluran sekunder.
2. Kondisi topografi dari lokasi studi yang kurang memungkinkan untuk digunakan
sistem jaringan tata air selain sisir.
3. Sungai yang ada di lokasi studi hanya satu buah, sehingga kurang sesuai apabila
digunakan sistem jaringan tata air anjir.
1. Saluran Primer2. Saluran Sekunder3. Saluran Tersier4. Saluran Pelindung5. Sungai
4
5
12
3
2.2. Analisa Hidrologi
Analisa hidrologi dilakukan untuk mendapatkan besarnya curah hujan rancangan
dari data hujan harian yang diolah menjadi data curah hujan 3 harian dan dengan kala
ulang yang telah ditetapkan yaitu 5 tahun yang selanjutnya akan digunakan untuk
menghitung debit drainasi. Selain untuk menghitung debit drainasi, analisa hidrologi
juga digunakan untuk menghitung debit andalan dari data hujan sepuluh harian yang
nantinya akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Sebelum melakukan
perhitungan debit drainasi dan kebutuhan air irigasi, perlu adanya pengecekan kualitas
data dengan menggunakan uji konsistensi data yang kemudian dilanjutkan dengan
pengecekan homogenitas data dengan menggunakan uji inlier-outlier.
2.2.1. Uji konsistensi data hujan (Rescaled Adjusted Partial Sums)
Data hujan yang diperoleh dari instansi pengelolanya, perlu diuji tingkat
kekonsistensiannya. Hal ini dikarenakan informasi yang diperoleh tentang masing-
masing unsur tersebut mengandung ketidak telitian (inaccuracy) dan ketidak pastian
(uncertainty)( Harto,263).
Dengan alasan tersebut di atas maka perlu dilakukan uji konsistensi data dengan
menggunakan metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums)(Buishand,1982).
Metode ini digunakan untuk menguji ketidak konsistensinya (inconsistency) data suatu
stasiun dengan data dari stasiun itu sendiri dengan mendeteksi nilai rata-rata (mean),
untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam rumus, berikut :
Q = maks untuk 0 n............................................. (2 - 1)
R = maks Sk** - min Sk** …………………………………….. (2 - 2)
Sk* = ..................................................................................(2 - 3)
Dy2 = .........................................................................................(2 - 4)
Dy = ......................................................................................(2 - 5)
Sk** = ...................................................................................(2 - 6)
Dalam hal ini :
Q = atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, didapat dari perhitungan
dengan rumus seperti pada persamaan 2-1.
R = atribut dari besarnya sebuah nilai statistik, didapat dari perhitungan
dengan rumus seperti pada persamaan 2-2.
Sk* = data hujan (X) – data hujan rata-rata ( ).
Dy2 = nilai kuadrat dari Sk* dibagi dengan jumlah data.
Dy = hasil akar dari nilai Dy2.
Sk** = nilai Sk* dibagi dengan Dy
n = jumlah data.
Langkah- langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:
1. Data hujan yang diperoleh diurutkan berdasarkan tahun.
2. Menghitung rata-rata data hujan.
3. Menghitung nilai Sk*, yaitu tiap data hujan dikurangi data hujan rata-rata.
4. Menghitung nilai absolut dari Sk*.
5. Menghitung nilai Dy2, yaitu (Sk*)2 dibagi jumlah data.
6. Menghitung jumlah komulatif Dy2.
7. Menghitung Dy, yaitu akar dari Dy2.
8. Menghitung nilai Sk**, yaitu Sk* dibagi Dy.
9. Menghitung nilai absolut dari Sk**.
10. Menentukan nilai Sk** max.
11. Menentukan nilai Sk** min.
12. Menghitung nilai Q/(n0.5).
13. Menghitung nilai R/(n0.5).
Dengan melihat data statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5).
Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5) tabel, syarat analisis
diterima (masih dalam batasan konsisten) jika nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5) hitung lebih
kecil dari nilai Q/(n0.5) dan R/(n0.5) tabel.
Tabel 2.1 Nilai Q/n0.5 dan R/n0.5
NQ/n0.5 R/n0.5
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38
20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60
30 1.12 1.24 1.48 1.40 1.50 1.70
40 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78
100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.85
1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00
(Sumber: Harto, 1993: 168)
2.2.2. Uji abnormalitas data (Uji Inlier-Outlier)
Data yang telah konsisten kemudian perlu diuji lagi dengan uji abnormalitas. Uji
ini digunakan untuk mengetahui apakah data maksimum dan minimum dari rangkaian
data yang ada layak digunakan atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji Outlier,
dimana data yang menyimpang dari dua batas ambang, yaitu ambang bawah (XL) dan
ambang atas (XH) akan dihilangkan. Rumus untuk mencari kedua ambang tersebut
adalah sebagai berikut :
XH = Exp. (Xrerata + Kn . S).......................................................................... (2 - 7)
XL = Exp. (Xrerata - Kn . S).......................................................................... (2 - 8)
Dalam hal ini :
XH = nilai ambang atas.
XL = nilai ambang bawah.
Xrerata = nilai rata-rata.
S = simpangan baku dari logaritma terhadap data.
Kn = besaran yang tergantung pada jumlah sampel data (Tabel 2.2.)
n = jumlah sampel data.
Adapun langkah perhitungannya sebagai berikut :
1. Data diurutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya
2. Mencari harga Log X
3. Mencari harga rerata dari Log X
4. Mencari nilai standart deviasi dari Log X
5. Mencari nilai Kn (lihat tabel 2.2)
6. Menghitung nilai ambang atas (XH)
7. Menghitung nilai ambang bawah (XL)
8. Menghilangkan data yang tidak layak untuk digunakan
Tabel 2.2. Nilai Kn untuk Uji Inlier - Outlier.
Jumlah Data Kn
Jumlah Data Kn
Jumlah Data Kn
Jumlah Data Kn
10 2.036 24 2.467 38 2.661 60 2.83711 2.880 25 2.468 39 2.671 65 2.86612 2.134 26 2.502 40 2.682 70 2.89313 2.175 27 2.519 41 2.692 75 2.91714 2.213 28 2.534 42 2.700 80 2.94015 2.247 29 2.549 43 2.710 85 2.96116 2.279 30 2.563 44 2.719 90 2.98117 2.309 31 2.577 45 2.727 95 3.00018 2.335 32 2.591 46 2.736 100 3.01719 2.361 33 2.604 47 2.744 110 3.04920 2.385 34 2.616 48 2.753 120 3.07821 2.408 35 2.628 49 2.760 130 3.10422 2.429 36 2.639 50 2.768 140 3.12923 2.448 37 2.650 55 2.804
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, Panduan Perencanaan Bendungan Urugan Volume II, 1999:8.
2.2.3. Curah hujan rencana.
Dalam analisa hidrologi selanjutnya diperlukan besaran curah hujan rancangan
yang terjadi di daerah tersebut. Curah hujan rancangan adalah hujan terbesar tahunan
dengan suatu kemungkinan tertentu atau hujan dengan suatu kemungkinan periode
ulang tertentu.
Dalam analisis curah hujan rancangan dapat dilakukan dengan beberapa cara,
misalnya Normal, Gumbel, Log Normal, Log Pearson Tipe III, dan sebagainya. Dalam
studi ini dipakai metode Log Pearson tipe III dengan pertimbangan bahwa cara ini lebih
fleksibel dan dapat dipakai untuk semua sebaran data serta umum digunakan dalam
perhitungan maupun analisa curah hujan rancangan.
Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Log Pearson Tipe
III adalah : (Soemarto, Hidrologi Teknik, 1987:243)
- Harga rata-rata.
- Standart deviasi.
- Koefisien kemencengan.
Prosedur untuk menentukan kurva distribusi Log Pearson Type III, adalah :
1. Mengubah data debit banjir tahunan sebanyak n buah X1, X2, X3, ………., Xn
menjadi log X1, log X2, log X3, ………….., log Xn.
2. Menghitung nilai rata-rata dengan rumus :
....................................................................................... (2 - 9)
dengan :
n = jumlah data.
3. Menghitung nilai Deviasi standar dari log X, dengan rumus sebagai berikut :
................................................................... (2 - 10)
4. Menghitung nilai koefisien kemencengan, dengan rumus sebagai berikut :
....................................................................... (2 - 11)
5. Menghitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki dengan
rumus sebagai berikut :
....................................................................................... (2 - 12)
Harga-harga k dapat dilihat dari Tabel 2.3. dengan tingkat peluang atau periode
tertentu sesuai dengan nilai Cs nya.
6. Mencari anti log X untuk mendapatkan debit banjir dengan waktu balik yang
dikehendaki.
Tabel 2.3. Nilai K Distribusi Log Pearson Tipe III.Skewnes Probabilitas Terjadi ( % )
s 99 95 90 80 50 20 10 5 4 2 1 0.5 0.1
CsKala ulang
1.010101 1.052632 1.111111 1.25 2 5 10 20 25 50 100 200 1000
-3.0 -4.051 -2.003 -1.180 -0.420 0.3960.63
60.66
00.66
50.66
60.66
60.66
70.66
70.66
8
-2.9 -4.013 -2.007 -1.195 -0.440 0.3900.65
10.68
10.68
80.68
90.68
90.69
00.69
00.69
1
-2.8 -3.973 -2.010 -1.210 -0.460 0.3840.66
60.70
20.71
00.71
20.71
40.71
40.71
40.71
5
-2.7 -3.932 -2.012 -1.224 -0.479 0.3760.68
10.72
40.73
60.73
80.74
00.74
00.74
10.74
3
-2.6 -3.889 -2.013 -1.238 -0.499 0.3680.69
60.74
70.76
10.76
40.76
80.76
90.76
90.77
1
-2.5 -3.845 -2.012 -1.250 -0.518 0.3600.71
10.77
10.78
90.79
30.79
80.79
90.80
00.80
0
-2.4 -3.800 -2.011 -1.262 -0.537 0.3510.72
50.79
50.81
80.82
30.83
00.83
20.83
30.83
5
-2.3 -3.753 -2.009 -1.274 -0.555 0.3410.73
90.81
90.84
90.85
50.86
40.86
70.86
90.87
2
-2.2 -3.705 -2.006 -1.284 -0.574 0.3300.75
20.84
40.88
10.88
80.90
00.90
50.90
70.91
0
-2.1 -3.656 -2.001 -1.294 -0.592 0.3190.76
50.86
90.91
40.92
30.93
90.94
60.94
90.95
3
-2.0 -3.605 -1.996 -1.302 -0.609 0.3070.77
70.89
50.94
80.95
90.98
00.99
00.99
51.00
0
-1.9 -3.553 -1.989 -1.310 -0.620 0.2940.78
80.92
00.98
30.99
61.02
31.03
71.04
41.06
2
-1.8 -3.499 -1.981 -1.318 -0.643 0.2820.79
90.94
51.02
01.03
51.06
91.08
71.09
71.13
0
-1.7 -3.444 -1.972 -1.324 -0.660 0.2680.80
80.97
01.05
81.07
51.11
61.14
01.15
51.20
3
-1.6 -3.388 -1.962 -1.329 -0.675 0.2540.81
70.99
41.09
61.11
61.16
61.19
71.21
61.28
0
-1.5 -3.330 -1.951 -1.333 -0.690 0.2400.82
51.01
81.13
41.15
71.21
71.25
61.28
21.37
0
-1.4 -3.271 -1.938 -1.337 -0.705 0.2250.83
21.04
11.17
21.19
81.27
01.31
81.35
11.46
5
-1.3 -3.211 -1.925 -1.339 -0.719 0.2100.83
81.06
41.21
11.24
01.32
41.38
31.42
41.54
3
-1.2 -3.149 -1.910 -1.340 -0.732 0.1950.84
41.08
61.24
91.28
21.37
91.44
91.50
11.62
5
-1.1 -3.087 -1.894 -1.341 -0.745 0.1800.84
81.10
71.28
81.32
41.43
51.51
81.58
11.71
1
-1.0 -3.022 -1.877 -1.340 -0.758 0.1640.85
21.12
81.32
61.36
61.49
21.58
81.66
41.80
0
-0.9 -2.957 -1.858 -1.339 -0.769 0.1480.85
41.14
71.36
41.40
71.54
91.66
01.74
91.91
0
-0.8 -2.891 -1.839 -1.336 -0.780 0.1320.85
61.16
61.40
11.44
81.60
61.73
31.83
72.03
5
-0.7 -2.824 -1.819 -1.333 -0.790 0.1160.85
71.18
31.40
41.44
81.66
31.80
61.92
62.15
0
-0.6 -2.755 -1.797 -1.328 -0.800 0.0990.85
71.20
01.47
31.52
81.72
01.88
02.01
62.27
5
-0.5 -2.686 -1.744 -1.323 -0.808 0.0830.85
61.21
61.50
91.56
71.77
71.95
52.10
82.40
0
-0.4 -2.615 -1.750 -1.317 -0.816 0.0660.85
51.23
11.54
41.60
61.83
42.02
92.20
12.54
0
-0.3 -2.544 -1.726 -1.309 -0.824 0.0500.85
31.24
51.57
71.64
31.89
02.10
42.29
42.67
5
-0.2 -2.472 -1.700 -1.301 -0.830 0.0330.85
01.25
81.61
01.68
01.94
52.17
82.38
82.81
0
-0.1 -2.400 -1.673 -1.292 -0.836 0.0170.84
61.27
01.64
21.71
62.00
02.25
22.48
23.95
0
0.0 -2.326 -1.645 -1.282 -0.842 0.0000.84
21.28
21.67
31.75
12.05
42.32
62.57
63.09
0
0.1 -2.252 -1.616 -1.270 -0.846 -0.0170.83
61.29
21.70
31.78
52.10
72.40
02.67
03.23
5
0.2 -2.178 -1.586 -1.258 -0.850 -0.0330.83
01.30
11.73
21.81
82.15
92.47
22.76
33.38
0
0.3 -2.104 -1.555 -1.245 -0.853 -0.0500.82
41.30
91.75
91.84
92.21
12.54
42.85
63.52
5
0.4 -2.029 -1.524 -1.231 -0.855 -0.0660.81
61.31
71.78
61.88
02.26
12.51
52.94
93.67
0
0.5 -1.955 -1.491 -1.216 -0.856 -0.0830.80
81.32
31.81
21.91
02.31
12.68
63.04
13.81
5
0.6 -1.880 -1.458 -1.200 -0.857 -0.0990.80
01.32
81.83
71.93
92.35
92.75
53.13
23.96
0
0.7 -1.806 -1.423 -1.183 -0.857 -0.1160.79
01.33
31.86
11.96
72.40
72.82
43.23
24.10
5
0.8 -1.733 -1.388 -1.166 -0.856 -0.1320.78
01.33
61.88
41.99
32.45
32.89
13.31
24.25
0
0.9 -1.660 -1.353 -1.147 -0.854 -0.1480.76
91.33
91.90
52.01
82.49
82.95
73.40
14.39
5
1.0 -1.588 -1.317 -1.128 -0.852 -0.1640.75
81.34
01.92
62.04
32.54
23.02
23.48
94.54
0
1.1 -1.518 -1.280 -1.107 -0.848 -0.1800.74
51.34
11.94
52.06
62.58
53.08
73.57
54.68
0
1.2 -1.449 -1.243 -1.086 -0.844 -0.1950.73
21.34
01.96
32.08
72.62
63.14
93.66
14.82
0
1.3 -1.383 -1.206 -1.064 -0.838 -0.2100.71
91.33
91.98
02.10
82.66
63.21
13.74
54.96
6
1.4 -1.318 -1.168 -1.041 -0.832 -0.2250.70
51.33
71.99
62.12
82.70
63.27
13.82
85.11
0
1.5 -1.256 -1.131 -1.018 -0.825 -0.2400.69
01.33
32.01
12.14
62.74
33.33
03.91
05.25
2
1.6 -1.197 -1.093 -0.994 -0.817 -0.2540.67
51.32
92.02
42.16
32.78
03.38
83.99
05.39
01.7 -1.140 -1.056 -0.970 -0.808 -0.268 0.66 1.32 2.03 2.17 2.81 3.44 4.06 5.52
0 4 7 9 5 4 9 6
1.8 -1.087 -1.020 -0.945 -0.799 -0.2820.64
31.31
82.04
72.19
32.84
83.49
94.14
75.66
0
1.9 -1.037 -0.984 -0.920 -0.788 -0.2940.62
71.31
02.05
82.20
72.88
13.55
34.22
35.73
6
2.0 -0.990 -0.949 -0.895 -0.777 -0.3070.60
91.30
22.06
62.21
92.91
23.60
54.39
85.91
0
2.1 -0.946 -0.914 -0.869 -0.765 -0.3190.59
21.29
42.07
42.23
02.94
23.65
64.37
25.74
6
2.2 -0.905 -0.882 -0.844 -0.752 -0.3300.57
41.28
42.08
12.24
02.97
03.70
54.44
46.20
0
2.3 -0.867 -0.850 -0.819 -0.739 -0.3410.55
51.27
42.08
62.24
82.99
73.75
34.51
56.33
7
2.4 -0.832 -0.819 -0.795 -0.725 -0.3510.53
71.26
22.09
02.25
63.02
33.80
04.58
46.46
9
2.5 -0.799 -0.790 -0.771 -0.711 -0.3600.51
81.25
02.09
32.26
23.04
83.84
54.65
26.60
0
2.6 -0.769 -0.762 -0.747 -0.696 -0.3680.49
91.23
82.09
62.26
73.07
13.88
94.71
86.73
5
2.7 -0.740 -0.736 -0.724 -0.681 -0.3760.47
91.22
42.09
72.27
23.09
33.93
24.78
36.86
8
2.8 -0.714 -0.711 -0.702 -0.666 -0.3840.46
01.21
02.09
82.27
53.11
43.97
34.84
76.99
9
2.9 -0.690 -0.688 -0.681 -0.651 -0.3900.44
01.19
52.09
72.27
73.13
44.01
34.90
97.12
5
3.0 -0.667 -0.665 -0.660 -0.636 -0.3960.42
01.18
02.09
52.27
83.15
24.01
54.97
07.25
0
Sumber : Soetopo, Diktat Perkuliahan
2.2.4. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi.
Pemeriksaan uji kesesuaian ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu kebenaran
hipotesa distribusi frekuensi.
Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui :
1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan
atau yang diperoleh secara teoritis.
2. Kebenaran hipotesa diterima atau ditolak.
2.2.4.1. Uji Smirnov-Kolmogorov.
Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non
parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi
distribusi tertentu. (Soewarno, 1995 :198)
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
1. Mengurutkan dari data yang ada dari kecil ke besar.
2. Menghitung besarnya probabilitas untuk lebih kecil dari data yang ada (Px(X)).
Apabila diketahui Pr (Probabilitas terjadi), maka :
Px(X) = 1 – Pr...........................................................................................( 2 - 13 )
3. Menghitung besarnya peluang data yang ada dengan menggunakan metode Weibull,
maka digunakan rumus sebagai berikut :
................................................................................( 2 - 14)
4. Menghitung selisih nilai D yang dinyatakan dalam rumus berikut :
D =Max ......................................................................... ( 2 - 15 )
Apabila besarnya nilai D yang diperoleh lebih kecil dari Dcr (dari tabel) maka
hipotesa yang dilakukan diterima (memenuhi syarat distribusi yang diuji) dan apabila
besarnya nilai D yang
diperoleh lebih besar dari
Dcr (dari tabel) maka
hipotesa yang dilakukan
tidak diterima (tidak
memenuhi syarat
distribusi yang diuji).
ukuran Level of significant (a) sample (%)
n 20 15 10 5 11 0.900 0.925 0.950 0.975 0.9952 0.684 0.726 0.776 0.842 0.9293 0.565 0.597 0.642 0.708 0.8294 0.494 0.525 0.564 0.624 0.7345 0.446 0.474 0.510 0.563 0.669 6 0.410 0.436 0.470 0.521 0.6187 0.810 0.405 0.438 0.486 0.5778 0.358 0.381 0.411 0.457 0.5439 0.339 0.360 0.388 0.432 0.514
10 0.322 0.342 0.368 0.409 0.486
11 0.307 0.326 0.352 0.391 0.46812 0.295 0.313 0.338 0.375 0.45013 0.284 0.302 0.325 0.361 0.43314 0.274 0.292 0.314 0.349 0.41815 0.266 0.293 0.304 0.338 0.404
16 0.258 0.274 0.295 0.328 0.39117 0.250 0.266 0.286 0.318 0.38018 0.244 0.259 0.278 0.309 0.37019 0.237 0.252 0.272 0.301 0.36120 0.231 0.246 0.264 0.294 0.352
rumus 1.07 1.14 1.22 1.36 1.63asimtot
ik √n √n √n √n √n
Tabel 2.4. Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov.
Sumber : Bonnier, 1980, dikutip dari Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid 1, 1995:199 Catatan : = derajat kepercayaan.
2.2.4.2. Uji Chi-Kuadrat.
Pada penggunaan Uji Smirnov-Kolmogorov, meskipun menggunakan
perhitungan metematis namun kesimpulan hanya berdasarkan bagian tertentu (sebuah
variat) yang mempunyai penyimpangan terbesar, sedangkan uji Chi-Kuadrat menguji
penyimpangan distribusi data pengamatan dengan mengukur secara matematis
kedekatan antara data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan distribusi
teoritisnya (Indra Karya, Laporan Hidrologi Pekerjaan Feasibilty Study Waduk
Ngemplak, 1995:IV-29).
Uji Chi-Kuadrat dapat diturunkan menjadi persamaan sebagai berikut :
.................................................................................... (2 - 16)
Dalam hal ini :
X2 = parameter chi-kuadrat hitung.
G = jumlah kelas.
Ej = frekwensi teoritis kelas j.
Oj = frekuensi pengamatan kelas j.
Nilai X2 yang terhitung ini harus lebih kecil dari harga X2cr (yang didapat dari Tabel.
2.5.)
Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan :
dk = k – (P + 1)......................................................................................... (2 - 17)
dengan :
dk = derajat kebebasan.
k = banyaknya kelas.
P = banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter, yang untuk
sebaran Chi-Kuadrat adalah sama dengan 2 (dua).
Tabel 2.5 Tabel Distribusi Chi Square
vPERCENTILE P
0.995 0.99 0.975 0.95 0.90 0.75 0.50 0.25
1 7.880 6.630 5.020 3.940 2.710 1.320 0.455 0.102
2 10.600 9.210 7.380 5.990 4.610 2.770 1.390 0.575
3 12.800 11.300 9.350 7.810 6.260 4.110 2.370 1.210
4 14.900 13.300 11.100 9.490 7.780 5.390 3.360 1.920
5 16.700 15.100 12.800 11.100 9.240 6.630 4.350 2.670
6 18.500 16.800 14.400 12.600 10.600 7.840 5.350 3.450
7 20.300 18.500 16.000 14.100 12.000 9.040 6.350 4.250
8 22.000 20.100 17.500 15.500 13.400 10.200 7.340 5.070
9 23.600 21.700 19.000 16.900 14.700 11.400 8.340 5.900
10 25.200 23.200 20.500 18.300 16.000 12.500 9.340 6.740
11 26.800 24.700 21.900 19.700 17.300 13.700 10.300 7.580
12 28.300 26.200 23.300 21.000 18.500 14.800 11.300 8.440
13 29.800 27.700 24.700 22.400 19.800 16.000 12.300 9.300
14 31.300 29.100 26.100 23.700 21.100 17.100 13.300 10.200
15 32.800 30.600 27.500 25.000 22.300 18.200 14.300 11.000
16 34.300 32.000 28.800 26.300 23.500 19.400 15.300 11.900
17 35.700 33.400 30.200 27.600 24.800 20.500 16.300 12.800
18 37.200 34.800 31.500 28.900 26.000 21.600 17.300 13.700
19 38.600 36.200 32.900 30.100 27.200 22.700 18.300 14.600
20 40.000 37.600 34.200 31.400 28.400 23.800 19.300 15.500
21 41.400 38.900 35.500 32.700 29.600 24.900 20.300 16.300
22 42.800 40.300 36.800 33.900 30.800 26.000 21.300 17.200
23 44.200 41.600 38.100 35.200 32.000 27.100 22.300 18.100
24 45.600 43.000 39.400 36.400 33.200 28.200 23.300 19.000
25 46.900 44.300 40.600 37.700 34.400 29.300 24.300 19.900
26 48.300 45.600 41.900 38.900 35.600 30.400 25.300 20.800
27 49.600 47.000 43.200 40.100 36.700 31.500 26.300 21.700
28 51.000 48.300 44.500 41.300 37.800 32.600 27.300 22.700
29 52.300 49.600 45.700 42.600 39.100 33.700 28.300 23.600
30 53.700 50.900 47.000 43.800 40.300 34.800 29.300 24.500
40 66.800 63.700 59.300 55.800 51.800 45.600 39.300 33.700
50 79.500 76.200 71.400 67.500 63.200 56.300 49.300 42.900
60 92.000 88.400 83.300 79.100 74.400 67.000 59.300 52.300
70 104.200 100.400 95.000 90.500 85.500 77.600 69.300 61.700
80 116.300 112.300 106.600 101.900 96.600 88.100 79.300 71.100
90 128.300 124.100 118.100 113.100 107.600 98.600 89.300 80.600
100 140.200 135.800 129.600 124.300 118.500 109.100 99.300 90.100
Sumber : Soetopo, Diktat Perkuliahan
2.2.5. Curah Hujan Andalan
Curah hujan andalan adalah besarnya curah hujan yang diandalkan tersedia
setiap beberapa tahun sekali, sesuai dengan kala ulang yang diambil. Dalam studi ini
kala ulang yang diambil adalah 5 tahun. Curah hujan andalan dapat diperoleh dengan
langkah sebagai berikut :
1. Mengurutkan data curah hujan bulanan yang tersedia dari nilai terkecil sampai
yang terbesar.
2. Menghitung besarnya curah hujan andalan.
Rumus yang digunakan untuk memperoleh besarnya curah hujan andalan adalah
sebagai berikut :
R80 = ................................................................................... (2 - 18)
Dengan :
R80 = Besarnya curah hujan yang mempunyai peluang terjadi atau terulang 80%
n = Periode tahun pengamatan
2.2.6. Curah Hujan Efektif
Kebutuhan akan air dalam usaha pertanian sangat mempengaruhi tingkat
produktivitas dari lahan yang ditanami. Namun, kadangkala terjadi keterbatasan air
sehingga menyebabkan menurunnya hasil panen dari lahan pertanian terutama untuk
lahan sawah tadah hujan. Oleh karenanya untuk mengatasi terjadinya keterbatasan air
perlu direncanakan suatu sistem tata jaringan air yang efisien dan tepat. Salah satunya
dengan pengaturan pola tata tanam lahan.
Pengaturan pola tata tanam yang ada masih dipengaruhi oleh besarnya curah
hujan yang turun. Tidak semua curah hujan yang jatuh di atas tanah dapat dimanfaatkan
oleh tanaman untuk pertumbuhannya, ada sebagian yang menguap dan mengalir sebagai
limpasan permukaan. Air hujan yang jatuh di atas permukaan dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Curah hujan nyata, yaitu curah hujan yang jatuh pada periode tertentu.
2. Curah hujan efektif, yaitu curah hujan yang jatuh pada suatu lahan semasa
pertumbuhan tanaman dan dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhannya.
Besarnya curah hujan efektif dapat dihitung dengan menggunakan metode standar
perencanaan irigasi, yaitu :
Re = (0,70 x R80)/hari......................................................................(2 - 19)
Dengan :
Re = Curah hujan efektif yang dikehendaki
2.3. Analisa Klimatologi
Klimatologi adalah ilmu yang membahas dan menerangkan tentang iklim,
bagaimana iklim itu dapat berbeda pada suatu tempat dengan tempat yang lainnya
(Gunarsih., 2004). Iklim sendiri adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu
yang cukup lama, minimal 30 tahun yang sifatnya tetap. Sedangkan cuaca adalah
keadaan atau kelakuan atmosfer pada waktu tertentu yang sifatnya beubah-ubah dari
waktu ke waktu.
Dalam analisa klimatologi tentu memerlukan data klimatologi. Data klimatologi
merupakan data-data dasar yang diperlukan untuk menentukan kebutuhan pokok
tanaman akan air yang didasarkan pada keadaan pola tanam yang ada. Data klimatologi
yang diperlukan yaitu curah hujan (r), temperatur (t), kelembaban udara (Rh),
penyinaran matahari (n) dan kecepatan angin (u).
Data Klimatologi daerah studi diambil dari stasiun yang terdekat yaitu Bereng
Bengkel. Data klimatologi ini meliputi data temperatur, kecepatan angin, kecerahan
matahari, dan kelembaban relatif, data-data tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.6
berikut :
Tabel 2.6 Data Klimatologi Stasiun Bereng Bengkel
Unsur klimatologi
BulanRerata
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nop DesRH rerata
(%) 93.45 94.13 94.84 94.07 94.71 95.00 95.00 94.84 94.87 95.00 95.00 94.63 94.628Temp.
rerata (oC) 28.63 28.72 28.50 29.14 28.75 27.91 32.93 28.85 19.98 26.59 31.08 28.28 28.282Kec.angin
(km/hr) 0.63 1.43 2.26 16.77 16.68 17.70 17.12 24.29 21.95 19.25 17.05 14.10 14.103Sumber : Stasiun BMG Bereng Bengkel
2.3.1. Evapotranspirasi potensial
Perkolasi diartikan sebagai kecepatan air yang meresap ke bawah atau ke
samping tanah. Perkolasi merupakan faktor yang menentukan kebutuhan air tanaman
(Etc = evaporasi konsumtif). Penyelidikan perkolasi di lapangan sangat diperlukan
untuk mengetahui secara benar angka-angka perkolasi yang terjadi. Faktor yang
mempengaruhi perkolasi atau peresapan air ke dalam tanah antara lain:
1. Tekstur tanah .
Tanah dengan tekstur halus mempunyai angka perkolasi yang kecil sedangkan tanah
dengan tekstur besar mempunyai angka perkolasi yang besar.
2. Permeabilitas tanah.
3. Tebal lapisan bagian atas.
Semakin tipis lapisan tanah bagian atas, makin kecil angka perkolasi .
4. Letak permukaan tanah.
Semakin tinggi letak permukaan air makin kecil angka perkolasi.
Tabel 2.7. Besarnya Angka Perkolasi
Macam Tanah Perkolasi (mm/hari)
Tanah Berpasir (Sandy loam) 3-6
Tanah Berlanau (Loam) 2-3
Tanah Berlempung (Clay loam) 1-2
Sumber : Suhardjono, 1994 : 98
Proses fisik yang mengubah suatu cairan atau bahan padat menjadi gas disebut
evaporasi, sedangkan penguapan air terjadi melalui tumbuhan disebut transpirasi. Jika
penguapan dari tanah atau permukaan air dan transpirasi terjadi bersamaan maka
gabungan kedua proses tersebut dinamakan evapotranspirasi.
Dalam menentukan besarnya evapotranspirasi ada beberapa metode yang dapat
digunakan diantaranya Blaney Criddle Asli, Blaney Criddle Modifikasi Empiris, Blaney
Criddle Modifikasi Grafis, Penmann Asli dan Penmann Modifikasi.
2.3.1.1. Metode Penman Modifikasi
Rumus ini memberikan cara yang baik bagi besarnya penguapan yang terjadi
apabila ditempat tersebut tidak ada pengamatan dengan menggunakan panci penguapan
atau tidak adanya studi neraca air. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode ini
lebih dapt dipercaya dibandingkan dengan metode Blaney Criddle. Meskipun metode
Penman menghasilkan evaporasi dari permukaan bebas, rumus ini dapat digunakan
untuk menghitung evapotranspirasi potensial dengan memasukkan faktor koreksi.
Rumus yang digunakan dalam metode Penman adalah sebagai berikut :
Eto = c . ET*.............................................................................................( 2 - 20 )
ET* = w (0,75 Rs - Rn1) + (1 - w) f(u) (ea- ed)............................................( 2 - 21 )
Dalam hal ini :
Eto = evapotranspirasi potensial
c = angka koreksi Penman yang memasukkan harga perbedaan kondisi
cuaca siang dan malam. Harga c tertera pada Tabel 2.10.
ET* = besaran evapotranspirasi potensial sebelum dikoreksi
w = faktor yang berhubungan dengan temperatur (t) dan elevasi daerah.
Untuk daerah Indonesia dengan elevasi antara 0 - 500 m, hubungan
harga t dan w seperti pada Tabel 2.8.
Rs = radiasi gelombang pendek dalam satuan evaporasi (mm/hari)
= (0,25 + 0,54 n/N) Ra
Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir (angka
angot) yang dipengaruhi oleh letak lintang daerah. Harga Ra seperti
pada Tabel 2.9.
Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)
= f(t) . f(ed) . f(n/N)
f(t) = fungsi suhu
= . Ta4
= konstanta
Ta = suhu (0K).
f(ed) = fungsi tekanan uap
= 0,34 - 0,44 . (ed)
f(n/N) = fungsi kecerahan
= 0,1 + 0,9 n/N
N = jumlah jam yang sebenarnya dalam 1 hari matahari bersinar terang
(jam)
f(u) = fungsi dari kecepatan angin pada ketinggian 2 m dalam satuan (m/dt)
= 0,27 (1 + 0,864 u)
u = kecepatan angin (m/dt)
(ea-ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang sebenarnya
ed = ea . Rh
Rh = kelembaban udara relatif (%)
ea = tekanan uap jenuh (mbar)
ed = tekanan uap sebenarnya (mbar)
Tabel 2.8 Hubungan Suhu (t) dengan nilai ea (mbar), w dan f (t)
Suhu (t)
ea(mbar) w 1-w f(t)
24.0 29.845 0.735 0.265 15.40024.2 30.273 0.737 0.263 15.44524.4 30.581 0.739 0.261 15.49124.6 30.950 0.741 0.259 15.53624.8 31.319 0.743 0.257 15.58125.0 31.688 0.745 0.255 15.62725.2 32.073 0.747 0.253 15.67225.4 32.458 0.749 0.251 15.71725.6 32.844 0.751 0.249 15.76325.8 33.230 0.753 0.247 15.80826.0 33.617 0.755 0.245 15.85326.2 34.024 0.757 0.243 15.89826.4 34.431 0.759 0.241 15.94426.6 34.839 0.761 0.239 15.98926.8 35.247 0.763 0.237 16.03427.0 35.656 0.765 0.235 16.07927.2 36.085 0.767 0.233 16.12427.4 36.515 0.769 0.231 16.17027.6 36.945 0.771 0.229 16.21527.8 37.376 0.773 0.227 16.26028.0 37.907 0.775 0.225 16.30528.2 38.259 0.777 0.223 16.35028.4 38.711 0.779 0.221 16.39528.6 39.163 0.781 0.219 16.44028.8 39.616 0.783 0.217 16.48529.0 40.070 0.785 0.215 16.530
29.2 40.544 0.787 0.213 16.57529.4 41.019 0.789 0.211 16.62029.6 41.494 0.791 0.209 16.66629.8 41.969 0.793 0.207 16.71130.0 42.445 0.795 0.205 16.755
Sumber : Suhardjono, 1994
Tabel 2.9 Besaran Angka Angot (Ra) (mm/hari)
Bulan Letak lintang
5oLU 4oLU 2oLU 0 2oLS 4oLS 6oLS 8oLS 10oLSJanuari 13.00 14.30 14.70 15.00 15.30 15.50 15.80 16.10 16.10Februari 14.00 15.00 15.30 15.50 15.70 15.80 16.00 16.10 16.00Maret 15.00 15.50 15.60 15.70 15.65 15.60 15.60 15.50 15.30April 15.10 15.50 15.30 15.30 15.10 14.90 14.70 14.40 14.00Mei 15.30 14.90 14.60 14.40 14.10 13.80 13.40 13.10 12.60Juni 15.00 14.40 14.20 13.90 13.50 13.20 12.80 12.40 12.60Juli 15.10 14.60 14.30 14.10 13.70 13.40 13.10 12.70 11.80Agustus 15.30 15.10 14.90 14.80 14.50 14.30 14.00 13.70 12.20September 15.10 15.30 15.30 15.30 15.20 15.10 15.00 14.90 13.30Oktober 15.70 15.10 15.20 15.40 15.50 15.60 15.70 15.80 14.60November 14.80 14.50 14.80 15.10 15.30 15.50 15.75 16.00 15.60
Desember 14.60 14.10 14.40 14.80 15.10 15.40 15.70 16.10 16.00Min 13.00 14.10 14.20 13.90 13.50 13.20 12.80 12.40 11.80Max 15.70 15.50 15.60 15.70 15.70 15.80 16.00 16.10 16.10
Rerata 14.83 14.86 14.88 14.94 14.89 14.84 14.80 14.73 14.18Sumber : Suhardjono, 1994
Tabel 2.10 Besaran Angka Koreksi ( c ) Bulanan
Bulan Angka Koreksi (c)
Blaney-Criddle
Radiasi
Penman
Januari 0.800 0.800 1.100Februari 0.800 0.800 1.100Maret 0.750 0.750 1.000April 0.750 0.750 1.000Mei 0.700 0.700 0.950Juni 0.700 0.700 0.950Juli 0.750 0.750 1.000Agustus 0.750 0.750 1.000September 0.800 0.800 1.100Oktober 0.800 0.800 1.100November 0.825 0.825 1.150Desember 0.825 0.825 1.150
Sumber : Suhardjono, 1994
2.3.1.2. Metode Blaney Criddle Modifikasi Empiris
Rumus yang digunakan dalam metode ini menghasilkan nilai
evapotranspirasi untuk sembarang tanaman. Rumus ini berlaku untuk daerah yang luas
dengan iklim kering dan sedang. Keuntungan dari metode ini adalah kesederhanaan
perhitungannya, meskipun belum diketahui apakah cara ini dapat digunakan di semua
tempat dan dapt digunakan untuk perkiraan evapotranspirasi jangka waktu yang
panjang. Rumus yang digunakan dalam metode Penman adalah sebagai berikut :
a = 0,0043.RH min – n/N – 1,41......................................................................( 2 - 22 )
b = 0,82 – 0,0041.RH min + 1,07.n/N + 0,066.u – 0,006.RH min.n/N –
0,0006.RH min.u..........................................................................................( 2 – 23 )
f = P (0,46 T + 8,13)........................................................................................( 2 – 24 )
Eto = a + b . f.. ...................................................................................................( 2 – 25 )
Dalam hal ini :
Eto = evapotranspirasi potensial
f = angka koreksi Blaney Criddle
P = prosentase rata-rata jam siang harian, diperoleh dengan
menggunakan tabel 2.11
a = koefisien kalibrasi iklim
b = koefisien kalibrasi iklim
RH = kelembaban relatif (%)
n = jam penyinaran matahari sesungguhnya dalam sehari (jam)
N = jam penyinaran matahari yang mungkin terjadi dalam sehari (jam)
Tabel 2.11 Besaran Angka P Bulanan
LLBulan
Januari
Februari
Maret
April Mei Juni Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
5 LU 0.27 0.27 0.270.2
80.2
80.2
80.2
8 0.28 0.28 0.27 0.27 0.27
2.5 LU 0.27 0.27 0.270.2
80.2
80.2
80.2
8 0.28 0.28 0.27 0.27 0.27
0 0.27 0.27 0.270.2
70.2
70.2
70.2
7 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27
2.5 LS 0.28 0.28 0.280.2
80.2
80.2
80.2
8 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28
5 LS 0.28 0.28 0.280.2
80.2
80.2
80.2
8 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28
7.5 LS 0.29 0.28 0.280.2
80.2
70.2
70.2
7 0.27 0.28 0.28 0.28 0.29
10 LS 0.29 0.28 0.280.2
70.2
60.2
60.2
6 0.26 0.27 0.28 0.28 0.29
Sumber : Sumiadi, Diktat Perkuliahan
2.3.2. Evapotranspirasi Potensial Rerata
Dalam subbab ini membahas tentang besarnya nilai evapotranspirasi potensial
yang akan digunakan nantinya dalam perhitungan kebutuhan air di intake. Nilai ini
diperoleh dari metode Blaney Criddle dan Penmann. Dari nilai tersebut direrata dan
diambil nilai yang terbesar untuk digunakan pada perhitungan besarnya kebutuhan air di
intake.
2.4. Analisa Kebutuhan Air
Pengaturan pola tata tanam diperlukan untuk memudahkan pengelolaan air agar
air tanaman yang dibutuhkan tidak melebihi air yang tersedia. Pola tata tanam
memberikan gambaran tentang waktu dan jenis tanaman yang akan diusahakan dalam
satu tahun.
Pola tata tanam yang direncanakan untuk suatu daerah persawahan merupakan
jadwal tanam yang disesuaikan dengan ketersediaan air. Secara umum pola tata tanam
dimaksudkan untuk :
1. Menghindari ketidakseragaman tanaman.
2. Melaksanakan waktu tanam sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Pada studi ini pola tata tanam yang direncanakan adalah padi lokal – padi lokal -
palawija. Hal ini diterapkan sebagai upaya perbaikan lahan serta mengingat sumber air
untuk memenuhi kebutuhan air sebagian besar mengandalkan curah hujan serta
pengaturan tinggi muka air di saluran. Menurut Hartoyo (Suhardjono, 1994:108), pola
pengelolaan air didukung dengan dua macam kegiatan, yaitu :
a) Pada musim hujan (saat tanam padi) air digunakan untuk pencucian guna
meningkatkan kualitas air dan tanah. Diadakan bangunan-bangunan pintu air di
saluran sekunder untuk mengurangi hilangnya air dari lahan sawah dan bila
diperlukan disertai dengai pembuatan pematang dan pemerataan muka tanah.
b) Dimusim kemarau (saat tanam palawija) air tanah dijaga dengan pengoperasian
bangunan pintu di tersier untuk mengendalikan muka air tanah.
Berdasarkan pengertian tata tanam seperti di atas, ada empat faktor yang harus
diatur, yaitu :
1. Waktu
Pengaturan waktu dalam perencanaan tata tanam merupakan hal yang pokok.
Sebagai contoh bila hendak mengusahakan padi rendeng pertama-tama adalah
melakukan pengolahan tanah untuk pembibitan. Pada waktu mulai tanam biasanya
musim hujan mulai turun sehingga persediaan air relatif kecil. Untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan maka waktu penggarapan dan urutan tata tanam diatur
sebaik-baiknya.
2. Tempat
Pengaturan tempat masalahnya hampir sama dengan pengaturan waktu.
Dengan dasar pemikiran bahwa tanaman membutuhkan air dan persediaan air yang
ada dipergunakan bagi tanaman. Untuk dapat mencapai hal itu tanaman diatur
tempat penanamannya, agar pelayanan irigasi dapat lebih mudah.
3. Pengaturan jenis tanaman
Tanaman yang diusahakan antara lain padi, palawija dan lain-lain. Tiap jenis
tanaman mempunyai tingkat kebutuhan air yang berlainan. Berdasarkan hal tersebut,
jenis tanaman yang diusahakan harus diatur sedemikian rupa sehingga kebutuhan air
dapat terpenuhi. Misalnya jika persediaan air sedikit diusahakan dengan menanam
tanaman yang membutuhkan air relatif sedikit. Sebagai contoh adalah penanaman
padi, gandum dan palawija di musim kemarau. Pada musim kemarau persediaan air
sedikit, untuk menghindari terjadinya lahan yang tidak terpakai areal tanaman harus
dibatasi luasnya dengan menanaminya palawija. Berarti sudah memanfaatkan areal
dan meningkatkan produksi pangan.
4. Pengaturan luas tanaman
Pengaturan luas tanaman hampir sama dengan pengaturan jenis tanaman.
Pengaturan pada pembatasan luas tanaman akan membatasi besarnya kebutuhan air
bagi tanaman yang bersangkutan. Pengaturan ini hanya terjadi pada daerah yang
airnya terbatas, misalnya jika air irigasi yang sedikit, petani hanya boleh menanam
palawija.
Penentuan jadwal tata tanam harus disesuaikan dengan jadwal penanaman yang
ditetapkan dalam periode musim hujan dan musim kemarau. Pada musim kemarau,
kekurangan jumlah air dapat diatasi dengan mengatur pola tata tanam.
Dalam satu tahun terdapat dua kali masa tanaman, yaitu musim hujan (Oktober-
Maret) dan musim kemarau (April-September). Batasan waktu tersebut digunakan
untuk menentukan awal penanaman padi (di musim hujan), demikian pula untuk
tanaman lainnya.
Alternatif pola tanam yang direncanakan adalah sebagai berikut :
1. Pola tata tanam I
- Padi I
Saat tanam awal Nopember dan panen akhir Februari
- Padi II
Saat tanam akhir Maret dan panen akhir Juni
- Palawija
Saat tanam awal Juli dan panen akhir September
2. Pola tata tanam II
- Padi I
Saat tanam awal Nopember dan panen akhir Februari
- Palawija I
Saat tanam pertengahan Mei dan panen akhir Agustus
- Palawija II
Saat tanam akhir Agustus dan panen pertengahan Desember
2.4.1. Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti
air yang hilang akibat penguapan. Besarnya kebutuhan tanaman dapat dinyatakan
dengan jumlah air yang hilang akibat proses evapotranspirasi. Rumus yang digunakan
untuk menghitung besarnya kebutuhan air tanaman adalah sebagai berikut :
Cu = k x Eto x Luas rasio tanam................................................................( 2 – 26)
Dalam hal ini :
Cu = Kebutuhan air tanaman (mm/hari)
k = Koefisien tanaman
Eto = Evaporasi potensial ( mm/hari)
2.4.2. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan bertujuan untuk menyiapkan lahan agar
dapat segera ditanami setelah sebelumnya dilakukan panen tanaman. Langkah yang
digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah
sebagai berikut :
1. Menghitung besarnya nilai perkolasi yang dijumlahkan dengan besarnya
evapotranspirasi potensial.
2. Menentukan besarnya waktu penjenuhan (T)
3. Menentukan besarnya kebutuhan air untuk penjenuhan lahan
4. Merujuk pada tabel 2.11. untuk mendapatkan besarnya kebutuhan air untuk
penyiapan lahan.
5. Menghitung besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan dengan menggunakan
rumus berikut :
CPL= k x Cpenj.lahan x Luas rasio tanam........................................................( 2 – 27)
Dalam hal ini :
CPL = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)
k = Koefisien tanaman
Epenj.lahan = Kebutuhan air untuk penjenuhan lahan (mm/hari)
Tabel 2.12 Besaran kebutuhan air untuk penyiapan lahan
Eo + P T 30 hari T 45 hari
mm/hari S250 mm S 300 mm S250 mm S 300 mm
5 11.1 12.7 8.4 9.5
5.5 11.4 13 8.8 9.8
6 11.7 13.3 9.1 10.1
6.5 12.0 13.6 9.4 10.4
7 12.3 13.9 9.8 10.8
7.5 12.7 14.2 10.1 11.1
8 13 14.5 10.5 11.4
8.5 13.3 14.8 10.8 11.8
9 13.6 15.2 11.2 12.1
9.5 14 15.5 11.6 12.5
10 14.3 15.8 12 12.9
10.5 14.7 16.2 12.4 13.2
11 15 16.5 12.8 13.6Sumber : Hari P., Diktat Perkuliahan
2.4.3. Perhitungan Kebutuhan Air untuk Penggantian Lapisan Air
Penggantian lapisan air erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Hal ini
dikarenakan setelah beberapa saat penanaman, air yang digenangkan di permukaan
sawah akan kotor dan mengandung zat-zat yang tidak diperlukan lagi oleh tanaman,
bahkan akan merusak. Air genangan tersebut perlu dibuang agar tidak merusak tanaman
yang ada di lahan. Oleh karenanya diperlukan penggantian lapisan air untuk
mengurangi kerusakan tanaman yang ada di lahan. Langkah yang digunakan untuk
menghitung besarnya kebutuhan air untuk penggantian lapisan air adalah sebagai
berikut :
1. Menghitung besarnya kebutuhan air selama periode yang telah ditentukan
sebelumnya. Nilai tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
CP= ........................................................................................................( 2 – 28)
Dalam hal ini :
CP = Kebutuhan air untuk penggantian lapisan per periode (mm/hari)
C = Kebutuhan air untuk penggantian lapisan (mm)
n = periode (hari)
2. Menghitung besarnya kebutuhan air untuk penggantian lapisan air dengan
menggunakan rumus berikut :
CPLA= CP x Luas rasio tanam.....................................................................( 2 – 29)
Dalam hal ini :
CPLA = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)
CP = Kebutuhan air untuk penjenuhan lahan (mm/hari)
2.4.4. Perhitungan Kebutuhan Air Kotor di Sawah
Kebutuhan air kotor di sawah adalah besarnya jumlah air yang dibutuhkan di
sawah yang dipengaruhi oleh besarnya kebutuhan air tanaman, kebutuhan air untuk
penyiapan lahan, kebutuhan air akibat perkolasi dan kebutuhan air untuk penggantian
lapisan air. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air kotor di
sawah adalah sebagai berikut :
Ckeb.air kotor = CU + CPL + CPLA + CP +..........................................................( 2 – 30)
Dalam hal ini :
Cu = Kebutuhan air tanaman (mm/hari)
CPL = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)
CPL = Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (mm/hari)
CPL = Kebutuhan air untuk perkolasi (mm/hari)
2.4.5. Perhitungan Kebutuhan Air Bersih di Sawah
Kebutuhan air bersih di sawah adalah besarnya kebutuhan air kotor di sawah
dikurangi dengan besarnya curah hujan efektif. Rumus yang digunakan untuk
menghitung besarnya kebutuhan air tanaman adalah sebagai berikut :
Ckeb.air bersih = Ckeb.air kotor - Reff.....................................................................( 2 – 31)
Dalam hal ini :
Ckeb.air kotor = Kebutuhan air kotor (mm/hari)
Reff = Curah hujan efektif (mm/hari)
2.4.6. Perhitungan Kebutuhan Air di Intake
Kebutuhan air di intake adalah besarnya kebutuhan air yang harus ada di saluran
intake. Besarnya dipengaruhi oleh berbagai macam kebutuhan air di lahan dan efisiensi
saluran irigasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air kotor
di sawah adalah sebagai berikut :
Cintake = ...............................................................................( 2 – 32)
Dalam hal ini :
Ckeb.air bersih = Kebutuhan air bersih (lt/dt/ha)
e = Efisiensi irigasi
A = Luas lahan (ha)
2.5. Analisa Modulus Drainasi
Dalam suatu sistem pertanian, tentunya keseimbangan air dilahan sangat
diperhatikan, oleh karenanya dalam sistem tersebut terdapat istilah irigasi dan drainasi.
Drainasi sendiri dilakukan untuk mengurangi dampak buruk berlebihnya jumlah air di
area yang menjadi lokasi tanam.
Perencanaan sistem drainasi untuk lahan pertanian ada 2 macam, yaitu drainasi
bawah permukaan (sub surface drainage) dan drainasi atas permukaan (surface
drainage). Untuk lokasi studi ini menggunakan drainasi atas permukaan dengan
pertimbangan kondisi genangan yang terjadi diakibatkan oleh hujan.
Drainasi ini diperlukan untuk menghilangkan pengaruh yang buruk pada lahan
pertanian yang diakibatkan oleh curah hujan. Hujan yang berintensitas tinggi akan
menyebabkan terjadinya limpasan permukaan yang apabila tidak segera dibuang kan
mengakibatkan lahan tergenang dan menurunkan hasil panen.
Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan lahan yang tergenang air, namun
pada suatu waktu tentunya tidak. Penggenangan air ini tentunya ada batas toleransinya,
tanaman padi dengan varietas unggul kedalaman air yang diijinkan 10 cm, sedangkan
pada tanaman padi yang bukan varietas unggul, kedalaman air berkisar 5 sampai 15 cm.
Kedalam air yang berlebih dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas tanaman itu
sendiri.Pada daerah studi air direncanakan habis terbuang pada hari ketiga, dengan
pertimbangan pengaruh genangan terhadap tanaman padi, semakin lama tergenang,
semakin menurun pula produktivitasnya.
Cara perkiraan air buangan dengan metode modulus drainasi ini adalah dengan
memperhatikan tinggi genangan yang terjadi di sawah. Untuk mengontrol tinggi
genangan di lapangan harus memperhatikan kesetimbangan air yang masuk dan keluar.
Perhitungan penambahan air pada jangka waktu tertentu dan berapa lama air tersebut
harus dibuang dinamakan kapasitas rencana. Kapasitas rencana itu disebut modulus
drainasi. Rumus yang dipakai adalah (Anonim, 1986 : 43) :
(Dn)T = (Rn)T + n(I - ETo - P) - Sn..........................................................(2 - 33)
Dalam hal ini :
(Dn)T = modulus drainasi n harian dengan kala ulang T tahun (mm)
(Rn)T = hujan maksimum n harian dengan kala ulang T tahun (mm)
n = jumlah hari (hari)
I = jumlah air irigasi yang diberikan (mm.hari-1)
ETo = evapotranspirasi (mm.hari-1)
P = perkolasi (mm.hari-1)
Sn = tinggi air yang diijinkan di lahan (mm)
Dari modulus drainasi dapat ditentukan debit yang harus dibuang dalam satuan
luas areal. Rumus yang dipakai adalah :
............................................................................................(2 - 34)
Dalam hal ini :
Dm = modulus drainasi harian per luas (m3.hari-1.ha-1)
n = curah hujan harian
Selanjutnya perlu diperhitungkan besarnya debit rencana didasarkan pada
perhitungan modulus drainasi sebelumnya dan tergantung pada luas lahan guna
perhitungan selanjutnya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Q = Dm . A......................................................................................…….( 2 - 35 )
Dalam hal ini :
Q = debit rencana (m3/dt)
Dm = modulus drainasi harian per luas (m3/hari/Ha)
A = luas area (Ha)
2.6. Analisa Dimensi Saluran
Bentuk penampang saluran yang direncanakan adalah bentuk profil trapesium,
namun bentuk trapesium ini memiliki tanggul jagaan untuk mengatasi pasang sungai
dan mengarahkan air agar dapat berkumpul di saluran drainase. Hal ini dilakukan atas
pertimbangan adanya pasang surut rawa akibat sungai yang ada di dekat lokasi. Saluran
yang direncanakan berdasar pada bentuk saluran stabil, sehingga persyaratan yang harus
dipenuhi adalah tidak terjadi penggerusan. Untuk pendimensian saluran dipakai kriteria
sebagai berikut :
1. Saluran berbentuk trapesium dengan tanggul di salah satu sisinya.
2. Lebar saluran telah ditetapkan sebelumnya, untuk tersier 1 m, untuk sekunder 1,5 m
dan untuk primer 2 m.
3. Perhitungan hidrolis memakai rumus :
Q = A . V..........................................................................................................(2 - 36)
Dalam hal ini :
Q = debit rencana (m3/dt)
A = luas penampang (m2)
V = kecepatan rencana (m/dt)
4. Kecepatan aliran memakai rumus Manning
V = . R2/3 . S1/2..................................................................................... ( 2 – 37 )
Dalam hal ini :
V = kecepatan rencana (m/dt)
n = koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan saluran
5. Tinggi tanggul
Tinggi tanggul di saluran rencana ini disesuaikan dengan besarnya galian tanah yang
diperoleh pada saat pembuatan saluran drainase. Tinggi tanggul tersebut ditetapkan
sebelumnya, untuk saluran tersier 1 m, untuk sekunder 1,5 m dan untuk primer 2 m.
6. Kemiringan tanggul
Kemiringan tanggul yang digunakan adalah 1:1 dengan pertimbangan tanggul
dengan kemiringan tersebut aman terhadap bahaya longsor atau keruntuhan.
7. Lebar tanggul
Lebar tanggul atas di saluran rencana ini juga disesuaikan dengan besarnya galian
tanah yang diperoleh pada saat pembuatan saluran drainase dan kemiringan tanggul
yang digunakan. Sedangkan untuk lebar tanggul bawah menyesuaikan dengan tinggi
tanggul dan lebar tanggul atas sebelumnya dengan memperhatikan jumlah galian
yang diperoleh dari setiap saluran.
Tabel 2.13. Koefisien Kekasaran Manning
Type Saluran Kondisi
baik cukup burukSaluran buatan : 1. Saluran tanah, lurus beraturan 0.020 0.023 0.0252. Saluran tanah, digali biasanya 0.028 0.030 0.0223. Saluran batuan, tidak lurus dan tidak beraturan 0.040 0.045 0.0454. Saluran batuan, lurus beraturan 0.030 0.035 0.0355. Saluran batuan, vegetasi pada sisinya 0.030 0.035 0.0406. Dasar tanah, sisi batu koral 0.030 0.030 0.0407. Saluran berliku-liku kecepatan rendah 0.025 0.028 0.030Saluran alam : 1. Bersih,lurus, tetapi tanpa pasir dan tanpa celah 0.028 0.030 0.0332. Berliku, bersih, tetapi berpasir dan berlubang 0.035 0.040 0.0453. Berliku, bersih, tidak dalam, kurang beraturan 0.045 0.050 0.065
4. Aliaran lambat, banyak tanaman dan lubang dalam 0.060 0.070 0.0805. Tumbuh tinggi dan padat 0.100 0.125 0.150Saluran dilapisi : 1. Batu kosong tanpa adukan semen 0.030 0.033 0.0352. Batu kosong dengan adukan semen 0.020 0.025 0.0303. Lapisan beton sangat halus 0.011 0.012 0.0134. Lapisan beton biasa dengan tulangan baja 0.014 0.014 0.0155. Lapisan beton biasa dengan tulangan kayu 0.016 0.016 0.018
Sumber : Suhardjono, 1984 : 29
Gambar 2.5. Profil Saluran
2.7. Analisa Hidrolika
Analisa hidrolika diperlukan untuk mengetahui karakteristik maupun profil
muka air yang terjadi di saluran rencana pada daerah studi dan daerah genangan yang
terjadi akibat pasang surut sungai Katingan. Untuk mempermudah menghitung profil
muka air, kecepatan aliran air, maupun bilangan froude dalam studi ini menggunakan
perangkat lunak yaitu dengan HEC – RAS 3.1.3. (perangkat lunak yang sifatnya public
domain, buatan HEC USACE ARMY). Perangkat lunak ini mempunyai kemampuan
antara lain untuk melakukan perhitungan aliran tunak (steady flow) dan aliran tak tunak
(unsteady flow). Dalam perencanaan ini digunakan perhitungan aliran tak tunak.
Langkah langkah dalam analisa hidrolika model HEC RAS
Terdapat lima langkah utama dalam pembangunan model hidrolik menggunakan
HEC RAS:
1. Memulai HEC RAS
2. Pembuatan nama pekerjaan
3. Memasukkan data geometri
4. Memasukkan data debit (Unsteady flow) dan kondisi batas
5. Running program (Unsteady flow)
2.7.1. Memulai HEC RAS
Ketika pengguna menjalankan setup program HEC RAS, maka akan secara
otomatis didapatkan satu grup program baru yang disebut HEC dan ikon programnya di
sebut HEC-RAS. Seperti program lainnya ikon tersebut akan muncul di layar windows,
dengan ikon seperti berikut :
Seperti program lainnya maka untuk pertama kalinya penjalanan program HEC
RAS akan tampil seperti berikut :
Gambar 2.6. Tampilan utama Hec-ras 3.1.3
Menu utama pada Hec-Ras 3.1.3
Gambar 2.7. Bagian-bagian dari menu utama
Tool bars HEC-RAS
Gambar 2.8. Penjelasan dari tool bars Hec-Ras
2.7.2. Pembuatan File Baru
Langkah pertama dalam pembangunan model hidrolik menggunakan HEC RAS
adalah menetapkan direktory kerja mana dan penamaan project kerja. Bisa diletakkan di
direktory sesuai keinginan user. Tidak lupa untuk memberikan pilihan unit satuan yang
akan digunakan (english atau SI). Untuk membuat project baru, klik file menu, new
project, kemudian akan muncul gambar seperti dibawah ini:
Gambar 2.9. Tampilan new project
2.7.3. Memasukkan Data Geometri
Langkah berikutnya adalah memasukkan data geometri, dimana terdiri dari
informasi tentang skematik jaringan system model hidrolik yang akan digunakan, atau
secara gamblang bisa kita sebut pembangunan DENAH PLAN jaringan tata air.
Kemudian pada menu windows ini juga akan mengandung fasilitas yang lain seperti
berupa :
Pemasukan cross section data
Data struktur bangunan ( jembatan, pelimpah, culverts, dll)
Tahap ini di awali dengan pilihan pada menu utama windows HEC RAS yaitu :
Edit > Geometri data atau pilih icon gambar maka akan tertampil menu
windows geometri data sebagai berikut :
Gambar 2.10. Tampilan geometri data Hec-Ras
Pemasukan data geometri adalah dengan melakukan penggambaran sebagai
tahap pertama pada layar, dengan penggambaran yang berhenti untuk tiap skematik alur
sungai yang akan di buat.
Pilih tools “river reach” kemudian tarik garis yang menunjukkan satu
skematik alur sungai dan program akan membaca pembacaan mulai dari
hulu menuju ke hilir.
Kemudian akan muncul tampilan untuk penamaan/indentifikasi (16 karakter)
Sebagai penyesuaian bentuk Denah Plan agar sama dengan kondisi model
yang diinginkan maka langkah selanjutnya adalah pemasukan koordinat x.y
denah tersebut yaitu pada pilihan : Edit/ Reach Schematic line, kemudian
akan muncul gambar seperti terlihat dibawah ini:
Gambar 2.11. Tampilan untuk mengedit koordinat pada Hec-Ras
Kemudian akan muncul bentuk isian hubungan antara x dan y untuk masing-
masing skematik alur yang telah dibuat.
Banyak berbagai cara untuk melakukan penggambaran ini yaitu bisa
menggunakan fasilitas pada software lain atau melalui penggambaran
terlebih dahulu melalui AUTOCAD kemudian dilakukan pencataan
koordinat setiap line gambar (Tools Inquarry)
Setelah system river skematik sudah tergambar maka dilanjutkan dengan
pemasukan data cross section sungai/penampang melintang saluran/sungai, yaitu
dengan menu pilihan pada icon dengan bentuk isian data cross sebagai berikut :
Gambar 2.12. Input & output cross section
Pengisian data cross dimulai dengan penampang melintang saluran/sungai
bagian hilir dan dilanjutkan pada bagian upstreamnya, kemudian seterusnya. Dengan
selesainya semua proses sampai tahap diatas, maka pemodelan dapat dikatakan sudah
terselesaikan 60 %. Hal ini di dasarkan atas alasan bahwa proses pemodelan HEC RAS
yang utama terletak pada pemasukan data geometri.
2.7.4. Memasukkan Data Debit Dan Kondisi Batas
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa Program HEC RAS mampu menganalisa
kajian hidrolik dengan 2 kondisi aliran steady dan unsteady flow, maka menu icon/tools
bar input flow data terdapat 2 macam yaitu:
: Icon input Data untuk kondisi Steady flow
: Icon input Data untuk kondisi UnSteady flow
Filosofi dasar pada pemodelan Numerik ini, akan selalu membutuhkan
identifikasi awal yang sering disebut dengan Boundary Condition. Dalam hal ini adalah
kondisi batas bagian hulu yaitu debit yang akan dilewatkan, sedangkan boundary
condition untuk bagian hilir (down stream) dapat berupa :
1. Tinggi muka air bagian hilir
2. Slope/ kemiringan dasar sungai bagian hilir
3. Stage hidrograf ( hubungan tinggi muka air dengan debit)
2.7.5. Pemrosesan Data
Yaitu menu pilihan metode perhitungan pemodelan setiap kondisi hidrolik yang
seharusnya :
Gambar 2.9 Running steady flow data
Gambar 2.13. Running program
2.7.6. Hasil Pemrosesan Data
Dalam program HEC RAS hasil keluaran nantinya dapat berupa gambar –
gambar long section maupun cross section dari saluran yang direncanakan dan tabel
yang menjelaskan tentang karakteristik hidrolika saluran rencana.
Gambar 2.14. Output dalam bentuk tabel
Gambar 2.15. Output dalam gambar long section sederhana
2.8. Analisa Stabilitas
Analisa stabilitas terdiri dari dua jenis yaitu analisa stabilitas terhadap gerusan
dan analisa stabilitas saluran. Dalam studi ini hanya menggunakan analisa stabilitas
saluran. Stabilitas saluran umumnya diperlukan untuk mengetahui besarnya tingkat
stabilitas dari saluran yang telah direncanakan yang tentunya dipengaruhi oleh kondisi
tanah lokasi maupun struktur bangunan yang direncanakan berupa besaran yang disebut
angka keamanan (safety factor). Ada dua metode yang digunakan untuk menganalisa
stabilitas saluran, diantaranya :
1. Metode Prosedur Massa ( Mass Procedure)
Dalam metode ini, massa tanah yang berada di atas bidang gelincir diambil sebagai
suatu kesatuan yaitu homogen.
2. Metode Irisan (Method of Slices)
Dalam metode ini, tanah yang berada di atas bidang gelincir dibagi menjadi
beberapa irisan-irisan paralel tegak. Stabilitas dari tiap-tiap irisan dihitung secara
terpisah. Metode ini lebih teliti karena tanah yang tidak homogen dan tekanan air
pori dapt dimasukkan dalam perhitungan. Yang termasuk di dalam metode ini
diantaranya metode Bishop dan Fellenius.
Dalam studi ini metode yang digunakan adalah Bishop, dikarenakan metode ini
sering digunakan dalam analisa stabilitas talud termasuk talud saluran. Untuk
mempermudah analisa stabilitas saluran digunakan perangkat lunak GEO SLOPE .
Dalam perencanaan suatu stabilitas saluran dperlukan data-data penunjang guna
mendapatkan hasil yang sesuai kita harapkan. Data-data tersebut antara lain: dimensi
saluran, data mekanika tanah dan profil melintang saluran rencana.
Angka keamanan adalah besarnya nilai atau ketetapan yang harus dipenuhi
ketika dilakukan uji stabilitas, dalam hal ini berupa saluran, harus lebih besar dari nilai
yang telah ditetapkan tersebut. Dalam studi akhir ini besarnya angka keamanan yang
ditetapkan adalah 1,5.
Langkah-langkah dalam analisa stabilitas dengan menggunakan GEO SLOPE
Terdapat tujuh langkah utama dalam analisa stabilitas dengan menggunakan
GEO SLOPE :
1. Memulai GEO SLOPE
2. Pengaturan lembar kerja baru
3. Menggambar bentuk saluran
4. Menganalisa saluran
5. Memasukkan data geometri saluran
6. Menentukan keruntuhan yang akan terjadi
7. Memproses data dan hasil
2.8.1. Memulai GEO SLOPE
Seperti HEC RAS, GEO SLOPE menampilkan ikon di layer windows. Tampilan
awal dari program GEO SLOPE akan seperti di bawah ini :
Gambar 2.16. Tampilan awal dari GEO SLOPE
2.8.2. Pengaturan lembaran kerja baru
Tidak seperti program lainnya, dalam GEO SLOPE memerlukan pengaturan
awal lembar kerja baru yang harus disesuaikan terlebih dahulu terhadap masalah yang
ada.
Tampilan layar pada GEO SLOPE ketika melakukan pengaturan lembar kerja
baru adalah sebagai berikut :
Gambar 2.17. Tampilan pengaturan lebar lembar kerja
Selain mengatur lebar lembar kerja, juga memerlukan pengaturan lain yaitu
pengaturan skala dan grid dari lembar kerja baru yang akan digunakan. Tampilan
pengaturan hal tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar 2.18. Tampilan pengaturan skala lembar kerja
Gambar 2.19. Tampilan pengaturan grid
2.8.3. Menggambar bentuk saluran
Menggambar bentuk dengan menggunakan GEO SLOPE dilakukan secara
mendetail dari setiap titik tinjauan. Dengan semakin detilnya gambar, semakin baik
hasil akhir yang akan dihasilkan nantinya.
Adapun tampilan gambar dalam GEO SLOPE adalah sebagai berikut :
Gambar 2.20. Hasil penggambaran pada GEO SLOPE
2.8.4. Menganalisa saluran
Menganalisa saluran rencana disini bukan dimaksudkan mengolah data,
melainkan menjelaskan metode apa yang akan digunakan maupun arah keruntuhan dari
saluran rencana.
Tampilan dalam GEO SLOPE adalah sebagai berikut :
Gambar 2.20. Tampilan analisa saluran yang direncanakan
2.8.5. Memasukkan data geometri saluran
Dalam memasukkan data saluran, harus diperhatikan benar jenis tanah yang ada
di saluran rencana, baik di bagian atas maupun bawah saluran. Selain itu diperlukan
pula data masukan yang berkaitan dengan data mekanika tanah dimana saluran itu
direncanakan.
Adapun tampilan GEO SLOPE yang berkaitan dengan pemasukan data tanah
adalah sebagai berikut :
Gambar 2.21. Memasukkan data jenis dan mekanika tanah saluran rencana
Gambar 2.22. Hasil masukan data tanah saluran rencana
2.8.6. Menentukan keruntuhan yang akan terjadi
Keruntuhan yang akan terjadi di saluran tersebut, terlebih dahulu digambar pada
gambar saluran pada GEO SLOPE. Dengan menggambar jangkauan dari keruntuhan,
maka dapat dihasilkan suatu bentuk keruntuhan yang umum terjadi dan letak terjadinya.
Tampilan gambar penggambaran keruntuhan pada GEO SLOPE adalah sebagai
berikut :
Gambar 2.23. Tampilan keruntuhan saluran rencana
2.8.7. Memproses data dan hasil
Langkah terakhir dari program GEO SLOPE adalah melakukan pemrosesan
data. Pemrosesan data ini nantinya menampilkan :
1. Secara terperinci besarnya angka keamanan dari saluran rencana tersebut dengan
menggunakan berbagai metode yang ada.
2. Menampilkan gambar seutuhnya dari desain saluran rencana beserta kemungkinan
keruntuhanyang akan terjadi.
3. Gaya tekan yang terjadi pada setiap potongan pada bagian keruntuhan, sehingga
memudahkan kita mengetahui dimana terjadinya gaya tekan yang terbesar.
4. Grafik yang berkaitan dengan angka keamanan yang telah diperoleh.
Adapun tampilannya dalam GEO SLOPE adalah sebagai berikut :
Gambar 2.24. Tampilan ikon penyelesaian pada GEO SLOPE
Gambar 2.25. Tampilan angka keamanan dalam GEO SLOPE
Gambar 2.26. Tampilan utuh saluran dalam GEO SLOPE
Gambar 2.27. Gaya tekan yang terjadi pada setiap potongan dalam GEO SLOPE
2.9. Sistem Tata Air
Sistem tata air merupakan faktor yang sangat menentukan dalam peningkatan
produksi lahan rawa pasang surut. Berbagai masalah yang sering menjadi kendala bagi
budidaya pertanian di persawahan pasang surut, antara lain masalah keasaman, salinitas
dan kurangnya ketinggian muka air untuk mencapai lahan pertanian. Hal-hal ini
disebabkan antara lain oleh sistem tata air yang kurang tepat. Dalam sistem tata air
dikenal bangunan air, antara lain berupa saluran dan pintu-pintu air yang berfungsi
sebagai penunjang sirkulasi dan pengelolaan air. Dengan memberdayakan pintu-pintu
air serta ditopang dengan perencanaan dan pengembangan sistem tata air secara tepat
dan optimal maka peningkatan produksi lahan dapat diharapkan memberikan hasil yang
memuaskan.
Sistem kontrol aliran merupakan kegiatan mengendalikan debit yang lewat dan
mengatur elevasi muka air sesuai dengan tingkat kebutuhan, hal ini dilaksanakan agar
air yang ada di dalam lahan dapat terkontrol. Dimana pada saat lahan kekurangan air
maka bangunan air ditutup sedangkan pada saat lahan kelebihan air maka bangunan
dibuka.
2.9.1. Pintu Otomatis (Aeroflapgate)
Pintu otomatis memiliki keuntungan lebih ekonomis dan mudah dalam
pengoperasiannya, selain itu jika dilihat dari segi konstruksinya merupakan peralatan
yang sederhana berupa lembaran profil segi empat yang diletakkan tegak lurus dengan
saluran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.28. Pintu Otomatis
Pola operasi pintu ini hanya menggunakan perbedaan tekanan yang disebabkan
oleh adanya perbedaan tinggi muka air pada bagian hulu dan hilir. Sehingga dalam
pengoperasiannya kurang membutuhkan tenaga manusia. Mengingat, pintu otomatis ini
tidak perlu campur tangan manusia dalam pengoperasiannya kecuali ketika perlu
perbaikan.
Berkaitan dengan bahan yang digunakan dalam pembuatan pintu ini ada
berbagai macam jenis. Diantaranya berbahan beton, fiber maupun kayu. Kesemuanya
memiliki keunggulan dan kekurangan masing – masing. Salah satu jenis pintu yang baru
dikembangkan adalah berbahan fiber. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 2.29. Pintu otomatis dan mekanisme kerjanya
2.9.2. Pintu Sorong
Pintu sorong dipakai dengan tinggi maksimum sampai 3 m dan lebar tidak lebih
dari 3 m. Pintu tipe ini hanya digunakan untuk bukaan kecil, karena untuk bukaan yang
lebih besar alat-alat angkatnya akan terlalu berat untuk menanggulangi gaya gesekan
pada sponeng. Untuk bukaan yang lebih besar dapat dipakai pintu rol, yang mempunyai
keuntungan tambahan karena di bagian atas terdapat lebih sedikit gesekan, dan pintu
dapat diangkat dengan kabel baja atau rantai baja.
Kelebihan pintu sorong yaitu dapat mengontrol tinggi muka air hulu dengan
tepat dan konstuksi yang sederhana. Sedangkan kelemahan dari pintu sorong ini adalah
dapat tersangkutnya benda-benda yang terhanyut di saluran misalnya sampah. Gambar
pintu sorong sebagai berikut.
Gambar 2.30. Pintu Sorong
2.9.3. Pintu Skot Balok
Dilihat dari segi konstuksi, pintu skot balok merupakan peralatan yang
sederhana. Balok-balok profil segiempat ditempatkan tegak lurus terhadap potongan
segiempat saluran lebar 20 cm.Kelebihan pintu skot balok diantaranya konstuksinya
yang sederhana dan kuat serta biaya operasinya kecil. Sedangkan kelemahan pintu skot
balok adalah pemasangan dan pemindahan balok memerlukan sedikitnya 2 orang dan
menghabiskan waktu, ada kemungkinan dicuri orang lain dan dapat dioperasikan oleh
orang yang tidak berwenang. Gambar pintu skot balok adalah sebagai berikut.
Gambar 2.31. Pintu Skot Balok
Recommended