View
220
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Tinjauan Pustaka dimaksudkan untuk memaparkan teori-teori yang ada
dan relevan dalam perencanaan Sistem Informasi Geografi (SIG) sehingga
diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dengan menganalisa
faktor dan data maupun untuk mengidentifikasi kondisi jalan.
Pelaksanaan pekerjaan pemetaan kondisi jalan untuk mengetahui kondisi
jalan di lapangan dan sebagai acuan dalam pembangunan dan perbaikan jalan
sebagai upaya peningkatan pembangunan di kota Semarang.
2.2 Klasifikasi Jalan Umum
Sesuai peruntukannya jalan terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan
umum merupakan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan
jalan khusus merupakan jalan yang tidak diperuntukkan untuk lalu lintas umum
dalam kegiatan distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Menurut Undang
Undang Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan umum dapat diklasifikasikan dalam
sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Pada penelitian
ini, pengetahuan mengenai klasifikasi jalan menjadi penting untuk
menjelaskankan definisi jalan.
2.2.1 Klasifikasi sistem jaringan jalan menurut fungsi jalan
Klasifikasi jalan berdasarkan fungsi mengacu pada UU No.38 tahun 2004
dan PP No.34 tahun 2006, adalah sebagai berikut:
2.2.1.1 Sistem jaringan jalan primer
Sistem jaringan jalan primer terdiri dari jalan arteri primer, jalan kolektor primer,
jalan lokal primer, dan jalan lingkungan primer, yang disusun berdasarkan
rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan
II-2
semua wilayah dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
bertujuan sebagai berikut:
a. Menghubungkan pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat
kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan
b. Menghubungkan antarpusat kegiatan Nasional.
Sistem jaringan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan
struktur pengembangan wilayah yang menghubungkan jasa distribusi sebagai
berikut:
1. Jalan arteri primer
Jalan ini menghubungkan antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan wilayah, dengan persyaratan teknis yang diatur
dalam PP No. 34 tahun 2006, sebagai berikut:
a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 60 km/jam;
b. Lebar badan jalan paling sedikit 11 meter;
c. Kapasitas lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata;
d. Lalu-lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang-alik, lalu
lintas lokal dan kegiatan lokal;
e. Jumlah jalan masuk, ke jalan arteri primer, dibatasi secara effisien
sehingga kecepatan 60 km/jam dan kapasitas besar tetap terpenuhi;
f. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan
pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.
2. Jalan kolektor primer
Merupakan jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara
pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Adapun persyaratan teknis
dari jalan ini, sebagai berikut:
a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 40 km/jam;
b. Lebar badan jalan paling sedikit 9 meter;
c. Kapasitas lebih besar dari volume lalu-lintas rata-rata;
d. Jumlah jalan masuk dibatasi, dan direncanakan sehingga dapat dipenuhi
kecepatan paling rendah 40 km/jam;
II-3
e. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan tidak boleh
terputus.
3. Jalan lokal primer
Merupakan jalan yang menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan,
antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan
lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. Adapun persyaratan teknis
dari jalan ini, sebagai berikut:
a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 20 km/jam;
b. Lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter;
c. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan pedesaan tidak boleh terputus.
4. Jalan lingkungan primer
Merupakan jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan
perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Adapun persyaratan
teknis dari jalan ini, sebagai berikut:
a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 15 km/jam;
b. Lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter
c. Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan
bermotor beroda tiga atau lebih harus memiliki lebar badan jalan paling
sedikit 3,5 meter.
2.2.1.2 Sistem jaringan jalan sekunder
Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus
kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder
kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil. Fungsi jalan pada
sistem jaringan jalan sekunder terdiri dari:
1. Jalan Arteri Sekunder
Jalan ini menghubungkan menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau
II-4
kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Adapun persyaratan
teknisnya, sebagai berikut:
a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 30 km/jam;
b. Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;
c. Lebar badan jalan paling sedikit 11 meter;
d. Pada jalan arteri sekunder, lalu-lintas cepat tidak boleh terganggu oleh
lalu-lintas lambat;
e. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi
kecepatan tidak kurang dari 30 km/jam.
2. Jalan kolektor sekunder
Jalan ini menghubungkan menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder
ketiga. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut:
a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 20 km/jam;
b. Lebar badan jalan paling sedikit 9 meter;
c. Memiliki kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;
d. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat;
e. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi
kecepatan tidak kurang dari 20 km/jam.
3. Jalan lokal sekunder
Jalan ini menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan
sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya
sampai ke perumahan. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut:
a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10 km/jam;
b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7,5 meter.
4. Jalan lingkungan sekunder
Jalan ini menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan. Adapun
persyaratan teknisnya, sebagai berikut:
a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10 km/jam, diperuntukkan
bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih;
b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 6,5 meter
II-5
c. Jalan yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau
d. lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.
Secara diagramatis penjelasan mengenai klasifikasi jalan menurut fungsi dapat
dilihat pada Gambar
Gambar 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi
2.2.2 Klasifikasi menurut status jalan
Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006 Pasal 25 sampai 30, jaringan jalan yang
diklasifikasikan menurut statusnya dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu sebagai
berikut:
II-6
2.2.2.1 Jalan Nasional
Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan nasional adalah jalan arteri primer; jalan
olektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan
strategis Nasional.
2.2.2.2 Jalan Provinsi
Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan provinsi adalah jalan kolektor primer yang
menghubungkan ibukota Provinsi dengan ibukota Kabupaten/Kota; jalan kolektor
primer yang menghubungkan antar ibukota Kabupaten/Kota; jalan strategis
provinsi; serta jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan sebagaimana
dimaksud dalam Jalan Nasional.
2.2.2.3 Jalan Kabupaten
Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan kabupaten adalah jalan kolektor primer
yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan kelompok jalan provinsi; jalan lokal
primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,
ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan, ibukota
kecamatan dengan desa, dan antar desa; jalan sekunder lain, selain sebagaimana
dimaksud sebagai jalan nasional, dan jalan provinsi; serta jalan yang mempunyai
nilai strategis terhadap kepentingan Kabupaten.
2.2.2.4 Jalan Kota
Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan provinsi kota adalah jaringan jalan
sekunder di dalam kota. Penjelasan dalam skema diagram dapat dilihat lebih
lanjut pada Gambar 2.2.
2.2.2.5 Jalan Desa
Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan
jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan
pedesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antar pemukiman di dalam desa.
Secara diagramatis, klasifikasi jalan menurut status dapat dilihat pada Gambar
II-7
Gambar 2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Status Jalan
2.2.3 Klasifikasi menurut kelas jalan
Kelas jalan dapat dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran
lalu lintas dan angkutan jalan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan.
Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dibedakan menjadi
jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil. Maksud dari
spesifikasi di sini meliputi pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang,
jumlah dan lebar lajur, ketersediaan medan, serta pagar.
II-8
2.2.3.1 Jalan bebas hambatan
Spesifikasi yang diatur untuk jalan bebas hambatan meliputi pengendalian jalan
masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang
milik jalan, dilengkapi dengan median, paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur
setiap arah, dan lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.
2.2.3.2 Jalan raya
Spesifikasi untuk jalan raya yang dimaksud adalah jalan umum untuk lalu lintas
secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi
dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah, lebar lajur paling sedikit
3,5 (tiga koma lima) meter.
2.2.3.3 Jalan sedang
Spesifikasi untuk jalan sedang yang dimaksud adalah jalan umum dengan lalu
lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit
2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh) meter.
2.2.3.4 Jalan kecil
Spesifikasi untuk jalan kecil yang dimaksud adalah jalan umum untuk melayani
lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar
jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima) meter.
2.3 Informasi Kondisi Jalan
2.3.1 Indeks kondisi kekasaran jalan (RCI)
Road Condition Index (RCI) atau indeks kondisi kekasaran jalan merupakan salah
satu parameter yang digunakan untuk menilai suatu kondisi jalan, dimana survei
dilakukan secara pengamatan/visualisasi terhadap ruas jalan. Rentangan nilai dari
RCI ini adalah dari nol sampai sepuluh, dimana nilai nol mewakili kondisi
perkerasan yang paling buruk dan nilai sepuluh mewakili kondisi perkerasan yang
paling baik. Selain memperhatikan kondisi perkerasan, RCI juga memperhatikan
kondisi dari jenis permukaannya. Tabel 2.1 berikut ini akan menjelaskan
mengenai penentuan nilai RCI ditinjau berdasarkan jenis permukaan dan kondisi
secara visual.
II-9
No Jenis Permukaan Kondisi ditinjau Secara Visual
Nilai RCI
1 Jalan tanah dengan drainase yang jelek, dan semua tipe permukaan yang tidak diperhatikan sama sekali
Tidak bisa dilalui 0-2
2 Semua tipe perkerasan yang tidak diperhatikan sejak lama (4-5 tahun atau lebih)
Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan
2-3
3 PM (Penetrasi Macadam) lama, Latasbum lama, batu kerikil
Rusak bergelombang, banyak lubang
3-4
4 PM setelah pemakaian 2 tahun, Latasbum lama
Agak rusak, kadang-kadang ada lubang, permukaan tidak rata
4-5
5 PM baru, Latasbum baru, Lasbutag setelah pemakaian 2 tahun
Cukup tidak ada atau sedikit sekali lubang, ermukaan jalan agak tidak rata
5-6
6 Lapis tipis lama dari Hotmix, Latasbum baru, Lasbutag baru
Baik 6-7
7 Hotmix setelah 2 tahun, Hotmix tipis di atas PM
Sangat baik, umumnya rata
7-8
8 Hotmix baru (Lataston,Laston), peningkatan dengan menggunakan lebih dari 1 lapis
Sangat rata dan teratur
9-10
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007. Panduan Survai Kekasaran
Permukaan Jalan Secara Visual
2.3.2 Indeks Internasional kekasaran jalan (IRI)
International Roughness Index (IRI) atau indeks internasional kekasaran jalan
merupakan indeks internasional yang menunjukkan besaran kekasaran permukaan
jalan dalam satuan m/km, dimana survei dilakukan dengan menggunakan alat
ukur kerataan roughometer NAASRA (National Association of Australian State
II-10
Road Authorities). Tata cara ini berguna untuk menghitung tebal lapis tambahan
bila dilihat dari sisi fungsional jalan dan dilengkapi dengan formulir-formulir
yang aplikatif dan komunikatif. Dalam survei ketidakrataan permukaan jalan
dengan alat ukur roughometer NAASRA diperlukan beberapa alat bantu lainnya,
yaitu: Dipstick Floor Profiler yang digunakan sebagai alat ukur elevasi, Odometer
sebagai alat pengukur jarak tempuh, dua buah beban masing-masing seberat 50 kg
dan alat pengukur tekanan ban.
Berdasarkan buku Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan Secara
Visual yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Bina Marga pada tahun 2007, terdapat rumusan korelasi RCI dengan IRI, yaitu:
RCI = 10e-0.094IRI
Keterangan:
RCI = Road Condition Index
IRI = International Roughness Index
2.3.3 Jenis-jenis kerusakan perkerasan aspal
Berdasarkan Modul B.1.1. Prasarana Transportasi, Campuran Beraspal Panas,
yang dikeluarkan oleh Departemen Kimpraswil Badan Penelitian dan
Pengembangan pada tahun 2003, maka terdapat beberapa kelompok kerusakan
yang terjadi pada perkerasan aspal.
2.3.3.1 Cacat permukaan
1. Deliminasi
Deliminasi merupakan suatu jenis kerusakan perkerasan yang disebabkan
oleh:
a. Permukaan perkerasan lama kotor
b. Pemasangan lapis perekat tidak merata
c. Pemadatan saat hujan
d. Rembesan air pada retakan
II-11
Gambar 2.3 Kerusakan Deliminasi(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
2. Bleeding
Bleeding merupakan kerusakan yang diakibatkan sebagian atau seluruh
agregat dalam campuran terselimuti aspal terlalu banyak. Penyebab
bleeding adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan aspal berlebihan
b. Penggunaan lapis perekat berlebihan
c. Ekses dari lapisan bawahnya yang bleeding
Gambar 2.4 Kerusakan Bleeding(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
3. Pengausan
Penyebab terjadinya pengausan adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan agregat tidak tahan aus
b. Penggunaan agregat (kerikil) sungai
II-12
Gambar 2.5 Kerusakan Pengausan(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
4. Pelapasan butir
Penyebab terjadinya adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan agregat kotor
b. Penggunaan agregat yang mudah pecah
c. Penggunaan aspal kurang
d. Pelapukan aspal
e. Temperature pemadatan rendah
Gambar 2.6 Kerusakan Pelepasan Butir(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
5. Lubang
Penyebab terjadinya adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan aspal kurang
b. Penggunaan agregat kotor
c. Penggunaan agregat yang mudah pecah
d. Rembesan pada retakan
II-13
Gambar 2.7 Kerusakan : Lubang(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
2.3.3.2 Retak
1. Retak selip
Penyebab terjadinya adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan lack coat kurang
b. Pengaruh terdorong oleh paver dimana temperatur campuran
rendah
Gambar 2.8 Kerusakan : Retak selip(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
2. Retak kulit buaya
Penyebab terjadinya sebagai berikut :
a. Pelapukan aspal
b. Penggunaan aspal kurang
c. Ketebalan kurang
II-14
Gambar 2.9 Kerusakan : Retak kulit buaya(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
3. Retak blok
Penyebab terjadinya adalah sebagai berikut :
a. Pelapukan aspal
b. Penggunaan aspal kurang
c. Ketebalan kurang
Gambar 2.10 Kerusakan : Retak blok(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
4. Retak memanjang
Penyebab terjadinya adalah sebagai berikut :
a. Refleksi dari retak lapisan bawah
b. Sambungan pelaksanaan kurang baik
c. Tanah dasar ekspansif
II-15
Gambar 2.11 Kerusakan : Retak memanjang(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
5. Retak melintang
Penyebab terjadinya adalah sebagai berikut :
a. Sambungan pelaksanaan kurang baik
b. Retak refleksi atau susut pada lapisan bawah
Gambar 2.12 Kerusakan : Retak melintang(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
2.3.3.2 Deformasi
1. Alur
Penyebab terjadinya adalah sebagai berikut :
a. Daya dukung tanah dasar rendah
b. Pemadatan rendah
II-16
Gambar 2.13 Kerusakan : Alur(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
2. Keriting
Penyebab terjadinya adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan aspal berlebih
b. Pemadatan tidak baik
Gambar 2.14 Kerusakan : Keriting(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
3. Amblas
Penyebab terjadinya adalah pemadatan rendah, daya dukung tanah dan
lapisan pondasi tidak seragam
Gambar 2.15 Kerusakan : Amblas(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
4. Pergeseran (shoving)
Penyebab terjadinya adalah sebagai berikut :
II-17
a. Stabilitas lapisan beraspal rendah
b. Pemasangan lack coat tidak baik
Gambar 2.16 Kerusakan : shoving(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
5. Deformasi plastis
Penyebab terjadinya deformasi plastis adalah penggunaan aspal yang
berlebih atau kualitas penetrasi tinggi
Gambar 2.17 Kerusakan : deformasi plastis(I Nyoman Jagat Maya, 2011)
2.4 Studi Tentang Tanah
2.4.1 Proses Pembentukan Tanah
Proses pembentukan tanah diawali dari pelapukan batuan, baik pelapukan
fisik maupun pelapukan kimia. Dari proses pelapukan ini, batuan akan menjadi
lunak dan berubah komposisinya. Pada tahap ini batuan yang lapuk belum
dikatakan sebagai tanah, tetapi sebagai bahan tanah (regolith) karena masih
menunjukkan struktur batuan induk.
Proses pelapukan terus berlangsung hingga akhirnya bahan induk tanah
berubah menjadi tanah. Proses pelapukan ini menjadi awal terbentuknya tanah.
Sehingga faktor yang mendorong pelapukan juga berperan dalam pembentukan
tanah.
II-18
Curah hujan dan sinar matahari berperan penting dalam proses pelapukan
fisik, kedua faktor tersebut merupakan komponen iklim. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa salah satu faktor pembentuk tanah adalah iklim. Ada beberapa
faktor lain yang memengaruhi proses pembentukan tanah, yaitu organisme, bahan
induk, topografi, dan waktu.
2.4.2 Klasifikasi Tanah
Tanah adalah lapisan atas bumi yang merupakan campuran dari pelapukan
batuan dan jasad makhluk hidup yang telah mati dan membusuk. Oleh pengaruh
cuaca, jasad makhluk hidup tadi menjadi lapuk, mineral-mineralnya terurai
(terlepas), dan kemudian membentuk tanah yang subur. Tanah juga disebut
lithosfer (lith = batuan) karena dibentuk dari hasil pelapukan batuan.
Tanah memiliki banyak jenis karena perbedaan proses pembentukan dan
unsur yang terdapat di dalamnya juga berbeda. Berikut jenis-jenis tanah yang ada
pada lokasi penelitian.
a. Tanah Alluvial
Tanah aluvium adalah tanah hasil erosi yang diendapkan di dataran
rendah. Ciri-ciri tanah aluvium adalah berwarna kelabu dan subur. Tanah ini
cocok untuk tanaman padi, palawija, tebu, kelapa, tembakau, dan buah-buahan.
Tanah jenis ini banyak terdapat di Sumatra bagian Timur, Jawa bagian utara,
Kalimantan bagian barat dan selatan, serta Papua utara dan selatan.
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami pengembangan, berasal dari
abahn induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk tekstur,
konsistensi dalam keadaan basah lekat, PH bermacam-macam, kesuburan sedang
hingga tinggi.
Tanah aluvial hanya meliputi lahan yang sering atau baru saja mengalami
banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan belum ada diferensiasi horison.
Endapan aluvial yang sudah tua dan menampakkan akibat pengaruh iklim dan
vegetasi tidak termasuk aluvial.
II-19
Kebanyakan tanah aluvial sepanjang aliran besar merupakan campuran
mengandung cukup banyak hara tanaman, sehingga umumnya dianggap tanah
subur sejak dulu.
Gambar 2.18 Tanah alluvial
b. Tanah Asosiasi Aluvial Kelabu
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal yaitu
topografi yang berupa dataran rendah atau cekungan. Jenis tanah ini merupakan
tanah alluvial yang terendap bersama dengan pasir dan batuan lainnya..
c. Tanah Mediteran
Tanah mediteran adalah tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan kapur
dan bersifat tidak subur. Misalnya, bisa kita temukan pada tanah-tanah di Nusa
Tenggara, Maluku, dan Jawa Tengah. Jenis tanah ini berasal dari batuan kapur
keras (limestone), yang pada umumnya tersebar terdapat di daerah beriklim
subhumid, topografi karst, dan lereng vulkan dengan ketinggian di bawah 400 m.
Tanah ini berwarna cokelat, merah, atau kuning.
Tanah mediteran yang berbahan induk batu kapur mempunyai nilai pH yang
lebih tinggi dibanding dari yang berbahan induk batu pasir. PH tanah dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bahan induk tanah, pengendapan, vegetasi
alami, pertumbuhan tanaman, kedalaman tanah dan pupuk nitrogen.
II-20
Jenis tanah mediteran menmiliki pH tanah yang seringkali di atas 7. Tanah
yang bersifat alkalis mengikat fosfat sehingga akan menjadi kendala bagi tanaman
untuk tumbuh. Oleh karena itu, jenis tanah ini tidak cocok untuk dijadikan lahan
pertanian.
Gambar 2.19 Tanah mediteran
d. Tanah Vulkanik
Tanah vulkanik adalah tanah hasil pelapukan abu vulkanik dari gunung
berapi. Tanah vulkanik dibagi menjadi dua.
1. Regosol. Tanah regosol berciri-ciri: berbutir kasar, berwarna kelabu
sampai kuning, dan berbahan organik sedikit. Tanah ini cocok untuk
tanaman palawija (seperti jagung), tembakau, dan buah-buahan. Jenis
tanah ini banyak terdapat di P. Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara
Gambar 2.20 Tanah regosol
II-21
2. Latosol. Tanah latosol berciri-ciri: berwarna merah hingga kuning,
kandungan bahan organik sedang, dan bersifat asam. Tanah ini cocok
untuk tanaman palawija, padi, kelapa, karet, kopi, dll. Jenis tanah ini
banyak terdapat di Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bali, Jawa, Minahasa,
dan Papua.
Gambar 2.21 Tanah latosol
d. Tanah Grumosol
Dalam USDA, grumosol tergolong dalam ordo vertisol. Vertisol
merupakan tanah dengan kandungan lempung yang sangat tinggi. Vertisol sangat
lekat ketika basah, dan menjadi pecah-pecah ketika kering. Vertisol memiliki
keampuan menyerap air yang tinggi dan juga mampu menimpan hara yang
dibutuhkan tanaman. Grumosol sendiri merupakan tanah dengan warna kelabu
hingga hitam serta memiliki pH netral hingga alkalis. Di Indonesia, jenis tanah ini
terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 m di atas
permukaan laut dengan topografi agak bergelombang hingga berbukit, temperatur
rata-rata 25oC, curah hujan <2.500 mm, dengan pergantian musim hujan dan
kemarau yang nyata.
Grumosol banyak terdapat di Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, serta Nusa Tenggara Timur. Grumosol banyak dimanfaatkan untuk
pertanian jenis rumput-rumputan atau pohon-pohon jati.
II-22
Gambar 2.22 Tanah grumosol
e. Tanah Gerosol
Tanah gerosol adalah tanah berbutir kasar dan berasal dari material
gunung api. Tanah gerosol berupa tanah aluvial yang baru diendapkan. Material
jenis tanah ini berupa abu vulkan dan pasir vulkan. Tanah gerosol merupakan
hasil erupsi gunung berapi, bentuk wilayahnya berombak sampai bergunung,
bersifat subur, tekstur tanah ini biasanya kasar, berbutir kasar, peka terhadap erosi,
berwarna keabuan, kaya unsur hara seperti P dan K yang masih segar, kandungan
N kurang, pH 6 - 7, cenderung gembur, umumnya tekstur makin halus makin
produktif, kemampuan menyerap air tinggi, dan mudah tererosi.
Ciri-ciri fisik tanah gerosol adalah memiliki butiran kasar. Ciri lainnya
adalah belum menampakkan adanya perlapisan horisontal. Warna bervariasi dari
merah kuning, coklat kemerahan, coklat dan coklat kekuningan. Itu karena
bergantung pada material dominan yang dikandungnya. Karena tanah gerosol
berasal dari erupsi gunung berapi, maka tanah jenis ini banyak terdapat di setiap
pulau yang memiliki gunung api baik yang aktif maupun yang sudah mati,
II-23
contohnya seperti Bengkulu, pantai Sumatera Barat, Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara Barat. Di Kalimantan tidak ada tanah gerosol karena tidak ada aktivitas
vulkanik. Geologi daerah Kalimantan relatif stabil. Pulau ini tidak mengalami
aktivitas tektonik dan vulkanik. Hal ini disebabkan karena Kalimantan tidak
berada pada jalur gunung api dunia atau Ring of fire sehingga tidak ada tanah
gerosol yang berasal dari endapan abu vulkanik.
Tanah gerosol sangat cocok untuk pertanian khususnya tanaman padi,
kelapa, tebu, palawija, tembakau, dan sayuran. Itulah sebabnya mengapa tanah di
lereng gunung berapi yang baru saja mengalami erupsi sangat subur dan sangat
baik untuk pertanian.
Gambar 2.23 Tanah gerosol
2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) / Geographic Information System (GIS)
adalah suatu sistem informasi berbasis komputer, yang digunakan untuk
memproses data spasial yang ber-georeferensi (berupa detail, fakta, kondisi, dsb)
yang disimpan dalam suatu basis data dan berhubungan dengan persoalan serta
keadaan dunia nyata (real world). Manfaat SIG secara umum memberikan
informasi yang mendekati kondisi dunia nyata, memprediksi suatu hasil dan
perencanaan strategis. Sistem Informasi Geografis (SIG) memadukan antara data
grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara
geografis di bumi (georeference) serta dapat menggabungkan data, mengatur data,
II-24
dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang
dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang
berhubungan dengan geografi.
Pengertian Geographic Information System atau Sistem Informasi
Geografis (SIG) sangatlah beragam, karena memang defenisi SIG selalu
berkembang, bertambah dan sangat bervariasi, dibawah ini adalah beberapa
definisi SIG, diantaranya :
1. Darmawan, A. 2006 menyatakan Sistem Informasi Geografi (SIG) atau
Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang
dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau
berkoordinat.
2. Imantho. 2004 menyatakan Sistem Informasi Geografis (GIS) merupakan suatu
bidang kajian ilmu yang relatif baru yang dapat digunakan oleh berbagai
bidang disiplin ilmu sehingga berkembang dengan sangat cepat. Secara umum,
satu fungsi dari GIS yang sangat penting adalah kemampuan untuk
menganalisis data, terutama data spasial yang kemudian menyajikannya dalam
bentuk suatu informasi spasial berikut data atributnya (Imantho. 2004).
3. Kang-Tsung Chang (2002), mendefinisikan SIG sebagai : is an a computer
system for capturing, storing, querying, analyzing, and displaying geographic
data.
4. Arronoff (1989), mendefinisiskan SIG sebagai suatu sistem berbasis komputer
yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu
pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali),
manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil
akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada
masalah yang berhubungan dengan geografi.
5. Menurut Gistut (1994) menyatakan SIG adalah sistem yang dapat mendukung
pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-
deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan di
lokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang
II-25
diperlukan yaitu data spasial perangkat keras, perangkat lunak dan struktur
organisasi.
6. Burrough (1986) mendefinisikan SIG adalah sistem berbasis komputer yang
digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan
mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk
berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan.
Dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) memiliki empat komponen
utama, kombinasi yang benar antara keempat komponen utama ini akan
menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan.
Komponen utama Sistem Informasi Geografi, yaitu: (Darmawan, A. 2006)
a. Perangkat keras (digitizer, scanner, Central Procesing Unit (CPU), hard-disk,
dan lain-lain),
b. Perangkat lunak (ArcView, Idrisi, ARC/INFO, ILWIS, MapInfo, arc view dan
lainnya),
c. Organisasi (management), dan Pemakai (user).
Gambar 2.24 Komponen Utama SIG
Data-data yang diolah dalam SIG, yaitu (Darmawan, A. 2006) :
1. Data spasial, merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang
umumnya berbentuk peta.
SIG
II-26
2. Data atribut dalam bentuk digital, merupakan data tabel yang berfungsi
menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial.
Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar, yaitu: (Darmawan, A. 2006)
1. Bentuk titik, merupakan kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x,y
yang menunjukkan lokasi suatu obyek berupa ketinggian, lokasi kota, lokasi
pengambilan sampel dan lain-lain.
2. Bentuk garis, merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk suatu
kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, kontur dan lain-lain
3. Bentuk area (polygon) adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis
yang membentuk suatu ruang homogen, misalnya: batas daerah, batas
penggunaan lahan, pulau dan lain sebagainya.
Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor.
Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel
sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data yang
direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (polygon).
Menurut Darmawan. 2006 Sistem informasi geografi menyajikan informasi
keruangan dan atributnya yang terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu:
1. Masukan data
Merupakan proses pemasukan data pada komputer dari peta (peta
topografi dan peta tematik), data statistik, data hasil analisis penginderaan
jauh data hasil pengolahan citra digital penginderaan jauh, dan lain-lain.
Data-data spasial dan atribut baik dalam bentuk analog maupun data digital
tersebut dikonversikan kedalam format yang diminta oleh perangkat lunak
sehingga terbentuk basis data (database).
2. Penyimpanan data dan pemanggilan kembali (data storage dan retrieval)
Merupakan proses penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan
kembali dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan
atau cetak pada kertas).
3. Manipulasi data dan analisis
II-27
Merupakan kegiatan yang dapat dilakukan berbagai macam perintah
misalnya overlay antara dua tema peta, membuat buffer zone jarak tertentu
dari suatu area atau titik dan sebagainya. Manipulasi dan analisis data
merupakan ciri utama dari SIG. Kemampuan SIG dalam melakukan analisis
gabungan dari data spasial dan data atribut akan menghasilkan informasi yang
berguna untuk berbagai aplikasi.
4. Pelaporan data
Merupakan proses menyajikan data dasar, data hasil pengolahan data dari
model menjadi bentuk peta atau data tabular. Bentuk produk suatu SIG dapat
bervariasi baik dalam hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakainya.
Hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel angka-angka: teks di atas
kertas atau media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (softcopy).
2.5.1 Pemasukan Data Pada SIG
Pemasukan data pada SIG melibatkan banyak hal, baik hardware maupun
software nya, begitu juga dengan proses manajemen data serta output datanya.
Akan tetapi, untuk proses analisis dan manipulasi data hanya program GIS yang
bisa melakukannya, misalnya ArcGIS. Proses pemasukkan data biasanya
merupakan proses yang rumit, kadang proses pemasukkan data dipelajari lebih
belakangan dibandingkan dengan proses-proses yang lainnya. Karena memang
saat ini sudah banyak sekali data-data peta digital (bentuk vektor dan grid) yang
beredar, sehingga untuk menghasilkan output GIS yang baik, tidak perlu lagi
melakukan proses pemasukkan data (merubah peta hardcopy menjadi softcopy).
Pemasukan data merupakan proses memasukkan data pada komputer dari peta
(peta topografi dan peta tematik), data statistik, data hasil analisis penginderaan
jauh, data citra, dan lain-lain. Data spasial dan atribut, baik dalam bentuk analog
atau data digital dikonversikan ke format yang diminta perangkat lunak sehingga
terbentuk basisdata. Basisdata adalah pengorganisasian data yang tidak berlebihan
pada komputer sehingga dapat dilakukan pengembangan, pembaharuan,
pemanggilan, dan dapat digunakan secara bersama oleh pengguna.
Ada beberapa macam sumber data spasial yang dapat digunakan dalam GIS
diantaranya, yaitu : (Darmawan, A. 2006)
II-28
1. Peta analog
Peta analog adalah peta dalam bentuk cetakan seperti peta rupa bumi yang
diterbitkan Bakosurtanal. Peta analog juga bisa diperoleh dari hasil pencetakan
peta digital. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi,
sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata
angin dan sebagainya, walaupun pada akhirnya koordinatnya harus dikoreksi
kedalam koordinat digital. Peta analog harus dikonversikan menjadi peta
digital dengan berbagai cara misalnya digitasi.
2. Data dari sistem Penginderaan Jauh
Data Pengindraan Jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting
bagi SIG karena ketersediaannya secara berkala. Dengan adanya bermacam-
macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita bisa
menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini
biasanya direpresentasikan dalam format raster seperti citra satelit dan foto
udara.
3. Data hasil pengukuran lapangan
Contoh data hasil pengukuran lapang adalah data batas administrasi, batas
kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan dan sebagainya,
yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri. Pada umumnya data
ini merupakan sumber data atribut.
4. Data GPS
Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi
SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi seiring dengan pencabutan
Selective Availability (SA) oleh Amerika Serikat (AS). Sebelum SA dicabut
oleh AS keakuratan sebuah GPS hanya 100m dari seharusnya, sebagai contoh
untuk keakuratan sebuah GPS Navigasi sampai dengan 10 meter. Data posisi
GPS dapat digunakan sebagai data dasar koordinat bumi, selain itu hasil traning
area sebuah GPS dapat juga digunakan sebagai data penunjang dalam
pembuatan peta.
II-29
2.5.2 Data Spasial
Perkembangan pemanfaatan data spasial dalam dekade belakangan ini
meningkat dengan sangat drastis. Hal ini berkaitan dengan meluasnya
pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan perkembangan teknologi
dalam memperoleh, merekam dan mengumpulan data yang bersifat keruangan
(spasial). Teknologi tinggi seperti Global Positioning System (GPS), remote
sensing dan total station, telah membuat perekaman data spasial digital relatif
lebih cepat dan mudah. Kemampuan penyimpanan yang semakin besar, kapasitas
transfer data yang semakin meningkat, dan kecepatan proses data yang semakin
cepat menjadikan data spasial merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari
perkembangan teknologi informasi.
Sistem informasi atau data yang berbasiskan keruangan pada saat ini
merupakan salah satu elemen yang paling penting, karena berfungsi sebagai
pondasi dalam melaksanakan dan mendukung berbagai macam aplikasi. Sebagai
contoh dalam bidang lingkungan hidup, perencanaan pembangunan, tata ruang,
manajemen transportasi, pengairan, sumber daya mineral, sosial dan ekonomi, dll.
Oleh karena itu berbagai macam organisasi dan institusi menginginkan untuk
mendapatkan data spasial yang konsisten, tersedia serta mempunyai aksesibilitas
yang baik. Terutama yang berkaitan dengan perencanaan ke depan, data geografis
masih dirasakan mahal dan membutuhkan waktu yang lama untuk
memproduksinya (Rajabidfard, A. dan I.P. Williamson 2000). Beberapa tahun
belakangan ini banyak negara yang telah melakukan investasi dalam kegiatan
pembangunan dan pengembangan sistem informasi. Terutama dalam penggunaan,
penyimpanan, proses, analisis dan peyebaran suatu informasi.
Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang mengacu pada
posisi, obyek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi (Gumelar, D. 2007).
Data spasial merupakan salah satu item dari informasi, dimana didalamnya
terdapat informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi, dibawah
permukaan bumi, perairan, kelautan dan bawah atmosfer (Rajabidfard dan
Williamson, 2000). Data spasial dan informasi turunannya digunakan untuk
menentukan posisi dari identifikasi suatu elemen di permukaan bumi
II-30
(Radjabidfard 2001). Lebih lanjut lagi Mapping Science Committee (1995) dalam
Rajabidfard (2001) menerangkankan mengenai pentingnya peranan posisi lokasi
yaitu, (1) pengetahuan mengenai lokasi dari suatu aktifitas memungkinkan
hubungannya dengan aktifiktas lain atau elemen lain dalam daerah yang sama atau
lokasi yang berdekatan dan (2) Lokasi memungkinkan diperhitungkannya jarak,
pembuatan peta, memberikan arahan dalam membuat keputusan spasial yang
bersifat kompleks.
Karakteristik utama dari data spasial adalah bagaimana mengumpulkannya
dan memeliharanya untuk berbagai kepentingan. Selain itu juga ditujukan sebagai
salah satu elemen yang kritis dalam melaksanakan pembangunan sosial ekonomi
secara berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan perkiraan hampir
lebih dari 80 % informasi mengenai bumi berhubungan dengan iinformasi spasial
(Wulan. 2002). Perkembangan teknologi yang cepat dalam pengambilan data
spasial telah membuat perekaman terhadap data berubah menjadi bentuk digital,
selain itu relatif cepat dalam melakukan prosesnya. Salah satunya perkembangan
teknologi yang berpengaruh terhadap perekeman data saat ini adalah teknologi
penginderaan jauh (remote sensing) dan Global Positioning System (GPS).
Terdapat empat prinsip yang dapat mengidentifikasikan perubahan
teknologi perekaman data spasial selama tiga dasawarsa ini. Prinsip tersebut
adalah perkembangan teknologi, kepedulian terhadap lingkungan hidup, konflik
politik atau perang dan kepentingan ekonomi. Data lokasi yang spesifik
dibutuhkan untuk melakukan pemantauan terhadap dampak dalam suatu
lingkungan, untuk mendukung program restorasi lingkungan dan untuk mengatur
pembangunan. Kegiatan kegiatan tersebut dilakukan melalui kegiatan pemetaan
dengan menggunakan komputer dan pengamatan terhadap bumi dengan
menggunakan satelit penginderaan jauh. Terdapat dua pendorong utama dalam
pembangunan data spasial. Pertama adalah pertumbuhan kebutuhan suatu
pemerintahan dan dunia bisnis dalam memperbaiki keputusan yang berhubungan
dengan keruangan dan meningkatkan efisiensi dengan bantuan data spasial. Faktor
pendorong kedua adalah mengoptimalkan anggaran yang ada dengan
II-31
meningkatkan informasi dan sistem komunikasi secara nyata dengan membangun
teknologi informasi spasial (Rajabidfard dan Wiliamson. 2000),.
Didorong oleh faktor-faktor tersebut, maka banyak negara, pemerintahan
dan organisasi memandang pentingnya data spasial, terutama dalam
pengembangan informasi spasial atau yang lebih dikenal dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Tujuannya adalah membantu pengambilan keputusan
berdasarkan kepentingan dan tujuannya masing-masing, terutama yang berkaitan
dengan aspek keruangan
Pada pemanfaatannya data spasial yang diolah dengan menggunakan
komputer (data spasial digital) menggunakan model sebagai pendekatannya.
Economic and Social Commission for Asia and the Pasific (1996), mendefinisikan
model data sebagai suatu set logika atau aturan dan karakteristik dari suatu data
spasial. Model data merupakan representasi hubungan antara dunia nyata dengan
data spasial. Terdapat dua model dalam data spasial, yaitu model data raster dan
model data vektor. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, selain itu
dalam pemanfaatannya tergantung dari masukan data dan hasil akhir yang akan
dihasilkan. Model data tersebut merupakan representasi dari obyek-obyek
geografi yang terekam sehingga dapat dikenali dan diproses oleh komputer.
Chang (2002) menjabarkan model data vektor menjadi beberapa bagian lagi.
Diagram 2.25 Klasifikasi Model data Spasial
II-32
2.5.3 Pengenalan Mengenai Software ArcGIS
Perangkat lunak ArcGIS merupakan perangkat lunak SIG yang baru dari
ESRI, yang memungkinkan kita memanfaatkan data dari berbagai format data.
Dengan ArcGIS kita memanfaatkan fungsi desktop maupun jaringan. Dengan
ArcGIS kita bisa memakai fungsi pada level ArcView, ArcEditor, Arc/Info dengan
fasilitas ArcMap, Arc Catalog dan Toolbox. Materi yang disajikan adalah konsep
SIG, pengetahuan peta, pengenalan dan pengoperasian ArcGIS, input data dan
manajemen data spasial, pengoperasian Arc Catalog, komposisi atau tata letak
peta dengan ArcMap.
ArcGIS menyediakan sebuah kerangka kerja bertingkat bagi satu atau lebih
pengguna pada dekstop, server, Web, dan untuk di lapangan. ArcGIS merupakan
integrasi dari produk-produk software GIS untuk membangun sebuah Sistem
Informasi Geografi yang lengkap, terdiri dari 4 lingkungan kerja utama untuk
pengembangan GIS (Satar, M. 2007) :
a. ArcGIS Desktop adalah sebuah rangkaian yang terintegrasi dari aplikasi GIS
professional. Kebanyakan pengguna mengenalnya dalam tiga produk:
ArcView, ArcEditor, and ArcInfo.
b. Server GIS, ArcIMS, ArcGIS Server, dan ArcGIS Image Server.
c. Mobile GIS, ArcPad dan ArcGIS Mobile untuk di survei lapangan.
d. ESRI Developer Network (EDN), Untuk pengembangan komponen software,
kostumasi GIS desktops, GIS applications, GIS services dan aplikasi web,
serta pembuatan mobile solutions. Semuanya berbasis ArcObjects (a common,
modular library of re-useable GIS software components).
Gambar 2.26 Komponen ArcGIS (Fajar Dwi, 2012)
Tiga bagian dari ArcGIS 9.3: 1. ArcCatalog
merupakan alat atau fasilitas untuk melihat/mencari, mengorganisasi,mengatur, mendistribusikan, dan mendokumentasikan kumpulan data SIG.
Recommended