View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Administrasi Publik.
Administrasi publik merupakan proses dimana sumberdaya dan personel
publik diorganisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan,
mengimplementasikan dan mengelola keputusan-keputusan dan dalam kebijakan
publik. Administrasi publik merupakan seni dan ilmu yang ditujukan untuk
mengatur public affairs dan melaksanakan berbagai tugas yang telah ditetapkan.
Sebagai salah satu disiplin ilmu, administrasi publik bertujuan untuk memecahkan
masalah publik melalui perbaikan atau penyempurnaan terutama bidang
organisasi, sumber daya manusia dan keuangan. (Chandler dan plano dalam
Keban, 2008 h.3).
Woodrow Wilson dalam Syafri (2012) mendefinisikan administrasi publik
adalah urusan atau praktek urusan pemerintah karena tujuan pemerintah ialah
melaksanakan pekerjaan publik secara efisien dan sejauh mungkin sesuai dengan
selera dan keinginan rakyat. Dengan administrasi publik, pemerintah berusaha
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak dapat atau tidak akan dipenuhi
oleh sektor privat/swasta.
Tujuan utama dari administrasi publik adalah untuk meningkatkan
kesejahteran publik atau masyarakat dalam suatu negara atau daerah, sedangkan
motif atau tujuan dari seluruh proses kegiatan dari administrasi publik adalah
pemberian layanan (service) yang seluas-luasnya dan sebaik-baiknya kepada
seluruh masyarakat. Sifat dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
B. Good Governance
1. Pengertian Good Governance.
Governance yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan adalah
penggunaan wewenag ekonomi, politik, dan administrasi guna mengelola urusan
– urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh
mekanisme, proses dan lembaga – lembaga dimana warga dan kelompok –
kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hukum,
memenuhi kewajiban dan menjabatani perbedaan diantara mereka (Krina, 2003:4)
Governance merupakan seluruh rangkaian proses pembuatan keputusan atau
kebijakan dan seluruh rangkaian proses dimana keputusan itu di implementasikan
atau tidak di implimentasikan (pusdiklatdepdiknas,8). Kemudian UN Commision
on Human Settlements (1996) dalam (pusdiklatdepdiknas,8) menjelaskan bahwa
governance adalah kumpulan dari berbagai cara yang diterapkan oleh individu
warga negara dan para lembaga pemerintah maupun swasta dalam menangani
kepentingan umum mereka.
Pierre Landell-Mills & Ismael Seregeldin mendefinisikan good governance
sebagai penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya
demi pembangunan social ekonomi (Santosa, 2008;130)
Sedangkan Robert Charlick mengartikan good governance sebagai
pengelolaan segala macam urusan public secara efektif melalui pembuatan
peraturan dan / atau kebijakan yang abash demi untuk mempromosikan nilai –
nilai kemasyarakatan.
Governance merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan
kepemerintahan. Ada tiga pilar governance, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan
masyarakat. Sementara itu paradigma pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya
berkembang adalah government sebagai satu – satunya penyelenggara
pemerintahan. Dengan bergesernya paradigma dari government kearah
governance, yang menekankan pada kolaborasi dalam kesetaraan dan
keseimbangan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat madani (civil
society), maka dikembangkan pandangan atau paradigma baru administrasi publik
yang disebut dengan keperintahan yang baik (good governance).
2. Prinsip Good Governance.
Prinsip Good Governance adalah merupakan idiologi lama yang pada intinya
merupakan sebuah prinsip yang mengatur masalah pelaksanaan otoritas politik,
ekonomi, sosial, hukum dan administratif di dalam mekanisme atau proses
ketatanegaraan di Indonesia. Ada semacam hipotesis yang berkembang dalam
masyarakat bahwa krisis multi dimensi yang melanda Indonesia pada dasarnya
berasal dari adanya krisis moral aparatur pemerintah yang cenderung koruptif dan
seringkali melakukan tindakan-tindakan kolusi dan nepotisme.
Organisation for the Economic Coorporation and Development (OECD) ada
juga United Nation Development Program (UNDP) yang mengemukakan
komponen good governance yang meliputi:
a) Participation.
Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan baik
secara langsung maupun melalui intermediasi insititusi legitimasi yang
mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar
kebebasan berasosiasi.
b) Rule of law
Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama
hukum untuk hak asasi manusia.
c) Transparancy
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses-proses,
lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka
yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
d) Responsiveness.
Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk melayani setiap
stakeholders.
e) Consensus orientation.
Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan-pilihan terbaik baik kepentingan yang lebih luas baik
dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
f) Equity
Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai
kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
g) Effectiveness and efficiency
Proses-proses dan lembaga-lembaga sebaik mungkin menghasilkan sesuai
dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang
tersedia.
h) Accountability
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat
bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga “stakeholders”.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang
dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal
organisasi.
i) Strategic vision.
Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance
dan pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa
yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.
Konsep pemerintahan yang baik (good governance) dipergunakan sebagai
acuan dan arah bagi administrasi dalam melakukan tindakan, yang dalam
pelaksanaannya harus terikat dengan aturan hukum. Dewasa ini banyak ketentuan
perundang-undangan yang dibuat oleh pembentuk undang-undang secara tergesa-
gesa, bahkan terkesan dipaksakan sehingga substansinya tidak dapat menjadi
sarana penegakan keadilan yang sesungguhnya. Bahkan makin banyak juga
oknum yang merasa tidak bersalah dan tidak bertanggungjawab atas segala
perbuatannya, meskipun perbuatan tersebut secara nyata merugikan negara dan
kepentingan rakyat.
C. Pemerintah Desa
1. Konsep Pemerintahan Desa.
Secara etiologi kata “Desa” berasal dari bahasa Sansekerta, deshi yang
artinya “tanah kelahiran” atau “tanah tumpah darah”, selanjutnya dari deshi itu
terbentuk kata desa (Kartohadikusoemo, 1984). Didalam Undang - Undang
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang bewenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan / hak tradisional yang di akui dan di hormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Landasan pemikiran
dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi
asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah adalah suatu lembaga yang terdiri dari sekumpulan orang –
orang yang mengatur suatu masyrakat yang memiliki cara dan starategi yang
berbeda – beda dengan tuhuan agar masyarakat tersebut tertata dengan baik.
Pemerintah desa merumakan simbol formal dari pada kesatuan masyarakat desa.
Menurut Widjaja (2003 : 43) mengemukakan bahwa “pemerintah desa adalah
kesatuan organisasi pemerintah terendah di bawah kecamatan yang memiliki
kewenangan untuk mangatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
yang di akui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah
kabupaten”.
Undang-undang nomor 6 tahun 2014 secara eksplisit menjelaskan bahwa
pemerintah desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Pemerintah desa sebagaimana dimaksud adalah kepala desa
yang dibantu oleh perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
desa. Adapun asas dalam penyelenggaraan pemerintah diatur dalam pasal 4
berbunyi sebagai berikut :
1. Kepastian hukum
2. Tertib menyelenggarakan pemerintahan
3. Tertib kepentingan umum
4. Keterbukaan
5. Propossionalitas
6. Akuntabulitas
7. Profesionalitas
8. Efektifitas dan efisiensi
9. Kearifan lokal
10. Keberagaman
11. Partisipatif
Berdasarkan asas – asas penyelenggaraan pemerintah Desa dalam Undang
– undang No 6 tahun 2016 yang telah di uraikan di atas maka fungsi pemerintah
desa sebagai penyelenggara pemerintah desa yang terdiri dari kepala desa atau
yang di sebut dengan nama lain dan di bantu oleh perangkat desa atau yang di
sebut dengan nama lain.
Penulis menyimpulkan pemerintah desa adalah kepala desa dan yang
dibantu oleh perangkat desa. Perangkat desa yang dimaksud adalah sekretaris
desa, unsur kewilayahan, dan pelaksana teknis. Kepala desa bertugas
menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Badan
permusyarawatan desa (BPD) merupakan unsur penggerak pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu ketiga lembaga tersebut harus terus bersinergi,
membangun kekuatan dan kerja sama secara harmonis dan secara terus menerus
2 Kewenangan Pemerintah Desa
Menurut Sabtoni dkk (2005:28) pemerintah desa adalah “Organisasi
pemerintah yang terendah merupakan Grass Root dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang memiliki 4 (empat) tipe kewenangan antara lain:
a. Kewenangan Generik (asli ), di sebut hak dan asal usul yang melekat pada
desa sebagai satu kesatuan masyarakat hukum (self governing community)
b. Kewenangan Devolitivf, merupakan kewenangan yang melekat pada desa
karena posisinya di tugaskan sebagai pemerintahan lokal (local self
goverment)
c. Kewenangan Distributif, yakni kewenangan bidang pemerintahan yang di
bagi oleh pemerintah kepala desa.
d. Kewenangan negatif yaitu kewenagan desa yang menolak tugas
pembantuan dari pemerintah jika tidsk di sertai oleh pendukungnya atau
jika tugas tersebut tidak sesuai dengan kondisi masyrakat setempat”.
Kewenangan yang di emban oleh pemerintah tidaklah sedikit dan tidaklah
mudah dalam menagani kewenangan yang di miliki oleh desa berdasarkan
asal usulnya dan tugas pembantuan yang di bebankan kepada Desa.
Mengacu pada Undang – Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pada
pasal 18 di sebutkan bahwa kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang
penyelanggaraan pemerintah Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa
masyarakat,hak asal – usul, dan adat istiadat Desa. Selanjutnya di jabarkan pada
pasal 19 dimana kewenangan Desa meliputi :
a. Kewenangan berdasarkan hak asal – usul.
b. Kewenangan lokal berskala Desa.
c. Kewengan yang di tugaskan oleh pemerintah, pemerin daerah propinsi
atau pemerintah daerah kabupaten/ kota.
d. Kewenagan lain yang di tugaskan oleh pemerintah, pemrintah daerah
provinsi, atau pemerintah daerah kabupataen / kota sesuai dengan
peraturan penundang – undangan.
2. Penyelenggaraan Pemerintah Desa.
Pemerintah desa terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD). Pemerintah desa yang di maksud terdiri dari Kepala desa dan
perangkat desa. Sesuai denga Undang – Undang nomor 6 tahun 2014 tentang
Desa di jelaskan bahwa Pemerrintah Desa atau yang di sebut dengan nama lain di
bantu dengan Perangkat Desa yang terdiri dari Seketaris Desa dan perangkat Desa
lainya . Dalam hal ini, Perangkat Desa lainya. Di dalam hal ini perangkat Desa
lainya itu terdiri dari Seketariat Desa, Kepala Urusan dan Kepala Dusun.
a. Kepala Desa
Menurut Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
kepala Desa bertugas penyelenggarakan Pemerintahan Desa,
melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyrakatan Desa, dan
pemberdayaan masyrakat Desa. Kepala Desa di pilih secara langsung oleh
dan oleh penduduk desa wargan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang telah memenuhi persyaratan dengan masa jabatan 6 (enam) tahun
dan dapat di pilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya. Undang – Undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa dalam
pasal 26 ayat ( 2) menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugas –
tugasnya, Kepala Desa memiliki wewenang :
1) Memimpin penyelenggarakan Pemerintahan Desa.
2) Mengangkat dan memberhentikan Perangkat Desa
3) Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset Desa.
4) Menetapkan peraturan Desa.
5) Menetapkan Angaran Pendapatan dan Belanja Desa.
6) Membina kehidupan masyarakat Desa.
7) Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa.
8) Membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta
menintegrasikanya agar tercapai
9) Perekonomian skala produktif untuk sebesar – besarnya
kemakmuran masyarakat Desa.
10) Mengembangkan sumber pendapatan Desa.
11) Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan
negara guna meningkatkan kesejahteraan masyrakat Desa.
12) Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa.
13) Memanfaatkan teknologi tepat guna.
14) Mengordinasikan Pembanguanan Desa secara partisipatif;
15) Mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau penunju k
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan: dan
16) Melaksanakanwewenang lain yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kepala Desa bertangung
jawab kepada rakyat melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintah desa kepada masyrakat
dan mnyelenggarakan laporan pelaksanaanya kepada bupati atau walikota dengan
tembusan camat. Sedangkan perangkat desa dalam menjalankan tugasnya
bertanggung jawab kepada kepala Desa dan perangkat desa berkewajiban
melakukan kordinasi atas semua pemerintahan Desa, mengadakan pengawasan
dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas masing – masing secara berjenjang.
Apabila ada kekosongan perangkat desa, maka Kepala Desa, maka Kepala Desa
atas persetujuan BPD mengangkat perangkat desa.
b. Perangkat Desa
Perangkat desa merupakan salah satu unsur penyelenggaraan
pemerintahan desa. Dalam melakukan tugasnya, perangkat Desa
bertangung jawab kepada Kepala Desa serta dalam pelaksanaan tugas
perangkat Desa di koordinasikan oleh seketaris desa, Perangkat Desa
terdiri dari :
1) Sekretaris Desa
Sekretaris Desa adalah staf yang menjalankan tugas
administrasi yang bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Selain
itu, Sekretaris Desa juga mempunyai tugas dan kewajiban
membantu kepala Desa dalam menyusun kebijakan dan
mengkordinasi lembaga desa serta menyelenggarakan administrasi
desa yang meliputi administrasi pemerintahan, administrasi
pembangunan, dan administrasi kemasyarakatan serta melakukan
tugas – tugas lainya yg di berikan oleh Kepala desa.
2) Staf pemerintahan.
Staf pemerintahan mempunyai tugas menyusun rencana dan
penyelenggaraan pemerintah desa dan pemerintah umum,
menyusun program dan pelayanan kepada masyarakat di bidang
kepemerintahan dan menyusun program dan pengadministrasian di
bidang kependudukan dan catatan sipil.
3) Staf keuangan.
Staf keuangan mempunyai tugas mengelola administrasi
keuanagan desa, menyiapkan data guna menyusun rencana
anggaran, perubahan dan perhitungan, penerimaan dan pengeluaran
keuangan desa, dan melaksanakan tata pembukuan secara teratur
serta melaksanakan administrasi pelaksanaan pembayaran, upah
dan gaji Perangkat Desa.
4) Staf Pembangunan
Staf pembangunan mempunyai tugas melaksanakan tugas
kegiatan di bidang pembangunan antara lain meliputi menyiapkan
/ menyusun ruang data, menyusun data pembangunan, menyiapkan
masalah – masalah pembangunan desa untuk di bicarakan dalam
forum konsultasi dengan Badan Badan Desa (BPD), melaksanakan
bimbingan keterampilan masyarakat di bidang pebanginan fisik
desa serta memberikan saran dan pertimbangan kepada sekretaris
Desa di bidang pembangunan.
5) Staf Umum
Staf umum mempunyai tugas mengatur dan menata surat –
surat yang di mintakan tanda tangan kepala desa atau seketaris
desa dan menyimpan, memelihara dan mengamankan arsip,
mensistermatisasikan buku – buku invetaris, dokumen – dokumen,
absensi perangkat Desa dan memberikan pelayanan administrative
kepada semua urusan.
6) Kepala Dusun
Kepala dusun merupakan jabatan publik yang ada di desa yang
mempunyai tugas membantu Kepala desa dalam urusan
penyelenggaraan urusan pemerintahan, kemasyarakatan,
pembangunan umum dan keuangan di wilayah kerjanya. wilayah
kerja kepala dusun adalah tingkat dusun. Kepala dusun di angkat
oleh kepala desa atas usulan masyarakat dusun yang bersangkutan.
Pengangkatan kepala dusun di tetapkan dengan keputusan kepala
desa.
c. Badan Permusyawaratan Desa ( BPD)
Badan Permusyawaratan Desa (BPD), menurut Undang – Undang No
6 tahun 2014 yang di angkat BPD atau yang di sebut dengan nama lain
adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk desa berdaarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
merupakan organisasi yang berfungsi sebagai badan yang menetapkan
peraturan desa bersama Kepala desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap kepala desa.
Anggota nya adalah wakil dari penduduk desa yang bersngkutan yang di
tetapkan berdasarkan musyawarah dan mufakat.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan perwujudan
demokrasi di desa. Demokrasi yang di maksud adalah agar dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan
aspirasi dari masyarakat sebagai contoh dari demokratisasi dari
masyarakat oleh Badan Permusyawaratan Daerah (BPD) dan lembaga
masyarakat lainya. BPD merupakan badan legislatif di tingkat desa.
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan
wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat, yang
terdiri dari Pemangku adat, Gologan profesi, pemuka agama, atau pemuka
masyarakat lainya. Jumlah anggota BPD di tetapkan dengan jumlah ganjil
paling sedikit 5 (lima) orang yang paling banyak 9 (sembilan) orang
dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, kemampuan
keuangan desa, keterwakilan dan pemerataan antar dusun.
D. Keuangan Desa.
1. Pengertian Keuangan Desa
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
desa tersebut. Keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan,
akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Pengelolaan keuangan desa dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran
yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama
olehpemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan
denganperaturan desa. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh
Kepala Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan,
membayarkan danmempertanggungjawabkan keuangan desa dalam rangka
pelaksanaan APBDesa (Permendagri No. 113 Tahun 2014).
2. Asas Pengelolaan Keuangan Desa
Asas adalah nilai-niliai yang menjiwai Pengelolaan Keuangan Desa. Asas
dimaksud melahirkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan harus tercermin
dalam setiap tindakan Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dan prinsip tidak
berguna bila tidak terwujud dalam tindakan. Sesuai Permendagri No. 113 Tahun
2014, Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas-asas, yaitu:
a. Trasparan.
Terbuka - keterbukaan, dalam arti segala kegiatan dan informasi
terkait Pengelolaan Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh
pihak lain yang berwenang. Tidak ada sesuatu hal yang ditutup-
tutupi (disembunyikan) atau dirahasiakan. Hal itu menuntut
kejelasan siapa, berbuat apa serta bagaimana melaksanakannya.
Transparan dalam pengelolaan keuangan mempunyai pengertian
bahwa informasi keuangan diberikan secara terbuka dan jujur kepada
masyarakat guna memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah
dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan
ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. Kurangnya
transparansi dalam pengelolaan keuangan dapat dilihat dari tidak
tertatanya administrasi keuangan dengan tertib dan baik, adanya
aliran dana tertentu (non budgeter/dana taktis/dana yang tidak masuk
dalam anggaran), yang hanya diketahui segelintir orang,
merahasiakan informasi, dan ketidaktahuan masyarakat akan dana-
dana tersebut.
b. Akuntabel.
Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja
pemerintah/lembaga dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak-
pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta
keterangan akan pertanggungjawaban (LAN, 2003). Dengan
demikian, pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus
dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, mulai dari proses
perencanaan hingga pertanggungjawaban. Asas ini menuntut Kepala
Desa mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan
APBDes secara tertib, kepada masyarakat maupun kepada jajaran
pemerintahan di atasnya, sesuai peraturan perundang-undangan.
c. Partisipatif.
Partisipatif pengertian bahwa setiap tindakan dilakukan dengan
mengikutsertakan keterlibatan masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat
menyalurkan aspirasinya. Pengelolaan Keuangan Desa, sejak tahap
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggugjawaban wajib melibatkan masyarakat para pemangku
kepentingan di desa serta masyarakat luas, utamanya kelompok
marjinal sebagai penerima manfaat dari program/kegiatan
pembangunan di Desa.
d. Tertib dan disiplin Anggaran.
Mempunyai pengertian bahwa anggaran harus dilaksanakan secara
konsisten dengan pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan
prinsip akuntansi keuangan di desa. Hal ini dimaksudkan bahwa
pengelolaan keuangan desa harus sesuai dengan Peraturan
Perundangundangan yang berlaku.
3. Sumber Pendapatan Desa.
Telah dikemukakan, bahwa Desa yang berhak mengurus rumah tangganya
sendiri membutuhkan biaya untuk membiayai penyelenggaraan roda
Pemerintahan. Maka Pemerintah Desa diberikan wewenang untuk mencari sumber
pendapatan Desa sesuai dengan kemampuannya.
Yang dimaksud dengan pendapatan Desa ialah segenap penerimaan yang
sah yang dapat dinilai dengan uang Sedangkan yang dimaksud dengan sumber-
sumber ialah sumber-sumber pendapatan Desa Menurut UU No. 6 Tahun 2014
Tentang Desa, Pendapatan Desa bersumber dari
a. Dari pemerintah ialah sumbangan-sumbangan dari Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah yang perlu merealisasikan dalam APBD
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) masing-masing sebesar
10% untuk dana alokasi desa. Adapun jenis-jenis sumbangan dari
Pemerintah Pusat, adalah sebagai berikut :
a) Bantuan, subsidi, atau sumbangan dari Pemerintah Pusat.
b) Bantuan dari Pemerintah Provinsi.
c) Bantuan dari Pemerintah Kabupaten.
d) Sumbangan atau hadiah dari panitia-panitia perlombaan, dan
e) Sebagian pajak dan retsibusi yang diberikan kepada desa.
b. Dari masyarakat adalah sumber dari masyarakat dikenal dengan
berbagai sebutan, seperti : pungutan desa, gotong royong, swadaya,
iuran, urunan, dan lain-lain.
c. Dari pihak ketiga adalah Pemerintah Desa dapat menerima sumber dari
pihak ketiga yang bersifat tidak mengikat dan sah. Misalnya dari
yayasan, badan-badan dan organisasi.
d. Dari kekayaan desa adalah segala kekayaan dan sumber penghasilan
bagi desa bersangkutan, kekayaan desa tersebut di atas terdiri atas :
a) Tanah kas
b) Pasar desa
c) Bangunan desa
d) Objek rekreasi yang diurus desa
e) Pemandian umum yang diurus desa
f) Hutan desa
g) Tempat-tempat pemancingan di hutan
h) Pelelangan ikan yang dikelola oleh desa
i) Jalan desa
Maka sumber pendapatan Desa tersebut harus mendapatkan pengelolaan
administrasi yang efektif dan efisien, sehingga dalam penggunaan atau belanja
Desa dapat teratur sesuai dengan keperluan atau kebutuhan Pemerintahan Desa.
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa adalah suatu daftar terperinci
mengenai penerimaan desa yang ditetapkan dalam jangka waktu tertentu biasanya
satu tahun sekali. Menurut AW.Widjaja mengartikan APBDes sebagai berikut :
“Anggaran Desa yang tertuang di dalam APBDes merupakan satu
kesatuan yang terdiri dari anggaran rutin dan anggaran pembangunan.
Anggaran pengeluaran rutin dibiayai dengan anggaran penerimaan
rutin. Sebaliknya anggaran penerimaan dibiayai oleh anggaran
penerimaan pembangunan”.(Widjaja,2002:69)
Maka sewajarnya desa yang telah mengurus dan menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri setiap tahun harus menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa, karena demikian semua pengeluaran dan pendapatan akan
tercatat atau terdaftar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APBDes, adalah rencana
keuangan tahunan Pemerintahan Desa (PP No 43 tahun 2014 Pasal 1 Ayat 10).
Bab VIII bagian ke 1 dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
menjelaskan bahwa Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang
dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Hak dan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja,
pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa. (Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa Pasal 71). Desa mempunyai pendapatan yang bersumber dari :
a. Pendapatan asli desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan
partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa.
b. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
c. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota.
d. Alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang
diterima Kabupaten/Kota.
e. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
dan Anggaran
f. Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
g. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga. Dan
h. Lain-lain pendapatan Desa yang sah. (Pasal 72 Ayat 1 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014)
Pembuatan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan
oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa
(Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 73 Ayat 2).
Selanjutnya sesuai dengan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada Ayat
(2), Kepala Desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap
Tahun dengan Peraturan Desa. (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa Pasal 73 Ayat 3). Pasal 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa. Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Desa.
Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Kepala
Desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa. Ketentuan
lebih lanjut mengenai Keuangan Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 78 Ayat 1 Pembangunan Desa
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup
manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi
lokal,serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
desa mempunyai sumber pendapatan desa yang terdiri atas pendapatan asli desa,
bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, bagian dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota,
alokasi anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bantuan
keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, serta hibah dan sumbangan
yang tidak mengikat dari pihak ketiga. Huruf c paling sedikit 10% (sepuluh
perseratus) dari pajak dan retribusi daerah. Alokasi dana Desa sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana
perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Dalam rangka
pengelolaan keuangan desa, kepala desa melimpahkan sebagian kewenangan
kepada perangkat desa yangditunjuk. Bagi Kabupaten/Kota yang tidak
memberikan alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada Ayat (4), pemerintah
dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana
perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan
ke desa. Mendukung terwujudnya tata kelola yang baik (good governace) dalam
penyelenggaraan desa, penyusunan APBDes dilakukan berdasarkan prinsip tata
kelola yaitu transparan, akuntabel dan partisipatif serta dilakukan dengan tertib
dan disiplin anggaran.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa Desa yang
berhak mengurus rumah tangganya sendiri untuk setiap tahun menyusun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) setelah mendapatkan pedoman
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dari Bupati sesuai dengan
kemampuan keuangan desa dan pengelolaan anggaran tersebut di atas
dipertanggung jawabkan oleh Kepala Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa
selambat-lambatnya setelah berakhir tahun anggaran.
1. Struktur Anggaran Penerimaan dan Belanja Desa ( APBDes).
Setiap desa mempunyai sumber pendapatan desa yang dapat di manfaatkan
untuk memenuhi kepentingan desa, agar dapat di manfaatkan secara maksimal
maka perlu di kelola dengan baik melalui Anggaran Penerimaan dan Belanja
Desa ( APBDes).
Struktur APBdes menurut Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa terdiri dari :
1. Menurut Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Bab
VIII Tentang Keuangan dan Aset Desa pasal 72 sumber – sumber
pendapatan Desa terdiri dari :
a. Hasil kekayaan desa terdiri dari tanah kas desa, pasar desa,
objek rekreasi yang di kelola oleh desa, hutan desa, jalan-jalan
desa, bangunan desa dan lain – lain kekayan milik desa.
b. Swadaya partisipasi merupakan kemampuan dari suatu
kelompok masyarakat dengan kesadaran dan inisiatif sendiri
mengadakan ikhtiar ke arah pemenuhan kebutuhan jangka
pendek maupun jangka panjang yang di rasakan dalam
kelompok masyarakat.
c. Gotong – royong merupakan bentuk kerjasama yang spontan
yang sudah sebuah tradisi yang mengandung unsur timbal balik
yang bersifat sukarela antara warga desa dengan warga desa
maupun dengan pemerintah desa untuk memenuhi kebutuhan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bersama baik
materil maupun spritual.
d. Hasil usaha desa merupakan dari pengelolaan Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes) yang mana lembaga usaha desa ini
merupakan lembaga yang di kelola oleh pemerintah desa dan
masyarakat dalam upaya memperkuat perekonomian desa yang
di bentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa yang di
dirikan dengan tujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Desa (PADes).
2. Dana Alokasi Desa ( ADD).
a. Penerimaan Pajak Kabupaten.
Bagi hasil pajak Daerah Kabupaten ( paling sedikit 10%) dan
tidak di benarkan adanya pungutan ganda.
b. Penerimaan Retribusi Kabupaten.
Retribusi daerah kabupaten sebagian untuk desa dan tidak di
benarkan adanya pungutan ganda.
c. Penerimaan Desa alokasi umum kabupaten.
Bagian dari dana perimbangan Keungan pusat dan daerah yang
di terima oleh kabupaten/kota ( paling sedikit 10%) yang
pembagianya untuk setiap desa secara profesional yang
merupakan Alokasi Dana Desa ( ADD).
3. Pendapatan Lain- lain.
a. Bantuan pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan pihak
lain .
Bantuan keuangan dari pemerintah Provinsi, pemerintah
Kabupaten dalam rangka melaksanakan urusan pemerintah (
Dana Dekondesentralisasi dan Tugas Pembantuan ) yang di
salurkan melauli kas desa dan juga dari desa lain.
b. Pendapatan Desa lainya .
Pendapatan Desa laianya merupakan pendapatan yang
bersumber dari sumbangan, bantuan dari pihak ketiga, atau
pinjaman desa yang sh dan tidak mengikat, sumbangan dalam
bentuk barang baik bergerak maupun tidak bergerak di catat
sebagai bahan inventaris kekayaan milik desa sesuai dengan
peraturan perundang – undangan , sumbangan dalam bentuk
uanag di cantumkan dalam bentuk APBDes.
c. Sisa Anggaran tahun lalu
Sisa angaran tahun lalu adalah sisa perhitungan anggaran tahun
lalu yang merupakan penerimaan tahun anggaran berkutnya.
2. Tahapan Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDes
Pengelolaan sumber – sumber pendapatan desa melalui APBDes
menurut PERMENDAGRI No 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa terdapat empat tahapan di antaranya adalah tahap
penyusunan, tahap pelaksanaan, tahap pengawasan, serta tahap motoring
dan evaluasi, yang akan d jelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Penyusunan.
a. Seketaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa
(Rapendes) tentang APBDes berdasarkan Rencana kerja
Pembangunan Desa (RKP Desa)
b. Sekretaris Desa menyampaikan rancangan peraturan Desa
tentang APBDes kepada kepala desa untuk memperoleh
persetujuan.
c. Kepala desa menyampaikan rancangan peraturan desa tentang
APBDesa kepada Badan Permusyawaratan Desa ( BPD) dan di
bahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama di sertai
penjelasan rancangan peraturan desa.
d. Persetujuan bersama antara Kepala desa dan BPD di lakukan
paling lama seminggu setelah rancangan peraturan desa tentang
APBDesa di terima oleh BPD.
2. Tahap Pelaksanaan.
APBDes yang di sampaikan kepada Bupati melalui Camat
untuk mendapatkan pengesahan dalam bentuk keputusan desa.
Apabila telah di sahkan maka keputusan tersebut di nyatakan
berlaku sesuai denngan Undang – Undang Nomor 6 tahun
2014. Menurut Widjaja (2003 :59), sebagai keputusan desa
pekasanaannya dengan memperhatikan hal – hal sebagai
berikut :
a. Keputusan harus di laksanakan oleh Kepala Desa di
bantu oleh perangkat desa.
b. Keputusan desa mengenai pembangunan desa, Kepala
desa di bantu oleh perangkat desa atau BPD.
c. Untuk melaksanakan keputusan di masukkan kepala
desa melakukan kebijaksanaan dengan keputusan
kepala desa.
d. Keputusan kepala desa tersebut tembusanya di tunjukan
kepada Bupati Kepala daerah dan camat.
Dengan demikian kepala Desa sebagai penanggung jawab terhadap
jalanya pemerintah desa, maka pelaksanaan keputusan desa dalam hal ini
Aanggaran Penerimaan dan Belanja Desa (APBDes) di lakukan oleh kepala desa
dan di bantu oleh perangkat desa. Keputusan desa yang berhubungan dengan
pembangunan desa pada pelaksanaanya di bantu oleh BPD sebagai wadah
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan desa.
Selanjutnya dalam pengelolaan pembukuan keuangan desa perlu di
perhatikan hal- hal untuk pelaksanaan tata usaha keungan desa yang tertib dan di
atur sesuai dengan ketentuan yang berlaku dipergunakan buku administrasi
keuangan desa yang pengelolaanya di lakukan oleh bendahara desa yang di
tunjukan oleh bupati atas usul kepala desa .
3. Tahap Pengawasan.
Anggaran Penerimaan dan Belanja Desa merupakan batas
kegiatan yang teerencana dalam mencapai tujuan yang di
inginkan. Untuk menjamin agar tidak terjadi penyimpangan maka
perlu di lakukan pengawasan dalam hal ini widjaja (2003 :57)
mengemukakan :
a. Kepala desa bertangungjawab kepada kepala daerah
melalui camat.
b. Kepala desa memberikan keterangan pertangungjawaban
kepada Bupati, kepala daerah melalui camat.
c. Pengawasan keputusan desa oleh Bupati Kepala Daerah.
d. Keputusan yang bertentangan dengan kepentingan umum di
batalkan oleh Bupati Kepala Daerah.
Pengawasan preventiv dapat di lakukan dalam bentuk
keputusan kepa desa yang berlaku setelah ada pengesahan dari
Bupati , sedangkan pengawasan resprentif lebih menekankan pada
pemeriksaan dan penilaian fisik,keadaan kas,kebenaran
administrasi dan penggunaan keungan , kelancaran pembiayaan
dan penyimpangan prosedur.
Kepala Desa adalah penangung jawab utama dalam bidang
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Dalam Undang
– Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 16 di jelaskan bahwa Kepala
Desa perlu secara intensif melakukan pengawasan terhadap
perangkat dalam hal ini pada kegiatan penyusuanan APBDes agar
tidak terjadi penyimpangan dan kepala desa dapat melakukan
pembatlan apabila terjadi peyimpangan atau kelaliaan.
4. Tahap Motoring dan Evaluasi.
Motoring adalah kegiatan mengumpulkan informasi tentang
perkembangan sebuah kegiatan atau pelaksanaan sebuah
kegiatan atau pelaksanaan sebuah kebijkan. Motoring biasanya
di lakukan secara berkala selama proses berlangsungnya suatu
kegiatan atau proyek. Sedangkan evaluasi adalah kegiatan
menilai secara keseluruhan apakah sebuah kegiatan telah
dilaksanakan sesuai dengan rencana atau tidak.
Menurut Modul Anggaran Penerimaan dan Belanja
Desa (APBDes) partisipatif (2005:94) prinsip motoring dan
evaluasi dalam APBDes adalah :
a. Dilaksanakan BPD bersama masyarakat Desa
b. Aspek – aspek yang di monitor dan di evaluasi adalah
keseluruhan item anggaran yang terdapat dalam APBDes yakni
item – item yang tertera dalam pos pendapatan dan pos
pengeluaran.
c. Selain mengacu pada dokumen APBDes, Monev juga harus
menilai sejauh mana prinsip –prinsip pengelolaan APBDes
telah di aplikasikan ke dalam setiap tahapan pelaksanaanya.
d. Tolak ukur penilaian dalam evaluasi APBDes adalah rencana
anggaran satuan kerja yang telah di susun dengan
memperhatikan nilai dan harga diri setiap jenis pembelajaran
sesuai dengan kondisi rill yang ada.
3. Gambaran Umum Penyusunan Anggaran Penerimaan dan Belanja
Desa (APBDes).
Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Rencana Pembangunan
Jangka Menegah Desa ( RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka
Menegah Desa (RKPDes) menurut Peraturan Menteri Nomor 113 Tahun
2014 pasal (5).
RPJMD untuk jangka waktu 5 tahun merupakan penjabaran dari visi
dan misi dari kepala daerah yang terpilih setelah berakhir jangka
waktu RPJMD, Kepala Desa terpilih menyusun kembali RPJMD
untuk jangka waktu 6 tahun. RPJMDes di tetapkan paling lambat3
bilan setelah kepala desa di lantik , pelaksana penyusunan RPJMDes
di lakukan oleh kepala desa bersama dengan BPD di lanjutkan
penyusunanRKPDesa yang merupakan penjabaran dari RPJMDes
berdasarkan hasil musyawarah Rencana Pembangunan Desa,
Penyusunan RKPDes di selesaikan paling lambat akhir bulan januari
tahun anggaran sebelumnya.
Menurut Handogo (2005:87) berdasarkan modul APBDes Partisipatif
tahapan penyusunan APBDes yang partisipatif adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan dan Pengajuan Usulan RAPBDes.
a. Menyusun usulan – usulan kegiatan pembangunan
dusun kampung RT/RW. Penyusunan usulan kegiatan
dusun / kampung RT/RW ini di lakukan melaui
musyawarah pembangunan Dusun/ kampung/ RT/RW
dan melibatkan warga dusun, Kepala Dusun, Ketua
RT/RW dan kelompok –kelompok masyarakat yang ada
di dusun.
b. Membahas usulan kegiatan pembanguan yang di ajukan
dusun pembahasan usulan kegiatan pembangunan ini
melalui musyawarah pembangunan desa yang
melibatkan Kepala Desa, Kepala Dusun dan
masyarakat.
c. Penyusunan skala prioritas kegiatan pembangunanini
melalui musyawarah pembangunan desa melibatkan
Kepala Desa, Kepala Dusun dan masyarakat.
d. Konsultasi publik diadakan musyawarah pembangunan
desa dan melibatkan Kepala desa, Kepala dusun dan
masyarakat.
e. Mengkompilisasi usulan yang di terima dalam format
RAPBDes (pos –pos pendaptan dan belanja) penyatuan
usulan yang di terima dalam format RAPBDes ini di
lakukan melaui musyawarah pembangunan Desa yang
melibatkan Kepala Desa, Kepala Dusun dan
masyarakat.
f. Pengajuan RAPBDes untuk di bahas oleh BPD yang di
lakukan melalui musyawarah pembanguan desa ang
melibatkan Kepala Desa, Kepala Dusun dan
masyarakat.
2. Pembahasan RAPBDes.
a. Konsultasi Publik di lakukan melaui rapat /
musyawarah pembahasan RAPBDes yang melibatkan
BPD dan masyarakat.
b. Penyusunan tanggapan, koreksi,dan usulan perbaikan
RAPBDes ini di lakukan melaui rapat atau musyawarah
pembahasan RAPBDes dan melibatkan BPD dan
masyarakat.
c. Perumusan dan penetapan persetujuan ini di lakukan
melalui rapat atau musyawarah pembahasan RAPBDes
yang melibatkan BPD dan masyarakat.
3. Pengesahan RAPBDes menjadi APBDes.
a. Penetepan pengesahan RAPBDes menjadi APBDes
dilakukan melalui Rapat Paripurna RAPBDes dan
melibatkan Kepala Desa, BPD dan masyarakat.
b. Pengundangan RAPBDes menjadi APBDes dilakukan
melalui Rapat Paripurna pengesahan RAPBDes dan
melihat Kepala Desa, BPD dan masyarakat.
c. Sosialisai APBDes dilakukan melalui pengumuman dan
sosialisasi APBDes melalui saluran-saluran komunikasi
yang ada di desa dan melibatkan Kepala Desa. BPD dan
masyarakat.
4. Pelaksanaan.
a. Pelaksanaan kegiatan pembangunan pelaksanaa
kegiatan pembagunan ini melibatkan Kepala Desa
bersama masyarakat
b. Pengawasan san monitoring dilakukan dengan cara
mengunjungi proyek-proyek pembangunan, analisis
dokumen dsb dan kegiatan ini melibatkan BPD bersama
masyarakat.
c. Evaluasi dan pertanggung jawaban pelaksanaan
APBDes oleh Kepala Desa, BPD dan masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa peraturan
yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak menyunggung sama sekali tentang
keterlibatan masyarakat dalam penyusunan APBDes, pelaksanaan
sosialisasi APBDes yang dilakukan pemerintah hanya sampai pada forum
Musyawarah Desa (Musarembangdes), sehingga banyak pembangunan di
desa yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
E. Partisipasi.
1. Definisi Partisipasi Masyarakat.
Pengertian Partisipasi menurut Ngindana (2012:10) berasal dari kata
Participationyang artinya peran serta dan secara luas di artikan peran –peran / ikut
serta mengambil bagian dari suatu kegiatan tertentu. Partisipasi merupakan kata
yang sering di gunakan dalam pembangunan. Penafsiran tentang atinya pun
beragam . Menurut FAO dalam Ngindana (2012:10) memberikan arti partisipasi,
yaitu :
a. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada
proyek tanpa ikut serta dslsm pengambilan keputusan.
b. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, mengandung arti bahwa
orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan
mengunakan kebebasanya dalam hal itu.
c. Partisipasi adalah pemanfaatan dialog antara masyarakat setempat
dengan staf yang melakukan persiapan,pelaksanaan,motoring, agar
suapaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan
dampak sosial.
d. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam
perubahan yang di tentukan sendiri.
e. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan
diri, kehidupan dan lingkungan mereka.
Pendapat lain mengenai partisipasi bahwa partisipasi adalah Keikutsertaan
warga negara atau masyarakat dalam suatu kegiatan, tidak terlepas dengan adanya
partisipasi dari masyarakat. Dimana masyarakat merupakan faktor terpenting
dalam menentukan pemimpin pemerintahan baik di tingkat pusat sampai pada
tingkat terendah yakni desa. Partisipasi dapat di defisinikan sebagai berikut :
“Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu
dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya
mendorang individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian
tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban
bersama” (Syafiie, 2002: 132).
Berdasarkan pendapat di atas maka partisipasi merupakan faktor
terpenting dalam setiap sikap yang dilakukan oleh seseorang atau individu baik
dalam suatu organisasi, yang pada akhirnya dapat mendorong seseorang tersebut
mencapai tujuan yang akan dicapai oleh organisasinya dan mempunyai
tanggungjawab.
Partisipasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia yaitu tindakan ikut
mengambil bagian,keikutsertaan atau ikut serta. Menurut Juliantara (2004:84)
partisipasi diartikan sebagai keterlibatan setiap warga negara yang mempunyai
hak dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
intermediasi institusi legitiminasi yang mewakili kepentinganya, partisipasi
masyarakat merupakan kebebasan dalam berbicara dan berprestasi secara
konstruktif. Partisipasi dapat di pahami dalam 2 hal yaitu : pertama partisipasi
merupakan alat yang di gunakan untuk melihat sebuah teknik untuk membantu
memajukan suatu Program Desa.
Berdasararkan beberapa uraian di atas mengenai partisipasi masyarakat
dapat di ambil kesimpulan partisipasi masyarakat adalah suatu bentuk
keikutsertaan masyarakat dalam pembanguan yang di ekspresikan dalam bentuk
materi,pikiran,tenaga,keahlian secara sukarela, dimana partisipasi tersebut di
mulai dari tahap perencanaan, pembuatan kebijakan, pelaksananan sampai dengan
tahap pengawasan. Dengan adanya pembangunan akan semakin mudah di
laksanakan guna mencapai tujuan yang di harapkan.
2. Bentuk Partisipasi.
Bentuk partisipasi menurut Effendi yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D
(2011:58), terbagi atas :
a. Pertisipasi vertikal adalah suatu bentuk kondisi tertentu dalam
masyarakat yang terlibat didalamnya atau mengambil bagian
dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan mana masyarakat
berada sebagai posisi bawahan.
b. Partisipasi horizontal adalah dimana masyarakat tidak mustahil
untuk mempunyai prakarsa dimana setiap anggota/kelompok
masyarakat berpatisipasi secara horizontal antara satu dengan
lainnya, baik dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam
ragka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Menurut Effendi
sendiri, tentu saja partisipasi seperti ini merupakan tanda
perrmulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang
secara mandiri.
3. Macam Partisipasi.
Menurut Sundariningrum (Sugiyah, 2010:38) mengklasifikasikan
partisipasi menjadi dua berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu:
a. Partisipsai langsung.
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan
tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila
setiap orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok
permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang
lain atau terhadap ucapannya.
b. Partisipasi tidak langsung.
Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak
partisipasinya pada orang lain. Pendapat lain disampaikan oleh
Subandiyah (1982:2) yang menyatakan bahwa jika dilihat dari segi
tingkatannya partisipasi dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan
b. Partisipasi dalam proses perencanaan
c. Partisipasi dalam pelaksanaan.
Lebih rinci Cohen dan Uphoff (Siti Irene A.D., 2011:61) membedakan
partisipasi menjadi empat jenis yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan
keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam
pengambilan manfaat. Dan keempat, partisipasi dalam evaluasi. Pertama,
partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini terutama berkaitan
dengan penentuan alternatif dengan masyarakat yang berkaitan dengan gagasan
atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Dalam partisipasi ini masyarakat
menuntut untuk ikut menentukan arah dan orientasi pembangunan. Wujud dari
partisipasi ini antara lain seperti kehadiran rapat, diskusi, sumbangan pemikiran,
tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan. Kedua, partisipasi
dalam pelaksanaan suatu program meliputi: menggerakkan sumber daya, dana,
kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Ketiga, partisipasi
dalam pengambilan manfaat.
Partisipasi ini tidak lepas dari hasil pelaksanaan program yang telah
dicapai baik yang berkaitan dengan kuantitas maupun kualitas. Dari segi kualitas,
dapat dilihat dari peningkatan output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat
seberapa besar prosentase keberhasilan program. Keempat, partisipasi
dalamevaluasi. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi ini berkaitan dengan
masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk
mengetahui ketercapaian program yang telah direncanakan sebelumnya.Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan macam partisipasi, yaitu:.
a. Partisipasi dalam proses perencanaan/ pembuatan keputusan.
(participation in decision making).
b. Partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementing).
c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil
d. Partisipasi dalam evaluasi (participation in benefits)
3. Tipologi Partisipasi Masyarakat.
Klasifikasi dalam pengolongan karakteristik keterlibatan masyarakat
dalam beberapa jenis.partisipasi aktif, sedang, dan pasif. Jenis – jenis golongan
partisipasi dapat di ketahui dalam karakter Table Tipologi dalam ( Ngindana
2012:13) sebagai berikut :
Tabel 2.1.Tipologi Masyarakat.
No Tipologi Karakteristik
1 Partisipasi pasif\
manipulative.
a. Masyarakat di beritahu apa yang
sedang atau telah terjadi.
b. Pengumuman sepihak (seperti
pemerintah atau pelaksana proyek)
tanpa memperhatikan tanggapan
masyarakat.
c. Informasi yang di perlukan terbatas
pada kalangan profesional di luar
masyarakat.
2 Partisipasi dengan cara
memberikan informasi
a. Masyarakat menjawab pertanyaan -
pertanyaan peneliti.
b. Masyarakat tidak punya kesempatan
terlibat dalam mempengaruhi proses
peneliti.
c. Akurasi peneliti tidak di bahas
dengan masyarakat.
3 Partisipasi melalui
konsultasi.
a. Masyarakat berpartisipasi dengan
cara konsultasi.
b. Pihak luar mendengarkan,
menganalisa, dan memecahkan
masalah.
c. Tidak ada peluang bagi pembuatan
keputusan bersama masyarakat.
d. Para profesionalitas tidak
berkewajiban mengajukan
pandangan masyarakat ( sebahai
masukan) untuk di tindaklanjuti.
4 Partisipasi Intensif
Materil.
a. Masyarakat menyediakan
sumberdaya seperti tenaga kerja
demi mendapatkan upah atau
imbalan.
b. Masyarakat tidak di libatkan dalam
proses pembelajaran.
c. Masyarakt tidak punya andil dalam
melanjutkan kegiatan pada saat
intensif.
5 Partisipasi Fungsional a. Masyarakat membentuk kelompok
untuk mencapai tujuan proyek
b. Pembentukan kelompok biasanya
setelah adanya keputusan yang telah
di sepakati.
6 Partisipasi Interaktif a. Masyarakat berperan dalam analisis
bersama untuk merencanakan
kegiatan pembentukan dan
penguatan kelembagaan.
b. Cenderung melibatkan metadologi
interdisplinier yang mencari
keragaman prespektif dalam proses
belajar yang terstruktur dan
sistematis.
c. Masyarakat punya peran control
atas keputusan mereka sehingga
punya andil dalam seluruh kegiatan.
7 Partisipasi Mandiri a. Masyarakat mengambil inisiatif
secara bebas dan tidak di pengaruhi
oleh pihak luar untuk mengubah
system – system yang mereka miliki
b. Masyarakat megang kendali atas
pemanfaatan sumber daya yang ada.
Sumber : Table Tipologi dalam ( Ngindana 2012)
Recommended