View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Uraian Tanaman Kakao
II.1.1 Klasifikasi (13,14)
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
Kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman yang berasal dari suku
sterculiaceae. Ada 22 spesies dalam marga Theobroma (suku
sterculiaceae). Theobroma cacao di klaim sebagai satu-satunya jenis yang
telah diusahakan secara komersial dan tentunya paling populer untuk
dipasarkan. Jenis tanaman kakao yang sebagian besar diusahakan di
Indonesia adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah (13).
5
II.1.2 Buah Kakao
Buah kakao secara garis besar terdiri dari 3 bagian, yaitu kulit buah
75,67%, daging buah (pulpa) 2,59% dan biji kakao 21,74%.
Pada dasarnya ada 2 macam warna buah kakao, yaitu (13):
a. Buah yang ketika muda berwarna hijau, bila sudah masak berwarna
kuning.
b. Buah yang ketika masih muda berwarna merah, bila sudah masak
berwarna kuning orange.
Buah kakao akan masak setelah berumur 5-6 bulan, di dalam buah,
biji tersusun dalam 5 baris mengelilingi poros buah, jumlahnya beragam
antara 20-50 biji.
Pada penampakan melintang biji kakao, akan terlihat dua kotiledon
yang saling melipat dan pangkalnya menempel pada embrio axis. Warna
kotiledon kakao ada yang berwarna putih (pada jenis Criollo) dan ada yang
berwarna ungu (pada jenis Forastero). Biji kakao dilindungi oleh daging
buah (pulpa) yang berwarna putih, ketebalan pulpa bervariasi. Rasa daging
buah kakao cenderung asam-manis dan mengandung zat penghambat
perkecambahan.
II.1.3 Kandungan Kimia
Biji kakao mengandung total polifenol 12-18% dari bobot kering,
antara lain katekin, epikatekin, antosianin, proantosianidin, asam-asam
fenolat, tannin terkondensasi, flavonoid lainnya dan beberapa komponen
minor (13).
6
Katekin Epikatekin
KA
Gallokatekin Epigallokatekin
Gambar 1. Beberapa senyawa polifenol dari Theobroma cacao L. (Sumber : Wahyudi T. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta, hal. 38)
Kulit buahnya mengandung komponen fenolik 1,82%. Hasil ekstraksi
diperoleh kadar total polifenol kulit buah kakao 12,6%, kandungan isinya
antara lain polimer epikatekin (13).
II.1.4 Kegunaaan
Kandungan polifenol kakao meningkatkan aktivitas antioksidan
plasma manusia yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar
vitamin C plasma, peningkatan antiradikal bebas plasma, serta penurunan
nilai malondialdehid plasma yang merupakan produk metabolit hasil
oksidasi senyawa radikal (15). Selain itu,efek antioksidan memberi-kan
manfaat besar terhadap kesehatan manusia, seperti dalam peng-obatan
dan pencegahan kanker dan penyakit lainnya (16). Aktivitas antioksidan
pada kakao, dapat meningkatkan kesehatan dan menurunkan resiko
terserang penyakit, termasuk penyakit kardiovaskular. Flavonoid sebagai
7
antioksidan bekerja secara langsung menetralisasi radikal bebas,
mengkhelat logam-logam (Fe2+ dan Cu+), menginhibisi enzim yang
berperan dalam produksi oksigen reaktif (17).
Beberapa manfaat lain dari polifenol kakao adalah antikarsinogen,
antiaterogenik, antiulser, antitrombotik, antiinflamasi, imunomodulator,
antimikroba, vasodilator, dan analgesik (18).
II.2 Ekstraksi
Ekstraksi ialah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan
mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang
diinginkan larut didalamnya. Hasil dari proses ekstraksi ialah ekstrak (19).
Ekstrak ialah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut dan cara yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetap-kan (20).
Ada beberapa jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan di
antaranya (21) :
1. Maserasi
Adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan proses
perendaman dimana dilakukan dengan memasukkan serbuk ke dalam
pelarut dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar.
8
2. Perkolasi
Adalah ekstraksi dengan cara mengalirkan pelarut melalui serbuk
simplisia. Sampel dibasahi secara perlahan dalam perkolator. Metode ini
membutuhkan waktu yang lama.
3. Digesti
Adalah ekstraksi dengan cara maserasi yang dikombinasikan dengan
pemanasan. Metode ini cocok untuk bahan aktif yang tahan pada
pemanasan.
4. Refluks
Adalah ekstraksi dengan cara memasukkan secara bersamaan sampel
dan pelarut ke dalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut
dipanaskan hingga mencapai titik didih.
5. Soxhlet
Adalah ekstraksi yang dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel
dalam sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klong-
song yang ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor.
6. Distilasi Uap
Adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari
bahan (segar atau simplisia). Selama pemanasan, uap terkondensasi
dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur)
ditampung dalam wadah yang terhubung kondensor.
9
II.3 Frezee Drying
Frezee drying atau liofilisasi merupakan metode pengeringan yang
dapat digunakan untuk membuat sediaan farmasi dan biologis yang tidak
tahan panas atau jika tidak stabil dalam larutan air untuk waktu
penyimpanan yang lama, tetapi stabil dalam keadaan kering. Frezee drying
adalah metode dengan proses tahapan, yang terdiri dari sublimasi dan
pengeringan. Sublimasi vakum dilakukan untuk menghilangkan kristal es.
Pemanasan dilakukan selama proses pengeringan untuk menyerap air.
Metode liofilisasi dilakukan dengan suatu alat pendingin mekanik pada
temperatur dibawah- 40ºC (22,23).
Keuntungan penggunaan freeze drying adalah proses pengeringan
dilakukan pada suhu rendah sehingga mengurangi resiko terjadinya
degradasi produk yang sensitif terhadap panas, kadar air dapat dikontrol
selama proses pengeringan, dan prosuk akhir memiliki bentuk yang
menarik berupa serbuk dengan luas permukaan yang spesifik. (24).
II.4 Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Tikus memiliki beberapa keuntungan sebagai hewan coba penelitian
diantaranya yaitu; perkembangbiakan yang cepat, mudah dipelihara dalam
jumlah banyak, tempramen cukup baik, dan tahan terhadap arsenik tiroksid.
Tikus putih yang digunakan dalam skala penelitian meliputi 3 jenis yaitu
Sprague Dawley, Long Evans dan Wistar. Namun yang paling sering
digunakan adalah tikus putih galur wistar dengan pengendalian variabel
biologis (25).
10
II.5 Kanker
Kanker merupakan penyakit sel yang memiliki ciri-ciri gangguan atau
kegagalan mekanisme pengatur fungsi homeostatis lainnya pada
organisme multiseluler.
Ciri-ciri dari penyakit kanker adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor.
2. Bersifat invasif, artinya mampu tumbuh di jaringan sekitarnya.
3. Bersifat metastatik, artinya menyebar ke tempat lain dan menyebabkan
pertumbuhan baru.
4. Gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan.
Beberapa terapi yang digunakan untuk pengobatan penyakit kanker,
di antaranya pembedahan, radioterapi, dan penggunaan agen kemoterapi.
Pembedahan merupakan terapi utama untuk penyakit kanker, seperti
kanker padat, sedangkan penggunaan agen kemoterapi adalah terapi
utama untuk kanker yang mengalami metastatis. Ada berbagai jenis agen
kemoterapi, diantaranya antagonis hormon, obat yang berikatan spesifik
dengan molekul penyebab kanker, serta obat sitotoksik seperti
doksorubisin. Obat sitotoksik merupakan obat kemoterapi yang paling
sering digunakan (26,27).
II.6 Doksorubisin
II.6.1 Pengertian Doksorubisin
Doksorubisin adalah salah satu obat antikanker yang digolongkan
sebagai antibiotika antrasiklin dan pertama kali diisolasi dari Streptomyces
11
peucetiusvar caesius. Doksorubisin merupakan analog daunorubisin yang
terhidroksilasi dan secara luas digunakan pada berbagai penyakit kanker
dan leukemia akut (28).
Obat-obat sitotoksik pada kelompok ini memiliki bagian kuinon dan
hidrokuinon pada cincin yang berdekatan.Adapun struktur kimia
doksorubsin, sebagai berikut (29).
Gambar 2: Struktur kimia doksorubisin(Sumber : Bertram, G. Katzung. 1997.Farmakologi Dasar dan Klinik. Ed. 1. Jakarta: Penerbit EGC.)
II.6.2 Mekanisme Kerja
II.6.2.1 Interkalasi di dalam DNA
Mekanisme kerja doksorubisin yaitu menghambat sintesis DNA dan
RNA. Hal ini dapat diketahui dengan adanya pembentukan kompleks DNA
dan interkalasi dengan molekul DNA melalui enzim topoisomerase II. Enzim
topoisomerase II merupakan nuklear enzim yang bertanggung jawab
terhadap struktur DNA. Enzim topoisomerase akan memediasi proses
kondensasi dan dekondensasi dari untaian DNA. Pada proses sintesis
DNA, dikenal istilah cleavable (initial-enzyme-DNA) complex. Doksorubisin
dan golongan antrasiklin lainnya menghambat aktivitas topoisomerase II
12
dengan meningkatkan dan menstabilkan cleavable (initial-enzyme-DNA)
complex, yang menyebabkan pemecahan pada protein dan terikat pada
untaian ganda DNA yang akan memberikan efek toksik (29).
II.6.2.2 Ikatan pada membran sel
Mekanisme kerja ini yaitu mengubah fungsi proses pengangkutan
yang berhubungan dengan aktivasi fosfatidilinositol.
II.6.2.3 Pembentukan radikal oksigen
Radikal bebas hasil metabolisme doksorubisin membentuk radikal
intermediate semiquinon yang dapat bereaksi dengan oksigen dan
menurunkan kadar O2 molekuler sehingga menghasilkan radikal anion
superoksida yang selanjutnya menghasilkan hidrogen peroksida dan
radikal hidroksil yang menyerang DNA.
Gambar 3. Mekanisme pembentukan radikal bebas doksorubisin Bagian kuinon pada cincin C doksorubisin dapat membentuk semi kuinon dan secara cepat menghasilkan reactive oxygen species (ROS) seperti anion oksigen (O2·-) atau H2O2. Siklus ini didukung oleh NAD(P)H- oksidoreduktase (Minnoti et al., 1999).
Semikuinon
13
II.6.3 Penggunaan Klinis
Doksorubisin merupakan obat antikanker yang digunakan untuk
terapi utama pengobatan berbagai penyakit kanker, seperti kanker
payudara, kanker ovarium, kanker paru, juga digunakan untuk terapi
leukemia dan sarkoma. Umumnya obat ini digunakan untuk pemakaian
tunggal maupun dikombinasikan dengan obat antikanker lainnya (30).
II.6.4 Farmakokinetik
Doksorubisin diberikan secara IV karena obat ini diinaktifkan dalam
saluran cerna. Doksorubisin terdistribusi secara luas dan tidak menembus
sawar darah otak. Obat ini mengalami metabolisme hepatik secara luas.
Umumnya obat ini dan metabolitnya dikeluarkan dalam cairan empedu dan
sekitar seperenam dikeluarkan melalui urin (30).
II.6.5 Efek Samping
Doksorubisin memiliki efek samping yaitu mual, muntah, diare,
stomatitis, anemia, dan hiperurisemia. Doksorubisin pada dosis tinggi dapat
menyebabkan kardiotoksisitas dan hepatotoksisitas. Kardiotoksik dan
hepatotoksik dapat terjadi karena akibat adanya radikal bebas yang
terbentuk dari hasil metabolisme doksorubisin (30).
Berdasarkan penelitian,penggunaan doksorubisin meningkatkan
stres oksidatif pada ginjal dan hati yang ditandai dengan penurunan tingkat
GSH (Gluthation) pada jaringan dan aktivitas katalase, serta dapat
meningkatkan produk lipid peroksidasi.
14
II.7 Radikal Bebas
II.7.1 Pengertian Radikal Bebas
Radikal bebas adalah salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif
yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Adanya
elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut memiliki
sifat yang sangat reaktif untuk mencari pasangan dengan cara mengikat
dan menyerang elektron yang berada disekitarnya (31).
Radikal oksigen dan turunannya dapat mematikan sel. Radikal
hidroksil menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap membran protein, dan
komponen sel lainnya. Superoksida dismutase mengeluarkan radikal bebas
superoksida sedangkan katalase dan glutation mengeluarkan hidrogen
peroksida dan proksida lemak. Enzim tersebut merupakan pertahanan
alami sel terhadap spesies oksigen reaktif, namun stres oksidatif dapat
timbul apabila kecepatan pembentukan spesies oksigen reaktif melebihi
kapasitas sel mengatasi spesies oksigen reaktif (32).
II.7.2 Kerusakan Akibat Serangan Radikal Bebas
Ada beberapa kerusakan yang ditimbulkan akibat adanya radikal
bebas, diantaranya (33) :
1. Membran Sel :Komponen penyusun membran sel berupa asam lemak
tak jenuh yang merupakan bagian dari fosfolipid dan protein. Serangan
radikal hidroksil pada asam lemak tak jenuh dimulai dengan interaksi
oksigen pada beberapa rangkaian sehingga terbentuk lipid hidro-
peroksida yang merusak bagian sel tempat lipid hidroperoksida.
15
2. Kerusakan DNA: Radikal bebas merupakan salah satu faktor dari
banyak faktor yang menyebabkan kerusakan DNA.
3. Peroksida Lipid: Lipid atau lemak adalah molekul yang dianggap paling
sensitif terhadap serangan radikal bebas sehingga dapat terbentuk lipid
peroksidasi. Terbentuknya lipid peroksidasi ini dapat menyebabkan
kerusakan sel, dimana kerusakan sel adalah salah satu penyebab
terjadinya berbagai penyakit degeneratif.
II.8 Antioksidan
II.8.1 Pengertian Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat atau
menangkal dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja
dengan cara mendonorkan elektron kepada senyawa yang bersifat oksid-
an sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut terhambat. Penyebab
utama kerusakan oksidatif di dalam tubuh adalah senyawa oksidan, baik
yang berbentuk radikal bebas ataupun bentuk senyawa oksigen reaktif lain
yang bersifat sebagai oksidator. Kerusakan oksidatif terjadi karena
rendahnya antioksidan di dalam tubuh sehingga tidak dapat mengimbangi
reaktivitas senyawa oksidan (31).
II.8.2 Klasifikasi Antioksidan
Secara umum, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu
antioksidan enzimatis dan non enzimatis. Antioksidan enzimatis meliputi
enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase.
Sedangkan, antioksidan non enzimatis dibagi menjadi 2, yaitu antioksidan
16
larut lemak (flavonoid, tokoferol, dan karotenoid) dan antioksidan larut air
(asam askorbat, protein pengikat logam, asam urat). Antioksidan enzim-atis
dan non enzimatis bekerja menghambat aktivitas senyawa oksidan dalam
tubuh (31).
II.9 Peroksidasi Lipid
Kerusakan oksidatif pada senyawa lipid terjadi ketika senyawa
radikal bebas bereaksi dengan senyawa PUFA (poly unsaturated
fattyacids).
Peroksida lipid (ROOH) bersifat tidak stabil. Peroksidasi lipid dalam
membran akan mendegradasi asam lemak tak jenuh secara selektif,
kemudian mengakumulasikannya menjadi aldehid, hidrokarbon, dan
produk-produk cross-linking. Umumnya, produk akhir peroksidasi lipid
dapat ditentukan melalui pengukuran kadar malondialdehida (MDA) dan
hidrokarbon, seperti etana dan etilen (31).
Oksidasi lipid dapat terjadi melalui tiga tahapan, yaitu inisiasi,
propagasi,dan terminasi (34) :
1. Tahapan Inisiasi
Inisiasi merupakan tahapan dimulainya produksi asam lemak radikal.
Terjadinya serangan radikal bebas umumnya spesies oksigen reaktif
(OH•)terhadap partikel lemak dan menghasilkan air (H2O) dan asam
lemak radikal.
2. Tahapan Propagasi
Hasil dari tahap inisiasi yaitu terbentuknya asam lemak radikal yang
17
bersifat tidak stabil dan mudah bereaksi dengan molekul oksigen akan
menghasilkan suatu peroksi radikal asam lemak yang juga bersifat
sangat tidak stabil. Peroksi radikal asam lemak ini akan bereaksi dengan
asam lemak bebas lainnya untuk menghasilkan asam lemak radikal
yang baru dan menghasilkan peroksida lemak. Siklus ini dinamakan
propagasi.
3. Tahapan Terminasi
Tahapan ini disebut juga sebagai mekanisme reaksi rantai. Apabila
suatu radikal bereaksi dengan non radikal maka akan menghasilkan
radikal baru. Reaksi radikal akan berhenti bila terdapat dua radikal yang
saling bereaksi dan menghasilkan suatu spesies non radikal.
Gambar 4. Peroksidasi lipid asam lemak jenuh menjadi malondialdehida (Sumber : Murray RK, Granner DK, dan Rodwel VW, 2009. Biokimia Harper. Ed. 27, Jakarta).
II.10 Malondialdehida (MDA)
Malondialdehida (MDA) merupakan produk oksidasi asam lemak
tidak jenuh oleh radikal bebas. Konsentrasi MDA yang tinggi dapat
menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel. Kadar MDA
diukur dengan metode TBARS (thiobarbituric acid reactive substance).
Malondialdehid Endoperoksid Hidroperoksid ROOH
18
TBARS adalah indikator peroksidasi lipid yang digunakan dalam penelitian
dengan menggunakan subjek manusia maupun hewan percobaan. Hasil
pengukuran tersebut ditentukan menggunakan spektrofotometer dengan
dasar penyerapan warna yang terbentuk dari rekasi TBA dan MDA (31).
II.11 Vitamin C
Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut
dalam air. Sebagai antioksidan, vitamin C memiliki mekanisme kerja yaitu
sebagai donor elektron dengan cara memindahkan satu elektron ke
senyawa logam dan dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi
biokimia intaseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu berinteraksi
dengan Fe-ferritin. Di luar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa
oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron
ke dalam tokoferol teroksidasi, dan mengabsorpsi logam ke dalam saluran
pencernaan (31).
Vitamin C juga dapat mereduksi radikal superoksida, hidroksil, dan
oksigen reaktif. Antioksidan vitamin C mampu bereaksi dengan radikal
bebas dan mengubahnya menjadi radikal askorbil (31).
II.12 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang meng-
amati interaksi radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suati
zat kimia. Teknik yang sering digunakan spektroskopi serapan ultraviolet,
cahaya tampak, infra merah, dan serapan atom (35).
19
Panjang gelombang spektrofotometer UV-Vis diukur dalam
nanometer (nm),dimana 1 nm = 10-9 m. Absorbsi cahaya ultraviolet atau
cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-
elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang dari cahaya
tampak yaitu 400-750 nm. Panjang gelombang ini diantranya memberikan
warna biru, hijau, kuning oranye dan warna-warna antara. Sedangkan, sinar
radiasi UV tidak terlihat oleh mata dengan panjang gelombang berkisar 100-
400 nm (35).
20
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium foil, batang
pengaduk, beaker glass (pyrex®), cawan porselin, gelas ukur (pyrex®), gelas
erlenmeyer (pyrex®), labu tentukur (pyrex®), pipet tetes, sendok tanduk,
timbangan analitik (sartorius®), mikropipet (socorex®), mikrotube
(Evendorf®), spoit 1 mL dan 3 mL (Onemed®), pipa kapiler, tabung
vakutainer Na2EDTA. (BD Vacutainer®), waterbath, bejana maserasi,
sentrifuge (Hettich®), spektrofotometer Uv-Vis (Agilent®), rotary evaporator,
freeze dryer, dan kanula.
III.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kain saring,
aquades (Water One®), ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao L.), etanol
70%, TBA (thiobarbituric acid) reagent, TCA (trichloroacetate) reagent, TMP
(1,1,3,3-tetramethoxypropane), NaCl 0,9% dietil eter, doksorubisin 50 mg,
dan vitamin C.
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Penyiapan Sampel
Sampel kulit buah kakao (Theobroma cacao L.), diambil dari
Kelurahan Batu-Batu, Kecamatan Mario Riawa, Kabupaten Soppeng,
21
Provinsi Sulawesi Selatan. Buah kakao yang diambil yang sudah masak,
ditandai dengan mulai menguningnya buah saat dipetik. Buah yang sudah
dipetik dibiarkan dahulu selama kurang lebih 5 hari agar memudahkan
terpisahnya biji kakao dari kulit buahnya. Kulit buah kakao dibersihkan dari
pengotornya. Setelah itu, kulit buah kakao yang segar ditumbuk meng-
gunakan lumpang batu hingga ukuran partikelnya menjadi kecil, dan
disimpan dalam wadah tertutup.
III.2.2 Pembuatan Ekstrak
Sebanyak 500 g kulit buah kakao yang telah ditumbuk, lalu
diekstraksi secara maserasi menggunakan etanol 70% dengan
perbandingan sampel-pelarut (1:2). Lama maserasi 2-3 hari, ekstraksi
diulang 3 kali sampai filtrat bening. Filtrat dikumpulkan lalu diuapkan
dengan rotary vacum evaporator dan dilanjutkan dengan freeze drying
sehingga diperoleh ekstrak kental.
III.2.3 Pemilihan dan Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih
(Rattus norvegicus) sebanyak 15 ekor dengan berat rata-rata 200-250
gram. Hewan uji di adaptasikan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kandang laboratorium dengan pemberian pakan dan air minum selama 14
hari. Hewan uji ditimbang dan dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan.
22
III.2.4 Pembuatan Larutan Uji
III.2.4.1 Pembuatan Larutan Doksorubisin
Doksorubisin tersedia sebagai sediaan serbuk steril 50 mg yang
siap untuk direkonstitusi dalam vial dengan NaCl 0,9% steril hingga volume
10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 5 mg/mL. Dosis yang akan diberikan
kepada tikus putih (Rattus norvegicus) adalah 20 mg/kg BB.
Dosis = 20 mg/kg BB
Untuk tikus dengan berat 200 g = 4 mg/ 200 g BB
Jadi, untuk tikus dengan berat X gram
=𝑥 𝑔𝑟𝑎𝑚
200 𝑔𝑟𝑎𝑚𝑥 2 𝑚𝐿
III.2.4.2 Pembuatan Sediaan Uji
Ekstrak kulit buah kakao dibuat suspensi dengan tiga variasi dosis
60 mg/kg BB, 80 mg/kg BB, dan 120 mg/kg BB. Ekstrak ditimbang sesuai
dengan variasi dosis, kemudian disuspensikan dengan NaCMC 1% hingga
10 mL dalam labu ukur sehingga diperoleh dosis yang diinginkan.
III.2.4.3 Pembuatan larutan Asam Trikloroasetat (TCA) 10%
Sebanyak 10 g asam trikloroasetat di larutkan dengan akuades di
dalam labu tentukur hingga volume 100 mL.
III.2.4.4 Pembuatan larutan asam tiobarbiturat (TBA) 0.067%
Sebanyak 0.067 g asam tiobarbiturat dilarutkan dengan akuades di
dalam labu tentukur hingga volume 100 mL.
23
III.2.4.5 Pembuatan larutan vitamin C
Sebanyak 250 mg vitamin C didispersikan dengan NaCMC 1%
hingga 10 mL ke dalam labu tentukur.
III.2.5 Perlakuan Terhadap Hewan Uji
Hewan uji dibagi ke dalam 5 kelompok, tiap 1 kelompok terdiri dari
3 ekor tikus. Adapun 5 kelompok tersebut yaitu: kelompok 1 kontrol negatif
(diinjeksikan doksorubisin 20 mg/kg BB). kelompok 2 kontrol positif
(pemberian vitamin C 250 mg/kg BB). Tikus pada kelompok 2 diberi
perlakuan dengan pemberian vitamin C selama 7 hari berturut-turut secara
peroral. Sedangkan tikus pada kelompok 3,4, dan 5 diberi perlakuan yaitu
dengan memberi ekstrak selama 7 hari berturut-turut secara peroral.
Kelompok 3 (ekstrak kulit buah kakao 60 mg/kg BB), kelompok 4 (ekstrak
kulit buah kakao 80 mg/kg BB), dan kelompok 5 (ekstrak kulit buah kakao
120 mg/kg BB). Setelah perlakuan hari ke 7, masing-masing kelompok tikus
1,2,3,4, dan 5 diinjeksikan secara intraperitoneal doksorubisin 20 mg/kg BB
setelah 5 jam perlakuan.
III.2.6 Pengambilan Darah dan Pengumpulan Plasma
Pengambilan darah dilakukan setelah 24 jam doksorubisin
diinjeksikan, hewan uji di anestesi menggunakan dietil eter. Sampel darah
diambil melalui vena ekor tikus, diambil sebanyak 1 mL dan disentrifugasi
selama 20 menit pada kecepatan 2500 rpm.
24
III.2.7 Analisis Kadar Malondialdehida (MDA) Plasma
III.2.7.1 Penetapan Panjang Gelombang Spektrum Maksimum
Sebanyak 2 mL akuades ditambah 1 mL TCA 20% dan 2 mL TBA
0,67% digunakan sebagai blanko. Sebagai standar digunakan 200 µL MDA
baku ditambah dengan akuades sampai 2 mL kemudian ditambah 1 mL
TCA 20% dan 2 mL TBA 0,67%. Larutan dicampur homogen dan
dipanaskan pada air mendidih selama 20 menit, lalu didinginkan. Setelah
dingin disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.
Supernatan berwarna merah muda kemudian diukur serapannya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 400-800 nm. Penentuan
panjang gelombang maksimum untuk menentukan panjang gelombang
dengan serapan tertinggi. Diperoleh panjang gelombang maksimum
sebesar 530 nm.
III.2.7.2 Penyiapan Larutan Standar Tetrametoksipropana (TMP)
Sebanyak 10 µL larutan stok Tetrametoksipropana (TMP) dipipet
ke dalam tabung dan dicukupkan dengan larutan Akuades:TCA:TBA (2:1:2)
hingga 10 mL lalu dihomogenkan, sehingga diperoleh larutan stok 1000 bpj.
Dipipet 0,5 ml dari larutan stok 1000 bpj ke dalam labu tentukur kemudian
dicukupkan 10 ml dan diperoleh laruta stok 50 bpj. Dari larutan stok 50 bpj
kemudian diencerkan, dengan cara dipipet (0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; 2,5
mL; dan 3 mL) kedalam labu tentukur dan dicukupkan hingga 5 mL,
sehingga diperoleh variasi konsentrasi larutan stok standar (0,5 bpj; 0,10
bpj; 0,15 bpj; 0,2 bpj; 0,25 bpj; dan 0,3 bpj).
25
III.2.7.3 Analisis Kadar MDA Plasma
Sebanyak 0,5 ml plasma dimasukkan ke dalam tabung vakutainer
lalu ditambahkan 1 mL TCA 10% dan 2 mL TBA 0.067%, kemudian
dipanaskan diatas penangas pada suhu 100˚C selama 20 menit. Setelah
itu, disentrifugasi 3000 rpm selama 10 menit, kemudian didinginkan pada
suhu kamar. Selanjutnya, dianalisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis
dengan panjang gelombang 530 nm.
III.2.8 Analisis Data, Pembahasan, dan Kesimpulan
Data hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis secara statistik
menggunakan software SPSS 16,0. Dilakukan pengujian distribusi data
dengan metode Shapiro Wilk Test. Data yang terdistribusi normal dianalisis
dengan uji Anova satu arah dan dilanjutkan dengan Post-Hoc Test Tukey
HSD. Hasil dinyatakan sigifikan apabila nilai p<0,05.
Pembahasan dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan analisis
data, serta pengambilan kesimpulan diambil berdasarkan hasil
pembahasan.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
IV.1.1 Hasil Ekstraksi Sampel Kulit Buah Kakao
Hasil ekstraksi dari 500 gram kulit buah kakao dengan metode
maserasi menggunakan etanol 70% diperoleh ekstrak dalam bentuk serbuk
sebanyak 22,5 gram dan rendemen sebesar 4,5%.
IV.1.2 Penentuan Kurva
Tabel 1. Data Serapan Larutan Baku TMP Pada Panjang Gelombang 530 nm
Gambar 5. Grafik Kurva Baku
Gambar 5. Grafik Kurva Baku Larutan TMP
No Konsentrasi (µg/mL) (C)
Absorbansi (A)
1 0,05 0,061
2 0,10 0,196
3 0,15 0,328
4 0,20 0,530
5 0,25 0,762
6 0,30 0,894
A = 3,465C - 0,144R = 0,9901
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35
Ab
sorb
ansi
(A)
Konsentrasi µg/mL (C)
27
IV.1.3 Hasil Analisis Kadar MDA Plasma
Kadar malondialdehida (MDA) sampel plasma tius putih diukur
dengan menggunakan spektrofotometer Uv-Vis. Kadar sampel diperoleh
dengan memplot data absorbansi sampel ke dalam kurva standar panjang
gelombang optimal yang dihasilkan dari penentuan kurva standar adalah
530 nm.
Tabel 2. Profil Kadar MDA Sampel Plasma Tikus Putih Setelah Perlakuan
Perlakuan Replikasi
Kadar MDA (µg/mL)
setelah pemberian protektor
(a)
Hari ke-1 setelah induksi
(b)
peningkatan setelah induksi
(b-a)
Hari ke-3 setelah induksi
(c)
penurunan setelah induksi
(b-c)
Kontrol Negatif
1 0,094 0,221 0,127 0,219 0,002
2 0,098 0,226 0,128 0,221 0,005
3 0,097 0,218 0,121 0,214 0,004
rata-rata 0,096 0,222 0,127 0,218 0,004
Kontrol Positif
1 0,092 0,103 0,011 0,096 0,007
2 0,089 0,101 0,012 0,092 0,009
3 0,091 0,104 0,013 0,093 0,011
rata-rata 0,089 0,103 0,012 0,094 0,009
Ekstrak 60 mg/kg BB
1 0,090 0,098 0,008 0,089 0,009
2 0,089 0,100 0,011 0,090 0,010
3 0,087 0,097 0,010 0,091 0,006
rata-rata 0,088 0,098 0,010 0,090 0,009
Ekstrak 80 mg/kg BB
1 0,087 0,095 0,008 0,083 0,012
2 0,085 0,091 0,006 0,081 0,010
3 0,084 0,089 0,005 0,082 0,007
rata-rata 0,085 0,092 0,007 0,082 0,010
Ekstrak 120 mg/kg
BB
1 0,082 0,086 0,004 0,074 0,012
2 0,079 0,082 0,003 0,071 0,011
3 0,080 0,082 0,001 0,073 0,009
rata-rata 0,080 0,086 0,003 0,076 0,011
28
Gambar 6. Rerata Peningkatan kadar MDA (malondialdehida) plasma tikus putih
Gambar 7. Rerata Penurunan kadar MDA (malondialdehida) plasma tikus putih
IV.2 Pembahasan
Secara fisiologis, aktivitas peroksidasi lipid biasanya terjadi karena
tubuh menghasilkan spesies reaktif oksigen dari metabolisme sel.
Pembentukan radikal bebas merupakan proses yang dapat memicu
terjadinya peroksidasi lipid. Pada keadaan normal, peroksidasi lipid di
dalam tubuh masih dapat diatasi oleh antioksidan alami (antioksidan
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0,14
negatif positif ekstrak 60mg/kg
ekstrak 80mg/kg
ekstrak 120mg/kg
Ko
nse
ntr
asi µ
g/m
L
Kelompok Perlakuan
0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
0,014
negatif positif ekstrak 60mg/kg
ekstrak 80mg/kg
ekstrak 120mg/kg
Ko
nse
ntr
asi µ
g/m
L
Kelompok Perlakuan
29
endogen) seperti katalase, glutation peroksidase, dan superokside
dismutase (33).
Pengukuran kadar malondialdehida (MDA) pada plasma darah
menggunakan metode Wills, dimana plasma yang akan dianalisis
ditambahkan dengan aquadest sebanyak 2 ml, kemudian direaksikan
dengan reagen TCA 10% dan TBA 0.067% dengan perbandingan 1:2 mL.
Penambahan TCA bertujuan untuk mempresipitasi protein yang terdapat
dalam plasma darah sehingga tidak mengganggu pengukuran, sedangkan
penambahan TBA bertujuan untuk mengikat malondiladehida yang terdapat
dalam plasma darah sehingga membentuk kromogen yang memberikan
warna merah muda yang dapat terbaca pada panjang gelombang visibel
yaitu 400-800 nm. Kadar MDA diukur menggunakan alat spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang 530 nm. Sebelum melakukan
pengukuran, terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang
serapan maksimum dan penentuan kurva baku. Penentuan kurva baku
dibuat dengan 6 seri konsentrasi TMP yaitu 0,05 µg/mL; 0,10 µg/mL; 0,15
µg/mL; 0,20 µg/mL; 0,25 µg/mL; dan 0,30 µg/mL, kemudian didapatkan nilai
absorbansi dan diperoleh hasil regresi linear A = 3,465C + 0,144 dengan
R2 sebesar 0,990 (lihat tabel 1 dan gambar 4).
Kadar MDA sampel diperoleh dengan memplot data absorbansi ke
dalam kurva standar. Adapun hasil yang diperoleh dari pengukuran kadar
MDA plasma tikus ditunjukkan pada (tabel 2).
30
Berdasarkan hasil penelitian ini, kelompok kontrol negatif yang telah
diinjeksikan dengan doksorubisin 20 mg/kg BB, diperoleh rata-rata kadar
MDA sebesar 0,221 µg/mL pada hari ke-1 dan pada hari ke-3 sebesar 0,219
µg/mL. Kelompok kontrol negatif mengalami peningkatan kadar MDA
setelah induksi doksorubisin hari ke-1 dan mengalami penurunan setelah
induksi hari ke-3 (lihat tabel 2). Hal ini menunjukkan terjadinya peroksidasi
lipid oleh doksorubisin sehingga meningkatkan jumlah radikal bebas di
dalam tubuh hewan coba.
Kelompok kontrol positif yang diberi perlakuan vitamin C sebelum
induksi doksorubisin diperoleh rata-rata kadar MDA sebesar 0,089 µg/mL
dan mengalami peningkatan setelah induksi doksorubisin pada hari ke-1
dengan rata-rata kadar sebesar 0,103 µg/mL. Akan tetapi, pada hari ke-3
mengalami penurunan kadar MDA dengan perbedaan yang tidak jauh yaitu
sebesar 0,094 µg/mL. Hal ini menujukkan bahwa pemberian vitamin C
dapat mencegah terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh tikus akibat
efek samping doksorubisin.
Kelompok yang diberikan ekstrak kulit buah kakao dengan dosis 60
mg/kg BB diperoleh rata-rata kadar MDA sebelum induksi doksorubisin
sebesar 0,088 µg/mL dan mengalami peningkatan setelah induksi
doksorubisin dengan rata-rata kadar MDA sebesar 0,098 µg/mL. Tetapi,
mengalami penurunan kadar MDA sebesar 0,090 µg/mL.
Kelompok yang diberikan ekstrak kulit buah kakao dengan dosis 80
mg/kg BB diperoleh rata-rata kadar MDA sebelum induksi doksorubisin
31
sebesar 0,085 µg/mL dan mengalami peningkatan setelah induksi
doksorubisin dengan rata-rata kadar MDA sebesar 0,092 µg/mL. Tetapi,
mengalami penurunan kadar MDA sebesar 0,082 µg/mL.
Kelompok yang diberikan ekstrak kulit buah kakao dengan dosis 120
mg/kg BB diperoleh rata-rata kadar MDA sebelum induksi doksorubisin
sebesar 0,080 µg/mL dan mengalami peningkatan setelah induksi
doksorubisin dengan rata-rata kadar MDA sebesar 0,086 µg/mL. Tetapi,
mengalami penurunan kadar MDA sebesar 0,076 µg/mL.
Kelompok perlakuan kontrol negatif memiliki rata-rata kadar MDA
lebih besar dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol positif
(pemberian vitamin C) dan kelompok perlakuan ekstrak kulit buah kakao
dengan dosis 60 mg/kg BB, 80 mg/kg BB, serta 120 mg/ kg. Hal ini
menunjukkan bahwa kelompok perlakuan vitamin C dan ekstrak kulit buah
kakao memiliki efek protektif dalam mencegah terbentuknya radikal bebas
akibat pemberian doksorubisin. Kelompok kontrol positif dengan kelompok
ekstrak kulit buah kakao dengan dosis 60 mg/kg BB dan 80 mg/kg BB
memiliki kadar MDA yang tidak berbeda signifikan. Artinya efek protektif
vitamin C hampir sama dengan efek protektif ekstrak kulit buah kakao
dengan dosis tersebut. Sedangkan, ekstrak kulit buah kakao dengan dosis
120 mg/kg BB memiliki perbedaan yang signifikan.
Untuk menunjang data tersebut, dilakukan analisis statistik terhadap
peningkatan dan penurunan kadar MDA menggunakan software SPSS 16,
dilakukan pengujian, seperti uji distribusi data dengan metode Shapiro-Wilk
32
test, dan One Way Anova test. Pengujian yang pertama dilakukan yaitu uji
distribusi data menggunakan metode Shapiro-Wilk test. Uji distribusi data
dilakukan untuk mengetahui data tersebut terdistribusi normal atau tidak.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa data peningkatan dan penurunan
kadar MDA terdistribusi secara normal (p>0,05) Data yang terdistribusi
normal dilanjutkan dengan uji One Way Anova untuk mengetahui
signifikansi dari data tersebut. Berdasarkan hasil analisis, terjadi
peningkatan dan penurunan kadar MDA pada masing-masing kelompok
perlakuan namun tidak berbeda signifikan.
Data peningkatan kadar MDA diperoleh dari selisih kadar sebelum
induksi doksorubisin dengan kadar induksi setelah 24 jam. Kelompok
perlakuan yang mengalami peningkatan terbesar yaitu kelompok kontrol
negatif (tidak diberikan protektor) dengan rata-rata kadar sebesar 0,127
µg/mL dan yang mengalami peningkatan terendah adalah kelompok
perlakuan ekstrak kulit buah kakao dengan dosis 120 mg/kg BB (lihat
gambar 5). Hasil analisis statistik uji Anova satu arah menunjukkan adanya
perbedaan secara signifikan antara kelompok perlakuan, sehingga
dilanjutkan dengan uji Tukey HSD. Pada uji ini terlihat bahwa kelompok
kontrol negatif signifikan terhadap kelompok kontrol positif dan ketiga
kelompok perlakuan ekstrak kulit buah kakao. Sedangkan kelompok kontrol
positif tidak signifikan terhadap kelompok perlakuan ekstrak kulit kakao
dengan dosis 60 mg/kg BB dan 80 mg/kg BB, tetapi signifikan terhadap
ekstrak dengan dosis 120 mg/kg BB. Adanya perbedaan yang tidak
33
signifikan antara kelompok pemberian vitamin C (kontrol positif) dengan
kelompok pemberian ekstrak kulit buah kakao dengan dua variasi dosis di
atas berarti bahwa efek protektif yang dimiliki oleh kedua protektor tersebut
sama.
Setelah 72 jam terinduksi doksorubisin (hari ke-3), kadar MDA
mengalami penurunan pada semua kelompok perlakuan. Data penurunan
kadar MDA diperoleh dari selisih kadar 72 jam (hari ke-3) dengan kadar 24
jam (hari ke-1) setelah induksi doksorubisin. Kelompok yang mengalami
penurunan Penurunan kadar MDA antara kelompok negatif dengan
kelompok yang diberikan protektor berbeda signifikan, dengan perbedaan
yang kecil. Pada kelompok positif (pemberian vitamin C) memiliki
perbedaan yang tidak signifikan dengan kelompok perlakuan ekstrak kulit
kakao dengan dosis 60 mg/kg BB, 80 mg/kg BB, dan 120 mg/kg BB.
Penurunan kadar MDA pada 72 jam setelah induksi doksorubisin
diperkirakan terjadi karena radikal bebas yang menginduksi peningkatan
kadar MDA dapat dinetralkan oleh antioksidan endogen dengan bantuan
antioksidan eksogen pada kelompok yang berikan protektor.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dijelaskan bahwa ekstrak kulit
buah kakao dengan dosis 60 mg/kg BB, 80 mg/kg BB, dan 120 mg/kg BB
memberikan efek yang tidak signifikan, meskipun kelompok kontrol positif
memberikan efek yang berbeda nyata (signifikan) terhadap dosis 120
mg/kg BB, tetapi perbedaannya sangat kecil, sehingga untuk pengobatan
34
alternatif cukup menggunakan dosis 60 mg/ kg BB untuk menghindari
adanya efek toksisitas pada dosis yang tinggi.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian ekstrak kulit buah kakao dengan variasi dosis 60 mg/kg BB,
80 mg/kg BB, dan 120 mg/kg BB dapat menurunkan kadar MDA pada
tikus putih setelah diinduksi dengan doksorubisin.
2. Ekstrak kulit buah kakao dengan variasi dosis 60 mg/kg BB, 80 mg/kg
BB, dan 120 mg/kg BB memiliki efek yang tidak berbeda nyata dengan
kontrol positif (pemberian vitamin C), sehingga untuk alternatif obat
cukup menggunakan dosis 60 mg/kg BB untuk menghindari adanya efek
toksisitas pada dosis yang lebih tinggi.
V.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
senyawa aktif dalam kulit buah kakao yang berperan terhadap penurunan
kadar MDA plasma serta dilakukan penelitian terhadap uji toksisitas untuk
dosis tertinggi ekstrak kulit buah kakao.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumalanigsih S. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas, Sumber Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan.:Trubus Agrisarana. Surabaya .2010
2. Cattherjee K., Zhang J., Honbo N., & Karliner J.S. Doxorubicin
Cardiomiopaty. Cardiology. 2010;115(2). pp.155-162 3. Knight L., Cynthia A., Christal G.Y., David LB., Zhao Yong Hu., & Dale
Uyeminami. Cigarette smoke exposure and hypercholesterolemia increase mitochondrial damage in cardiovascular tissues. Circulation. 2011;105(7). pp. 849–854
4. Souza T.P., Oliveira P.R., & Pereira B. Physical exercise and oxidative
stress effect of intense physical exercise on urinary chemiluminescence and plasmatic malondialdehyde. Rev Bras Med Esporte. 2007. Vol.11 no. 1. pp. 97-101
5. Childs A.C., Phaneuf S.L., Dirks A.J., Philips T., & Leeuwenburgh C.
Doksorubisin Treatment in vivo Causes Cytochrome c Release and Cardiomyocyte Apoptosis, As Well As Increased Mitochondrial Effeciency, Superoxide Dismutase Activity, and Bcl-2. Cancer Research. 2011. Vol.62(16). pp 4592-4598
6. Yagmurca M., Bas O., Mollaglu H., Sahin O., Nacar A., & Karaman O.
Protective Effect of Erdosteine on Doxorubicin Induced Hepatoxicity in Tats. Archives of Medical Research. 2010. Vol.32(4). pp. 413-426
7. Hoskins W.J., Perez C.A., Young R.C., Barakat R., Markman M., &
Randall M. Principle and Practice of Gynecologic Oncology. Ed. 4. Philadelphian. USA. 2005. pp. 507-508
8. Emily G.A., Helen L., Kotxe, & Kaye J.W. Correlation-Based Network
Analysis of Cancer Metabolism : A New System Biology Approach in Metabolomics.Springer New York Heidelberg ordrecht. London. 2009. pp. 49-51
9. Dewhirst M.W., Cao Y., & Moeller. Cycling Hypoxia and Free Radicals
Regulate Angiogenesis and Radiotherapy Response. Nat Rev Cancer. 2009;8(6). pp. 425
10. Othman A., Ismail A., Ghani N.A., & Adenan I. Antioxidant Capacity and
Phenolic Content of Cocoa Bean. Food Chemstry. 2007. pp. 1523
37
11. Sartini, Djide N., & Alam G. Ekstraksi Komponen Bioaktif dari Limbah Kulit Buah Kakao dan Pengaruhnya Terhadap Akivitas Antioksidan dan Antimikroba. Makassar. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. 2007
12. Oktiari Y. Pengaruh Ekstrak Kulit kakao (Theobroma cacao L.)
Terhadap Hepatoksisitas Paracetamol. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2010
13. Wahyudi T. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta.
2009. pp. 42-57 14. Backer, C.A., and Bakhuizen Van Den Brink. Flora of Java
(Spermatophytes Only).Wolter-Noordhoff NPV. Groningen.1963. Vol.1. pp.405
15. Matsumoto M., Tsuji M., Okuda J., Sasaki H., Nakano K., Osawa K.,
Shimura S., & Ooshima. Inhibitory effect of cacao bean husk extract on plaque formation in vitro and in vivo. Eur J Oral Sci. 2004. pp. 249-252
16. Osman H, Nasarudin R, & Lee SI. Extracts of cocoa (Theobroma cacao
L.) leaves and their antioxidation potential. Food Chemistry Elseivier.
2003. pp. 41-46
17. Yuliatmoko W, Fransiska Z, & Feri K. Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak Terhadap Aktivitas Antioksidan Flavonoid Pada Plasma Manusia. Jur Mat Sains & Tek. 2008. Vol.9 no. 2. pp. 102-113
18. Misnawi. Changes in procyanidins and tannin concentration as affected
by cocoa liquor roasting. Pelita Perkebunan. 2009. hal. 3 19. Ditjen POM. Farmakope Indonesia Ed. 5. Departemen RI. Jakarta.
1995. hal 5
20. Akhbar B. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Berpotensi
Sebagai Bahan Anti Fertilisasi. Adabla Press. Jakarta. 2010. pp.4
21. Seidel V. Initial and Bulk Extraction. Di dalam Sarker SD, Latif Z & Gray
AI. Editors. Natural Product isolation. 2nd ed. Humana Press Inc. Totowa
(New Jesrey). 2006. pp.31-35
22. Day JG, & Stacey GN. 2007. Cropresentative and Freeze-Drying
Protocols Ed. 2. Humana Press. New Jersey.
38
23. Labconco.. A Guide To Freeze Drying to The Laboratory. Labconco Coporation. USA. 2009
24. Oetjen G.W., & Hasele P. Freeze-Drying, Second, Completely Revised
and Extended Edition. Lubeck Germany. 2010. pp. 14-15 25. Ridwan E. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian
kesehatan. Journal Indonesia Med. Association. 2013. Vol.63(3) 26. Lehne A.R. Pharmacology for Nursing Care. 8th Ed. Elsevier Inc. USA.
2013. pp. 1257
27. Skeel R.T., & Khleif S.N. Handbook of Cancer Chemotherapy.
Philadelphia. Lippincott. 2007
28. Champe P.C., & Harvey R.A. Lippincott Illustrated Review
Pharmacology. 6th Ed. Wolters Kluwer. Philadelphia. 2015. pp. 561-562
29. Bertram G.K. Basic and Clinical Pharmacology. 12th Ed. Mc Graw Hill.
New York. 2012
30. Goodman and Gilman. The Pharmacological Basic of Therapeutics. 11th
Ed. Mc Graw Hill. New York. 2007
31. Winarsi, Hery. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta:
Kanisius; 2011. pp. 12, 50, 5-54. 32. Marks D.B., Marks A.D., & Smith C.M. Basic Medical Biochemistry: A
Clinical Approach. EGC. Jakarta. 2009. pp. 313
33. Pratimasari D. Uji Aktivitas Penangkap Radikal Bebas Buah Carica
papaya dengan Metode DPPH dan Penetapan Kadar Fenolik serta
Flavonoid Totalnya. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah.
Surakarta. 2009.
34. Adnyana I.B.P. Kadar Malondialdehida (MDA) Pada Abortus Spontan.
Bagian/Smf Obstetri dan Ginekologi. Fakultas Kedokteran Unud/Rsup
Sanglah Denpasar. 2013. 22-29
35. Fessenden R.J., & Fessenden J.S. Kimia Organik. Jil. I, diterjemahkan
oleh Pudjaatmaka, A.H. Penerbit Erlangga, Jakarta. 2008. pp. 436-444
39
LAMPIRAN I
Skema kerja Uji Aktivitas Ekstrak Kulit Buah Kakao terhadap Penghambatan Lipid Peroksidasi Plasma Tikus yang diinduksi
Doksorubisin
- Di aklimatisasi selama 2 minggu - Dikelompokkan menjadi 6
kelompok
Pengambilan sampel darah
Pengambilan sampel darah melalui vena ekor tikus, 24 jam dan 72 jam setelah pemberian doksorubisin
Hewan Coba Tikus Putih
(Rattus norvegicus)
Kelompok I ( Kontrol – )
Akuades
Kelompok III Ekstrak kulit buah kakao 60 mg/kg BB
Dilakukan selama 7 hari berturut-turut
Pembahasan
Kesimpulan
Kelompok IV Ekstrak kulit buah kakao 80 mg/kg BB
Kelompok V Ekstrak kulit buah kakao
120 mg/kg BB
mg/KgBB+
doksorubisin
20mg/KgBB
Kelompok II (Kontrol +)
VitaminC 250mg/kg BB
Pemberian Doksorubisin 20 mg/kg BB secara Intraperitoneal
Pengambilan Sampel Darah
Analisis Kadar MDA Plasma
40
LAMPIRAN II
Penyiapan Larutan Baku
Zat Baku 1,1,3,3 – tetrametoksipropana
Dipipet 10 µL Larutan TMP
Dicukupkan dengan Aquadest:TBA:TCA
(2:1:2) hingga 10 mL
Larutan Stok 1000 bpj Dipipet 1 mL ad 10 mL
Larutan stok 100 bpj
Dipipet 0,5 mL ad 10 mL
Larutan stok 5 bpj
0,05 mL ad 5 mL (0,05 bpj)
0,10 mL ad 5 mL (0,10 bpj) 0,15 mL ad 5 mL (0,15 bpj) 0.20 mL ad 5 mL (0,2 bpj) 0,25 mL ad 5 mL (0,25 bpj) 0,30 mL ad 5 mL (0,3 bpj)
Analisis dengan Spektrofotometri UV-Vis 530 nm
41
LAMPIRAN III
Analisis Kadar MDA Plasma
Dicukupkan dengan Aquadest:TBA:TCA
(2:1:2) hingga 5 mL
- Dipanaskan didalam penangas
air suhu 100oC selama 20 menit
- Disentrifugasi dengan kecepatan
3000 rpm selama 10 menit
- Didinginkan pada suhu kamar
Sampel
Analisis menggunakan Spektrofotometri UV-Vis 530 nm
Perhitungan Absorbansi
Perhitungan Kadar MDA plasma
Sampel Plasma 0,5 mL
Perubahan warna menjadi merah muda
42
LAMPIRAN IV
Spektrum Panjang Gelombang untuk Serapan Maksimum
Keterangan : Pada Spektrum, terlihat bahwa serapan 0,169 maksimum tertuju pada panjang gelombang 530 nm dengan larutan baku 50 ppm
Panjang Gelombang (nm)
Se
rap
an (
A)
Wavelength (nm)
43
LAMPIRAN V
Spektrum Serapan Larutan Baku Berbagai Konsentrasi Pada Panjang Gelombang 530 nm
No Konsentrasi
(µg/mL) Absorbansi
1 0,05 0,061
2 0,10 0,196
3 0,15 0,328
4 0,20 0,530
5 0,25 0,762
6 0,30 0,894
Panjang Gelombang (nm)
Se
rap
an (
A)
A = 3,465C - 0,144R= 0,9901
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi µg/mL
Wavelength (nm)
44
LAMPIRAN VI
Perhitungan Kadar Malondialdehida (MDA)
A. Setelah 6 hari pemberian protektor
1. Kontrol Negatif
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,18171+0,144
3,465= 0,094 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,19557+0,144
3,465= 0,098 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,19210+0,144
3,465= 0,097 µg/mL
2. Kontrol Positif
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,17478+0,144
3,465= 0,092 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,16439+0,144
3,465= 0,089 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,17131+0,144
3,465= 0,091 µg/mL
3. Ekstrak Kulit Buah Kakao 60 mg/kg BB
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,16785+0,144
3,465= 0,090 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,16439+0,144
3,465= 0,089 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,15745+0,144
3,465= 0,087 µg/mL
4. Ekstrak Kulit Buah Kakao 80 mg/kg BB
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,15745+0,144
3,465= 0,087 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,15052+0,144
3,465= 0,085 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,14706+0,144
3,465= 0,084 µg/mL
5. Ekstrak Kulit Buah Kakao 120 mg/kg BB
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,14013+0,144
3,465= 0,082 µg/mL
45
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,12973+0,144
3,465= 0,079 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,13320+0,144
3,465= 0,080 µg/mL
B. Setelah Pemberian Doksorubisin Hari Ke-1
1. Kontrol Negatif
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,62176+0,144
3,465= 0,221 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,63909+0,144
3,465= 0,226 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,61137+0,144
3,465= 0,218 µg/mL
2. Kontrol Positif
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,21289+0,144
3,465= 0,103 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,20596+0,144
3,465= 0,101 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,21636+0,144
3,465= 0,104 µg/mL
3. Ekstrak Kulit Buah Kakao 60 mg/kg BB
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,19557+0,144
3,465= 0,098 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,20250+0,144
3,465= 0,100 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,19210+0,144
3,465= 0,097 µg/mL
4. Ekstrak Kulit Buah Kakao 80 mg/kg BB
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,18517+0,144
3,465= 0,095 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,17131+0,144
3,465= 0,091 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,16439+0,144
3,465= 0,089 µg/mL
46
5. Ekstrak Kulit Buah Kakao 120 mg/kg BB
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,15399+0,144
3,465= 0,086 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,14013+0,144
3,465= 0,082 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,14013+0,144
3,465= 0,082 µg/mL
C. Setelah Pemberian Doksorubisin Hari Ke-3
1. Kontrol Negatif
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,61483+0,144
3,465= 0,219 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,62176+0,144
3,465= 0,221 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,59751+0,144
3,465= 0,214 µg/mL
2. Kontrol Positif
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,18864+0,144
3,465= 0,096 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,17478+0,144
3,465= 0,092 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,17824+0,144
3,465= 0,093 µg/mL
3. Ekstrak Kulit Buah Kakao 60 mg/kgBB
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,16438+0,144
3,465= 0,089 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,16785+0,144
3,465= 0,090 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,17131+0,144
3,465= 0,091 µg/mL
4. Ekstrak Kulit Buah Kakao 80 mg/kg BB
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,14013+0,144
3,465= 0,082 µg/mL
47
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,13666+0,144
3,465= 0,081 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,14013+0,144
3,465= 0,082 µg/mL
5. Ekstrak Kulit Buah Kakao 120 mgkg BB
a. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,11241+0,144
3,465= 0,074 µg/mL
b. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,10201+0,144
3,465= 0,071 µg/mL
c. X = 𝑦−𝑎
𝑏 =
0,10894+0,144
3,465= 0,073 µg/mL
48
LAMPIRAN VII
Perhitungan Dosis
a. Dosis Doksorubisin
Dosis doksorubisin yaitu 20 mg/kg BB, maka untuk tikus dengan bobot
200 g, yaitu :
20 𝑚𝑔
1000 𝑔=
𝑥 𝑚𝑔
200 𝑔
𝑥 =20 𝑚𝑔
1000 𝑔𝑥 200 𝑚𝑔 = 4 𝑚𝑔
Jadi, dosis doksorubisin yang akan dibuat adalah 4 mg/200 g bobot
tikus
b. Pembuatan larutan stock doksorubisin
Doksorubisin dalam vial rekonstitusi = 50 mg
Volume pemberian intraperitoneal tikus : 1 mL untuk 100 g
bobot tikus, maka volume pemberian untuk dosis tersebut yaitu 4 mg/2
mL atau 2 mg/mL, sehingga :
50 𝑚𝑔
𝑥 𝑚𝐿= 2 𝑚𝑔/𝑚𝐿
𝑥 =50 𝑚𝑔
2 𝑚𝑔/𝑚𝐿= 25 𝑚𝐿
Jadi, NaCL 0,9% yang dibutuhkan untuk melarutkan 50 mg
doksorubisin yaitu sebanyak 25 mL.
c. Pembuatan suspensi ekstrak kulit buah kakao dosis 60 mg/kg BB
dengan bobot tikus 100 g, yaitu :
60 𝑚𝑔
1000 𝑔=
𝑥 𝑚𝑔
100 𝑔
𝑥 =60 𝑚𝑔
1000 𝑔𝑥 100 𝑚𝑔 = 6 𝑚𝑔
49
Jadi, tikus dengan bobot 100 g diberikan dosis sebesar 6 mg. d. Pembuatan suspensi ekstrak kulit buah kakao dosis 80 mg/kg BB
dengan bobot tikus 100 g, yaitu :
80 𝑚𝑔
1000 𝑔=
𝑥 𝑚𝑔
100 𝑔
𝑥 =80 𝑚𝑔
1000 𝑔𝑥 100 𝑚𝑔 = 8 𝑚𝑔
Jadi, tikus dengan bobot 100 g diberikan dosis sebesar 8 mg.
e. Pembuatan suspensi ekstrak kulit buah kakao dosis 120 mg/kg BB
dengan bobot tikus 100 g, yaitu :
120 𝑚𝑔
1000 𝑔=
𝑥 𝑚𝑔
100 𝑔
𝑥 =120 𝑚𝑔
1000 𝑔𝑥 100 𝑚𝑔 = 12 𝑚𝑔
Jadi, tikus dengan bobot 100 g diberikan dosis sebesar 12 mg.
f. Pembuatan larutan stock untuk 10 mL
Sesuai Ketentuan, untuk tikus dengan bobot 100 g, volume
pemberiannya yaitu sebesar 1 mL. misalnya, untuk dosis 60 mg/kg BB,
yaitu :
6 mg/1 mL = x/10 mL
x = 60 mg
Jadi, untuk membuat suspensi sebanyak 10 mL, ditimbang ekstrak
sebanyak 60 mg.
Sebagai contoh, bobot tikus sebesar 180 g, sehingga :
180 𝑔
100 𝑔𝑟 𝑥 1 𝑚𝐿 = 1,8 𝑚𝐿
50
LAMPIRAN VIII
Data Statistik SPSS 16,0
Tabel 3. Uji Distribusi Normal Peningkatan dan Penurunan Kadar MDA
Tabel 4. Uji Anova Satu Arah Peningkatan Kadar MDA
Peningkatan Jumlah
Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah F Hitung F Tabel Signifikan
Kelompok Perlakuan 0,033 4 0,008 18,95 5,76 S
Galat 0,000 10 0,000
Total 0,033 14
Ket : F Hitung > F Tabel = Signifikan SS : Sangat Signifikan
Tabel 5. Uji Anova Satu Arah Penurunan Kadar MDA
Ket : F Hitung > F Tabel = Siginifikan S : Signifikan
Perlakuan
Shapiro-Wilk
Statistik Derajat Bebas Signifikan
Peningkatan Kelompok Negatif 0,855 3 0,253
Kelompok Positif 1,000 3 1,000
Ekstrak 60 mg 0,964 3 0,637
Ekstrak 80 mg 0,964 3 0,637
Ekstrak 120 mg 0,964 3 0,637
Penurunan Kelompok Negatif 0,964 3 0,637
Kelompok Positif 1,000 3 1,000
Ekstrak 60 mg 0,923 3 0,463
Ekstrak 80 mg 0,987 3 0,780
Ekstrak 120 mg 0,964 3 0,637
Penurunan Jumlah
Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah F Hitung F Tabel Signifikan
Kelompok Perlakuan 0,000 4 0,000 5,707 3,95 S
Galat 0,000 10 0,000
Total 0,000 14
51
Tabel 6. Uji Lanjutan Tukey HSD Peningkatan Kadar MDA
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan Selisih
(I-J) Standar
Eror Signifikan
95% Taraf Kepercayaan
Batas Terendah
Batas Tertinggi
Kontrol Negatif
Kontrol Positif 0,113* 0,002 0,000 0,108 0,119
Ekstrak 60 mg 0,116* 0,002 0,000 0,109 0,121
Ekstrak 80 mg 0,119* 0,002 0,000 0,113 0,125
Ekstrak 120 mg 0,123* 0,002 0,000 0,117 0,128
Kontrol Positif
Ekstrak 60 mg 0,002 0,002 0,668 -0,003 0,008
Ekstrak 80 mg 0,006 0,002 0,051 -0,000 0,011
Ekstrak 120 mg 0,009* 0,002 0,002 0,004 0,015
Ekstrak 60 mg
Ekstrak 80 mg 0,003 0,002 0,362 -0,002 0,009
Ekstrak 120 mg 0,007* 0,002 0,015 0,001 0,013
Ekstrak 80 mg
Ekstrak 120 mg 0,004 0,002 0,282 -0,002 0,009
Tabel 7. Uji Lanjutan Tukey HSD Penurunan Kadar MDA
(I) Perlakuan (J) Perlakuan Selisih
(I-J) Standar
Eror Signifikan
95% Taraf Kepercayaan
Batas Terendah
Batas Tertinggi
Kontrol Negatif
Kontrol Positif -0,005* 0,002 0,048 -0,011 -0,000
Ekstrak 60 mg -0,005 0,002 0,091 -0,009 0,001
Ekstrak 80 mg -0,006* 0,002 0,025 -0,011 -0,001
Ekstrak 120 mg -0,007* 0,002 0,010 -0,012 -0,002
Kontrol Positif
Ekstrak 60 mg 0,001 0,002 0,993 -0,005 0,006
Ekstrak 80 mg -0,001 0,002 0,993 -0,006 0,005
Ekstrak 120 mg -0,002 0,002 0,832 -0,007 0,004
Ekstrak 60 mg
Ekstrak 80 mg -0,001 0,002 0,915 -0,007 0,004
Ekstrak 120 mg -0,002 0,002 0,611 -0,008 0,003
Ekstrak 80 mg
Ekstrak 120 mg -0,001 0,002 0,282 -0,007 0,005
52
LAMPIRAN IX
Kunci Determinasi Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)
Kunci determinasi tanaman kakao (Theobroma cacao L.)
berdasarkan pedoman pustaka buku Flora Of Java, (Backer, C.A., and
Bakhuizen, R.C.1963) sebagai berikut :
Suku : 94. Sterculiaceae
1b…6b…10b…12b…15b…17b. (9. Theobroma)
Marga : 9. Theobroma
Jenis : 1. Theobroma cacao L.
Berdasarkan hasil determinasi tersebut maka diperoleh kepastian
bahwa tumbuhan yang dideterminasi dan akan digunakan dalam penelitian
ini adalah Theobroma cacao L.
53
LAMPIRAN X
Dokumentasi Penelitian
Gambar 8. Buah kakao Gambar 9. Maserasi sampel Kulit buah kakao
Gambar 10. Penyaringan hasil Gambar 11. Ekstrak kulit buah kakao ekstraksi
54
Gambar 12. Hewan uji dipisahkan Gambar 13. Penimbangan hewan uji berdasarkan kelompok
perlakuan Gambar 14. Pemberian perlakuan Gambar 15. Injeksi doksorubisin secara intraperitoneal
55
Gambar 16. Pengambilan darah melalui Gambar 17. Sampel plasma 0,5mL+ vena ekor hewan uji TCA 10% 1 mL+TBA 0,0067% 2 mL
Gambar 18. Alat sentrifugasi Gambar 19. Alat spektrofotometer UV-Vis
56
LAMPIRAN XI
Rekomendasi Persetujuan Kode Etik
57
LAMPIRAN XII
Hasil Determinasi Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)
Recommended