View
286
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
39
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS DAN PERJANJIAN
2.1 Tinjauan Tentang Notaris
2.1.1 Sejarah notaris
Notaris berasal dari bahasa Romawi yaitu Notarius yang memiliki arti
sebagai juru tulis menulis. Nama Notarius berasal dari kata Nota Literaria yang
artinya tanda tulisan (letter mark) atau karakter yang menyatakan suatu perkataan
yang digunakan untuk menuliskan atau menggambarkan sesuatu. 46 Istilah ini
lambat laun mempunyai arti berbeda dengan semula, diperkirakan pada abad
kedua sesudah Masehi yang disebut dengan nama itu ialah mereka yang
mengadakan pencatatan dengan tulisan cepat.47
Di Italia Utara yang merupakan kota pusat perdagangan, notaris dikenal
dengan sebutan Latijnse Notariaat. Karakteristik ataupun ciri-ciri dari lembaga ini
yang kemudian tercermin dalam diri notaris saat ini yakni :
1. diangkat oleh penguasa umum ;
2. untuk kepentingan masyarakat umum ; dan
3. menerima uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum.48
Di Indonesia, notaris sudah dikenal semenjak zaman Belanda ketika
menjajah Indonesia. Dalam perkembangannya hukum Notariat yang diberlakukan
di Belanda selanjutnya menjadi dasar dari peraturan perundang-undangan Notariat
46R. Soegondo Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat Di Indonesia, SuatuPenjelasan, Raja Grafindo Perasada, Jakarta, hal. 12.
47Ibid., hal. 13.48 G.H.S Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris
Reglement), Erlangga, Jakarta, hal. 3.
39
40
yang diberlakukan di Indonesia. 49 Pada waktu itu tepatnya pada tanggal 27
Agustus 1620, dibawah Pemerintah Belanda seseorang yang pertama kali diangkat
sebagai notaris adalah Meichior Kerchem. Sesudah pengangkatan yang dilakukan
oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen tersebut kemudian jumlah notaris
dalam Kota Jakarta ditambah, dan berhubung kebutuhan akan jasa notaris itu
sangat dibutuhkan yaitu tidak hanya dalam Kota Jakarta saja melainkan juga di
luar Kota Jakarta maka selanjutnya diangkat notaris-notaris oleh penguasa-
penguasa setempat. Dengan demikian mulailah notaris berkembang di wilayah
Indonesia.50
2.1.2 Notaris sebagai pejabat umum
Menurut Matome M. Ratiba dalam bukunya Convecaying Law for
Paralegals and Law Students menyebutkan : “Notary is a qualified attorneys
which is admitted by the court and is an officer of the court in both his office as
notary and attorney and as notary he enjoys special privileges.”51 Terjemahannya
yaitu notaris adalah pengacara yang berkualifikasi yang diakui oleh pengadilan
dan petugas pengadilan baik di kantor sebagai notaris dan pengacara dan sebagai
notaris ia menikmati hak-hak istimewa. Jabatan notaris hakikatnya ialah sebagai
pejabat umum (privatenotary)yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk
melayani kebutuhan masyarakat akan alat bukti otentik yang memberikan
kepastian hubungan hukum keperdataan, jadi, sepanjang alat bukti otentik tetap
49Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat & Serba-serbi Praktek Notaris,Buku I, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal. 15.
50Ibid.,hal. 1651Matome M. Ratiba, 2013, Convecaying Law for Paralegals and Law
Students, bookboon.com, hal. 28.
41
diperlukan oleh sistem hukum negara maka jabatan notaris akan tetap diperlukan
eksistensinya di tengah masyarakat.52Pasal 1 UUJN menyebutkan bahwa, “Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.” Dalam
Pasal 1 angka 1 UUJN-P menegaskan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-
Undang lainnya.”
G.H.S. Lumban Tobing memberikan pengertian notaris adalah pejabat
umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum
atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta
otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan
grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Notaris wajib
untuk merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh
menyerahkan salinan-salinan dari akta-akta kepada orang-orang yang tidak
berkepentingan.53
Mendasarkan pada nilai moral dan nilai etik notaris, maka pengembanan
jabatan notaris adalah pelayanan kepada masyarakat (klien) secara mandiri dan
52Yanti Jacline Jennifer Tobing, 2010, Pengawasan Majelis PengawasNotaris Dalam Pelanggaran Jabatan dan Kode Etik Notaris (Studi Kasus MPPNomor 10/B/Mj.PPN/2009 Jo Putusan MPW Nomor 131/MPW-Jabar/2008),Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Depok, hal. 12.
53G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 31.
42
tidak memihak dalam bidang kenotariatan yang pengembanannya dihayati sebagai
panggilan hidup bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama manusia
demi kepentingan umum serta berakar dalam penghormatan terhadap martabat
manusia pada umumnya dan martabat notaris pada khususnya. 54 Sedangkan
menurut Colenbrunder, notaris adalah pejabat yang berwenang untuk atas
permintaan mereka yang menyuruhnya mencatat semua yang dialami dalam suatu
akta dan menyaksikan (comtuleert) dalam akta tentang keadaan sesuatu barang
yang ditunjukkan kepadanya oleh kliennya.55
Menurut Habib Adjie, notaris merupakan suatu jabatan publik yang
mempunyai karakteristik yaitu sebagai jabatan. UUJN merupakan unifikasi di
bidang pengaturan jabatan notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam
bentuk undang-undang yang mengatur jabatan notaris di Indonesia sehingga
segala hal yang berkaitan dengan jabatan notaris di Indonesia harus mengacu
kepada UUJN. Jabatan notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh
Negara. Menempatkan notaris sebagai pejabat umum merupakan suatu bidang
pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan,
fungsi, dan kewenangan tertentu serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu
lingkungan pekerjaan tetap.56
54 Herlien Budiono, Notaris dan Kode Etiknya, (Disampaikan padaUpgrading dan Refreshing Course Nasional Ikatan Notaris Indonesia, 2007,Medan), hal. 3.
55 Van Voeve, 1998, Engelbrecht De Wetboeken wetten enVeroordeningen, Benevens de Grondwet van de Republiek Indonesie, Ichtiar Baru,Jakarta, hal. 882.
56Habib Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notarissebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, hal 32-34. (selanjutnya ditulisHabib Adjie I)
43
Pejabat umum yang dimaksudkan disini merupakan jabatan yang terkait
dengan unsur pemerintah yang diemban oleh seseorang yang merupakan pegawai
pemerintah. Tugas dan wewenang terkait jabatannya sebagai pejabat umum ini
merupakan wewenang yang diberikan secara khusus oleh peraturan perundang-
undangan untuk keperluan dan fungsi tertentu. 57 Namun pejabat umum tidak
hanya jabatan notaris saja. Terdapat jabatan lain yang merupakan pejabat umum,
salah satu contohnya adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu pejabat
umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak katas tanah atau hak milik Atas Satuan
Rumah Susun.
Notaris di dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat
umum memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya yang tidak memihak dan
mandiri (independent), bahkan dengan tegas dikatakan “bukan sebagai salah satu
pihak”. Notaris selaku pejabat umum di dalam menjalankan fungsinya
memberikan pelayanan kepada masyarakat antara lain didalam pembuatan akta
autentik bukan merupakan pihak yang berkepentingan. Pada hakekatnya notaris
selaku pejabat umum hanyalah mengkonstatir atau merekam secara tertulis dan
autentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan. Notaris tidak
ada di dalamnya, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang
berkepentingan serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian. Oleh karena itu,
akta notaris atau akta autentik tidak menjamin bahwa pihak-pihak “berkata benar”
57Ibid, hal. 17.
44
tetapi yang dijamin oleh akta autentik adalah pihak-pihak “berkata benar” seperti
yang termuat di dalam akta perjanjian mereka.58
Keabsahan jabatan notaris sebagai pejabat umum juga bersumber dari
Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa, “Suatu akta autentik ialah suatu
akta yang didalam bentuk yang ditentukan undang-undang dibuat oleh atau
dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta
dibuatnya”. Berdasarkan ketentuan ini jelas mempertegas bahwa suatu akta
autentik harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, dan produk hukum
notaris berupa akta autentik adalah merupakan produk pejabat umum.
Akta autentik tidak dapat dilepaskan dengan kekuatan pembuktiannya.
Tujuan para penghadap datang ke hadapan notaris dan meminta menuangkannya
dalam akta autentik baik untuk dibuat oleh notaris atau oleh penghadap adalah
agar perbuatan hukum yang dilakukan mendapatkan kepastian hukum. Para pihak
dapat menjadikan kesepakatan yang telah dituangkan ke dalam akta autentik
sebagai alat bukti yang kuat dan sempurna. Pasal 1870 KUHPerdata mengatur
bahwa akta otentik memberikan kepastian di antara para pihak dan ahli warisnya
atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna
tentang apa yang termuat di dalamnya.
Kekuatan pembuktian sempurna adalah kekuatan pembuktian pada alat
bukti yang menyebabkan nilai pembuktian pada alat bukti yang menyebabkan
nilai pembuktian pada alat bukti tersebut cukup pada dirinya sendiri. Cukup dalam
arti bahwa alat bukti tertentu tidak membutuhkan alat bukti lain untuk
58 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek PertanggungjawabanNotaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, hal. 65.
45
membuktikan suatu peristiwa, hubungan hukum, maupun hak dan kewajiban.
Sebagai contoh, sertipikat tanah sebagai akta otentik memiliki kekuatan
pembuktian sempurna untuk membuktikan hak milik seseorang atas tanah dalam
sertipikat tersebut, tanpa membutuhkan keterangan saksi atau alat bukti lainnya.59
Suatu akta merupakan suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat
untuk dapat dijadikan bukti bila ada suatu peristiwa dan ditanda tangani.60 Dengan
demikian, akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris diharapkan
mampu menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Menurut R.
Soegondo mengemukakan bahwa untuk dapat membuat akta autentik, seseorang
harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Di Indonesia, seorang
advokat, meski pun ia seorang yang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang
untuk membuat akta autentik, karena itu tidak mempunyai kedudukan sebagai
pejabat umum. Sebaliknya seorang pegawai catatan sipil (Ambtenaarvande
Burgerlijke Stand) meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta
otentik untuk hal-hal tertentu, misalnya untuk membuat akta kelahiran, akta
perkawinan, akta kematian. Hal tersebut karena pegawai catatan sipil oleh
undang-undang ditetapkan sebagai pejabat umum dan diberi wewenang untuk
membuat akta-akta tersebut.61
59 M.Natsir Asnawi, 2013, Hukum Pembuktian Perkara Perdata diIndonesia, kajian kontekstual mengenai system asas, prinsip, pembebanan danstandar pembuktian, UII Press, Jogyakarta, hal.43.
60 R. Subekti, 2001, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta,hal.48.
61R. Soegondo,Op.Cit., hal. 43.
46
Akta autentik yang merupakan produk hukum notaris ini dibedakan
menjadi 2 (dua) jenis akta, yaitu Relaas Acte dan Partij Acte.Kedua akta ini
merupakan akta autentik, namun memiliki perbedaan yaitu :62
1. Relaas Acte atau Berita AcaraMerupakan akta yang dibuat berdasarkan permintaan para pihak, terkaitmencatat dan menuliskan segala sesuatu yang disaksikan, didengar dandialami secara langsung oleh notaris, terkait segala sesuatu yangdisampaikan dan dilakukan para pihak.
2. Partij Acte atau Akta PihakMerupakan akta yang dibuat dihadapan notaris berdasarkan keinginan parapihak yang dinyatakan dan disampaikan serta diterangkan sendiri oleh parapihak yang bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata yang telah disebutkan diatas, akta
autentik harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang dan dibuat
oleh pejabat yang berwenang untuk itu. Akta autentik yang merupakan produk
hukum seorang notaris sebagai pejabat umum memiliki kekuatan pembuktian
yang penuh. Hal ini berdasarkan pada :
1. Kekuatan pembuktian lahir atau diri (Uitwendige Bewijskracht)
Kemampuan lahiriah akta autentik merupakan kemampuan akta itu
sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta autentik. Jika dilihat dari
luar, sebagai akta autentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah
ditentukan mengenai akta autentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada
yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta autentik secara lahiriah.
Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal atau
membantah kebenaran akta autentik tersebut. Parameter untuk menentukan akta
notaris sebagai akta autentik, yaitu tanda tangan dari notaris yang bersangkutan
62Habib Adjie I, Op.Cit., hal. 45.
47
baik pada minuta dan salinan, dan adanya awal akta yang dimulai dari judul
sampai dengan akhir akta. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta notaris tidak
memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan
bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta autentik.63
Akta autentik dengan sendirinya mempunyai kekuatan untuk
membuktikan dirinya sendiri sebagai akta autentik berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang memenuhi syarat sebagai akta autentik dan sah
menurut hukum. Berdasarkan hal tersebut maka beban pembuktian terdapat pada
pihak yang membantah atau menyangkal keautentikan atau kebenaran akta
tersebut.
2. Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht).
Akta notaris merupakan akta otentik yang membuktikan kebenaran yang
tercantum dalam akta tersebut yang dibuat berdasarkan keterangan dan kehendak
para pihak yang dinyatakan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris. Akta
notaris harus dapat menerangkan fakta dan memberi kepastian bahwa memang
benar para pihak telah menghadap dan menuangkan keinginan penghadap sesuai
dengan prosedur pembuatan akta.
Secara formal untuk membuktikan kebenaran tentang kepastian tentang hari,tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak/penghadap,saksi dan notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengaroleh notaris (pada akta pejabat), dan mencatatkan keterangan atau pernyataanpara pihak/penghadap (pada akta pihak). Jika aspek formal yangdipermasalahkan oleh para pihak, maka yang harus dibuktikan dari formalitassuatu akta yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan,tahun, dan pukul (waktu) menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka
63Aditia Warman, 2014, Kedudukan Akte Otentik Sebagai Salah SatuAlat Bukti Ditinjau Dari Sisi Pidana, Refleksi 106 Tahun Ikatan NotarisIndonesia, Badung, hal. 9.
48
yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikandan didengar oleh notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaranpernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapannotaris, dan ketidakbenaran tandatangan para pihak, saksi dan notaris ataupunprosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan.64
3. Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht).
Secara sederhana dapat dikatakan, akta autentik memiliki kekuatan untuk
memberikan kepastian terhadap isi atau materi aktadan sebagai alat bukti yang sah
secara hukum untuk membuktikan keterlibatan para pihak yang membuat akta
atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada
pembuktian sebaliknya. Menurut Ahmadi Miru, apabila ada yang hendak
membantah kebenaran suatu akta autentik maka pihak yang membantah tersebut
harus membuktikan kepalsuan dari akta itu. Oleh karena itu, pembuktian akta
otentik disebut pembuktian kepalsuan.65
2.1.3 Kewenangan dan kewajiban notaris
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang terkait jabatan sebagai notaris
yang membuat suatu akta autentik sebagai alat bukti yang sempurna, seorang
notaris harus selalu mengacu pada ketentuan dalam UUJN, UUJN-P dan kode etik
profesi notaris. Dapat dilihat bahwa dalam melaksanakan tugas dan jabatan
notaris, terdapat kewenangan-kewenangan yang melekat pada jabatan notaris
antara lain yang terkait dengan :
64Ibid. hal. 10.65 Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak, Raja
Grafindo Perkasa, Jakarta, hal. 15.
49
a. Subjek
Hal ini berkaitan dengan subjek hukum yang berkepentingan terkait akta
yang akan dibuat yaitu orang (baik warga negara Indonesia atau warga negara
asing) atau badan hukum (badan hukum dalam negeri atau badan hukum asing).
Notaris berwenang membuat akta untuk setiap orang namun dengan pembatasan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 52 UUJN bahwa :
Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri, sendiri, isteri/suamiatau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris,baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunanlurus kebawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam gariske samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk dirisendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.
b. Objek
Hal ini berkaitan dengan objek dari pembuatan akta yang menurut
peraturan perundang-undangan jabatan notaris diperbolehkan untuk dibuat oleh
seorang notaris dan merupakan kewenangan notaris. Sepanjang tidak dikecualikan
kepada pihak atau pejabat lain, atau notaris juga berwenang membuatnya
disamping dapat dibuat oleh pihak atau pejabat lain, sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 15 UUJN-P.
c. Waktu
Hal ini berkaitan dengan waktu pembuatan akta. Pembuatan akta yang
merupakan produk hukum notaris, harus dilakukan pada saat menjabat sebagai
notaris aktif, yang berarti tidak dalam keadaan cuti atau diberhentikan sementara
waktu.
50
d. Tempat
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) menentukan
bahwa tempat kedudukan notaris adalah kabupaten atau kota dan wilayah jabatan
notaris meliputi provinsi. Berdasarkan ketentuan tersebut maka notaris memiliki
kewenangan untuk membuat produk hukumnya hanya pada wilayah jabatannya.
Kewenangan terkait jabatan notaris diberikan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang khusus mengatur mengenai jabatan
notaris. Wewenang yang diperoleh suatu jabatan memiliki beberapa sumber
yaitu:66
1. Atribusi, yaitu pemberian wewenang kepada suatu jabatan berdasarkan suatu
peraturan perundang-undangan.
2. Delegasi, merupakan pengalihan atau pemindahan wewenang yang ada
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3. Mandat, merupakan pengalihan sementara karena yang bersangkutan
berhalangan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa notaris
sebagai pejabat umum memperoleh wewenang secara atribusi. Wewenang ini
diberikan langsung oleh undang-undang yaitu UUJN dan UUJN-P secara
langsung. Kewenangan notaris terkait jabatannya diatur dalam Pasal 15 UUJN-P.
Aturan ini menegaskan bahwa:
(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untukdinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
66Habib Adjie I, Op.Cit.,hal 77.
51
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskanatau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkanoleh undang-undang.
(2) Notaris berwenang pula:a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalamsurat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;e. outlmemberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta;f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; ataug. membuat akta risalah lelang.
Kewenangan notaris yang diatur dalam Pasal 15 UUJN-P tersebut dapat
dibedakan menjadi beberapa kewenangan. Sebagaimana diketahui bahwa
kewenangan notaris merupakan kewenangan atribusi, maka kewenangan tersebut
diatur secara tegas oleh peraturan perundang-undangan. Kewenangan-
kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan ini yang
menjadi dasar dalam melaksanakan tugas dan jabatan notaris. Kewenangan
tersebut apabila disimpulkan maka menjadi beberapa kewenangan yaitu :67
1. Kewenangan Umum Notaris
Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUJN-P menentukan bahwa kewenangan
notaris adalah membuat akta secara umum. Namun dengan pembatasan, yaitu :
a. Tidak dikecualikan terhadap pejabat lain yang ditetapkan undang-undang.
b. Perbuatan, perjanjian maupun ketetapan yang terkait dengan pembuatanakta harus berdasarkan pada hukum dan kehendak para pihak.
c. Terkait subjek hukum yang berkepentingan dalam akta harusberdasarkan kehendak para pihak.
67Op.Cit.,hal. 78.
52
2. Kewenangan Khusus Notaris
Terkait dengan wewenang notaris dalam membuat akta terkait tindakan
hukum tertentu. Hal ini berdasarkan pada Pasal 15 ayat (2) UUJN-P seperti yang
telah disebutkan sebelumnya.
3. Kewenangan Notaris Yang Akan Ditentukan Kemudian
Merupakan kewenangan lain yang akan ditentukan kemudian berdasarkan
peraturan perundang-undangan dengan pembatasannya. Hal ini berdasarkan Pasal
15 ayat (3) UUJN-P yang menegaskan mengenai wewenang lain (selain ayat (1)
dan (2)) yang akan ditentukan kemudian berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Berikutnya mengenai kewajiban notaris ini diatur secara lengkap dalam
Pasal 16 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUJN-P yang menegaskan bahwa :
(1) Dalam menjalankan jabatannya, notaris berkewajiban:a. bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;b. membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari Protokol Notaris;c. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
berdasarkan Minuta Akta;d. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;e. merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuaidengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukanlain;
f. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi bukuyang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlahakta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilidmenjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta,bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidakditerimanya surat berharga;
h. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutanwaktu pembuatan akta setiap bulan;
53
i. mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h ataudaftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat WasiatDepartemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidangkenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada minggu pertama setiapbulan berikutnya;
j. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat padasetiap akhir bulan;
k. mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara RepublikIndonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
l. membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri olehpaling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itujuga oleh penghadap, saksi, dan notaris;
m.menerima magang calon notaris.(2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan aktainoriginali.
(3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun.b. Akta penawaran pembayaran tunai.c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat
berharga.d. Akta kuasa.e. Akta keterangan kepemilikan.f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Uraian dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a di atas ada disebutkan bahwa
seorang notaris wajib bertindak jujur, seksama dan tidak memihak. Kejujuran
merupakan hal yang penting karena jika seorang notaris bertindak dengan
ketidakjujuran maka akan banyak kejadian yang merugikan klien bahkan akan
menurunkan ketidakpercayaan klien terhadap notaris tersebut, dan keseksamaan
bertindak merupakan salah satu hal yang juga harus selalu dilakukan seorang
notaris.68
68Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa,Sukses, Jakarta, hal. 41.
54
2.1.4 Kode etik profesi notaris
Profesi hukum dituntut untuk memiliki rasa kepekaan atas nilai keadilan
dan kebenaran serta mewujudkan kepastian hukum bagi pencapaian
dan pemeliharaan ketertiban masyarakat. Selain itu, profesi hukum berkewajiban
selalu mengusahakan dengan penuh kesadaran yang bermoral untuk mengetahui
segala aturan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.Secara ilmiah bagi
tegaknya hukum dan keadilan dan terutama diperuntukan bagi mereka yang
membutuhkannya.
Menurut Abdulkadir Muhammad, khusus bagi profesi hukum sebagai
profesi terhormat, terdapat nilai-nilai profesi yang harus ditaati oleh mereka, yaitu
sebagai berikut :69
a. Kejujuran
b. Otentik
c. Bertanggung jawab
d. Kemandirian moral
e. Keberanian moral.
Etika menyentuh unsur paling hakiki dari diri manusia yakni nurani
(soul). Seperti rambu lalu lintas, etika memberi arah kepada seriap manusia untuk
69Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim,Jaksa, Advokat,Notaris, Kurator, dan Pengurus), Citra Aditya Bakti, Bandung,hal.4.
55
mencapai tujuan yang diinginkannya. Tanpa adanya etika, manusia tidak akan
menjadi mahkluk mulia yang memberi keberkatan pada seluruh alam.70
Moral adalah akhlak, budi pekerti yang berkaitan dengan baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban. Hati nurani
merupakan kesadaran yang diucapkan manusia dalam menjawab pertanyaan,
apakah sesuatu yang dilakukannya adalah perbuatan baik ataukah tidak baik, etis
ataukah tidak etis. Sedangkan integritas adalah kesadaran atas fungsi yang
diemban manusia di dalam masyarakat tanpa dipengaruhi oleh apapun.71 Integritas
adalah hasil akhir dari pergulatan moral dan hati nurani yang terjadi di dalam diri
seorang notaris sehingga ia secara teguh mampu menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya sebagai pejabat umum yang mengemban sebagian tugas
negara dan berpaku pada hukum yuridis formal yakni UUJN dan kode etik notaris.
Hubungan antara kode etik dengan UUJN terdapat dalam Pasal 4 mengenai
sumpah jabatan. Notaris melalui sumpahnya berjanji untuk menjaga sikap,
tingkah lakunya dan akan menjalankan kewajibannya sesuai dengan kode etik
profesi, kehormatan, martabat dan tanggung jawabnya sebagai notaris.
Kode etik notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh
perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut
“perkumpulan” berdasar keputusan kongres perkumpulan dan atau yang
ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
70 Evie Murniaty, 2010, Tanggung Jawab Notaris Dalam Hal TerjadiPelanggaran Kode Etik, Program Studi Magister Kenotariatan Pasca SarjanaUniversitas Diponegoro, Semarang, hal. 47.
71 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2008, Jati Diri NotarisIndonesia Dulu, Sekarang, Dan Di Masa Datang, Gramedia Pustaka, Jakarta,hal. 193.
56
tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua
anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai
notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti,
dan Notaris Pengganti Khusus”. Pengaturan mengenai kode etik notaris
diperlukan sebagai pegangan notaris dalam melaksanakan jabatannya. Sebab
seorang notaris dalam menjalankan jabatannya akan mendapat banyak tantangan
seperti ingin cepat memperoleh uang atau untuk memenuhi kebutuhan ekonomi,
hal tersebut akan berpengaruh terhadap setiap akta yang dibuatnya dan juga
berpengaruh terhadap masyarakat yang menggunakan jasa notaris. 72
Notaris berkewajiban untuk mempunyai sikap, perilaku, perbuatan atau
tindakan yang menjaga dan memelihara citra serta wibawa lembaga notariat dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat notaris, tidak melakukan yang sebaliknya
sehingga dapat menurunkan citra, wibawa maupun harkat dan martabat notaris.
Seorang notaris yang melakukan profesinya harus berperilaku profesional,
berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat kehormatan notaris dan
berkewajiban menghormati rekan dan saling menjaga dan membela kehormatan
nama baik korps atau organisasi. Sebagai notaris, ia bertanggungjawab terhadap
profesi yang dilakukannya, dalam hal ini kode etik profesi.73 Dalam memberikan
pelayanannya, profesional itu bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada
masyarakat.Bertanggung jawab kepada diri sendiri, artinya dia bekerja karena
72Didi Santoso, 2009, Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan AktaYang Memuat Dua Perbuatan Hukum (Analisis Putusan Mahkamah AgungNomor 1440.K/PDT/1996), Program Studi Magister Kenotariatan Pasca SarjanaUniversitas Diponegoro, Semarang, hal. 37.
73Ignatius Ridwan Widyadharma, 1994, Hukum Profesi tentang ProfesiHukum, Ananta, Semarang, hal. 133-134.
57
integritas moral, intelektual dan profesional sebagai bagian dari kehidupannya.
Dalam memberikan pelayanan, seorang profesional selalu mempertahankan cita-
cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nuraninya, bukan karena
sekedar hobi belaka. Bertanggung jawab kepada masyarakat, artinya kesediaan
memberikan pelayanan sebaik mungkin tanpa membedakan antara pelayanan
bayaran dan pelayanan cuma-cuma serta menghasilkan layanan yang bermutu,
yang berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak semata-
mata bermotif mencari keuntungan, melainkan juga pengabdian kepada sesama
manusia. Bertanggung jawab juga berani menanggung segala resiko yang timbul
akibat dari pelayanannya itu. Kelalaian dalam melaksanakan profesi menimbulkan
dampak yang membahayakan atau mungkin merugikan diri sendiri, orang lain dan
berdosa kepada Tuhan.74
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa sebagai seorang notaris
harus selalu mengacu pada ketentuan dalam peraturan perundangan yaitu UUJN
jo UUJN-P dan Kode Etik Profesi Notaris. Hal ini karena selain jabatan sebagai
pejabat umum, notaris adalah merupakan salah satu profesi hukum sehingga
sangat perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi. Notaris
diharapkan memiliki integritas moral yang mantap, bersikap jujur terhadap klien
maupun diri sendiri, sadar akan batas-batas kewenangannya dan tidak bertindak
semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.75
74Abdulkadir Muhamad, Op.Cit, hal. 60.75Liliana Tedjosaputro, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka
Ilmu, Semarang, hal. 93.
58
2.2 Tinjauan Tentang Perjanjian
2.2.1 Pengertian perjanjian
Perjanjian dapat dilakukan secara lisan dan dapat dilakukan secara
tertulis.Perjanjian lisan masih sering terjadi di lingkungan masyarakat adat,
sedangkan perjanjian tertulis lazimnya dilakukan masyarakat modern dalam dunia
usaha/bisnis dengan hubungan hukum yang lebih kompleks. Menurut M. Yahya
Harahap, ”Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian : suatu hubungan
hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan
hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada
pihak lain untuk menunaikan prestasi”.76
A.Pitlo (yang dikutip oleh R.Setiwan) memakai istilah perikatan untuk
verbentenisberpendapat : ”Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat
harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu
berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu
prestasi”.77 Selanjutnya Subekti berpendapat : ” Perikatan adalah suatu hubungan
hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak
pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan yang
lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu”.78
Kemudian Sudikno Mertokusumo, mengartikan perjanjian adalah suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang didasarkan pada kata sepakat
76M.Yahya Harahap, 1986, Segi–segi Hukum Perjanjian, Cetakan kedua,Alumni, Bandung, hal. 6.
77R. Setiawan, 1999, Pokok–Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin,Bandung, hal. 2.
78 R. Subekti, 1989, Pokok–Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXII,Intermasa, Jakarta, hal. 122.
59
untuk menimbulkan akibat hukum. 79 Sedangkan Wirjono Prodjodikoro,
mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta kekayaan
antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk
melakukan sesuatu hal atau tidak untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak
lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.80
Berdasarkan beberapa pandangan dari para sarjana tersebut diatas, bahwa
perjanjian adalah suatu peristiwa yang timbul dari suatu hubungan antara dua
orang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk melaksanakan suatu hal
dalam lapangan harta kekayaan. Apabila pengertian tersebut dihubungkan dengan
pengertian yang ditentukan oleh Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Pengertian perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUHPerdata,
mengandung beberapa kelemahan, yakni :81
1. Hanya menyangkut satu pihak saja, hal ini dapat diketahui dari rumusan
”satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih
lainnya”. Dengan kata ”mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak
saja sehingga perumusan itu seharusnya ”saling mengikatkan diri”, jadi ada
kesepakatan/konsensus antara pihak-pihak .
79Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Cet.Ketiga, Liberty, Jogyakarta, hal. 97.
80 Wirjono Prodjodikoro, 1985, Hukum Perdata tentang PersetujuanTertentu, Sumur, Bandung, hal. 11.
81 I Wayan Werasmana Sanjaya, 2013, Perjanjian Nominee SebagaiSarana Penguasaan Hak Milik Atas Tanah Oleh Warga Negara Asing DalamPerspektif Hukum Perjanjian Indonesia, Program Pasca Sarjana UniversitasUdayana, Denpasar, hal. 45-46.
60
2. Kata ”perbuatan” meliputi juga hal-hal yang tanpa konsensus, sedang
pengertian ”perbuatan” dalam hal ini dimaksudkan juga/termasuk tindakan
melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwaarneming), perbuatan melawan
hukum (onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus,
sehingga karenanya seharusnya dipakai kata ”persetujuan”.
3. Pengertian ”perjanjian” dalam rumusan pasal tersebut dipandang terlalu luas,
karena meliputi juga melangsungkan perkawinan, perjanjian kawin, dimana
perjanjian-perjanjian tersebut termasuk/diatur dalam lapangan hukum keluarga
sedang yang dimaksud dan yang dikehendaki oleh Buku III KUHPerdata
adalah perjanjian antara kreditur dengan debitur, yakni perjanjian dalam
lapangan harta kekayaan saja.
Dari pendapat-pendapat sarjana diatas tentang perjanjian dan pengertian
perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUHPerdata dengan segala
kekurangannya, maka akhirnya dapatlah dikemukakan bahwa perjanjian adalah
suatu hubungan hukum dalam bidang harta kekayaan antara dua pihak dimana
pihak yang satu (kreditur) berhak atas prestasi sedang pihak yang lain (debitur)
berkewajiban untuk memenuhi prestasi dan pada umumnya bertanggungjawab
atas prestasi tersebut. Sedangkan penggunaan istilah perjanjian maupun
persetujuan menurut Abdulkadir Muhamad tidaklah dipermasalahkan, karena
perjanjian yang dimaksud tiada lain adalah persetujuan yang terdapat dalam Pasal
1313 KUHPerdata atau lebih lengkapnya beliau mengatakan : ”Perjanjian adalah
61
suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri
untuk saling melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.82
2.2.2 Bentuk bentuk perjanjian
Bentuk perjanjian dapat dibagi menjadi empat, yaitu :83
1. Perjanjian
Perjanjian adalah perjanjian yang sepenuhnya tunduk kepada ketentuan
Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Para pihak dalam membuat perjanjian mempunyai kedudukan yang sama
dan atas kehendak bebas membuat perjanjian, dan apa yang dikehendaki
secara sama dan secara terang diketahui oleh kedua belah pihak. Misalnya,
perjanjian jual-beli, perjanjian sewa menyewa, dan lain-lain.
2. Perjanjian baku
Menurut Abdul Kadir Muhammad, istilah perjanjian baku dialih bahasakan
dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu “standard contract”.
Kata baku atau standar artinya tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau
pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan
pengusaha, yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah meliputi model,
rumusan, dan ukuran.84
82Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung,hal.77.
83I Ketut Artadi, I Dewa Njo.man Rai Asmara Putra, 2010, ImplementasiKetentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, UdayanaUniversity Press, Denpasar, hal. 36.
84Abdulkadir Muhammad, 2006, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,Bandung, hal. 87.
62
Perjanjian baku adalah perjanjian yang klausul-klausulnya telah
ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak. Perjanjian baku, lebih tepat
disebut kontrak baku, sebab dibuat secara tertulis, disiapkan seragam untuk
banyak orang, lazimnya untuk satu objek perjanjian dan satu prestasi. Pihak yang
menyiapkan kontrak baku, berada di pihak yang kuat (kreditor), menyiapkan
format dan isi kontrak terlebih dahulu, dan pihak lain tinggal menyetujui atau
prestasi yang ditawarkan tersebut. Pihak lain yaitu debitor, umumnya disebut
“Adherent”, ia tidak turut serta dalam menyusun kontrak, ia tidak mempunyai
pilihan. Dalam hal penyusun kontrak (kreditor) mempunyai kedudukan monopoli.
Terserah mau mengikuti atau menolak. Penyusun kontrak bebas dalam membuat
redaksinya, sehingga pihak lawan berada dalam keadaan di bawah kekuasaannya.
3. Perjanjian tersamar (perjanjian kuasi)85
Perjanjian kuasi atau kuasi kontrak (impliedcontract, quasicontract)
adalah suatu perjanjian di mana karena sifat peristiwanya para pihak dianggap
patut mengetahui oleh hukum bahwa sudah terikat kepada suatu perjanjian.
Bentuk perjanjian tersamar ini secara tidak langsung diatur di dalam Pasal 1339
KUHPerdata berbunyi :“suatu perjanjian tidak saja mengikat untuk hal-hal yang
dengan tegas dinyatakan didalamnya, akan tetapi untuk segala sesuatu yang
menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan dan kebiasaan atau undang-
undang”.
Perjanjian tersamar ini sering terjadi pada pelayanan umum, misalnya di
rumah sakit, Pasien kecelakaan berat, diantar masuk ke ruang gawat darurat, dan
85I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Op.Cit, hal. 41-42.
63
dokter langsung memberikan pertolongan untuk menyelamatkan nyawa pasien,
(karena sifat peristiwa, sesuai kebiasaan dan kepatutan) para pihak itu (dokter dan
keluarga pasien) dianggap mengetahui oleh hukum bahwa mereka sudah terikat
kepada suatu perjanjian (yaitu dokter harus sungguh-sungguh memberikan
pertolongan tanpa menunggu kesepakatan pasien, dan pasien yang ditolong juga
wajib membayar jasa dokter walaupun tidak terdapat kesepakatan yang jelas).
Seseorang masuk ke rumah makan, dihidangkan makanan, dan membayar sesuai
tariff, tanpa ada kesepakatan sebelumnya atau tanpa tawar menawar sesudahnya
(para pihak sesuai kebiasaan dan kepatutan) dan oleh hukum dianggap
mengetahui bahwa mereka terikat hak dan kewajiban.
4. Perjanjian Simulasi
Perjanjian simulasi adalah perjanjian di mana para pihak menyatakan
keadaan yang berbeda dengan perjanjian yang diadakan sebelumnya.86 Terdapat
dua macam simulasi :
1) Purwahid Patrik menyebutkan Simulasi mutlak, yaitu bahwa dengan
perjanjian pura-pura itu hubungan hukum antara mereka tidak ada perubahan
apa-apa perjanjian jual beli tetapi tidak akan terjadi perubahan hak milik atas
barang.87 Sedangkan I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra
menyebutkan Perjanjian simulasi absolute, apabila para pihak membuat
perjanjian yang terhadap pihak luar menimbulkan kesan yang berbeda dengan
perjanjian yang oleh para pihak yang secara diam-diam mengingkarinya.
86Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di bidangKenotariatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal.377.
87Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju,Semarang, hal. 57.
64
Contoh si A membeli tanah dari si B. namun si A kemudian membuat
perjanjian yang isinya pengakuan bahwa tanah itu sebetulnya milik si C
(orang asing). Jadi, B dalam perjanjian sebelumnya memberi kesan kepada
pihak ketiga seakan-akan tanah itu miliknya, kemudian secara diam-diam ia
mengingkarinya dengan membuat perjanjian yang berisi pernyataan dengan
si C (orang asing) bahwa sebetulnya tanah itu milik si C.88
2) Berikutnya yaitu simulasi relatif bahwa dengan perjanjian pura-pura itu ada
terjadi hal lain ; Perjanjian jual beli tetapi yang dimaksud perjanjian hibah
sebenarnya disini tidak terjadi persesuaian antara kehendak dan
pernyataannya.89 Para pihak menghendaki akibat hukumnya, tetapi memakai
bentuk hukum lain. (Perjanjian simulasi relative).90
Perjanjian simulasi terutama perjanjian simulasi absolute tergolong
kepada perjnjian yang causanya tidak halal.Yang dimaksud dengan perjanjian
simulasi yaitu perjanjian dibuat karena sebab yang palsu (Pasal 1335
KUHPerdata), dimana para pihak membuat perjanjian dengan maksud
menyembunyikan tujuan sebenarnya, sehingga perjanjian yang demikian
batal demi hukum (Putusan Pengadilan Negeri Gianyar Bali
No.34/PDT.G/2002/PN.GIR, tanggal 18 Juli 2002).91
Perjanjian simulasi sepanjang tidak dibatalkan oleh pengadilan
mempunyai kekuatan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1873
KUHPerdata berbunyi : ”Persetujuan-persetujuan lebih lanjut yang dibuat dalam
88I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Loc.Cit.89 Purwahid Patrik, Loc.Cit.90I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Loc.Cit.91Op.Cit, hal. 43.
65
suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli, hanya memberikan bukti
antara para pihak yang turut serta ahli warisnya atau orang yang mendapat hak
dari padanya, tetapi tidak berlaku terhadap orang-orang pihak ketiga”. Misalnya,
dalam contoh di atas perjanjian yang menyatakan bahwa sebetulnya tanah tersebut
milik si C (orang asing), dan perjanjian ini hanya berlaku antara si C dan si B,
maka pihak ketiga bank tidak terikat dengan perjanjian yang dibuat antara si A
dan si C, dalam hal ini bank tetap dianggap sebagai pemegang jaminan yang sah,
dan keberatan si C tidak mempunyai kekuatan hukum.92
2.2.3 Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat sahnya suatu perjanjian adalah harus memenuhi seluruh ketentuan
syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Jika salah satu syarat tidak
dipenuhi maka perjanjian itu tidak sah.Hal ini dikarenakan syarat sahnya
perjanjian berlaku secara kumulatif, dan bukan limitatif. Seluruh ketentuan yang
diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya suatu perjanjian,
yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2. Kecakapan untuk membuat perjanjian;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal
Menurut Mariam Badrulzaman ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata ayat
(1) adalah memberi petunjuk bahwa perjanjian dipengaruhi oleh asas
konsensualisme. Kemudian Pasal 1320 ayat (2) KUHPerdata mencerminkan
92Op.Cit.
66
bahwa setiap orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya, artinya
orang yang tidak cakap menurut hukum tidak mempunyai kebebasan untuk
membuat perjanjian. Selanjutnya dalam Pasal 1320 ayat (4) jo. Pasal 1337
KUHPerdata yang dengan jelas menyebutkan bahwa para pihak tidak bebas untuk
mengadakan perjanjian yang menyangkut klausa yang dilarang oleh undang-
undang atau bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Konsekuensi
hukum bila perjanjian dibuat bertentangan dengan kausa tersebut adalah dapat
menjadi penyebab perjanjian bersangkutan tidak sah..93
Perjanjian timbul karena adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan kedua belah pihak tersebut telah memenuhi pada syarat sahnya
perjanjian sebagaimana dimaksud pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:94
a. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian
(consensus). Persetujuan kehendak adalah kesepakatan, seia sekata antara
pihak-pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat itu. Persetujuan
kehendak itu bersifat bebas, artinya betul-betul atas kemauan sukarela
pihak-pihak, tidak ada paksaan sama sekali dari pihak manapun. Sebelum
ada persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan.
b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity).
Menurut ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata dikatakan tidak cakap
membuat perjanjian ialah orang yang belum dewasa, di bawah
pengampuan dan wanita bersuami. Tapi sebagai perkembangannya wanita
93 Mariam Badrulzaman, 1994, Asas Kebebasan Berkontrak danKaitannya Dengan Perjanjian Baku (Standar), Alumni, Bandung, hal. 43.
94 A. Qiram Syamsuddin Meliala, 2001, Hukum Perjanjian, Liberty,Bandung, hal. 56-58.
67
yang telah bersuami sudah dianggap cakap dalam melakukan perbuatan
hukum.
c. Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter). Suatu hal tertentu
merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang perlu dipenuhi
dalam suatu perjanjian, merupakan pokok perjanjian. Prestasi itu harus
tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang
diperjanjikan juga harus jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak
disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan.
Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan,
gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak,
jika timbul perselisihan dalam melaksanakan perjanjian. Jika prestasi itu
kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap
tidak ada objek perjanjian. Akibat tidak dipenuhi syarat ini, maka
perjanjian batal demi hukum (voidnietig).
Ada suatu sebab yang halal (legal cause), artinya, merupakan
sebab dalam arti perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang
akan dicapai oleh pihak-pihak. Undang-undang tidak memperdulikan apa
yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, yang diperhatikan atau
diawasi oleh undang-undang ialah isi dari perjanjian itu, yang
menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah dilarang oleh undang-
undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan
kesusilaan atau tidak.
68
2.3 Tentang Kebatalan
2.3.1 Pengertian Kebatalan95
Dalam KUHPerdata ada banyak peristilahan menyangkut kebatalan
misalnya :
- Pasal 412 KUHPerdata memakai kata “batal dan tak berdaya”.
- Pasal 879 KUHPerdata memakai kata “batal dan tak berhargalah”.
- Pasal 1335 KUHPerdata memakai kata “tidak mempunyai kekuatan”.
- Pasal 1446 KUHPerdata memakai kata “batal demi hukum dan harus
dinyatakan batal”.
- Pasal 1450 KUHPerdata memakai kata “pembatalan”.
- Pasal 1553 KUHPerdata memakai kata “gugur demi hukum”.
- Pasal 1334, 1554 KUHPerdata memakai kata “tidak diperkenankan”.
- Pasal 1154 memakai kata “tidak diperkenankan” dan “batal”.
Namun demikian, istilah apapun yang dipakai oleh undang-undang
kesemuanya mengandung arti batal (nietig). Kebatalan dapat dibagi dua, yaitu :
1. Melanggar syarat-syarat subjektif sahnya perjanjian (syarat yang ditentukan
dalam Pasal 1320 ayat (1) dan (2) KUHPerdata), mengakibatkan perjanjian
dapat dibatalkan (vernietigbaarheid).
2. Melanggar syarat-syarat objektif sahnya perjanjian (syarat yang ditentukan
dalam Pasal 1320 ayat (3) dan (4) KUHPerdata), mengakibatkan perjanjian
batal demi hukum (nietigbaarheid).
95I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Op.Cit, hal. 61.
69
Untuk perjanjian yang dapat dibatalkan, amar putusan hakim akan
berbunyi “membatalkan” sifatnya constitutip (membuat hukum). Sedangkan untuk
perjanjian batal demi hukum, amar putusan hakim akan berbunyi : “menyatakan
batal” sifatnya deklaratoir (menunjuk kepada hukum).
2.3.2 Dapat dibatalkan (Vernietigbaarheid)
Perjanjian dapat dibatalkan apabila melanggar syarat subjektif sahnya
perjanjian, yaitu :
1. Melanggar ketentuan Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata (sepakat mereka yang
mengikatkan diri). Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata menyatakan perjanjian
adalah sah apabila di antara para pihak sepakat mengikatkan diri. Tiada
sepakat yang sah (cacat kehendak/wilsgbrek) apabila diberikan karena
kekilapan, paksaan dan penipuan (Pasal 1321 KUHPerdata). Perikatan-
perikatan yang dibuat dengan kekilapan, paksaan dan penipuan menerbitkan
suatu tuntutan untuk membatalkan (Pasal 1449 KUHPerdata).
Dasar Hukumnya :96
a. Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata menentukan Perjanjian sah apabila
sepakat mereka yang mengikatkan diri.
b. Pasal 1321 KUHPerdata menentukan Tiada sepakat yang sah apabila
diberikan karena kekilapan (dwaling), paksaan (dwang) dan penipuan
(bedrog).
96Op.Cit, hal. 63.
70
c. Pasal 1449 KUHPerdata menentukan : Perikatan-perikatan yang dibuat
dengan kekhilapan, paksaan dan penipuan menerbitkan suatu tuntutan
untuk membatalkan.
d. Pasal 1322 KUHPerdata menentukan Perjanjian batal kalau terjadi
kekhilapan mengenai hakihat barang yang menjadi pokok perjanjian.
2. Melanggar syarat subjektif sahnya perjanjian, yaitu melanggar Pasal 1320
ayat (2) KUHPerdata (kecakapan membuat perjanjian). Melanggar Pasal 1320
ayat (2) KUHPerdata (cakap bertindak menurut hukum). Pasal 1320 ayat (2)
KUHPerdata menentukan bahwa perjanjian adalah sah apabila para pihak
cakap dalam membuaut suatu perjanjian. Orang yang belum dewasa adalah
tidak cakap bertindak menurut hukum. Dasar Hukumnya adalah sebagai
berikut :97
a. Pasal 330 jo. Pasal 1330 KUHPerdata menentukan bahwa orang yang
belum dewasa, yaitu apabila belum berumur 21 tahun dan tidak terlebih
dahulu kawin (Pasal 330 KUHPerdata) adalah tidak cakap bertindak
menurut hukum (Pasal 1330 KUHPerdata)
b. Pasal 897 KUHPerdata menentukan bahwa orang yang belum berumur
18 tahun, adalah tidak cakap membuat wasiat.
c. Pasal 6a Pedoman Pengisian Akta Jual Beli Badan Pertanahan Nasional
menentukan bahwa belum dewasa/tidak cakap melakukan perbuatan
pengisian akta jual beli, apabila belum berumur 21 tahun.
97Op.Cit, hal. 64.
71
d. Pasal 7 UU nomor 1 Tahun 1974 menentukan bahwa belum dewasa/tidak
cakap untuk kawin apabila belum berumur 19 tahun bagi pria dan belum
berumur 16 tahun bagi wanita
e. Pasal 433 jo.Pasal 1330 KUPerdata, menentukan bahwa orang yang berada
di bawah pengampuan adalah orang dewasa yang selalu ada dalam
keadaan dungu, sakit otak, mata gelap, boros (Pasal 433 KUHPerdata)
adalah tidak cakap membuat perjanjian (Pasal 1330 KUHPerdata)
f. Pasal 1446 KUHPerdata menentukan bahwa semua perikatan yang dibuat
oleh orang yang belum dewasa dan orang yang berada di bawah
pengampuan harus dinyatakan batal.
2.3.3 Batal demi hukum (Neitigbaarheid)
Perjanjian batal demi hukum apabila perjanjian itu melanggar syarat-
syarat obyektif sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1. Melanggar ketentuan Pasal 1320 ayat (3) KUHPerdata (suatu hal tertentu).
Suatu hal tertentu yang dimaksudkan adalah bahwa obyek perjanjian
tersebut haruslah tertentu, dapat ditentukan yaitu suatu barang yang dapat
diperdagangkan, dan dapat ditentukan jenisnya jelas, tidak kabur.
Dasar hukumnya :98
- Pasal 1332 KUHPerdata berbunyi “hanya barang-barang yang dpaat
diperdagangkan saja dapat menjadi pokok perjanjian”.
Dengan demikian, perjanjian perdagangan orang, perjanjian yang
menjadikan orang sebagai objek adalah batal demi hukum.
98Op.Cit, hal. 67.
72
- Pasal 1333 KUHPerdata berbunyi “suatu perjanjian harus mempunyai
sebagai pokok suatu barang yang palinh sedikit ditentukan jenisnya”.
Dengan demikian, perjanjian yang tidak menentukan jumlah barang, atau
kalau barang tidak bergerak (tanah), tidak menentukan lokasinya, luasnya,
batas-batasnya, adalah batal demi hukum.
2. Melanggar ketentuan Pasal 1320 ayat (4) KUHPerdata (suatu sebab yang
halal).
Suatu sebab yang halal apabila perjanjian itu dibuat berdasarkan kepada
sebab yang sah dan dibenarkan oleh undang-undang, dan tidak melanggar
ketentuan tentang isi dari perjanjian, misalnya :
- Dilarang mencantumkan dalam suatu perjanjian suatu syarat yang tidak
mungkin dilaksanakan (Pasal 1254 KUHPerdata)
- Dilarang membuat perjanjian tanpa sebab, sebab yang palsu, melanggar
Undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan
ketertiban umum (Pasal 1335 jo. Pasal 1337 KUHPerdata)
Pasal 1254 KUHPerdata berbunyi “semua syarat yang bertujuan untuk
melaksanakan suatu yang tidak mungkin terlaksana, bertentangan dengan
kesusilaan baik, atau sesuatu yang dilarang oleh undang-undang adalah batal,
bahwa perjanjian yang digantungkan padanya tak berdaya”. Pasal ini menekankan
kepada “syarat yang tidak mungkin dilaksanakan”, sedangkan sebab bertentangan
dengan kesusilaan, bertentangan dengan undang-undang dan bertentangan dengan
ketertiban umum sudah diatur dalam Pasal 1335 KUHPerdata yang digolongkan
sebagai sebab terlarang sebagaimana dijelaskan oleh Pasal 1337 KUHPerdata
73
berbunyi “suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-
undang atau sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban
umum”. Contohnya adalah sebagai berikut :
- Pasal 1335 KUHPerdata tentang perjanjian dibuat karena sebab yang
palsu, misalnya si A berjanji untuk membayar utang kepada si B, padahal
ia tidak pernah meminjam uang kepada si B, melainkan ia meminjam
uang kepada si C. Perjanjian Simulasi (Pasal 1837 KUHPerdata) dalam
praktik pengadilan lazim digolongkan kepada perjanjian yang dibuat
karena sebab yang palsu.99
- Pasal 1335 jo. Pasal 1337 KUHPerdata, suatu perjanjian melanggar
undang-undang, misalnya A membeli tanah Hak Milik dari si B namun si
A kemudian membuat perjanjian yang isinya pengakuan bahwa tanah itu
sebetulnya milik si C (orang asing) yang menurut hukum tidak memenuhi
syarat sebagai pemegang Hak Milik. Jadi, B dalam perjanjian sebelumnya
memberi kesan kepada pihak ketiga seakan-akan tanah itu miliknya,
kemudian secara diam-diam ia mengingkarinya dengan membuat
perjanjian yang berisi pernyataan dengan si C (orang asing) bahwa
sebetulnya tanah itu milik si C (orang asing).100
- Pasal 1335 jo.Pasal 1337 KUHPerdata, suatu perjanjian melanggar
kesusilaan yang baik. Suatu perjanjian melanggar kesusilaan yang baik,
apabila perjanjian itu bertentangan dengan penghargaan terhadap martabat
manusia misal : Perjanjian yang menjadikan orang sebagai objek, seperti
99Op.Cit, hal. 69.100Op.Cit, hal. 42.
74
perjanjian pembagian anak di antara suami istri, perjanjian jual beli anak,
perjanjian perdagangan perempuan, perjanjian jual beli organ tubuh.
- Pasal 1335 jo. Pasal 1337 KUHPerdata, suatu perjanjian melanggar
ketertiban umum. Suatu perjanjian melanggar ketertiban umum adalah
perjanjian yang bertentangan dengan asas-asas pokok fundamental dari
tatanan masyarakat yang tertib.
Recommended