View
42
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
cleft plate adalah suatu bentuk malformasi kongenital.
Citation preview
CLEFT PALATE
PENDAHULUAN
Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan, antara lain
processus frontonasalis, processus nasalis medialis dan lateralis, processus maxillaris,
dan processus mandibularis. Kegagalan penyatuan processus maxilla dan processus
nasalis medial akan menimbulkan celah pada bibir (labioschisis) yang terjadi
unilateral atau bilateral. Bila processus nasalis medialis, bagian yang membentuk dua
segmen antara maxsilla, gagal menyatu maka terjadi celah pada atap mulut/langitan
yang disebut palatoschisis.1
Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah
dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal
selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak
menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga
hidung dan mulut. Oleh karena itu pada palatoschisis, anak biasanya pada waktu
minum sering tersedak dan suaranya sengau. Cleft palate dapat terjadi pada bagian
apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari langitan mulut yaitu hard palate
atau bagian belakang dari langitan mulut yang lunak yaitu soft palate.2,3
Cleft palate sendiri mempunyai banyak sekali implikasi fungsional dan
estetika bagi pasien dalam interaksi sosial mereka terutama kemampuan mereka
untuk berkomunikasi secara efektif dan penampilan wajah mereka. Koreksi sebaiknya
sebelum anak mulai bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan bicara.
1
Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama dalam cara memberikan minum
agar gizi anak memadai saat anak akan menjalani bedah rekonstruksi.1
EMBRIOLOGI
Jaringan-jaringan wajah, termasuk didalamnya bibir dan palatum berasal dari
migrasi, penetrasi, dan penyatuan mesenkimal dal sel-sel cranioneural kepala. Ketiga
penonjolan utama pada wajah (hidung, bibir, palatum) secara embriologi berasal dari
penyatuan processus fasialis bilateral.4
Embriogenesis palatum dapat dibagi dalam dua fase terpisah yaitu
pembentukan palatum primer yang akan diikuti dengan pembentukan palatum
sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai kira-kira pada hari ke-35 kehamilan atau
minggu ke-4 kehamilan yang ditandai dengan pembentukan processus fasialis.
Penyatuan processus nasalis medialis dengan processus maxillaris, dilanjutkan
dengan penyatuan processus nasalis lateralis dengan processus nasalis medialis,
menyempurnakan pembentukan palatum primer. Kegagalan atau kerusakan yang
terjadi pada proses penyatuan processus ini menyebabkan terbentuknya celah pada
palatum primer.3
Pembentukan palatum sekunder dimulai setelah palatum primer terbentuk
sempurna, kira-kira minggu ke-9 kehamilan. Palatum sekunder terbentuk dari sisi
bilateral yang berkembang dari bagian medial dari processus maxillaris. Kemudian
kedua sisi ini akan bertemu di midline dengan terangkatnya sisi ini. Ketika sisi
2
tersebut berkembang kearah superior, proses penyatuan dimulai. Kegagalan
penyatuan ini akan menyebabkan terbentuknya celah pada palatum sekunder.3
Gambar 1. Embriologi (dari kepustakaan 13)
Gambar 2. Palatum Normal (dari kepustakaan 11)
3
ANATOMI
Palatum terdiri atas palatum durum dan palatum molle (velum) yang bersama-
sama membentuk atap rongga mulut dan lantai rongga hidung. Processus palatine os
max illa dan lamina horizontal dari os palatine membentuk palatum durum. Palatum
molle merupakan suatu jaringan fibromuskular yang dibentuk oleh beberapa otot
yang melekat pada bagian posterior palatum durum. Terdapat 6 otot yang melekat
pada palatum durum yaitu m.levator veli palatini, m.constriktor pharyngeus superior,
m.uvula, m.palatopharyngeus, m.palatoglosus dan m.tensor veli palatini.3
Ketiga otot yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap fungsi
velopharyngeal adalah m.uvula, m.levator veli palatini, dan m.constriktor pharyngeus
superior. M.uvula berperan dalam mengangkat bagian terbesar velum selama
konstraksi otot ini. M.levator veli palatini mendorong velum kearah superior dan
posterior untuk melekatkan velum kedinding faring posterior. Pergerakan dinding
faring ke medial, dilakukan oleh m.constriktor pharyngeus superior yang membentu
velum kearah dinding posterior faring untuk membentuk sfingter yang kuat.
M.palatopharyngeus berfungsi menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah
medial. M.palatoglosus terutama sebagai depressor palatum yang berperan dalm
pembentukan venom nasal dengan membiarkan aliran udara yang terkontrol melalui
rongga hidung. Otot yang terakhir adalah m.tensor veli palatini. Otot ini tidak
berperan dalam pergerakan palatum. Fungsi utama otot ini menyerupai fungsi
m.tensor timpani yaitu menjamin ventilasi dan drainase dari tuba auditiva.3
4
Gambar 3 anatomi palatum (dari kepustakaan 11)
5
Suplai darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang masuk melalui
foramen palatine mayor. Sedangkan aa.palatina minor dan m.palatina minor lewat
melalui foramen palatina minor. Innervasi palatum berasal dari n.trigeminus cabang
maxilla yang membentuk pleksus yang menginnervasi otot-otot palatum. Selain itu,
palatum juga mendapat innervasi dari nervus cranial VII dan IX yang berjalan
disebelah posterior dari pleksus.3
INSIDEN
Insiden palatoschisis sekitar 1 dalam 1000 kelahiran, dimana lebih sering
dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan. Peningkatan resiko palatoschisis
bertambah seirirng dengan meningkatnya usia maternal dan adanya riwayat keluarga
yang menderita penyakit bawaan yang sama. Faktor etnik juga mempengaruhi angka
kejadian palatoschisis. Palatoschisis paling sering ditemukan pada ras Asia
dibandingkan dengan ras Afrika. Insiden palatoschisis pada ras Asia sekitar 2,1/1000,
1/1000 pada ras kulit putih, dan 0,41/1000 pada ras kulit hitam. Palatoschisis yang
tanpa labioschisis memiliki rasio yang relatif konstan yaitu 0,45-0,5/1000 kelahiran.
Tipe yang paling sering adalah uvula bifida dengan insiden sekitar 2% dari populasi.
Setelah itu diikuti oleh palatoschisis komplit unilateral kiri.3,5,6
ETIOLOGI
Pada tahun 1963, Falconer mengemukakan suatu teori bahwa etiologi
palatoschisis bersifat multifaktorial dimana pembentukan celah pada palatum
6
berhubungan dengan faktor herediter dan faktor lingkungan yang terlibat dalam
pertumbuhan dan perkembangan processus.4
1. Faktor herediter
Sekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga yang
menderita penyakit yang sama. Orang tua dengan palatoschisis mempunyai resiko
lebih tinggi untuk memiliki anak dengan palatoschisis. Jika hanya salah satu
orang tua menderita palatoschisis, maka kemungkinan anaknya menderita
palatoschisis adalah sekitar 4%. Jika kedua orangtuanya tidak menderita
palatoschisis, tetapi memiliki anak tunggal dengan palatoschisis maka resiko
generasi berikutnya menderita penyakit yang sama juga sekitar 4%.
2. Faktor lingkungan
Obat-obatan yang dikonsumsi selama masa kehamilan, seperti fenitoin, retinoid
(golongan vitamin A), dan steroid beresiko menimbulkan palatoschisis pada bayi.
Infeksi selama kehamilan trimester pertama seperti infeksi rubella dan
citomegalovirus, dihubungkan dengan terbentuknya celah. Alkohol, keadaan yang
menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti defisiensi asam
folat) dapat menyebabkan palatoschisis.3,4,7
PATOFISIOLOGI
Pasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah,
inkompetensi velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan
fungsi tuba eustachi. Kesemuanya memberikan gejala patologis mencakup kesulitan
7
dalam intake makanan dan nutrisi, infeksi telinga tengah yang rekuren, ketulian,
perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan pada pertumbuhan wajah.
Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung menyebabkan berkurangnya
kemampuan untuk mengisap dan menelan pada bayi.3
Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak
sempurnanya pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang rekuren telah
dihubungkan dengan timbulnya ketulian yang memperburuk cara bicara pada pasien
dengan palatoschisis. Mekanisme velopharyngeal yang utuh penting dalam
menghasilkan suara non nasal dan sebagai modulator aliran udara dalam
pembentukan fonem lainnya yang membutuhkan nasal coupling. Manipulasi anatomi
yang kompleks dan sulit dari mekanisme ini, jika tidak sukses dilakukan pada awal
perkembangan bicara, dapat menyebabkan berkurangnya pengucapan normal yang
dapat dicapai.3
KLASIFIKASI
Palatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioscchisis atau
disertai dengan labioschisis. Palatoschisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh
sebagai celah hanya pada palatum molle atau celah pada keseluruhan palatum. Celah
pada palatum molle saja terbagi atas celah pada keseluruhan palatum molle, sebagian
palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa. Celah pada keseluruhan
palatum terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup palatum durum dan
8
palatum molle, dimulai dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal).
Palatoschisis juga dapat bersifat unilateral atau bilateral.2,8
Gambar 4. Normal roof of mouth (dari kepustakaan 12)
Gambar 4a. Cleft of back of soft palate12 4b. Complete cleft of soft palate12
9
4c. Cleft of soft and hard palate12 4d. Conplete cleft of lip and palate12
PENATALAKSANAAN
1. Terapi Non-bedah
Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi
medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni
permasalahan intake makanan, obstruksi jalan napas, dan otitis media
membutuhkan penanganan medis terlebih dulu sebelum diperbaiki.3
2. Terapi Bedah
Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah suatu keadaan emergensi,
dilakukan pada usia antara 6-12 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil
fungsi bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi
sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai
bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik. Waktu
pembedahan yang tepat dikenal sebagai rule of ten;9
10
Berat badan ≥ 10 pon (4,5 kg)
Kadar hemoglobin ≥ 10 gr/dl
Umur ≥ 10 minggu
Leukosit < 10.000 mg/dl
Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki
celah palatum, yaitu:3
1. Teknik von Langenbeck
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan
teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini
menggunakan flap bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum
molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap ini disebelah anterior
dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah palatum.
Gambar 5. Teknik von Langenbeck
2. Teknik V-Y push-back
11
Teknik V-Y push-back mencakup dua plap unipedikel dengan satu atau dua
flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior
dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke
belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang
diperbaiki.
Gambar 6. Teknik V-Y push-back (dari kepustakaan 13)
3. Teknik double oppsing Z-plasty
Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle
dan membuat suatu fungsi dari m.levator.
12
Gambar 7. double oppsing Z-plasty
4. Teknik Velar Closure
Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek, dimana palatum molle ditutup
(pada umur 6-8 bulan) dan palatum durum dibiarkan terbuka dan kemudian
akan ditutup pada umur 12-15 tahun.
Gambar 8. Velar Closure
13
5. Teknik palatoplasty two-flap
Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup
pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai
keseluruh bagian celah alveolar. Falp ini kemudian diputar dan dimajukan ke
medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.
Gambar 9. Palatoplasty two flap
Speech terapi diperlukan setelah operasi palatoplasty melatih bicara benar dan
meminimalkan timbulnya suara sengau. Bila setelah palatoplasty dan speech terapi
masih didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil
suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 5-6 tahun. Pada usia anak 8-9
tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan
14
alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastik melakukan operasi
bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.13
Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita
diperbolehkan minum dan makanan cair sampai 3 minggu dan selanjutnya dianjurkan
makan makanan biasa. Jaga higiene oral bila anak sudah mengerti. Bagi anak yang
masih kecil biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air
putih. Berikan antibiotik selama 3 hari.13
KOMPLIKASI
Anak dengan palatoskisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli,
gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan
gangguan psikososial.10
PROGNOSIS
Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan
berbicara sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah. Tetapi jika
anak berbicara lambat atau hati-hati maka akan terdengar seperti anak normal.8
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Hafid H, Syukur A, Achmad IA, Ridad AG, Ahmadsyah I, Airiza AS, et al. Kepala dan Leher: Kelainan Bawaan. In: Sjamsuhidajat R dan Jong WS, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd edition. Jakarta: EGC; 2003.p.334-6.
2. Vander Kolk CA. Cleft Palate In: Wilkins EG, Vanderkam VM, editors. Plastic Surgery Indication, Operation, and Outcomes. Volume 2. Philadelphia; Mosby; 2000.p.799-806.
3. Margulis, Alexander. Craniofacial, Cleft Palate Repair. Available at: http://www.emedicine.com. Accessed on August, 2006
4. Witt P. Craniofacial, Cleft Palate. Available at: http://www.emedicine.com. Accessed on August, 2006.
5. Argenta LC. Applied Embryology of The Head and Neck. Basic Science for Surgeons A Review. Philadelphia: Saunders; 2004.p.180-4.
6. Behrman RE, Kliegman RM & Jenson HB. Cleft Lip and Palate. Textbook of Pediatrics. 17th edition. Philadelphia: Saunders; 2004.p.1207-8.
7. Schawrtz SI. Plastic and Reconstructive Surgery. In: Shires GT, Spencer FC, Dali JM, Fischer JE & Galloway AC, editors. Principles of Surgery. 7th edition. New York: Mc-Graw Hill; 1999.p.2106-9.
8. Osborn LM. Chronic Medical Care: Disorders of The Head and Neck. In: De Witt TG, First LR & Zenel JA, editors. Pediatrics. Philadelphia: Mosby; 2000.p.972-4.
9. Way LW. Plastic & Reconstructive Surgery. In: Doherty GM, editors. Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11th edition. Boston: Mc-Graw Hill; 2003.p.1257-1258.
10. Nemours Foundation. Cleft Lip and Palate. Available at: http://www.kidshealthforparents.com. Accessed on May, 2006.
11. Young G, M.D. Cleft Lip and Palate. Available at: http://www.cleftie.com. Accessed on August 2006.
12. Texas Pediatric Surgical Assosiation. Cleft Lip and Palate. Available at: http://www.tpsa.com. Accessed on August 2006.
16
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN REFERATUNIVERSITAS HASANUDDIN AGUSTUS 2006
CLEFT PALATE
OLEH:FATIMAH Z ALBAAR
110 200 067
PEMBIMBING
Dr. ZAINAL ABIDIN
SUPERVISOR
Dr. FONNY JOSH, SpBP
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
17
2006
18
Recommended