View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ... i
PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ................................................... ii
PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ....................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA PENGUJI .............................................................. iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
ABSTRAK ......................................................................................................... xii
ABSTRACT ........................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 9
1.3 Ruang Lingkup Masalah ...................................................... 9
1.4 Orisinalitas Penelitian .......................................................... 9
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................. 11
a. Tujuan Umum ................................................................ 11
b. Tujuan Khusus ............................................................... 11
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................... 11
a. Manfaat Teoritis ............................................................. 11
b. Manfaat Praktis .............................................................. 12
1.7 Landasan Teoritis ................................................................. 12
1.8 Metode Penelitian ................................................................ 18
a. Jenis Penelitian .............................................................. 19
b. Jenis Pendekatan ............................................................ 19
c. Sumber Bahan Hukum ................................................... 21
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ............................. 21
e. Teknik Analisis Bahan Hukum ...................................... 22
BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI
BALI
2.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Perkreditan Desa ..... 23
2.2 Hubungan Desa Pakraman dengan Lembaga Perkreditan
Desa ..................................................................................... 29
2.3 Dasar Hukum Lembaga Perkreditan Desa .......................... 33
2.4 Fungsi dan Tujuan Lembaga Perkreditan Desa .................. 36
2.5 Syarat dan Tata Cara pendirian Lembaga Perkreditan
Desa. .................................................................................... 37
BAB III KEDUDUKAN DAN PENGATURAN LEMBAGA
PERKREDITAN DESA
3.1 Wilayah Desa Sebagai Pusat Kegiatan Utama Lembaga
Perkreditan Desa ................................................................. 40
3.2 Kedudukan Lembaga Perkreditan Desa Sebagai Badan
Usaha Milik Desa Pakraman ............................................ 45
3.3 Peranan Lembaga Perkreditan Desa Dalam Menopang
Ekonomi Pedesaan ............................................................... 48
3.4 Pengaturan aktivitas Lembaga Perkreditan Desa sebagai
Badan Usaha Milik Desa Pakraman .................................. 51
BAB IV PENGIKATAN JAMINAN KREDIT YANG DIBUAT
PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA
4.1 Hubungan Hukum Antara Lembaga Perkreditan Desa
Dengan Nasabah ................................................................. 55
4.2 Bentuk Akta Pengikatan Jaminan Dalam Pemberian Kredit
Oleh Lembaga Perkreditan Desa ........................................ 58
4.3 Akibat Hukum Dari Pengikatan Jaminan Yang Dibuat
Lembaga Perkreditan Desa Dalam Perjanjian Kredit ......... 61
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ......................................................................... 66
5.2 Saran ................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68
LAMPIRAN
ABSTRAK
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) merupakan lembaga keuangan milik
Desa Pakraman yang mempunyai karakteristik khusus. Kekhususan ini, terutama
terkait kewajiban LPD terhadap Desa Pakraman yang bersifat fisik/sekala maupun
non-fisik/niskala. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah memberikan
pengecualian terhadap keberadaan LPD dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (Undang-Undang
LKM). Kedudukan LPD diakui keberadaannya berdasarkan hukum adat. LPD
hanya terdapat di Bali, untuk itu LPD hanya tunduk pada hukum adat yang di
Bali. Pengecualian ini menimbulkan kekosongan hukum mengingat selama ini
status dan kedudukan LPD hanya diatur dalam Perda Provinsi Bali Nomor 4
Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perda Provinsi Bali Nomor 8 Tahun
2002 tentang LPD. Belum ada tindak lanjut revisi Peraturan Daerah tersebut agar
pengaturan dan tata kelola LPD disesuaikan dengan hukum adat. Majelis Desa
Pakraman Bali telah melaksanakan Paruman Agung Tanggal 8 Agustus 2014 yang
menghasilkan Keputusan Paruman Agung III MDP Bali No. 007/SK-PA III/MDP
Bali/VIII/2014 tentang Pararem LPD Bali, sebagai upaya untuk mengamankan
keberadaan LPD agar sesuai dengan amanat Undang-Undang LKM. Karena
belum adanya pengaturan lebih lanjut mengenai LPD termasuk dalam melakukan
pengikatan jaminan dalam transaksi kredit.
Berdasarkan kondisi tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: (1) Bagaimanakah kedudukan dan pengaturan LPD terkait sebagai badan
usaha milik Desa. (2) Bagaimanakah akibat hukum dari pengikatan jaminan yang
dibuat LPD dalam perjanjian kredit.
Hasil pembahasan menunjukkan bahwa : (1) Kedudukan dan pengaturan
LPD sebagai badan usaha milik Desa tunduk pada hukum adat, karena LPD
sebagai lembaga keuangan komunitas milik Desa Pakraman yang bersifat khusus
dan berbeda dengan, lembaga keuangan pada umumnya, LPD telah dikecualikan
dari Undang – Undang Lembaga Keuangan Mikro. Peraturan Daerah yang selama
ini mengatur LPD dan tata kelola LPD agar disesuaikan dengan hukum adat.
Keberadaan Peraturan Daerah sesungguhnya adalah dalam kaitan pengembanan
fungsi pengakuan, pengayoman dan perlindungan negara terhadap LPD, bukan
dalam pengertian intervensi pengaturan oleh negara. (2) Akibat hukum dari
pengikatan jaminan yang dibuat LPD dalam perjanjian kredit, karena LPD bukan
merupakan badan usaha yang berbadan hukum dan LPD hanyalah badan usaha
milik Desa Pakraman yang hanya tunduk pada awig – awig dan pararem Desa
Pakraman maka perjanjian pengikatan kreditnya dapat dikatakan tidak memenuhi
unsur syarat sahnya perjanjian maka perjanjian tersebut dikatakan tidak sah atau
batal demi hukum.
Kata Kunci : Kedudukan Hukum, Pengikatan Jaminan, Lembaga
Perkreditan Desa
ABSTRACT
Village Credit Institutions (LPD) is a financial institution wholly owned
Pakraman that have special characteristics. This specificity, mainly related to
liabilities LPD Pakraman physical /scale as well as non-physical /abstract.This
has led the government to make exceptions to the presence of LPD in Article 39
paragraph (3) of Law No. 1 Year 2013 on Micro Finance Institutions (MFI Act).
Position LPD recognized by customary law. LPD found only in Bali, to the LPD
only subject to the customary law in Bali. These exceptions lead to a legal vacuum
for considering this status and position LPD only regulated in Bali Provincial
Regulation No. 4 of 2012 on the Second Amendment Bali Provincial Regulation
No. 8 of 2002 concerning LPD. There has been no follow-up revision of the
regional regulation and governance arrangements that LPD adapted to
customary law. Assembly Pakraman Bali has implemented Paruman Court Date
August 8, 2014 which resulted in Paruman Supreme Decree No. III MDP Bali 007
/ SK-PA III / MDP Bali / VIII / 2014 on Pararem LPD Bali, in an effort to secure
the existence of LPD to comply with the mandate of the Act MFI. Due to the
absence of further guidance on the LPD including in making binding guarantees
in credit transactions. Under these conditions, the problem in this research are:
(1) What is the status and settings associated LPD as a business entity belonging
to the village. (2) How is the legal effect of binding guarantees are made LPD in
the credit agreement. Discussion of the results showed that: (1) The position and
setting LPD as a business entity belonging to the village is subject to customary
law, because LPD as the financial institutions community-owned Pakraman which
is special and different from, financial institutions in general, LPD has been
excluded from the Act – Act Microfinance institutions. Regional regulations that
have been set up LPD and LPD governance to be adjusted with customary law.
Local Regulation actual existence is due pengembanan recognition function,
shelter and protection of the country against LPD, not in the sense of setting
intervention by the state. (2) The legal consequences of binding guarantees are
made LPD in the credit agreement, because LPD is not a business entity with
legal status and LPD only owned Pakraman subject only to the awig – awig and
pararem Pakraman then binding agreement credit can be said to be fulfill the
requirements element of the validity of the agreement then the agreement is said
to be invalid or void.
Keywords: Legal Status, binding Security, Village Credit Institutions
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemerintah Daerah Provinsi Bali yang mengandalkan pariwisata budaya
sebagai faktor utama ketertarikan wisata mancanegara datang ke Bali, telah
menjadi nafas bagi kehidupan perekonomian masyarakat Bali. Kebudayaan
menjadi tonggak utama karena memiliki keberagaman jenis sehingga para
wisatawan tidak pernah merasa bosan untuk menyaksikannya. Kebudayaan
tersebut tidak saja terbatas pada sistem ritual dan keagamaan, namun juga
mencangkup seluruh sendi kehidupan masyarakat Bali seperti: sistem tata ruang
dan lingkungan hidup, sistem arsitektur ruang dan bangunan, sistem sosial
kemasyarakatan, sistem irigasi dan pertanian, serta berbagai sub-sistem lainnya
yang membangun satu kesatuan identitas budaya dan merupakan awal mula
pembentuk kesatuan identitas dari sistem-sistem tersebut merupakan sistem sosial
kemasyarakatan masyarakat Bali yang dikenal dengan nama Desa Pakraman.
Desa Pakraman merupakan istilah lain dari desa adat seperti yang tercantum
dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa
Pakraman. Pada Pasal 1 angka (4) menentukan bahwa : Desa Pakraman adalah
kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan
tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun
temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai
wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah
tangganya sendiri. Desa Pakraman di ikat oleh adat istiadat yang tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat desa itu sendiri, hal ini yang dimaksud sebagai satu
kesatuan masyarakat hukum adat. Pengertian masyarakat hukum adat menurut Ter
Haar adalah kelompok masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu,
mempunyai kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa
benda yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana para anggota kesatuan
masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar
menurut kodrat alam dan tidak seorang pun diantara para anggota itu mempunyai
pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu
atau meninggalkan selama-lamanya.1
Ter Haar menyatakan bahwa kesatuan masyarakat hukum adat adalah
kelompok masyarakat yang bersifat tetap dengan mempunyai kekuasaan
sendiri.2 Awig-awig adalah pedoman dasar dari Desa Pakraman dalam
pemerintahannya. Pengertian awig-awig tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka
11 Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 3 Tahun 2001 yaitu awig-awig adalah aturan
yang dibuat oleh krama Desa Pakraman dan atau krama Banjar Pakraman yang
dipakai sebagai pedoman dalam pelaksaan Tri Hita Krama sesuai dengan Desa
Mawacara dan Dharma agama di Desa Pakraman atau Banjar Pakraman masing-
1Husein Alting, 2011, Dinamika Hukum Dalam Pengakuan Dan Perlindunan Hak
Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, h. 31.
2B. Ter Haar, 2001, Asas-Asas dan SusunanHukumAdat, Terjemahan : K. Ng.
SoebaktiPoesponoto, PT. PradnyaParamita, Jakarta, h.7.
masing. Desa Adat dibatasi oleh wilayah tertentu, di mana menurut hukum adat
disebut “Prabhumian Desa” atau “Wewengkon Bale Agung”. Wilayah desa adat
ini sepenuhnya dapat diatur dan diurus oleh perangkat pimpinan desa adat
berdasarkan hak pengurusan wilayah yang lebih dikenal dengan sebutan hak
ulayat desa adat. Harta kekayaan desa adat berupa benda bergerak dan tidak
bergerak, ada yang berwujud material dan immaterial, serta ada yang dapat
dibagi-bagi dan tidak dapat dibagi-bagi. Dalam mengurus harta kekayaan desa
adat lepas dari kekayaan masing-masing krama desa adat.3
Dewasa ini, khususnya Desa Adat di Bali mengemban dua fungsi utama
yaitu fungsi kebudayaan dan fungsi ekonomi. Fungsi kebudayaan adalah fungsi
pemeliharaan dan pengembangan budaya. Sedangkan fungsi ekonomi adalah
fungsi pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan sebagai potensi ekonomi,
serta pengelolaan lembaga-lembaga ekonomi milik desa adat untuk menopang
kebutuhan ekonomi dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi mereka.4 Jadi peranan
Desa Pakraman tidak terbatas hanya pada peran-peran social budaya yaitu dalam
upacara keagamaan, suka-duka, gotong royong, pelaksanaan panca yadnya agama
Hindu dalam bermasyarakat saja tetapi juga berperan dalam bidang ekonomi dan
pelayanan umum yang umumnya berasal dari pemerintah.
Terlaksananya pemerintahan Desa Pakraman akan dapat terselenggara
secara maksimal apabila desa pakraman memiliki kapasitas keuangan yang
3Made Suasthawa Dharmayuda, 2001, Desa Adat: Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di
Provinsi Bali, Upada Sastra, Denpasar, hlm. 19. 4I Nyoman Nurjaya, dkk, 2011, Landasan Teoritik Pengaturan LPD Sebagai Lembaga
Keuangan Komunitas Masyarakat Hukum Adat Di Bali, Udayana University Press, Denpasar, h.
42.
mandiri sehingga segala bentuk penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya akan berjalan dengan baik. Salah satu bentuk kekayaan
Desa Pakraman yang memiliki ciri khas dan mampu mendorong perekonomian
karena mempunyai fungsi selayaknya lembaga keuangan pada umumnya adalah
Lembaga Perkreditan Desa (LPD). LPD di Bali yang saat ini berjumlah 1.433
memiliki total aset sebesar Rp 14,6 triliun atau dua kali lipat dari aset BPR di
Bali.LPD yang memiliki aset diatas Rp 100 milyar hingga tahun 2016 mencapai
29 unit.5 Jumlah aset yang sangat besar ini adalah salah satu indikator betapa
strategisnya LPD sebagai penghimpun dana masyarakat yang harus dilindungi
keberadaannya. Jika LPD dapat terus eksis dan berkembang tentu dampaknya
dalam mendorong perekonomian masyarakat desa pakraman sangatlah luar biasa.
Dari 1.433 LPD di Bali, hanya 10% (sepuluh persen) yang dinyatakan tidak sehat.
Ini menunjukkan bahwa LPD mampu dan eksis bersaing dengan lembaga
keuangan lain yang sejenis.
Pengertian LPD termuat dalam Pasal 1 Angka 11 Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa,
yaitu:Lembaga Perkreditan Desa yang selanjutnya disebut LPD adalah lembaga
keuangan milik Desa Pakraman yang bertempat di wilayah Desa Pakraman.
Dalam sistem pengelolaannya LPD secara teknis hampir sama dengan
lembaga keuangan mikro dan lembaga perbankan konvensional. Salah satu sifat
kekhususan LPD adalah LPD wajib melakukan fungsi intermediasi, yakni
5Anonim, Sorotan Pada LP LPD, Bali Post,16 November 2016, h 1
menghimpun dana (funding) hanya dari masyarakat desa pakraman dan
menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit (lending) hanya kepada masyarakat
desa pakraman. Kewajiban ini tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Daerah Provinsi
Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa,
yaitu:LPD merupakan badan usaha keuangan milik Desa yang melaksanakan
kegiatan usaha dilingkungan Desa dan untuk Krama Desa.
Terbentuknya LPD karena didorong oleh mendesak dan menguatnya
kebutuhan keuangan desa pakraman dalam menyelenggarakan berbagai fungsi
peradaban yang sangat berat dan tidak pernah dipikirkan atau dikerjakan oleh
lembaga keuangan umum atau bank manapun juga. Sifat khas LPD juga
dibedakan oleh instrumen pengelolanya, yaitu dengan menggunakan instrumen
komunikasi dan sosial budaya, seperti awig-awig, pesangkepan, dan terutama
tujuannya yaitu keberadaan LPD, lebih dimaksudkan untuk membangun
kemampuan keuangan masyarakat desa pakraman, dalam rangka menunjang misi
mereka untuk memelihara, menyangga, dan mengembangkan peradaban budaya
Bali. Peradaban budaya Bali yang menjadi landasan LPD menjadikan
karakteristik LPD juga bersifat sosial, komunal, religius (tidak hanya
tanggungjawab secara fisik/sekala namun juga secara nonfisik/niskala). Karena
kekhususan LPD terutama dalam hal hak dan kewajiban seperti yang telah
disebutkan di atas, membuat pemerintah mengecualikan keberadaan LPD dalam
Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro (Undang-Undang LKM). Posisi LPD dan lembaga keuangan
sejenis, misalnya, Lumbung Pitih Nagari di Sumatera Selatan, dianggap tidak
termasuk dalam Lembaga Keuangan Mikro dan dibebaskan dari segala aturan
yang mengikat Lembaga Keuangan Mikro serta dinyatakan diakui keberadaannya
berdasarkan hukum adat. LPD hanya terdapat di Bali, untuk itu LPD hanya
tunduk pada hukum adat yang di Bali, pengaturan tentang LPD ini wajib terdapat
dalam awig-awig pada masing-masing desa pakraman.
Pengecualian ini menimbulkan kekosongan hukum mengingat seperti
yang telah dipaparkan di atas, selama ini status dan kedudukan LPD hanya diatur
dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang
Lembaga Perkreditan Desa. Belum ada tindak lanjut dari pemerintah Provinsi Bali
didalam menyikapi Undang-Undang LKM dengan melakukan revisi Peraturan
Daerah tersebut agar pengaturan dan tata kelola LPD disesuaikan dengan hukum
adat.
LPD dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat desa pakramanjuga
mensyaratkan adanya jaminan yang diikuti dengan pengikatan jaminan demi
keamanan LPD apabila ada peminjam yang melakukan wanprestasi. Oleh sebab
itu, untuk saat ini, karena belum adanya pengaturan lebih lanjut mengenai LPD
termasuk dalam melakukan pengikatan jaminan dalam transaksi kredit,
Notaris/PPAT masih mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan
berdasarkan hukum negara (misalnya untuk pengikatan jaminan berupa benda
tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah
serta untuk pengikatan jaminan berupa benda bergerak tetap mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia). Kondisi ini
disebabkan karena LPD dalam Peraturan Daerah disebut sebagai Badan Usaha
Keuangan Milik Desa yang mengacu kepada pengertian Badan Usaha Milik Desa
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah. Ini juga disebabkan dalam pengaturan dan tata kelola LPD (baik oleh
Peraturan Daerah maupun Peraturan Gubernur) tidak ada ketentuan yang
mengatur mengenai pengikatan jaminan kredit di LPD.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, jika
dilihat dari aspek pemegang haknya, Pasal 9 Undang-Undang Hak Tanggungan
menyebutkan bahwa yang berhak memegang hak tanggungan adalah
perseorangan dan badan usaha. Demikian pula apabila memperhatikan Pasal 1
angka 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang
menyatakan bahwa pemegang hak atau penerima fidusia adalah korporasi maupun
perseorangan. LPD dalam karakteristik dan kekhususannya yang diamanatkan
untuk tunduk pada hukum adat seperti saat ini, dianggap tidak dapat dipersamakan
dengan badan hukum, korporasi, maupun perseorangan seperti yang ada di
Indonesia saat ini.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM yang
mengecualikan keberadaan LPD, maka kedudukan LPD tidak lagi dapat
dipersamakan dengan Bank Pekreditan Rakyat, Koperasi, Lembaga Keuangan
Mikro, maupun lembaga keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang
mengikat Lembaga Keuangan Mikro tidak dapat diterapkan pada LPD. Oleh
karena itu, LPD tunduk pada hukum adat Bali dalam hal ini awig-awigyang ada
pada masing-masing Desa Pakraman, sehingga pemerintah perlu melakukan revisi
untuk melakukan penyesuaian kedudukan hukum LPD agar sesuai dengan amanat
Undang-Undang LKM. Belum adanya tindak lanjut dari pemerintah terkait
amanat kedudukan hukum LPD, baik itu berupa perubahan, penggantian, maupun
pencabutan Peraturan Daerah menyebabkan timbulnya kekosongan hukum dalam
kedudukan hukum LPD maupun dalam pengikatan jaminan kredit di LPD.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 yang berpotensi
menimbulkan polemik terkait keabsahan pengikatan jaminan kredit di LPD ,
karena belum adanya aturan hukum adat maupun
perubahan/penggantian/pencabutan Peraturan Daerah yang menyatakan bahwa
LPD tunduk pada hukum adat. Padahal, pengikatan jaminan dalam transaksi
kredit amatlah penting demi memberikan rasa aman bagi LPD, ketika si peminjam
melakukan wanprestasi karena memiliki kepastian hukum dalam pelaksanaan
lelang jaminan. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis tertarik mengangkat
penelitian ini dengan judul: “KEDUDUKAN HUKUM LEMBAGA
PERKREDITAN DESA (LPD) TERKAIT PENGIKATAN JAMINAN
PERJANJIAN KREDIT”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagaiberikut :
1. Bagaimanakah kedudukan dan pengaturan LPD sebagai badan usaha milik
Desa ?
2. Bagaimanakah akibat hukum dari pengikatan jaminan yang dibuat LPD
dalam perjanjian kredit ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak keluar dari pokok
permasalahan, maka diperlukan adanya batasan-batasan terhadap permasalahan
yang akan dibahas. Adapun permasalahan yang akan dibahas dibatasi pada hal-hal
sebagai berikut.
Pada permasalahan pertama dibahas tentang kedudukan dan pengaturan
LPD sebagai badan usaha milik Desa.
Pada permasalahan kedua, dibahas tentang akibat hukum dari pengikatan
jaminan yang di buat LPD dalam perjanjian kredit.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia
pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu
menunjukkan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan
beberapa judul penelitian skripsi atau tesis terdahulu sebagai pembanding.
Hal ini untuk menunjukkan karya ilmiah/penulisan hukum/skripsi ini
merupakan hasil karya penulis. Sepanjang pengetahuan penulis dan setelah
melakukan penelusuran secara elektronik dan studi dokumen maka dapat
dikemukakan sebagai berikut :
No. Penulis Judul Penelitian Rumusan Masalah
1. A.A NGR
PRANAJAYA
Fakultas Hukum
Universitas
Udayana
Akta Pengikatan
Jaminan Dalam
Pemberian Kredit
Oleh Lembaga
Perkreditan
Desa(Studi Kasus di
Kabupaten Badung)
1. Bagaimanakah bentuk
akta pengikatan
jaminan dalam
pemberian kredit oleh
LPD ?
2. Bagaimanakah upaya
penyelesaian dalam
hal terjadinya kredit
macet di LPD
2. I Gusti Bagus
Arya Negara
Fakultas Hukum
Universitas
Udayana
Persyaratan Jaminan
dan Penyelesaian
Kredit Macet Dalam
Prakteknya Pada
Lembaga Perkreditan
Desa (LPD) Desa
Adat Kuta
1. Apakah jaminan
merupakan syarat
mutlak yang harus ada
dalam pemberian
kredit oleh LPD Desa
Adat Kuta ?
2. Bagaimana bentuk
penyelesaian kredit
macet dalam
prakteknya di LPD
Desa Adat Kuta ?
Dengan memperhatikan tabel diatas maka penelitian tentang
“Kedudukan Hukum Lembaga Perkreditan Desa (LPD) terkait Pengikatan
Jaminan dalam Perjanjian Kredit” belum ada yang meneliti sehingga
orisinalitas dari penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan.
1.5 Tujuan Penelitan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini :
1.5.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan
dan pengaturan LPD sebagai badan usaha milik Desa.
1.5.2 Tujuan Khusus
1. Untuk memahami kedudukan dan pengaturan LPD sebagai badan
usaha milik Desa.
2. Untuk memahami akibat hukum dari pengikatan jaminan yang dibuat
oleh LPD dalam perjanjian kredit.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki 2 (dua) manfaat, yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis :
1.6.1 Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan perkembangan di
bidang ilmu hukum secara umum dan di bidang Lembaga Perkreditan
Desa pada khususnya. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai sumber informasi, landasan atau pedoman untuk
penelitian lebih lanjut dalam hal Lembaga Perkreditan Desa khususnya
dalam pengikatan jaminan.
1.6.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat perkembangan pemikiran
kepada pembaca, serta menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
pengikatan jaminan pada LPD. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
memberi masukan kepada Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam hal penyusunan produk hukum yang
berkaitan dengan Lembaga Perkreditan Desa.
1.7 Landasan Teoritis
Didalam penulisan skripsi ini perlu kiranya diuraikan beberapa konsep
yang menjadi landasan teoritis yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang
akan di bahas. Adanya landasan teoritis sangat diperlukan dalam suatu penulisan
karya ilmiah yang bertujuan untuk membantu peneliti dalam menentukan tujuan
dan arah penelitian, memilih konsep yang tepat dalam kerangka pembahasan
pokok permasalahan yang dikaji.
LPD yang dimiliki oleh Desa Pakraman yang bergerak dalam bidang
simpan pinjam. LPD didirikan berdasarkan pada latar belakang bahwa di Bali
mempunyai sebuah kesatuan masyarakat hukum adat yaitu Desa Pakraman yang
mempunyai fungsi memelihara, memanfaatkan, dan menjaga kekayaan desa untuk
kesejahteraan masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa Desa Pakraman memiliki
hak otonomi di dalam mengatur hubungan antar anggota kelompok masyarakat
dalam mengelola kekayaan Desa Pakraman untuk kepentingan masyarakat, hal ini
jelas tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) UUD RI 1945 yang menyatakan bahwa
“perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.”
Kewenangan yang diberikan kepada Desa Adat atau Desa Pakraman
sebagaimana disebut di Bali, merupakan bentuk pengakuan yang konkret terhadap
eksistensi adat dan budaya Bali. Selama ini pengakuan tersebut hanya tertuang
dalam ketentuan Pasal 18b Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945. Pasal tersebut menentukan bahwa:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
denganperkembangan masyarakat, serta prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diatur undang-undang’’.
Ketentuan Pasal 18 b Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
ini oleh Pemerintah Provinsi Bali ditindaklanjuti dengan pembentukan Peraturan
Daerah Nomor 8 Tahun 2002 Tentang Lembaga Perkreditan Desa. Saat ini
peraturan tersebut telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 Tentang
Lembaga Perkreditan Desa.
LPD ini diharapkan dapat bertahan dan mampu memberikan kontribusi
dalam mensejahterakan masyarakat terutama berkaitan dengan pelestarian Desa
Pakraman. Pada dasarnya LPD berfungsi untuk memberikan kesempatan berusaha
untuk para warga desa setempat dan bertujuan untuk menampung tenaga kerja
yang ada dipedesaan, melancarkan pembayaran dan menghapuskan keberadaan
lintah darat atau sering disebut dengan renternir. Anggota LPD adalah krama Desa
Pakraman secara structural yang terdiri atas berbagai banjar. Secara otomatis
semua krama banjar yang ada di lingkungan desa merupakan penopang
keberadaan LPD itu sendiri.
Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 Tentang Lembaga
Perkreditan Desa Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa: “LPD merupakan badan
usaha keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan usaha di lingkungan desa
dan untuk krama desai.” LPD adalah lembaga keuangan yang bersifat sui generis.
Sui generis berarti khusus, sesuatu yang bersifat sangat khas, hanya ada satu pada
jenisnya atau bersifat sangat berbeda dari yang lainnya dalam lingkungan jenis itu.
LPD sebagai suatu lembaga yang didirikan khusus untuk kepentingan demi
mensejahterakan masyarakat Desa Pakraman, dalam kegiatannya hanya melayani
masyarakat Desa Pakraman saja, LPD tidak melayani masyarakat diluar dari
wilayah Desa Pakraman tempat dimana LPD tersebut beroperasi. Oleh karena itu
LPD dikatakan sebagai lembaga keuangan yang memiliki sifat khusus. LPD
merupakan lembaga keuangan komunitas yang obyek pengaturannya bersifat khas
sehingga memerlukan perlakuan hukum yang bersifat khusus. Bersifat khas
karena LPD berbeda dengan lembaga keuangan lainnya yang bersifat umum, hal
ini dapat dilihat pada sifat keanggotaan LPD yaitu tertutup dan keharusan berbeda
dengan sifat keangotaan lembaga keuangan pada umumnya misalnya Bank atau
Bank Perkreditan Rakyat yang sifat keanggotaannya adalah pilihan bebas
pemegang saham atau koperasi yang sifat keanggotaannya adalah sukarela.
Sebagai lembaga keuangan komunitas LPD dibentuk oleh suatu satuan komunitas,
yang beroperasi dalam suatu wilayah komunitas, melayani transaksi keuangan
dilingkungan komunitas dan juga memenuhi tujuan-tujuan komunitas. Fungsi
utama LPD ialah kegiatan simpan pinjam dalam menyelenggarakan fungsinya
LPD menggunakan sistem manajemen keuangan modern hampir mendekati
manajemen perbankan. LPD sebagai wadah ekonomi desa didalam memberikan
pelayanan pemberian kredit dipertegas dalamPasal 7 ayat (1) Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Lembaga Perkreditan Desa
menyebutkan bahwa lapangan usaha LPD meliputi:
a. Menerima/menghimpun dana dari krama desa dalam bentuk keuangan dan
deposito
b. Memberikan pinjaman hanya kepada krama desa
c. Menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum sebesar
100% dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan, kecuali
batasan lainnya dalam jumlah pinjaman, atau dukungan/bantuan dana.
Lapangan usaha LPD sesuai yang tercantum dalam Peraturan Daerah
tersebut sangat mirip dengan lapangan usaha dari lembaga perbankan, semisal
Bank Perkreditan Rakyat sehingga sebelum dikeluarkan Undang-Undang LKM
status dan kedudukannya dipersamakan dengan BPR. Pun kemudian ketika ada
Peraturan Daerah yang mengatur tentang LPD, LPD justru diberikan kedudukan
yang sama dengan lembaga keuangan milik desa pakraman namun dengan
pengertian yang sama dengan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana mengacu
pada Undang-Undang Pemerintah Daerah. LPD dikategorikan sebagai badan
usaha. Akibatnya, proses transaksi kredit, pengikatan jaminan kredit, hingga
proses lelang ketika terjadi permasalahan kredit mengikuti sistem seperti badan
usaha lain yang bergerak di bidang keuangan.Pada dasarnya, pemberian kredit
oleh LPD diberikan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk
membayar kembali dengan syarat melalui suatu perjanjian kredit diantara LPD
dan krama desa pakraman. Pemberian kredit di LPD mengikuti prosedur kredit
yang berlaku umum seperti perjanjian mengikuti ketentuan syarat sahnya
perjanjian sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerd dengan
beberapa penyesuaian yang menitikberatkan keberadaannya sebagai milik desa
pakraman. Disamping itu, umumnya juga dibuatkan perjanjian pengikatan atau
pembebanan jaminan sebagai perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian
pokoknya (perjanjian kreditnya). Perjanjian kredit yang dibuat oleh LPD kepada
krama desa pakraman yang ingin meminjam uang merupakan salah satu aspek
yang sangat penting dalam pemberian kredit. Perjanjian kredit merupakan ikatan
antara LPD dan krama Desa Pakraman yang isinya menentukan dan mengatur hak
dan kewajiban kedua belah pihak sehubungan dengan pemberian kredit.
Sedangkan perjanjian pengikatan jaminan adalah perjanjian antara LPD dan
krama desa pakraman menyangkut benda milik krama desa pakraman atau pihak
ketiga yang dibebankan atau diikatkan sebagai jaminan utang.
Dalam memberikan kredit kepada krama desa pakraman, seperti halnya
bank, LPD juga menerapkan prinsip The Five “C”. LPD wajib mempunyai
keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta
kesanggupan masyarakat (debitur) bahwa yang bersangkutan akan dapat melunasi
utangnya sesuai dengan perjanjian. Guna memperoleh keyakinan atas kemampuan
dan kesanggupan debitur dalam melunasi utangnya, maka LPD wajib melakukan
penilaian yang seksama terhadap watak (character), kemampuan (capacity),
modal (capital), situasi ekonomi (condition of economic), dan agunan (collateral).
Pada kenyataannya, baik dalam praktek pemberian kredit oleh bank,
maupun LPD, agunan (collateral) selalu menjadi faktor pertimbangan yang paling
menentukan untuk dapat dikabulkannya permohonan kredit dari krama Desa
Pakraman. Kredit yang diberikan kepada LPD harus diamankan, dalam arti harus
dapat dijamin pengembalian atau pelunasannya. Dalam rangka memberikan
keamanan dan kepastian pengembalian kredit dimaksud, LPD perlu meminta
jaminan (agunan) untuk kemudian dibuatkan perjanjian pengikatannya.
Keberadaan LPD sebagai lembaga keuangan milik desa yang bertempat
di desa, menunjukkan bahwa lembaga tersebut dibentuk dan dikelola oleh Desa
Pakraman untuk melaksanakan kegiatan usaha dilingkungan desa dan untuk
kepentingan krama desa. LPD bukan didirikan oleh pemerintah Provinsi Bali atau
perorangan warga desa. Dasar hukum pembentukan LPD adalah awig-awig,
pararem dan Perda LPD.
Secara normatif LPD didirikan oleh Perda LPD. Demikian juga dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro
(selanjutnya disingkat dengan UU LKM), bahwa LPD keberadaannya berdasarkan
hukum adat dan tidak tunduk pada UU LKM hal ini tercantum dalam Pasal 39
ayat (3) UU LKM. LPD juga dikecualikan dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat dengan UU
OJK). Tugas, fungsi, dan wewenang OJK diatur dalam Bab III Pasal 4 sampai
dengan Pasal 9, menjelaskan bahwa OJK mengatur dan mengawasi keseluruhan
tugas di dalam sektor jasa keuangan. Jasa keuangan yang dimaksud meliputi; jasa
keuangan sector perbankan, pasar modal, dan sector peransuransian, dana pensiun,
lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Dengan keberadaan LPD yang tidak diatur dalam Otiritas Jasa Keuangan
(OJK) dan berdasar ketentuan Pasal 39 ayat (3) UU LKM yang mana LPD
keberadaaannya berdasarkan hukum adat, ketika LPD memberikan kredit kepada
warga desa pakraman dengan pengikatan jaminan maka kedudukan LPD hanya
sebagai lembaga keuangan milik desa pakraman yang bukan merupakan badan
hukum dan hanya sebagai badan usaha karna itu kedudukan LPD tidak lagi dapat
disamakan dengan BPR, Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro, maupun lembaga
keuangan lain sehingga peraturan – peraturan yang mengikat lembaga keuangan
mikro tidak dapat diterapkan pada LPD. Akibatnya proses transaksi kredit
khususnya dalam pengikatan jaminan menjadi tidak sah karena tidak memenuhi
syarat sahnya perjanjian.
1.8 Metode Penelitian
Dalam penulisan suatu karya ilmiah tentulah harus menggunakan metode
penulisan agar karya tulis ini memenuhi syarat – syarat dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penelitian hukum adalah segala aktifitas
seseorang untuk menjawab permasalahan hukum yang bersifat akademik dan
praktis, baik yang bersifat azas – azas hukum, norma-norma hukum yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat yang berkenaan dengan kenyataan hukum
dalam masyarakat.6 Untuk penelitian ini digunakan metode yaitu :
a. Jenis Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
ilmiah yang pada dasarnya merupakan metode sistematika dan
pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, kecuali
itu maka diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum
tersebut untuk kemudian yang ditimbulkan di dalam gejala yang
bersangkutan. Jenis penelitian ini adalah penelitian yang berbasis
kepada ilmu hukum normatif, dan mengacu kepada norma-norma
hukum positif yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan
dan bahan hukum lainnya7
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif, sebagaimana tergambar dalam uraian latar
belakang masalah, penelitian ini berusaha mencari jawaban atas
terjadinya kekosongan hukum berkaitan dengan kedudukan hukum
LPD dalam pengikatan jaminan. Penelitian hukum normatif dilakukan
dengan cara meneliti bahan hukum yang diperoleh dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier yang akan
menunjang penelitian ini sebagai karya tulis ilmiah yaitu skripsi.
6Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta ,h.19
7Ibrahim Johni, 2005, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayu Media
Publishing, hal. 336.
b. Jenis Pendekatan
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan :
1. Pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach);
Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan
menelaah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Lembaga Keuangan Mikro, Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Undang-Undang
Fidusia), Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah (Undang-Undang Hak
Tanggungan), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa (Undang-Undang Desa), dan Peraturan Daerah Nomor
4 Tahun 2012 tentang Lembaga Perkreditan Desa yang akan
berkaitan erat dengan kewajiban Lembaga Perkreditan Desa
dalam melakukan pengikatan jaminan terhadap jaminan
kredit yang diajukan oleh debiturnya.
2. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analytical and
Conceptual Approach)
Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti harus
mencari suatu mengenai kecocokan penerapan konsep
pengikatan jaminan Hak Tanggungan dan Fidusia
berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan dan Undang-
Undang Fidusia dengan konsep LPD sebagaimana yang
diamanatkan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro.
Pendekatan ini merupakan dasar analisis terhadap konsep
dari suatu norma.
c. Sumber Bahan Hukum
Dalam penelitian hukum normatif, penelitian ini menitikberatkan
pada studi kepustakaan. Bahan hukum yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut yaitu bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, bahan hukum tersier. Peter Mahmud Marzuki
menjelaskan sebagai berikut.8
1. Sumber bahan hukum primer adalah bahan hukum yang
bersifat autoritatif artinya memiliki otoritas, yang terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalaj
dalam pembuatan perundang-undangan.
2. Sumber bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang
dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer,
seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya,
pendapat pakar hukum yang erat kaitannya dengan objek
penelitian.9
3. Sumber bahan hukum tersier adalah merupakan bahan yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder, contohnya adalah ensiklopedia
indeks kumulatif dan seterusnya.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
8Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Ed.I, Cet,6, Kencana Prenada Media
Gruop h.93 9Ronny Hanitijo Soemitro, 1982, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia,
hal. 24.
Untuk menunjang penelitian penulisan skripsi ini, maka teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan
yang difokuskan terhadap bahan-bahan hukum primer maupun
bahan-bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan Lembaga
Perkreditan Desa.
e. Teknik Analisis Bahan Hukum
ĪBerdasarkan bahan hukum yang telah diperoleh melalui studi
kepustakaan, maka bahan-bahan hukum tersebut diolah secara
kualitatif. Terhadap bahan hukum yang diperoleh ini dilakukan
pengklasifikasian untuk mempermudah di dalam mendukung
penulisan secara menyeluruh. Selanjutnya dari data-data tersebut
dilakukan penyajian secara deskriptif analisis dalam bentuk karya
ilmiah berupa skripsi.
Recommended