View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
DAMPAK PSIKOLOGIS PERNIKAHAN DINI DAN
SOLUSINYA DALAM PERSPEKTIF BIMBINGAN
KONSELING ISLAM
(Study Kasus di Desa Depok Kecamatan Kalibawang Kabupaten Wonosobo)
SKRIPSIDisusun Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Dakwah (S.Sos.I)Jurusan Bimbingan Konseling Islam
Disusun Oleh
Siti Malehah1105013
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
MOTTO
¨b Î)yì tBÎŽ ô£ãèø9$## ZŽ ô£ç„
Artinya: “…….Sesungguhnya tiap-tiap kesukaran disertai kemudahan
(QS. Al-Insyirah: 6).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
v Bapak dan Ibu tercinta yang telah mendidik dan mengasuh penulis sejak
kecil dengan penuh kesabaran, semoga jerih payah kalian selama ini
suatu saat akan membuahkan hasil.
v Suami tercinta; Mas miko yang selalu memberikan semangat kepada
penulis serta solusi setiap ada problem (dari itu penulis belajar kesabaran
dan kedewasaan).
v Pak lek dan bulek yang selama ini mendukung dan mendoakan penulis
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
v Adik-adik tersayang atus, irul (kalian telah membuat warna tersendiri
dalam hidupku).
v Temen-temen BPI (istiyanah,fazat,alphie, gertee,ana, faizah),,,thanks atas
kerjasamanya selama ini
v Temen-temen kost terimakash atas dukungan dan doanya selama ini.
v Teman-teman 2005 fakultas dakwah yang tidak bisa penulis sebut satu
per-satu terimakasih atas dukunanya.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang
belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 10 Juli 2010
Siti Malehah
NIM: 1105013
ABTRAKSI
Siti Malehah NIM 1105013. Dampak psikologis pernikahan dini dansolusinya dalam perspektif Bimbingan Konseling Islam
Ada dua persoalan yang dikaji dalam skripsi ini, yaitu (1) Bagaimanakahdampak psikologi pernikahan dini di Desa Depok Kecamatan Kalibawang (2).Bagaimanakah solusi pernikahan dini di Desa Depok Kecamatan Kalibawang.Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak psikologispernikahan dini dan solusinya di Desa Depok Kecamatan Kalibawang KabupatenWonosobo.
Untuk mengungkapkan permasalahan tersebut secara menyeluruh danmendalam, dalam penelitian ini digunakanlah metode kualitatif yang bergunauntuk memberikan fakta dan data mengenai dampak psikologis pernikahan dinidan solusinya di Desa Depok Kecamatan Kalibawang Kabupaten WonosoboKemudian data tersebut dianalisis secara sistematis sehingga memperoleh maknayang dalam tentang dampak psikologis pernikahan dini dan solusinya Di DesaDepok Kecamatan Kalibawang Kabupaten Wonosobo.
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa pernikahan dini di Desa Depokadalah berawal dari latar belakang yang merupakan kebiasaan atau budayamasyarakat yang tidak dapat dirubah sehingga turun temurun kegenerasiberikutnya. Pernikahan dini tersebut banyak berdampak pada pelaku, diantaranyacemas dan stress itulah dampak yang terjadi akibat pernikahan dini di di DesaDepok Kecamatan Kalibawang Kabupaten Wonosobo.
Sebagai wujud kepedulian terhadap warga Desa Depok maka KUAsetempat mengadakan Bimbingan penyuluhan yang ditujukan pada orang tua danremaja, sebagai solusi untuk mencegh maraknya pernikahan dini. Karena orangtua dianggap sebagai orang yang sangat berpengaruh terhadap maraknyapernikahan dini.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT. Tuhan yang maha
pengasih, lagi maha penyayang. Berkat rahmat, taufiq, hidayah dan inayah dari
Allah SWT, skripsi yang ber judul “DAMPAK PSIKOLOGIS PERNIKAHAN
DINI DAN SOLUSINYA DALAM PERSPEKTIF BIMBINGAN
KONSELING ISLAM ( Study Kasus di Desa Depok Kecamatan
Kalibawang) dapat penulis selesaikan dengan tanpa adanya halangan yang
berarti.
Selanjutnya shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada
junjungan Rasulullah Muhammad saw, yang telah membawa risalah Islamiyah
penyejuk dan penerang hati umat untuk mencapai nafsu mutmainah.
Untuk sampai pada tahapan ini, banyak sekali suka dan duka yang penulis
rasakan. Demikian pula, telah banyak bantuan baik moril, materiil maupun
sumbangan pemikiran berharga dari berbagai pihak yang penulis terima. Oleh
karena itu, dengan senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat Ilahi Rabbul
Izzati, Allah SWT. Dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis menyampaikan
ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Rektor IAIN Walisongo Semarang, Prof. Dr H. Abdul Jamil, M.A. selaku
penanggung jawab terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar di
lingkungan IAIN Walisongo Semarang.
2. Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, Drs. H. M. Zain Yusuf,
M.M., selaku penanggung jawab di lingkungan Fakultas Dakwah.
3. Drs. H. Ghofir Romas, selaku pembimbing I dan Dr.H. Abu Rakhmad, M. Ag
selaku pembimbing II, yang telah memotivasi, memberikan semangat,
mengarahkan dan membimbing penulis sampai selesainya skripsi ini.
4. Para dosen, pegawai administrasi, karyawan dan seluruh Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang yang karena peranan dan keberadaan mereka studi
ini dapat terselesaikan.
5. Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu tercinta,
yang selalu mendo`akan dan memberikan dukungan moril dan materiil kepada
penulis. Berkat do`a merekalah penulis dapat menyelesaikan studi di
Perguruan Tinggi ini.
6. Terimakasih yang tulus penulis sampaikan pada suami tercinta dan tersayang
yang senantiasa mendo’akan dan memotivasi kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi ini.
7. Adik-Adik tercinta; adik khoirul dan adik chalimatus yang selalu mendo’akan
dan memberi semangat pada penulis
8. Teman-teman angkatan 2005 Fakultas Dakwah yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu. (proses selama ini suatu saat pasti akan membuahkan
hasil sesuai dengan semangat kita), penulis akan selalu merindukan saat
kebersamaan kita.
Kepada mereka semua penulis tidak bisa memberikan balasan apapun
hanya untaian ucapan “Jazakumullahu Khairul Jaza`” terimakasih, dan
permohonan maaf, semoga budi baik serta amal shaleh mereka diterima serta
mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Pada akhirnya, tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa
karena keterbatasan yang ada pada penulis, hasil skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Kritik dan saran yang konstruktif demi untuk lebih sempurnanya
penulisan skripsi ini sangat penulis hargai dan harapkan. Terlepas dari hal tersebut
penulis berharap adanya skripsi ini dapat membawa manfaat dalam memperkaya
wacana intelektual, khususnya dalam studi Islam.
Akhirnya hanya kepada Allah lah penulis mengabdi, memohon
pertolongan, memohon petunjuk dan berserah diri serta memohon ampunan dan
perlindungan-Nya. Amiin.
Semarang, 10 Juli 2010
Penulis,
(Siti Malehah)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ iNOTA PEMBIMBING ....................................................................................... iiPENGESAHAN.................................................................................................. iiiPERYATAAN.................................................................................................... ivABTRAKSI ......................................................................................................... vMOTO................................................................................................................ viPERSEMBAHAN.............................................................................................. viiKATA PENGANTAR ...................................................................................... viiiDAFTAR ISI ....................................................................................................... xBAB I PENDAHULUAN
1.1. ..........................................................................................Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
1.2. ..........................................................................................Rumusan Masalah................................................................... 6
1.3. ..........................................................................................Tujuan dan Manfaat penelitian ................................................ 6
1.4. ..........................................................................................Tinjauan Pustaka..................................................................... 7
1.5. ..........................................................................................Metode Penelitian ................................................................... 8
1.6. ..........................................................................................Teknik dan Analisis Data ...................................................... 14
1.7. ..........................................................................................Sistematika Penulisan Skripsi................................................ 14
BAB II PERNIKAHAN DINI DAN KONSELING ISLAM2.1. Pernikahan Dini.................................................................... 16 2.1.1. Tujuan Pernikahan...................................................... 19
2.1.2. Pandangan Secara Psikologis dan Biologis TentangMasa Dewasa .............................................................. 21
2.1.3. Usia Perkawinan Dalam Undang-Undang ................... 22 2.1.4. Pernikahan Dini .......................................................... 23 2.1.5. Pernikahan Dini Menurut Psikologi ............................ 25 2.1.6. Pernikahan Dini Menurut Undang-Undang ................. 26 2.1.7. Pernikahan Dini Menurut Islam .................................. 27 2.1.8. Dampak Psikologis Pernikahan Dini ........................... 282.2 Bimbingan Konseling ........................................................... 32 2.2.1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam ...................... 32 2.2.2. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling Islam.................... 34 2.2.3. Tujuan Bimbingan Konseling Islam............................ 35 2.2.4. Fungsi-fungsi Bimbingan Konseling Islam ................. 35 2.2.5. Asas-Asas Bimbingan Konseling Islam....................... 36
BAB III GAMBARAN UMUM PERNIKAN DINI DI DESA DEPOKKECAMATAN KALIBAWANG3.1. Gambaran Umum ................................................................. 39 3.1.1. Letak Geografis .......................................................... 39 3.1.2. Kondisi Sosial Ekonomi ............................................. 41 3.1.3. Pendidikan Dan Kehidupan Keagamaan ..................... 433.2. Pelaksanaan Pernikahan Dini................................................ 45 3.2.1. Faktor Penyebab Pernikahan Dini ............................... 47
BAB IV DAMPAK PSIKOLOGIS DAN SOLUSINYA DI DESADEPOK DALAM PERSPEKTIF BIMBINGAN KONSELINGISLAM4.1. Pernikahan Dini.................................................................... 55
4.1.1.Faktor Penyebab Pernikahan Dini .................................. 55 4.1.2. Dampak Psikologis Pernikahan Dini ............................. 64
4.2. Solusi Pernukahan Dini ............................................................BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan .......................................................................... 735.2. Saran-Saran.......................................................................... 755.3. Penutup ................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan
jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang membutuhkan keturunan
sesuai apa yang diinginkan. Perkawinan sebagian jalan untuk bisa
mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan, bahwa
perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak boleh
berahir begitu saja. Pembentukan keluarga yang kekal dan bahagia itu
haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Suatu kenyataan dalam keberadaan mahluk hidup di muka bumi
adalah mereka terdiri dari dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. Kedua
mahluk hidup itu, baik segi fisik maupun psikis mempunyai sifat yang
berbeda, namun secara biologis kedua mahluk tersebut saling
membutuhkan sehingga berpasang-pasangan dan berjodoh secara harfiah
disebut perkawinan. Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku
pada mahluk Tuhan (Sabiq, 1990: 9).
Perkawinan adalah suatu ikatan kehidupan bersama pria dan
perempuan yang dihalalkan Allah SWT, untuk mendapatkan kebahagiaan
dan kesejahteraan serta anak dan keturunan yang shaleh dan shalehah
(Basri,1996:130). Pernikahan merupakan suatu yang sangat manusiawi,
karena pernikahan sesungguhnya sesuai dengan fitrah manusia yang
sejalan dengan Al-Qur’an dan sunah Nabi saw. Pengertian fitrah disini
adalah sesungguhnya Allah telah membekali setiap diri manusia dengan
hawa nafsu yang cenderung menyukai serta mencintai lawan jenisnya
(Abdullah,2004:4-4). Islam menilai dan menetapkan bahwa pernikahan
adalah cara menyempurnakan pelaksanaan ajaran Agama (Mahalli, 2006 :
6).
Dasar pembentukan sebuah keluarga adalah perkawinan yang
mengikat seorang pria dan wanita dengan ikatan syarat yang kuat dan
kokoh yang dilandasi dengan ketaqwaan kepada Allah dan keridhaan–Nya.
Al Qur’an memandang perkawinan sebagai salah satu tanda dari tanda-
tanda kekuasaan Allah SWT. Sama seperti pencipta langit dan bumi, dan
penciptaan manusia sebagaimana Allah berfirman dalam surat Ar- Ruum
ayat 21:
ô Ï̀Burÿ¾ÏmÏG» tƒ#uä÷br&t,n=y{/ä3s9ô Ï̀iBöNä3Å¡àÿR r&% [`ºurø—r&(#þqãZä3ó¡tF Ïj9$ ygøŠs9 Î)Ÿ@ yè y_ urNà6 uZ÷•t/Zo¨Šuq̈B
ºpyJ ôm u‘ ur4¨bÎ)’ Îûy7Ï9ºsŒ;M» tƒUy5Qöqs)Ïj9tbrã•©3xÿtG tƒÇËÊÈ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakanuntukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung danmerasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasihdan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapattanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Dengan perkawinan yang syah kehidupan rumah tangga dapat
dibina dengan suasana aman, damai dan sejahtera. Hal ini sesuai dengan
tujuan perkawinan itu sendiri, yaitu membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Agar dapat
mewujudkan tujuan perkawinan secara baik, antara lain calon suami istri
untuk dapat melangsungkan perkawinan harus tetap masuk jiwa raganya.
Oleh karena itu dalam peraturan perundangan dijelaskan bahwa batas
umur untuk melangsungkan perkawinan. Ketentuan batas umur tersebut
dalam pasal 7 ayat I UU No. I Tahun 19974 yang berbunyi bahwa
perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun
pihak wanita mencapai umur 16 tahun (Walgito). Dari batas umur tersebut
dapat ditafsirkan bahwa UU No. I Tahun 1974 tidak menghendaki
perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang berusia dibawah ketentuan
tersebut atau melakukan perkawinan dibawah umur.
Hal ini juga ditunjang dengan ketentuan yang terdapat dengan
kompilasi hukum Islam pasal 15 yang isinya bahwa untuk kemaslahatan
keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya boleh dilakukan calon
mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan pasal 7 UU No. I
Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan
calon istri sekurang-kurangnya 16 tahun.
Penyebab pernikahan diusia muda ini dipengaruhi oleh berbagi
macam faktor. Rendahnya pendidikan mereka sangat mempengaruhi pola
pikir mereka dalam memahami dan mengerti tentang hakikat dan tujuan
dalam perkawinan. Faktor ekonomi maupun lingkungan tempat mereka
tinggal juga bisa menjadi penyebab perkawinan diusia muda
(http://www.scribd.com).
Dalam kehidupan rumah tangga pasti tidak luput dari
permasalahan-permasalahan. Salah satu penyebab utama permasalahan
dalam rumah tangga adalah pasangan–pasangan yang belum dewasa.
Faktor ketidak dewasaan ini lebih nyata terdapat dalam pernikahan usia
remaja. Dilihat dari segi psikologi perkembangan, dengan makin
bertambahnya umur seseorang, di harapkan akan lebih masak, akan lebih
matang lagi psikologisnya (Walgito, 2000:28).
Memang kedewasaan pribadi seseorang tidak tergantung pada
umur, tetapi masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa. Pada masa remaja ini umumnya remaja belum
memiliki kepribadian yang mantap dan kematangan berfikir. Perkawinan
pada usia belia tidaklah menguntungkan bahkan jelas merepotkan kaum
perempuan, dalam usia yang masih muda, remaja putri dituntut untuk
mengurus rumah tangga, melayani suami, harus megandung dan
melahirkan, kemudian merawat dan membesarkanya. Sedangkan
mengandung dan melahirkan pada usia muda sangat beresiko tinggi bagi
kesehatan, bagi ibu bisa menimbulkan kangker leher rahim.
Perkawinan yang masih muda juga banyak mengundang masalah
yang tidak diharapkan dikarenakan segi psikologisnya belum matang
khususnya bagi perempuan (Walgito, 2000:20). Menurut Basri dalam
bukunya yang berjudul merawat cinta kasih mengatakan secara fisik
biologis yang normal seorang pemuda atau pemudi telah mampu
mendapatkan keturunan, tetapi dari segi psikologis remaja masih sangat
hijau dan kurang mampu mengendalikan batera rumah tangga disamudra
kehidupan. Berapa banyak keluarga dan perkawian terpaksa mengalami
nasib yang kurang beruntung dan bahkan tidak berlangsung lama karena
usia terlalu muda dari para pelakunya, baik salah satu atau keduanya
(Basri, 1996:76).
Dan pernikahan yang terlalu muda juga bisa menyebabkan neuritis
depresi karena mengalami proses kekecewaan yang berlarut-larut dan
karena ada perasaan-perasaan tertekan yang berlebihan. Kematangan
sosial-ekonomi dalam perkawinan sangat diperlukan karena merupakan
penyangga dalam memutarkan roda keluarga sebagai akibat perkawinan.
Pada umumnya umur yang masih muda belum mepunyai pegangan dalam
hal sosial ekonomi. Padahal individu itu dituntut untuk memenuhi
kebutuhan keluarga (Walgito, 2000: 32).
Dengan wujud kepedulian terhadap Desa Depok maka dari itu
Kantor Urusan Agama Bagian BP4 Kecamatan Kalibawang Kabupaten
Wonosobo mengadakan penyuluhan bertemakan tentang pernikahan dini
yang ditujukan kepada orang tua dan remaja, yang diadakan antara tiga
sampai lima Bulan sekali dilakukan di Kantor Kepala Desa Depok.
Penyuluhan ini bertujuan agar orang tua maupun remaja sadar tentang
peraturan hukum, dan mengerti dampak-dampak dari pernikahan dini
(Wawancara, 18-03-2010).
Dari latar belakang tersebut, penulis sangat tertarik untuk mengkaji
lebih lanjut dalam sebuah skripsi yang berjudul”DAMPAK PSIKOLOGIS
PERNIKAHAN DINI DAN SOLUSINYA DALAM PERSPEKTIF
BIMBINGAN KONSELING ISLAM (Stusy Kasus di Desa Depok
Kecamatan Kalibawang)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah skipsi ini, maka dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah dampak psikologis pernikahan dini di Desa Depok?
2. Bagaimanakah solusi pernikahan dini di Desa Depok?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak
psikologis pernikahan dini dan solusinya di Desa Depok
Kecamatan Kalibawang Kabupaten Wonosobo.
1.3.2. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan khasanah ilmu dakwah pada umumnya dan Ilmu
Bimbingan dan Penyuluhan pada khususnya yang berhubungan
dengan pembentukan keluarga sakinah.
b. Secara Praktis
Memberikan sumbangan kepada warga Desa Depok
Kecamatan Kalibawang dalam memahami pernikahan dan tidak
melakukan praktek pernikahan dini.
1.4. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tema penelitian skripsi yang akan penulis lakukan,
dibawah ini, antara lain: Skripsi Miswan yang berjudul Pengaruh
Pernikahan Dini, Pendidikan, Agama Anak Kecamatan Bulakambang
Berbes pada tahun 2004.
Skripsi ini membahas tentang pendidikan agama anak dalam
keluarga dipengaruhi oleh pernikahan dini, bagaimana perilaku remaja
yang memiliki kecenderungan nikah dini, dan bagaimana pendidikan
agama anak dalam keluarga dan apakah terdapat faktor lain yang
mempengaruhi pendidikan anak dalam keluarga.
Skripsi Siti Fatiyah yang berjudul Pernikahan Di bawah Umur
(Study kasus di Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo)
pada tahun 2003
Skripsi ini membahas tentang bagaimana mengetahui faktor-
faktor yang menyebabkan menyebabkan pernikahan di bawah umur dan
mengetahui tanggapan dan implementasi masyarakat Desa Tracap
Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo tentang UU no I tahun 1974
tentang perkawinan.
Skripsi Ahmad Hartanto yang berjudul”Pernikahan Dini Dalam
Perspektif Psikologi Islam analisis Terhadap Buku Indahnya Pernikahan
Dini Karya Muhamad Fauzil Adhin pada tahun 2006
Skripsi ini adalah penelitian analisis kualitatif tentang pernikahan
dini yang ditawarkan oleh Muhamad Fauzil Adhim dalm perspektif
psikologi Islam dengan menganalisis buku Indahnya Pernikahan Dini.
1.5. Metodelogi Penelitian
1.5.1. Jenis dan pendekatan penelitian
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan atau field
Research. Penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara
insentif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi
lingkungan, individu kelompok atau masyarakat (Suryabrata,
1995: 22).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis
penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2000; 22) penelitian
kualitatif sebagai penelitian yang tidak mengadakan
perhitungan melainkan menggambarkan dan menganalisa data
yang dinyatakan dalam bentuk kalimat atau kata-kata. Dengan
kata lain penelitian yang tidak menggunakan perhitungan
statistic (Hadi, 1997:7).
Dalam penerapannya, peneliti ini tidak menggunakan
angka-angka statistik melainkan hanya menggunakan uraian
dalam bentuk kalimat. Alasan memakai kualitatif adalah:
pertama, karena analisis data tanpa berdasarkan perhitungan
presentasi rata-rata dan lain-lainnya, karena ada angka-angka,
sifatnya hanya sebagai penunjang, sedangkanpenekananya pada
proses kerja yang terdiri dalam kegiatan sehari-hari yaitu focus
penelaahan terpaut langsung dengan masalah kehidupan
manusi. Kedua, instrumentpenelitian adalah wawancara,
observasi, dokumentasi (Nawawi, 1991:43).
b. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini aalah
pendekatan Bimbingan dan Konseling sebagai paradikma untuk
memahami aktifitas dakwah dalam membantu masyarakat desa
Depok yang melakukan praktek pernikahan dini. Jadi yang
dikaji dalam peneliti ini adalah Dampak Psikologi Pernikahan
Dini dan solusinya di Desa Depok Kecamatan Kalibawang.
1.5.2. Devinisi operasional dan konseptual
a. Devinisi konseptual
Dampak adalah sesuatu yang mendatangkan akibat
(Muharjinto, 1999: 73)
Psikologis adalah Ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik
macam-macam, gejala, prosesnya baik latar
belakangnya.
Pernikahan adalah akad yang menghalalkan laki-laki dan
perempuan yang tidak ada hubungan
mahram, sehingga terjadi hak dan kewajiban
antara keduanya.
Dini adalah pagi-pagi sekali.
Pernikahan dini adalah akad yang menghalalkan laki-laki dan
perempuan yang tidak ada hubungan
mahram sehinga terjadi hak dan
kewajiban antara keduanya yang
dilakukan pada usia muda (laki-laki
kurang dari 19 tahun dan perempuan
kurang 15 tahun) baik dari dorongan
sendiri ataupun orang tua.
Solusi adalah pemecahan masalah.
b. Devinisi operasional
Yang dimaksud dampak psikologis pernikahan dini dalam
penelitian ini adalah keadaan tertekan yang dialami oleh pelaku
pernikahan dini di Desa Depok Kecamatan Kalibawang.
Solusi pernikahan dini pemecahan masalah yang dilakukan
petugas Kantor Urusan Agama bagian BP4 agar masyarakat
setempat bisa sadar akan hukum yang berlaku yaitu tentang UU
No.I Tahun 1974 tentang perkawinan.
1.5.3. Sumber dan Jenis Data
Yang dimaksud dengan sumber jenis data adalah subjek
darimana data dapat diperoleh. Berkaitan dengan hal itu jenis
datanya di bagi menjadi dua sumber data. Sumber data primer dan
sumber data sekunder.
1) Data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh
secara langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan
alat pengukur atau pengambilan data langsung kepada subjek
sebagai sumber informasi yang dicari meliputi observasi,
wawancara, dan lain-lain. Sumber data ini berupa sumber data
dan informasi yang secara langsung.
2) Data sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data
pendukung atau pelengkap dari data primer. Dalam penelitian
ini kepustakaan merupakan sumber data sekunder. Data ini
berupa tentang dampak Psikologias pernikahan dini keluarga
kurang mampu dan solusi dakwahnya dalam perspektif
bimbingan konseling Islam, baik yang berasal dari buku-buku,
catatan, internet (Surakhmad, 1989:134). Bahan-bahan dari
kepustakaan tersebut dikelompokkan, lalu dipahami dan di
tafsirkan serta mengambil kesimpulan
1.5.4. Teknik Pengumpulan Data
a) Metode Observasi
Yaitu suatu cara untuk mendapatkan data dengan jalan
pengamatan dan pencatatan sistemaatis fenomina-fenomina yang
diselidiki. (Hadi, 1986: 80). Observasi dilakukan dengan tehnik
partisipan untuk memperoleh informai tentang kelakuan manusia
seperti yang terjadi dalam kenyataan. Dengan metode observasi ini
peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dalam
pengumpulan data. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan
yang sistematis terhadap gejala-gejala yang detil (Purnomo, 1996:
54).
Observasi ini dapat dilakukan dengan terjun langsun dalam
menjajaki mengenai objek penelitian dan segala hal yang berkaitan
dengan penelitian tersebut.dengan metode ini peneliti bisa
mengamati kondisi masyarakat Desa Depok Kecamatan
Kalibawang yang melakukan praktek pernikahan dini.
Dalam observasi ini, peneliti mengambil momen-momen
yang dianggap penting yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu
Dampak Psikologis Pernikahan Dini dan solusinya di Desa Depok
Kecamatan Kalibawang.
b) Metode wawancara
Yaitu sebuah dialog dengan maksud tertentu yang dilakukan
oleh pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moelong,
1991:193). Wawancara merupakan alat yang paling ampuh untuk
mengungkapkan kenyataan hidup, apa yang dipikirkan dan
dirasakan orang tentang beragai aspek kehidupan melalui tanya
jawab peneliti dapat memasuki alam pikiran orang lain (obyek
yang diteliti), sehingga peneliti memperoleh gambaran apa yang
mereka maksudkan. Wawancara ini dilakukan dengan masyarakat
Desa Depok.
c) Metode dokumentasi
Dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang telah ada baik dari buku-buku induk,
sejarah, catatan dan lain-lain. (Syam, 1991: 109). Dalam peneliti
ini, metode dokumentasi menggunakan catatan, buku data-data,
dari masyarakat yang melakukan praktek perniakan dini.
1.6. Teknik Analisis Data
Berdasarkan data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan itu,
maka analisis data yang penulis lakukan adalah menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, menyusun dalam suatu satuan mengadakan
pemeriksaan data (Moleong, 2001: 190). Setelah terkumpul kemudian
dikelompokkan dalam suatu kategori dan dianalisis secara kualitatif.
Adapun metode yang digunakan metode analisis kialitatif deskriptif.
Metode ini bertujuan melukiskan secara sistemetis, fakta dan karakteristik
bidang-bidang tertentu secara cermat dengan menggambarkan keadaan
struktur dan fenomena (Arikunto, 1996:243).
1.7. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam menguraikan masalah diatas, agar dalam pembahasan nanti
lebih terarah dan mudah dipahami, sehingga tujuan-tujuan yang ditetapkan
dapat tercapai. Sebelum meniti pada bab pertama dan bab-bab berikutnya
yang merupakan satu pokok pikiran yang utuh, maka penulisan skripsi ini
diawali bagian muka yang memuat halaman judul, nota pembimbing,
pengesahan, moto, persembahan, abtraksi, kata pengantar dan daftar isi.
BAB I pendahuluan yang berisi, latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metodelogi penelitian, teknik analisis data, sistematika
penulisan skripsi.
BAB II Bab ini menerangkan tentang kerangka dasar teotitik yang
membahas kajian pernikahan dini, mengawali pembahasan
ini maka penulis akan menguraikan tentang dampak
psikologis pernikahan dini yang meliputi, tujuan
pernikahan, pandangan secara psikologis dan biologis
tentang masa dewasa, usia pernikahan dalam undang-
undang, pengertian pernikahan dini, pernikahan dini
menurut psikologi, pernikahan dini menurut undang-
undang, pernikahan dini menurut Isalm, dan danpak
pernikahan dini. Yang kedua membahas tentang Bimbingan
Konseling Islam yang meliputi, pengertian, dasar-dasar,
fungsi dan asas-asas Bimbingan Konseling Islam.
BAB III Bab ini membahas gambaran umum Desa Depok yaitu
tentang, letak geografis, kondisi sosial ekonomi, pendidikan
dan keagamaan masyarakat, dan pelaksanaan pernikahan
dini di Desa Depok.
BAB IV Bab ini membahas analisis dan hasil penelitian, tentang
faktor pernikahan dini, dampak pernikahan dini, solusi
pernikahan dini.
BAB V adapun yang terkandung didalamnya adalah kesimpulan,
saran dan penutup.
.
BAB II
PERNIKAHAN DINI DAN KONSELING ISLAM
2.1 Pengertian Pernikahan
Secara bahasa perkawinan sama artinya dengan kata an-nikah, dalam
bahasa arab kata an-nikah pengandung dua pengertian. Pertama menikah
berarti bersetubuh. Kedua, mengandung arti akad perkawinan. Menurut
syara’nikah adalah akad yang menghalalkan pergaulan laki-laki dan
perempuan yang tidak ada hubungan mahram, sehingga terjadi hak dan
kewajiban antara keduanya (Zaenal, 1999:29).
Dalam pengertian fiqih, pernikahan adalah akad yang mengundang
kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan kata-kata nikah atau
dengan kata-kata yang semakna dengan itu (Sulaiman,1997:1). Sedangkan
perkawinan menurut agama adalah melakukan akad atau perjanjian untuk
mengikat diri antara seorang laki-laki dan seorang wanita untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak untuk
mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih
dan sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi Allah (Mukhtar,
1998:11).
Perkawinan menurut ajaran Islam memiliki arti yang sangat penting,
karena:
1. Perkawinan merupakan fitrah manusia, artinya setiap manusia yang sehat,
baik jasmani maupun rohani memerlukan perkawinan sebagai
pemenuhan kebutuhan hidupnya sebagai manusia.
2. Perkawinan mengundang makna ibadah, karena perkawinana dalam ajaran
Islam merupakan salah satu sunah Rasul yang dapat mengikat kualitas
keimanan dan ibadah kepada Allah.
3. Perkawinan merupakan awal kehidupan seseorang, baik laki-laki maupun
perempuan yang membentuk keluarga sebagai proses regenerasi yang
akan melanjutkan kehidupan yang akan merusak perjuangan dimuka
bumi (Suryanah,1995:77).
Sedangkan menurut Undang-Undang No.1/1974 bahwa pernikahan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai
suami isrti dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Walgito,2000:).
Adapun syarat syah pernikahan itu apabila telah memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang maupun hukum Islam.
Dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang perkawinan menyatakan bahwa
pernikahan syah apabila dilakuka menurut hukum masing-masing. Sedangkan
menurut hukum perkawinan Islam yang dijadiakan syah dan tidaknya
pernikahan itu adalah dipenuhinya syarat-syarat dan rukun pernikahan
berdasarkan hukum agama Islam. Dalam hal ini hukum Islam mengenal
perbedaan antara syarat dan rukun pernikahan. Rukun merupakan sebagian
hakikat pernikahan itu sendiri dan jika tidak dipenuhi maka pernikahan tidak
akan terjadi (Ichsan, 1986:31).
Rukun pernikahan tersebut antara lain:
1. Adanya kedua mempelai
2. Adanya wali dari pihak mempelai
3. Adanya dua orang saksi
4. Adanya ijab qabul
5. Adanya mahar (Zaenal, 1999:35).
Adapun syarat pernikahan menurut UU Perkawinan No.11 Tahun 1997
antara lain:
1. Perkawinan dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan, pasal 2
ayat (1).
2. Tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku, pasal 2 ayat (2)
3. Perkawinan laki-laki yang sudah yang sudah mempunyai istri harus
mendapat izin dari pengadilan, pasal 3 ayat (2) dan pasal 27 ayat (2).
4. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21
tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Pasal 6 ayat (2). Bila orang
tua berhalangan, ijin diberikan oleh pihak lain yang ditentukan dalam
undang-undang pasal 6 ayat (2-5).
5. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 7 ayat
(1), ketentuan ini tidak bertentanga dengan Islam, sebab setiap
masyarakat dan setiap zaman berhak menentukan batas-batas umur
bagi perkawinan selaras dengan system terbuka yang dipakai.
6. Harus ada persetujuan antara kedua calon mempelai kecuali apabila
hukum menentukan lain. Pasal 6 ayat (1), hal ini untuk menghindarkan
paksaan bagi calon mempelai dalam memilih istri atau suami.
2.1.1 Tujuan Pernikahan
Menurut Susantom bahwa pernikahan bertujuan untuk menentramkan
jiwa, memenuhi kebutuhan biologis, melatih tanggung jawab, dan
melestarikan keturunan (Susanto,2002:8-9).
2.1.1.1 Menentramkan jiwa
Bila sudah terjadi akad nikah, si wanita berasa
jiwanya tentram, karena merasa ada yang melindungi dan ada
yang bertanggung jawab dalam rumah tangga. Si suamipun
merasa tentram karena ada pendampingnya untuk mengurus
rumah tangga, tempat menumpahkan perasaan suka dan duka,
dan teman bermusyawarah dalam menghadapi berbagai
persoalan.
2.1.1.2 Memenuhi kebutuhan biologis
Pemenuhan kebutuhan biologis itu harus diataur
melalui lembaga perkawinan, supaya tidak terjadi
penyimpangan tidak lepas begitu saja sehingga norma-norma
adat istiadat dan agama di langgar. Kecenderungan cinta
lawan jenis dan hubungan seksual sudah ada tertanam dalam
diri manusia atas kehendak Allah. Kalau tidak ada
kecenderungan dan keinginan untuk itu, tentu manusia tidak
akan berkembang biak.
2.1.1.3 Latihan memikul tanggung jawab
Apabila perkawinan dilakukan untuk mengatur fitrah
manusia, dan mewujudkan bagi manusia itu kekekalan hidup
yang di inginkan nalurinya (tabiatnya), maka faktor yang
tidak kalah pentingnya dalam perkawinan itu adalah
menumbuhkan rasa tanggung jawab. Hal ini berarti, bahwa
perkawinan adalah merupakan pelajaran dan latihan praktis
bagi pemikulan tanggung jawab itu dan pelaksanaan segala
kwajiban yang timbul dari pertanggung jawaban tersebut.
Pada dasarnya, Allah menciptakan manusia didalam
kehidupan ini tidak hanya untuk sekedar makan, minum,
hidup kemudian mmati seperti yang di alami oleh makhluk
lainnya. lebih jauh lagi, manusia dicptakan supaya berfikir,
menemukan, mengatur, mengurus segala persoalan, mencari
dan memberi manfaat untuk umat (Susanto, 2002:9).
2.1.1.4 Melestarikan keturunan.
Biasanya sepasang suami istri tidak ada yang tidak
mendambakan anak turunan untuk meneruskan kelangsungan
hidup. Anak turunan diharapkan dapat mengambil alih tugas,
perjuangan dan ide-ide yang pernah tertanam didalam jiwa
suami atau istri (Walgito, 2002:13).
2.1.2 Pandangan Secara Psikologis dan Biologis Tentang Masa Dewasa
2.1.2.1 Pandangan Secara Biologis
Adapun cirri-ciri kedewasaan seseorang secara
biologis menurut para ulama adalah sebagai berikut: para
ulama ahli fiqih sepakat dalam menentukan taklif (dewasa
dari segi fisik, yaitu seseorang sudah dikatakan baliqh) ketika
sudah keluar mani (bagi laki-laki), sudah haid bagi
perempuan (Assayis,1983:212). Apabila tanda-tanda itu
dijumpai pada seorang laki-laki ataupun seorang perempuan
maka para fuqoha sepakat menjadikan umur sebagai suatu
ukuran, akan tetapi mereka berselisih faham mengenai batas-
batas seorang yang sudah dianggap dewasa. Akan tetapi
berdasarkan ilmu pengetahuan kedewasaan seseorang
tersebut akan dipengaruhi oleh keadaan zaman dan daerah
dimana ia berada.
2.1.2.2 Pandangan Secara Psikologis
Cirri-ciri secara psikologis yang paling pokok adalah
mengenai pola-pola sikap, pola pikir dan pola prilaku
Nampak diantaranya:
1. Stabilitas mulai timbul dan meningkat, pada masa ini
terjadi banyak penyesuaian dalam aspek kehidupan.
2. Citra diri dan sikap pandangan lebih realitas, pada masa
ini mulai dapat menilai dirinya.
3. Menghadapi masalah secara lebih matang, usaha
pemecahan masalah secara lebih matang dan realities
merupakan produk dari kemauan berfikir yang lebih
sempurna dan ditunjang dan ditunjang oleh sikap
pandangan realities sehingga diperoleh perasaan yang
lebih tenang.
4. Perasaan yang lebih matang, ketenangan perasaan
dalam menghadapi kekecewaan atau hal-hal lain yang
mengakibatkan mengakibatkan kemarahan, ditunjang
oleh adanya kempuan berfikir dan dapat menguasai
atau mendominasi perasaan-perasaan serta keadaan
yang realities dalam menentukan sikap,minat dan cita-
cita mengakibatkan mereka tidak terlalu kecewa dengan
adanya kegagalan-kegagalan yang dijumpai,
kebahagiaan akan semakin kuat jika mereka mendapat
proyek respek dari orang lain atau usaha-usaha mereka
(Mapreare,1982:36-40).
2.1.3 Usia Perkawinan dalam undang-undang
Menurut Undang-Undang perkawinan No.1 tahun 1974
sebagai hukum positif yang berlaku di Indonesia, menetapkan batas
usia perkawinan 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan,
(pasal 7 ayat 1), namun batas usia tersebut bukan merupakan batas usia
seorang telah dewasa yang cukup dewasa untuk bertindak, akan tetapi
batas usia tersebut hanya merupakan batas usia minimal seorang boleh
melakukan pernikan tersebut.
Di dalam pasal 6 ayat (2), disebutkan bahwa seorng sudah
dikatakan dewasa kalau mencapai umur 21, sehingga dalam melakukan
pernikahan tidak perlu mendapatkan izin kedua orang tuanya. Pasal 6
ayat (2) ini sejalan dengan pemikiran Yusuf Musa yang berpendapat
bahwa orang dikatakan sempurna kedewasaanya mencapai umur 21
tahun. Mengingat situasai dan kondisi zaman sekaligus juga mengingat
pentingnya pernikahan di zaman modern seperti ini, orang menikahkan
demi kemaslahatan manusia.
Namun jika dicermati sesama pasal-pasal yang ada dalam UU
nomor 1 Tahun 1974 khususnya sehingga orang menikah tidak harus
mencapai usia yang ditetapkan dalam pasal UU tersebut, Seorang
sudah boleh menikah jika sudah siap lahir dan batin.
2.1.4 Pernikahan
Pernikahan dibawah umur adalah pernikahan yang dilakukan
seorang laki-laki dan seorang wanita dimana umur keduanya masih
dibawah batas minimal yang diatur oleh UU dan kedua calon tersebut
belum siap secara lahir dan batin, serta kedua calon mempelai tersebut
belum mempunyai mental yang matang dan juga ada kemugkinan
belum siap dalam hal materi.
Dan berdasarkan pendapat Sarlito Wirawan bahwa batas usia
dewasa bagi laki-laki 25 tahun dan bagi perempuan 20 tahun, karena
kedewasaan seseorang tersebut ditentukan secara pasti baik oleh
hukum posifif maupun hukum Islam. Maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa batas usia dikatakan dibawah umur ketika seorang kurang 25
tahun bagi laki-laki dan kurang dari 20 tahun bagi perempuan.
Sedangkan kata dini atau dibawah umur mempunyai arti belum cukup
untuk menikah (Sarlito,1949:65).
Dari segi psikologi sosial maupun hukum Islam pernikahan
dini dibagi menjadi dua kategori, pertama pernikahan dibawah umur
asli yaitu pernikahan dini yang benar-benar murni dilaksanakan oleh
kedua belah pihak untuk menghindarkan diri dari dosa tanpa adanya
maksud semata-mata hanya untuk menutupi perbuatan zina yang telah
dilakukan oleh kedua mempelai. Kedua, pernikahan dini palsu yaitu
pernikahan dini yang pada hakikatnya dilakukan sebagai menutupi
kesalahan-kesalahan mereka dalam hal ini orang tua juga ikut berpera
serta (Gifari,2002:20).
Pernikahan bukanlah sebagi alas an untuk memenuhi
kebutuhan biologis saja yang bersifat seksual akan tetapi pernikahan
merupakan sesuatu ibadah yang mulia yang diridhoi oleh Allah SWT
dan Rasul-Nya. Maka pernikahan tersebut akan terwujud diantara
kedua belah pihak sudah memiliki tiga kemampuan seperti yang
disebut diatas dengan kemampuan tersebut maka akan tercipta saling
tolong menolong dalam memenuhi hak dan kewajibanyamasing-
masing, saling nasehat-menasehati dan saling melengkapi kekurangan
masing-masingyang dicerminkan dalam bentuk sikap dan tindakan
yang bersumber dari jiwa yang matang sehingga keluarga yang
ditinggalkannya akan melahirkan keindahan keluarga dunia yang kekal
dan abadi.
2.1.5 Pernikahan Dini Menurut Psikologi
Undang-undang perkawinan dengan tegas dinyatakan dahwa
dalam perkawinan pria sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita
sudah mencapai umur 15 tahun, umur tersebut bila dilihat dari segi
fisiologis seseorang umumnya sudah masak, pada umur tersebut
seseorang sudah bisa membuahkan keturunaan. Pada masa ini tanda
bahwa alat untuk memproduksi keturunan telah berfungsi, tapi kalau
dilihat dari segi psikologis sebenarnya pada anak wanita umur 15
tahun belum bisa dikatakan bahwa anak tersebut sudah dewasa secara
psikologis. Demikian juga pada pria umur 19 tahun, belum bisa
dikatakan masak secara psikologis pada umur tersebut biasanya masih
digolongkan sebagai remaja (Walgito,2000:28).
Bahwa umur bukanlah suatu patokan yang mutlak, tetapi
sebagi ancer-ancer. Walaupun demikian dengan ancer-ancer tersebut
tidaklah berarti adanya penyimpangan, menurut Hurlock bahwa
seseorang dikatakan dewasa apabila sudah mencapai 21 tahun bagi
wanita dan 25 tahun bagi laki-laki (Hurlock,1959:226).
Menurut Walgito, dengan mengacu pada penjelasan dari
Undang-Undang perkawinan bab II pasal 7 ayat (1) mengatakan bahwa
yang menonjol dalam meletakan batas umur dalam perkawinan lebih
atas dari dasar pertimbangan kesehatan, artinya bahwa batasan umur
tersebut, remaja sudah bisa dikatakan telah matang secara fisik, karena
dari segi biologis, pada usia remaja proses pematangan organ
reproduksi mulai berfungsi, walaupun demikian pasangan usia remaja
berisiko tinggi untuk berproduksi, khususnya bagi remaja putri dan
anak yang dikandungnya. Namun jika dilihat dari segi psikologis usia
remaja belum bisa dikatakan matang secara psikologis, karena usia
remaja belum mempunyai kepribadian yang mantap (masih labil), dan
pada usia remaja pada umumnya belum mempunyai pegangan dalam
hal sosial ekonomi. Remaja masih canggung dalam hidup berbaur
dengan masyarakat luar, dan mereka belum mempunyai pekerjaan
yang tetap dan kadang masih bergantung pada orng lain.
2.1.6 Pernikahan Dini Menurut Undang-Undang
Sebagai mana yang ada pada Undang-Undang perkawinan
No. I Tahun 1974 pasal 7 yang menyatakan bahwa perkawinan hanya
diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 (Sembilan belas)
Tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas). Apabila
melihat UU yang membahas tentang perkawinan, menurut Undang-
Undang formal yang berlaku di Indonesia, menentukan batas umur
kawin tersebut dengan suatu petimbangan, bahwa kedewasaa dan
kematangan jasmani dan tujuan luhur suci dapat dicapai, yaitu
memperoleh keturunan sehat saleh, dan ketentraman serta kebahagiaan
hidup lahir batin. (Hakim, 2000: 134).
Untuk mewujudkan perkawinan tersebut, maka diperlukan
persiapan yang matang baik persiapan moral maupun materiil. Islam
memberikan ancara-ancara dengan kemampuan, yakni kemampuan
dalam segala hal baik kemampuan memberi nafkah lahir batin kepada
istri dan anaknya maupun kemampuan mengendalikan gejolak emosi
yang menguasai dirinya. Pernikahan diusia muda atau dini dimana
setiap orang belum matang mental maupun fisik, sering menimbulkan
masalah dibelakang hari bahkan tidak sedikit berantakan ditengah jalan
(Muhdlor, 1995: 5). Salah satu prinsip yang dipegang oleh UU
perkawinan Indonesia adalah kematangan calon mempelai.
2.1.7 Pernikahan Dini Menurut Islam
Para ulama’ berbeda pendapat dalam hal pernikahan dini bila
dikaitkan dengan anak dari sisi usia. Dalam bukunya Fiqih
Perempuan, Husain mengutip pendapat Hanafiah dan Syafi’I
mengenai usia pernikahan dini menurut Imam Hanafi pernikahan dini
adalah pernikahan yang dilakukan pada usia dibawah 17 tahun bagi
perempuan dan 18 tahun bagi laki-laki. Sedangkan menurut Imam
Syafi’I pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan pada usia
kurang lebih 15 tahun.
Kedua Imam Melihat dari aspek kematangan seseorang
ketika sudah baliqh. Akbar dalam bukunya Seksualitas Ditinjau Dari
Segi Hukum Islam” mengemukaan diantara faktor yang mempengaruhi
kerukunan rumah tangga yaitu faktor kematangan sebagai salah satu
faktor yang harus diperhatikan karena emosi yang belum matang untuk
berfungsi sebagai suami dan istri, rumah tangga menjadi berantakan
(Akbar, 1982: 74).
2.1.8 Dampak Psikologis Pernikahan Dini
Dalam kehidupan berumah tangga pasti tidak luput dengan
permasalahan-permasalahan. Salah satu penyebab utama adalah
pasangan-pasangan yang belum dewasa. Faktor ketidak dewasaan ini
lebih nyata terdapat pada pasangan pernikahan usia remaja. Menurut
Walgito dalam bukunya yang berjudul Bimbingan Konseling Islam
bahwa perkawinan yang masih terlalu muda banyak mengundang
masalah yang tidak diharapkan karena segi psikologisnya belum
matang seperti cemas dan stress (walgito,2000:20). Sedangkan
menurut Dariyo dalam bukunya yang berjudul “Psikologi
Perkembangan Dewasa Muda pernikahan bisa berdampak cemas,
stress dan depresi (Dariyo, 1999:105).
Tetapi dalam kenyataan yang terjadi di masyarakat Desa Depok
kecamatan Kalibawang kebanyakan hanya mengalami kecemasa dan
stress.
2.1.8.1 Cemas
Kecemasan adalah penjelmaan dari berbagai proses
emosi yang bercampur baur, yang terjadi manakala seorang
sedang mengalami tekanan atau ketegangan dan pertentangan
batin (Prasetiyono, 2007: 11). Gejala-gejala pada kecemasan
ada yang bersifat fisik dan adapula yang bersifat psikologis.
Gejala fisik yaitu, ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan
tidak teratur, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu
makan hilang, kepala pusing, nafas sesak, dan lain-lain.
Gejala psikologis seperti sangat takut merasakan akan
ditimpa bahaya atau kecelakaan, hilang kepercayaan, tidak bisa
memusatkan perhatian, ingin lari dari kenyataan, dan lain-lain.
Adapun kecemasan yang terjadi dalam keluarga pernikahan
dini disebabkan karena takut akan adanya bahanya yang
mengancam dan persepsi itu akan menghasilkan perasaan
tertekan bahkan panik. Keadaan tertekan dan panik akan
menyebabkan kegelisahan yang berlebihan yang kadang
kadang membawa perilaku yang menyimpang
(http://psikologi.umm.ac.id). Jadi kecemasan yang dialami
keluarga pernikahan dini dapat diartikan sebagai perasaan
campur berisikan aketakutan dan kekhawatiran dalam
menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam keluarganya.
2.1.8.2 Stres
1. Pengertian
Kata “stres” bisa diartikan berbeda bagi tiap-tiap
individu. Sebagian individu mendefinisikan stres sebagai
tekanan, desakan atau respon emosional. Para psikolog juga
mendefinisikan stres dalam berbagai bentuk. Stres bisa
mengagumkan, tetapi bisa juga fatal. Semuanya tergantung
kepada para penderita. Lazarus dan Folkman. 1984
menyatakan, stres psikologis adalah sebuah hubungan
antara individu dengan lingkungan yang dinilai oleh
individu tersebut sebagai hal yang membebani atau sangat
melampaui kemampuan seseorang dan membahayakan
kesejahteraannya. (Kartono,2003:488).
Menurut Robert S. Fieldman (1989) stress adalah
suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu
yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan
individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis,
emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang
memunculkan stress dapat saja positif (misalnya:
merencanakan perkawinan) atau negatif (contoh: kematian
keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang
menekan (stressfull event) atau tidak, bergantung pada
respon yang diberikan oleh individu (Julianti,2007:10).
2. Faktor penyebab
Penyebab stress (stressor) dapat dibagi 3 kelompok
besar yaitu, biokologis, psikososial, dan kepribadian.
a. Biokologis
Stress yang muncul karena keadaan biologis
seseorang yang dipengaruhi oleh tingkah laku orang
tersebut. Menurut Girdono stress bioekologis terdiri
dari bioritme, biasanya makan, minum, obat-abatan,
dan perubahan cuaca (http://shkva/122.multipeli.).
b. Psikososial
Stress yang muncul karena keadaan
lingkungan. Stress psikososial adalahsetiap keadaan
atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam
kehidupan seseorang (anak, remaja, dewasa).
Sehingga orang tersebut terpaksa mengadakan
adaptasi atau mengadakan penanggulangan terhadap
stressor yang muncul. Namun tidak semua orang
mampu mengadakan adaptasidan mampu
menaggulanginya (Hawari, 1997: 45).
Sedangkan pada umumnya stressor psikososial
dapat digolongkan sebagi berikut: faktor dari
perkawinan, problem orang tua, pekerjaan,
lingkungan hidup, keuangan (Hawari, 1997:48)
c. Keptibadian
Stres yang muncul akibat kepribadian orang
tersebut
3. Sumber Stres
Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang
berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah
semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan
kerusakan dalam sistem biologis. Stres reaction acute
(reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul
pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain
yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang
sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari
2.2 Bimbingan Konseling Islam
2.2.1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam
2.2.1.1 Bimbingan Islam
Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjrmahan
dari kata guidance berasal dari kata to guide yang mempunyai
arti menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun
membantu. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum
bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntutan
(Hallen, 2005:3).
Crow & Crow mendefinisikan bimbingan adalah bantuan
yang diberikan oleh seorang baik pria maupun wanita yang
memiliki pribadi yang baik dan berpendidikan yang memadai
kepada seorang individu dari setiap usia dalam
mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya, mengembangkan
arah pandangannya, dan membuat pilihan sendiri serta
memikul bebannya sendiri (Hallen, 2005: 4).
Bimbingan Islam adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan
dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat (Fakih, 2001: 4).
2.2.1.2 Konseling Islam
Istilah konseling berasal dari bahasa inggris to counsel yang
secara etimologi berarti to give advine yang artinya memberi
saran dan nasihat (Hallen, 2005:4).
Terkait dengan konseling islam, berikut di kemukakan
beberapa pengertian: konseling islam adalah proses pemberian
bantuan kepada individu agar mampu mengembangkan
kesadaran dan komitmen beragama-nya (primordial
kemakhlukan yang fitrah = tauhidullah) sebagai hamba dan
khalifah Allah yang bertanggung jawab untuk mewujudkan
kesejahteraan kebahagiaan hidup bersama secara fisik
(jasmaniah) maupun psikis (rohaniah), baik di dunia dan di
akhirat (Nurihsan, 2005: 70).
2.2.2 Dasar-dasar Bimbingan Konseling Islam
Al-Qur’an dan sunah Rasul adalah landasan ideal dan
konseptual Bimbingan Konseling Islam. Dari kedua dasar tersebut
gagasan, tuhuan, dan Konsep-konsep Bimbingan Konseling
Islambersumber segala usaha atau perbuatan yang dilakukan manusia
selalu membutuhkan adanya dasar sebagai pijakan untuk melangkah
pada suatu tujuan, yakni agar orang tersebut berjalan baik dan terarah.
Begitu juga dalam melaksanakan Bimbingan Konseling Islam
didasarkan pada petunjuk al-Qur;an dan al-Hadits, baik yang mengenai
ajaran memerintah atau memberikan isyarat agar member bimbingan
dan petunjuk (Hallen,2002:13-15).
2.2.1.2.1 Bimbingan Islam
Dasar yang memberikan isyarat pada manusia untuk
memberikan petunjuk atau bimbingan pada orang lain dapat
dilihat dalam surat al-Baqarah: ayat 2, yang berbunyi:
y7Ï9ºsŒÜ=» tG Å6 ø9$#Ÿw|=÷ƒ u‘¡Ïm‹ Ïù¡“W‰èdz̀ ŠÉ)FßJ ù=Ïj9ÇËÈ
artinya
Kitab[11] (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya;petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],Tuhanmenamakan Al Quran dengan Al Kitab yang di sini berartiyang ditulis, sebagai isyarat bahwa Al Qurandiperintahkan untuk ditulis. takwa yaitu memelihara diridari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja.
2.2.1.2.2 Konseling Islam
Dasar yang memberikan isyarat kepada manusia
untuk memberikan nasehat kepada orang lain.
2.2.3 Tujuan Bimbingan Konseling Islam
Secara garis besar atau secara umum, tujuan bimbingan
konseling islam dapat dirumuskan sebagai membantu individu untuk
mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan ahirat (fakih, 2001:35).
Tujuan dari pelayanan konseling Islam yakni untuk
meningkatkan dan menumbuh suburkan kesadaran manusia tentang
eksistensinya sebagai mahluk dan kholifahnya Allah SWT di muka
bumi ini, sehingga setiap aktivitas dan tingkah lakunya tidak keluar
dari tujuan hidupnya yaitu untuk menyembah dan mengabdi kepada
Allah SWT (Hallen, 2002:15).
2.2.4 Fungsi Bimbingan Konseling Islam
Dan apabila Bimbingan Dan Konseling Islam dihubungkan
dengan fungsinya dapat dilihat sebagai berikut:
4. Secara preventif membantu klien atau konseli untuk mencegah
timbulnya masalah pada dirinya
5. Secara kuratif membantu untuk mencegah dan menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
6. Secara persevaratif membantunya menjaga situasi dan kondisi
dirinya yang telah baik agar jangan sampai kembali tidak baik.
7. Secara developmental membantunya menumbuh
kembangkansituasi dan kondisi agar menjadi lebih baik secara
keseimbangan, sehingga menutupkemungkinan untuk munculnya
kembali masalah kehidupan (Lubis, 2007:115).
2.2.5 Asa-asas Bimbingan Konseling Islam
Asas-asas Bimbigan Dan Konseling Pernikahan Islami adalah
landasan yang dijadikan pegangan atau pedoman melaksanakan
bimbingan dan konseling pernikahan. Asas-asas bimbingan konseling
pernikahan dapat dirumuskan sebagai berikut: asas kebahagiaan dunia
ahirat, asas sakinah, mawadah, warohmah, asas komunikasi dan
musyawaroh, asas sabar dan tawakal dan asas manfaat.
2.2.5.1 Asas kebahagian dunia ahirat
Asas-asas Bimbigan Dan Konseling Pernikahan Islami
adalah landasan yang dijadikan pegangan atau pedoman
melaksanakan bimbingan dan konseling pernikahan. Asas-asas
bimbingan konseling pernikahan dapat dirumuskan sebagai
berikut: asas kebahagiaan dunia ahirat, asas sakinah, mawadah,
warohmah, asas komunikasi dan musyawaroh, asas sabar dan
tawakal dan asas manfaat.
2.2.5.2 Asas sakinah mawadah
warohmah
Pernikahan dan pembentukan serta pembinaan keluarga
islami dimaksudkan untuk mencapai keadaan atau keluarga
rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warohmah yaitu
keluarga yang tentram penuh kasih dan saying dengan
demikian bimbingan dan konseling pernikahan berusaha
membantu individu untuk mencapai kehidupan pernikahan
yang sakinah, mawadah dan warohmah.
2.2.5.3 Asas komunikasi dan
musyawaroh
Ketentuan keluarga yang di dasari rasa kasih dan sayang
akan tercapai manakala dalam keluarga itu senantiasa ada
komunikasi segala isi hati dan fikiran akan bisa dipahami oleh
semua pihak. Bimbingan konseling ernikahan disamping
dilakukan dengan komunikasi dan musyawaroh yang dilandasi
dengan saling hormat menghormati dan disinari kasih dan
saying, sehingga komunikasi akan dilakukan dengan lemah
lembut.
2.2.5.4 Asas sabar dan tawakal
Setiap orang menginginkan kebahagiaan dengan apa
yang dilakukanya, termasuk dalam menjalankan pernikahanya
dan hidup berumah tangga namun demikaian, tidak selamanya
segala usaha dan ikhtiar manusia hasilnya akan sesuai yang kita
inginkan, maka dari itu manusia senantiasa untuk bersabar dan
bertawakal. Bimbingab dan konseling pernikahan membantu
individu pertama-tama untuk bersikap sabar dan tawakal.
2.2.5.5 Asas manfaat
Dalam pernikahan tidaklah selamanya akan mulus
seperti yang diharapkan, seringkali dijumpai dalam rumah
tangga problem-problem dari yang kecil sampai besar hingga
menjadika keluarga berantakan islam banyak memberikan
alternative untuk memecahkan masalah terhadap berbagai
problem pernikahan yaitu dengan sabar dan tawkal.
2.2.5.6 Asas kebahagiaan dunia ahirat
Dalam pernikahan tidaklah selamanya akan mulus
seperti yang diharapkan, seringkali dijumpai dalam rumah
tangga problem-problem dari yang kecil sampai besar hingga
menjadika keluarga berantakan islam banyak memberikan
alternative untuk memecahkan masalah terhadap berbagai
problem pernikahan yaitu dengan sabar dan tawkal.
BAB III
GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DINI DI DESA DEPOK
KECAMATAN KALIBAWANG
3.1. Gambaran Umum Desa Depok
3.1.1. Letak geografis dan komposisi penduduk
Desa Depok adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan
Kalibawang kabupaten Wonosobo propinsi jawa tengah dengan luas
mencapai 236.735 ha. Keadaan umum wilayahnya merupakan daerah
dataran tinggi, yang meliputi tanah sawah, yang dialiri irigasi 19.975
ha, irigasi setengah teknis 140.330 ha dan sawah tadah hujan 8.565 ha
tanah yang digunakan untuk bangunan dan pekarangan seluas 65. 645
ha sungai, jalan, makam dan lain-lain2.220 ha dan tanah bengkok
pamong desa seluas 35. 964 ha. Area sawah ditanami padi dengan tiga
kali panen dalam satu musim. Untuk penguaan tanah pekarangan
banyak ditanami pisang kelapa dan lain-lain.
Batas daerah atau wilayah Desa Depok adalah sebagai berikut:1. Sebelah utara Desa Semanding.
2. Sebelah timur Desa Kalialang
3. Sebelah selatan Desa Tambi Malang
4. Sebelah barat Desa Karang sambung
Desa Depok wilayahnya dibagi menjadi tujuh dusun dengan
jumlah penduduk 5.472 jiwa. Menurut pembagian wilayah adalah
sebagai berikut:
1. Tambi Malang
2. Mijen
3. Kelurahan
4. Depok
5. Semanding
6. Sipena
7. Karang tengah
Desa Depok merupakan daerah dataran tinggi dengan tanah
subur berupa sawah dengan pengairan irigasi yang mengairi seluruh
area pertanian, sehingga penanaman padi mencapai tiga kali panen
dalam satu musim. Sedangkan tanah tadah hujan seluas 8.565 ha
dimanfaatkan untuk menanam tanaman yang tahan terhadap
kekeringan misalnya umbi-umbian ketela pohon, ketela rambat, dan
lain-lain.
Berdasarkan pada lokasi penelitian diperoleh data yang
menunjukkan bahwa jumlah penduduk desa Depok sampai ahir bulan
Maret 2010 secara keseluruhan 5.472 jiwa terdiri dari laki-laki 2.644
jiwa dan perempuan 2.828 jiwa yang mencakup 1.275 kk.
Tabel komponen penduduk berdasarkan umur dan kelamin
(Monografi Desember 2009).
Kelompok
umur
Laki-laki Perempuan Jumlah
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
20-39
40-49
50-59
60+
171
218
236
243
244
251
423
362
277
219
182
227
265
269
263
272
443
375
298
243
353
445
492
512
507
523
866
737
575
462
Jumlah 2.664 2.828 5.472
3.1.2. Kondisi sosial ekonomi masyarakat
Sedangkan keadan sosial penduduk Desa Depok dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu golongan ekonomi bawah, menengah dan
atas. Sebagaian besar masyarakat di Desa Depok hidup dengan mata
pencaharian bertani. Sementara dilihat dari komposisi penduduk
menerut mata pencaharian yang terbesar adalah buruh tani. Hal ini
dapat dilihat dari table sebagai berikut:
Tabel Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharaian
(monografi Desa Depok).
1 Petani Sendiri
2 Buruh Tani
3 buruh bangunan
4 pegawai negeri
5 pensiun
6 lain-lain
147
1140
415
100
15
350
Orang
Orang
Oramg
Orang
Orang
Orang
Jumlah 2167 orang
Penduduk Desa Depok mata pencaharianya mudah
diklasifikasikan karena sebagian besar mereka mempunyai pekerjaan,
misalnya buruh tani yang bekerja pada petani sendiri. Namun tidak
sedikit masyarakat Desa Depok yang merantau ke luar daerah.
Adapun yang nenetap biasanya bagi tenaga kerja pegawai negeri,
pedagang dan lain-lain.
Dalam kehidupan masyarakat Desa Depok, kehidupan yang
kuat mendominasi perilaku sosial budaya terbukti dengan sifat dan
karakteristik yang telah mengakar, yaitu:
1. Gotong royong dan kekeluargaan
2. Solidaritas yang tinggi
3. Kepercayaan yang kuat
4. Patuh kepada ulamak dan orang yang dituakan
5. Lebih mengutamakan musawaroh
3.1.3.Pendidikan dan kehidupan keagamaan
Dari segi pendidikan tingkat pendidikan masyarakat Desa
Depok termasuk sedang karena yang lulus sekolah dasar SD
menduduki jumlah terbesar. Selain itu banyak mereka yang
menyelesaikan sekolah lanjut tingkat pertama (SLTP). Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan sederajat, bahkan sampai
kejenjang perguruan tinggi.
Tabel Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan (monografi Desa
Depok )
1 Tamat Perguruan Tinggi
2 Tamat SLTA
3 Tamat SLTP
4 Tamat SD
5 Tidak Tamat SD
6 Belum Tamat SD
7 Tidak Sekolah
61
573
887
1221
498
731
539
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Orang
Jumlah 4510 Orang
Tabel Sarana Dan Prasarana (monografi Desa Depok)
Sekolah jumlah guru jumlah murid
Kesadaran orang tua menyekolahkan anaknya kejenjang pendidikan
formal dapat dikatakan sedang, sedangkan pendidikan informal dapat
dilihat aktifitas kegiatan-kegiata keagamaan seperti adanya TPQ dan
Madrasah Diniah.
Tabel Komposisi Penduduk Menurut Agama
Dari tingkat pemahaman agama Islam merupakan agama
mayoritas yang dianut oleh masyarakat Desa Depok bayak diantara
mereka yang taat menjalankan ajaran agama seperti, salat, zakat,
1 TK
2 SD
3 SLTP
4 SLTA
5 Perguruan Tinggi
6 Ibtida’iyah
4
17
30
-
-
4
60
300
250
-
-
50
No Jenis agama Jumlah
1
2
3
4
5
6
Islam
Kristen
Kristen Protestan
Budha
Hindu
Lain-lain
5471
1
-
-
-
-
puasa dan lain-lain yang berhubungan langsung dengan Allah S.W.T.
maupun sesama manusia lain, pengajian diadakan setiap dusun secara
rutin juga dalam memperingati hari Besar Agama Islam yang
diselenggarakan para ulama.
3.2. Pelaksanaan pernikahan dini di Desa Depok Kecamatan
Kalibawang
Salah satu asas yang dikandung dalam undang-undang perkawinan
adalah pendewasaan usia perkawinan artinya bahwa calon suami dan calaon
istri harus telah matang jiwa dan raganya dalam melaksanakan pernikahan
itu. Untuk mencapai maksud agar setiap pernikahan dilakukan pada usia
dewasa. Maka para ahli menentukan syarat minimal usia perkawinan
sebagai mana tercantum dalam undang-undang perkawinan pasal 7 ayat (1)
yaitu, batas minimal bagi laki-laki (19) tahun dan perempuan (16) thn.
Secara formal tidak diketemukan lagi data pernikahan dini dari pengadilan
agama, namun demikian bukan berarti bahwa tidak ada lagi pernikahan dini
tapi masyarakat desa Depok memanipulasi data seperti menambah umur
anaknya pada kartu tanda penduduknya.
Menurut pengamatan penulis secara global wilayah Desa Depok yang
memiliki tujuh dusun praktek pernikahan dini mencapai 60% kebanyakan
pihak wanita lebih muda dari pada pria, walaupun ada sebagian pria lebih
muda dari pada wanita. Latar belakang kehidupan orang tua yang kurang
mampu akan memper cepat pernikahan tersebut dengan alasa mengurangi
beban yang titanggung oleh orang tua. Maraknya praktek pernikahan dini
menjadi alasan untuk menikahkan anaknya.
Tabel data pernikahan dini di Desa Depok Kecamatan
Kalibawang
Nama Umur PendidikanNo
Suami Istri Suami Istri Suami Istri
Alamat Tanggal
menikah
1 Anen Nur
Hidayah
23 15 SMP SMP RT 03 22-6-2004
2 Surotib Rini Astuti 18 29 SD SMP RT 05 20-5-2003
3 Rasno Salamah 18 30 SMP SD RT 05 1-5-2005
4 Taufik Rani .H 18 15 SD SD RT 02 28-5-2006
5 Slamet
Riyadi
Iswati 21 13 SD SD RT 04 18-8-2004
6 Maftuhin Nurul
Kholida
18 18 SD SD RT 01 21-6-2006
7 Soimun Siska
Ekawati
18 16 SD SMP RT 03 20-10-
2005
8 Amirudin Ernawati 20 14 SD SD RT 02 1-2-2005
9 Susanto Aimatun 19 5 SD SD RT 06 15-1-2007
10 Parman Nur
Hidayah
17 13 SD SD RT 06 22-5-2006
11 Tobroni Sukinah 19 14 SD SD RT 07 27-1-2006
12 Syukur Khotijah 22 15 SMP SMP RT 02 24-3-2007
13 Anto Muftiah 25 15 SD SMP RT 03 2-7-2006
14 Hasanudin Nur
Rifaiyah
20 15 SD SMP RT 01 14-6-2008
15 Turyono Rofiatun 24 15 SD SMP RT 07 23-5-2004
4.2.1.Faktor penyebab pernikahan Dini
Sebagai mana dalam masyarakat pada umumnya, anak-anak
yang menginjak usia dewasa akan berkembang dengan kondisi fisik,
mentalitas dan sosialnya. Mereka bergaul dengan teman-temannya
yang adakalanya dalam pergaulan itu mereka menemukan pasangan
yang dirasakannya sesuai untuk dirinya. Perubahan pergaulan yang
akrab tersebut kemudian menumbuhkan rasa cinta. Yang pada ahirnya
ke duanya menginginkan pernikahan.
Hal serupa juga terjadi di Desa Depok masyarakat memandang
seorang gadis dewasa adalah 15 tahun, banyak orang tua yang tidak
menyekolahkan anak gadisnya setelah SLTP. Sedang bagi anak laki-
laki faktor usia tidak begitu dirisaukan di pandang sudah dewasa dan
sudah bisa mencari penghasilan.minimnya informasi pengembangan
potensi diri dan ilmu pengetahuan bagi seseorang anak bukanlah suatu
hal yang penting untuk diupayakan oleh orang tua. Hal tersebut tidak
terlepas dari kondisi sosiologis mereka yang bertempat tinggal
diwilayah pegunungan yang jauh dari kota. Dan kebanyakan mata
pencaharian petani (wawancara,1-4-2010). latar belakang yang
mempengaruhi pernikahan dini di Desa Depok Kecamatan
Kalibawang Kabupaten Wonosobo.
Suwati (13 tahun) sebagai orang yang terlibat langsung
menikah dalam usia dini mengatakan bahwa, menikah diusia dini
sebenarnya sudah dari dulu dari nenek moyang samapi sekarang kalau
sudah agak besar disuruh menikah karena kalau tidak menikah mereka
harus mencari uang sendiri, ahirnya mereka takut karena tidak ada
yang member uang untuk kebutuhannya, maka mereka memilih untuk
menikah mereka merasa dengan menikah kebutuhan akan terpenuhi
walaupun sangat-sangatlah minimal, mereka sudah merasa puas
dengan sambil menikmati dengan suami walaupun penghasilan sedikit
(Wawancara tgl 1 April 2010)
Haryanti (16 tahun) mengatakan bahwa masyarakat Desa
Depok menikah kebanyakan dari masyarakat golongan ekonomi yang
kurang mampu (ekonomi rendah) yaitu sebagian besar dari hasil
petani akan tetapi ada juga masyarakat yang sama-sama tinggi
dijodohkan biar kekayaanya tidak jatuh keorang lain. Hal ini pikiran
masyarakat Desa Depok Kecamatan Kalibawang sebagai faktor
menikahkan dalan usia muda.
Hal serupa juga dikatakan Sulimah (15 tahun) sebagian
masyarakat yang terlibat dalam pernikahan usia dini dan merupakan
dari masyarakat golongan ekonomi yang berada mengatakan bahwa
menikah dalam usia muda sebenarnya akan membentuk pola
kehidupan ekonomi yang lebih tinggi karena orang beranggapan kalau
orang yang sudah berkeluarga rejeki akan datang sendiri (Wawancara
2-4-2010).
Keadaan masyarakat perdesaan pada umumnya tingkat
ekonominya rendah, sebab sebagian besar mayoritas mata
pencaharianya adalah sebagai petani ataupun buruh tani atau bisa
dikatakan hidup yang memandai kadang dapat banyak kadang dapat
sedikit. Hal ini dapat menentukan kelangsungan hidup dalam rumah
tangga dalam memenuhi kehidupan sehari-hari.
Dalam kenyataan masyarakat Desa Depok yang mengadakan
pernikahan dini kebanyakan dari masyarakat ekonomi rendah, mereka
beranggapan lebih baik menikahkan anaknya dengan harapan bisa
membantu meringankan perekonomian keluarga dari pada
melanjutkan pendidikan yang lebih tinngi, karena disamping kurang
adanya kemampuan juga terbatasnya bianya yang ada.
Khotijah (16 tahun) yang merupakan dari keluarga yang taat
beragama mengatakan perkawinan dalam Islam dihalalkan bahkan
dianjurkan bagi oaring yang sudah mampu dalam artian kalau
seseorang itu sudah mampu maka, agama menganjurkan, agama
menganjurkan untuk menikah dari pada mereka terlanjur melakukan
maksiat.
Muftiah (15 tahun) sebagai anak dari tokoh masyrakat bahwa
menikah sebenarnya hanya menjalankan perintah agama karena kalau
tidak menikah mereka hanya pacaran saja dikhawatirkan terjerumus
ke hal-hal yang tidak diinginkan begitu juga kalau seorang ini sudah
tidak mampu kenapa harus menunggu lama. Yang penting sudah
merasa saling cocok. Selain itu agama menganjurkan dari perkawinan
tersebut hanya unuk mendapatkan keturunan dan menuruti perintah
agama, dengan hal inilah masyarakat menganggap walaupun usianya
masih terlalu muda mereka dituntut untuk menikah (Wawancara 2-4-
2010).
Masyarakat Desa depok telah mengerti bahwa tujuan
perkawinan bukan sekedar mengembangkan keturunaan dan
melestarikan kehidupan manusia saja, tetapi lebih dari itu perkawinan
merupakan salah satu sarana untuk mengabdikan diri pada Allah
SWT.
Oleh karena itu perkawinan merupakan sesuatu yang suci dan
luhur. Islam menganjurkan untuk setiap muslim melaksanakanya
rosullah sendiri menganjurkan untuk setiap muslim melaksanakanya.
Rasullah sendiri melarang seseorang untuk membujang kecuali
dengan alas an-alasan tertentu.
Nur Hidayah (15 tahun) merupakan warga yang terlibat
langsung sebagai wanita yang menikah dalam usia dini dibawah
ketentuan Undang-Undang yang berlaku mengatakan masyarakat
Desa Depok terkenal dengan masyarakat yang mempunyai kebiasaan
sebagai tradisi yaitu tradisi pernikahan dini. Hal itu muncul karena
tuntutan masyarakat kalau perempuan itu sudah ada yang mau
melamar harus cepat-cepat menikah karena kalau tidak takut pada
ahirnya tidak laku dan bisa dibilang sebagai perawan tua. Hal ini tidak
bisa dipungkiri sebagian masyarakat termasuk Nur Hidayah yang
tidak mengikuti tradisi ini maka bisa dibilang tidak laku ahirnya
mereka menemukan jodoh dan sudah tidak ada kabar-kabar yang tidak
enak (Wawancara,2-4-2010).
Dengan demikian masyarakat Desa Depok memang desa yang
sangat terkenal dari pada Desa-Desa yang lainmengenai perkawinan
dalam usia dinisebab merupakan warisan dari nenek moyang dari dulu
sampai sekarangsehingga sampai saat ini masih sulit dirubah,
sehingga sulit sekali untuk memberikan masukan-masukan supaya
masyarakat lebih mengerti dengan tradisi seperti itusebenarnya tidak
baik, memang secara agama baik akan tetapi akan tetapi untuk meraih
masa depan perlu dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum menikah
diusia dini.
Perkawinan usia dini bagi masyarakat Desa Depok merupakan
alternatif terahir untuk mengatasi suatu keadaan yang tidak diinginkan
oleh semua pihak seperti halnya karena adanya pemikiran yang masih
diwarnai dengan adat. Sehingga banyak terjadi dalam masyarakat
disaat anak gadisnya dilamar orang, maka orang tua kadang
menerimalamaran untuk menghindari rasa malu dari anggota
masyarakat yang lain kalau anaknya mendapat predikat perawan tak
laku atau tua. Walaupun anak tersebut belum siap mental untuk
memasuki dunia perkawinan. Jadi ukuran kedewasaan dalam
perkawinan ini berhubungan erat dengan kematangan dan kemampuan
wanita dan pria akan melangsungkan perkawinan.
Meskipun secara tehnik, agama Islam tidak menentukan batas
usia perkawinan, namun islan memberikan batsan kemampuan bagi
seorang yang sudah pantas dianjurkan untuk melaksanakan akan
perkawinan dan disuruh menahan diri bagi yang belum mampu
melaksanakan perkawinan prinsip ii berdasarkan Hadits Rasulullah
SAW.
)
Artinyawahai para pemuda, barang siapa di antara kalian ba ah
maka kawinlah. Karena sesungguhnya kawin lebih bisa menjagapandangan mata dan lebih menjaga kemaluan. Bila tidak mampumelaksanakannya maka berpuasalah karena puasa bagi Nya adalahkendali (HR Imam lima).
Sabda Rasullah tersebut memberikan petunjuk, bahwa baik
pria maupun wanita apabila belum mampu, dianjurkan untuk menunda
perkawinan sampai mempunyai kemampuan mental fisik, terutama
bagi calon istri yang akan menghadapi kehamilandan kelahiran.
Faktor usia ibu yang hamil akan berpengaruh besar terhadap kualitas
janin dan perkembangan anak selanjutnya. Resiko penderitaan yang
mengandung bahaya ini harus selalu diperhatikan dan selanjutnya
dihindarkan agar tidak merusak keturunan atau generasi berikutnya.
Berdasarkan uriaan diatas, tentang berbagai faktor yang
menyebabkan perkawinan usia dini dapatlah dimengerti bahwa faktor
orang tua sangat mendominasi terjadinya perkawinan usia dini baik itu
karena pengaruh pendidikan, ekonomi dan adat. Karena orang tua itu
adalah sebagai pembentuk dan pembangun jiwa anak pertama kali
sebelum anak mengenal dunia lai. Selain itu orang tua adalah orang
yang paling dekat dengan anak-anak mereka dan rasa cinta serta
tanggung jawabterhadap anaknya merupakan pemicu utama untuk
selalu membahagiakan anak-anak mereka ke jalan yang penuh
kebahagiaan, terutama dalam mengendalikan rumah tangga. Jadi
untuk dapat melangsungkan pernikahan tidak terlepas adanya ijin dari
kedua orang tua, sebagai mana yang ditetapkan dalam Undang-
Undang perkawinan No.I tahun 1974 pasal 6 ayat 2.
Perkawinan usia muda pada umumnya belum memiliki
kematangan jiwa dalam melangsungkan perkawinan, sehingga apabila
mereka nikah, maka antara suami isrti tersebut tidak dapat
menjalankan hak dan kewajibannya sebagai suami istri di dalam hidup
berumah tangga, dan akan menimbulkan kegoncangan karena hal
tersebut telah menyimpang dari ketentuan yang ada. Pengabaian tugas
seorang kepada orang lain merupakan penyebab utama terjadinya
perselisihan dan pertengkaran yang ahirnya didalam kehidupan rumah
tangga tidak harmonis dan sejahtera.
Perkawinan usia dini biasanya dilakukan pada usia dibawah 20
tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi laki-laki, mereka itu biasanya
belum mempunyai pekerjaan yang menetap yang pada ahirnya akan
menjadi beban kedua oarang tua. Apabila kalu sudah mempunyai anak
hal ini akan menambah erat di dalam menopang pada orang tuanya.
BAB IV
DAMPAK PSIKOLOGI DAN SOLUSINYA DI DESA DEPOK DALAM
PERSPEKTIF BIMBINGAN KONSELING ISLAM
4.1. Pernikahan Dini
4.1.1. Faktor penyebab pernikahan dini
Sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumya,
pernikahan/ perkawinan pada usia muda yang terjadi di Desa
Depok Kecamatan Kalibawang Kabupaten Wonosobo adalah hal
yang biasa dan bukan hal yang asing lagi. Penyebab terjadinya
perkawinan di bawah umur ini kemudian di hubungkan dengan
ketentuan dalam pasal 6 ayat (2) undang-undang perkawinan No. 1
tahun 1974 yang berbunyi :
Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum
mencapai umur 21 (dua pupluh satu tahun harus mendapt izin
kedua orang tua.
Latar belakang yang mempengaruhi pernikahan dini di Desa Depok
Kecamatan Kalibawang Kabupaten Wonosobo adalah:
4.1.1.1. Faktor orang tua
Pelaksanaan pernikahan di Desa Depok
Kecamatan Kalibawang disebabkan karena faktor orang tua
yang menikahkan anaknya dengan paksa dan memalsukan
umurnya. Sebenarnya itu merupakan tindakan yang kurang
bijak menurut Islam dan UU perkawinan No.I tahun 1974
sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (1) yang
berbunyi”perkawinan haruslah didasarkan atas persetujuan
kedua calon mempelai.
Walaupun orang tua mempunyai hak untuk
menikahkan anaknya dengan paksa, tapi mereka tidak
sewenang-wenang memilih tanpa ada pertimbangan dahulu
dari anak-anaknya. Agar terjadi kemaslahatan umur dalam
melakukan pernikahan yang benar-benar berdasarkan atas
suka sama suka tanpa paksaan dari orang tua, karena yang
demikian akan menimbulkan rasa tanggung jawab atas diri
masing-masing.
hukum Islam memandang mengakui adanya hak
ijab yang dimilikioleh orang tua untuk menikahkan anaknya
yang masih dibawah umur. Kenyataan yang terjadi di Desa
Depok Kecamatan Kalibawang anak yang dinikahkan
secara biologis sudah dikatakan baligh, karena mereka pada
umumnya telah mengalami tanda-tanda kedewasaan, seperti
haid dan mengalami mimpi basah. Sedangkan umur yang
ditentukan oleh UU perkawinan No. I tahun 1974 pasal 7
ayat (1). Namun secara psikologis caloan mempelai tersebut
belum tentu dewasa karena tujuan pernikahan adalah untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hak perwalian orang tua yang terdapat dalam UU
perkawinan No.I tahun 1974 diatur dalam pasal 50 ayat (1)
yang berbunyi bahwa “anak yang belum mencapai umur 18
tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang
tidak berada dibawah kekuasaan walinya”
Tapi kenyataan yang terjadi di Desa Depok
Kecamatan Kalibawang Kabupaten Wonosobo pada
umumnya wali nikah pada anak perempuan adalah orang
tuanya.
Menurut penulis proses pernikahan harus lewat
kerelaan atau persetujuan dari kedua calaon mempelai
karena setiap pernikahan yang dilaksanakan dengan
paksaanakan menimbulkan akibat yang sangat rawan atau
sensitive untuk membina kehidupan rumah tangga.
Sebenarnya banyak anak yang tidak mau dinikahkan
menurut pilihan orang tua dan apabila terjadi maka tujuan
pernikahan tidak tercapai, karena pada ahirnya pernikahan
tersebut merupakan tempat untuk melampiaskan hawa
napsu dan kebutuhan biologis saja.
4.1.1.2. Faktor Kemauan Anak
Faktor atas kemauan anak dalam pernikahan
dibawah umur menurut pengamatan penulis, karena
adanya pengaruh lingkungan disekitarnya. Dikarenakan
banyaknya anak-anak yang seusianya atau teman-teman
mereka yang sudah menikah, dan ahirnya merekapun
terpengaruh untuk ikut-ikutan menikah disebabkan mereka
takut dikatakan tidak laku.
Faktor kemauan anak ini terkadang bukan
keinginan sendiri atau panggilan dari nalurinya, namun
dipengaruhi oleh faktor luar seperti keinginan atau rayuan
dari orang lain atau keinginan orang tua. Dan faktor
kemauan anak ini akan muncul.
Menurut penulis bahwa pernikahan adalah ikatan
yang suci antara laki-laki dan perempuan yang dengan
persetujuan antara keduanya dan didasari dengan rasa
cinta kasih, bukan sekedar karena pengaruh orang lain
atau sebagainya. Pernikahan yang tidak dilandasi
keihlasan yang tulus akan berakibat buruk dalam rumah
tangganya seperti yang terjadi dalam kelurga Bapak
Taufiq.
4.1.1.3. Faktor Adat
Adanya tradisi tidak mudah diubah dengan adanya
semangat pendidikan dan kesadaran agama yang tinggi
serta peningkatan ekonomi, karena tidak bertentangan
dengan agama Islam yang membolehkan atu
menganjurkan umat untuk menikah, jika sudah
mempunyai kemampuan. Dan UU No.I tahun 1974 masih
memberikan kelonggaran untuk pernikahan dibawah umur
yaitu dengan jalan meminta dispensasi dari Pengadilan
Agama (PA).
Dengan demikian penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa UU No.I tahun 1974 tidak mutlak
dalam memberikan suatu ketentuan, sehingga tidak heran
jika terjadi pelanggaran, lebih-lebih tentang umur
pernikahan yang terjadi di Desa Depok Kecamatan
Kalibawang Kabupaten Wonosobo.
Dan Nampak jelas bahwa UU No.I tahun 1974
sebagai UU positif belum mampu mengakomodasikan
semua permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan
belum nampak jelas bahwa UU No.I tahun 1974 sebagai
UU positif mampu mengatur masyarakat yang lebih baik.
Akibatnya kemudian masyarakat lebih percaya kepada
hukum adat yang sudah mengatur di masyarakat.
Suatu kenyataan yang dapat kita lihat dari adanya
pernikahan dini yang dilakukan di Desa Depok Kecamatan
Kalibawang pernikahan tersebut banyak dilakukan karena
pengaruh adat, walaupun sebagian dari masyarakat sudah
tahu dengan adanya batas usia pernikahan, akan tetapi hal
tersebut tidaklah menjadi suatu penghalang bagi mereka
untuk melakukan pernikahan.
Praktek pernikahan dibawah umur yang ada pada
masyarakat di Desa Depok Kecamatan Kalibawang
menurut penulis merupakan tradisi yang sudah ada dalam
beberapa keluarga. Dengan adanya anggapan-anggapan
masyarakat tantang arti sebuah pernikahan, yang menurut
mereka merupakan suatu hal yang sangat berarti dalam
kehidupan masyarakat tanpa melihat hakikat dan tujuan
sebuah pernikahan yang lebih dalam lagi, dimana hal itu
akan membawa mereka kesuatu paradigma yang
sebenarnya menyulitkan mereka, seperti adanya anggapan-
anggapan bagi anak tidak laku dan lain-lain.
4.1.1.4. Faktor Pendidikan
Dengan pelaksanaan pernikahan dini suatu bukti
bahwa mereka yang belum bisa berfikir secara bijaksana
dan luas karena mereka yang melakukan pernikahan dini
umur rata-rata berpendidikan rendah. Akibat dari
sempitnya pola pikir mereka dan kurangnya pertimbangan
untuk melakukan pernikahan maka akan mempengaruhi
kehidupan dalam rumah tangga, dan jika didalam rumah
tangganya menemukan permasalahan-permasalahan
mereka tidak dapat memecahkan secara sendiri, dan
melibatkan orang tua atau pihak keluarga
menurut penulis adalah merupakan suatu
kewajaran, karena pada umumnya seseorang yang
berpendidikan rendah akan berfikir sempit dan kurang
maju serta jauh dari pertimbangan-pertimbangan.
Namun sebaliknya orang yang berpendidikan
tinggi akan mempunyai pola pikir lebih luas dan bijaksana
dalam mengambil suatu keputusan dan untuk menentukan
keputusan melalui pemikiran yang matang dan jeli, apalagi
dalam menentukan suatu pemikiran dimana pernikahan
tersebut adalah suatu pondasi dari kehidupan masyarakat.
Namun secara logika bahwa pernikahan yang dilakukan
oleh orang yang berilmu atau berpendidikan akan lebih
bijaksana dalam bertingkah laku dan berfikir, sehingga
tujuan dari pernikahan akan lebih mudah tercapai.
4.1.1.5. Faktor Ekonomi
Adanya faktor ekonomi dalam pelaksanaan
pernikahan dini di Desa Depok Kecamatan Kalibawang
Kabupaten Wonosobo menurut penulis, merupakan
perlengkapan bukan merupakan tujuan utama menikahkan
anaknya, karena dalam kenyataan yang ada mereka yang
sudah berkeluarga atau yang sudah berumah tangga,
ekonominya masih tergantung pada orang tuanya. Hal ini
terbukti karena mereka belum mempunyai memampuan
ekonomi dan kematanganjiwa raga.
Dari praktek pernikahan dini tersebut semata-mata
hanya tujuan orang tua agar mereka bahagia dan lega
karena sudah menikahkan ankanya, walaupun secara
ekonomi masih bergantung pada orang tua. Namun UU
No.I tahun 1974 pasal 45 ayat (1) yang menyatakan
bahwa: kedua orang tua wajib memilih dan mendidik
anak-anak mereka sebaik-baiknya (2) dan kewajiban orang
tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai
anak tersebut kawin atau dapat berdiri sendiri.
Dengan demikian, jelas bahwa sebenarnya orang
tua sudah tidak punya kewajiban lagi untuk memelihara
dan mendidik, lebih-lebih member nafkah, karena ia sudah
menikah. Akan tetapi yang di masyarakat pada umumnya
orang tua masih ikut campur dalam masalah ekonomi
anaknya.
Menurut penulis hal yang seperti ini akan
membuat anak tersebut lambat berfikir dan kurang
bertanggung jawab dan akan menjadikan anak sulit untuk
cepat mandiri, juga melainkan keluarganya.
Akan tetapi ada juga yang melakukan pernikahan
dini karena tidak bisa melanjutkan sekolah disebabkan
tidak mempunyai bianya dan kurangnya dorongan dari
orang tua, ahirnya mereka terpaksa menikah agar tidak
menjadi bahan pembicaraan.
4.1.1.6. Faktor agama
Faktor agama juga mempunyai peran yang sangat
penting dalam pelaksanaan pernikahan dini dalam Islam
tidak ada larangan pernikahan dini. Sehingga sebagian
masyarakat berpendapat hal itu merupakan tindakan
semata-mata untuk melestarikan sunah Rosul. Bagi
masyarakat pernikahan bukan lah merupakan hal yang
sulit dan bukan trmasuk perbuatan dosa, sehingga haruds
melanggar UU No. I tahun 1974, mengenai batas social
pernikahan./ disamping itu juga masyarakat mengenal
tentang aturan-aturan dalam UU No.I/1974 tersebut.
Adapun pernikahan Rosul dengan siti Aisyah yang
dijadikan pedoman oleh masyarakat dalam melasanakan
pernikahan dini, menurut penulis disebabkan karena
mereka tidak mengerti atau tidak tahu hikmah dibalik
pernikahan Rosul dengan Siti Aisyah. Lebih lanjut penilis
bahwa praktek pernikahan dini tersebut lebih cenderung
sebagai tradisi dalam rangka melestarikan teladanan
pernikahan nabi dengan Siti Aisyah, namun hal ini
tidaklah mudah dihilangkan oleh semangat pendidikan,
peningkatan ekonomi atau UU formal sekalipun, seperti
yang telah terjadi di Desa Depok kecamatan Kalibawang
Menurut penulis bahwa pernikana dini dalam
konteks sekarang kurang bahkan tidak cocok lagi untuk
dilaksanakan, karena mengemudikan bahtera rumah
tangga akan menimbulkan berbagai masalah yang harus
dihadapi apalagi di era globalisasi sekarang ini, dimana
persaingan begitu ketat terutama dibidang perekonomian.
Walaupun secara yuridis pernikahan dini yang
dilaksanakan dianggap sah, hanya saja dari segi psikologi
atau social ekonomi masih diragukan dan akan
menimbulkan permasalahn dalam rumah tangganya.
Berdasarkan kenyataan yang ada bagi mereka yang
melakukan pernikahan dini masih jauh dari taraf
kematangan baik secara fisik, psikologis dan ekonomi
4.1.2. Dampak Psikologis Pernikahan Dini
1. Kecemasan
Keluarga ibu Nurul bisa dibilang keluarga menengah
kebawah, karena suami ibu nurul hanya seoarang buruh tani
mereka mempunya seorang anak perempuan. Dalam kehidupan
sehari-hari keluarga ibu Nurul selalu didatangi masalah seolah-olah
masalah itu tidak ada habisnya. Mulai dari ekonomi sampai
masalah anak mereka, kebutuhan-kebutuhan dalam keluarga Ibu
Nurul selalu bertambah sedangkan gaji suaminya hanya cukup
untuk makan sehari-hari, sedangkan Ibu tidak bisa membantu
karena tidak mempunyai pekerjaan Ibu Nutul hanya ibu rumah
tangga.
Apalagi suami Ibu Nurul orangnya keras dalam rumah
tangga sukanya ngatur-ngatur Ibu Nurul, ibu Nurul selalu di paksa
untuk mematuhi pernintaan suaminya dan Ibu Nurul tidak diberi
kesempatan memberikan pendapat dalam berbagai masalah, hampir
semua keputusan yang diambil adalah mutlah dari suaminya, tapi
kalau ada kesalahan dalam membuat keputusan Ibu Nurul yang
kena batunya suaminya langsung marah-marah padahal Ibu Nurul
tidak tahu apa-apa.
Hari demi hari dilewati Ibu Nurul dengan penuh kecemasan
apakah hari esok dan seterusnya akan sama dengan hari yang sudah
dilalui pikiran seperti itu selalu menghantui perasaan ibu Nurul.
Bagaimana kehidupan anaknya, sekolah dan lain-lain.
Hal serupa juga terjadi dalam keluarga Ibu Rini, Ibu Rini
yang kebetulan suaminya lebih muda dari pada ibu Rini, mengaku
sangat cemas dengan keadaannya apalagi suaminya belum bisa
berfikir secara dewasa masih seperti anak-anak. Kadang-kadang
suaminya masih suka bermain dengan anak kecil dan tidak
memperdulikan Ibu Rini dan anaknya. Hal seperti inilah yang
selalu dipikirkan oleh ibu Rini setiap hari disamping masalah
ekonomi yang tidak stabil pendapatanya perhari kadang dapat
kadang tidak.
Hal sepertti itulah yang menjadi keresahan mereka setiap
hari dan yang menjadikan pertengkaran pula, segingga rumah
tangganya kurang harmonis setiap ada masalah mereka
menyelesaikan dengan emosi. Sehingga permasalahan tak kunjung
selasai-selesai.
Menurut penulis pernikahan adalah ikatan yang suci antara
laki-laki dan perempuan yang bertujuan untuk membangun
keluarga sakinah, mawadah, warohmah. Dalam rumah tangga
antara suami dan istri harus saling melengkapi dan saling mengerti
apa saja yang membuat keluarga bisa rukun dan tentram bukan
saling nencari kekurangan masing-masing. Perbedaan karakter
antara suami dan istri itu sangat-sangatlah manusiawi karena Allah
menciptakan mahluk-Nya antara satu dan yang lain tidak ada
kesamaan, oleh sebab itu dalam kehidupan rumah tangga kita perlu
sabar dan saling mengerti antara suami dan istri sehingga akan
tercapainya keluarga sakinah, mawadah, warohmah. Kecemasan-
kecemasan yang tibul akibat gonjang-ganjingnya rumah tangga
akan sedikit berkurang.
2. Stres
Nur hidayah ibu rumah tangga yang baru tiga tahun
menikah dari awal pernikahan mereka sudah mengalami masalah
yang serius. Mereka melakukan kawin lari karena orang tua ibu
Nur tidak menyetujuai pernikahan mereka alasan orang tuanya
karena suami ibu Nur bukan dari keluarga kaya sedangkan orang
tua Ibu Nur bisa dikatakan paling kaya di kanpungnya.
Mereka menikah ketika mereka masih sama-sama duduk
dibangku sekolah, mereka nekat melakukan pernikahan dengan
tujuan orang tua Ibu Nur sadar dan nau merestui hubungan mereka.
Tapi kenyataan yang terjadi tidak seperri itu, orang tuanya tetep
tidak mau merestui malah menganggap anaknya hilang.
Dari hari kehari Ibu Nur berharap supaya orang tuanya
berubah pikiran mau memaafkan Ibu dan mau menerima suaminya
sebagai menantunya, tapi harapanya selama ini sia-sia karena
sampai saat ini orang tuanya belun juga merestuinya.
Bukan hanya itu masalah-masalah selalu datang dari
masalah ekonomi sampai masalah dengan tetangga, suaminya Ibu
yang ketika menikah masih berumur 18 tahun disamping belum
mempinyai pekerjaan suami Ibu juga belum bisa bergaul dengan
tetangga dengan baik, disamping orangnya pendiam kebetulan juga
keras kepala, emosional jadi tetangga-tetangga sering
membicarakan suami Ibu. Ibu Nur jadi tidak enak sama tetangga
dengan kelakuan suamimya.
Masalah ekonomi juga sering menjadi masalah dalam
keluarga ibu Nur mereka makan sehari-hari masih minta orang tua
suami Ibu Nur, sedangkan suaminya belum bisa mendapatkan uang
untuk kehidipan sehari-hari, sebagai manusia Ibu Nur kadang iri
dengan tetangganya yang suaminya bisa mendapatkan uang sendiri
dan bisa membelikan sesuatu pada istrinya, masalah yang satu
belum selasai timbul masalah lain yang sangat mengganggu pikiran
ibu Nur. Masalah-masalah itu silih berganti seakan-akan ibu Nur
tidak sanggup menjalaninya tapi Ibu Nur percaya bahwa setiap
masalah pasti ada jalan keluarnya dan Allah tidak akan menguji
hambanya selagi tidak bisa menjalaninya.
Menurut penulis kita hidup memang perlu perjuangan tidak
semua orang akan mengalami kesedihan terus menerus dan setiap
orang juga tidak akan bahagia terus menerus, Allah menciptakan
sesuatu di Dunia ini secara berpasang-pasang ada siang ada malam,
ada sedih ada senang. Kita sebagai manusia hanya bisa beusaha
dan berdoa apa yang sudah digariskan pada kita.
Orang tua adalah orang yang sudah mengasuh,
membesarkan, mendidik kita dari bayi hingga dewasa, jidi semua
perkataan oarng tua adalah doa, kita sebagai anak hanya bisa
berusaha mematuhi perintahnya karena surga berada di bawah kaki
Ibu.
4.2. Solusi Pernikahan dini
Melihat peranan orang tua sangat berpengaruh terhadap
maraknya pernikahan dini, maka dari itu dengan wujud kepedulian
kepada warga Desa Depok Kecamatan Kalibawang Kabupaten
Wonosobo, Kantor Urusan Agama mengadakan penyuluhan yang
ditujukan kepada orang tua dan anak-anaknya (remaja).
Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah
dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah
yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung
jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya
untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap
dalam kehidupan bermasyarakat.(Nurihsan,2006:99).
Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak-anak ini dalam
Undang-undang No.1 tahun 1974 diatur dalam pasal 45-47. Dalam
pasal 45 ditentukan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan
mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya, sampai anak itu kawin
atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban ini berlaku terus meskipun
perkawinan antara kedua orang tua itu putus. Disamping kewajiban
untuk memelihara dan mendidik tersebut, orang tua juga menguasai
anaknya yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum petnah
melangsungkan perkawinan. Kekuasaan orang tua ini meliputi juga
untuk mewakili anak yang belum dewasa ini dalam melakukan
perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan (pasal 47)
Sedangkan remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi
terintegrasi kedalam masyarakat dewasa dimana suatu usia anak tidak
merasa sama atau sejajar dengan orang dewasa (Ali, 2008: 9).masa
remaja adalah masa dimana remaja belum dewasa atau belum matang
dalam petiode perkembangan manusia antara masa puber dan
pencapaian dewasa.
Dengan alasan seperti itulah maka pihak KUA kecamatan
Kalibawang mengadakan penyuluhan pernikahan dini ditujukan
langsung pada orang tua dan remaja dengan tujuan agar orang tua dan
remaja bisa memahami hukum dan dampak-dampak dari pernikahan
dini.
Penyuluhan tersebut dilaksanakan dengan metode kelompok.
Metode kelompok ini ditujukan pada orang tua dan remaja dengan
tujuan agar mereka sadar dengan hukum yang berlaku di Indonesia
dan bahaya yang akan terjadi khususnya bagi calaon ibu yang mau
melahirkan. Penyuluhan ini dilaksanakan tiga sampai empat bulan
sekali dengan tujuan mereka mau berangkat dan mau memperhatkan
apa yang disampaikan, dan mau merubah tradisi tentang pernikahan
dini..
Dengan diadakan Bimbingan tersebut, sedikit banyak warga
Desa Depok sudah banyak mengerti tentang bahayanya pernikahan
dini, apalagi melihat pelaku pernikahan dini yang banyak mengalami
dampak-dampak yang negatife. Mereka belajar dari pengalaman
masyrakat yang melakukan praktek pernikahan dini banyak yang
mengalami dampak yang negatif seperti kecemasan dan sters, akibat
rumah tangganya yang tidak harmonis kebayakan masyarakat karena
masalah ekonomi. Mereka hanya bisa berpasrah dan berdoa semoga
keadaan seperti ini akan cepat berahir dan hari esok akan lebih baik
dari hari-hari sebelumnya
Bimbingan tersebu dilaksanakan dengan menggunakan
fungsi-fungsi Bimbingan Konseling Islam antara lain:
Fungsi Preventif yaitu pencegahan, KUA kecamatan
Kalibawang melakukan Bimbingan yang ditujukan pada orang tua dan
remaja yang akan melakukan pernikahan dini. Dengan tujuan agar
para calon pelaku pernikahan dini sadar akan adanya hukum yang
berlaku di Indonesia, dan akan lebih paham tentang bahanya
pernikahan dini terutama bagi remaja perempuan yang melahirkan.
Fungsi kuratif pemecahan dalam hal ini dari pihak KUA
membatu dalam memecahkan bagaimana supanya pernikahan dini
agar tidak dilakukan oleh warga desa Depok, yang dari tahun ketahun
angka pernikahan dini bukanya berkurang tapi malah bertambah dan
bertambah terus yaitu dengan cara mengadakan Bimbingan kepada
orang tua dan remaja, yang dilakukan tiga sampai empat bulan sekali
walaupun itu dilakukan dalam keadaan tidak resmi karena masih
menumpang kegiatan-kegiatan lainya.
Fungsi developmental pengembangan yang dilakukan
bagaimana Bimbingan pada orang tua dan remaja tidak berhenti
begitu saja walaupun kadang banyak masyarakat Desa Depok yang
menyepelekan masalah itu, tapi Bagai manapun caranya dari pihak
yang bersangkutan terus memperbaiki kekuranganya apa, agar
masyarakat Desa Depok berantusias mengunjungi Bimbingan
tersebut. Apalagi dalam Bimbingan itu tidak hanya terfokus dalam
masalah pernikahan dini tapi menyangkut masalah bahanya setelah
melakukan pernikahan dini seperti yang sudah terjadi di Desa Depok
yaitu cemas dan stress.
BAB VKESIMPULAN
Setelah mengadakan pembahasan dan penelitian dari Bab I sampai Bab IV
maka dalam mengakhiri skripsi tentang Dampak Psikologis Pernikahan Dini Dan
Solusinya Perspektif Bimbingan Konseling Islam (Study Kasus Di Desa Depok
Kecamatan Kalibawang Kabupaten Wonosobo) penulis akan membagi dalam dua
sub judul kesimpula, saran penutup.
5.1. KESIMPULAN
Dari uraian bab per bab sebelumnya penulis dapat mengambil
beberapa pokok yang dapat menjadikan kesimpulan dari keseluruhan
pembahasan ini.
1. Pernikah dini yang terjadi di Desa Depok Kecamatan
Kalibawang merupakan kekhawatiran orang tua terhadap anak
gadisnya kalau-kalau anaknya jadi perawan tua dan terjerumus
kejurang kemaksiatan, jadi pernikahan dini dianggap jalan keluar
yang terbaik, walaupun anak itu belum mampu baik materi
maupun psikologis. Ada dua cara yang ditempuh oleh
masyarakat Desa Depok dalam mengatasi Undang-Undang
perkawinan No 1 tahun 1974 yaitu pertama dengan minta
dispensasi dengan Pengadilan Agama setempat, dan yang kedua
memalsukan umur yang dilakukan orang tua mereka sendiri.
2. Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1/1974 sebagai hukum
positif yang berlaku di Indonesia, menetapkan batas umur
perkawinan 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan
(pasal 7 ayat (1)). Namun batas usia tersebut bukan merupakan
batas usia seseorang telah dewasa, yang cukup dewasa untuk
bertindak, akan tetapi batas usia tersebut hanya merupakan batas
usia minimal seseorang boleh melakukan pernikahan. Di dalam
pasal 6 ayat (2), disebutkan bahwa seseorang sudah dikatakan
dewasa kalau sudah mencapai umur 21 tahun, sehingga dalam
melakukan pernikahan tidak perlu mendapatkan izin dari kedua
orang tuanya.
3. Faktor-faktor pendorong terjadinya perikahan dini di Desa
Depok Kecamatan Kalibawang antara lain: faktor ekonomi,
faktor orang tua, faktor pendidikan, faktor diri sendiri dan faktor
adat setempat. Faktor ekonomi, karena keluarga yang hidup
dalam keadaan sosial ekonominya rendah/belum bisa mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari. Faktor pendidikan rendahnya
tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak, akan
pentingnya pendidikan. Sedangkan faktor diri sendiri yaitu
karena hubungannya sudah dekat maka mereka memutuskan
untuk segera menikah. Faktor orang tua yaitu orang tua
mempersiapkan/mencarikan jodoh untuk anaknya. Karena faktor
adat terjadinya perkawinan usia muda disebabkan oleh ketakutan
orang tua terhadap gunjingan dari tetangga dekat. Apabila anak
perempuannya belum juga mendapat pasangan, orang tua akan
merasa takut anaknya dikatakan perawan tua.
Dampak psikologis dari pernikahan dini antara lain: cemas dan stress
Sesuai data yang ada maka dampak psikologis yang terjadi di
Desa Depok Kecamatan Kalibawang tidak terlalu banyak bisa
dikatakan sedikit hanya beberapa rumah tangga yang mengalami
kecemasan dan stress yang terjadi karena tidak adanya keharmonisan
dalam rumah tangga yang timbul karena sering terjadi percekcokan,
jemburu yang berlebihan, adanya sikap keras suami terhadap istri,
kurangnya pengetahuan istri terhadap pendidikan anak, mengurus
anak, cara berbakti kepada suami, dan juga kurangnya sikap saling
pengertian antara sesama.
Sebagai wujud kepedulian kepada warga Desa Depok maka
KUA setempat mengadakan penyuluhan kapada orang tua dan remaja,
sebagai solusi dari pernikahan dini, agar ptaktek pernikahan dini
sedikit berkutang.
5.2. SARAN
Untuk tidak menjadi sebagai tradisi pernikahan dini maka penulis
menyarankan:
1. Hendaklah masyarakat Desa Depok Kecamatan Kalibawang
lebih meningkatkan ilmu pengetahuan di dalam segala bidang
dan diterapkan dalam kehidupannya, khususnya tentang undang-
undang perkawinan sehingga tradisi-tradisi seperti itu semakin
menipis.
2. Hendaklah pihak-pihak yang terkiat (pemerintah dan ulama atau
tokoh masyarakat merasa terpanggil untuk ikut meningkatkan
pengetahuan dan wawasan masyarakat Desa Depok Kecamatan
Kalibawang Kabupaten Wonosobo demi menunjang
pembangunan nasional, yang mewujudkan masyarakat adil,
makmur dan sehjahtera dalam bidang material maupun spiritual.
3. Hendaklah orang tua memberikan pengertian dan motivasi agar
anak tersebut mengenyam pendidikan yang lebih tinggi bukan
malah dituruti dan dijodoh-jodohkan agar tercipta suatu
masyarakat yang berkualitas dalam menjalani kehidupan.
4. Sebaiknya masyarakat yang mau melaksanakan perkawinan,
mempertimbangkan usia perkawinan minimal umur 21 tahun
untuk perempuan dan umur 25 tahun untuk laki-laki.
5.3. PENUTUP
Seiring terselesaikan skripsi ini penulis mengucapkan syukur
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan kenikmatan, tufiq, hidayah, serta inayah-Nya kepada penulis.
Dalam penulisan skripsi tentang Dampak Psikologis Pernikahan Dini dan
Solusinya Perspektif Bimbingan Konseling Islam, memang masih jauh
dari kesempurnaan. Meski penulis telah berusaha semaksimal mungkin,
namun menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang
penulis miliki, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Sebagai kata akhir penulis berharap semoga penulisan skripsi ini
bermanfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan pada umumnya bagi
para pembaca semua. Semoga Allah selalu member kemudahan,
kenikmatan, rahmad serta Karunia-Nya kepada penulis. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Adim, Mohamad Fauzil, Indahnya pernikahan Dini, Jakarta: Gema Insani, 2002,
cet I
Albar, Muhamad,Wanita Karir Dalam Timbangan Islam, Pustaka Azam,
1994,cet.I
Al-Ghifari, Abu, Pernikahan dini Delema Generasi Ekstrafagansa, Bandung:
Rineka Cipta, 1998.
Bambang, Marhijanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Terang,
1999.
Basri, Hasan, Merawat Cinta Kasih, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996
Departemen, Agama RI, Alquran Al- Karim dan Terjemahan, Semarang: CV.
Toha putra, 1996.
Departemen Agama RI, Bahan Penyuluhan Hukum, Jakarta : Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Islam, 1999, hlm.136.
Dja’far, M Umay, Menikah jangan Seperti Rasul tapi Seperti ajaran Rasul,
Desember: 2008.
Elizabeth, B. Hurlock,1994. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Anggota IKAPI.
Faqih, Aunur Rahim, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, UUI
Press, Yogyakarta: 2001.
Hadi, Soetrisno, Metodelogi Reseat, Yogyakarta: Andi Offset 1997.
Husen, Ibrahim, Fikih Perbandingan dalam Masalah nikah talak dan rujuk,
Jakarta: 1997.
Hawkins dan Van Den Ban, penyuluhan pertanian terjamahan dari agricultur
alextention, Jakarta 1999.
Http://nyna0626.blokspot.com/2008/10/Pernikahan-dini-pada-kalangan-remaja-
15.html
Ichsan, Ahmad, Hukum Perkawinan Bagi yang Beragama Islam, Suatu Tinjauan
dan Ulasan secara Sosiologi Hukum, Pradia Paramita, Jakarta, 1986
Indraswari, Fenomena Kawin Muda dan Aborsi, Bandung: Mizan 1999
Mahalli, A. Madjab, Menikahlah Engkau Menjadi Kaya (Kado Pernikahan Untuk
Pasangan Muda), Yogyakarta: PT Mitra Pustaka 2006.
Mapreare, Andi, Psikologi Remaja, Usaha Nasional, Surabaya, 1982.
Maureen, Perkawinan Tidak Selalu Mudah, Malang: Dioma 2008.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: P.T Remaja Rosda
Karya, 1999
Muhdholot, Zuhdi, memahami hukum perkawinan, (Nikah, talak, cerai dan rujuk)
Bandung: 1995, cet ke 2
Nasruddin, Thoha. 1967. Pedoman Perkawinan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1988.
Prof. DR. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 6, Bandung : PT. Al Ma’arif, 1990,
hal.9.
Prasetyo, Dwi, Sunar, Metode Mengatasi Cemas dan Depresi, Yogyakarta: Oryza,
2007
Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Saleh, K. Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia,
1978, cet.5.
Sarwono, Sarlito W, Perkawinan remaja, Jakarta: Sinar Harapan, 1994.
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah,(Terj) Moh Thalib jilid 6,Cet I Al-Ma’arif,
Bandung, 1990.
Suhartono, Rawan, Metodelogi penelitian Sosial, Bandung: 1998.
Sukardi, Dewa Ketut, Penghantar Teori Konseling : Suatu Uraian Ringkas), Balai
Aksara, Jakarta, 1985.
Surakmad, Wiranto, Pengantar Penelitian, Bandung: 1989.
Suryanah, A. Toto. AF, Ibadah Praktis, Bandung 1995.
Tohari, Musnawar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan
Konseling,Yogyakarta, UII Pers 1992.
Walgito, Bimo, bimbingan dan Konseling Perkawinan, Yogyakarta: Yayasan
penerbitan fak. Psikologi. UGM
BIODATA
Nama : Siti Malehah
Tempat Tanggal Lahir : Wonosobo, 29 Juni 1986
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Asal : Depok Karangsambung Kalibawang Wonosobo
Alamat Sekarang : Pengilon Rt 3 Rw 4 Ngalian Semarang
No. Telp : 085725946674
Pendidikan Formal : - SDN II Depok, lulus tahun 1998
-SMP N I Kaliwiro, lulus tahun 2000
- SMAN I Wonosobo, lulus tahun 2004
.
Recommended