View
18
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
1/32
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nama kubis diduga berasal dari bahasa Inggris yaitu cabbage. Di Indonesia, kubis sering uaga
disebut sebagai kol. Tanaman kubis (Brassicae oleraceae) termasuk family Cruciferae, Klas
Dicotyledoneae, Subdivisi Angiospermae dan Divisi Embriophyta (Pracaya, 2001). Kubis
sebagai sayuran mempunyai peran penting untuk kesehatan. Kubis banyak mengandung vitamin
dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sebagai sayuran, kubis dapat membantu
pencernaan, menetralkan zat-zat asam dan
memperlancar buang air besar. Tanaman kubis merupakan tanaman semusim yang di Indonesia
banyak ditanam di daerah pegunungan, dengan ketinggian 800 m di atas permukaan laut (dpl)
dan mempunyai penyebaran hujan yang cukup setiap tahunnya. Sebagian kubis tumbuh baik
pada ketinggian 100-200 m dpl, tetapi jumlah varietasnya tidak banyak dan tidak dapat
menghasilkan biji. Pada daerah yang
ketinggiannya di bawah 100 m, tanaman kubis tumbuh kurang baik. (Permadi dan Sastrosiswojo,
1993).
Pada umumnya kubis ditanam dengan pola tanam secara monokultur atau tumpangsari. Waktu
tanam kubis yang paling baik adalah pada awal musim hujan atau awal musim kemarau.
Meskipun demikian, kubis dapat ditanam sepanjang musim atau tahun asalkan kebutuhan airnya
terpenuhi.
Cara budidaya tanaman kubis adalah pengolahan tanah atau pembersihan gulma, penyulaman,
pemupukan, pemanenan, dan pergiliran tanaman (Rukmana, 1994).
Secara umum, semua jenis kubis dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai jenis tanah.
namun demikian, kubis akan tumbuh optimum bila ditanam pada tanah yang kaya akan bahan
organik. Kecuali itu, dalam hidupnya kubis memerlukan air yang cukup, tetapi tidak boleh
berlebihan. Artinya tanaman kubis akan mati bila kekurangan atau kelebihan air.
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
2/32
Realita yang ada, tidak semua petani di sentra pertanaman kubis menanam kubis. Keengganan
petani menanam kubis dipicu leh alasan klasik, takut terserang hama dan penyakit. Tanaman
kubis yang akan tumbuh baik pada kelembaban yang cukup tinggi (60-69%) dan suhu cukup
rendah memang dapat memunculkan berbagai penyakit, terutama bakteri dan cendawan. Kedua
patogen inilah yang merupakan patogen utama pada kubis (Pracaya, 2001).
Kerugian yang dapat ditimbulakan oleh penyakit kubis sangat besar nilainya. Terkadang
serangannya sangat hebat sehingga terjadi gagal panen. Oleh sebab itu pengetahuan mengenali
penyakit-penyakit pada kubis, gejala, dan cara pengendaliannya sangat penting. Pengetahuan ini
khususnya penting diketahui oleh petani kubis atau petani yang tinggal di daerah yang cocok
untuk pertumbuhan kubis agar mereka tetap mau menanam kubis dan paham cara pengendalian
penyakitnya.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui penyakit-penyakit yang
menyerang tanaman kubis dan patogen penyebab penyakit tersebut.
2. Mengetahui gejala dari berbagai penyakit pada tanaman kubis
3. Mamahami siklus penyakit dari pathogen penyebab penyakit pada tanaman kubis.
4. Mampu menganalis strategi pengendalian yang tepat untuk mencegah terjadinya atau
berkembangnya penyakit-penyakit pada tanaman kubis.
BAB 2. ISI
2.1. Akar Gada
Clubroot atau Akar Gada merupakan penyakit terpenting pada tanaman kubis-kubisan yang
disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae.
Penyakit ini menyebar merata diseluruh areal pertanaman kubis di seluruh dunia khususnya di
Eropa dan Amerika Utara. Penyakit ini sering dijumpai pada daerah dataran rendah dan
dataran tinggi. Hampir seluruh tanaman kubis- kubisan misalnya kubis, sawi putih, dan brussels
sprout sangat rentan terkena akar gada.
a. Penyebab Penyakit
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
3/32
Akar gada menyebabkan kerusakan yang parah pada tanaman rentan tumbuh pada tanah yang
terifeksi. Hal ini disebabkan patogen yang menginfeksi tanah ini tetap menjadi saprofit
pada tanah sehingga kubis-kubisan kurang cocok lagi untuk dibudidayakan di tempat tersebut
(Agrios, 2005).
Plasmodiophora brassicae yang menyerang kubisini termasuk dalam kelas
asmodiophoromycetes. Fase somatiknya berupa plasmodium. Plasmodium tumbuh menjadi
zoosporangium atau spora rehat. Pada saat perkecambahan, patogen ini membentuk
zoozpora yang dapat berasal dari spora rehat. Zoospora tunggal dari spora rehat kemudian
memenetrasi akar inang dan tumbuh menjadi plasmodium. Setelah beberapa hari, plasmodium
membelah menjadi beberapa multinukleat yang dibungkus oleh membran sehingga sel-sel akar
akan bertambah besar. Masing-masing bagian tumbuh menjadi zoosporangium. Setiap
zoosporangium terdiri dari empat hingga delapan zoospora yang segera dilepaskan melalui pori-
pori pada dinding sel tanaman inang. Beberapa dari zoospora kemudian bersatu untuk
memproduksi zigot diploid yang dapat menyebabkan infeksi baru dan plasmodium baru.
Zigot ini terdiri dari nucleus yang dikaryotik. Selanjutnya nukleus ini mangalami fusi
(karyogami) yang diikuti meiosis. Akhirnya plasmodium menjadi spora rehat yang akan
disebarkan ke tanah dan dapat menginfeksi tanaman selanjutnya. Siklus dari patogen ini dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Siklus hidup Plasmodiophora brassicae
(Sumber: Campbell, 2000)
b. Gejala Penyakit
Gejala yang khas pada tanaman yang terifeksi Plasmodiophora brassicae adalah pembesaran akar
halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk gadanya melebar di tengah dan
menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat menyerap nutrisi dan air dari tanah
sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan untuk tanaman agak sedikit.
Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada tingkat lanjut serangan penyakit. Spora dapat
bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa juga terdapat pada rumput-rumputan.
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
4/32
Gambar 2a . Gejala pada akar Gambar 2b. Gejala di permukaan tanah
(Sumber: Arismansyah, 2010).
Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air tanah, ataupun dari tanaman yang sudah
terkena. Gejala pada permukaan atas tanah dapat dilihat dengan menguningnya daun. Layu
pada siang hari dan akan segar kembali pada malam hari (gambar 2b). Tanaman akan kelihatan
kerdil, tanaman muda yang terserang akan dengan cepat mati sedangkan tanaman tua dapat
bertahan hidup namun tidak dapat menghasilkan krop yang dapat dipasarkan.
c. Kondisi yang Mendukung Perkembangan
Penyakit
Penyakit akar gada berkembang dengan baik pada pH tanah 5,7. Menurun dengan drastis pada
pH tanah 5,8-6,2 dan gagal berkembang pada pH 7,8. Perkecambahan spora terjadi pada pH
5,7-7,5 dan tidak akan berkecambah pada pH 8. Tetapi pH tanah yang rendah tidak menjamin
terjadinya infeksi untuk semua kejadian. Kisaran temperatur yang optimum untuk bagi
perkembangan P. brassicae adalah 17,8-25 oC dengan temperature minium 12,2-27,2 oC.
Kelembaban optimum selama 18-24 jam mengakibatkan perkecambahan dan penetrasi
pathogen ke dalam inang kubis kemudian infeksi hanya terjadi jika kelembaban tanah di atas 45%
dan kelembaban di atas 50 % akan menyebabkan penyakit bertambah cepat. Kelembaban tanah
di bawah 4 % dapat menyebabkan terhambatnya infeksi. Kelembaban yang tinggi dapat
disebakan dengan meningkatnya curah hujan. Intensitas cahaya sangat berpengaruh pula
terhadap perkembangan penyakit. Intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan serangan pathogen
akan menurun, sebaliknya intensitas cahaya yang rendah dapat menyebabkan berkembangnya
patogen dengan cepat sehingga penyakit akibat serangan patogen juga semakin besar.
Jumlah spora rehat akan menentukan tingkat infeksi pada inang. Susensi yang mengandung
paling sedikit 106-108 sel spora setiap ml sangat efektif untuk mengadakan infeksi. Disamping
itu, kondisi inang turut mempengaruhi perkembangan P.brassicae, seperti kisaran inang,inang
yang rentan, dan morfologi dari sistem perakaran serta peran mikroba yang lain. d. Siklus
Penyakit
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
5/32
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut. Plasmodium
yang berkembang dari zoospora sekunder memenetrasi jaringan akar muda secara langsung. Hal
ini dapat mempertebal akar dan batang luka yang terletak di bawah tanah. Setelah itu,
plasmodium menyebar ke sel kotikal hingga ke kambium. Setelah seluruh cambium terserang,
plasmodium kemudian menyebar ke korteks kemudian ke xilem. Patogen ini kemudianberkelompok membentuk gelendong yang meluas dan berangsur-angsur menyebar. Jumlah sel
kemudian bertambah banyak dan membesar. Infeksi ini dapat menyebabkan sel 5-12 kali lebih
besar dari sel yang tidak terinfeksi. Sel yang berkembang abnormal ini dapat menjadi stimulus
bagi patogen untuk menyebar lebih cepat dan bahkan dapat menyebabkan sel yang awalnya
tidak terifeksi menjadi terifeksi. Sel yang tumbuh abnormal ini dapat digunakan oleh
plasmodium sebagai sumber makanannya. Skema perkembangan penyakit akar gada dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3. Siklus penyakit akar gada (Agrios, 2005)
Infeksi oleh plasmodium tidak hanya menyebabkan terjadinya pertumbuhan abnormal pada
tanaman tetapi juga dapat menyebabkan terhambatnya absorbsi dan translokasi air dan nutrisi
dari dan menuju akar. Hal ini menyebabkan tanaman kerdil san layu secara perlahan-lahan.
Lebih lanjut lagi, pertumbuhan yang cepat dan sel yag membesar dapat menyebabkan tidak
terbentuknya jaringan gabus dan dapat menyebabkan kemudahan bagi mikroorganisme lain
untuk menginfeksi tanaman.
e. Strategi Pengendalian
Penyakit ini memiliki berbagai bentuk gejala serangan sehingga mendorong untuk memuliakan
tanaman yang tahan terhadap penyakit ini. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan
bibit yang bebas hama dan penyakit. Pergiliran tanaman kurang sesuai diterapkan untuk kasus
ini karena sporanya dapat bertahan lama serta gulma yang dapat menyebabkan penyakit ini.
Pengapuran tanah untuk meningkatkan pH menjadi 7.2 sangat efektif untuk mengurangi
perkembangan penyakit. Penyiraman fungisida Promefon 250EC pada lubang tanam yang
dicampur dengan air saat tanam juga dapat mengurangi perkembangan penyakit. Tanaman
yang tahan haruslah diuji di beberapa lokasi karena jenis serangannya yang berbeda-beda di
setiap lokasi (Arismansyah, 2010). Selain itu, penggunaan tanaman perangkap dan perlakuan
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
6/32
tanah pembibitan dengan teknik solarisasi juga teruji mengurangi penyakit dan meningkatkan
hasil panen (Cicu, 2002).
2.2. Bercak Daun Alternaria
Bercak daun alternaria merupakan penyakit yang sering ditemukan pada berbagai jenis tanaman
di seluruh dunia diantaranya kubis, tomat, kentang, kacang tanah, tembakau, geranium, apel,
bawang, jeruk lemon, dll. Khusus untuk Alternaria pada kubis yang disebabkan oleh A.
brassicae, pathogen ini sangat banyak tersebar di belahan bumi utara. Patogen ini sangat
dipengaruhi oleh cuaca dengan penyakit tertinggi yang dilaporkan dalam kondisi musim hujan
dan di daerah dengan curah hujan relatif tinggi (Agrios,2005).
a. Penyebab Penyakit
Alternaria sp. mempunyai miselium berwarna gelap dan pada jaringan tua memproduksi
konidiofor pendek, sederhana, dan tegak yang dapat menopang konidia. Konidia dari dari
Alternaria sp. cukup besar gelap, panjang, multiselular, dan mempunyai sekat melintang dan
membujur. Konidifor dari Alternaria. Brassicae menghasilkan spora aseksual (konidia) dengan
panjang rata-rata antara 160-200 m. Sporulasiterjadi (in vitro) antara suhu 8 sampai 24 oC
dimana spora dewasa dapat terbentuk setelah 14 sampai 24 jam.
b. Gejala Penyakit
Alternaria brassicae dapat mempengaruhi spesies inang pada semua tahap pertumbuhan,
termasuk biji. Gejala yang ditimbulkan sering terjadi pada daun yang lebih tua, karena mereka
lebih dekat dengan tanah dan lebih mudah terinfeksi sebagai akibat dari percikan hujan atau
hujan ditiup angin. Akhir infeksi, atau infeksi daun yang lebih tua, tidak mengurangi
karakteristik krop, dan dapat dikontrol melalui penghapusan intensif daun terinfeksi. Serangan
pada tanaman di persemaian dapat mengakibatkan damping off atau tanaman kerdil. Bentuk
bercak daun sangat beragam ukurannya dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter 5
cm. Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang membesar hingga
kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran konsentris. Gejala ini
sering disebut dengan browning. Pada kondisi cuaca yang lembab tampak bulu-bulu halus
kebiruan di pusat bercak yang bercak tersebut sering terdapat cincin-cincin sepusat.
Gambar 4a. Gejala pada daun. Gambar 4b.
Mikroskopis A. brassicae (Sumber: Anonim, 2008)
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
7/32
c. Kondisi yang Mendukung Perkembangan
Penyakit
Angin yang sering timbul saat hujan dapat memperparah serangan penyakit. Alternaria brassicae
penyebab bercak daun pada kubis- kubisan ini dapat menyebar cepat dengan
bantuan angin. Serangan semakin parah bila cuaca lembap dan suhu antara 2530oC.
Temperatur optimum adalah antara 16 dan 24 oC dimana waktu sporulasi hanya berkisar antara
12 sampai 14 jam. Kelembaban pada kondisi hujan, embun, atau kelembaban yang tinggi sangat
penting untuk infeksi. Hanya dengan waktu minimum 9-18 jam infeksi pada tanaman oleh A.
brassicae dapat terjadi. Ketika terjadi penurunan suhu, jumlah waktu yang dibutuhkan
untuk 98% dari spora untuk tumbuh meningkat (Stephen, 2000).
Alternaria brassicae tetap hidup untuk jangka waktu yang panjang sebagai spora pada kulit biji
atau sebagai miselium dalam benih maupun di bagian atas tanaman terinfeksi. Sampel benih
terinfeksi dengan Alternaria brassicae yang disimpan pada 0 oC selama empat belas bulan
menunjukkan ketahanan pada benih. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa walaupun spora
Alternaria brassicae terkena cuaca di luar ruangan untuk periode enam bulan di mana suhu
berkisar antara 23 sampai 30 oC menunjukkanbahwa spora masih dapat tumbuh.
Alternaria brassicae juga dapat hidup dalam bentuk mikrosklerotia dan klamidospora yang
muncul setelah terinfeksi daun yang sebagian membusuk. Mikrosklerotia dan khlamidospora
dapat dibentuk dalam sel konidia. Mikrosklerotia dan khlamidospora berkembang dengan baik
pada temperatur rendah (3 oC) dan tahan terhadap pembekuan dan desikasi (dalam studi in
vitro). Klamidospora juga bisa berkembang dalam sel konidia di tanah alami pada suhu kamar.
Biji yang terinfeksi, dengan spora dikulit biji atau miselium bawah kulit biji, mungkin sumber
utama transportasi untuk patogen tersebut. Spora dapat disebarkan oleh angin, air, peralatan dan
hewan. Cendawan dapat bertahan dalam gulma rentan atau tanaman tahunan.
d. Siklus Penyakit
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dimulai ketika konidia dari A. brassicae menempel
pada permukaan inang. Konidia tersebut kemudian membentuk kecambah. Dalam satu konidia,
kecambah yang terbentuk bisa lebih dari satu. Alternaria sp. dapat memarasit tanaman
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
8/32
dengan dua cara yaitu dengan membuat penetrasi langsung pada inang yang berasal dari tabung
kecambah atau masuk ke tubuh inang melalui luka. Penetrasi yang dilakukan sebagian besar
dimulai pada daun. Miselium kemudian menyebarm (invasi) ke sel daun secara interselular yaitu
melalui ruang antar sel. Konidia baru kemudian banyak terbentuk di jaringan yang terinfeksi
tersebut. Gejala kemudian menyebar ke batang sehingga menyebabkan batang damping off.
Setelah ke batang, gejala kemudian menyebar ke seluruh bagian tumbuhan. Skema dari
perkembangan penyakit dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 5. Perkembangan penyakit oleh Alternaria sp. (Sumber: Agrios, 2005)
e. Pengendalian Penyakit
Menurut Rebecca (2001), pengendalian terhadappenyakit ini dapat dilakukan dengan perlakuan
kultur teknis dan kimia. Pengendalian dengankultur teknis diantaranya:
Pengobatan dengan air panas: Perawatan benihdengan air panas adalah salah satu cara
mengendalikan spora pada kulit biji. Namun,pengobatan ini kadang-kadang menekan
perkecambahan.
Tanaman rotasi: Rotasi dengan tanaman bukankubis dan pemberantasan gulma silangan dapat
membantu mengendalikan patogen. Spora dapatbertahan pada jaringan daun selama 8 sampai 12
minggu dan batang jaringan sampai 23 minggu,pada bidang yang ditanam segera setelah panen
sering bertepatan dengan jumlah besar inokulumyang kemungkinan yang berefek pada
munculnyatanaman dan tahap pertumbuhan awal.
Biologi kontrol: Studi awal dengan jamuractinomycetes, Streptomyces arabicus,
menunjukkan efek antijamur pada Alternaria brassicae pada laboratorium dan studi lapangan
sehingga dapat menekan pertumbuhan spesies cendawan tersebut.
Pengendalian dengan cara kimiawi dapat dilakukan engan menggunakan fungisida. Tujuh
fungisida sepenuhnya menghambat pertumbuhan patogen dalam budidaya adalah Benlate di 0,1
ai/100 gadis, Dithane-M 45, Dithane-Z 78,Ziram, Difolatan-80 dan Thiram (semua pada 0,2
ai/100 gal), dan Blitox-50 di ai/100 0,3 gal.
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
9/32
Sebagai fungisida benih, Benlate di 0,1 ai/100benih lb memberikan kontrol yang terbaik
dengan kerugian rata-rata sebelum munculnya bibit 4,5 dan 6,5 pasca-munculnya bibit per pot
(25 biji ditanam dalam pot masing-masing, 8 pot).
Dithane M-45 dan Dithane Z-78, baik diterapkan pada 0,2 lbs ai/100 benih, mengalami
kerugian sebelum munculnya bibit rata-rata 10,5 dan 11,25, masing-masing dan pasca-munculnya bibit rugi sebesar 11,5 dan 13,75, masing-masing.
Sebagai semprot daun, Dithane M-45 (0,2 ai/100 gal) memberikan kontrol yang lebih baik
secara signifikan atas fungisida lainnya, termasuk Benlate. Dithane M-45 memberikan hasil
yang lebih baik dari Dithane Z-78 (0,2 ai/100 gal), meskipun perbedaan itu tidak signifikan.
Tanaman diperlakukan dengan fungisida kedua juga memberikan hasil biji tertinggi.
Iprodione dan fenpropimorph memiliki keduanya menunjukkan sifat hambat tinggi untuk
pertumbuhan Alternaria sp. Dalam budaya dan sebagai perlakuan benih pada benih ai/100 0,25
lb. Dalam sampel benih sampai dengan infeksi 61,5% (35,5% internal yang sakit), iprodione
biasanya menghilangkan jamur dari sampel, tetapi tingkat yang lebih tinggi infeksi
memerlukan dosis yang lebih besar iprodione. Perkecambahan biji yang sehat tidak terpengaruh
oleh pengobatan, dan perkecambahan biji sakit ditingkatkan.
2.3. Busuk Hitam
Penyakit busuk hitam adalah salah satu penyakit yang paling merusak kubis dan silangan lain.
Kembang kol, kubis, dan kale adalah salah satu silangan paling rentan terhadap busuk hitam.
Brokoli, kecambah brussels, kubis cina, collard, kohlrabi, mustard, rutabaga, dan lobak juga
rentan. Beberapa gulma silangan juga dapat menjadi inang patogen. Penyakit ini biasanya
paling lazim di daerah yang rendah dan dimana tanaman tetap basah untuk waktu yang lama.
Kondisi yang menguntungkan untuk tersebarnya bakteri menyebabkan kerugian total tanaman
crucifer (Pracaya, 2001). Bakteri banyak terdapat pada serasah dari tanaman yang terinfeksi,
tetapi akan mati jika serasah tadi melapuk. Bakteri ini juga terdapat pada tanaman kubis-kubisan
yang lain dan tanaman rumput-rumputan serta dapat pula terbawa benih. Bakteri ini berada pada
tetesan butir air dari tanaman yang terluka serta dapat menyebar ke seluruh tanaman melalui
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
10/32
manusia ataupun peralatan yang sering bergerak melintasi lahan saat kondisi tanaman sedang
basah.
a. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit busuk hitam adalah Xanthomonas campestris pv. Campestris. Bakteri
ini bersel tunggal, berbentuk batang, 0,7-3,0 x 0,4-0,5 m, membentuk rantai, berkapsula, tidak
berspora, bersifat gram negatif, bergerak dengan satu flagel polar.
Gambar 6. Mikroskopis X. campestris
(Sumber: Mangun, 2009)
b. Gejala Penyakit
Tanaman dapat terserang busuk hitam pada setiap tahap pertumbuhan. Pada pembibitan, infeksiyang pertama kali muncul dengan menghitamkan sepanjang kotiledon. Bibit terserang patogen
akan berwarna kuning sampai coklat, layu, dan runtuh. Pada tanaman yang memasuki
pertumbuhan vegetatif lanjut akan menunjukkan gejala kerdil, layu, daun yang terinfeksi
berbentuk wilayah-V. Wilayah V ini kemudian membesar dan menuju dasar daun,
berwarna kuning sampai coklat, dan kering. Gejala ini dapat muncul pada daun, batang, akar,
dan berubah menjadi hitam akibat patogen yang berkembang biak. Daun muda yang terinfeksi
mengalami pertumbuhan yang terhambat, warna kuning sampai coklat, layu, dan mati sebelum
waktunya. Kadang-kadang, tanaman berpenyakit gundul memiliki panjang tangkai atasnya
dengan seberkas kecil daun.
Gambar 7a . Wilayah V pada daun Gambar 7b.
Busuk hitam pada krop (Sumber: Rumahlewang, 2008)
Bakteri ini dapat menyebar ke jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah
secara sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut. Jaringan angkut yang
terserang warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai garis hitam pada luka atau
bisa juga diamati dengan memotong secara melintang pada batang daun atau pada batang
yang terkena infeksi. Busuk hitam juga dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak.
c. Siklus Penyakit
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
11/32
Sumber utama bakteri untuk pengembangan busuk hitam di bidang produksi benih penuh,
transplantasi terinfeksi, dan gulma silangan terinfeksi. Bakteri ini disebarkan dalam panen
terutama oleh angin-angin dan percikan air dan oleh para pekerja, mesin, dan kadang-kadang
serangga. X. campestris dapat bertahan hidup pada permukaan daun selama beberapa hari
sampai tersebar ke hidatoda atau luka di mana infeksi dapat terjadi. Bakteri masuk ke daun
melalui hidatoda saat memancarkan air melalui pori-pori di tepi daun pada malam hari, ditarik
kembali ke dalam jaringan daun pada pagi hari (Soeroto, 1994).
Bakteri dapat masuk ke daun dalam 8 sampai 10 jam, dan gejala yang terlihat layu secepat 5-15
jam kemudian. Luka, termasuk yang dibuat oleh serangga makan pada daun dan cedera mekanik
ke akar selama tanam, juga menyediakan situs masuk. Gerakan bakteri ke tanaman melalui
hidatoda dibatasi dalam varietas tahan; akibatnya, ada situs infeksi yang lebih sedikit
dan / atau bagian yang terkena jauh lebih kecil dalam varietas tahan daripada varietas rentan.
d. Kondisi yang Mendukung Perkembangan
Penyakit
Pada kondisi yang hangat dan basah kerugian
busuk hitam dapat melampaui 50% karena
penyebaran penyakit ini. Hujan dan kabut tebal
atau embun dan suhu hari 75 sampai 95 F yang
paling menguntungkan bagi patogen. Di bawah
dingin, kondisi basah infeksi dapat terjadi tanpa
gejala perkembangan. Akibatnya, transplantasi
tumbuh pada temperature rendah mungkin
terinfeksi tetapi tanpa gejala. Bakteri tidak
menyebar di bawah 50 F atau selama cuaca
kering (Permadi,1993).
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
12/32
e. Strategi Pengendalian Penyakit
Menurut Rukmana (1994), pengendalian dapat
dilakukan dengan pergiliran tanaman yang bukan
jenis kubis-kubisan, sehingga akan memberikan
waktu yang cukup bagi serasah dari tanaman
kubis-kubisan untuk melapuk. Lalu menggunakan
benih bebas hama dan penyakit yang dihasilkan di
iklim yang kering. Hindari untuk bekerja di lahan
saat daun tanaman basah. Tanamlah varietas
kubis yang tahan terhadap busuk hitam.
Penyemprotan bakterisida Kocide 77 WP sangat
dianjurkan, terutama untuk budidaya di musim
penghujan. Tanaman dan daun sakit dipendam
dalam tanah. Menutup tanah dengan jerami untuk
mengurangi penyakit.
Perlakuan benih dengan cara merendam benih
dalam air hangat bersuhu 52C selama 30 menit.
Tanaman yang terserang bakteri busuk hitam
dicabut dan dimusnahkan. Dalam pemanenan kubis
diikutsertakan dua helai daun hijau untuk
melindungi krop. Pemanenan harus dilakukan
dengan hati-hati, agar tidak terjadi luka. Daun-
daun yang terinfeksi dikumpulkan untuk
dimusnahkan (Soeroto,1994).
2.4. Busuk Basah
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
13/32
Bakteri penyebab busuk basah mempunyai kisaran
inang yang luas di antaranya kubis, kentang,
wortel, turnip, seledri, tomat, dan lain-lain.
Panyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia dan
dapat menyebabkan gejala serius pada krop di
lapangan, di pengangkutan dan di penyimpanan.
Perkembangan serangannya lebih banyak terjadi
pada tempat penyimpanan atau pascapanen dari
pada di lapangan. Pada penyimpangan, tanaman
krop sehat yang mangalami kontak langsung
dengan tanaman yang sakit dapat dalam beberapa
jam saja dapat tertular penyakit busuk basah ini.
Penyakit busuk lunak ini telah menyebkan
kerugian ekonomi yang besar akibat
berkurangnya jumlah produksi yang dapat
terjual: rendahnya kualitas; dan besarnya biaya
pengendalian. Bakteri ini dapat mempertahankan
diri dalam tanah dan sisa-sisa tanaman di
lapangan.
a. Penyebab Penyakit
Erwinia carotovora merupakan bakteri berbentuk
batang, bersifat gram negatif, umumnya
berbentuk rantai, tidak berkapsul dan tidak
berspora, dapat bergerak aktif dengan 2-5
flagella. Ukuran selnya 1,5-2,0 x 0,6-0,9 mikron
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
14/32
(Permadi dan Sastroosiswojo, 1993). Suhu
minimum untuk bakteri ini adalah 5oC, optimum
22oC, maksimum 37oC dan akan mati pada suhu
50oC (Agrios, 2005).
Gambar 8. Mikroskopis E. carotovora
(Sumber: Anonim, 2008)
b. Gejala Penyakit
Gejala awal yang mucul pada tanaman berupa
lesio gejala basah yang kecil dan diameter serta
kedalamannya melebar secara cepat. Bagian
tanaman yang terkena menjadi lunak dan berubah
warna menjadi gelap apabila serangan terus
berlanjut. Warna pada permukaannya menjadi
hijau pucat dan mengkerut. Pada jaringan yang
terinfeksi akan berwarna buram dan kemudian
akan berubah menjadi krem dan berlendir. Jika
hal ini terjadi, maka pada permukaan akan
tampak cairan berwarna keruh. Perkembangan
penyakit hingga tanaman membusuk hanya butuh
waktu 3-5 hari. Tanaman yang terkena busuk
lunak kemudian menimbulkan bau yang khas yang
dimungkinkan oleh adanya perkembangan
organisme lain setelah pembusukan terjadi.
Jika akar krop telah terserang, gejala kemudian
dapat muncul pada batang berupa batang yang
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
15/32
berair, hitam, dan berkerut. Hal ini juga
menyebabkan tanaman kerdil, layu dan mati.
Bakteri busuk lunak dapat timbul dari seresah
tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar
tanaman, dari tanah, dan beberapa serangga.
Luka pada tanaman seperti stomata pada daun,
serangan serangga, kerusakan mekanis, ataupun
bekas serangan dari patogen lain merupakan
sasaran yang empuk untuk serangan bakteri
(Agrios,2005).
Gambar 9a. Busuk basah pada permukaan Gambar
9b. Busuk basah bagian dalam
(Sumber: Rumahlewang, 2008)
c. Siklus Penyakit
Siklus penyakit atau perkembangan penyakit
dapat dijelaskan sebagai berikut. Bakteri pada
awalnya masuk ke luka pada tanaman. Luka ini
dapat disebabkan oleh serangga tersebut
mengimpan telurnya pada tanaman kubis sehingga
menyebabkan luka. Bakteri setelah masuk akan
makan dan membelah diri dengan cepat serta
merusak sel di sekitarnya. Hal ini menyebabkan
terbentuknya cairan. Selain tiu, bakteri ini
menghasilkan enzim pektinase dan selulase. Enzim
peptinase dapat menguraikan peptin yang
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
16/32
berfungsi untuk merekatkan dinding sel yang
berdampingan. Dengan terurainya peptin, sel-sel
akan terdesintegrasi. Enzim selulase
menyebabkan merusak selulosa dan melunakkan
dinding sel. Akibatnya air dari protoplasma
berdifusi ke ruang antar sel. Sel kemudian
mengalami plasmolisis, kolaps, dan mati. Bakteri
selanjutnya bergerak menuju ruang antarsel dan
membelah diri sambil mengeluarkan enzimnya
sehingga infeksi semakin besar.
Akibat dari hal tersebut di atas, jaringan yang
terserang kemudian melunak, berubah bentuk,
dan berlendir. Massa dari bakteri yang terdapat
pada cairan dalam sel sangat banyak. Akibatnya
jaringan gabus yang banyak terserag penyakit
ini pun rusak sehingga lendir yang mengandung
banyak bakteri tersebar ke dalam tanah atau
dalam penyimpanan pasca panen. Hal ini
memungkinkan bakteri mengadakan kontak
dengan tanaman yang sehat sehingga tanaman
sehat pun akan mengalami sakit. Skema yang
menunjukkan perkembangan penyakit tersebut
dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 10. Siklus penyakit busuk lunak oleh E.
carotovora
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
17/32
(Sumber: Agrios, 2005).
d. Kondisi yang Mendukung Perkembangan
Penyakit
Terdapat beberapa hal yang dapat mendukung
perkembangan penyakit diantaranya drainasi
yang buruk pada pertanaman, kelembaban yang
tinggi, curah hujan tinggi yang dapat
menyebabkan bakteri tersebar dengan cepat,
adanya sisa-sisa tanaman terinfeksi di sekitar
daerah penanaman dan suhu yang rendah.
Kondisi yang menyebabkan perkembangan
penyakit pada pasca panen adalah luka pada
kubis. Jika luka ini mengadakan kontak dengan
tanaman yang terserang, maka dengan mudah
kubis yang luka ini akan terinfeksi E. carotovora.
e. Strategi Pengendalian
Pengendalian secara preventif bisa ditempuh
melalui kebersihan lingkungan dan sistem
budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa
tanaman lama di lahan sebelum menanam tanaman
selanjutnya sangat dianjurkan untuk mengatasi
hal ini. Lahan harus memiliki drainase yang baik
untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak
tanamnya harus cukup memberikan pertukaran
udara untuk mempercepat proses pengeringan
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
18/32
daun saat basah. Pembuatan pelindung hujan
dapat pula menghindari percikan tanah dan
pembasahan daun yang akan mengurangi gejala
busuk lunak. Penyemprotan bacterisida seperti
Kocide 77WP dengan interval 10 hari sangat
dianjurkan terutama saat penanaman musim
hujan. Sanitasi, jarak tanam tidak terlalu rapat.
Menghindari terjadinya luka yang tidak perlu dan
pengendalian pasca panen
2.5. Kaki Hitam
a. Penyebab Penyakit
Penyakit kaki hitam disebabkan oleh pathogen
Phoma Lingam yang merupakan patogen serius
yang dapat menyebabkan penyakit kaki hitam,
kanker , dan busuk kering brassicae dan silangan
lain. Batang dibusukkan / penyakit penipu
disebabkan oleh jamur Phoma lingam ascomycetes.
Teleomorf dari penyebab penyakit Phoma lingam
adalah Leptosphaeria maculans. Miselium bersekat
bercabang-cabang, pada waktu muda hialin,
kelak mempunyai dinding yang gelap Piknidia
bundar untuk subglobose, kuning coklat sampai
coklat hitam, subepidermal, terpisah, unilokular,
130-600 m.. Bentuk dan ukuran piknidium
sangat bervariasi. Biasanya berbentuk botol,
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
19/32
berwarna gelap, kadang-kadang dengan paruh
atau ostiola yang menonjol. Konidium
(piknidiospora) hialin, tak bersekat, 1-2,5 x 3-6
m. Konidium terkumpul di dalam piknidium,
mongering dalam matriks yang seperti agar-
agar. Jika terdapat air hujan atau embun,
matriks meghisap air dengan cepatdan konidium
mengembang dalam bentuk bulu atau benang
panjang yang mengandung konidium dan matriks.
Matriks akan larut dalam air sehingga konidium
menjadi bebas (Tindall, 1987).
Gambar 11a. Piknidium Phoma lingam Gambar 11b.
Miselium Phoma lingam
(Sumber: Anonim, 2007)
b. Gejala Penyakit
Gejala yang ditimbulkan penyakit kaki hitam oleh
pathogen phoma lingam yaitu Noda pada batang
dan daun, bulat telur sampai yg tersebar luas,
pada awalnya kuning kehijauan, kemudian kelabu
kuning, akhirnya abu-abu, depresi, dengan ungu
ke perbatasan hitam. Kanker memanjang pada
pangkal batang, mula-mula berwarna coklat
muda, kemudian mejadi kehitaman, yang sering
dikelilingi oleh batas berwarna ungu. Di bagian
tengah luka terdapat titik-titik hitam yang
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
20/32
terdiri dari piknidium jamur penyebab penyakit.
Kanker dapat meluas sehingga batang bergelang,
bagian dalam batang busuk kering berwarna
coklat, mula-mula terdapat becak warna pucat
dengan batas kurang jelas yang menjadi becak
bulat dengan warna kelabu ditengah. Daun-daun
yang layu biasanya tetap bergantung pada
tanaman, sedangkan daun-daun yang masih segar
sering mempunyai tepi berwarna kemerahan. Pada
tanaman penghasil benih, penyakit dapat timbul
pada polongan (buah), dan biji yang terinfeksi
menjadi keriput. Perakaran yang sakit akan
rusak sedikit demi sedikit sehingga tanaman
menjadi layu dan kemudian mati (Anonim, 2008).
Gambar 12a. Gejala pada daun Gambar 12b.
Gejala pada batang
Gambar 12. Gejala kaki kitam penyakit oleh
Phoma lingam
(Sumber: Anonim, 2008)
c. Siklus Penyakit
Penyebab penyakit ini mempertahankan diri dari
musim ke musim dalam kulit biji dan dalam sisa-
sisa tanaman sakit. Pada biji yang terinfeksi,
tetapi masih dapat berkecambah, kulit biji akan
terangkat ke atas tanah dan melekat pada salah
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
21/32
satu keeping biji (kotiledon). Keping biji akan
akan terinfeksi, jamur berkembang ke batang
semai (hipokotil) sehingga semai mati. Semai
seperti ini biasanya mati di persemaian tanpa
diketahui, namun di sini jamur sempat membentuk
tubuh buah (piknidium) yang menghasilkan
konidium. Konidium hanya akan terbebas bila ada
air, dan pemencarannya tergantung dari air
hujan yang memercik. Air yang mengalir di
permukaan tanah pun dapat mengangkut konidium
dari sisa-sisa tanaman sakit ke persemaian.
Siklus penyakit dapat dilihat pada skema di bawah
ini.
Gambar 13. Siklus penyakir kaki hitam
(Sumber: Anonim, 2009)
d. Kondisi yang Mendukung Perkembangan
Penyakit
Penyakit ini menyerang tanaman kubis pada
kondisi tanah-tanah yang basa atau alkalis (pH
lebih besar dari 6,5). Hujan dan basah cuaca,
yang telah terjadi dalam beberapa hari sangat
ideal untuk penyebaran jamur ini. Penyakit ini
dapat bertahan hidup dalam residu tanaman
setidaknya selama tiga tahun, sehingga rotasi
selalu disarankan (menghindari silangan dalam
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
22/32
rotasi sangat penting). Kondisi lain yang
mendukung perkembangan penyakit yaitu
tergantung dari curah hujan. Patogen juga
seedborne dan dapat disebarkan oleh angin dalam
jarak jauh.
f. Strategi Pengendalian
Teknik pengendalian yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan penyakit kaki hitam yaitu
pemencaran penyakit ke daerah yang belum
terjangkit harus dicegah, menanam benih yang
sehat yang dihasilkan oleh daerah-daerah yang
kering, khususnya yang mempunyai cuaca kering
pada waktu tanaman membentuk buah. Sanitasi
pertanaman, sisa-sisa tanaman, khususnya
tanaman sakit, dipendam dalam tanah cukup
dalam, agar tidak menjadi sumber infeksi bagi
pertanaman yang akan datang atau pertanaman
sekitarnya. Tidak membuat persemaian di tanah
yang mungkin mengandung penyebab penyakit, di
daerah yang sudah terjangkit dan penggunaan
fungisida secara efisien (Anonim,2009).
Tanah yang memiliki pH di ata 6,5 perlu
penanganan dengan pengapuran pada tanah asam
atau pemberian pupuk belerang (S) untuk tanah
basa. Kebutuhan kapur pertanian untuk
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
23/32
menaikkan tanah tergantung dari jenis tanah dan
derajat keasaman tanah. Untuk lahan kering
sekitar 4 ton/hektar, sedangkan pada tanah
gambut mencapai 19 ton/hektar. Pada tanah-
tanah basa, misalnya pH 8,5-9,0 dapat diberikan
tepung belerang atau gipsum sekitar 6 ton/
hektar untuk menurunkan pH mendekati netral.
2.6. Pembahasan Umum
Penyakit-penyakit pada kubis yang telah
disebutkan diatas, secara garis besar disebabkan
oleh dua patogen yaitu cendawan dan bakteri.
Untuk dapat membedakan secara langsung dari
seluruh gejala, pengendalian teknis yang tepat,
dan bakterisida yang dapat digunakan maka pada
sub bab ini akan dijelaskan perbedaan dari
keseluruhan penyakit untuk masing-masing
patogen.
Penyakit yang disebabkan oleh cendawan ada tiga
yaitu akar gada, bercak daun, dan kaki hitam.
Dari tiga penyakit ini, penyakit terbesar
disebabkan akar gada. Hal ini disebabkan karena
penyakit ini berkembang dengan sangat cepat di
area pertanaman kubis dan dapat bertahan
selama 10 tahun di dalam tanah. Akar yang
membengkak menyebabkan pengangkutan nutrisi
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
24/32
terhambat. Gejala ini sangat berbeda dengan dua
penyakit lainnya oleh cendawan. Contohnya
penyakit bercak daun yang gejalanya berawal
dari daun bukan dari akar. Gejalanya pun sangat
khas yaitu berupa bercak konsentris kecil
berwarna gelap kemudian membesar pada daun.
Bercak yang terjadi di daun pada penyakit kaki
hitam pun berbeda. Bercak yang ditimbulkan
berwarna kuning, berkembang menjadi abu-abu
kemudian ungu kehitam-hitaman. Bercak oleh
penyakit kaki hitam ini dapat meluas ke batang
berupa kanker memanjang berwarna hitam.
Pengendalian secara kultur teknis untuk ketiga
penyakit oleh cendawan ini un meiliki perbedaan.
Pengendalian untuk mengatasi penyakit akar
gada salah satunya dengan pemberian kapur atau
pupuk pada area pertanaman sehingga pH
meningkat hingga 7,2. Pada pH ini,
perkecambahan cendawan akan terhambat
sehingga serangan peyakit dapat berkurang. Hal
ini sangat berbeda dengan penyakit kanker
batang yang disebabkan oleh Phoma lingam.
Cendawan penyakit ini akan menyerang tanaman
dan berkembang baik pada tanah-tanah yang
basah dengan pH di atas 6,5. Sehingga
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
25/32
pengendalian kultur teknis yang di lakukan
kebalikan dari pengandalian pada penyakit akar
gada. Pengendalian dilakukan dengan pemberian
pupuk belerang pada tanah basa sehingga pH
turun. Namun pemupukan belerang juga jangan
berlebihan. Jika ini terjadi maka pH tanah akan
rendah sehingga tanah masam yang menyebabkan
pertumbuhan kubis terhambat.
Pengendalian yang tepat untuk penyakit bercak
daun alternaria adalah dengan melakukan rotasi
tanaman. Hal ini cukup efektif jika dilakukan
karena patogennya hanya dapat bertahan paling
lama 23 minggu. Rotasi tanaman ini cukup tepat
pula untuk pengendalian kaki hitam. Namun
untuk penyakit akar gada kurang tepat karena P.
brassicae dapat bertahan selama paling lama 10
tahun dalam tanah. Sanitasi area penanaman dan
irigasi yang baik sangat penting untuk
pengendalian tiga penyakit oleh cendawan di
atas. Hal ini disebabkan karena patogen dapat
bertahan pada sisa-sisa tanaman dan dapat
berkembang dengan cepat pada daerah air yang
tergenang. Pengendalian dengan bahan kimia
untuk setiap penyakit dapat menggunakan
fungisida promefon 250 EC.
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
26/32
Secara umum, perbedaan antara ketiga penyakit
pada kubis di atas dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan penyakit yang disebabkan oleh
cendawan pada tanaman kubis
Pembeda Akar gada Bercak daun Kaki hitam
Gejala Akar membengkak, daun layu pada siang
hari dan segar kembali malam hari. Diawali
dengan bercak kecil pada daun, membesar d=1,5
cm dan berwarna gelap dengan lingkaran
konsentris. Kanker batang yang meluas berwarna
coklat tua. Daun berbercak kuning keabu-abuan.
Kultur teknis yang tepat Pengapuran hingga pH
7,2. Benih direndam pada air panas, rotasi
tanaman Sanitasi sisa ta-naman sakit, rotasi,
pengapuran S.
Bahan kimia sintetik Fungisida Promefon 250EC
Fungisida Promefon 250EC, Iprodione dan
fenpropimorph Fungisida promefon 250 EC
Penyakit pada kubis oleh patogen bakteri yang
dibahas ada dua yaitu busuk hitam dan busuk
basak. Kerugian terbesar antara kedua penyakit
ini adalah penyakit busuk basah oleh E.
carotovora. Kerugian yang besar ini terjadi pada
pengangkutan pascapanen. Bakteri ini akan
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
27/32
dengan cepat menyebar melalui luka dari krop
kubis yang sakit ke krop kubis yang sehat. Gejala
khas yang membedakan antara busuk hitam
dengan busuk basah adalah pada busuk basah
terjadi pelunakan hingga berledir kemudian
berbau akibat asosiasi dengan mikroorganisme
lain. Gejala ini tidak ditemukan pada busuk
hitam. Gejala khas di daun pada penyakit busuk
hitam yang dapat membedakannya dengan
penyakit lain adalah bercak kuning berbentuk V.
Bercak ini kemudian dapat menyebar ke seluruh
daun dan tanaman. Bakteri dapat pula
menyebabkan pembuluh menghitam, pengangkutan
nutrisi terhambat, dan krop hitam.
Pengendalian yang cocok untuk mencegah
terjadinya busuk hitam adalah dengan rotasi
tanaman. Hal ini disebabkan bakteri dapat
bertahan selama 3 tahun di area infeksi.
Sedangkan untuk busuk basah lebih pada sanitasi
sisa-sisa tanaman di sekitar daerah penanaman,
menjaga kelembaban dengan mengatur jarak
tanam, dan yang terpenting mengindari luka pada
pascapanen. Sanitasi dan penggunaan benih yang
sehat juga efektif untuk pengendalian penyakit
busuk hitam dan busuk basah. Pengendalian
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
28/32
dengan kimia untuk kedua penyakit dapat
menggunakan bakterisida Kocide 77WP. Namun
pengendalian dengan bakterisida sebisa mungkin
dihindari dan lebih mengutamakan pengendalian
kultur teknis (Agrios, 2005).
Secara umum, perbedaan antara kedua penyakit
pada kubis di atas dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2. Perbedaan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri.
Pembeda Busuk hitam Busuk basah
Gejala Wilayah kuning berbentuk V pada daun,
pembuluh menghitam,krop menghitam Lesion kecil
kemudian tanaman khusunya krop menjadi lunak
dan basah
Kultur teknis yang tepat Rotasi tanam,
penggunaan benih yang di hasilkan di iklim kering
Sanitasi, drainasi yang bagus, hindari luka pasca
panen
Bahan kimia sintetik Bakterisida Kocide 77WP
Bakterisida koccide 77WP
BAB 3. KESIMPULAN
Patogen utama penyebab penyakit pada tanaman
kubis berasal dari cendawan setelah itu bakteri.
Penyakit ini akan menyebar dan berkembang
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
29/32
dengan baik pada saat musim hujan dimana
kelembaban cukup tinggi dan pada saat suhu
rendah. Sanitasi dan rotasi tanaman sangat
penting sebagai pengendalian secara kultur
teknis untuk menghindari tersebarnya penyakit
ini kecuali pada penyakit akar gada. Hal ini
disebabkan karena spora pada akar gada dapat
bertahan lama pada tanah.
Secara umum, patogen dapat menyerang dapat
menyerang pada berbagai tingkat tanaman.
Penyakit yang menyebabkan kerugian terbesar
pada saat pascapanen adalah busuk lunak oleh
bakteri Erwinia carotovora. Untuk mencegah
tersebarnya penyakit ini perlu dilakukan
pencegahan agar tidak terjadi luka pada krop
kubis. Penyakit yang menyebabkan kerugian yang
tidak terlalu besar di Indonesia adalah penyakit
kanker batang. Hal ini disebabkan karena
patogen penyebab penyakit ini akan berkembang
baik pada tanah basa sedangkan tanah di
Indonesia sebagian besar tanah asam.
Daftar Pustaka
Agrios, George W. 1997. Plant Pathology Fourth
Edition.New York: Academic Press.
Anonim, 2007. Kaki Hitam Phoma lingam.
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
30/32
[terhubung berkala]. http://gwdu05. gwdg.de/
~instphyt/app/research/images/phoma/
ascosporen.jpg. [17 Mei 2010]
Anonim. 2008. Bercak Daun Alternaria.
[terhubung berkala]. http://translate.
google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://nhb.gov.in/bulletin_files/vegetable/
cabbage/cab002.pdf. [16 Mei 2010].
Anonim. 2008. Busuk Basah Erwinia carotovora.
[terhubung berkala]. http://www. google.co.id/
imglanding?q=erwinia%20carotovora&imgurl.com.
[17 Mei 2010].
Anonim, 2008. Penyakit-Penyakit Penting
Tanaman Kubis. [terhubung berkala]. http://
kliniktanaman.blogspot.com/2008/12/penyakit-
penyakit-penting-tanaman kubis.html.[2 April
2010].
Anonim. 2009. Siklus Penyakit Phoma Lingam.
[terhubung berkala]. www.apsnet. org/
education/Lessonsycle.html. [5 April 2010].
Arismansyah, Erlan Ardian. 2010. Penyakit akar
gada (Plasmodiophora brassicae Wor) pada kubis-
kubisan dan upaya pengendaliannya. [terhubung
berkala]. http://
erlanardianarismansyah.wordpress.com/2010/01/07/
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
31/32
penyakit-akar-gada plasmodiophora-brassicae-
wor-pada-kubis-kubisan-dan-upaya
pengendalian-nya. [5 April 2010].
Campbell, NA, dkk. 2000. Biologi Edisi Lima.
Rahayu Lestari, dkk, penerjemah; Amalia Safitri,
editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari:
Biology 5th Edition.
Cicu, 2002. Pengelolaan Penyakit Akar Gada
(Plasmodiophora brassicae) pada Tanaman Kubis
dengan Tanaman Perangkap dan Perlakuan Tanah
Pembibitan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Mangun, Wardoyo. 2009. Busuk Hitam Kubis.
[terhubung berkala]. http://journal.ui.ac.id //
Transformasi%20fragmen_Mangunwardoyo.pdf.
[17 Mei 2010].
Permadi, A. H. dan S. sastrosiswojo.1993. Kubis.
Kejasama antara Badan Penellitian dan
Perkembangan Pertanian. Lembang: Balai
Penelitian Holtikultura.
Pracaya, Ir. 2001. Kol alias Kubis Edisi Revisi.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Rebecca A. Boley. 2003. Educational Specialist
Plant Pathology. Manoa: University of Hawaii.
Rumahlewang, Wilhemnia. 2008. Penyakit-
5/24/2018 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMA1
32/32
Penyakit Penting Tanaman Kubis. [terhubung
berkala]. http://kliniktanaman.blogspot.
com/2008/12/penyakit-penyakit-penting-
tanaman kubis.html.[2 April 2010]
Rukmana, R. 1994. Bertanam Kubis. Yogyakarta:
Kanisius.
Soeroto, dkk. 1994. Pengelolaan Organisme
Pengganggu Tumbuhan Secara Terpadu pada
Tanaman Kubis. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pertanian Tanaman Pangan Direktorat Bina
Perlindungan Tanaman.
Stephen, A Ferreira. 2006. Extension Plant
Pathologist.
Tindal, H.D. (1987). Zwartrot van kool. Landblouw
21:259.
Recommended